1. Judul Buku
: Komunikasi
: Drs. Alex
Sobur,M.Si.
3. Nama Penerbit
: Rosda Karya
4. Tahun Terbit
: 2014
5. Kota Terbit
: Bandung
6. Ukuran Buku
: 23 cm x 16 cm x 1,7
cm
7. Harga Buku
: Rp.72.500,-
8. Jumlah Halaman
: 361 halaman
Rangkuman dan Resensi Buku Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan Aplikasi
Karya Drs. Alex Sobur, M.Si.
I.
Rangkuman
Bab 1 Komunikasi Naratif dan Komunikasi Sastra
Menurut Walter Fisher, semua komunikasi adalah naratif. Namun tidak semua pakar
komunikasi sepaham dengan pandangan ini, seperti Robert Rowland. Menurut Rowland,
beberapa bentuk komunikasi tidaklah berbentuk naratif. Beberapa malah cenderung
menentang nilai-nilai yang ada.
Naratif atau narasi sendiri merujuk pada penceritaan yang didasarkan pada urut-urutan
suatu peristiwa. Bisa disebut fakta (biografi, autobiografi), bisa pula disebut fiksi (novel,
cerita pendek). Dalam proses bercerita ada suatu fungsi besar pertukaran antara donator
(pencerita) dengan benefisier (penerima cerita). Di dalam bab ini akan dijelaskan terlebih
lanjut tentang konsep dan fungsi komunikasi naratif, fungsi sastra sebagai sistem
komunikasi, proses komunikasi sastra, model segitiga dari teori komunikasi Abrams, cirri
penting komunikasi sastra oleh Pratt, serta tentang jurnalisme naratif atau jurnalisme sastra.
di dalam waktu. Narasi dan waktu saling menentukan secara timbal-balik. Dalam narasi,
setiap peristiwa hanya dapat diceritakan kembali apabila ia berada di dalam garis waktu.
Waktu cerita merupakan waktu yang ada di dalam cerita rekaan. Hal ini menunjukkan
keterkaitan dengan ritme sebuah cerita. Sementara waktu penceritaan merupakan rentang
waktu yang diperlukan untuk menyampaikan sebuah cerita. Ada pula waktu peristiwa, yang
merupakan waktu dimana suatu peristiwa terjadi.
Waktu merupakan konsep yang penting baik dalam karya sastra maupun komunikasi.
Dalam karya sastra, ia memengaruhi urutan penyampaian cerita oleh pengarang. Ada dua
jenis urut-urutan waktu yang digunakan, secara kronologis dan secara sorot-balik.
Sementara dalam konsep komunikasi, variabel waktu sangatlah penting. Apa yang kita
katakan kini akan memengaruhi apa yang kita katakana selanjutnya, bagaimana perilaku
komunikasi kita saat ini akan memengaruhi perilaku komunikasi kita ke depannya.
Pemaknaan konsep waktu berbeda dalam setiap kebudayaan. Selain itu, penghargaan
akan waktu dikatakan sebagai salah satu ciri modernitas. Kesadaran ruang dan waktu
mencerminkan derajat peradaban sebuah masyarakat. Hubungan antara waktu dan budaya
sangat jelas, dan seperti aspek budaya pada umumnya, merupakan bagian dari proses
enkulturasi sejak kecil. Budaya memainkan peran yang penting dalam bagaimana kita
melihat serta memanipulasi waktu agar dapat mengomunikasikan pesan yang berbeda.
Rentang waktu kehidupan alam semesta sedemikian panjang jika dibandingkan dengan
rentang kehidupan (umur) manusia.
Bahasa pelesetan merupakan salah satu varian humor. Seperti yang dikatakan Emha
Ainun Nadjib (1991), gejala plesetan mungkin sekedar modus paling populer dari
pembebasan. Kita gagal mengatasi terlalu banyak persoalan, sehingga kita berusaha lari..
Permaianan bahasa lazim terjadi dalam budaya komerisal, ia mengemas multiplisitas makna
ke dalam ruang sempit, makna-makna ini meluap dan lepas kendali; permainan kata
membutuhkan pembacaan kreatif, tidak pernah siap pakai.
Narasi merupakan permainan bahasa yang unik. Permainan bahasa kerap kita temukan
dalam bentuk permainan peribahasa sebagai sarana hiburan maupun wahana kritik sosial.
Kita memahami berbagai macam wacana sebagai permainan bahasa dengan aturan, struktur,
dan langkahnya masing-masing.
Bagi Lyotard, permainan bahasa merupakan ikatan sosial yang memersatukan
masyarakat. Diri individu berinteraksi dengan seluruh permainan bahasa yang diikuti. Sudah
jelas bahwa setiap permainan bahasa tidak dapat disamakan, hal ini merupakan aturan
universal yang sudah valid di antara para pengamat.
Pada pengetahuan ilmiah, hanya satu permainan bahasa yang digunakan sementara yang
lainnya diabaikan.
2. Kita membuka suatu ruang untuk menceritakan suatu kisah dalam kerangka temporal
tertentu, dan kita ingin menjadikan kerangka itu sefleksibel mungkin untuk
mempermudah seseorang saat berbicara dengan peneliti dan untuk mempermudah
representasi narasi di hadapan khalayak yang lebih luas.
3. Riset narasi berurusan dengan bagaimana seseorang menghubungkan peristiwaperistiwa tertentu hingga membentuk suatu kisah.
4. Laporan yang disampaikan oleh individu selalu melekat dalam konteks, dalam suatu
relasi sosial tertentu dan diatur dalam suatu latar belakang kultural tertentu.
5. Kita mengamati bagaimana cerita dikisahkan sebagai narasi, atau ditata dalam
bentuk narasi dalam proses penelitian.
dihasilkannya. Banyak kasus di mana sejarah dikendalikan dengan apa yang disebut sebagai
kebisuan sejarah. Dimana hal ini umumnya terkait dengan apa yang kita sebut sebagai
prinsip legitimasi.
Memelajari sejarah merupakan hal yang penting, sebab ia merupakan kebalikan dari
alam. Selain itu, sejarah memiliki sifat-sifat yang aneh serta memiliki nilai-nilai yang bias
diajarkan tentang masa kini.
II. Kesimpulan
1. Cakupan paradigma naratif terlalu luas dan belum ada batas nyatanya.
2. Tidak semua komunikasi merupakan komunikasi naratif.
3. Buku Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan Aplikasi dengan lebih luas
membahas mengenai esensi dari konsep narrativisme.
4. Narasi merupakan rangkaian fakta mengenai suatu peristiwa, namun konsep fakta
merupakan konsep yang masih bias.
III.
Analisis Buku
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Buku Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan Aplikasi disusun dengan
baik dan terperinci. Buku ini mengupas tuntas mengenai apa yang kini kita kenali sebagai
sebuah komunikasi naratif. Apa-apa saja bagian, fungsi, syarat, dan jenis-jenis
komunikasi naratif mendapatkan porsi tersendiri di dalamnya, sehingga kita dapat
memahami satu-persatu bagian dari komunikasi naratif. Namun tata bahasa yang
digunakan dalam buku ini terlalu rumit. Tidak semua orang dapat memahami apa yang
dituliskan oleh penulis di dalamnya, dan yang lebih penting lagi tidak semua orang
mampu membaca keseluruhan isi buku dengan cermat untuk menyaring pokok-pokok
pikirian inti atau gagasan inti yang mendasarinya.
Ketika saya membaca keseluruhan isi buku ini, saya merasa penulis seakan
menjejalkan seluruh teori yang ia ketahui di dalam satu buku. Sehingga saya kesulitan
memahami tiap-tiap teori yang ada, sebab terlalu banyak kemungkinan teori yang
diberikan. Selain itu, beberapa penjelasan yang dimasukkan dalam sub-bab terasa tidak
terlalu penting. Karena itu pada beberapa bagian, saya kesulitan untuk merangkum buku
ini per-sub bab, dan pada akhirnya hanya merangkumnya per-bab. Mungkin disadari
bahwa pada beberapa bab ada sub-bab yang saya lewati, sebab saya kesulitan untuk
menarik kesimpulan dari keseluruhan sub-bab tersebut, sehingga pada akhirnya saya
memutuskan untuk tidak menuliskan apa yang belum saya pahami.
Buku ini juga tidak memberikan gambar untuk menjelaskan dengan lebih baik
mengenai teori-teori yang dijelaskan di dalamnya, hanya ada beberapa skema pada
bagian awal buku. Namun di akhir, keseluruhan isi buku hanya memuat tulisan sehingga
saya sendiri pusing dan merasa lelah melihatnya.
Menilik dari judul buku ini, persepsi awal kita pastilah buku ini akan membahas
mengenai komunikasi naratif saja. Tetapi ternyata penulis bukan hanya menjelaskan
mengenai apa itu komunikasi naratif, namun juga menjelaskan apa-apa saja yang
termasuk dalam konsep naratif, sejarahnya, syarat-syaratnya, serta perbedaan konsep
naratif dengan konsep ilmiah. Hal yang sudah tentu menjadi pertanyaan tersendiri bagi
mereka yang tengah memelajari mengenai konsep naratif. Namun keluasan pembahasan
dalam buku ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa belum ada batasan-batasan
yang pasti mengenai komunikasi naratif.
Habib 249
Abong 242
Shadiq 091
Nabil 234