Anda di halaman 1dari 124

MEDIA BARU DI INDONESIA: ANALISIS KONTEN LITERASI POLITIK

PADA PEMILU TAHUN 2019


DI “PinterPolitik.com”

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik


pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Kebijakan
dan Tata Kelola Pemerintahan

Disusun Oleh:
Setyo Ajie Darmawan
165120501111048

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah subhanahu wa taala karena dengan rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

MEDIA BARU DI INDONESIA: ANALISIS KONTEN LITERASI


POLITIK PADA PEMILU TAHUN 2019

DI “PinterPolitik.com”

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk syarat kelulusan akademis

setelah menempuh studi strata satu (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya. Skripsi ini disadari penulis jauh dari kata sempurna. Pada

penyusunannya, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah S.W.T yang berkat rahmat-Nya saya dapat menempuh pendidikan

sampai saat ini;

2. Kedua orang tua serta adik dan kakak saya beserta keluarga besar yang telah

mendidik saya dan memberikan dukungan baik berupa moril maupun

materil;

3. Ibu Juwita Hayyuning Prastiwi, S.IP., M.IP. selaku dosen pembimbing I dan

Bapak Amin Heri Susanto, Lc., MA., Ph.D selaku dosen pembimbing II yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Ilmu Politik FISIP UB yang telah memberikan pendidikan

perkuliahan;

5. Seluruh guru yang telah mengajar dan mendidik penulis sampai saat ini;

iii
6. Seluruh informan dan instansi terkait yang telah membantu memberikan

informasi dan data-data pendukung dalam menulis skripsi ini;

7. Terimakasih kepada sahabat-sahabat saya Uordanie Arief Khatami, Alvin

Ferizki Nurdin, Muhammad Dzaky, Radina Rivi Amanda, Juliansyah

Rahmat, Frizki Yuliansyah, Alkautsar Ismail, Hamal Nafi, Andhika

Prasetyo, Annajmatul Istiqlali, Bagus Indrawinata, Adriel, Iqbal Yusuf, serta

teman-teman fakultas lain yang telah berjuang bersama untuk menyelesaikan

perkuliahan di Malang ini;

8. Teman-teman prodi Ilmu politik FISIP UB yang telah berjuang bersama dan

memberikan dukungan selama penyelesaian skripsi;

9. Keluarga Heksakom HIMAPOLITIK UB 2017 yang telah membantu penulis

berproses dalam kehidupan strata satu;

Semoga semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada

penulis akan diberikan kemudahan dan kelancaran terhadap urusannya dan

menjadikan pengalaman untuk penulis agar dapat menjadi lebih baik lagi.

Harapannya kedepan skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Jakarta, 27 Mei 2022

Setyo Ajie Darmawan

NIM. 165120501111048

iv
ABSTRAK

Setyo Ajie Darmawan, Program Sarjana, Program Studi Ilmu Politik,


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang, 2022,
Media Baru Di Indonesia: Analisis Konten Literasi Politik Pada Pemilu Tahun
2019 Di “Pinterpolitik.Com”. Tim Pembimbing: Juwita Hayyuning Prastiwi,
S.IP., M.IP dan Amin Heri Susanto, LC., MA., Ph.D.

Penelitian ini akan menjabarkan bagaimana literasi politik serta media yang
dipraktikkan oleh PinterPolitik.com saat Pemilu 2019 berlangsung. Penelitian ini
ditinjau menggunakan teori ekologi media. Metode yang dipakai oleh peneliti
adalah kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Adapun data temuan tersebut diuji keabsahannya
menggunakan teknik triangulasi sumber dan teknik agar menghasilkan penelitian
yang lebih akurat.

Kemunculan PinterPolitik sebagai media baru menjadi sebuah titik balik


digitalisasi media di Indonesia, khususnya di bidang literasi politik. Dengan
semakin banyaknya pemilih baru dan kepekaan akan politik, PinterPolitik menjadi
sebuah sarana masyarakat untuk lebih mengetahui seluk beluk pemberitaan terkait
hal politik karena posisinya sebagai media independen.

Temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa PinterPolitik memberikan


dukungan terhadap literasi media terutama literasi politik sebagai dukungan dari
komponen praktik masyarakat yang demokratis. Lewat metode pemberian
informasi kepada khalayak yang disesuaikan dengan bentuk media digital,
PinterPolitik berhasil mendapatkan engagement yang potensial untuk pemenuhan
partisipasi politik digital (cyberpolitics). Karakteristik audiens PinterPolitik
sebagai digital natives yang melek internet juga memberikan suatu bentuk
diskursus politik baru di lanskap digital, yang dapat terlihat dari penggunaan
infografis, kolom komentar, dan sebaran postingan.

Kata kunci: Media Baru, Demokrasi Siber, Literasi Politik.

v
ABSTRACT

Setyo Ajie Darmawan, Bachelor Program, Political Science Study Program,


Faculty of Social and Political Science, University of Brawijaya Malang, 2022,
New Media in Indonesia: Analysis of Political Literacy Content in the 2019
Election at “PinterPolitik.Com”.Team: Juwita Hayyuning Prastiwi, S.IP., M.IP
and Amin Heri Susanto, LC., MA., Ph.D.

This study will describe how political and media literacy was practiced by
PinterPolitik.com during the 2019 Election. This research was reviewed using
media ecology theory. The method used by the researcher is descriptive qualitative
with data collection through observation, interviews, and documentation. The data
of the findings were tested for validity using source triangulation techniques and
techniques in order to produce more accurate research.

The emergence of PinterPolitik as a new media has become a turning point for
media digitization in Indonesia, especially in the field of political literacy. With the
increasing number of new voters and sensitivity to politics, PinterPolitik has
become a means for the public to know more about the ins and outs of news related
to politics because of its position as an independent media.

The findings in the study show that PinterPolitik provides support for media
literacy, especially political literacy as a support component of the practice
component of a democratic society. Through the method of providing information
to the audience that is adapted to the form of digital media, PinterPolitik has
succeeded in obtaining potential engagement to fulfill digital political participation
(cyberpolitics). The characteristics of PinterPolitik's audience as digital natives
who are internet literate also provide a new form of political discourse in the digital
landscape, which can be seen from the use of infographics, comment fields, and the
distribution of posts.

Keywords: New Media, Cyberdemocracy, Political Literacy.

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

ABSTRAK .............................................................................................................. v

ABSTRACT ...........................................................................................................vi

DAFTAR ISI........................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................................... 9
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11


2.1 Media Baru dan Politik .................................................................................... 11
2.1.1 Disrupsi Informasi ...................................................................................... 18
2.1.2 Cyberdemocracy ......................................................................................... 20
2.2 Tinjauan Konseptual ........................................................................................ 23
2.2.1 Literasi Politik ............................................................................................ 23
2.2.2 Literasi Media ............................................................................................. 25
2.2.3 Teori Ekologi Media ................................................................................... 28
2.3 Kerangka Pemikiran......................................................................................... 30
2.4 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 31
2.4.1 Literature Review ....................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 38


3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 38
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................................... 40

1
3.3 Lokasi dan Objek Penelitian ............................................................................ 41
3.4 Sasaran Penelitian ............................................................................................ 41
3.5 Sumber dan Jenis Data ..................................................................................... 41
3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 44
3.7 Teknik Penentuan Informan ............................................................................. 47
3.8 Teknik Analisis Data........................................................................................ 48

BAB IV GAMBARAN UMUM........................................................................... 52

4.1. Ekosistem Politik Media Digital di Indonesia ................................................ 52


4.1.1. Politik Digital Pemilihan Presiden Republik Indonesia 2019 ................... 55

4.2. Perkembangan Literasi Politik Di Indonesia .................................................. 59


4.3. Gambaran Umum PinterPolitik.com .............................................................. 61
4.3.1. Sejarah PinterPolitik.com .......................................................................... 61
4.3.2. Visi dan Misi PinterPolitik.com ................................................................ 64
4.3.3. Struktur Organisasi PinterPolitik.com ...................................................... 65
4.3.4. Logo PinterPolitik.com ............................................................................. 66
4.3.5. Konten Berita PinterPolitik.com ............................................................... 66
4.4. Konten PinterPolitik.com Sebagai Media Literasi ......................................... 68

BAB V PERAN MEDIA BARU “PINTERPOLITIK” DALAM MEMBANGUN


PARTISIPASI POLITIK GENERASI MILLENIAL ...................................... 70
5.1 Analisis Peran Pinter Politik dalam Proses Demokratisasi di Indonesia ......... 70
5.1.1 Ruang Publik Baru di Indonesia ................................................................. 79
5.1.2 Pinter Politik sebagai Media Baru .............................................................. 81
5.1.3 Disrupsi Informasi Politik Bagi Pemilih Pemula ....................................... 84
5.1.4 PinterPolitik dan Literasi Politik ................................................................ 90
5.2 Peran PinterPolitik sebagai Penyedia Informasi .............................................. 95
5.2.1 PinterPolitik sebagai Aktor Cyberdemocracy .......................................... 100
5.3 Segmentasi dan Strategi Pinter Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Politik104
5.4 Kelebihan dan Kekurangan Konten PinterPolitik ......................................... 107

BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 110


6.1 Kesimpulan .................................................................................................... 110
6.2 Saran .............................................................................................................. 111

2
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 113

LAMPIRAN........................................................................................................ 117
Daftar Bagan ........................................................................................................ 117
Daftar Gambar ..................................................................................................... 117

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan politik di Indonesia, studi tentang literasi politik

mendapatkan perhatian yang lebih terutama sejak berlangsungnya reformasi pada tahun

1998 yang telah mengubah tatakelola kekuasaan dari model demokrasi sentralistik ke

demokrasi desentralistik, yang kemudian diikuti oleh diadakannyakontestasi demokrasi

elektoral di setiap daerah dengan berbagai tingkatan. Merujuk pada pendekatan

kelembagaan baru (new institutionalism) dalam kajian ilmu politik, penguatan

argumentasi kajian ini dapat dirumuskan, bahwa untuk memperteguh demokrasi maka

diperlukan pemilu yang berkualitas; sementara pemilu yang berkualitas membutuhkan

syarat para pemilih (voters) yang cerdas, kritis, rasional dan bertanggungjawab dengan

pilihannya. Pemilih yang memenuhi persyaratan tersebut yang kemudian dapat

dikategorikan sebagai pemilih yang literate (melek) secara politik.1

Menurut Denver dan Hands, literasi politik (political literacy) merupakan

pengetahuan dan pemahaman tentang proses politik dan isu-isu politik, suatu

pengetahuan dan pemahaman yang memungkinkan setiap warga negara dapat secara

efektif melaksanakan perannya (berperan serta, partisipasi) sebagai warga negara.2

Pengetahuan dan pemahaman ini oleh Cassel dan Lo, sebagaimana disebut sebagai

political expertise dan political awareness, yang intinya merujuk pada maksud

1
Agus Sutisna, “Peningkatan Literasi Politik Pemilih Pemula Melalui Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017, hal. 259.
2
Denver, David, and Gordon Hands (1990). Does studying politics make a difference? The political
knowledge, attitudes, and perceptions of school students. British Journal of Political Science 20: 263–
288.

4
sejauhmana seorang individu warga negara memberi perhatian dan memahami isu-isu

politik.3 Rumusan yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Bernard Crick, yang

mendefinisikan literasi politik sebagai pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang

diambil dari kehidupan sehari-hari, dan bahasa merupakan upaya memahami seputar

isu politik, keyakinan para kontestan, bagaimana kecenderungan mereka

mempengaruhi diri sendiri dan orang lain.4 Ringkasnya, literasi politik pada dasarnya

merupakan senyawa yang utuh dari pengetahuan (kognisi), keterampilan (psikomotor)

dan sikap (afeksi). Sementara itu, dalam frasa yang simpel dan assertif, Westholm dkk

menyatakan bahwa literasi politik pada dasarnya adalah kompetensi warga negara,

suatu kompetensi yang dibentuk agar seorang warga negara siap menjalankan perannya

dalam kehidupan demokrasi.5 Kurangnya pemahaman tentang isu-isu politik dan

kegiatan politik, tidak jarang menyebabkan masyarakat apatis terhadap berbagai proses

demokrasi dan dinamika politik pemerintahan di sekitarnya. Literasi politik dipahami

sebagai pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan

sehari-hari dan bahasa, merupakan upaya memahami seputar isu politik, keyakinan para

kontestan, bagaimana kecenderungan mereka memengaruhi diri sendiri dan orang lain.

Dengan kata lain, literasi politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan,

dan sikap mengenai politik.6

Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, studi yang dilakukan oleh

peneliti dari East Carolina University menunjukkan bahwa pemilih muda terdepan

3
Cassel, C. A., & Lo, C. C., 1997. “Theories of Political Literacy” dalam jurnal Political Behavior,
Volume 19, Nomor 4 Tahun 1997.
4
Crick, Bernard, 2000. Essays on Citizenship, London : Bloomsbury Publishing.
5
Westholm, Anders, Arne Lindquist, and Richard G. Niemi (1990). Education and the making of the
informed citizen: Political literacy and the outside world. In Orit Ichilov (ed.), Political Socialization,
Citizenship Education, and Democracy. New York: Teachers' College.
6
Bakti, Andi Faisal, dkk. 2012. Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi.

5
dalam hal menggunakan media baru untuk mengakses informasi. Generasi muda juga

berada di garis depan pemilihan media baru dan berpartisipasi dalam kegiatan politik

melalui ranah-ranah media baru.7

Lalu, apa yang dimaksud dengan new media atau media baru? Media baru

merupakan istilah yang digunakan untuk kemunculan digital, komputer, atau jaringan

informasi di akhir abad ke-20. Menurut Creeber dan Martin dalam bukunya

Understanding New Media, new media atau media baru didefinisikan sebagai produk

dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer

digital. Dengan kata lain, new media atau media baru merupakan media yang

menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel,

berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara publik.8 Beberapa

contoh produk dari media baru antara lain internet, website, e-mail,televisi kabel digital,

dan DVD.

Karakteristik new media atau media baru tersebut dapat diterapkan dalam

jurnalisme online. Saat ini, keberadaan portal berita sudah semakin menjamur. Tentu,

saat mengakses informasi dari portal berita tersebut, kita akan tergugah untuk

membagikan berita yang kita baca ke orang lain. Dengan kemudahan mengakses laman

internet di smartphone, kita juga dapat dengan mudah menuangkan pikiran kita atau

menyuarakan aspirasi kita.

Adapun karakteristik digital dari media baru yang dapat kita gunakan dalam

jurnalisme online adalah kemudahan membagikan gambar atau video. Gambar ataupun

7
Baumgartner, Jody C dan Jonathan S. Morris. 2009. MyFaceTube Politics: Social Networking Web
Sites and Political Engagement of Young Adults, p. 24-44.
8
Creeber, G. & Martin, R (ed.). (2009), Digital Cultures: Understanding New Media, Berkshire-
England: Open University Press.

6
video seringkali digunakan untuk bukti-bukti dari sebuah kejadian. Dengan gambar dan

video tersebut, kita bisa membagikan informasi yang lebih akurat melalui media social

milik kita seperti Twitter, Instagram, maupun Facebook.

Oleh karenanya, keberadaan new media atau media baru saat ini praktis

membuat individu dapat lebih mudah mendapatkan informasi. Namun perlu diingat,

penggunaan media baru harus diimbangi dengan literasi media yang cukup agar kita

bisa memilah dan memilih informasi yang benar dari sekian banyaknya informasi yang

beredar. Literasi media sendiri sangat penting perannya karena literasi media adalah

sebuah kemampuan untuk mengakses media yang merujuk pada pemilihan konten yang

akan dikonsumsi, dan sebagai alat ukur kredibilitas konten media yang ada.

Seiring dengan perkembangan serta meningkatnya konsumsi masyarakat

Indonesia dalam mengakses internet serta mencari informasi atau wawasan, muncul

berbagai macam media massa yang memanfaatkan media baru sebagai “senjata” utama

dalam menawarkan konten yang dimilikinya. Salah satu media tersebut adalah

PinterPolitik.com yang memiliki jargon “Suara Politik Millenial Indonesia” yang

didirikan oleh Wim Tangkilisan pada tahun 2016. Sebagai media yang terbilang cukup

baru, serta dengan fokus konten bertemakan politik, PinterPolitik.com menjelaskan

bahwa mereka hadir sebagai media yang ingin menggebrak dunia jurnalisme Indonesia

khususnya pada bidang politik dengan penyampaian berita yang disertai dengan

infografis serta gaya yang berbeda dengan portal berita lain. Seiring dengan motto yang

diusung mereka yaitu, “PinterPolitik hadir untuk memperjelas berita politik yang terjadi

di negara ini. Konten-kontennya bertujuan untuk menggebrak berita di balik berita,

membongkar politik dibalik politik dengan ulasan yang tajam, berani memihak atau

beroposisi, dengan penyuguhan yang lengkap dan terpercaya. PinterPolitik hadir bagi

7
siapa saja yang tertarik untuk memahami apa yang tersembunyi di setiap peristiwa

politik di Indonesia. Berani menerima informasi yang dibentuk dengan sudut pandang

kritis dan tidak mainstream, sehingga pembaca mendapatkan wawasan politik yang

berbeda dari yang ada.”9

Selain media massa yang menjadi objek penelitian ini, turut berlangsung pesta

demokrasi rakyat Indonesia dalam acara Pemilihan Umum Indonesia 2019, sebuah

acara yang kali ini bersifat serentak bertujuan untuk menentukan arah pemerintahan

bangsa untuk 5 tahun ke depan. Pemilihan Umum 2019 ini juga dianggap bersejarah

karena untuk pertama kalinya Pemilihan Presiden dengan Pemilihan Legislatif

diadakan berbarengan. Hal ini disebabkan karena pada saat itu pemilu serentak

dianggap bertujuan untuk meminimalkan pembiayaan negara dalam pelaksanaan

pemilu, meminimalisir politik biaya tinggi bagi peserta pemilu serta politik uang yang

melibatkan pemilih, penyalahgunaan kekuasaan atau mencegah politisasi birokrasi, dan

merampingkan skema kerja pemerintah.10 Terlepas dari hasil akhir acara tersebut, jika

dilihat dari sisi komunikasi politik, dengan adanya acara Pemilu ini juga dapat dijadikan

sebagai bahan penelitian sejauh apa sebuah media massa dapat mempengaruhi

pembacanya dalam pengambilan keputusan saat dituntut untuk memilih seorang calon,

ditambah dengan adanya beberapa hal yang menjadi musuh demokrasi seperti berita

palsu/hoax serta 2 figur calon yang mempunyai basis pendukung yang sangat kuat,

menjadikan sebuah media massa yang berbasis politik semestinya menjadi sebuah

acuan masyarakat dalam menentukan sikap dan menjalankan haknya sebagai warga

negara.

9
<https://www.pinterpolitik.com/profile> [Accesed 17 Agustus 2020].
10
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 / PUU-11/2013 tentang pemilu serentak.

8
Seraya dengan pemaparan diatas yang melatarbelakangi penelitian ini, maka

penulis memutuskan untuk mengkaji serta meneliti bagaimana dampak yang dihasilkan

oleh PinterPolitik.com sebagai media massa di Indonesia, dengan menimbang dari

aspek literasi politik, serta literasi media terhadap konten yang disajikan, apakah

PinterPolitik.com sudah memenuhi persyaratan sebagai media yang kredibel serta

konsisten dengan visi serta misi yang diciptakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, penulis telah merumuskan permasalahan

yang akan diteliti selanjutnya yaitu: Bagaimana literasi politik serta media yang

dipraktikkan oleh PinterPolitik.comsaat Pemilu 2019 berlangsung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis serta mengidentifikasi langkah yang dilakukan oleh PinterPolitik.com

dalam menyalurkan kajian literasi politik serta optimalisasi fungsi media social dalam

literasi politik terhadap masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan serta referensi yang berguna dalam kaidah

Ilmu Politik, serta pengembangan penelitian di ruang lingkup Ilmu Politik.

9
1.4.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

Komunikasi Politik yang merupakan Mata Kuliah penting bagi mahasiswa Ilmu

Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pembaca untuk

mengetahui optimalisasi media baru dalam bidang politik di Indonesia,

khususnya upaya media alternatif memberikan nuansa yang berbeda dengan

media utama.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Baru dan Politik

Teori media baru merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh Pierre Levy, yang

mengemukakan bahwa media baru merupakan teori yang membahas mengenai

perkembangan media. Dalam teori media baru, terdapat dua pandangan, pertama yaitu

pendangan interaksi sosial, yang membedakan media menurut kedekatannya dengan

interaksi tatap muka. Pierre Levy memandang World Wide Web (WWW) sebagai

sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis, yang memungkinkan

manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan juga terlibat dalam

dunia demokratis tentang pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih interaktif

dan berdasarkan pada masyarakat.

New Media atau media online didefinisikan sebagai produk dari komunikasi

yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital. 11 Definisi

lain media online adalah media yang di dalamnya terdiri dari gabungan berbagai

elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya, dimana beberapa media

dijadikan satu.12 New Media merupakan media yang menggunakan internet, media

online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat

berfungsi secara privat maupun secara public.13 Definisi lain mengemukakan, media

baru merupakan digitalisasi yang mana sebuah konsep pemahaman dari perkembangan

11
Creeber, G. & Martin, R (ed.). (2009), Digital Cultures: Understanding New Media, Berkshire-
England: Open University Press.
12
Lievrouw, L., and Livingstone, S. (2006) Handbook of New Media: Social Shaping and Social
Consequences.
13
Mondry. 2008. Teori dan praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.

11
zaman mengenai teknologi dan sains, dari semua yang bersifat manual menjadi

otomatis dan dari semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Digital adalah sebuah

metode yang complex dan fleksibel yang membuatnya menjadi sesuatu yang pokok

dalam kehidupan manusia. Digital ini juga selalu berhubungan dengan media karena

media ini adalah sesuatu yang terus selalu berkembang dari media zaman dahulu

sampai sekarang yang sudah menggunakan digital.

Menurut Lister et. al., new media atau media baru membawakan hal yang belum

dapat ditawarkan oleh media ‘lama’, yakni14:

1. New textual experiences atau pengalaman teks baru: berbagai macam bentuk,

hiburan, kesenangan, dan pola dari media konsumsi dengan genre dan teks yang

baru, seperti video game, simulasi, sinema dengan efek special.

2. New ways of representing the world atau cara baru merepresentasi dunia: media,

yang mana mulai sulit untuk dibedakan antara non-media, yang menawarkan

kemungkinan representasi dan pengalaman baru, seperti lingkungan virtual

yang imersif, multimedia interaktif berbasis layar.

3. New relationships between subjects and media technology atau hubungan yang

baru antara subjek dan teknologi media: perubahan dalam penggunaan dan

penerimaan citra dan komunikasi media di kehidupan sehari-hari dan

pemaknaan yang tertanam dalam teknologi media.

4. New experiences of relationship between embodiment, identity, and community

atau pengalaman baru terkait hubungan antara kedirian, identitas, dan

komunitas: perubahan dalam pengalaman personal dan sosial terkait waktu,

14
Lister et al. 2009. New Media: A Critical Introduction, Second Ed. Routledge: New York.

12
ruang, dan tempat (dalam jenis lokal maupun global) yang mempunyai

implikasi terhadap cara-cara bagaimana individu mengalami pengalamannya

dan tempat kita di dunia.

5. New conceptions of the biological body’s relationship to technological media

atau konsepsi baru mengenai hubungan tubuh biologis terhadap media

teknologi: tantangan untuk mencari pembedaan antara manusia dan yang

artifisial, alam dan teknologi, tubuh dan prostesis, yang nyata dan yang virtual.

6. New patterns of organization and production atau pola baru dalam

pengorganisasian dan produksi: pengaturan secara keseluruhan dan integrasi

dalam budaya media, industri, ekonomi, akses, kepemilikian, kontrol, dan

regulasi.

Lister mengajukan enam karakteristik yang dimiliki oleh new media, antara lain:

1. Digital

Dalam proses media digital, properti yang bersifat fisik seperti input data,

cahaya, dan suara, tidak dikonversikan menjadi bentuk objek lain tetapi angka.

Oleh karena itu, proses media terjadi di dalam ranah simbolik matematis alih-

alih fisika atau kimia, seperti media lama yang menggunakan CD atau kaset.

Pengolahan media menjadi proses penambahan, pembagian, pengkalian, dan

pengurangan melalui algoritma yang tergantung di dalam perangkat lunak.

Akibatnya: teks media menjadi dematerial, terlepas dari bentuk fisik seperti teks

koran, fotografi film, buku, dan sebagainya; data dapat dikompres dalam ruang

yang begitu kecil; dapat diakses dengan kecepatan tinggi dengan cara-cara

nonlinear; dan dapat dimanipulasi lebih mudah daripada bentuk analog.

13
2. Interaktivitas

Dalam new media, interaktivitas menandakan bahwa pengonsumsi media dapat

mengentervensi dan mengubah citra dan teks yang dapat diakses oleh mereka,

sehingga audiens dari new media menjadi user atau pengguna alih-alih viewer.

Kemunginan interaktivitas ini berdampak kepada kemungkinan yang luas,

seperti hiperteks. Dalam konteks politik, individu dapat dibaca ideologinya, dari

pemilihan berita media sosial, perilaku membagikan berita, sampai penggunaan

mouse dan durasi mengunjungi situs tertentu.

3. Hipertekstualitas

New media dicirikan sebagai bentuk media yang mengeksplorasi hiperteks,

atau, secara literal, diluar-teks. Mirip dengan interaktivitas, hipertekstualitas

merujuk kepada bentuk-bentuk interaksi media oleh pengguna yang dapat

diolah secara algoritmik oleh komputasi server.

4. Jejaring

Dalam new media, jejaring atau networked menandakan bentuk konsumsi yang

baru. Media tidak hanya didapatkan dari arus utama saja, namun dari arus

samping yang tidak terkontrol oleh badan pengawas media. Akibatnya, banyak

informasi yang tersedia yang dapat dikonsumsi. Hal ini mempengaruhi

bagaimana new media mempengaruhi proses-proses produksi informasi.

Pengguna tidak hanya dapat mengonsumsi media secara pasif, namun juga

dapat membagikan medianya atau membuat media sendiri.

14
5. Virtual

Virtual dalam New Media menandakan bentuk ruang yang baru, sebuah ruang

yang sebenarnya bukan ruang fisik realita tetapi ruang-ruang baru yang

diciptakan oleh individu yang mengalami ruang tersebut dan aparatus yang

membentuknya. Hal tersebut membuat suatu budaya baru, yakni budaya virtual

yang terdiri dari jejaring yang termanifes oleh interaksi pengguna media baru.

6. Simulasi

Simulasi berkaitan dengan virtual, di mana simulasi di dalam new media

merujuk kepada representasi realita yang terbentuk secara ‘imitasi’. Simulasi

bersifat sintetik, artifisial, dan fabrikasi, namun simulasi bukan ‘kesalahan’ atau

‘ilusi’. Proses yang sintetik, fabrikasi, artifisial ini memproduksi objek nyata

yang baru. Representasi politisi di dunia maya, contohnya, mungkin terlihat

sebagai sesuatu yang buatan, namun tentu saja bentuk representasi ini tetap

mempunyai nilai politis yang dapat mempengaruhi khalayak massa.

Internet dianggap sebagai awal dimulainya era new media diungkapkan oleh

Owen (2008:1),” The new media environment and the rise of the Internet have had

important implications for presidential communication. As the first chief executives of

the new media era, President Bill Clinton and George Bush have established an online

presence through the White house Website, www. whitehouse.gov”.

New media yang dimaksud adalah situs resmi Gedung Putih yang dapat

terwujud karena hadirnya Internet. Bidang politik merupakan bidang yang butuh

publisitas sehingga Internet merupakan media yang banyak digunakan dalam hal

15
promosi dari seorang tokoh politik ataupun partai politik. Media Internet pada

umumnya digunakan untuk publisitas politik secara paralel dengan media tradisional

atau konvensional. Tokoh politik atau partai politik akan memanfaatkan semua media

yang dianggap potensial dalam meningkatkan popularitas tokoh ataupun partai politik

tersebut. Penggunaan media oleh tokoh politik dan partai politik dikenal dengan istilah

Komunikasi Politik. Komunikasi politik mencakup penggunaan media oleh pemerintah

dan partai politik guna mendapat dukungan pada saat pemilihan umum atau juga di luar

pemilihan umum.15

Internet dimanfaatkan utamanya untuk menunjukkan bahwa tokoh ataupun

partai politik tersebut “melek internet” dimana mereka berusaha menjaring pendukung,

simpatisan, teman yang berasal dari kalangan masyarakat yang sering menggunakan

Internet. New media Internet yang paling sering digunakan oleh tokoh politik baik di

Indonesia maupun di luar negeri adalah situs jejaring sosial. Situs yang paling populer

adalah Facebook dan Twitter, selain itu juga ada MySpace yang populer di Amerika

Serikat, Friendster yang sudah kurang populer dan Linkedin.

Media baru merupakan sebuah kekuatan progresif, utamanya dalam

berkontribusi pada sebuah transfer kekuatan umum dari pemerintahan dan elite-elite

politik kepada masyarakat luas, e-demokrasi kemudian di munculkan dengan berbagai

contoh seperti, E-voting, Petisi Online, Kampanye Online menggunakan ICT,

Penggunaan Media Sosial yang memungkinkan warga untuk terlibat dalam debat

politik, dan Penggunaan ICT dalam penggalangan massa untuk kepentingan

demonstrasi rakyat. Media baru kemudian membuat masyarakat lebih mudah mendapat

15
Riaz, Saqib. 2010. Effects of New Media Technologies on Political Communication.Journal of Political
Studies, Vol.1 Iss. hlm 2.

16
informasi dari pemerintah dengan adanya website-website yang di sediakan oleh

pemerintah yang terdapat informasi informasi tentang kegiatan dan layanan

pemerintah. Namun tetap ada kritik terhadap munculnya media baru dalam

pengaruhnya dengan demokrasi yang menyatakan bahwa warna negara semakin

terprivatisasi dan konsumeris.

Penggunaaan media baru dalam politik sudah sangat familiar dalam beberapa

literatur Media sosial sebagai media baru dalam konteks politik menurut Saez-Martin

merupakan model partisipasi warna negara melalui alat komunikasi media sosial

semakin nampak dalam beberapa tahun terakhir, opini masyarakat yang disampaikan

melalui platform media sosial seringkali mempunyai pengaruh yang besar, sehingga

alat komunikasi sosial saat ini sangat penting untuk digunakan untuk banyak aktor

politik.16 Hal ini menunjukkan bagaimana media sosial sebagai media baru dalam

proses politik dan pemerintahan sangat besar perannya dalam mempengaruhi persepsi

politik masyarakat sehingga media sosial semakin menarik perhatian para aktor politik

untuk menggunakan platfrom tersebut. Media baru dipandang telah mengubah proses

politik utamanya dalam kampanye pemilihan yang semakin fokus menggunakan

aktivitas kampanye menggunakan internet. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat Tim

Pemenangan Barack Obama pada pemilihan presiden 2008 menggunakan forum-forum

dan media sosial seperti Facebook dan Myspace untuk membangun relasi-relasi

terutama dengan para pendukung dan calon pendukung yang berusia antara 18-29, juga

mendorong penyebaran jaringan-jaringan dukungan yang lebih luas melalui website

16
Sáez-Martín, A., Haro-de-Rosario, A., & Caba-Perez, C. (2014). A vision of social media in the Spanish
smartest cities. Transforming Government: People, Process, and Policy, 8(4), 521–544.

17
mybarackobama.com para simpatisan juga mengirim update-update tentang peristiwa

dan posisi-posisi kebijakan melalui e-mail dan sms.17

Selanjutnya melihat penggunaan media sosial dalam pemerintahan sebagai

wujud dari demokrasi, Charalabidis menjelaskan bahwa pendekatan baru yang

digunakan pemerintah dalam menampung aspirasi masyarakat, yaitu “crowdsourcing”.

Pemerintah dalam hal ini mengendalikan topik diskusi dimasyarakat dengan

mendengarkan semua isu-isu dan topik yang diperbincangkan oleh warga disuatu

daerah dengan menggunakan sosial media Twitter, dan mengidentifikasi masalah yang

ada di masyarakat kemudian data diolah dan dianalisis selanjutnya diberikan solusi

yang berupa kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 18 Hal tersebut

menunjukkan bahwa media sosial sebagai media baru dalam proses komunikasi politik

dan pemerintahan bukan digunakan semata-sama untuk kepentingan aktor politik untuk

mendapat konstituennya namun media sosial juga dapat dijadikan sebagai alat untuk

pemerintah dalam menampung aspirasi masyarakat yang kemudian akan dikonversikan

melalui kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat.

2.1.1 Disrupsi Informasi

Menurut Kamus Besar Besar Indonesia (KBBI) disrupsi mempunyai arti hal tercabut

dari akarnya.19 Bisa diartikan bahwasanya disrupsi adalah sedang terjadi perubahan

fundamental atau mendasar. Dapat juga diartikan perubahan teknologi yang menyasar

sebuah celah kehidupan manusia. Revolusi digital dan era disrupsi merupakan istilah

17
Heywood, A. (2014). POLITIK Edisi ke 4 (4th ed.). Yogjakarta: Pustaka Belajar.
18
Charalabidis, Y., N. Loukis, E., Androutsopoulou, A., Karkaletsis, V., & Triantafillou, A. (2014).
Passive crowdsourcing in government using social media. Transforming Government: People,
Process and Policy, 8(2), 283–308.
19
<https://www.kbbi.web.id/disrupsi.> [Accesed 28 Juni 2020]

18
lain dari industri 4.0. Terjadinya revolusi digital disebabkan perkembangan komputer

dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Menurut Profesor Klaus Schwab, ekonom

terkenal dunia asal Jerman, pendiri dan ketua eksekutif World Economic Forum (WEF)

yang mengenalkan konsep Revolusi Industri 4.0. dalam bukunya yang berjudul “The

Fourth Industrial Revolution”, menjelaskan bahwa revolusi industry 4.0 telah

mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Revolusi industri generasi ke

4 memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi

baru yang mengintegrasikandunia fisik, digital dan biologis telah mempengaruhi semua

disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah.20

Disrupsi tidak hanya hanya sekadar perubahan, tetapi perubahan besar yang

akan mengubah tatanan. Ada dua karakteristik penting dari disrupsi, pertama perubahan

itu sangat mendasar terkait dengan model bisnis. Kedua, disrupsi selalu bermula pada

pasar bawah (low-end) dengan menawarkan harga yang jauh lebih murah. Disrupsi juga

terjadi pada dunia media dengan kehadiran media online. Seperti diprediksikan oleh

teori disrupsi, media online pada awalnya mengambil pasar bawah (low-end) dengan

menawarkan kecepatan dan akses gratis untuk membaca media. Kualitas tidak menjadi

perhatian utama. Karena kualitasnya yang buruk kehadiran media online pada awalnya

tidak mendapat perhatian dari media konvensional yang percaya bahwa publik masih

memilih media konvensional. Media online tidak dianggap sebagai pesaing, dan pada

titik ini proses disrupsi dimulai. Ketika media online telah punya pijakan kuat, mereka

sedikit demi sedikit akan memperbaiki kualitas, dan seperti prediksi teori disrupsi, akan

mengarah ke atas (high-end) untuk kemudian berhadapan dengan media

20
Schwab,Klaus. (2017). The Fourth Industrial Revolution. Crown Business Press.

19
konvensional.Disrupsi digital membawa konsekuensi pada acara dan pendekatan baru.

Hal ini karena khalayak konsumen dan lanskap yang berubah.21

2.1.2 Cyberdemocracy

Pesatnya perkembangan teknologi media baru telah menciptakan ruang publik baru

dalam bentuk digital, atau yang dikenal dengan istilah cyberspace. Di tengah proses

demokrasi yang berlangsung hingga hari ini, cyberspace telah memperluas jangkauan

masyarakat untuk berpartisipasi dalam ruang publik sehingga menciptakan sebuah

konsep baru tentang berdemokrasi yaitu cyberdemocracy. John

Hartley menggambarkan cyberdemocracy sebagai sebuah konsep yang melihat jaringan

internet sebagai teknologi yang memiliki pengaruh untuk meningkatkan partisipasi

serta memperluas demokrasi dalam ruang sosialnya sendiri maupun dalam masyarakat

secara luas.22 Cyberdemocracy sangat bergantung pada keterbukaan akses dan

pertukaran informasi secara gratis.23

Internet yang semula hanya dianggap sebagai medium pengantar pesan, menjadi

semakin kompleks ketika publik menggunakannya sebagai ruang alternatif dalam

menyampaikan gagasan. Internet terlihat sebagai ruang demokrasi yang ideal di mana

setiap orang dapat berkomunikasi dan berpartisipasi secara bebas dalam forum sosial.

Hal tersebut karena internet memiliki sifat yang dapat diakses dan partisipatif. Melalui

platform-platform maupun aplikasi-aplikasi yang berada dalam jaringan internet,

warganet dapat berkomunikasi, bertukar informasi, serta dapat menyuarakan

21
Eriyanto, Eriyanto. 2018. “Disrupsi”. Vol 7, No 1 (2018): Maret
<http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/viewFile/9945/67546121>, [accesed 29 Juni 2020].
22
Hartley, J. 2012. Communication, cultural and media studies: The key concepts. Routledge.
23
Frizki Yuliansyah, “Hilangnya Legitimasi Kepakaran di Era Cyberdemocracy”
<http://pmb.lipi.go.id/hilangnya-legitimasi-kepakaran-di-era-cyberdemocracy/>, [accesed 23 Juni
2020.

20
pendapatnya di ruang publik digital ini (cyberspace). Landasan ideal yang dibangun di

atas pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi itu segaris dengan prinsip-

prinsip demokrasi, yakni meningkatkan transparansi, akuntabilitas, partisipasi,

kesetaraan hak dan kewajiban warga negara (terutama hak atas informasi). Diharapkan

juga kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang sudah serba terkoneksi

internet saat ini mampu memotong proses birokrasi yang rumit sehingga negara

semakin mampu terakses publik. Maka, cyberdemocracy bisa dipahami sebagai inovasi

dalam sebuah sistem politik yang berperan sebagai sarana demokrasi.24

Sebagai sebuah konsep yang merupakan perpaduan dari “cyberspace” dan

“democracy”, cyberdemocracy mengandalkan sebagian besar pada prinsip-prinsip

akses dan pertukaran informasi yang bebas. Media baru, dengan karakteristiknya yang

mudah diakses dan partisipatif, menjadikannya sebuah ruang demokrasi yang ideal di

mana orang dapat berkomunikasi secara bebas dan berpartisipasi dalam forum yang

dibangun untuk pengambilan keputusan kolektif. Cyberdemocracy juga mendorong

adopsi teknologi Internet dan mendorong terjadinya etos pertukaran bebas informasi,

yang akan memudahkan orang untuk mengakses informasi, dan mendorong terjadinya

demokratisasi.

Di sisi lain, Zizi Papacharissi menegaskan, kehadiran cyberdemocracy tidak

menjamin kehidupan politik menjadi lebih demokratis daripada sebelumnya. Para

pengguna juga tidak dijamin untuk lebih aktif secara politik ketimbang menggunakan

media-media lainnya. Meski dialog-dialog politik mampu dengan mudah ‘ditransfer’

secara online, mampu memberikan dampak pada berputarnya roda politik, dan memberi

24
Slamet, dkk.2009.E-Demokrasi di Indonesia, Antara Peluang dan Hambatan, Pendekatan
Fenomenologis.Seminar Nasional UPN Veteran Yogyakarta 23 Mei 2009.

21
ruang politik yang luas, tetap saja internet masih layak disebut public space daripada

public sphere. Bedanya, dalam public space tidak dibutuhkan argumentasi rasional

demi menunjang demokrasi. Public space berarti siapa saja boleh menggunakannya

untuk kepentingan sosial yang luas, tidak terbatas pada persoalan politik belaka.25

Meminjam ide Henri Lefebvre, sebagai public space, internet berisikan berbagai obyek

material, termasuk jaringan dan “ranah” untuk bertukar informasi yang luas, menyatu

dengan pengetahuan (knowledge), ideologi, maupun representasi individual.26

Berbagai isu mengenai sosial-politik pun menjadi topic terhangat warganet

(sebutan pada khalayak pengguna media social) pada ruang publik digital. Warganet

diberikan akses untuk beropini, menyatakan dukungan, bahkan mengkritik pemerintah

maupun politisi yang tidak disukainya. Partisipasi publik pada internet semakin

meningkat semenjak Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Kini, kontestasi politik di

Indonesia bukan hanya diwarnai dengan kontestasi praktik politik yang dimainkan oleh

elit saja, persaingan opini antar warganet di internet pun menjadi sorotan memenuhi

ruang-ruang dalam media sosial.

Singkat kata, demokrasi digital atau cyberdemocracy, merupakan

sebuahinovasi dari sistem demokrasi yang sudah ada, dan sesuai dengan kebutuhan

zaman. Kondisi zaman yang sudah serba digital menjadikan partisipasi virtual tak bisa

dihindari.

25
Papacharissi, Zizi, 2002. The Virtual Sphere: The Internet As A Public Sphere.
26
Lefebvre, Henri, 1991. Production of space. Oxford, OX, UK ; Cambridge, Mass., USA : Blackwell.

22
2.2 Tinjauan Konseptual

2.2.1 Literasi Politik

Literasi politik adalah pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari

kehidupan sehari-hari dan bahasa, merupakan upaya memahami seputar isu politik,

keyakinan para kontestan, bagaimana kecenderungan mereka mempengaruhi diri

sendiri dan orang lain. Singkatnya literasi politik merupakansenyawa dari

pengetahuan, keterampilan dan sikap mengenai politik.27 Muatan pokok literasi politik

adalah:

a. Partisipasi politik Partisipasi politik warga menurut Bakti dapat dibedakan atas

beberapa kategori:

1. Dilihat dari kegiatannya, partisipasi politik aktif dan pasif. Dikatakan aktif

apabila masyarakat tersebut terlibat aktif dalam perumusan kebijakan

pemerintah. Sementara partisipasi politik pasif merupakan kegiatan yang

mencerminkan ketaatan terhadap keputusan pemerintah.

2. Dilihat dari tingkatannya, dibedakan menjadi apatis, spektator dan gladiator.

Apatis artinya tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap kegiatan politik

dan bersikap masa bodoh. Spektator maksudnya adalah warga yang

bersangkutan terlibat atau ikut memilih dalam Pemilu. Sedangkan gladiator

berpartisipasi secara aktif dalam proses politik.

3. Partisipasi dibedakan atas jumlah, ada yang bersifat kolektif dan lainnya

individual.

27
Bakti, Andi Faisal, dkk. 2012. Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi.

23
4. Dilihat dari tinggi rendahnya partisipasi dapat dibedakan menjadi partisipasi

aktif; partisipasi apatis (ada kepercayaan kepada politik namun kurang percaya

pada system yang ada); partisipasi militan radikal (kepercayaan kepada politik

tinggi namun percaya kepada system rendah); partisipasi tidak aktif

(kesadaran politik rendah, tetapi percaya kepada system politik sangat tinggi).

b. Pemahaman kritis warga atas hal-hal pokok terkait politik

Pemahaman warga mengenai politik dan aspek aspek yang berhubungan

dengan konsep negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan umum,

pembagian dan alokasi merupakan hal pokok yang harus dipahami oleh warga

untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Pendekatan mengenai literasi politik warga

dikemukakan Bakti yaitu:

1. Kebutuhan terhadap informasi politik, terkait dengan informasi apa yang

dibutuhkan untuk mengetahui secara jelas informasi tentang partai politik dan

kandidat (pendidikan formal, karier, keluarga, visi misi, dll)

2. Menetapkan strategi pencarian, merupakan strategi investigasi terhadap

seluruh proses politik misalnya sumber dana kampanye, tim sukses,

pelanggaraan prosedur kampanye, dll

3. Gerakan mengkomunikasikan informasi, terkait dengan peran media dalam

proses publikasi. Ada baiknya jika media membuat asosiasi yang kuat untuk

mengawasi pemilu sekaligus sebagai kekuatan penyeimbang. Misal meliput

janji kampanye sehingga dikemudian hari masih ada bukti otentik tentang

janji politik tersebut

24
4. Mengevaluasi produk dari proses akhir politik, terkait dengan evaluasi

menyeluruh di setiap tingkatan kampanye Pemilu/Pemilu Kada. Masyarakat

punya hak untuk mengevaluasi dan merekomendasikan apakah seorang

kandidat layak atau tidak.

Brett mengemukakan bahwa kemampuan literasi politik meliputi,

1. Mengetahui dimana dan bagaimana sebuah pilihan seharusnya dibuat, baik

ditingkat lokal, nasional dan internasional;

2. Mengenali hak-hak politik dengan baik;

3. Familiar dengan gagasan-gagasan, bahasa dan pernyataan-pernyataan politik;

4. Mampu mengembangkan serangkaian nilai-nilai politik baik secara personal

dan memiliki kemampuan dan kepercayaan diri yang cukup untuk

mengaplikasikannya; dan

5. Mampu ikut serta dalam dialog-dialog dengan orang lain tentang isu-isu politik.

Kemampuan literasi politik yang baik juga akan turut berperan dalam penerapan

system checks and balances dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat

dalam rangka turut serta memberikan masukan terhadap berbagai kebijakan

pemerintah dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih

sebagai langkah awal mewujudkan keadilan sosial bagi segenap masyarakat

Indonesia.

2.2.2 Literasi Media

Media Literacy atau literasi media dalam Bahasa Indonesia sering dipadankan dengan

istilah ‘Melek Media.’ James Potter dalam bukunya “Media Literacy” mengatakan

25
bahwa literasi media adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif, ketika

individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan

oleh media.28 David Buckingham dalam laporannya untuk Ofcom, sebuah lembaga

regulator industri komunikasi independen di Inggris, menyebutkan definisi literasi

media sebagai “the ability to access, understand, and create communications in a

variety contexts.” Kemampuan untuk mengakses media merujuk pada kemampuan

untuk menentukan konten media yang sesuai dengan kebutuhannya dan menghindar

dari konten media yang tidak dibutuhkan. Sementara kemampuan memahami mengacu

pada apa yang dilakukan oleh khalayak ketika menemukan informasi dan kemampuan

menciptakan adalah kemampuan untuk menulis di media.29Sementara itu, Art

Silverblatt menekankan pengertian literasi media pada beberapa elemen, di antaranya:

1. Kesadaran akan pengaruh media terhadap individu dan sosial

2. Pemahaman akan proses komunikasi massa;

3. Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan

media;

4. Kesadaran bahwa isi media adalah teks yang menggambarkan

kebudayaan dan diri kita sendiri pada saat ini; dan

5. Mengembangkan kesenangan, pemahaman, dan penghargaan terhadap

isi media.

28
Potter, W.J.(2005). Media Literacy. Upper Sadler River, New Jersey: Prentice Hall.
29
Rianto, P. (2013). Epilog: Menimbang Kontribusi Literasi Media bagi Penguatan Demokrasi. In I.
Poerwaningtias, P. Rianto, M. Ni’am, W. M. Adiputra, D. Marganingtyas, E. Mirasari, & A. N. Misbah
(Ed.), Model-Model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan Media di Indonesia (hlm. 193–206).
Yogyakarta: Pusat Kajian Media dan Budaya Populer.

26
Dari definisi-definisi yang dipaparkan di atas, kesemuanya merujuk pada hal

yang sama, yakni literasi media berusaha memberikan kesadaran kritis bagi khalayak

ketika berhadapan dengan media. Kesadaran kritis ini menjadi kata kunci bagi gerakan

literasi media. Literasi media sendiri bertujuan terutama untuk memberikan kesadaran

kritis terhadap khalayak sehingga lebih berdaya di hadapan media. Oleh karena itu,

Silverblatt menyebutkan empat tujuan dari literasi media,yakni kesadaran kritis,

diskusi, pilihan kritis, dan aksi social.30Kesadaran kritis ini memberikan manfaat bagi

khalayak, antara lain:

1. Mendapatkan informasi secara benar terkaitan cakupan dan jangkauan

media (coverage) dengan membandingkan antara media yang satu

dengan yang lain secara kritis,

2. Sadar akan pengaruh media dalam kehidupan sehari-hari,

3. Mampu menginterpretasikan pesan media,

4. Membangun sensitivitas terhadap program-program sebagai cara

mempelajari kebudayaan,

5. Mengetahui pola hubungan antara pemilik media dan pemerintah yang

mempengaruhi isi media; serta

6. Mempertimbangkan media dalam keputusan-keputusan individu.

30
Silverblatt, A. (1995). Media Literacy: Keys to Interpreting Media Messages. London: Praeger.

27
2.2.3 Teori Ekologi Media

Teori ini ditemukan oleh Marshall McLuhan seorang pakar komunikasi yang

menjelaskan bagaimana teknologi mempengaruhi masyarakat. Teori ini menjelaskan

bagaimana media elektronik tengah mempengaruhi pandangan dan pola pikir

masyarakat secara radikal, dimana hal tersebut membuat masyarakat sangat bergantung

pada teknologi yang menggunakan media, bahkan masyarakat pun memiliki pandangan

tersendiri akan ketertiban sosial suatu masyarakat yang hanya didasarkan pada

kemampuannya menghadapi teknologi tersebut. MenurutRichard West dan Lynn H.

Turner31, terdapat tiga asumsi utama teori ekologi media menurut pandangan McLuhan

sebagai berikut :

1. Media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat.

2. Media memperbaiki persepsi dan mengorganisasikan pengalaman kita.

3. Media menyatukan seluruh dunia.

4 Jaman Historikal menurut McLuhan:

1. Era Tribal, era dimana tradisi lisan dianut dan pendengaran merupakan indra

yang sangat penting. Di era ini telinga merupakan pusat dari budaya masyarakat

dan bahwa dengan mendengar saja masyarakat pada era ini menjadi lebih

kolektif karena komunikasi tatap muka.

2. Era Terpelajar, era dimana komunikasi tertulis berkembang pesat dan mata

menjadi indra yang dominan, dan era ini ditandai dengan adanya sebuah

pengenalan akan abjad. Di era ini komunikasi tatap muka tidak lagi di lakukan

31
Richard West dan Lynn H. Turner, Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi: Buku 2, (Jakarta:Salemba
Humaika, 2008), hlm 137.

28
secara lansung, karena di era ini tulisan sudah mewakili dari setiap aktivitas

komunikasi, sehingga dari hal ini dapat menyebabkan adanya sikap

individualistis. Contohnya saja negara-negara barat yang menganut

individualistis.

3. Era Tertulis, era dimana mendapatkan informasi-informasi melalui kata-kata

tercetak dan penglihatan merupakan indra yang dominan. Di era ini ditandai

dengan adanya media cetak, dimana media cetak ini salah satu sarana dalam

memenuhi kebutuhan akan informasi.

4. Era Elektronik, era dimana media elektronik melingkupi semua indra kita, dan

memungkinkan orang-orang di seluruh dunia untuk terhubung. Era ini

merupakan masa pertelevisian mulai muncul, serta teknologi-teknologi lainnya

seperti media sosial.

Dalam perspektif McLuhan, media tidak dilihat dalam konsep yang sempit, seperti

surat kabar / majalah, radio, televisi, film atau internet. Dalam konsep yang luas,

McLuhan melihat media sebagai apa saja yang digunakan oleh manusia, termasuk jam

dinding, angka, uang, jalan, bahkan permainan adalah media.

29
2.3 Kerangka Pemikiran

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tujuan dan gambaran penelitian ini,

berikut kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Penulis

MEDIA BARU

RUANG PUBLIK DIGITAL

MUNCULNYA PinterPolitik.com

Munculnya PinterPolitik sebagai media massa baru bmerupakan


produk media baru yang berfokus terhadap literasi politik
masyarakat Indonesia.

PRAKTIK
PERAN
 Melibatkan masyarakat pengguna
 Sebagai media baru menciptakan sebuah terhadap konten yang disajikan
ekosistem ruang publik digital
 Pemanfaatan teknologi guna
 Sebagai media politik fokus konten yang memudahkan akses terhadap
disajikan adalah literasi politik penggunanya

Bagaimana literasi politik serta media yang

dipraktikkan oleh PinterPolitik.com saat Pemilu

2019 berlangsung

Analisis Konten Literasi Politik Pada Pemilu


Tahun 2019 di PinterPolitik

Sumber: Diolah oleh peneliti

30
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang media baru politik telah banyak dilakukan oleh para peneliti

sebelumnya. Adapula penelitian yang dapat dijadikan referensi sebagai penelitian

terdahulu bagi penelitian ini sebagai berikut

1. Analisis Kajian Literasi Politik pada Channel Youtube Asumsi

Penelitian ini dilakukan oleh Firman Hadi, Program Studi Jurnalistik, Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada

tahun 2019. Penelitian ini membahas mengenai Channel Youtube Asumsi yang hadir

dengan keunikannya dimana pada penelitian ini menekankan literasi politik dengan

penyajian yang berbeda. Dimana Channel Youtube Asumsi menghadirkan ulasan

literasi politik dengan kemasan yang ringan dan mudah dipahami oleh siapapun

terutama membidik kaum millennial yang dilansir kurang tertarik dengan pembahasan

politik.

Firman Hadi menyimpulkan bahwa konten yang dibawakan oleh Asumsi pada

channel YouTube mereka menggunakan cara dan strategi yang dapat meliterasi

khalayak khususnya generasi millennial dengan menghadirkan konten literasi di

YouTube. Usaha yang dilakukan oleh Asumsi dalam meliterasi Millenial menggunakan

media YouTube sudah sangat tepat, dengan memanfaatkan gerakan media digital dan

menjangkau cakupan yang lebih luas

Metode dan teori yang digunakan Fiman Hadi adalah dengan menggunakan

metode kualitatif deskriptif dengan paradigma konstruktivis dan untuk teoritis

menggunakan teori literasi politik Bernard Crick dalam buku Prof. Andi Faisal Bakti,

31
dkk, literasi politik dan konsolidasi demokrasi dalam teori ini menjelaskan bagaimana

konsep literasi politik dan tahapan dari partisipasi politik.

2. Strategi Redaksi Tirto.id Dalam Penyajian Berita di Media Online

Penelitian ini dilakukan oleh Wiji Agustin Sasmita, Program Studi Ilmu

Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya pada tahun 2019. Penelitian ini membahas media online dalam menghasilkan

beragam unsur-unsur jurnalistik dan seringkali lembaga media online terjerambap

menyampaikan informasi yang belum final terverifikasi kepada masyarakat luas

sehingga terkadang menimbulkan mis-persepsi dan mis-interpretasi fakta. Maka, pada

penelitian ini strategi redaksi dianggap penting dalam penyajian berita di media online.

Fokus penelitian yang dikaji dalam penelitian ini yaitu, bagaimana strategi redaksi

Tirto.id dalam penyajian berita di media online.

Wiji Agustin Sasmita menyimpulkan bahwa strategi redaksi Tirto.id dalam

penyajian beritanya sudah cukup baik dengan pendekatan ke generasi milenial dan

penggunaan bahasa Indonesia yang baik juga. Wiji Agustin Sasmita juga

menyimpulkan bahwa Tirto.id sebagai media yang mengoptimalkan media baru di

Indonesia juga sering dijadikan referensi oleh penggunanya sehingga diharapkan

penyajian beritanya tetap akurat.

Metode dan teori yang digunakan Wiji Agustin Sasmita adalah menggunakan

metode deskriptif kualitatif dan untuk teoritis menggunakan teori ekologi media dari

McLuhan dalam teori ini yang menyatakan bahwa media memperbaiki persepsi dan

mengorganisasikan pengalaman kita bahwa adanya media online mampu membantu

32
masyarakat agar dapat memperbaiki persepsi atau tindakan yang salah menuju yang

benar.

3. Media Baru dan Partisipasi Politik (Pengaruh Twitter Terhadap Tingkat

Partisipasi Politik Remaja dalam Pilkada Serentak 2015)

Penelitian ini dilakukan oleh Afindiary Novalinda Vianny, Program Studi Ilmu

Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah

Surakarta pada tahun 2017. Penelitian ini membahas Salah satu media yang dianggap

dapat meningkatkan tingkat partisipasi politik pemilih pemula adalah microblogging,

salah satunya twitter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media

microblogging twitter terhadap tingkat partisipasi politik remaja dalam Pilkada

Serentak 2015 dikalangan mahasiswa fakultas Ilmu Komunikasi dan Informatika

jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan 2014.

Afindiary Novalinda Vianny menyimpulkan bahwa adanya besaran pengaruh

yang signifikan antara variabel penggunaan media jejaring microblogging terhadap

variabel tingkat partisipasi politik remaja sebesar 12,8% sedangkan 87,2% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain dan mengemukakan pengaruh internet dan khususnya

Twitter sebagai media baru dalam bidang politik. Metode dan teori yang digunakan

adalah menggunakan metode kuantitatif dengan survey langsung di lapangan, serta

pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner kepada sampel yang ditentukan dan

untuk teoritis menggunakan Teori Media Baru dan Partisipasi Politik.

4. Media Baru, Ruang Publik Baru, Dan Transformasi Komunikasi Politik di

Indonesia

33
Karya tulis ilmiah yang ditulis oleh Salvatore Simarmata selaku dosen dari

Universitas Atma Jaya pada tahun 2014. Karya ilmiah ini membahas kekuatan

transformative dari platform media baru yang membentuk pola komunikasi baru pada

demokrasi di negara Indonesia. Selanjutnya, karakteristik media baru telahelah

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kebangkitan ruang publik yang

memungkinkan.

Salvatore Simarmata menyimpulkan bahwa media baru mengubah komunikasi

politik yang selama ini cenderung top-down, menjadi bottom up dan decentralized.

Pemerintah juga dapat makin membuka ruang bagi masyarakat lewat program e-

government untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Perubahan ini

pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Metode dan teori yang

digunakan adalah menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk teoritis

menggunakan Teori Media Baru Habermas.

5. Media Baru, Partisipasi Politik, dan Kualitas Demokrasi

Karya tulis ilmiah yang ditulis oleh Salim Alatas selaku dosen dari Surya

University, Program Studi Digital Komunikasi pada tahun 2014. Karya tulis ini

membahas Media baru yang dirancang untuk meningkatkan jangkauan, kecepatan dan

efisiensi komunikasi manusia, memiliki potensi untuk memperkuat dan

meningkatkanmutu demokrasi, media baru pernah memiliki peran besar dalam usaha

para aktivis pro-demokrasi dan golongan kelas menengah untuk menjatuhkan rezim

Soeharto. Kini, seiring dengan kehadiran sosial media, seperti Facebook dan Twitter,

partisipasi politik masyarakat khususnya kaum muda melalui internet meningkat pesat.

34
Salim Alatas menyimpulkan bahwa partisipasi politik masyarakat seiring dengan

tumbuhnya cyberdemocracy sebagai rekonseptualisasi demokrasi di tengah pesatnya

perkembangan media baru, apakah dengan meningkatnya partisipasi politik membuat

kualitas demokrasi menjadi lebih baik atau menurun. Metode dan teori yang digunakan

adalah menggunakan metode kualitatif deskriptif deskriptif untuk teoritis menggunakan

teori partisipasi politik dan cyberdemocracy.

2.4.1 Literature Review

Dalam subbab ini penulis akan mengkomparasikan penelitan terdahulu yang sudah

penulis paparkan sebelumnya dengan penelitian “Media Baru di Indonesia: Analisis

Konten Literasi Politik Pada Pemilu Tahun 2019 di Pinterpolitik.com” untuk melihat

celah dari penelitian yang sudah ada, penelitian yang telah penulis paparkan

sebelumnya memiliki beberapa variabel yang sama yakni; Media baru dan literasi

politik. Dari penelitian sebelumnya memiliki perbedaan dengan penelitian ini.

Yang pertama, pada penelitian Firman Hadi yang berjudul “Analisis Kajian

Literasi Politik pada Channel Youtube Asumsi” yang hanya mengkaji literasi politik

pada media asumsi dan penelitian ini hanya terbatas pada media Youtube yang

digunakan oleh asumsi tanpa melihat platform media baru lainnya. Lalu, yang

membedakan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah objek yang diteliti yaitu

Pinterpolitik sebagai media massa yang penulis teliti dan fokus objek penelitian yang

berbeda juga.

Selanjutnya, pada penelitian Wiji Agustin Sasmita yang Berjudul “Straregi

Redaksi Tirto.id Dalam Penyajian Berita di Media Online” yang membahas Tirto.id

sebagai media yang mengoptimalkan media baru di Indonesia. Lalu, yang membedakan

35
penelitian ini dengan penulis adalah adalah pada penelitian yang dilakukan Wiji

Agustin tidak menganalisa penggunaan media baru sebagai literasi politik serta objek

yang diteliti yaitu Pinterpolitik sebagai media massa yang penulis teliti dan fokus objek

penelitian yang berbeda juga.

Selanjutnya, pada penelitian Afindiary Novalinda yang berjudul “Media Baru

dan Partisipasi Politik (Pengaruh Twitter Terhadap Tingkat Partisipasi Politik Remaja

dalam Pilkada Serentak” yang membahas pemanfaatan media sosial twitter sebagai

media baru untuk mempengaruhi partisipasi politik. Lalu, yang membedakan penelitian

ini dengan penelitian penulis adalah metode penulisan yang digunakan adalah jenis

kuantitatif serta objek yang diteliti dan fokus objek penelitian yang berbeda juga.

Selanjutnya, pada penelitian Salvatore Simarmata yang berjudul “Media Baru,

Ruang Publik baru, dan Transformasi Komunikasi Politik di Indonesia” yang

membahas bahwa media baru mengubah komunikasi politik yang selama ini cenderung

top-down, menjadi bottom up dan decentralized. Lalu, yang membedakan penelitian ini

dengan penelitian penulis adalah secara teoritis penulisan ini menggunakan komunikasi

politik sebagai alat kerja dari media baru serta fokus objek penelitiannya, di mana

penelitian yang dilakukan oleh Salvatore Simarmata berfokus terhadap transformasi

komunikasi politik di Indonesia, seiring dengan terciptanya ruang public baru atau

cyberspace.

Terakhir, pada penelitian Salim Alatas yang berjudul “Media Baru, Partisipasi

Politik dan Kualitas Demokrasi” yang membahas Media baru yang dirancang untuk

meningkatkan jangkauan, kecepatan dan efisiensi komunikasi manusia, memiliki

potensi untuk memperkuat dan meningkatkan mutu demokrasi. Lalu, yang

36
membedakan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah fokus objek penelitiannya,

di mana penelitian yang dilakukan oleh Salim Alatas berfokus untuk mencari tahu

apakah peningkatan partisipasi politik sejalan dengan kualitas demokrasi yang

membaik, atau cenderung sama saja bahkan menurun.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalalm Bab III ini, peneliti akan menejelaskan mengenai metode penelitian yang

digunakan selama proses penelitian berlangsung. Penjelasan metode penelitian ini

meliputi jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian, teknik pengumplan

data selama proses penelitian, teknik analisis data penelitian yang diperoleh selama

masa penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam menyajikan data

yang telah dianalisis sebelumnya.

Jenis data dalam penelitian ini terbagi dalam jenis data primer yang diperoleh

peneliti dari wawancara mendalam dengan narasumber yang dianggap kredibel dalam

menjawab pertanyaan penelitian serta studi kepusatakaan yang berkaitan dengan tema

penelitian serta data sekunder yang terdiri dari dokumen resmi, dokumentasi peristiwa

maupun pemberitaan yang berkaitan dengan tema penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

kualitatif. Metode yang akan dilaksanakan adalah mengumpulkan data-data berupa

gambar, kata-kata berdasarkan dari naskah wawancara, catatan di lapangan, foto,

videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo serta dokumen resmi lainnya.

Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif yang seperti disebutkan diatas seperti

hasil wawancara, kata-kata lisan ataupun hal yang tertulis. Menurut Sugiyono32

penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang mampu menangkap dengan berbagai

32
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Alfabeta, Bandung. Sujarweni, V.
Wiratna. (2015). SPSS Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

38
informasi kualitatif dengan deskripsi teliti dan penuh nuansa yang lebih berharga

daripada sekedar pernyataan jumlah ataupun frekuensi dalam bentuk angka. Dalam

penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka. Pada penulisan laporan peneliti menganalisis data yang sangat kaya

tersebut dalam bentuk aslinya.33

Dapat dikatakan secara jelas penelitian kualitatif merupakan penelitian yang

membuahkan prosedur analisis tanpa memakai langkah pengkajian bersifat statistik

maupun metode kuantifikasi lainnya.34 Seperti yang dijelaskan oleh Bogdan dan

Taylor, dimana metodologi kualitatif adalah prosedur riset menghasilakan data

berbentuk deskriptif berupa kata-kata baik tertulis ataupun lisan dari berbagai individu

dan perilaku yang dapat diamati.35 Penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yaitu

berlatar alamiah; manusia sebagai alat (instrumen); metode kualitatif; analisis data

secara induktif; teori dari dasar; deskriptif; lebih mementingkan proses daripada hasil;

terdapat batas melalui fokus penelitian; adanya kriteria khusus untuk menguji

keabsahan data; desain yang sementara; dan hasil penelitian dirundingkan dan

disepakati bersama.36 Karakteristik tersebutlah yang menjadi ciri khas pada penelitian

kualitatif.

Dalam mencapai keberhasilan pada riset yang dilakukan dan menemukan jawaban

dari rumusan masalah, metode deskriptif dipilih sebagai prosedur pengungkapan.

Metode deskriptif merupakan suatu proses pemecahan masalah melalui penggambaran

33
Moleong, L.J. (1994). Media penelitian kualitatif (cetakan kelima). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
34
Lexy J. Moleong, Metodologi Peneltian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016). hlm. 6.
35
Ibid. hlm. 8.
36
Ibid. hlm. 9-13.

39
fenomena terkait subjek maupun objek dalam penelitian.37 Lebih lanjut Azwar

menyatakan penggunaan metode deskriptif untuk menganalisis hanya sampai di

tahapan deskripsi, dimana menganilisis serta menyajikan fakta secara sistematis.38

Sehingga hal tersebut akan memberikan kemudahan untuk dipahami dan prosesi

penarikan kesimpulan. Penelitian metode deskriptif sendiri tidakn menghalalkan

adanya bentuk manipulasi mengenai fakta data peristiwa yang diteliti. Metode

deskriptif kualitatif menempatkan kondisi alamiah atau apa adanya sebagai kekhasan

utamanya.

Untuk itu, alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dalam

penelitian “Media Baru Di Indonesia: Analisis Konten Literasi Politik Pada Pemilu

Tahun 2019 Di “PinterPolitik.Com” sebagaimana dijelaskan diatas adalah untuk

mendapatkan suatu pemahaman yang didapat dari para personel di PinterPolitik.com

dalam menyebarkan konten literasi politik serta memahami tujuan yang ingin dicapai.

3.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dibuat, peneliti

menentukan fokus permasalahan untuk agar permasalahan dalam penelitian ini tidak

meluas dan pembahasan lebih mengarah pada pemahaman yang lebih spesifik, maka

dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada ruang lingkup permasalahan

menggunakan Teori cyberdemocracy dan media baru. Penelitian ini diarahkan untuk

37
Wahyu Aji, “Politik Emak-Emak: Analisis Gerakan Politik Perempuan Partai Emak-Emak Pendukung
Prabowo-Sandi (PEPES) DKI Jakarta Dalam Pemilihan Presiden 2019”, Skripsi, (Malang: FISIP
Universitas Brawijaya, 2019). hlm. 26.
38
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Metode Penelitian dan Amplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002).
Hal. 22.

40
mengetahui analisis konten literasi politik pada pemilu tahun 2019 oleh media

Pinterpolitik.

3.3 Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah

menganalisis konten PinterPolitik.com dengan memperhatikan beberapa aspek yang

dijadikan dasar penelitian ini, serta mengulik apa yang menjadi pembeda

PinterPolitik.com dengan media lainnya. Karena objek penelitian ini melibatkan

personil dari PinterPolitik.com sebagai penanggungjawab konten yang dihasilkan,

maka dari itu penelitian ini akan dilakukan di DKI Jakarta yang menjadi domisili

PinterPolitik.com.

3.4 Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian ini adalah para staf atau pihak yang bertanggung jawab terhadap

konten yang disajikan oleh PinterPolitik.com yang terlibat secara langsung dalam

mengumpulkan, menilai, memuat, dan menyajikan berita dan informasi pada platform

Pinterpolitik.com.

3.5 Sumber dan Jenis Data

Sumber data merupakan salah satu komponen terpenting lainnya dalam melakukan

penelitian. Sebuah riset tidak akan berhasil jika tidak adanya data-data mengenai tema

yang diselidiki. Sumber data yang menjadi penopang penelitian ini dibagi menjadi dua

bagian, yaitu data primer dan sekunder. Pembelahan tersebut diklasifikasikan atas dasar

perolehan data didapatkan. Perbedaannya adalah data primer yaitu data yang diperoleh

secara langsung dari sumber. Sedangkan jika pendapatannya melalui sumber tidak

langsung itulah yang dinamakan dengan data sekunder.

41
Secara definitif data merupakan sebuah atribut yang melekat dalam sebuah

objek tertentu, dimana kekonkretan objek pasti mempunyai atribut.39 Sebuah data pun

memiliki sifat. Diantaranya terdiri dari data bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data yang

bersifat kuantitatif adalah data utuh berbentuk angka yang ditemui melalui metode

pengukuran.40 Bebeda dengan sifat data kuantitatif, data yang bersifat kualitatif

diidentifikasi dengan berupa kalimat pernyataan, uraian, serta deskripsi. 41 Sifat data

kualitatif jauh dari bentuk angka ataupun nominal. Namun disisi lain data kualitatif juga

bisa hadir atas penyerapan terjemahan maupun pengartian- data kuantitatif yang

memiliki sebuah makna.

Maka sumber data dalam penelitian ini, didapatkan dari dua jenis sumber yaitu:

1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini didapatkan melalui proses depth interview

(wawancara mendalam) dan observasi di lokasi penelitian. Marzuki mengatakan

setidaknya terdapat dua manfaat dari penggunaan data primer, yaitu data primer

memiliki keterkaitan langsung dengan apa yang diperlukan peneliti untuk menunjang

tujuan penelitiannya serta tidak terindikasi resiko bahwa data tersebut kadaluarsa (out

of date) karena data tersebut sifatnya fresh dan baru terkumpul ketika penelitian

berjalan.42 Hal ini yang menjadikan data primer instrumen penting sebuah riset.

Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil

wawancara yang dapat ditulis ataupun direkam yang dilakukan oleh peneliti dengan

39
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen Penggalian data
Kualitatif, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 9.
40
Ibid. hlm. 9.
41
Ibid. hlm. 10.
42
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: FE UNY, 2000), hlm. 57.

42
narasumber ataupun instansi yang terkait dengan penelitian ini melalui wawancara yang

mendalam, yaitu;

a). Afrul Chen, selaku Sekertaris Redaksi dan penanggungjawab di bagian

Media Sosial dan Ilustrator PinterPolitik.

b). Krisantus Tobias Ghena Ona, selaku Redaktur Senior dan penanggung jawab

di bagian Visual, Grafis dan Video PinterPolitik.

c). Adek Media Roza, Selaku pakar di bidang komunikasi digital dan dosen

Program Studi Ilmu Komunikasi

d). Robertus Wijaya, selaku seorang politisi muda dan pegiat politik di

Indonesia

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung melalui

perantara dan data tersebut masuk pada kategori yang sesuai dengan rujukan dari

penelitian, data sekunder merupakan data pendukung yang didapatkan secara tidak

langsung oleh peneliti namun tetap memiliki rujukan sesuai dengan sumber data

utama.43

Data sekunder dihadirkan untuk menopang dan melengkapkan data-data

penelitian yang tak cukup jika hanya berbasis data primer. Data sekunder diperlukan

sebagai upaya menambahkan kekayaan data dalam pengkajian fokus riset, sehingga

penelitian dapat bersifat holistik. Husein umar mengatakan bentuk-bentuk data

sekunder diklasifikasikan menjadi beberapa wujud, diaantaranya data literatur, arsip

43
Ulber Silalahi (2012), "Metode Penelitian Sosial", Bandung: PT. Refika Aditama, hal.289.

43
dokumentasi, serta data-data lainnya yang sekiranya tidak didapatkan dari sumber

utama.44 Penggunaan data sekunder dalam penelitian bersumber dari data instansi,

buku, jurnal, dan sumber data yang relevan dengan penelitian, data sekunder dalam

penelitian ini dijadikan data pendukung sebagai pengantar dalam penelitian

Sebagaimana yang dijelaskan maka data sekunder pada penelitian ini diperoleh penulis

adalah seperti artikel- artikel yang dimuat di sosial media PinterPolitik.com ataupun

yang termuat di dalam website PinterPolitik.com.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini, pengumpulan data sangat penting sifatnya dikarenakan pengumpulan

data akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Sehingga dalam teknik

pengumpulan data harus cermat. Menurut Maryadi dkk45, Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teknik yang memungkinkan

diperoleh data detail dengan waktu yang relatif lama. Menurut Sugiyono46, “Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Secara eksplisit wawancara merupakan sebuah interaksi antara suatu individu

(pewawancara/interviewer) dengan individu lainnya maupun kelompok (terwawancara/

interviewee) yang dimaksudkan atas pencarian sebuah informasi. Dimana proses

44
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (eds. Kedua), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008). Hal. 42.
45
Maryadi, dkk. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
46
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

44
tersebut mengandung adanya interaksi tanya jawab antara kedua belah pihak. Prosesi

tanya jawab ini juga berusaha mengungkapkan dan pertukaran mengenai ide atau

gagasan, pengalaman, cerita, dan lain sebagainya.47 Pencarian informasi ini guna

menopang sebuah pencarian akan data-data yang diperlukan baik dalam keperluan riset

ilmiah atau berbagai lini lain. Pemilahan narasumber ditentukan berdasarkan

kepentingan pihak pencari yakni menyesuaikan preferensinya sesuai kebutuhan.

Pengetahuan informan terkait topik dan peristiwa penelitian merupakan indikator vital

ditetapkannya salah satu pihak sebagai narasumber. Sehingga data-data yang

didapatkan sesuai.

Tujuan dari penggunaan metode wawancara dalam pengumpulan data tidak lain

untuk memahami fenomena yang diteliti. Dimana peneliti menempatkan dirinya

sebagai “pemotret” terhadap subjek penelitian. Untuk memahami terkait objek

penelitian, bentuk wawancara yang dipakai adalah wawancara semi-terstruktur.

Pemakaian bentuk ini didasari agar peneliti bukan hanya mendapatkan penjelasan

semata, tetapi lebih jauh dari itu, untuk memahami fenomena. Kelonggaran yang

menjadi ciri khas model wawancara semi-terstruktur diharapkan dapat membantu

penulis menyelami lebih dalam terhadap peristiwa. Wawancara pada riset dijalankan

ke berbagai informan yang sebelumnya telah ditetapkan melalui teknik purposive.

2. Observasi

Secara garis besar dalam tradisi penelitian kualitatif, penggunaan metode

wawancara hampir selalu diiringi dengan pemakaian prosedur observasi sebagai teknik

pencarian data. Atau bila menggunakan metafora Herdiansyah, wawancara dan

47
Haris Herdiansyah, 2013. Op.cit, hlm. 27.

45
observasi layaknya dua sisi mata uang yang selalu bergandengan.48 Observasi sejatinya

dapat berdiri sendiri atau dengan arti lain sebagai instrumen tunggal pengumpulan data

penelitian. Namun juga observasi dipergunakan untuk turut membantu cross-check dan

validitas data- dari wawancara yang dinilai masih mempunyai gap kesahihan data.

Cresswel menjelaskan dimana observasi adalah ketika seorang peneliti secara

langsung turun ke medan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di

lokasi penelitian dengan perekaman atau pencatatan melalui cara terstruktur ataupun

semistruktur.49 Lebih jauh Matthews dan Ross menyatakan observasi merupakan

pengumpulan data melalui indra manusia di dalam suatu kondisi natural yang berupaya

memantau peristiwa sosial di dunia aslinya dan merekam kejaidannya sebagaimana

adanya.50 Dalam observasi peneliti diharuskan memotret fenomena secara alamiah serta

tidak mengubah sedikitpun, baik dikurangi atau melebihkan gambaran peristiwa. Hal

ini dimaksudkan agar data yang diperoleh valid dan reliabel.

3. Dokumentasi

Pemaanfaatan dokumen menjadi salah satu instrumen penting dalam

pengumpulan data. Sugiyono menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan

peristiwa sudah terjadi (lampau).51 Moeleong mengatakan arsip dokumen terbagi

menjadi dua, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi terdiri dari buku

harian, surat pribadi, dan otobiografi.52 Berbeda dengan dokumen pribadi, didalam

48
Ibid. hlm. 123.
49
John W. Cresswell, Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,
Terj. Achmad Fawaid dan Riayanati Pancasari, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016). hlm. 254.
50
Haris Herdiansyah, 2013. Op. Cit. hlm. 129.
51
Sugiyono, Op. Cit. hlm. 240
52
Robert Bogdan and Steven J. Taylor, Introduction To Qualitative Research Methods: A
Phenomenological Approach to The Social Sciences, (New York: John Wiley & Sons, 1975). Hal. 5
dalam Lexy J. Moleong, Op. Cit. hlm. 218-219.

46
dokumen resmi terbagi lagi menjadi dua, yakni dokumen resmi internal dan eksternal.

Dokumen resmi internal berupa pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga

masyarakat tertentu yang dipakai pada kelompoknya sendiri, dan memo. 53 Sedangkan

dokumen eksternal terangkai dari informasi dari suatu lembaga sosial, seperti bulletin,

berita, pernyataan, maupun majalah.

Dalam penelitian kualitatif, pengaplikasian studi dokumen merupakan metode

pelengkap dari pemakaian teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data.

Sebuah penelitian akan meningkat kredibilitasnya apabila didukung dengan adanya

foto-foto maupun karya tulis ilmiah yang sudah ada sebelumnya. 54 Namun dalam

menerapkan studi dokumen penulis perlu cermat untuk memilah dokumen-dokumen

yang sesuai dengan fakta di lapangan.

3.7 Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini, informan- informan dipilih berdasarkan kriteria yang diperlukan

yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling. Informan menurut Hamidi

adalah orang yang dapat memberi informasi tentang dirinya dan orang lain. Purposive

sampling menurut Hamidi yaitu cara memilih sample berdasarkan kelompok, wilayah

atau sekelompok individu melalui pertimbangan tertentu yang diyakini mewakili semua

unit analisis yang ada. Dalam penelitian “Media Baru Di Indonesia: Analisis Konten

Literasi Politik Pada Pemilu Tahun 2019 Di “Pinterpolitik.Com”. Menurut Sugiyono

teknik penentuan ini berangkat dari subjektifitas peneliti dengan mempertimbangkan

peran narasumber dalam fenomena yang diteliti, pemilihan informan pada penelitian

53
Ibid. hlm. 219
54
Ibid. hlm. 240

47
dipilih peneliti berdasarkan observasi partisipasif yang dilakukan sebelumnya, Berikut

merupakan informan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 3.1

Data Informan

No. Informan Kode Keterangan

Informan

1. Arful Chen : Sekertaris Redaksi 1.1 Key Informan

2. Krisantus Tobias Ghena Ona : Redaktur 1.2 Key Informan

Senior

3. Adek Media Roza : Pakar di media 1.3 Key Informan

komunikasi digital

4. Robertus Wijaya : Politisi Muda 1.4 Key Informan

5. Bagas Putra Pratama : mahasiswa yang 1.5 Secondary

mengikuti media social PinterPolitik Informan

6. Rayhan Aulya : mahasiswa yang 1.6 Secondary

mengikuti media social PinterPolitik Informan

7. Ryan Harry Pratama : Dewasa yang 1.7 Secondary

mengikuti media social PinterPolitik Informan

8. Alvin Ferizky : Dewasa yang mengikuti 1.8 Secondary

media social PinterPolitik Informan

Sumber: Diolah Penulis (2022)

3.8 Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono, teknik analisis data adalah cara peneliti dalam menghimpun dan

menganalisa data penelitian, dimana proses menyusun data hasil penelitian yang

48
kemudian dijabarkan kategori tertentu agar memudahkan peneliti memilih mana data

yang penting dan yang terakhir membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami untuk

pembaca.

Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum memasuki

peneliti memasuki lapangan penelitian dalam bentuk hipotesis awal, kemudian dalam

proses penelitian dengan mengeliminiasi data hingga dalam tahap penulisan

kesimpulan penelitian. Sedangkan menurut Miles dan Huberman masih dalam

Sugiyono (2015, hal. 337) analisis data penelitian kualitatif dalam metode wawancara

dilakukan peneliti dengan mengajukan pertanyaan terkait dengan fenomena penelitian

yang dilakukan secara berkelanjutan hingga mendapatkan jawaban yang memuaskan

proses analisi data ini dibagi kedalam tiga tahap yakni;

1. Reduksi Data

Reduksi data dalam penelitian kualitatif merupakan tahapan kolektifitas data

yang kemudian dikerucutkan dengan melakukan eliminasi terhadap data-dat

yang dirasa tidak penting sehingga menyisakan data yang penting untuk

digunakan dalam penelitian.55 Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan

dengan mengkategorikan narasumber sebagai informan kunci dan informan

tambahan guna memperkuat keterangn dari wawancara didapat selain iru

reduksi data studi kepustakaan dilakukan peneliti dengan mengkaitkan

kredibiltas data dan hubungannya dengan jawaban yang diberikan narasumber

dalam penelitian.

2. Penyajian Data

55
Ibid. Sugiyono, hal. 340

49
Setelah dilakukan reduksi data, selanjutnya peneliti menyajikan data penelitian

dalam bentuk yang mudah dipahami, penyajian data penelitian kualitatif

menurut Miles dan Huberman, biasanya dilakukan dalam bentuk uraian narasi

singkat yang eksplanatif namun juga dapat disajikan dalam bentuk tabel,

gambar ataupun chart.

Peneliti menggunakan dua jenis penyajian data, dimana data wawancara

mendalam dari narasumber disajikan dalam bentuk uraian narasi singkat dengan

mengutip jawaban narasumber dari hasil wawancara kemudian data dokumen

resmi disajikan dalam bentuk tabel atau gambar sehingga mudah dipahami dan

data dokumentasi diisajikan dalam bentuk gambar agar tidak menghilangkan

orginalitasnya.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dalam penelitina kualitatif dilakukan dalam dua tahap

yang pertama peneliti melakukan verifikasi terlebih dahulu dari hipotesis awal

ketika peneliti dalam penelitian menemukan korelasi data dengan awal maka

penarikan kesimpulan dapat dilakukan namun jika terjadi perbedaan antara

hipotesa dnegan fakta lapangan yang ditemukan selama penelitian peneliti maka

peneliti perlu menyesuaikan dengan merumuskan hipotesa yang baru untuk

kembali menarik kesimpulan sesuai dengan keadaan yang berkembang

dilapangan.56 Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan dapat terverifikasi

karena hipotesa awal peneliti mengenai analisis konten literasi politik pada

pemilu tahun 2019 dengan studi kasus media baru PinterPolitik.com

56
Ibid. Sugiyono. Hal.345

50
menggunakan framework media baru, cyberdemocracy, dan literasi politik

terverifikasi secara kredibel selama penelitian.

Gambar 3.1

Teknik Analisis Data Model Miles & Huberman

Sumber : Miles & Hubberman dalam Sugiyono 2014. hal.33

51
BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1. Ekosistem Politik Media Digital di Indonesia

Teknologi informasi dan komunikasi dipercayai memberikan dampak terhadap sistem

politik.57 Maraknya penggunaan internet dan sosial media menandai kehadiran era

digital dalam proses politik. Di Indonesia, perkembangan media memberikan dampak

dalam konteks perubahan sosial politik. Sebagai contoh, pada akhir 1990-an,

perkembangan eksponensial teknologi media menyediakan domain bagi publik untuk

melakukan penetrasi batasan-batasan kultural dan melawan dominasi era Orde Baru

yang pada akhirnya menjadi katalis runtuhnya rezim otoriter tersebut .58 Dalam konteks

pasca-Orde Baru, media digital meluas dan dapat diakses dengan mudahnya oleh publik

yang menghasilkan dinamika politik berbasis identitas dan memperluas ruang artikulasi

politik yang dibangun oleh kelas menengah di Indonesia.59

Di era digital, internalisasi sistem politik terjadi dalam ranah civil society,

dimana masyarakat memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan membangun diskusi

politik publik. Masyarakat dapat secara aktif mengikuti isu yang menarik perhatian

mereka sekaligus mengawasi secara efektif kinerja pemerintah untuk menjamin adanya

transparansi dalam proses politik yang terjadi. Masifnya penggunaan telepon pintar

(smartphone) merubah bentuk komunikasi yang semula bersifat massal menjadi

personal dan memungkinkan pengguna untuk menembus sensor pemerintah. Selain itu,

57
Loader, B. D., & Mercea, D. (Eds.). (2012). Social media and democracy: Innovations in participatory
politics. Routledge.
58
Hill, D. T., & Sen, K. (2005). The Internet in Indonesia's new democracy. Routledge.
59
Heryanto, A. (2008). Pop culture and competing identities. Popular culture in Indonesia: Fluid
identities in post-authoritarian politics, 1-36.

52
jejaring media sosial berbasis digital memungkinkan pengguna untuk melakukan

pengorganisiran secara daring untuk menciptakan sebuah gerakan sosial.60 Pesatnya

perkembangan teknologi digital telah merubah cara menyebarkan informasi dan

pengelolaan civil society dalam mencapai tujuan politik. Kebanyakan pengguna

teknologi digital untuk tujuan politik bukan aktivis, melainkan masyarakat biasa.

Dalam era digital, batasan antara pembaca, reporter, berita dan opini, informasi dan aksi

menjadi pudar. Media digital telah menjadi alat esensial dalam debat dan kompetisi

politik dengan “mendesentralisasi” informasi dan pengetahuan.61

Pengaruh yang ditimbulkan internet dan media terhadap sistem politik,

khususnya demokrasi, tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial, aturan, dana sistem

komunikasi yang diadopsi oleh konteks sosial dimana ia bekerja. 62 Dampak dari

kehadiran internet dan media, terutama pada kaitannya dalam menciptakan inklusivitas

wacana politik, dapat terlihat dalam masyarakat dengan nilai demokratis atau semi-

demokratis yang solid. Melalui internet dan media sosial, pengguna dapat secara bebas

informasi yang tersedia secara global yang sebelumnya tidak dimungkinkan oleh media

konvensional, seperti koran, televisi dan radio. Selain itu, masyarakat tak lagi

bergantung dengan sistem penyebaran informasi satu arah yang cenderung menciptakan

half-democratic communication culture.63

Berdasarkan survey yang dilakukan Markplus Insight pada tahun 2010,

pengguna internet di Indonesia cenderung meninggalkan media konvensional sebagai

60
Stacey, E. (2015). The Pamphlet Meets API: An Overview of Social Movements in the Age of Digital
Media. Promoting Social Change and Democracy through Information Technology, 1-25.
61
Diamond, L., & Plattner, M. F. (Eds.). (2012). Liberation technology: Social media and the struggle
for democracy. JHU Press.
62
Herdiansah, A. G., & Sumadinata, W. S. (2019). Indonesia’s political culture in the new digital age:
A preliminary discussion. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 32(4), 378-389.
63
Ibid.

53
sumber utama informasi mereka.64 Temuan dari survey tersebut juga menunjukkan

internet telah menjadi preferensi pertama masyarakat untuk mencari informasi dan

hiburan, setelah televisi. Di kota-kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, dan

Surabaya, internet digunakan lebih banyak dibandingkan televisi untuk mengakses

berita.

Kebutuhan akan berita yang naik juga dibarengi dengan munculnya berbagai

portal berita daring. Situs web berita muncul secara drastis dalam dekade terakhir.

Konglomerasi media juga telah melakukan konversi media konvensional mereka

menjadi daring. Kompas Gramedia Group, yang dikenal sebagai konglomerasi media

terbesar di Indonesia, sebagai contoh, membangun website Kompas.com. Media

Nusantara Citra (MNC) Group, yang dikenal menjadikan televisi sebagai basis bisnis

medianya, memiliki portal media online Okezone.com. Grup lainnya, Tempo Media,

yang memiliki majalah Tempo, juga mengikuti kompetitornya dengan membuat

Tempo.com.65

Media digital juga memiliki implikasi secara elektoral yang signifikan.

Performa impresif Jokowi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012

merupakan hasil dari simpati yang ia menangkan melalui media digital, begitupun

ketika ia memenangkan kontestasi Pilpres pada tahun 2014. 66 Pada saat Jokowi

memenangkan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, penetrasi internet di Indonesia berada

pada angka 24,23% atau setara 63 juta pengguna dengan Facebook melaporkan 42.5

64
Marketeers. (2010). Attitude and behavior of internet users in Indonesia.
<https://www.hugedomains.com/domain_profile.cfm?d=the-marketeers&e=com>, [accesed 16 Mei
2021].
65
Ambardi, K., Parahita, G., Lindawati, L., Sukarno, A., Aprilia, N., Dragomir, M., & Tambini, D. (2014).
Mapping digital media: Indonesia. London: Open Society Foundation.
66
Mietzner, M. (2014). Indonesia's 2014 elections: How Jokowi won and democracy survived. Journal of
Democracy, 25(4), 111-125.

54
juta pengguna dan Twitter dengan 19,5 juta pengguna.67 Riset yang dilakukan

PoliticaWave menunjukkan bahwa Jokowi-Ahok mendominasi 54,9% dari total

percakapan yang ada di Facebook, Twitter, blog, forum online, berita online, dan

Youtube.68 Kemenangan Jokowi dapat diatribusikan pada kesuksesan optimalisasi

media sosial dalam menjaring massa yang memiliki perhatian pada isu politik yang

dikampanyekan Jokowi yang sebagian berasal dari kalangan anak-anak muda dan kaum

terpelajar.

4.1.1. Politik Digital Pemilihan Presiden Republik Indonesia 2019

Pada tahun 2019, Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum serentak dalam

sejarahnya untuk memilih perwakilan legislatif serta presiden. Kompleksitas yang

ditimbulkan oleh perhelatan politik tersebut memiliki implikasi pada gencarnya

pembangunan jejaring komunikasi antar aktor politik dan konstituen. Media sosial,

secara natural, menjadi kanal komunikasi yang digunakan secara intensif oleh aktor

politik untuk mempublikasi visi dan misi politik dan mendulang dukungan bagi partai

dan kandidat.

Indonesia dijuluki “Negara Media Sosial”, dengan 48% dari total populasinya

merupakan pengguna sosial media yang aktif. Netizen Indonesia menghabiskan rata-

rata 3 jam 36 menit setiap harinya untuk mengakses media sosial dan per netizen

diperkirakan memiliki kurang lebih 11 akun media sosial.69YouTube menjadi situs

dengan jumlah kunjungan terbanyak (88%), disusul WhatsApp (83%), Facebook(81%),

67
Utomo, W. P. (2013). Menimbang media sosial dalam marketing politik di Indonesia: belajar dari
Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 17(1), 67-84.
68
Herdiansah, A. G., & Sumadinata, W. S. (2019). Op. Cit.
69
DATAREPORTAL. (2019). Digital 2019: Indonesia. <https://datareportal.com/reports/digital-2019-
indonesia>, [accesed 20 Mei 2021].

55
Instagram (80%), Twitter (52%).70 Aplikasi media sosial tersebut diakses secara luas

menggunakan perangkat smartphone.

Pemilu 2019 tidak hanya memiliki tantangan secara logistik, melainkan juga

memiliki periode kampanye yang relatif lama yang berlangsung selama 7 bulan.71

Sebagai perbandingan, kampanye yang dilaksanakan pada Pemilu 2014 hanya

berlangsung selama 1 bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemilu 2019

menghasilkan spektrum diskusi seputar politik yang lebih luas di jagad maya

dibandingkan Pemilu yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Dengan banyaknya

informasi yang tersedia seputar Pemilu, pemilih menghadapi tantangan untuk

mendapatkan informasi yang akurat seputar Pemilu.

Propaganda sebagai perwujudan komunikasi politik digunakan dalam menyebar

luaskan pesan-pesan yang telah dirancang dengan sedemikian rupa untuk

mempengaruhi opini khalayak dalam pemilihan presiden Indonesia 2019. Pesan-pesan

propaganda yang dirancang tidak semuanya sesuai dengan fakta empiris, namun

seringkali berisi hoax atau disinformasi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Hal

ini didasarkan pada pemahaman bahwa sasaran propaganda pada dasarnya adalah

bukan nalar dan argumen audien melainkan emosi khalayak. Propaganda melalui media

sosial dianggap sebagai propaganda horizontal, karena aktivitas ini tidak hanya

didominasi oleh elit kepentingan maupun kelompok besar saja tetapi menyebar

termasuk kelompok kecil.

70
Ibid.
71
Ben Bland. (2019). The Mind-Boggling Challenge of Indonesia’s Election Logistics. Lowy Interpreter.
<https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/mind-boggling-challenge-indonesian-election-
logistics>, [accesed 20 Mei 2021].

56
Meskipun lanskap media sosial di Indonesia telah berubah sejak Pemilu yang

diadakan pada tahun sebelumnya, media sosial tetap menjadi platform yang digunakan

oleh netizens untuk mendapatkan informasi terkini seputar kampanye. Media sosial

seperti Instagram dan WhatsApp memainkan peran yang lebih besar dalam

menyebarkan pesan-pesan kampanye dan memfasilitasi diskusi seputar Pemilu.

Sebagai contoh, Instagram berkolaborasi dengan komikus Reza Mustar dengan

meluncurkan stiker bertema Pemilu.72 Selain itu, debat kandidat calon presiden dan

wakil presiden juga ditonton secara live-streaming melalui platform media sosial

seperti Twitter dan Facebook.

Tim kampanye dari masing-masing kubu yang berkontestasi pada Pemilu 2019

memanfaatkan media sosial untuk berkompetisi dengan satu sama lain. Terjadi Hashtag

War atau perang hashtag antara kedua kubu.73 Salah satu yang cukup popular adalah

hashtag #2019GantiPresiden yang digaungkan oleh kubu oposisi pemerintah. Mardani

Ali Sera, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menggunakan hashtag tersebut

untuk mencipatakan sebuah gerakan akar rumput.74Ia memanfaatkan grup percakapan

WhatsApp untuk kepentingan mobilisasi kegiatan demonstrasi. Pihak pro-pemerintah

disisi lain menggunakan #01JokowiLagi sebagai counter-narrative terhadap aktivitas

kampanye digital kubu oposisi.75

Hoax atau berita palsu juga marak beredar pada masa kampanye menjelang

Pemilu 2019. Mengingat Pemilu 2019 mempertemukan kembali antara Jokowi dan

72
News Desk. (2019). ‘Nyoblos Yuk’: Instagram Taps @komikazer to Launch First Election Stickers.
The Jakarta Post. <https://www.thejakartapost.com/life/2019/04/15/nyoblos-yuk-instagram-taps-
komikazer-to-launch-first-electionstickers.html>, [accesed 20 Mei 2021].
73
Hui, J. Y. (2020). Social Media And The 2019 Indonesian Elections. Southeast Asian Affairs, 155-
172.
74
Ibid.
75
Ibid.

57
Prabowo, hoax dijadikan alat yang dianggap mampu untuk memberikan keuntungan

strategis bagi kandidat untuk mendapatkan suara. Pada saat melakukan kampanye di

Surabaya pada Februari 2019, Jokowi mengeluh bahwa kompetitornya menggunakan

metode “Propaganda Russia” yang dilakukan secara sistematis untuk membunuh

karakternya dan mengelabui publik dengan informasi-informasi yang kredibilitasnya

sulit untuk dipertanggungjawabkan.76 Ratna Sarumpaet, yang merupakan bagian dari

tim kampanye Prabowo, mengklaim mengalami penyerangan dan beberapa saat

kemudian diketahui bahwa penyerangan tersebut merupakan hoax yang ia ciptakan

sendiri dan luka yang ditampilkan di media sosial merupakan hasil dari operasi plastic

yang ia jalani. Pernyataan Jokowi mendapatkan kecaman dari pihak Kedutaan Besar

Russia di Jakarta yang berujung pada klarifikasi Jokowi bahwa pernyataannya tidak

bermaksud menyinggung Russia sebagai bangsa melainkan merujuk pada sebuah

teknik propaganda ”Firehose of Falsehoods” yang diperkenalkan oleh RAND

Corporation, sebuah lembaga think-tank asal Amerika Serikat.77

Aktor dibelakang kampanye hoax memanfaatkan anonimitas yang

dimungkinkan oleh media sosial dan polarisasi politik yang marak pada masa

kampanye.78 Anonimitas memungkinkan pengguna Internet untuk menyembunyikan

identitas aslinya, meskipun terdapat guidelines dari beberapa media sosial yang

mengharuskan pengguna untuk menggunakan identitas asli dalam melakukan interaksi

pada platform-nya. Disatu sisi, terdapat penurunan tingkat kepercayaan pada institusi

formal dan munculnya peer-to-peer influence yang menganggap orang yang memiliki

76
Syafiul Hadi. (2019). 5 Pro Kontra Ucapan Jokowi Soal Propaganda Rusia. Tempo.co.
<https://nasional.tempo.co/read/1172567/5-pro-kontra-ucapan-jokowi-soal-propaganda-rusia>
[accesed 20 Mei 2021].
77
Ibid.
78
Hui, J. Y. (2020). Op.cit.

58
kedekatan layak untuk dipercayai.79 Kombinasi antara anonimitas secara online dan

polarisasi yang dihasilkan oleh kepercayaan berdasarkan kedekatan menghasilkan

sentimen partisan dan echo-chamber yang mempersulit pengguna media sosial untuk

mendapatkan informasi tandingan diluar kepercayaan atau pilihan politknya.

Ketidakmampuan untuk melakukan evaluasi secara kritis, hoax menjadi hal yang

popular ditengah masyarakat pada Pemilu 2019.80

4.2. Perkembangan Literasi Politik Di Indonesia

Seperti yang dikhawatirkan terkait literasi politik di Indonesia, euphoria pilpres yang

semakin gencar dengan ditandai oleh manuver dari kampanye paslon untuk menarik

simpati dari pemilih muda atau generasi milenial. Bukan hanya ramai dan panas

dikalangan elite politik dan petinggi negara, namun juga masyarakat turut

membicarakan setiap strategi dari setiap parpol yang unjuk gigi dalam arena pilpres.

Dimana proses tersebut dapat juga dikatakan sebagai proses literasi politik yang tengah

berlangsung. Dikutip dalam buku karangan Gun Gun Heryanto, menurut pendapat

Crick dalam tulisannya Essay on Citizenship, mengatakan literasi politik adalah sebuah

pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari proses kegiatan sehari-

hari.81

Singkatnya literasi politik adalah sebuah bagian dari pengetahuan, keterampilan

dan sikap. Bernard menegaskan bahwa literasi politik memiliki arti yang lebih luas lagi

bukan hanya sekedar pengetahuan politik, melainkan cara untuk membuat diri menjadi

79
Ibid.
80
Ibid.
81
Andi Faisal Bakti, dkk. 2012. Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi. Tangerang: Churia Press,
hlm. 112.

59
efektif dalam kehidupan publik dan dorongan untuk menjadi aktif, partisipasi dalam

melaksanakan hak dan kewajiban baik dalam keadaan resmi maupun area public yang

sifatnya sukarela.82

Strategi dalam konteks pemilu dapat diartikan sebagai literasi politik yang mana

dipahami oleh masyarakat sebagai kemampuan untuk mendefinisikan kebutuhan

mereka akan politik terutama perihal pemilu. Media baru adalah cara yang efisien

dalam melakukan penetrasi politik terkait praktik literasi politik yang cukup efisien,

dimana saat negara-negara khususnya Indonesia semakin marak dalam melakukan

kegiatan politik di internet dan hal tersebut melahirkan ruang publik yang baru.

Gambar 4.1.1. Penetrasi pengguna intertnet di Indonesia pada Januari 2021

Sumber: Barakata.id

Sebagaimana yang dikeluarkan oleh lembaga survey bahwa pengguna internet

di Indonesia tiap tahunnya meningkat. Melihat kondisi ini dimana perkembangan

82
Ibid. Andi Faisal Bakti, dkk. 2012.

60
internet sudah memasuki era web generasi 2.0. memungkinkan user berinteraksi secara

real time, interaktif dan multiplatform. Situs jejaring sosial maupun web blog ataupun

YouTube, kini sama-sama menunjukan perannya untuk menjadi ruang publik bagi

komunitas virtual. Ide dan informasi dapat disebar melalui internet. Media online

tengah menjadi ruang publik virtual dimana orang-orang dapat mengekspresikan

berbagai opini politiknya.

Menurut Iman Sjafei terkait literasi politik di Indonesia masih sangat lambat

perkembangannya jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya83. Pemerintah

Indonesia masih punya tugas yang cukup banyak untuk menjadikan Indonesia melek

literasi politik salah satunya dengan memberantas isu-isu hoax seputar politik yang

dapat mengancam keamanan situasi politik di Indonesia.

4.3. Gambaran Umum PinterPolitik.com

PinterPolitik adalah platform media online yang berusaha melakukan literasi politik

serta menyajikan berita-berita politik Indonesia terkini yang dalam, berkualitas dan

mencerahkan dalam skala nasional dalam bentuk tulisan Indepth, tulisan Celoteh,

Infografis serta video.

4.3.1. Sejarah PinterPolitik.com

PinterPolitik didirikan pada tahun 2016 oleh Wim Tangkilisan yang merupakan mantan

CEO Globe Media Group yang menaungi Jakarta Globe dan Globe Asia, yang juga

pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Investor Daily dan Suara Pembaruan.

Dalam mendirikan portal berita ini Wim dibantu oleh Stephanie Tangkilisan yang

83
Channel YouTube Asumsi. Lihat dalam <https://www.youtube.com/watch?v=uLq3TzZVtcM>,
[accesed 26 Desember 2021].

61
memiliki pendidikan dan pengalaman jurnalisme tinggi di luar negeri. Mereka melihat

kebutuhan adanya portal berita yang menjunjung tinggi asas-asas kebenaran yang

berarti didasari fakta dan data relevan sehingga mampu meningkatkan wawasan

berpikir pembaca.

Mereka kemudian menciptakan portal dengan konten yang berkualitas serta

kreatif. Guna mewujudkan visi tersebut mereka dibantu tim penulis, desainer grafis dan

videographer yang memiliki kreativitas serta inovasi yang tinggi, dalam upaya

mewujudkan konten yang berkualitas dan kreatif. Seperti media lain media pinter

politik juga memiliki ciri khas tersendiri yang unik dalam menciptakan konten-

kontennya supaya berbeda dengan portal lain. Penulisan, infografis, serta video yang

dihadirkan tidak semata memaparkan peristiwa seperti portal berita lainnya, namun

pinter politik mengemas beritanya lebih mendalam dengan berbagai sudut pandangan.84

PinterPolitik hadir untuk memperjelas berita politik yang terjadi di Negara

Indonesia. Konten-konten berita pinter politik bertujuan untuk menggebrak berita

dibalik berita, membongkar politik di balik politik dengan ulasan yang tajam, berani

memihak atau beroposisi, dengan menyuguhkan berita yang lengkap dan terpercaya.

Media ini berangkat menggunakan paradigma kritis guna mendapatkan wawasan yang

berbeda. PinterPolitik hadir bagi siapa yang tertarik untuk memahami apa yang

tersembunyi di setiap peristiwa politik di Indonesia. Berani menerima informasi yang

dibentuk dengan sudut pandang kritis dan tidak mainstream, sehingga pembaca

mendapatkan wawasan politik yang berbeda dari yang ada. Secara spesifik,

PinterPolitik didirikan sebagai respon atas maraknya hoax dalam pemberitaan seputar

politik di Indonesia. Konten-konten yang diproduksi memiliki tujuan untuk

84
Pinter Politik, <Https://www.Pinterpolitik.com/>, [accesed 26 Desember 2021].

62
mendapatkan sudut pandang berbeda dibalik sebuah berita dengan mengandalkan

ulasan yang tajam dan berani memihak yang disuguhkan secara lengkap dan terpercaya.

Jurnalisme interpretif menjadi asas jurnalisme yang dianut PinterPolitik, yakni

jurnalisme yang mengandalkan interpretasi atas fenomena yang ada dan informasi yang

disampaikan diproduksi melalui riset dan perbandingan sudut pandang untuk

menambah depth atau kedalaman berita dan PinterPolitik juga melakukan kolaborasi

kepada pihak-pihak tertentu. Kolaborasi dilakukan baik dengan media maupun dengan

instansi lain. Contoh kolaborasi yang dilakukan seperti dengan KPK, membuat program

untuk anak-anak SMA, selain itu juga dengan Tempo dengan channel Youtube “Kok

Bisa”. Instansi pendidikan juga sering mengadakan kerja sama sebagai pembicara

seminar atau kulaih tamu kampus. Kolaborasi penting dilakukan karena di dunia

marketing digital jika tidak melakukan kolaborasi akan menjadi susah. Kolaborasi

adalah salah satu faktor untuk menggaet lebih banyak pembaca.

Sebelum mengaktifkan di media sosial, PinterPolitik terlebih dahulu eksis di

website lalu merambat pada media sosial. Sang pendiri mendirikan portal berita yang

dapat mengedukasi politik khususnya anak-anak muda. Awal mulanya dari website lalu

bergerak pada media sosial Instagram dengan infografik dan merambat ke media sosial

lainnya. Per-tanggal 22 April 2019, keempat akun resmi media sosial mereka memiliki

pengikut/follower yang cukup banyak. Di Facebook terdapat 195.154 ribu pengikut, di

Instagram terdapat 113.255 ribu pengikut, di Twitter terdapat 5.186 pengikut dan di

Youtube terdapat 14.915 subscriber.

Seperti media lainnya, PinterPolitik pun tidak jauh dari cibiran masyarakat

dunia maya (netizen) yang pada umumnya terjadi di dalam kolom komentar akun

63
Instagram PinterPolitik mereka menyebut bahwa PinterPolitik adalah media partisan,

walaupun begitu para redaktur menanggapinya dengan santai dan tenang menurutnya

penilaian masyarakta tidak bisa dikendalikan.

PinterPolitik selalu berusaha untuk mengkritisi hal-hal yang perlu dikritisi.

Misalkan dalam konteks pemilihan presiden, jika pertahana perlu dikritik maka dikritik

punberlaku untuk sebaliknya. Mengkritik pertahana adalah hal yang sering dilihat

sehingga hal tersebut kadang kala yang membuat netizen menjustifikasi kalau

PinterPolitik lebih banyak mengkritik pemerintah. Tentu saja media PinterPolitik

bersifat bisnis media sebagaimana hasil wawancara bersama, Bapak. Krisantus Tobias,

berkaitan dengan PinterPolitik sebagai bisnis media.

“Bahwa mereka seperti pada media lain yang bergerak sebagai bisnis media,
suatu saat nanti PinterPolitik akan bergerak untuk mencari keuntungan tetapi
untuk saat ini belum menuju ke profit oriented. Saat ini prioritas utama kita
lebih kepada pendidikan politik sendiri.”

4.3.2. Visi dan Misi PinterPolitik.com

PinterPolitik memiliki visi menciptakan konten jurnalistik yang berkualitas, kreatif,

dan edukatif. Pinter Politik hadir sebagai media alternatif yang mampu mengupas berita

politik dengan sudut pandang berbeda, tajam, lengkap, dan dapat dipertanggung

jawabkan sesuai nilai kode etik jurnalistik. PinterPolitik memiliki misi mencerdaskan

pembaca dengan konten-konten yang unik dan kreatif, serta memiliki sudut pandang

berbeda dengan portal berita mainstream lainya. Melalui penyajian yang lengkap

namun mudah dicerna, PinterPolitik bertujuan memberikan pengetahuan dan wawasan

lebih bagi pembaca.

64
4.3.3. Struktur Organisasi PinterPolitik.com

Pengorganisasian adalah proses mengusahakan hubungan-hubungan yang efektif

antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan dengan

demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas tertentu, dalam

kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Berikut adalah susunan

redaksi dari PinterPolitik:

Bagan 2.2 Susunan Redaksi PinterPolitik

Nama Jabatan

Chief Advisory Board Yenni Andayani

Pemimpin Redaksi / Penanggung Jawab Wim Tangkilisan

Pendiri / Editor At Large Stephanie Tangkilisan

Sekretaris Redaksi Arful

Redaktur Senior R. Gatot Eko Cahyono

Enderson Tambunan

Asisten Redaksi Krisantus Tobias Ghena Ona

Hasrishmawan Heryadi

Kinanti

Indepth Krisantus Tobias Ghena Ona

Hasrishmawan Heryadi

Alfin Zulfikar Rizky

65
Celoteh Rahel Narda

Foreign Relation Wim Tangkilisan

Visual, Grafis & Video Kinanti

Nur Ahmad Hardian

Akbar Yanuardo Adieta

It Division Head Don Adelbert Papudi

Social Media & Marketing Kinanti

Santi

4.3.4. Logo PinterPolitik.com

Gambar 4.1.2. Logo PinterPolitik di portal dan Media sosial

Sumber: PinterPolitik

PinterPolitik hadir bagi siapa yang tertarik untuk memahami apa yang tersembunyi di

setiap peristiwa politik di Indonesia. Berani menerima informasi yang dibentuk dengan

sudut pandang kritis dan tidak mainstream, sehingga pembaca mendapatkan wawasan

politik yang berbeda dari yang ada.

4.3.5. Konten Berita PinterPolitik.com

PinterPolitik memiliki beberapa konten, antara lain:

66
 InDepth, kumpulan tulisan tentang peristiwa politik yang dibahas secara

mendalam dari sudut pandang yang berbeda serta investigatif.

 Celoteh, tulisan ringan yang dikemas secara informatif dan memiliki fokus

untuk menghibur pembaca.

 Video, berita politik yang disampaikan secara singkat, presisi dan jelas melalui

metode video.

 Infografis, berita politik yang ditampilkan secara visual berisi data dan fakta

yang dirangkum agar mudah dicerna oleh pembaca.

PinterPolitik juga sering mengadakan diskusi tatap muka untuk membicarakan

hal-hal seputar politik. Selain itu, PinterPolitik secara rutin menjaring tulisan-

tulisan dari masyarakat dan ditampilkan di situs webnya melalui kanal

RuangPublik. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan engagement pembaca

yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan brand awareness PinterPolitik.

Diskusi yang dilakukan PinterPolitik cukup sering namun semenjak pemilihan

presiden, diskusi menjadi tidak rutin. Diskusi dilakukan sebanyak satu bulan hingga

dua bulan sekali. Diskusi berupa talkshow dengan pembicara tertentu biasanya

berpusat pada tema millennial. Diskusi terakhir berhubungan dengan millennial

jurnalisme yang bertemakan politik identitas dan adapula Rubrik RuangPublik

adalah rubrik yang berisikan tulisan diluar penulis PinterPolitik. sifatnya bukan

kontributor tetapi tulisan dari tanggung jawab penulis. PinterPolitik tidak

bertanggung jawab atas isi tulisan, melainkan hanya menilai tulisan tersebut layak

naik atau tidak. Penilaian tersebut juga dilihat dari segi tata bahasa saja.

67
Selain hal-hal yang telah dipaparkan diatas, penulis juga berkesempatan

mencari tahu mengenai PinterPolitik selain yang tertulis pada web PinterPolitik

yaitu konten kartun yang diberi nama coretan politik. Coretan politik hadir untuk

menyederhanakan fenomena melalui kartun. Jika tulisan yang ada di dalam web

juga bisa disebut satir politik makan bentuk lainnya juga dapat berupa kartun atau

bisa disebut sebagai karikatur. Tujuannya untuk menyederhakan fenomena yang

terjadi dengan cara yang menghibur untuk dikritisi secara mudah dan sederhana.

Coretan politik memang membutuhkan peningkatan dari segi gaya. Selain ada

coretan politik, PinterPolitik juga sempat membuat komik series yang diberi nama

Pipo dan Mosi tapi masih terhenti.

4.4. Konten PinterPolitik.com Sebagai Media Literasi

Semenjak berdirinya PinterPolitik.com, mereka turut serta dalam membantu meliterasi

generasi millennial dan gen Z dalam hal politik di setiap kontennya. Baik melalui laman

resminya maupun channel YouTube-nya. Salah satu konten yang menarik menurut

penulis adalah konten sejarah. Dalam konten tersebut, tim PinterPolitik.com

memberikan penjelasan mengenai peristiwa di masa lalu yang berkaitan dengan kondisi

politik di saat ini, baik di Indonesia maupun di luar negeri.85

PinterPolitik juga menjadi kendaraan ideologi untuk melontarkan pesan

propaganda politik ataupun pemodal yang mendidik masyarakat sebagai konsumen

produk-produk kapitalis, dengan memahami hal tersebut khalayak dapat menjadi lebih

kritis terhadap konten media yang berupa pesan-pesan politik iklan, dan juga promosi

yang ditampilkan di media massa konvensional maupun di media baru yang muncul

85
Channel YouTube Asumsi. Lihat dalam <https://www.youtube.com/watch?v=hAaE9ltS6Io>, [accesed
16 Desember 2021].

68
setiap saat pada saat mengakses media tersebut. Litersi media dapat meningkatkan

kualitas dan kuantitas intelektual masyarakat itu sendiri.

Kehadiran PinterPolitik.com merupakan hasil dari keresahan dan keprihatinan sang

founder atas minimnya literasi generasi millennial dan gen Z terkait isu-isu politik tanah

air serta mancanegara. Bila ada pun, itu juga dikemas dengan berat dan terkesan tidak

santai. Namun di sini PinterPolitik.com mengemas konten literasi politik dengan

balutan yang santai tapi juga mendidik. Tujuannya, agar generasi millennial tidak

merasa bosan dan juga menghibur karena sejatinya konten yang menghibur adalah

konten yang disukai oleh warganet.

69
BAB V

PERAN MEDIA BARU “PINTERPOLITIK” DALAM MEMBANGUN

PARTISIPASI POLITIK GENERASI MILLENIAL

5.1 Analisis Peran Pinter Politik dalam Proses Demokratisasi di Indonesia

Komunikasi politik kontemporer, hal yang paling menarik adalah adanya fenomena

penggunaan media baru (new media), yakni internet digunakan sebagai media atau

saluran komunikasi yang semakin sering digunakan masyarakat. Hal ini pun membuat

para aktor politik, baik politisi, figur politik, birokrat, aktivis kelompok kepentingan,

kelompok penekan, maupun jurnalis media massa, dituntut untuk semakin adaptif

dengan penggunaan internet, baik sifatnya yang statis maupun dinamis.86

Indonesia merupakan negara yang menjunjung nilai-nilai demokrasi dengan

sistem pemerintahan presidensial yang dikepalai oleh presiden terpilih melalui

pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan pemilu dapat

dikatakan sebagai salah satu tolak ukur bagi negara yang menerapkan demokrasi,

karena dalam pemilu, rakyat berpartisipasi menentukan hak politiknya untuk

pemerintahan dan kenegaraan. Pemilu dikatakan sebagai ajang pesta demokrasi,

dimana partisipasi rakyat menjadi cerminan dari demokrasi itu sendiri. Melalui

pemilu, rakyat menjadi titik sentral dalam menentukan para wakilnya yang akan

duduk di parlemen dan menentukan eksekutif sebagai pemimpin yang menentukan

perkembangan dan nasib bangsa ke depan.

Media sosial memiliki peran yang cukup besar dalam membangun demokrasi

di Indonesia, khusunya partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan

86
Creeber, Glen. 2000. Understanding New Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 56.

70
berekspresi. Indek Demokrasi Indonesia pada 2017 menempati 72,11 poin (dalam skala

0-100) yang memiliki arti “demokrasi sedang” atau tidak buruk atau baik. Peningkatan

ini turut disumbang oleh kebebasan sipil dalam menyampaikan pendapat dan

berekspresi melalui berbagai media, terutama media sosial. Data statistik pengguna

internet Indonesia tahun 2021 sebesar 274,9 juta orang. Sebanyak 87,13% dari

pengguna internet tersebut adalah pengguna media sosial seperti Facebook,

Instagram, Youtube, Twitter, dan lainnya.87 Media sosial dianggap dapat

membentuk publisitas dan pencitraan individu, termasuk meningkatkan elektabilitas

para calon presiden dan wakil presiden 2019. Kampanye melalui media sosial

merupakan salah satu cara literasi politik yang efektif untuk memperkenalkan

calon karena dapat mempengaruhi pandangan dan pola pikir masyarakat untuk

memilih. Selain itu, media sosial memiliki jaringan yang luas, mudah di akses,

dan cepat. Namun disamping itu, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan

demokrasi melalui media sosial sekaligus menjadi ancaman bagi demokrasi

Indonesia karena masih banyak diwarnai berbagai permasalahan, seperti kampanye

hitam dan penyebaran hoax, bahkan penyebaran informasi yang menyesatkan dan

mendistorsi kondisi nyata.

Berdasarkan wawancara terhadap Pakar Komunikasi yakni Pak Adek, media di

Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga demokrasi di Indonesia.

“Kalau memang kita bicara tentang news media, maka sangat jelas peran news
media atau jurnalistik sangat penting untuk menjaga demokrasi di Indonesia
ya, atau di mana pun gitu. Karena jurnalistik, mereka bekerja berdasarkan kode
etik, dan jurnalistik ini memang salah satu tugasnya adalah mengawasi

87
Reska K. Nistanto. 2021. Jumlah Pengguna Internet Di Indonesia Tahun 2021 Tembus 202 Juta Jiwa.
Kompas.com <https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-internet-
indonesia-2021-tembus-202https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-
pengguna-internet-indonesia-2021-tembus-202-jutajuta>. [accesed 10 Juni 2021]

71
jalannya roda pemerintahan, atau atau mengawasi orang-orang yang memiliki
kekuasaan, baik itu pemerintah, ataupun pihak swasta yang mempunyai
dampak besar terhadap masyarakat.”

Hal ini memperlihatkan bahwa peran jurnalistik tidak hanya sebatas

memberitakan suatu kabar tertentu, namun juga memberikan edukasi dan melakukan

pengawasan kepada orang-orang yang memangku jabatan di pemerintahan. Pak Adek

juga menambahkan terkait fungsi-fungsi new media.

“Saya tidak bisa mengukur dampaknya sejauh mana ya dampaknya terhadap


proses demokrasi di negeri ini, tapi mereka (new media) ikut berperan,
melaksanakan fungsi-fungsi jurnalistik ini, untuk memastikan agar demokrasi
yang sehat ini tetap terjaga.”

Dengan kata lain, new media tetap memegang fungsi-fungsi jurnalistik

konvensional pada umumnya, yang tidak terlepas dari peran-peran yang diatur dalam

undang-undang Pers, termasuk di dalamnya adalah menjaga demokrasi di masyarakat.

Peneliti kemudian mengambil data wawancara kepada salah seorang pegiat

politik, Robertus, berkaitan dengan relasi & demokratisasi di Indonesia. Jika dilihat

kembali, media di Indonesia sangat berkaitan dan tarik menarik, ini bisa terjadi dan bisa

hidup, karena demokrasi di Indonesia sudah cukup ideal, tidak otoriter dan tidak sekeras

orba. Namun, akhir-akhir ini, di sosial media, cukup terjadi banyak kasus represi,

seperti penggunaan UU ITE.

72
Gambar 5.1.1 Wawancara PinterPolitik

Sumber: Penulis

Dalam wawancara dengan Redaktur PinterPolitik, Krisan Tobias mengenai

bagaimana PinterPolitik mampu ikut serta membangun demokratisasi ke arah yang

lebih baik. Menurut Tobias, “Dalam era disrupsi media, informasi menjadi kabur dan

cenderung bias, membuat literasi media semakin memburuk dari segi keabsahan data

dan rujukan informasi”.

Dalam hal ini diperlukan beberapa sumber informasi seputar politik yang jernih

untuk memberikan serta menunjang kualitas literasi politik yang baik kepada

masyarakat. Tobias juga menegaskan bahwa “PinterPolitik hadir dalam narasi arus

informasi yang berbobot dan ringan untuk di baca khalayak.”

Indonesia saat ini juga masih dalam tahap rendah dalam pemahaman literasi politik,

bahkan bisa dibilang cukup memprihatinkan. Media sosial seperti WhatsApp dan

Facebook masih menjadi alat dan media penyebaran berita bohong atau hoax. Dalam

hal ini, yang perlu menjadi pokok persoalan juga ada pada literasi media masyarakat

73
Indonesia. Tidak bisa di pungkiri juga, bahwa literasi politik dan media merupakan dua

sisi koin yang saling terhubung dan tidak bisa di pisahkan. Tobias juga memberikan

komentarnya terkait literasi politik dan media di Indonesia, bahwa:

“Jika literasi medianya bagus, maka literasi politiknya juga akan bagus, saling
mengisi lah gitu istilahnya. Karena jika masih seperti ini maka perkembangan
media di Indonesia akan berjalan stagnan dengan pemberi informasi masih
asal-asalan menyusun berita dan penerima informasinya menerima mentah-
mentah.”

Tidak hanya sebatas itu Tobias juga menyarankan untuk memasukkan literasi

media ke dalam kurikulum pengajaran, agar masyarakat Indonesia terbiasa dengan

media yang mencerdaskan dan tidak lagi terjebak dalam arus informasi yang buram dan

menyesatkan. Jika semakin cepatnya arus media informasi tidak diimbangi dengan

perbaikan kualitas literasi politik dan media, maka pertumbuhan kecakapan dan

kemampuan masyarakat dalam menerjemahkan informasi pada ruang publik tidak

begitu signifikan berpengaruh pada kualitas literasi bangsa Indonesia.

Pada bab ini peneliti akan mengupas beberapa hasil temuan pada kanal

PinterPolitik dan menjelaskan hasil penelitian dengan metodologi dari Bernard Crick

yang menerangkan bagaimana konsep literasi politik dan pengaruhnya terhadap

partisipasi politik di Indonesia88 Lalu mengklasifikasikan berdasarkan atas tingkat

partisipasinya dengan menggunakan teori Sastroatmojo. Dalam teorinya, Sastroatmojo

menjelaskan ada dua klasifikasi dalam tingkatan partisipasi politik, yaitu Gladiator dan

Separator.89 Seseorang yang ikut serta dalam proses politik secara aktif, maka ia

disebut Gladiator. Dan seseorang yang minimal hanya menggunakan hak pilihnya, dia

88
Andi Faisal Bakti, dkk. 2012. Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi. Tangerang: Churia Press
hlm; 112.
89
Ibid. Andi Faisal Bakti, dkk. 2012.

74
bisa kita sebut sebagai Separator. Dalam konsep ini ada beberapa hal yang perlu

dipahami dalam memanifestasikan bagaimana dinamika literasi politik Indonesia

dengan tingkat partisipasinya, yaitu:

a) Pengetahuan, pada konteks ini, pengetahuan dasar mengenai politik dapat

menjadi dasar serta dapat dilihat berdasarkan kegiatan yang dijalankan dengan

ketaatan atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Partisipasi pasif semacam

ini sangat erat berkaitan dengan faktor sistem politik yang digunakan.

b) Sedangkan jika faktor eksternal yang menjadi dorongan, untuk membuat

sesuatu menjadi efektif dalam kehidupan berpolitik serta jika di koherensikan

dengan teori milik Sastroatmojo, maka bisa disebut juga sebagai Separator.

c) Untuk yang terakhir, bagian ini menunjukkan bahwa seseorang dalam

menjalankan kewajiban dan hak politiknya baik itu dalam keadaan resmi

ataupun di ruang publik, dilakukan secara cuma-cuma atau berdasarkan

loyalitas. Dalam pandangan Sastroatmojo, pada tahap ini, seseorang bisa

dikatakan pada tahap Gladiator, yang partisipasinya sudah mencapai tingkatan

partisipasi politik dan keikutsertaannya dalam proses-proses politik tertentu.

Seperti yang kita ketahui, PinterPolitik menjadi wadah dan juga penyedia untuk

sarana literasi politik di era new media sekarang ini. Berikut ialah hasil dari penelitian

pengklasifikasian literasi politik yang dilakukan oleh PinterPolitik pada Pilpres 2019:

75
Gambar 5.1.2. Memantau Pilihan Para Netizen

Sumber: Instagram PinterPolitik

a) Pada gambar satu ini, PinterPolitik melalui media Instagram memberikan

informasi terkait mengarah kemanakah suara netizen dalam Pilpres 2019? Pada

konten ini PinterPolitik menampilkan data infografis yang diolah dari Lembaga

Survey Indikator Politik Indonesia. Selain dari segi infografis, PinterPolitik

memberikan tampilan yang fresh dalam segi tampilan untuk para pembaca,

dibuktikan dengan gaya bahasa dan teknik penulisan yang mudah dibaca serta

menarik, khususnya bagi kalangan millenial, yang menginginkan bahan dan

sumber informasi cepat, praktis dan mudah untuk dipahami. Dalam konten ini

juga dapat dikatakan sebagai kategori pengetahuan politik, karena memberikan

informasi bahwa memilih calon presiden merupakan hak politik bagi setiap

warga negara.

76
Gambar 5.1.3. Beda Pandang Ma’ruf – Prabowo Tangani Terorisme

Sumber: Instagram PinterPolitik

b) Jika dilihat secara keseluruhan pada konten Instagram kali ini, khalayak diajak

untuk menelaah calon presiden berdialektika, beradu gagasan serta strategi

dalam menghadapi masalah tertentu. Dengan saling beradu argumentasi

mengenai cara menanggulangi persoalan terorisme di Indonesia, tentunya adu

argumentasi ini bertujuan untuk saling menemukan kelemahan pada masing-

masing gagasan calon presiden, dengan harapan bahwa nanti gagasan yang

dibangun dengan proses otokritik ini mampu memberikan nilai lebih setelah ada

calon presiden yang terpilih. Jika kita korelasikan dengan teori milik Crick,

maka konten ini masuk pada ranah Partisipatif, karena konten ini menyajikan

informasi untuk khalayak ikut serta dalam merasakan serta mengikuti proses

demokratisasi di Indonesia.

77
Gambar 5.1.4. Menimbang Dampak Debat Pilpres Kedua

Sumber: Instagram PinterPolitik

c) Pada konten kali ini dengan headline “Menimbang Dampak Debat Pilpres

Kedua”, menurut penulis ini merupakan konten menarik, karena berisi

informasi bahwa pasca debat kedua, memungkinkan bahwa debat yang

dilakukan oleh kedua calon presiden memberikan dampak yang cukup

signifikan pada elektabilitas dan prediksi suara. PinterPolitik ingin

menyimpulkan bahwa debat presiden merupakan proses yang memiliki

pengaruh dan memberikan pengaruh pada perilaku pemilih, dan jika di kaitkan

dengan teori Bernard Crick, maka konten ini masuk pada kategori dorongan

untuk menjadi aktif.

Secara keseluruhan, PinterPolitik berusaha memberikan informasi yang fresh

serta valid dalam segi sumber data. Tidak hanya itu, PinterPolitik mengemas informasi

mereka dengan tampilan kekinian dan cocok untuk kalangan millennial, menggunakan

teknik infografik juga mendorong khalayak untuk mudah memahami sebuah persoalan

serta isu yang terjadi seputar dunia politik.

78
5.1.1 Ruang Publik Baru di Indonesia

Internet masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an ketika B. J. Habibie menjabat sebagai

Menteri Riset dan Teknologi (1978-1998). Habibie sekaligus merupakan menteri

pertama yang punya website di internet. Pada tahun 1986 Dewan Riset Nasional yang

dipimpin oleh Habibie merekomendasikan agar dilakukan pengembangan layanan sains

dan teknologi informasi di tanah air yang kemudian mengkristal dengan terbentuknya

jaringan informasi internet IPTEKnet pada tahun 1989 yang dikelola di bawah Badan

Penilaian dan Penerapan Teknologi. Pada tahun 1998/99, warung internet (warnet)

mulai bermunculan di dekat kampus UGM, UNY, dan UAJY Mrican di Yogyakarta.

Seiring dengan penetrasi internet dari dunia bisnis yang begitu gencar, dunia

pendidikan khususnya perguruan tinggi juga berlomba-lomba untuk go online. Dari

fasilitas research archive di perpustakaan hingga fasilitas wireless zone sudah tidak

asing lagi di dunia kampus saat ini. Maka tidak heran juga pengguna internet di

Indonesia hingga kuarter pertama tahun 2010 mencapai 30 juta orang dengan tingkat

penetrasi pada tingkat 12,5% (www.internetworldstats.com), bahkan Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memprediksi tahun 2014 terdapat 107

juta pengguna internet di Indonesia. Artinya, ada tren peningkatan partisipasi

masyarakat Indonesia di internet secara signifikan setiap tahunnya.

Media konvensional juga sudah melakukan digitalisasi. Institusi pendidikan,

lembaga pemerintah, dunia bisnis, hingga outlet boutique kecil bisa punya ruang jualan

secara online. Konvergensi dan digitalisasi menjadikan masyarakat dapat lebih mudah

dan cepat untuk mendapatkan dan merespon informasi yang mereka butuhkan. Khusus

media konvensional yang berorientasi pada berita selalu menyediakan ruang comment

79
boards di mana komentar dan tanggapan bisa disampaikan. Komentar tersebut tidak

ditujukan untuk redaksi, tetapi merupakan ekspresi politik yang kemudian dapat

memicu tanggapan dari orang lain. Jadi, secara tidak langsung ditigalisasi media

konvensional dapat mendorong diskusi politik secara online.

Pada skala yang lebih luas,komunitas blogger dan forum diskusi politik online

yang punya website sendiri merupakan ruang diskusi politik (political talk) yang paling

representatif. Beberapa bentuk ruang diskusi online yang ada seperti:

www.kompasiana.com, www.forum.detik.com, dan www.kaskus.com, dsb, termasuk

yang dibuat dalam platform media sosial seperti Facebook dan Twitter. Inilah struktur

ruang publik yang transformatif yang bisa diakses secara bebas oleh siapapun (publik)

di mana pun. Ruang publik transformatif ini meruntuhkan struktur ruang publik lama

yang cenderung membatasi tidak hanya partisipasi, tetapi juga informasi lewat proses

gatekeeping.

Seperti media digital lain yang ada di Indonesia saat ini, PinterPolitik juga

memiliki ciri khas tersendiri yang unik dalam menciptakan konten-kontennya supaya

berbeda dengan portal lain. Penulisan, infografis, serta video yang dihadirkan tidak

semata memaparkan peristiwa seperti portal berita lainnya, namun PinterPolitik

mengemas beritanya lebih mendalam dengan berbagai sudut pandangan. PinterPolitik

hadir untuk memperjelas berita politik yang terjadi di Negara Indonesia. Konten-konten

berita PinterPolitik bertujuan untuk menggebrak berita dibalik berita, membongkar

politik di balik politik dengan ulasan yang tajam, berani memihak atau beroposisi,

dengan menyuguhkan berita yang lengkap dan terpercaya. PinterPolitik hadir bagi

siapa yang tertarik untuk memahami apa yang tersembunyi di setiap peristiwa politik

80
di Indonesia. Berani menerima informasi yang dibentuk dengan sudut pandang kritis

dan tidak mainstream, sehingga pembaca mendapatkan wawasan politik yang berbeda

dari yang ada.

5.1.2 Pinter Politik sebagai Media Baru

Media konvensional telah lama dikritisi karena kecenderungan bias pemberitaannya

yang bertolak-belakang dengan peran media sebagai institusi sosial. Alasan lain adalah

kentalnya orientasi kepentingan ekonomi dan keterkungkungan pada prinsip

objektivitas dalam memberitakan isu-isu politik. Di Negara-negara demokratis, tren ini

terus berulang. Deregulasi sebagai konsekuensi dari liberalisasi ekonomi dan politik,

makin menegaskan kecenderungan media untuk mengabdi pada kepentingan kapital.

Sebaliknya, di negara-negara otoriter/totaliter, media mengalami represi dan sensor

yang ketat. Media menjadi bagian dari alat propaganda penguasa otoriter.

Sementara itu, demokrasi membutuhkan warga negara yang well informed.

Warga negara yang punya kesadaran politik merupakan kekuatan demokrasi, karena

dalam demokrasi warga negara lah yang menentukan siapa yang layak menjadi

pemimpin. Pilihan politik warga negara menentukan kualitas kepemimpinan. Pilihan

politik yang rasional dan kritis hanya dapat terbentuk jika tersedia sumber informasi

yang substantif dan berkaitan dengan kepentingan mereka. Sehingga, peran media

dalam menyediakan informasi yang berkualitas, substantif, terkait kepentingan rakyat,

dan memberi evaluasi atas jalannya pemerintahan merupakan modal mendasar untuk

membentuk sikap politik yang kritis.

Selanjutnya, media dalam demokrasi juga berperan sebagai ruang publik.

Ruang publik adalah wahana di mana warga negara dapat saling mengutarakan

81
pendapat untuk mencapai kesepahaman bersama mengenai kepentingan mereka. Lewat

ruang public yang demokratis, akan terbentuk opini publik sebagai modal politik dalam

mengarahkan jalannya pemerintahan. Ruang publik yang ideal hendaknya memberi

kesempatan yang sama bagi tiap warga negara untuk terlibat dalam deliberasi publik

tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Namun, media konvensional khususnya televisi sudah jauh dari cita-cita ruang

publik ini. Televisi lebih condong memperjuangkan kepentingan kalangan elit. Orang-

orang yang terlibat dalam diskusi politik hanyalah para elit penguasa, pejabat publik,

dan para petinggi partai politik. Deliberasi di ruang publik pun menjadi sangat elitis dan

jauh dari kesulitan hidup sehari-hari masyarakat, sebab lebih cenderung sebagai

perebutan kekuasaan antarelit. Untuk keseluruhan fenomena ini Habermas


90
mengatakan bahwa ruang publik, sebagaimana masyarakat itu sendiri, telah

mengalami refeudalisasi.

Krisis ruang publik dan komunikasi politik yang ditampilkan media

konvensional, membuat teknologi media baru makin menampakkan karakter

transformatifnya. Artinya media baru menjadi jawaban tepat untuk merevitalisasi

kembali ruang publik dan komunikasi politik yang sudah terkolonialisasi oleh

kepentingan modal.

Peran internet sebagai media baru sudah ditunjukkan lewat peran maling-list

group “apakabar” yang dimoderatori oleh John A. MacDougall dalam “perjuangan”

menumbangkan Orde Baru tahun 1997. Fakta lain yang tak lebih optimistik adalah

90
Habermas, Jurgen. (1989). The Structural Transformation of the Public Sphere, An Inquiry into a
Category of Bourgeois Society. Cambridge: Polity Press. Hlm. 147.

82
kesuksesan Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk memenangkan pemilihan

presiden terakhir berkat mobilisasi berbagai bentuk media baru untuk menggalang

dana, dukungan, sukarelawan, dan simpatisan. Selain itu, dua kasus terakhir di

Indonesia yang menggalang kekuatan netizen mendukung Prita Mulyasari dan wakil

ketua KPK, Slamet Bibit Riyanto dan Chandra Hamzah perlu untuk dibahas.

Pinter Politik memiliki channel yang diberi nama Pinter Politik TV. Media

Pinter Politik adalah media siber atau yang sering disebut dengan media online, media

yang melaksanakan kegiatannya menggunakan wahana internet. Seperti webset, media

sosial yaitu Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube, media siber menggunakan

webset dan media sosial untuk menyampaikan informasi yang mereka buat. Pinter

Politik merupakan media siber yang mengutip dari sumber-sumber tertentu yang bisa

dipertanggungjawabkan, Pinter Politik Mengambil dari media-media yang memiliki

kredibilitas seperti Kompas, CNN Indonesia, Tempo, dan media lainnya.

PinterPolitik.com sebagai media berbasis online, walaupun terhitung media

yang baru muncul, media ini masih terus berproses dalam mengembangkan serta

meningkatkan kualitas medianya. Melihat beberapa data survei yang telah dijelaskan

sebelumnya, media ini memiliki peluang besar untuk bisa meningkatkan medianya di

mana saat ini akses masyarakat terhadap internet terus meningkat serta presentase

pengguna internet yang paling banyak merupakan kaum milenial. Awalnya

PinterPolitik tidak banyak dikenal orang. Namun, seiring berjalannya waktu, media ini

melakukan beberapa hal untuk bisa meng-engage khalayak pada konten-konten di

platformnya. Hal tersebut merupakan proses yang harus dilalui sebuah media untuk

membuat medianya eksis dan bertahan, terutama dilihat melalui manajemen

redaksional media itu sendiri dalam memproduksi kontennya. Saat ini, PinterPolitik

83
memiliki pengikut di media sosial instagram lebih dari 125.000 pengikut dan di

facebook lebih dari 195.000 orang. Berdasarkan temuan penulis, grafik pembaca di

website pun kian meningkat pesat dari tahun pertama media ini beridiri. Selain itu,

media ini hanya mengangkat isu dan topik politik, dalam website-nya maupun di media

sosialnya. Tak seperti media-media lainnya yang menyelipkan dan memiliki konten

beragam, seperti lifestyle, otomotif, dan lain-lain.

5.1.3 Disrupsi Informasi Politik Bagi Pemilih Pemula

Jika demokrasi, sesuai dengan muasal makna harfiahnya, difahami sebagai “rakyat

yang berdaulat” (demos = rakyat, cratie = kekuasaan/kedaulatan) baik dalam sistem

politik maupun sistem pemerintahan, maka aspek paling penting dan niscaya adalah

partisipasi warga. Yakni keterlibatan atau peran serta warga di dalam proses

pengambilan keputusan-keputusan politik, atau secara umum di dalam kehidupan

politik. Seperti dikemukakan Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan-

kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui tahapan mereka mengambil bagian

dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam

proses pembentukan kebijakan umum. Senada dengan apa yang dikemukakan Samuel

P. Huntington dan Joan M. Nelson, partisipasi politik adalah kegiatan warga yang

bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan

keputusan oleh pemerintah.

Partisipasi politik warga yang utama dan mendasar, serta “mendahului” semua

tahapan dan bentuk partisipasi dalam konteks tata kelola kekuasaan, daily governing

dan policy making diwujudkan di dalam setiap perhelatan pemilu. Itu sebabnya dalam

terma perundangan-undangan pemilu di negeri ini, pemilu dinyatakan sebagai sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat. Kemudian lebih dari sebagai bentuk perwujudan makna
84
sejati kedaulatan rakyat, partisipasi politik warga di dalam pemilu juga menjadi penting

karena ia akan menentukan kualitas pemilu yang dihasilkannya, serta corak

kepemimpinan politik dan tata kelola pemerintahan terpilih di kemudian hari. Dalam

konteks inilah kualitas partisipasi politik perlu terus dibangun dan dikembangkan untuk

menghasilkan pemilu sekaligus demokrasi yang berkualitas.

Sebagaimana telah disinggung di depan, partisipasi pemilu yang bekualitas

mensyaratkan suatu kondisi tertentu, yang salah satunya adalah adanya pemilih yang

cerdas dan kritis. Hal ini akan terpenuhi jika pemilih literate (melek) secara politik.

Pada titik inilah secara umum urgensi literasi politik menemukan ruang konfirmasinya.

Dalam konteks ini substansi kekuatan literasi politik ada pada partisipasi politik warga

negara yang kritis dan memberdayakan terkait dengan konsep-konsep pokok politik

yang akan berdampak pada kehidupan warga. Dengan demikian seperti dikemukakan

Heryanto, literasi politik bukanlah semata konsep normatif, melainkan bauran antara

pengetahuan, skill dan sikap politik.

Meminjam argumentasi Stoker, bahwa sifat mendasar dari politik dalam sistem

demokrasi sungguh rumit. Tanpa direcoki dengan korupsi dan kolusi sekalipun, upaya

untuk mengagregasi kepentingan, mengelola negosiasi, lalu mengartikulasikannya

sebagai satu keputusan yang disetujui bersama merupakan hal yang sangat sulit.

Mengingat kompleksnya sistem, institusi serta mekanisme yang ada maka ia pun

menyebut warga negara sebagai political amateurs, yakni pihak yang berpartisipasi

dalam politik secara sporadis, piece meal, dengan kapasitas relatif lebih rendah

dibanding para profesional politik atau aktor-aktor politik seperti lobbiest, aktivis,

kader parpol, dan anggota dewan. Para pemilih pemula secara sosiodemografi berada

85
di antara political amateurs yang tentu saja lebih rendah lagi kapasitas dan

kompetensinya. Padahal para amatir inilah justru pihak mayoritas yang sesungguhnya

pemilik kedaulatan.

Dalam situasi kontradiksi sekaligus ironis yang demikian itu; situasi absennya

literasi politik (political illiteracy) pada mayoritas warga negara, khususnya kalangan

pemilih pemula berbagai problematika sosio-politik berikut ini bisa muncul. Pertama,

rentan terhadap propaganda politik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok anti-

demokrasi di dalam masyarakat. Kedua, dapat melahirkan perilaku politik yang

merusak (defecting) seperti dengan sengaja menjual suara pada suatu perhelatan

pemilihan umum Ketiga, tanpa literasi politik yang cukup mengenai praktik daily

governing dan policy making, potensial dapat meningkatkan resiko menjauhnya politik

dari kepentingan publik. Dengan demikian maka pertanggungjawaban dari atas

(supply-side accountability) menjadi lemah.

Selain itu, situasi absennya literasi politik pada segmen pemilih pemula secara

hipotetis juga dapat menyuburkan apatisme politik (sikap tak acuh, tidak peduli),

bahkan hingga level sinisme terhadap politik. Aktifitas, bahkan sekedar peduli terhadap

isu-isu politik dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia belaka. Di sisi lain lagi, para

pemilih pemula dengan literasi politik yang rendah juga potensial mudah dipengaruhi

dan dimobilisasi oleh rezim otoriter untuk kepentingan semata-mata mempertahankan

status quo kekuasaan. Pada titik serupa situasi ini, para pemilih pemula yang secara

kuantitas signifikan dari pemilu ke pemilu praktis tidak akan memberi kontribusi positif

terhadap penguatan dan pengembangan demokrasi.

86
Berdasar nalar dan argumentasi itulah peningkatan literasi politik pada segmen

pemilih pemula menjadi sangat penting diikhtiarkan sepanjang waktu, dan idealnya

dilakukan oleh berbagai pihak yang kompeten dan memiliki akses otoritas pendidikan,

pengembangan dan pemberdayaan terhadap kelompok ini, misalnya sekolah, kampus,

pesantren, organisasi kemahasiswaan, ormas kepemudaan serta kelembagaan negara

yang relevan seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemuda, Kementerian

Dalam Negeri serta perangkat kelembagaan hierarkinya di daerah.

Sebagai media edukasi politik, PinterPolitik memiliki tanggung jawab untuk

terus menghasilkan konten yang menjunjung tinggi kebenaran, berani memihak dan

beroposisi, serta mengkritisi sebuah isu dengan menggunakan data yang benar dan

terbuka. Selain itu, media ini juga tentu memiliki tujuan untuk terus meningkatkan

kualitas medianya diantara beragam media yang hadir saat ini, terutama dalam isu

politik yang begitu kental dengan keberpihakkan beberapa media arus utama pada sisi-

sisi tertentu. Lebih dari itu, media ini pun turut membantu masyarakat untuk bijak

dalam bermedia baik itu dalam membaca, memilih, dan memahami sebuah isu serta

berita, terutama masalah politik. Memiliki slogan “Suara Politik Milenial Indonesia”,

PinterPolitik memiliki caranya sendiri dalam mengolah isu-isu politik sehingga

menghasilkan konten yang lebih mendalam dan dari perspektif yang berbeda dari

media-media mainstream. Kehadiran media ini menjadi warna baru bagi publik dalam

menikmati sajian isu-isu politik. Dalam prosesnya sebuah media akan

mempertimbangkan beberapa aspek untuk menghasilkan produk media atau konten

yang berkualitas. Hal itu pun dapat dilihat dari bagaimana sebuah media menjalankan

manajemen redaksionalnya pada sumber daya-sumber daya yang ada.

87
Dalam salah satu platform Pinter Politik, Channel Youtube “PinterPolitik TV”

melalui media sosial youtube ikut berperan terhadap partisipasi politik mahasiswa

khusus kepada pemilih pemula yang menonton channel youtube “PinterPolitik TV”.

Anak muda dan mahasiswa yang umumnya mencari informasi dan pembahasan politik

lewat media sosial sehingga dengan adanya channel youtube “PinterPolitik TV” yang

menciptakan konten-konten politik berupa video yang berkualitas dalam aspek audio,

visual, editing dan tampilan menjadikan besarnya ketertarikan mahasiswa untuk

menonton channel youtube “PinterPolitik TV” secara intens untuk mengetahui

informasi dan pembahasan politik melalui konten video di youtube. Mereka mengikuti

terbiasa mengikuti pembahasan atau konten-konten politik dari berbagai media sosial,

sehingga mereka juga menyalakan notifikasi pemberitahuan adanya upload konten

terbaru dari “PinterPolitik TV”. Hal ini menunjukan adanya ketertarikan menonton

channel youtube “PinterPolitik TV”, selain karena kualitas video, konten-konten dari

channel youtube “PinterPolitik TV” menghadirkan pembahasan isu-isu politik terkini

yang menambah wawasan terkait politik, selain itu juga konten-konten dari

“PinterPolitik TV” menampilkan konten-konten politik yang beragam dari berbagai

aspek dan perspektif seperti sejarah, peristiwa, tokoh, sistem politik, kebijakan, konflik,

gerakan, serta hal-hal yang memiliki pembahasan anti mainstream yang dibahas oleh

channel youtube “PinterPolitik TV” dari aspek budaya, seni, musik, anime, kesehatan,

demokrasi, dan hal lainya. Sehingga menumbuhkan kesadaran politik terhadap para

pemilih pemula yang menonton channel “PinterPolitik TV”, serta memberikan

informasi, wawasan, dan pengetahuan politik, hal ini dikatakan sebagai dorongan

pembentukan pandangan politik atau kecenderungan politik yang diakibatkan juga dari

intensitas menonton channel youtube “PinterPolitik TV” sehingga terciptanya bentuk-

88
bentuk partisipasi politik baik itu sebagai mahasiswa di media sosial ataupun di ruang-

ruang yang disediakan oleh negara secara baik dan rasional sesuai pilihan atau

pandangan politik penonton channel youtube “PinterPolitik TV”.

Konten-konten dari channel youtube “PinterPolitik TV” memiliki respon

persepsi yang baik dari mahasiswa yang menonton konten-konten “PinterPolitik TV”

adanya alternatif baru dalam penyampaian konten politik berupa video dengan konsep

yang fresh dan tidak kaku membuat ketertarikan dan intensitas menonton konten-

konten “PinterPolitik TV” cenderung berkembang, dengan dinyalakannya notifikasi

pada channel youtube “PinterPolitik TV” membuat setiap subscriber terbiasa

mengetahui rilis update konten terbaru dari channel youtube “PinterPolitik TV”. Selain

itu isi konten “PinterPolitik TV” yang memiliki beragam playlist pembahasan politik

dari berbagai perspektif. Seperti Sejarah, Peristiwa, Dinamika, ideologi, gerakan

politik, sistem politik, konflik politik, kebijakan-kebijakan politik serta pembahasan isu

politik terkini yang didukung dengan pandangan dari akademisi atau pengamat politik,

tokoh politik, dan pakar-pakar bidang-bidang tertentu. Sehingga menghasilkan konten

politik yang berkualitas, menambah pengetahuan, informasi, wawasan tentang politik,

mendorong tumbuhnya kesadaran atau melek terhadap isu-isu politik, sehingga

menciptakan pandangan atau kecenderungan pilihan politik tertentu yang pada akhirnya

menentukan bentuk-bentuk partisipasi politik para pemilih pemula yang mengakses

konten-konten politik di berbagai media sosial ditambah menonton konten-konten dari

channel youtube “PinterPolitik TV”.

89
5.1.4 PinterPolitik dan Literasi Politik

Media termasuk salah satu lembaga yang memiliki peran untuk melakukan literasi

politik dan dituntut untuk memberikan kontribusi dalam memberikan argumentasi yang

sehat kepada masyarakat. Media harus memberikan kontribusi dalam mencuptakan

pemilu yang demokratis dan jurnalisme damai, hal tersebut relevan dengan salah satu

fungsi media sebagai pengawas sosial. Saat ini media juga berintegrasi dengan media

sosial. Saat ini media juga berintegrasi dengan media sosial sebagai medium mereka.

PinterPolitik adalah salah satu media yang secara khusus membahas mengenai politik

dan melakukan literasi politik kepada sasaran pembaca mereka. Dalam konteks ini,

PinterPolitik mengoptimalisasikan media sosial mereka untuk melakukan literasi

politik.

Dalam dunia jurnalistik penggunaan media sosial juga dapat mendukung kerja-

kerja mereka, khususnya untuk penyebaran produk jurnalistik. Proses penyebaran

prosuk jurnalistik seperti berita maupun yang lain, aneka tampilan media sosial

dimanfaatkan dengan baik oleh media itu sendiri maupun oleh pembaca. Dalam

pemanfaatannya, media Instagram adalah media yang interaktif disbanding media

sosial lainnya yang dimiliki PinterPolitik. Hal ini sesuai dengan karakter media sosial

yaitu interaksi yang berarti pengguna bisa berinteraksi dengan baik dengan sesame

pengguna maupun dengan produsen konten media. Biasanya intraktivitas terjadi di

kolom komentar maupun mengirimkan pesan secara langsung melalui Direct

Messages.

Secara konsisten, akun PinterPolitik berisikan kumpulan infografik. Sebagai

teknik visual, infografik dapat memberikan sumbangsih dalam menyajikan berita atau

90
penyampaian pesan lain yang menjadi alternatif bagi professional dalam bidang

komunikasi visual dan kewartawanan. Dalam bidang jurnalistik, infografis menjadi

lahan keprofesian yang dapat mendatangkan keuntungan. Namun menurut PinterPolitik

dalam praktiknya infografik tidak hanya bisa ditafsirkan hanya sampai disitu.

Sebagaimana hasil wawancara bersama Krisantus Tobias, berkaitan dengan infografik

PinterPolitik bahwa:

“Selain cepat dan bersifat grafis, infografik adalah cara yang paling mudah ya
untuk orang-orang kalua lagi ada kerjaan atau istirahat paling dibuka yang
dilihat ya instagram atau twitter seringnya kayak begitu. Instagram Cuma
scroll-scroll doang kan. Kalau ada yang menarik, lebih cepat menyampaikan
sesuatu dibandingkan yang lain. Generasi sekarang cukup konten. Jadi itu
mengapa PinterPolitik lebih konsisten di media Instagram”

Maka PinterPolitik memaknai dan menggunakan infografik sesuai dengan

kebutuhan generasi saat ini yang mengiginkan segala sesuatunya bersifat cepat, praktis

serta selallu membutuhkan konten. Dalam membuat infografik terdapat beberapa

langkah seperti yang diungkapkan kembali oleh Krisantus (2021) yaitu:

1. Menentukan cerita infografik; hal ini dilakukan oleh tim PinterPolitik

dengan melakukan analisis dan ada sintesa perbandingan atau interpretasi

lebih lanjut atas suatu fenomena.

2. Menentukan topik yang sedang hangat dan dapat memecahkan masalah hal

ini dapat terlihat dari topik-topik yang diangkat didalam infografik yang

ditampilkan oleh PinterPolitik yaitu politik indentitas, survei politik, isu

spesifik masing-masing calon, seperti strategi politik, kebijakan dan

sebagainya.

3. Memilih tipe infografik; dalam penerapannya yaitu PinterPolitik

menggunakan sering menggunakan infografik dengan tipe statistik (terlihat

91
dalam infografik yang berisikan survey), komparasi (terlihat dalam

infografik berisi membandingkan kebijakan kedua calon), informasi

(terlihat dalam infografik yang berisikan isu-isu strategi, politik identitas

dan kebijakan masing-masing calon dan timeline (berisikan timeline

pilpres).

Seperti yang telah dipaparkan diatas generasi yang dimaksud oleh Krisan adalah

generasi millennial. PinterPolitik memiliki segmentasi utama yaitu mereka yang

berumur 18-24 tahun. Millennial didiskusikan oleh Bolton, (2013) adalah generasi yang

sering terpapar oleh teknologi, hal ini dikarenakan pertumbuhan cepat teknologi

komunikasi social networking dan globalisasi.

Faktor eksternal yang membentuk generasi millennial adalah penggunaan

media sosial. Generasi ini memiliki karakteristik dalam menggunakan media sosial

yaitu berkontribusi, sharing, mengkonsumsi atau mencari konten, berpartisipasi dan

bermain. Tetapi menurut PinterPolitik dalam mengklasifikasikan generasi millennial

tidak cukup hanya sampai pada penggunaan teknologi melainkan juga campur tangan

dan konsepsi masyarakat. “medium is a message”, ungkapan Marshall McLuhan yang

terus melekat hingga kini. Ungkapan McLuhan sangat relevan dengan pemanfaatan

media sosial yang dilakukan oleh PinterPolitik. menurut McLuhan bahwasannya

konten dan media saling berkaitan. Media yang dominan pada waktu tertentu akan

merubah cara berpikir, mengelola informasi serta menghubungkan satu sama lain.

Bahwasannya dalam konteks ini pemanfaatan media sosial memang ditujukan

untuk kelompok tertentu, dalam penelitian ini yaitu millennial. Media sosial diharapkan

akan merubah cara piker millennial terhadap politik yang awalnya dipandang sebagai

92
sesuatu yang kotor dan kuno yang akan berakhir pada kecendrungan mereka untuk

bersikap apatis, media sosial diharapkan dapat menjadi wahana untuk membuka

wawasan baru dan memperkenalkan politik bagaimana seharusnya.

Sebenarnya tidak ada konsep atau teori yang paten mengenai literasi politik.

Beberapa ahli hanya mengungkapkan mengenai konsep-konsep dan pandangan umum

dalam literasi politik dan terus dikembangkan seiring perkembangan teknologi. Peneliti

akan menggunakan gagasan Gun-Gun Haryanto yang mengadaptasi dari pemikiran

beberapa tokoh. Menurut Bernard Crick pada Essay on Citizenship, definisi sederhana

literasi politik ialah pemahaman praktis mengenai konsep-konsep yang dilihat dari

kehidupan sehari-hari dan penggunaan bahasa. Literasi politik juga dapat dimaknai

dengan upaya memahami seputar isu utama politik. Intinya, literasi politik merupakan

senyawa dari pengetahuan, keterampilan dan sikap

Seperti apa yang dipaparkan oleh Crick bahwasannya cara dalam melakukan

literasi politik adalah melalui pengetahuan, ketereampilan dan sikap, penulis akan

mengaitkan dengan konsep literasi berdasarkan penyajian data. Pada sisi pengetahuan,

PinterPolitik secara intens memberikan edukasi mengenai isu apa atau topik yang

sering dibahas atau isu popular, misalkan mengenai kebijakan masing-masing paslon,

strategi politik hingga politik identitas. Tetapi PinterPolitik lebih menekankan untuk

membahs mengenai isu kebijakan dan strategi politik masing-masing calon

dikarenakan penting bagi khalayak untuk mengetahui rekam jejak seperti program-

program kerja guna mempertimbangkan apakah calon sesuai dengan kebutuhan

pemilih.

93
Dari sisi keterampilan, PinterPolitik memiliki keterampilan berupa jurnalisme

interpretasi dalam menyusun konten sehingga penulisan berita dan infografik menjadi

lebih dalam dengan menulis atau membuat sesuatu yang tidak dilihat oleh media lain.

Didalam jurnalisme interpretasi, media sama-sama memiliki jurnalis, dan disampaikan

lebih presisi dan ada sintesa perbandingan. Jadi prosesnya adalah menganalisis berita

kemudian mengintepretasikannya. Ketiga adalah sisi sikap, dapat terlihat dengan

bagaimana PinterPolitik melihat kecendrungan pilihan masyarakat terhadap pilpres

melaui fitur polling di media sosial. Sikap penting untuk dilihat bagaimana dinamika

dan interaktivitas khalayak terhadap suatu fenomena.

Berdasarkan hasil polling dapat diketahui bahwa pilihan pengikut media sosial

PinterPolitik adalah Prabowo dan Sandi, walaupun kecendrungan preferensi politik

pengikut PinterPolitik adalah Prabowo dan Sandi hal tersebut tidak membenarkan

bahwa PinterPolitik termasuk media yang partisan.

Dalam melakukan literasi politik yang dikemukakan oleh Gun-Gun Haryanto,

adalah warga didorang untuk memaknai kebutuhan terhadpa informasi politik. Hal ini

dilakukan oleh PinterPolitik dengan memanfaatkan media sosial sebagai sarana

informasi dengan menggunakan medium infografik. Kedua, memutuskan bagaimana

strategi pencarian, hal ini dilakukan oleh PinterPolitik melalui pemilihan isu. Pemilihan

isu dilakukan dengan melihat apa yang ramai dibicarakan media massa untuk menjadi

isu utama. Ketiga, yaitu gerakan mengomunikasi informasi, hal ini berkaitan dengan

bagaimana media menginformasikan prosuk yang dimiliki media tersebut. hal ini

dilakukan PinterPolitik dengan menggunakan media sosial seperti Youtube, Instagram,

Twitter dan Facebook. Terakhir, mengevaluasi produk dari proses politik. Evaluasi

94
produk proses politik yang dilakukan oleh PinterPolitik adalah dengan kerap

memberikan informasi di media sosial berupa evaluasi kampanye masing-masing calon

yang berbasis pada isu.

Dalam proses demokratisasi dan literasi politik penggunaan media sosial

menurut PinterPolitik dirasa membantu karena ceapt dalam interaktivitas dan juga

sebaran informasinya. Juga media sosial membantu mengungkap informasi yang tidak

diungkapkan di media mainstream serta membantu masyarakat untuk menyampaikan

pendapat. Hal ini mendefinisikan literasi politik sebagai tujuan dari kemampuan

masyarakat, masyarakat yang terinformasi dan mempersiapkan masyarakta untuk

demokrasi.

5.2 Peran PinterPolitik sebagai Penyedia Informasi

Dengan melihat penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa literasi politik dan media

yang diusung oleh PinterPolitik mampu membangun kesadaran politik dalam proses

demokratisasi di Indonesia. Dengan melihat dari sudut pandang Bernard Crick dan

Sastroatmojo, kita juga mampu melihat bahwa konten yang di buat oleh PinterPolitik

dapat menumbuhkan tingkat partisipasi tertentu dalam perpolitikan Indonesia. Melalui

konten-konten yang segar dalam membangun kesadaran politik, dengan sajian info

dasar seperti pengetahuan soal gagasan calon presiden, statistik pemilih, dan mengajak

ke arah hal-hal yang bersifat interaktif dan dialogis mengenai visi misi calon presiden.

95
Gambar 5.1.5. Wawancara bersama Robertus

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Menurut Robertus, salah satu pegiat politik di Indonesia, Media arus utama

mempunyai preseden yang buruk, dengan membuat framing yang sarat akan polarisasi.

Selain itu, politisi yang memegang media punya potensi besar untuk memenangkan

sebuah kontestasi karena mendapat exposure yang lebih besar. Oleh karena itu literasi

media & politik bisa dikatakan kurang karena sarat akan polarisasi tersebut. Menurut

Robertus, PinterPolitik dapat menjadi acuan masyarakat milenial karena penggunaan

infografis, visual yang menarik dengan menyajikan data & fakta, berbobot serta lugas.

PinterPolitik juga mendapat apresiasi yang cukup baik dari khalayak. Respon

positif ini kita dapat dari beberapa responden yang dapat kita mintai pendapat tentang

hadirnya media baru seperti PinterPolitik dalam jurnalisme media di era disrupsi ini.

Dalam beberapa sesi wawancara penulis dengan beberapa narasumber, penulis

mendapatkan beberapa statement beragam, seperti:

“Menurut saya PinterPolitik itu bener-bener apa ya bisa dibilang… platform


media yang bisa bikin melek sih terhadap politik gitu, terhadap orang-orang
yang ibaratnya baru atau eee… orang awam gitu, yang baru mau belajar
politik. Mereka ngasih info-info yang gak cuman mendasar ya, tapi juga lebih

96
mendalam gitu sih menurut saya bagus sih PinterPolitik itu”. (narasumber 3
dalam wawancara ke 3).

Menggunakan platform Instagram, PinterPolitik memiliki akun yang diisi

dengan kumpulan infografik. Memanfaatkan media visual, informasi yang disajikan

lebih mudah untuk menarik minat audiens medianya jika berbentuk infografik yang

disajikan dengan gambar ilustrasi atau diagram yang dibentuk sedemikian rupa. Peneliti

melakukan wawancara dengan ilustrator PinterPolitik untuk mendapatkan lebih jauh

gambaran mengenai bentuk informasi di media digital.

“Selain cepat dan bersifat gratis, infografik adalah cara yang paling mudah ya
untuk orang – orang kalau lagi ada kerjaan atau istirahat paling dibuka yang
dilihat ya instagram seringnya kaya gitu. Instagram cuma di scroll-scroll doang
kan. Kalau ada yang menarik, lebih cepat menyampaikan sesuatu dibandingkan
yang lain. Generasi sekarang cukup konten. Makanya tadi kenapa kamu bilang
instagram itu jauh lebih, ummm, jadi itu mengapa PinterPolitik itu konsisten di
Instagram.”

Wawancara dengan ilustrator PinterPolitik memperlihatkan bahwa penggunaan

media digital dapat menekan biaya produksi sekaligus mendapatkan lebih banyak

audiens, yang mana berdampak kepada penyediaan informasi yang lebih efektif dan

bermakna bagi pengonsumsi media.

Selain PinterPolitik mampu memberikan infiltrasi nilai-nilai yang dapat

diterima oleh hampir semua khalayak, khususnya generasi millenial, hasil wawancara

diatas juga menjadi bukti, bahwa PinterPolitik mampu memainkan peran menjadi

media alternatif yang menyediakan arus informasi dengan sumber dan data yang valid,

serta memberikan dampak yang rasional terhadap pemilih. Terdapat berbagai alasan

bahwa media baru mampu memberikan dampak yang signifikan, selain melalui nilai

97
dan isi berita yang dibawa, pun dari segi tampilan juga mampu memberikan interpretasi

tersendiri bagi khalayak.

“Kalau platform di Instagram, mungkin bagi pengguna aktif yang menarik dari
PinterPolitik diluar konten itu paling infografisnya, karena bagi kaum
millennial perkara desain itu berpengaruh terhadap afeksi kita membaca atau
tidak. Hal ini juga berkaitan terhadap literasi. Faktor lainnya mungkin karena
kemajuan media massa juga sih, PinterPolitik salah satu platform yang
bergerak di bidang social politik yang cukup banyak diikutin sama kaum
millennial, karena mulai dari infografis yang memudahkan kita untuk
membaca, serta desainnya yang oke”.

Hasil wawancara di sesi kedua ini, penulis membuktikan bahwa tampilan dan

bentuk sajian data juga berpengaruh terhadap minat baca dan konsumsi khalayak.

PinterPolitik menyediakan dan menyajikan bahasa yang tidak terlalu rumit, cenderung

sederhana dan dengan tampilan yang simple dan kekinian.

“Nah itu biasanya strateginya kita adalah mengikuti apa yang lagi ramai
dibicarakan di media-media mainstream yang menjadi isu utama, trending
terus nanti kita masukkan ke instagram dengan pemilihan nilai informasi yang
penting mana yang tidak. Itu pasti ada, paling juga misalnya kalau untuk
meningkatkan konten yang sesuai dan dimaui oleh pembaca atau pengikut ya
kita juga pasti bisa ya ada usulan gak ini kontennya lebih bagus atau sesuai
seperti apa gitu. Yang sesuai yang dimaui kan. Terus komentarnya juga
mungkin sering banyak. Jadi ada engagement-nya terjadi di situ.”

Wawancara dengan pemegang sosial media PinterPolitik memperlihatkan

bahwa, sebagai media alternatif, PinterPolitik mengikuti isu-isu yang sedang tren untuk

mendapatkan engagement. Engagement ini membuktikan bahwa penyedia media

seperti PinterPolitik memperoleh respons balik, tidak hanya satu arah tetapi menjadi

dua arah. Ini membuat PinterPolitik diminati oleh audiensnya.

98
Gambar 5.1.6. Wawancara dengan Pak Adek

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Peneliti kemudian melakukan wawancara kepada pakar komunikasi, Pak Adek,

berkaitan dengan kehadiran PinterPolitik sebagai media edukatif politik.

“Kemudian PinterPolitik ini bisa menyampaikan sesuatu yang baru, apakah itu
dari sisi eksklusivitas, apakah itu dari sisi cara melaporkan, apakah itu dari sisi
penyampaian, penyajian beritanya, maka itu akan menjadi sebuah nilai plus,
itu justru menambah, memperkaya diskusi kita tentang politik. Jadi media-
media baru ini kalau bisa ya didukung gitu, harus tumbuh terus.”

Menurut Pak Adek, kehadiran media-media baru seperti PinterPolitik harus

diapresiasi karena membawa novelty di tengah keringnya pembahasan informasi yang

bersifat politik. New media ini, oleh karenanya, harus tetap didukung sebagai salah satu

upaya menjaga sehatnya ekosistem media dan agar terus mendorong fungsi dari

jurnalistik, yakni mampu menjadi penjaga gerbang pintu kekuasaan.

Tidak hanya sajian data dan konsep pengemasan berita, penulis juga

menemukan beberapa hal yang menjadi kekurangan PinterPolitik. Misalkan tidak

memberikan informasi yang sistemik secara metodik pemikiran. Banyak konten yang

99
tidak dilengkapi dengan pertanyaan kenapa dan mengapa. Seringkali berita yang

semacam ini tidak disajikan secara lugas dalam beberapa konten PinterPolitik.

5.2.1 PinterPolitik sebagai Aktor Cyberdemocracy

Demokrasi dan media memiliki hubungan yang resiprokal. Di satu sisi demokrasi

membutuhkan media sebagai alat komunikasi politik, baik oleh pemerintah maupun

oleh masyarakat, di sisi lain media hanya dapat berfungsi bagi kepentingan masyarakat

luas dalam sistem politik yang demokratis. Sistem politik yang demokratis

dimaksudkan untuk membedakannya dari sistem otoritarian atau totalitarian.

Hubungan saling membutuhkan antara media dan demokrasi dapat ditelaah dari

dua sudut pandang secara simultan, yaitu: sudut pandang makro dan sudut pandang

mikro. Sudut pandang makro melihat struktur dalam sistem media dan bagaimana

sistem tersebut mempengaruhi politik. Pada umumnya, karakter sistemik yang paling

berpengaruh adalah pola peraturan pemerintah, pola kepemilikan media, pola program

acara, struktur audiens, dan karakter penonton (viewership). Sementara pendekatan

mikro lebih fokus pada investigasi efek komunikasi politik pada tingkat individual.

Dengan demikian, sukses-tidaknya media dalam membangun demokrasi sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Sekadar contoh, pada tingkat

mikro, walaupun media sudah berusaha untuk menfokuskan pemberitaan yang terkait

dengan kepentingan masyarakat secara kritis, namun jika masyarakat tidak memiliki

cukup kapabilitas untuk menerima informasi tersebut secara rasional, maka berita

tersebut menjadi tidak banyak bermakna. Faktor yang mempengaruhi kapabilitas

individual ini mencakup ketertarikan pada isu publik, kemampuan literasi, punya akses

terhadap media, dan lain-lain. Idealnya, dalam demokrasi setiap warga negara sudah

100
memiliki kesadaran politik yang cukup. Dengan kata lain dia tidak hanya mampu

memahami isu-isu politik, melainkan sadar dan terdorong untuk mencari informasi

yang dia gunakan sebagai pedoman untuk menentukan pilihan politiknya. Faktor-faktor

inilah yang ada pada tingkat mikro.

Pada tingkat makro, media awalnya ditentukan oleh sistem politik. Sistem

politik yang otoriter akan membentuk corak media yang terkungkung. Sistem politik

yang demokratis akan menghasilkan media yang liberal (Hackten, 1981; Siebert,

Peterson, & Schramm, 1963). Namun realitas politik di dunia saat ini, khususnya

setelah perang dunia ke-dua, media lebih tepat ditempatkan dalam konteks politik

demokrasi. Walaupun harus diakui bahwa keberadaan media dalam konteks politik

demokrasi, tidak serta merta akan menjadi tulang punggung proses menuju demokrasi

yang substantif.

Sejalan dengan itu, pada tingkat makro terdapat dua model pengaturan media,

khususnya media penyiaran, yaitu: public service model dan commercial model,seperti

yang ada di Inggris dan Amerika Serikat. Pembeda yang paling utama antara keduanya

adalah: public service broadcasting lebih fokus pada berita dan isu-isu publik,

dokumenter, seni, musik, permainan, sementara commercial lbroadcasting lebih

menekankan hiburan(Mughan& Gunther, 2000: 10). Sehingga kedua model ini akan

memberikan kadar kontribusi positif yang berbeda pada demokrasi. Pada intinya,

sistem penyiaran publik lebih menyediakan kesempatan bagi tumbuhnya demokratisasi

lewat fungsi media.

Sementara media dalam sistem otoritarian sudah pasti tidak akan berpihak pada

masyarakat. Hal ini disebabkan karena media telah diambil alih oleh politisi sebagai

101
alat propaganda. Sementara itu, dalam demokrasi media juga belum tentu berpihak pada

kepentingan masyarakat: keberpihakan itu misalnya dapat ditunjukkan lewat orientasi

pemberitaannya. Ketidakberpihakan media pada demokrasi ini disebabkan oleh media

telah banyak mengabdi pada kepentingan bisnis.

Pada akhirnya media konvensional (khususnya televisi) yang awalnya

diharapkan dapat berperan sebagai ujung tombak sarana komunikasi politik dan ruang,

malah tergerus oleh kepentingan pemilik modal. Media konvensional pada hakekatnya

merupakan lembaga bisnis. Walaupun eksistensinya pada awalnya ditentukan oleh

faktor politik dan teknologi, namun dalam keberlangsungan hidupnya lebih ditentukan

oleh faktor ekonomi. Di tengah ironi media dalam demokrasi inilah muncul kekuatan

baru berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Teknologi media baru dalam konteks ini menjadi variabel independen untuk

mengubah corak komunikasi politik dalam demokrasi. Media baru, khususnya internet

dan world wide web, merupakan hasil revolusi teknologi komunikasi dan informasi.

Media baru ini dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang termasuk bidang ekonomi,

pendidikan, budaya, bahkan politik. Walaupun masih baru, tetapi harapan besar

ditujukan pada media ini untuk berbagai segi kehidupan karena karakter memampukan

(enabling) yang dimilikinya. Serta secara struktural, media baru sangat jauh berbeda

dengan media konvensional baik dalam hal isi,fungsi, institusi, maupun akses publik.

Kekuatan media baru ini diyakiniakan menguatkan demokrasi. Asumsi ini

didasarkan pada kesesuaian antara karakter media baru dan karakter demokrasi.

Demokrasi mencerminkan kesetaraan, pengakuan atas perbedaan, kebebasan,

partisipasi, dan perlindungan atas hak-hak dasar manusia.. Dalam media baru nilai-nilai

102
demokrasi tersebut terealisasi. Media baru membuka ruang yang bebas (bahkan

cenderung tak terbatas), ditopang oleh prinsip kesetaraan (equality), dan kebebasan

(freedom), serta setiap orang punya peran sebagai pencipta (produser) yang

independen. Kekuatan lain media baru terletak pada kemampuan partisipatifnya.

Partisipasi sesungguhnya adalah prinsip dasar demokrasi. Benjamin Barber91

mengatakan bahwa partisipasi, pada akhirnya, memperluas (enhances) kekuatan

masyarakat, dan mewujudkannya dalam sebuah kekuatan moral, sesuatu yang dalam

sistem politik non-partisipatif tidak terjadi.

Dalam menentukan target primer khalayaknya, Pinter Politik secara

terangterangan mencantumkan target primer mereka pada tagline “Suara Politik

Millennial Indonesia” yaitu millennial. Hal ini diperkuat dengan hasil riset yang

dilakukan oleh APJII di tahun 2017 menemukan fakta bahwa penetrasi pengguna

internet berdasarkan usia di Indonesia paling tinggi diduduki oleh rentang usia 13-18

tahun sebanyak 75,50% disusul pada posisi kedua oleh rentang usia 19-34 tahun

sebanyak 74,23%, angka presentasi ini menunjukan bahwa millennial mendominasi

penggunaan internet di Indonesia. Pada penelitian yang sama, tepatnya pada bulan

Februari-September 2017 merilis data bahwa media sosial menjadi sumber informasi

yang paling banyak digunakan kalangan millennial akar rumput Indonesia (usia 17-36

tahun) dengan presentase sekitar 79% dan mengemukakan fakta mengenai topik-topik

yang diminati oleh generasi millennial akar rumput, sekaligus menempati tiga posisi

teratas adalah musik, film dan agama. Sedangkan topik terendah ditempati oleh hal-hal

yang berkaitan dengan nasionalisme, literatur dan politik. Riset tersebut menemukan

91
Barber, Benjamin. (1990). Strong Democracy: Participatory Politics for a New Age. Berkeley, Los
Angeles, London: University of California Press, hlm.8.

103
bahwa hanya 9% dari millennial akar rumput Indonesia yang tertarik dengan politik.

Generasi ini enggan untuk mengambil risiko meski mereka terbuka akan pemikiran

baru. Hal ini pun diperkuat dengan hasil survei yang dilakukan oleh CSIS (Center for

Strategic & International Studies) di tahun 2017 yang menunjukan bahwa minat

millennial terhadap pembahasan isu sosial dan politik lebih rendah dibandingkan minat

non millennial terhadap isu tersebut.

Padahal posisi generasi millennial sangatlah diperhitungkan, melihat generasi

ini adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan dari demokrasi. Sebagai

media massa yang memanfaatkan new media sebagai sarana penyebaran informasi,

Pinter Politik yang berdiri pada tahun 2016 menjadi satusatunya media massa

jurnalisme politik yang menyasar millennial sebagai market utama dan memberikan

perspektif dan pengemasan berbeda mengenai fenomena perpolitikan Indonesia dari

media mainstream lainnya. Saat beberapa media terangterangan memunculkan

keberpihakannya dalam satu pandangan politik, media yang menyasar millennial ini

mengklaim bahwa ia bergerak independen dan berkomitmen untuk memberikan

pandangan politik dari berbagai perspektif yang tidak memihak satu pihak saja.

5.3 Segmentasi dan Strategi Pinter Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Politik

Strategi digunakan untuk menghadapi era disrupsi informasi yang kian marak ini.

Menurut salah satu redaktur senior PinterPolitik, yaitu Krisan Tobias berkata:

“Pengemasan berita ini yang menjadi kelebihan dari PinterPolitik karena


mungkin bisa dibilang kami salah satu pelopor yang membuat pengemasan
macam ini di media sosial. Selain itu ada juga artikel khas kami yang dapat
dilihat di situs web kami, yaitu In-Depth yang merupakan artikel berita yang
memperhatikan analisis, teori, kajian, maupun filosofi dari tema yang diangkat
menjadi artikel”

104
Dalam hal ini Tobias tidak menekankan pada kecepatan dan tidak sembarangan

dalam menangkap topik berita. PinterPolitik lebih menekankan analisis, kedalaman

teori serta filosofi. Namun hal ini tidak berlaku pada konten yang dimuat dalam kanal

Instagram tapi berlaku pada kanal web PinterPolitik. Selain mengedepankan analisis,

kedalaman teori maupun filosofi, PinterPolitik juga menyediakan kolom tersendiri

untuk beberapa pembaca setianya. Seperti yang diutarakan Tobias berikut ini: “Ada

artikel Celoteh, yaitu artikel yang bersifat satire karena menggabungkan unsur budaya

pop terhadap tema artikel yang diangkat” Redaktur PinterPolitik melihat generasi

millenial sebagai sumber daya yang potensial. Namun karena kondisi literasi politik

Indonesia tidak cukup baik, Pinter Politik memberikan nuansa baru dalam genre

kepenulisan artikel. Tidak lain karena generasi millenial hari ini cukup mudah

menerima bahasa yang sederhana dan tidak terlalu akademik.

“PinterPolitik itu selain memberi edukasi politik juga menyoroti hal yang tidak
disoroti oleh portal-portal itu dan dianggap penting sebenarnya, misalnya pas
Prabowo kemarin marah-marah di GBK, semua media memberikan negatif
padahal bisa dilihat secara positif karena merupakan salah satu strategi untuk
membentuk citra. Terutama untuk hubungannya dia dengan para pemilih
setianya. Jadi ada sisi positif itu yang tidak dilihat, dan itu yang PinterPolitik
kasih gitu.”

Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab materi politik PinterPolitik,

dapat dilihat bahwa PinterPolitik mampu menyajikan perspektif baru dalam melihat

suatu isu yang sama. Hal ini berkaitan dengan bagaimana PinterPolitik membuat

strategi partisipasi politik dalam bentuk informasi kepada audiens pembacanya. Dengan

kata lain, PinterPolitik dapat menyajikan informasi yang sama, namun dikemas secara

berbeda menggunakan teori politik. Sehingga, bisa dikatakan bahwa PinterPolitik

secara aktif melakukan literasi politik kepada audiensnya.

105
Wawancara dengan Pakar Komunikasi melihat bahwa New Media, salah

satunya PinterPolitik, sangat berkontribusi dalam meningkatkan partisipai politik.

“Reportase yang detail, visual jurnalisme... itu sudah membantu publik untuk
meningkatkan literasi. Publik menjadi lebih aware dengan kondisi politik, dan
publik menjadi tidak buru-buru mengambil keputusan, ketika ada suatu sebuah
peristiwa politik atau kejadian, termasuk kasus pembakaran halte busway, gitu
kan. Oh ternyata ada kelompok tertentu yang diduga di belakang ini. Kaya
gitu.”

Menurut Robertus, masyarakat jenuh dan kemudian mencari referensi lain yakni

menuju ke media alternatif. Media alternatif sekarang cenderung dijadikan referensi

oleh pemerintahan dalam pengolahan konten (seperti KSP, beberapa kementerian). Ini

membuat media konvensional dan arus utama juga bertransformasi mengoptimalkan

media digital. Namun, untuk sekarang, dari segi kualitas, media alternatif, seperti

PinterPolitik, lebih baik daripada media konvensional yang sarat akan polarisasi.

PinterPolitik merupakan jenis media baru yang mampu menarik perhatian

khalayak, khususnya generasi millenial. Besarnya potensi generasi millenial ini,

menjadikan frasa “millenial” sebagai tagline utama PinterPolitik. Bisa kita simpulkan

bahwa menyajikan infografis, gaya bahasa yang cenderung lugas dan sederhana, serta

menggunakan tagline millenial merupakan strategi PinterPolitik untuk mewarnai

proses demokratisasi di Indonesia. Tidak hanya menemukan strategi yang tetap, namun

PinterPolitik menghadapi tantangan baru, yaitu mempertahakan kreatifitas dan

mempertahakan model pengemasan, serta tentunya bobot substansi setiap konten yang

diterbitkan agar dapat bertahan di era disrupsi media seperti sekarang ini.

Partisipasi dapat diasosiasikan dengan adanya kesadaran politik (political

awareness), kesadaran tersebut selanjutnya diaktualisasikan melalui ekspresi politik,

baik itu partisipasi dalam pemilu ataupun penyuaraan aspirasi melalui kanal-kanal yang
106
disediakan oleh demokrasi.92PinterPolitik sebagai sebuah media alternatif yang muncul

pada momen kontestasi politik di tahun 2019, mampu menawarkan beberapa hal yang

tidak dimiliki oleh media arus utama lain, yakni kemampuan dalam memberikan

analisis politik yang in-depth melalui cara yang interaktif. Melalui cara ini, pinterpolitik

berdasarkan hasil wawancara diatas mampu menggungah pemilih, terutama yang

berasal dari segmen pemilih pemula atau kalangan milenial, untuk “setidaknya”

memberi perhatian pada isu politik karena mayoritas merasa pemberitaan politik yang

tersedia hari ini gagal untuk menyajikan fakta dan data yang berimbang. Menurut,

Jeffrey J. Mondak, exposure pada pemberitaan politik tidak secara korelatif menambah

wawasan seseorang mengenai perpolitikan nasional dan internasional tetapi

memberikan kontribusi pada self-perceived knowledge terkait dinamika perpolitikan

lokal.93PinterPolitik tidak serta merta mampu menaikkan pemahaman publik tentang

perpolitikan secara signifikan, tetapi mampu untuk menjadi alternatif kanal untuk

memahami politik, terutama dalam konteks Pilpres 2019, dengan sudut pandang yang

berbeda.

5.4 Kelebihan dan Kekurangan Konten PinterPolitik

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dibahas pada bab-bab sebelumnya, penulis

menyimpulkan ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki PinterPolitik

dalam melakukan literasi politiknya. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan yang

dimiliki oleh PinterPolitik.com

92
Zaller, J. (1990). Political awareness, elite opinion leadership, and the mass survey response. Social
Cognition, 8(1), 125-153.
93
Mondak, J. J. (1995). Newspapers and political awareness. American Journal of Political Science,
513-527.

107
Kelebihan dari konten yang dimiliki PinterPolitik adalah dalam penyampaian

mengenai literasi politik menggunakan platform digital atau media sosial seperti

Instagram, Twitter, Channel Youtube dan Halaman Facebook dalam penyajian konten

didalam media sosail tersebut variasi konten yang beragam dan menyajikan banyak

pilihan sesuai preferensi khalayak umum dari pemanfaatan media sosial yang optimal

ini pula yang dapat menjaring penonton yang lebih luas dan khususnya menyentuh

generasi millennial di seluruh nusantara.

Dalam kekurangannya PinterPolitik memiliki Pembuatan konten yang belum

konsisten dan masih ditemukan platform yang tidak up to date selama berhari-hari serta

Isu yang dikaji masih perlu ada peningkatan lagi dalam sisi risetnya, agar banyak variasi

dan tetap bersubstansi dan masalah jaringan internet yang belum memadai di pelosok

Indonesia maka masih ada daerah yang belum terkoneksi dengan internet dan juga ada

kesenjangan teknologi di daerah. Oleh karena itu, media PinterPolitik belum diarasa

optimal dalam menjaring audiens di pelosok Indoneisa.

Untuk lebih mudahnya penulis paparkan melalui tabel berikut adalah kelebihan

dan kekurangan yang dimiliki oleh PinterPolitik.com:

Bagan 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Konten PinterPolitik

Kelebihan Kekurangan

Literasi politik dengan menggunakan Pembuatan konten yang belum

platform digital seperti Instagram, konsisten dan masih ditemukan platform

Youtube, Twitter

108
yang tidak up to date selama berhari-

hari

Variasi konten yang beragam, Isu yang dikaji masih perlu ada

menyajikan banyak pilihan sesuai peningkatan lagi dalam sisi risetnya,

preferensi khalayak agar banyak variasi dan tetap

bersubstansi

Menjaring penonton yang lebih luas dan Masih belum tepat sasaran karena masih

menyentuh generasi millennial di ada daerah yang belum terkoneksi

seluruh nusantara dengan internet dan juga ada

kesenjangan teknologi di daerah

109
BAB VI

PENUTUP

Pada bab terakhir ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian yang sudah

dipaparkan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan ini diharapkan dapat membantu

mengurai dan mengajak pembaca agar dapat memahami serta menemukan pokok

persoalan terkait rumusan masalah penelitian ini. Sedangkan terkait saran, murni

merupakan bentuk motivasi sebagai peneliti untuk membuka khazanah keilmuan yang

lebih luas dan dalam lagi.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan hasil penelitian di bab-bab sebelumnya, penulis

mendapatkan kesimpulan bahwa PinterPolitik memberikan dukungan terhadap literasi

media terutama literasi politik sebagai dukungan dari komponen praktik masyarakat

yang demokratis. Lewat metode pemberian informasi kepada khalayak yang

disesuaikan dengan bentuk media digital, PinterPolitik berhasil mendapatkan

engagement yang potensial untuk pemenuhan partisipasi politik digital (cyberpolitics).

Karakteristik audiens PinterPolitik sebagai digital natives yang melek internet

juga memberikan suatu bentuk diskursus politik baru di lanskap digital, yang dapat

terlihat dari penggunaan infografis, kolom komentar, dan sebaran postingan. Dengan

kata lain, praktik-praktik yang dijalankan oleh PinterPolitik memberikan suatu

optimalisasi dalam menggambarkan nuansa berita yang tersegmentasi politik yang

berbeda dengan media utama, seperti pemberian informasi mengenai cara kerja

kampanye pemilu di tahun 2019; perbedaan antara wewenang legislatif, eksekutif, dan

110
yudikatif; serta informasi-informasi terkait politik yang beredar di media sosial namun

disajikan dalam perspektif yang segar.

Bentuk praktik-praktik yang dijalankan dapat dilihat dari bagaimana bentuk

media internet itu sendiri yang mediumnya berbeda dibandingkan dengan internet.

Kolom komentar, fitur berbagi, dan format visual atau audiovisual lebih ditekankan

oleh PinterPolitik sebagai sarana untuk menyebarkan awareness atau kesadaran

mengenai fenomena politik terkini. Literasi politik dalam bentuk seperti ini dapat

dikatakan efektif pada generasi Millenial yang tak ‘lepas’ dari gawainya setiap waktu.

6.2 Saran

Penelitian ini membuka lebih banyak potensi penelitian yang berkenaan dengan media

sebagai sarana literasi politik lewat medium digital. Berbagai informasi yang

disampaikan secara berbeda akibat disrupsi informasi menghasilkan fenomena baru

untuk diteliti. Peneliti selanjutnya dapat melihat sejauh apa dampak dari disrupsi

informasi ini kepada literasi politik masyarakat, terutama berkenaan dengan potensi

keikutsertaan politis lewat pemilihan umum atau sikap pada suatu politisi. Selain itu,

audiens dari media digital memperlihatkan perilaku-perilaku yang khas, yang

mempunyai potensi politik berbeda dibandingkan dengan audiens generasi

sebelumnya.

Penulis memberikan saran atau masukan kepada media Pinter Politik agar

kedepannya dapat bisa lebih baik atau ditingkatkan lagi dalam membuat dan menyusun

konten politik mereka. Selain itu, konsistensi juga sangat diperlukan karena mengingat

konsistensi dalam memperjuangkan nilai juga cukup sulit. Tidak hanya itu, sebagai

bagian dari jurnalisme, konten yang disediakan harus tetap menjunjung tinggi nilai

independensi. Karena jika mau di lihat secara seksama, konten yang disediakan oleh

111
PinterPolitik lebih banyak pada orientasi calon presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amien

dalam segi ulasan konten politik. Jika memungkinkan juga PinterPolitik mempunyai

tim sendiri untuk dapat membuat konten yang tidak bersifat repost. Tidak hanya itu,

lebih baik lagi jika PinterPolitik mampu memberikan pengetahuan baru dalam konteks

demokrasi.

Selain itu, peneliti yang memiliki ketertarikan untuk membahas signifikansi

media alternatif dalam konteks demokrasi dapat memberikan perhatian bagaimana

media tersebut beririsan dengan kekuasaan (power play) dan bagaimana media tersebut

memberikan kontribusi pada ekosistem demokrasi mengingat media merupakan salah

satu pilar integral demokrasi.

112
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Bakti, Andi Faisal, dkk. 2012. Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi.

Creeber, G. & Martin, R (ed.). 2009. Digital Cultures: Understanding New Media, Berkshire-
England: Open University Press.

Lievrouw, L., and Livingstone, S. 2006. Handbook of New Media: Social Shaping and Social
Consequences. New York: SAGE Publications Ltd

Mondry. 2008. Teori dan praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Schwab,Klaus. 2017. The Fourth Industrial Revolution. Crown Business Press.

Hartley, J. 2012. Communication, cultural and media studies: The key concepts. Routledge.

Mickoleit, Arthur. 2014. Social Media Use by Governments: A Policy Primer to Discuss
Trends, Identify Policy Opportunities and Guide Decision Makers

Potter, W.J. 2005. Media Literacy. Upper Sadler River, New Jersey: Prentice Hall.

Rianto, P. 2013. Epilog: Menimbang Kontribusi Literasi Media bagi Penguatan Demokrasi. In
I. Poerwaningtias, P. Rianto, M. Ni’am, W. M. Adiputra, D. Marganingtyas, E. Mirasari,
& A. N. Misbah (Ed.), Model-Model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan Media di
Indonesia (hal. 193–206). Yogyakarta: Pusat Kajian Media dan Budaya Populer

Silverblatt, A. 1995. Media Literacy: Keys to Interpreting Media Messages. London:


Praeger.
Richard West dan Lynn H. Turner. 2008. Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi :
Buku 2, Jakarta: Salemba Humaika hlm 137
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Alfabeta, Bandung.

Sujarweni, V. Wiratna. 2015. SPSS Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Moleong, L.J. 1994. Media penelitian kualitatif (cetakan kelima). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five
Tradition. London: Sage Publications

Maryadi, dkk. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Hasan, M. Iqbal, 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.


Penerbit Ghalia Indonesia : Jakarta

113
Lincoln, Yvonna S & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. California: Sage.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.

Crick, Bernard, 2000. Essays on Citizenship, London : Bloomsbury Publishing.

Heywood, A. (2014). POLITIK Edisi ke 4 (4th ed.). Yogjakarta: Pustaka Belajar.

Loader, B. D., & Mercea, D. (Eds.). (2012). Social media and democracy: Innovations
in participatory politics. Routledge.

Hill, D. T., & Sen, K. (2005). The Internet in Indonesia's new democracy. Routledge.

Heryanto, A. (2008). Pop culture and competing identities. Popular culture in


Indonesia: Fluid identities in post-authoritarian politics, 1-36.

Stacey, E. (2015). The Pamphlet Meets API: An Overview of Social Movements in the
Age of Digital Media. Promoting Social Change and Democracy through
Information Technology, 1-25.

Diamond, L., & Plattner, M. F. (Eds.). (2012). Liberation technology: Social media and
the struggle for democracy. JHU Press.

Herdiansah, A. G., & Sumadinata, W. S. (2019). Indonesia’s political culture in the new
digital age: A preliminary discussion. Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik, 32(4), 378-389.

Ambardi, K., Parahita, G., Lindawati, L., Sukarno, A., Aprilia, N., Dragomir, M., ...&
Tambini, D. (2014). Mapping digital media: Indonesia. London: Open Society
Foundation.

Mietzner, M. (2014). Indonesia's 2014 elections: How Jokowi won and democracy
survived. Journal of Democracy, 25(4), 111-125.

Utomo, W. P. (2013). Menimbang media sosial dalam marketing politik di Indonesia:


belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, 17(1), 67-84.

Jurnal
Sutisna, Agus, 2017 “Peningkatan Literasi Politik Pemilih Pemula Melalui Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA,
hal. 259

Rahadi, Dedi Rianto. 2017. Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial, Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan, Vol 5 no 1, 2017, hal 58-70

114
Sáez-Martín, A., Haro-de-Rosario, A., & Caba-Perez, C. 2014. A vision of social media in the
Spanish smartest cities. Transforming Government: People, Process, and Policy, 8(4),
521–544.

Baumgartner, Jody C dan Jonathan S. Morris. 2009. MyFaceTube Politics: Social Networking
Web Sites and Political Engagement of Young Adults, p. 24-44

Cassel, C. A., & Lo, C. C., 1997. “Theories of Political Literacy” dalam jurnal Political
Behavior, Volume 19, Nomor 4 Tahun 1997.

Westholm, Anders, Arne Lindquist, and Richard G. Niemi (1990). Education and the making
of the informed citizen: Political literacy and the outside world. In Orit Ichilov (ed.),
Political Socialization, Citizenship Education, and Democracy. New York: Teachers'
College.

Riaz, Saqib. 2010. Effects of New Media Technologies on Political Communication.Journal


of Political Studies, Vol.1 Iss.2.

Charalabidis, Y., N. Loukis, E., Androutsopoulou, A., Karkaletsis, V., & Triantafillou, A.
(2014). Passive crowdsourcing in government using social media. Transforming
Government: People, Process and Policy, 8(2), 283–308.

Alatas, Salim. 2014. “Media Baru, Partisipasi Politik, dan Kualitas Demokrasi” Diakses dari
https://www.academia.edu/6433955/media_baru_partisipasi_politik_dan_kualitas_dem
okrasi tanggal 28 Juni 2020 pukul 15.41

Simarmata, Salvatore. 2014. “Media Baru, Ruang Publik Baru, Dan Transformasi Komunikasi
Politik Di Indonesia” Diakses
darihttp://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/fiabikom/article/view/721 tanggal 28 Juni 2020
pukul 12.14

Eriyanto .2018. “Disrupsi” Diakses dari


http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/viewFile/9945/67546121 tanggal 29 Juni
2020 pukul 18:15

Hui, J. Y. (2020). SOCIAL MEDIA AND THE 2019 INDONESIAN ELECTIONS. Southeast
Asian Affairs, 155-172.

Syafiul Hadi. (2019). 5 Pro Kontra Ucapan Jokowi Soal Propaganda Rusia. Tempo.co.
https://nasional.tempo.co/read/1172567/5-pro-kontra-ucapan-jokowi-soal-propaganda-
rusia, diakses pada 20 Me 2021

Website
Dythia Novianty, ”Generasi Milenial Kuasai Penggunaan Internet Indonesia pada Tahun 2018”
diakses dari https://www.suara.com/tekno/2019/05/16/100858/generasi-milenial-
kuasai-penggunaan-internet-indonesia-pada-tahun-2018, pada tanggal 22 Juni 2020
pukul 14:48

https://www.kbbi.web.id/disrupsi. Diakses pada 28 Juni 2020 pukul 18:55

115
Frizki Yuliansyah, “Hilangnya Legitimasi Kepakaran di Era Cyberdemocracy” Diakses dari
http://pmb.lipi.go.id/hilangnya-legitimasi-kepakaran-di-era-cyberdemocracy/ pada
tanggal 23 Juni 2020 pukul 19.50

https://www.pinterpolitik.com/profileDiakses pada 17 Agustus 2020 pada pukul 17:41 WIB

Marketeers. (2010). Attitude and behavior of internet users in Indonesia.


https://www.hugedomains.com/domain_profile.cfm?d=the-marketeers&e=com, diakses
pada 16 Mei 2021

DATAREPORTAL. (2019). Digital 2019: Indonesia. https://datareportal.com/reports/digital-


2019-indonesia, diakses pada 20 Mei 2021

Ben Bland. (2019). The Mind-Boggling Challenge of Indonesia’s Election Logistics. Lowy
Interpreter. https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/mind-boggling-challenge-
indonesian-election-logistics, diakses pada 20 Mei 2021

News Desk. (2019). ‘Nyoblos Yuk’: Instagram Taps @komikazer to Launch First Election
Stickers. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/life/2019/04/15/nyoblos-
yuk-instagram-taps-komikazer-to-launch-first-electionstickers.html, diakses pada 20
Mei 2021

Reska K. Nistanto. 2021. Jumlah Pengguna Internet Di Indonesia Tahun 2021 Tembus 202 Juta
Jiwa. Kompas.com https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-
pengguna-internet-indonesia-2021-tembus-
202https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-
internet-indonesia-2021-tembus-202-jutajuta. Diakses pada 10 Juni 2021

Skripsi
Mohamad Firman Hadi, 2019.Analisis Kajian Literasi Politik Pada Chanel Youtube
Asumsi.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Wiji Agustin Sasmita, 2019.Strategi Redaksi Tirto.id Dalam Penyajian Berita di Media
Online.Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Afindiary Novalinda Viany. 2017. Media Baru dan Partisipasi Politik (Pengaruh
Twitter Terhadap Tingkat Partisipasi Politik Remaja dalam Pilkada Serentak
2015 pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi dan Informatika Universitas
Muhammadiyah Surakarta Angkatan 2014. Universitas Muhammadiyah
Surakarta

116
LAMPIRAN

Daftar Bagan

Bagan 2.1 Kerangka Penelitian oleh Penulis……………………………………30

Bagan 2.2 Susunan Redaksi PinterPolitik ………………………………………65

Bagan 2.3 Bagan Kelebihan dan Kekurangan PinterPolitik………………….…108

Daftar Gambar

Gambar 4.1.1 Foto Data Pengguna Internet………………………..………...….60

Gambar 4.1.1 Foto Logo PinterPolitik……………………………..………...….66

Gambar 5.1.1 Foto Wawancara PinterPolitik………………………..………….73

Gambar 5.1.2 Konten InstagramPinterPolitik…..……………...……………….76

Gambar 5.1.3 Konten Instagram PinterPolitik………………..……..………….77

Gambar 5.1.4 Konten Instagram PinterPolitik………..……………..………….78

Gambar 5.1.5 Foto Wawancara Robertus…….………..……………..…………96

Gambar 5.1.6 Foto Wawancara Pak Adek…....………..……………..…………99

117

Anda mungkin juga menyukai