Anda di halaman 1dari 20

7 TRADISI KOMUNIKASI

1. Tradisi Komunikasi Semiotika


A. Apa itu Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Tradisi semiotik
terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda memrepresentasikan benda, ide,
keadaan, situasi, perasaan, kondisi diluar tanda – tanda itu sendiri.

B. Asumsi Dasar Tradisi Semiotika


Gagasan utama dalam tradisi ini adalah konsep dasar dalam memaknai sebuah tanda yang
didefinisikan sebagai sebuah stimulus untuk menunjukkan kondisi lain. Misalkan ketika kita
melihat sebuah asap maka hal tersebut menandakan adanya api.
Tiap simbol antara masyarakat satu dan masyarakat lain akan berbeda maknanya ketika
digunakan dalam berkomunikasi. Dengan perhatian pada tanda dan simbol, semiotik
menyatukan kumpulan teori-teori yang sangat luas dan berkaitan dengan bahasa, wacana dan
tindakan-tindakan nonverbal. (Littlejohn, 2009 : 54).
Semiotik merupakan ilmu yang memiliki segi keunikan tersendiri. Budaya menjadi aspek
yang esensial dalam kajian tradisi ini, sebab budaya menentukan tiap makna yang terkandung
dalam sebuah simbol. Oleh sebab itu dalam semiotik tanda memiliki sifat arbitrer. Kebanyakan
pemikiran semiotik melibatkan ide dasar triad of meaning yang menegaskan bahwa arti muncul
dari hubungan di antara tiga hal: benda(atau yang dituju), manusia (penafsir), dan tanda.
Pola kajian dalam tradisi semiotik ini tidak hanya sekedar memaknai setiap bentuk tanda,
tetapi juga memiliki aspek penting dalam melakukan persuasif terhadap orang lain. Pada titik
inilah kajian semiotik memiliki segi keunikan tersendiri, yaitu bagaimana memaknai tanda dan
mempersuasif orang lain dengan pemaknaan terhadap tanda tersebut. Diantara sekian banyak
pakar tentang semiotika ada dua orang yaitu Charles Sanders Peirce dan Ferdinand de Saussure
yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka semiotika modern, kedua tokoh inilah yang
memunculkan dua aliran utama semiotika modern. Pierce mendefinisikan semiosis sebagai
hubungan diantara tanda, benda dan arti. Tanda tersebut merepresentasikan benda atau yang
ditunjuk di dalam pikiran si pemikiran penafsir.

C. Varian Dalam Tradisi Semoitika


Tradisi Semiotika itu sendiri terbagi atas tiga variasi, yaitu:
a) Semantic (bahasa), merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda dengan objeknya atau
tentang keberadaan dari tanda itu sendiri.
b) Sintaktik, yaitu studi mengenai hubungan di antara tanda. Tanda tidak pernah sendirian
mewakili dirinya, tanda adalah selalu menjadi bagian dari sistem tanda yg lebih besar
(kompleks). Sintaktik memungkinkan manusia menggunakan berbagai kombinasi tanda yang
sangat banyak untuk mengungkapkan arti atau makna.
c) Paradigmatic, melihat bagaimana sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang
lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai berbeda oleh masing-masing orang sesuai dengan latar
belakang budayanya.
Keunggulan semiotika terletak pada ide-ide tentang kebutuhan akan bahasa umum dan
identifikasinya tentang subyektifitas sebagai penghalang untuk memahami.

2. Tradisi Komunikasi Fenomonologi


A. Apa itu Fenomonologi
Tradisi fenomenologi ini berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian individu-
individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama lainnya. Fenomenologi merupakan
cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. (Littlejohn,
2009 : 57). Konsep pengalaman seseorang dalam memaknai sebuah fenomena menjadikannya
sebagai sebuah pedoman untuk memahami konsep fenomena lain yang terjadi di hadapannya.
Komunikasi dipandang sebagai proses berbagi pengalaman antar individu melalui dialog.
Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradisi ini. Meskipun
fenomenologis mengacu pada terminologi filosofis, akan tetapi pada dasarnya lebih merujuk
pada analisis yang insentif terhadap kehidupan sehari-hari dari sudut pandang orang yang
mengalami kehidupan tersebut. Oleh karena itu, tradisi fenomenologis sangat bergantung pada
persepsi dan interpretasi orang-orang tentang pengalaman subyektifnya.
Pakar tradisi fenomenologis Maurice Merleau-Ponty, menyatakan semua pengetahuan akan
dunia, bahkan pengetahuan ilmiahnya, diperoleh dari beberapa pengalaman akan dunia. Dengan
begitu, fenomenologis membuat pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. Akan
tetapi, tentu saja persoalannya tidak ada dua orang yang mempunyai cerita kehidupan yang persis
sama.

B. Asumsi Dasar Tradisi Fenomenologi


Ada tiga prinsip dasar dari fenomenologi menurut Stanley Deetz, yaitu :
1. Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia
ketika kita berhubungan dengannya.
2. Makna benda terdiri atas kekuatan benda adalam kehidupan sesesorang. Bagaimana seseorang
memandang sesuatu benda, tergantung dari bagaimana berhubungan dengan benda itu untuk
menetukan maknanya.
3. Yang ketiga adalah bahasa adalah kendaraan dari makna. Semua orang mengalami dunia
melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.

C. Varian Dalam Tradisi Fenomenologi


Kajian fenomenologi terbagi menajdi tiga variasi yaitu:
a) Fenomonologi Klasik
Dipelopori oleh Edmund Husserl penemu Fenomenologi Modern. Husserl percaya
kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman. seorang individu harus
menyingkirkan frame of reference terlebih dahulu jika ingin memahami sesuatu yang terjadi di
masyarakat secara mendalam. Dengan kata lain kesadaran akan pengalaman dari setiap individu
adalah jalur yang tepat untuk memahami realitas. Hanya melaui kesadaran dan perhatian maka
kebenaran dapat diketahui.
Seseorang harus mengesampingkan segala pemikiran dan kebiasaan untuk melihat
pengalaman lain untuk dapat mengetahui sebuah kenyataan. Pada alur ini dunia hadir dengan
sendirinya dalam alam sadar seseorang. Dalam artian menurut Husserl seseorang dapat
memaknai suatu pengalaman secara objektif dengan tanpa membawa pemahaman orang itu
sebelumnya terhadap pengalaman itu dalam artian harus objektif.
b) Fenomenologi Persepsi
Berlawanan dengan Husserl yang membatasi fenomenologi pada objektivitas. Pencetus teori
ini adalah Maurice Merleau Ponty, menyatakan bahwa pengalaman itu subjektif, bukan objektif
dan percaya bahwa subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Baginya,
manusia merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di dunia
ini. Marleu Ponty menjelaskan manusia adalah kesatuan dari mental dan fisik yang mengartikan
atau mempersepsikan dunia. Seseorang mengetahui berbagai hal hanya melalui hubungan
seseorang ke berbagai hal tersebut. Sebagaimana pada umumnya manusia, seseorang dipengaruhi
oleh dunia akan tetapi seseorang juga mempengaruhi dunia terhadap pengalaman tersebut.
Segala sesuatu tidak ada dengan sendirinya dan terpisah dari bagaimana semuanya
diketahui. Manusia memberikan makna pada benda-benda di dunia, sehingga pengalaman
fenomenologis apapun tentunya subjektif. Jadi, terdapat dialog antara manusia seebagai penafsir
dan benda yang mereka tafsirkan.

c) Fenomenologi Hermeneutik
Aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga
biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu “interpretasi untuk menjadi”.
Yang paling utama bagi Heidegger adalah pengalaman tak dapat terjadi dengan hanya
memperhatikan dunia. Menurut Heidegger pengalaman sesuatu tak dapat diketahui melalui
analisa yang mendalam melainkan pengalaman seseorang yang mana diciptakan dengan
penggunaan bahasa dalam keseharian. Apa yang nyata dan apa yang sekedar pengalaman melalui
penggunaan bahasa.
Meski fenomenologi adalah sebuah filosofi yang mengagumkan, pada dasarnya
menunjukkan analisis terhadap kehidupan sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi adalah
pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya. Menurut Littlejohn, interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan
kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Bagi seorang fenomenologis, cerita
kehidupan seseorang lebih penting daripada axioma-axioma komunikasi.

3. Tradisi Komunikasi Sibernetika


A. Apa itu Sibernetika (Cybernetic)
Sibernetika merupakan tradisi sistem-sistem kompleks yang didalamnya banyak orang
saling berinteraksi, mempengaruhi satu sama lainnya. Dalam tradisi ini menjelaskan bagaimana
proses fisik, biologis, sosial, dan perilaku bekerja.
Dalam sibernetika komunikasi dipahami sebagai sistem bagian-bagian atau variabel yang
mempengaruhi satu sama lainnya, membentuk serta mengontrol karakter keseluruhan sistem, dan
layaknya organisme menerima keseimbangan dan perubahan.

B. Asumsi Dasar Tradisi Sibernetika


Sibernetika dalam kesan yang sempit dipopulerkan oleh Norbert Wiener pada tahun 1950-
an. Sebagai kajian sibernetika merupakan cabang dari teori sistem yang memfokuskan diri pada
putaran timbal balik dan proses-proses kontrol. Konsep ini mengarahkan pada seseorang atas
pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana sesuatu saling mempengaruhi satu sama lainnya
dalam cara yang tak berujung. Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep penting yang dikaji antara
lain pengirim, penerima, informasi, umpan balik, redudancy, dan sistem. Walaupun dalam tradisi
ini seringkali mendapat kritik terutama berkenaan dengan pandangan asumtif yang cenderung
menyamakan antara manusia dengan mesin dan menganggap bahwa suatu realitas atau gejala
timbul karena hubungan sebab akibat yang linier.
Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep penting yang dikaji antara lain pengirim, penerima,
informasi, umpan balik, redudancy, dan sistem. Walaupun dalam tradisi ini seringkali mendapat
kritik terutama berkenaan dengan pandangan asumtif yang cenderung menyamakan antara
manusia dengan mesin dan menganggap bahwa suatu realitas atau gejala timbul karena
hubungan sebab akibat yang linier.

C. Varian Dalam Tradisi Sibernetika


Ada tiga macam Teori dalam Tradisi Cybernetic yaitu Basic System Theory, General System
Theory dan second order Cybernetic.
1) Basic System Theory
Teori ini adalah format dasar, pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata
dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Dengan kata lain seseorang dapat melihat bagian dari
system dan bagaimana mereka saling berhubungan. Seseorang dapat mengamati secara obyektif
mengukur antara bagian dari system dan seseorang dapat mendeteksi input maupun output dari
system. Lebih lanjut mengoperasikan atau memanipulasi system dengan mengganti input dan
tanpa keahlian karena semua diproses melalui mesin. sebagai alat bantu bagi para professional
seperti system analyst, konsultan manajemen, dan system designer telah membangun sebuah
system analisa dan mengembangkannya.

2) General System Theory


Teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologis. Bertalanffy
menggunakan General System Theory sebagai sarana pendekatan multidisiplin kepada ilmu
pengetahuan. System ini menggunakan prinsip untuk melihat bagaiamana sesuatu pada banyak
bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Pembentukan sebuah kosa
kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin ilmu.
3) Second Order Cybernetic
Dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second
order Cybernetic membuat pengamat tak dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar
dengan sendirinya dikarenakan pengamat selalu ditautkan dengan system yang menjadi
pengamatannya. Melalui perspektif ini kapanpun seseorang mengamati system ini maka
seseorang akan saling mempengaruhi. Karena hal ini memperlihatkan bagaimana sebuah
pengetahuan, sebuah produk menjerat antara yang mengetahui dan yang diketahui.

4. Tradisi Komunikasi Sosiopsikologis

A. Apa itu Sosiopsikologis


Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. Psikologi Sosial memberi
perhatian akan pentingnya interaksi yang mempengaruhi proses mental dalam diri individu.
Aktivitas komunikasi merupakan salah satu fenomena psikologi sosial seperti pengaruh media
massa, propaganda, atau komunikasi antar personal lain.

B. Asumsi Dasar Tradisi Sosiopsikologis


Tradisi ini mengkaji individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi
sosiopsikologis. Berasal dari kajian psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam
komunikasi.
Tradisi ini mewakili perspektif objektif/scientific. Penganut tradisi ini percaya bahwa
kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi ini
mencari hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan sebuah perilaku komunikasi
akan berhasil dan kapan akan gagal. Adapun indikator keberhasilan dan kegagalan komunikasi
terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada pelaku komunikasi. Semua itu dapat
diketahui melalui serangkaian eksperimen.
Salah satu tokoh tradisi ini adalah Carl I Hovland, seorang ahli psikologi yang sekaligus
peletak dasar-dasar penelitian eksperimen yang berkaitan dengan efek-efek komunikasi.
Penelitiannya berupaya:
1. Menjadi peletak dasar proposisi empirik yang berkaitan dengan hubungan antara stimulus
komunikasi, kecenderungan audiens dan perubahan opini.
2. Memberikan kerangka awal untuk membangun teori berikutnya. Efek utama yang diukur
adalah perubahan pendapat yang dinyatakan melalui skala sikap yang diberikan sebelum dan
sesudah pesan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Jadi perhatian penting dalam
tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat (opini), sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan
efek (pengaruh).

Jadi perhatian penting dalam tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat(opini), sikap,
persepsi, kognisi, interaksi dan efek (pengaruh).

C. Varian Dalam Tradisi Sosiopsikologis


Adapun Varian dari Tradisi ini adalah:
1) Perilaku, memberikan perhatian pada bagaimana seseorang berperilaku/bertindak dalam
berbagai situasi komunikasi yg dihadapinya. Teori ini melihat hubungan yang kuat antar stimulus
yang diterima & respons yang diberikan
2) Koginitif, cabang ini cukup banyak digunakan saat ini berpusat pada pola pemikiran. cabang ini
berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi
dalam cara yang mengarahkan output perilaku.
3) Biologis, menjelaskan bagaimana peran dari struktur & fungsi otak serta faktor genetis yang
dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya.

5. Tradisi sosiokultural
A. Apa itu Sosiokultural
Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi berlangsung
dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan mempengaruhi
kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja
menjadi penting. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut
ditentukan faktor-faktor situasional tertentu

B. Asumsi Dasar Tradisi Sosiokultural


Pendekatan sosiokultural terhadap teori komunikasi menunjukkan cara pemahaman kita
terhadap makna, norma, peran dan peraturan yang dijalankan secara interaktif dalam komunikasi.
Premis tradisi ini adalah ketika orang berbicara, mereka sesungguhnya sedang memproduksi dan
memproduksi kembali budaya. Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa kata-kata
mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi. Pandangan kita tentang realitas dibentuk oleh bahasa
yang telah kita gunakan sejak lahir.
Ahli bahasa Universitas Chicago, Edwar Sapir dan Benyamin Lee Whorf adalah pelopor
tradisi sosio cultural. Hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya
menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang
menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa hanya
semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi tertentu. Hipotesis
ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita memandang dunia dibentuk oleh
struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan.
Secara fungsional, bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan
(socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-
anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan
kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh; terhadap buah pisang, orang
Sunda menyebutnya cau dan orang Jawa menyebutnya gedang.
Secara formal, bahasa adalah semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut
peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat dikatakan mempunyai tata bahasa/ grammarnya tersendiri.
Contoh: sebuah kalimat dalam bahasa Indonesia yang berbunyi “dimana saya dapat menukar
uang ini?”, maka akan ditulis dalam bhasa Inggris “where can I Change some money?”

C. Varian Dalam Tradisi Sosiokultural


Layaknya semua tradisi, sosiokultural memiliki beragam sudut pandang yang berpengaruh
yaitu paham interkasi simbolis, konstruksionisme, sosiolinguistik, filosofi bahasa, etnografi dan
etnometodologi.
1) Paham interaksi simbolis berasal dari kajian sosiologi melalui penelitian Herbert Blumer dan
George Herbert Mead yang menekankan pentingnya observasi partisipan dalam kajian
komunikasi sebagai cara dalam mengeksplorasi hubungan-hubungan sosial.
2) Pandangan konstruktivisme sosial merupakan sebuah pandangan yang mengkaji bagaimana
pengetahuan manusia dibentuk melalui interaksi sosial. Identitas dari sesuatu dihasilkan dari
bagaimana kita membicarakan suatu objek , bahasa yang digunakan untuk menampung konsep
kita dengan cara di mana group sosial berorientasi pada pengalaman mereka.
3) sosiolinguistik atau kajian bahasa dan budaya. Sebagaimana kita ketahui manusia menggunakan
bahasa secara berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda.
4) Sudut pandang lain yang berpengaruh dalam pendekatan sosiokultural adalah etnografi atau
observasi tentang bagaimana kelompok sosial membangun makna melalui perilaku linguistik dan
non linguistik mereka.

6. Tradisi Kritis
A. Apa itu Kritis
Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup komunikasi antar personal maupun komunikasi
bermedia. Komunikasi dalam tradisi ini diharapkan dapat berperan sebagai alat transformasi
masyarakat.

B. Asumsi Dasar Tradisi Kritis


Tradisi ini berangkat dari asumsi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya
kesenjangan di dalam masyarakat. Proses komunikasi dilihat dari sudut pandang kritis.
Komunikasi dianggap memiliki dua sisi berlawanan, dimana disatu sisi ditandai dengan proses
dominasi kelompok yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktivitas
komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang
lemah.
Istilah teori kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman yang dikenal dengan sebutan
“Frankfurt School”. Para teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis. Kelompok ini telah
mengembangkan suatu kritik sosial umum, di mana komunikasi menjadi titik sentral dalam
prinsip-prinsipnya. Sistem komunikasi massa merupakan focus yang sangat penting di dalamnya.
Tokoh-tokoh pelopornya adalah Max Horkheimer, Theodore Adorno serta Herbert Marcuse.
Pemikirannya disebut dengan teori kritis. Ketika bangkitnya Nazi di Jerman, mereka berimigrasi
ke Amerika. Di sana mereka menaruh perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai
struktur penindas dalam masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika.
Teori kritis menganggap tugasnya adalah mengungkap kekuatan-kekuatan penindas dalam
masyarakat melalui analisis dialektika. Teori kritis juga memberikan perhatian yang sangat besar
pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat. Komunikasi merupakan suatu hasil dari tekanan
antara kreativitas individu dalam memberi kerangka pesan dan kendala-kendala sosial terhadap
kreativitas tersebut. Salah satu kendala utama pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri.
Kelas-kelas dominan dalam masyarakat menciptakan suatu bahasaa penindasan dan
pengekangan, yang membuat kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka
dan untuk keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan bentuk-
bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannya paradigma dominan. Hal itulah yang
diungkapkan oleh Jurgen Habermas, tokoh terkemuka kelompok Franfurt School di era
berikutnya.

C. Varian Dalam Tradisi Kritis


Tradisi ini begitu kaya akan gagasan-gagasannya. Gagasan pertama dalam tradisi ini adalah
marxisme yang merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini. Marx mengajarkan bahwa
ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial. Praktek-praktek komunikasi dilihat sebagai
hasil dari tekanan antara kreativitas individu dan desakan sosial kreativitas itu (Littlejohn & Foss
70-71)
1) Kritik Politik ekonomi
Pandangan ini merupakan revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan
realitas kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan
kepentingan ekonomi. Sebaliknya, mereka yang mencoba tetap menggunakan asumsi Marxist
namun memandang bahwa dalam realitas sosial yang komplek sesungguhnya terjadi pertarungan
ideologi.
2) Gagasan yang kedua terlontar dari mazhab Frankfurt School
Digawangi oleh Theodore Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse. Pengikut mazhab ini
percaya bahwa dalam rangka mempromosikan suatu filosofi sosial, teori kritis mampu
menawarkan suatu interkoneksi dan pengujian yang menyeluruh perubahan bentuk dari
masyarakat, kultur ekonomi, dan kesadaran.
3) Gagasan post-modernisme
Ditandai dengan relativitas, ketiadaan standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi
dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral (grand narative). Menghargai hal-hal yang lokal,
keunikan, dan semacamnya.
4) Gagasan Cultural Studies
Memberi perhatian kepada kajian terhadap ideologi yang mendominasi suatu budaya yang
berfokus kepada perubahan sosial serta hal-hal yang positif di dalam budaya itu sendiri.
5) Gagasan Post-strukturalis
Yakni pandangan yang memandang realitas merupakan sesuatu yang komplek dan selalu dalam
proses sedang menjadi. Realitas tidak sebagaimana pandangan kalangan strukturalis yang
melihat sudah bersifat teratur, tertata, dan terstruktur. Realitas merupakan suatu proses
pembentukan yang berlangsung terus menerus dengan melibatkan banyak kalangan dengan
identitas masing-masing. Yang menonjol adalah terdapatnya proses artikulasi dari masing-
masing kalangan.
6) Gagasan Post-kolonialisme
Memperhatikan pola-pola komunikasi yang ada pada semua kultur yang dipengaruhi oleh masa
imperialisme dari masa penjajahan hingga saat ini.
7) Paradigma atau kajian feminisme
Kajian ini memiliki beragam definisi mulai dari pergerakan untuk menyelamatkan hak-hak
perempuan hingga perjuangan untuk menegaskan perbedaannya. Penelitian feminis lebih dari
sekedar kajian terhadap gender. Feminisme berupaya untuk memusatkan teori terhadap
pengalaman perempuan dan untuk membicarakan kategori-kategori gender dan sosial lainnya,
termasuk ras, etnis, kelas, dan seksualitas.
Kesemua gagasan dalam teori kritis ini tentunya merefleksikan begitu banyak dan luas kajian
budaya dalam ilmu komunikasi.

Tradisi kritis memiliki 3 keunggulan atau keistimewaan pokok, yaitu:


1. Tradisi kritik mencoba memahami sistem yang sudah dianggap benar, struktur kekuatan dan
keyakinan atau ideologi, yang mendominasi masyarakat dengan pandangan tertentu di mana
minat-minat disajikan oleh struktur-struktur kekuatan tersebut. Pertanyaan seperti siapa yang
boleh dan yang tidak boleh berbicara, apa yang boleh dan tidak boleh dikatakan, siapa yang
mengambil keuntungan dari sistem-sistem tertentu,menjadi hal biasa yang ditanyakan oleh para
ahli teori kritik.
2. Para ahli teori kritik umumnya tertarik membuka kondisi-kondisi sosial yang menindas dan
rangkaian kekuatan untuk mempromosikan emansipasi atau masyarakat yang lebih bebas dan
lebih berkecukupan. Memahami penindasan dalam menghapus ilusi-ilusi ideologi dan bertindak
mengatasi kekuatan-kekuatan yang menindas.
3. Teori kritik menciptakan kesadaran untuk menggabungkan teori dan tindakan. Teori-teori
tersebut bersifat normatif dan bertindak untuk mendapatkan atau mencapai perubahan dalam
kondisi-kondisi yang memengaruhi masyarakat. Wajarlah, teori kritik kerap kali menggabungkan
diri dengan minat-minat dari kelompok yang terpinggirkan.

7. Tradisi Retorika
A. Apa itu Retorika
Menurut Aristoteles, retorika adalah seni membujuk atau the art of persuation (M. Djen
Amar, 1986, hlm. 11). Sunarjo (1983) mendefinisikan retorika sebagai suatu komunikasi di
mana komunikator berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan
(audience) dalam bentuk jamak. Aristoteles berpendapat bahwa retorika itu sendiri sebenarnya
bersifat netral. Maksudnya adalah orator itu sendiri bisa memiliki tujuan yang mulia atau justru
hanya menyebarkan omongan yang tidak sesuai atau bahkan dusta belaka. Menurutnya, “…by
using these justly one would do the greatest good, and unjustly, the greatest harm” .
Rethoric, salah satu karya terbesar Aristoteles, banyak dilihat sebagai studi tentang psikologi
khalayak yang sangat bagus. Aristoteles dinilai mampu membawa retorika menjadi sebuah ilmu,
dengan cara secara sistematis menyelidiki efek dari pembicara, orasi, serta audiensnya. Orator
sendiri dilihat oleh Aristoteles sebagai orang yang menggunakan pengetahuannya sebagai seni.
Jadi, orasi atau retorika adalah seni berorasi.

B. Asumsi Dasar Tradisi Retorika


Tradisi ini melihat bagaimana seseorang melakukan sebuah orasi dan menitikberatkan pada
aspek ethos patos logos. Ethos berfokus pada kecerdasan sang orator dalam mengolah kata-kata
dan menyampaikannya pada audience, patos merujuk pada emosi pendengar dalam menerima
pesan dan logos merujuk pada aspek logis dari apa yang disampaikan oleh sang orator.
Awalnya retorika berhubungan dengan persuasi, sehingga dimaknai sebagai seni penyusunan
argumen dan pembuatan naskah pidato. Lantas berkembang meliputi proses “adjusting ideas to
people and people to ideas” dalam segala jenis pesan. Fokus dari retorika telah diperluas bahkan
lebih mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk memengaruhi
lingkungan di sekitarnya dan untuk membangun dunia tempat mereka tinggal.
Pusat dari tradisi retorika adalah 5 karya agung retorika yakni: penemuan, penyusunan,
gaya, penyampaian dan daya ingat. Semuanya adalah elemen-elemen dalam mempersiapkan
sebuah pidato, sedangkan pidato orang Yunani dan Roma kuno berhubungan dengan ide-ide
penemuan, pengaturan ide, memilih bagaimana membingkai ide-ide tersebut dengan bahasa serta
akhirnya penyampaian isu dan daya ingat. Penemuan, mengacu pada konseptualisasi yakni
proses menentukan makna dari simbol melalui interpretasi, respons terhadap fakta yang tidak
mudah ditemukan pada apa ayang telah ada, tetapi menciptakannya melalui penafsiran dari
kategori-kategori yang digunakan.
Ada enam keistimewaan yang mencirikan tradisi ini:
a) Keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang.
b) Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara
yang lebih efektif untuk memecahkan masalah politik.
c) Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang pembicara mencoba mempengaruhi seorang
audiens dari sekian banyak audiens melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasive. Public
speaking pada dasarnya merupakan komunikasi satu arah.
d) Pelatihan kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan. Seorang pemimpin harus
mampu menciptakan argumen-argumen yang kuat lalu dengan lantang menyuarakannya.
e) Menekankan pada kekuatan dan keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak secara
emosional dan menggerakkan mereka untuk beraksi/bertindak. Pengertian Retorika lebih
merujuk kepada seni bicara daripada ilmu berbicara.
f) Sampai tahun 1800-an, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan haknya. Jadi
retorika merupakan sebuah keistimewaan bagi pergerakan wanita di Amerika yang
memperjuangkan haknya untuk bisa berbicara di depan publik.

C. Varian Dalam Tradisi Retorika


Retorika diartikan berbeda pada setiap zaman kita mengenal ada tujuh masa perkembangan
dari retorika yaitu, klasik, abad pertengahan, masa renaissance, penerangan , kontemporer dan
post modern.

1) Era Klasik
Didominasi oleh aliran seni dalam berbicara, kaum sophist sebagai pelopor aliran ini berkeliling
mengajarkan retorika tentang bagaimana berargumen dan memenangkan sebuah kasus pada
masa awal di mana retorika baru diperkenalkan. Plato sangat tidak menyukai aliran sophist ini
dan menjuluki kaum sophis ini karena mereka berorientasi bagaimana menang dalam berdebat
karena menurut plato yang nota bene beraliran filosof bahwa retorika digunakan untuk alat
berdialog untuk mencapai kebenaran yang absolute.

2) Abad Pertengahan
study tentang retorika berfokus pada pengaturan gaya, namun Retorika pada abad pertengahan
dicela sebab dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak perlu dipelajari sebab
agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya dengan sendiri. Pada abad ini bisa dikata
sebagai the end of retorika. Sebelum agustine seorang guru retorika mengatakan dalam buku
doktrin Kristen bahwa retorika dibutuhkan bagi seorang pendeta untuk dapat menerangkan
retorika dan menyenangkan umatnya.

3) Renaissance
Masa ini dianggap sebagai kelahiran kembali retorika sebagai suatu seni. Para sarjana humanis
member perhatian dan concern pada semua aspek untuk kemanusiaan, penelitian kembali text-
text retorika klasik dalam rangka memahami manusia.
4) Abad Pencerahan
Selama masa ini para pemikir seperti Rene Descartes dalam rangka menentukan apa yang bisa
disebut sebagai suatu yang absolute dan objective pada pikiran manusia. Francis Bacon
mengatakan retorika menggerakkan imajinasi pada pergerakan yang lebih baik. Logika atau
pengetahuan merupakan bagian dari bahasa , dan retorika menjadi sarana untuk mengetahui
suatu atau menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika kembali menjadi citra
yang baik seperti saat ini.
5) Pada masa Retorika kontemporer
Diringi dengan tumbuhnya minat retorika seperti jumlah dan macam symbol meningkat. Apalagi
dengan kehadiran media massa maka penyampaian pesan disampaiakn secara visual dan verbal.

6) Retorika Postmodern

Tidak lagi berpaku pada gaya retorika yang dikembangkan oleh barat dia menyesuaikan retorika
sesuai dengan budaya tempat di mana pesan disampaikan. Aliran ini merupakan alternative yang
dimulai dari asumsi yang berbeda, nilai nilai acuan yang berbeda, untuk menghasilkan suatu
retorika yang berbeda pula.
4 SOCIAL GRAND THEORY

1. GLOBALIZATION (M.MCLUHAN)
Marshall McLuhan merupakan teoritisi yang paling berpengaruh dalam kajian mengenai
pentingnya media dalam peradaban kehidupan manusia. Ia dikenal secara luasa dalam studi
kebudayaan populer (popular culture), selain itu ia mendapat perhatian karena pemikiran-
pemikirannya brilian mengenai kemajuan komunikasi massa kontemporer. Meskipun
keistemewaan teori yang diutarakan oleh McLuhan dalam kajian komununikasi massa
dewasa ini tidak lagi menjadi acuan, tesis yang dikemukakannya umumnya telah mendapat
pengakuan yang sangat luas serta masih relevan digunakan sebagai alat analisis dalam
memahami komunikasi massa. Menurutnya media terpisah dari apapun kandungan yang
disebarkan, mempengaruhi individu-individu dalam masyarakat, atau yang kemudian lazim
dinamakan sebagai teori medium (Littlejohn, 1996 : 326).

McLuhan bukanlah peneliti komunikasi massa yang pertama menulis tentang pemikiran ini.
Malahan, ide-idenya yang saat ini banyak dirujuk dalam kajian komunikasi massa, sangat
dipengaruhi oleh pemikiran dari Harold Adams Innis. Innis menyatakan bahwa media
komunikasi adalah intisari dari peradaban dan bahwa jalannya roda sejarah adalah diarahkan
oleh media dominan pada tiap masa (Littlejohn, 1996 : 326). Sebelum muncul MTV
misalnya, para artis yang ingin tenar di seluruh jagad hanya cukup membuat rekaman, tampil
di konser dan sering muncul di pemberitaan, namun setelah MTV semakin menglobal, para
artis harus membuat video klip yang diputar terus menerus di MTV agar menjadi terkenal.
Tanpa menjadi bagian MTV mustahil rasanya untuk dapat meraih ketenaran.

Bagi McLuhan dan Innis, media adalah perpanjangan dari pikiran manusia, sehingga
kepentingan utama dari periode sejarah manapun ditentukan oleh media dominan yang
digunakan. Dengan kata lain, apa yang terjadi dan apa yang mungkin berpengaruh dalam
periode sejarah ditentukan oleh media (Littlejohn, 1996 : 326). Media dianalogikan sebagai
berikut : berat seperti gerabah, liat ataupun batu adalah berlanjut dan maka dari itu terikat
waktu. Karena mereka memfasilitasi komunikasi dari satu generasi ke generasi lainnya,
media ini dipengaruhi oleh tradisi. Sebaliknya, media terikat tempat seperti kertas adalah
ringan dan mudah untuk dipindahkan, sehingga media mampu memfasilitasi komunikasi dari
satu tempat ke tempat lain.

Sebelum mesin cetak ditemukan oleh Johannes Guttenberg di abad pertengahan, masyarakat
lebih menekankan pada komunikasi yang berorientasi pada indra pendengaran, yang dekat
secara emosional dan interpersonal. Bagi masyarakat suku-suku tradisional prinsip
“mendengar adalah mempercayai” lebih ditekankan dalam kehidupan mereka. Namun
penemuan mesin cetak mengubah semua itu. Abad Gutenberg membawa rasio pemikiran,
yang didominasi oleh indra penglihatan. Timbulnya percetakan, yang terutama terjadi secara
massif dalam khasanah budaya Barat, memaksa individu untuki lebih menekankan kepada
persepsi yang sifatnya linier, logis, kategoris bukan lagi emosional dan interpersonal.

Teknologi elektronika telah membawa kembali suatu dominasi aural atau pendengaran.
Teknologi percetakan Gutenberg menciptakan ledakan dalam masyarakat, memisahkan dan
mensegmentasi individu dari masyarakat, namun abad elektronik telah membuat penyatuan
kembali, menyatukan dunia kembali satu dalam “perkampungan global”. Hasilnya,
“teknologi komunikasi baru memaksa kita untuk meninjau ulang dan mengevaluasi ulang
semua pemikiran, semua tindakan, dan semua lembaga yang sebelumnya diabaikan. Jika
kalau McLuhan saat ini masih hidup, apakah yang mungkin dapat ia katakan tentang internet
yang saat ini menggurita baik di perkantoran, kampus, rumah pribadi ataupun warnet ?

Donald Ellis membuat suatu ringkasan dari berbagai pandangan mengenai teori medium dan
serempak ia juga membuat satu proposisi menarik yang mampu mewakili cara pandang
kontemporer mengenai subjek kajian ini. Dengan mengamini Innis dan McLuhan, Ellis
menyatakan bahwa keberadaan media dominan pada waktu tertentu akan membentuk
perilaku dan pemikiran masyarakat bersangkutan. Sejalan dengan berubahnya media, begitu
juga cara kita berpikir, mengolah informasi, dan menghubungkan satu dengan yang lain. Ada
perbedaan yang tajam dalam perubahan sosial dalam masyarakat yang disebabkan oleh
bagaimana masyarakat memilih cara komunikasi tertentu melalui media oral, tertulis atau
elektronik.

Komunikasi oral yang bersifat verbal memiliki keunikan yaitu sangat mengesankan dan
organik. Pesan oral secara cepat dan berlangsung singkat, sehingga individu-individu dan
kelompok harus menyimpan informasi di alam pikiran mereka dan meneruskannya melalui
pembicaraan. Karena pengalaman sehari-hari tidak dapat benar-benar dipisahkan dari
transmisi media oral, kehidupan dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Penceritaan dan
penceritaan kembali cerita naratif bebas terhadap waktu sebagai suatu bentuk komunikasi
memerlukan memori kelompok sebagai “penyimpan” pengetahuan masyarakat. Ini dapat
membawa kepada kesadaran kolektif dimana pembedaan yang kecil dibuat antara diri sendiri
dan kelompok. Pengidentitasan kelompok dan keterikatan menjadi tinggi ketika media oral
mendominasi.

Perubahan besar gelombang ketiga terjadi ketika media elektronik berhasil ditemukan dan
dikembangkan secara revolusioner. Perubahan besar ini dapat diuraikan sebagai berikut,
media elektronik adalah sesuatu yang seperti oralitas di mana ia juga cepat dan berlangsung
singkat, namun ia tidak terikat pada tempat khusus karena ia dapat disiarkan. Inilah yang
selanjutnya menjadi keunikan media elektronik karena media ini mampu memadukan
komunikasi oral dan komunikasi tulisan. Media elektronik memperpanjang persepsi kita
melebihi tempat kita pada waktu tertentu, menciptakan “perkampungan global” (global
village). Pada waktu yang sama, seperti media cetak, media elektronik memungkinkan
penyimpanan informasi. Karena ia lebih siap pakai daripada media cetak, media elektronik
menciptakan ledakan informasi, dan kompetisi yang sangat besar terjadi antar berbagai media
untuk didengar dan dilihat. Informasi dalam media elektronik adalah solid seperti komoditas,
yang menciptakan tekanan pada informasi agar menarik. Pengetahuan dalam abad media
elektronik berubah sangat cepat, dan kita, terutama yang menjadi public figure, menjadi
semakin waspada terhadap beragam versi yang berbeda dari suatu realitas tertentu.
Perubahan yang konstan yang diciptakan dari media elektronik dapat membuat kita menjadi
bingung dan mungkin tidak tenang. Berita artis ditayangan infotainment yang banyak
disiarkan oleh berbagai stasiun televisi di Indonesia dapat menunjukan fenomena ini. Para
artis yang diliput di acara infotainment saling menyangkal isu miring yang menerpa mereka,
bahkan mereka pun kemudian merasa privasi mereka terganggu oleh kru infotainment yang
memburunya, seperti yang terjadi pada Parto, seorang anggota grup lawak terkenal Patrio,
yang menembakan pistol ke udara karena merasa terganggu oleh kru infotainemt di bulan
Agustus tahun 2004.

Jika oralitas menciptakan suatu kebudayaan komunitas dan peradaban tulisan menciptakan
kebudayaan kelas, maka komunikasi elektronik menciptakan suatu kebudayaan “sel,” atau
kelompok-kelompok yang saling diadu untuk meningkatkan ketertarikan khusus mereka.
Suatu bentuk publik baru yang tidak terikat tempat tercipta. Politik kepentingan
mendominasi, dan demokrasi, bersama dengan nilai-nilai kesopanan dari pengikutnya,
menganggap sesuatu yang penting sebagai suatu cara untuk mengolah perbedaan. Tapi,
ironisnya, kompetisi dan ekonomi berbasis komoditas yang datang seiring perkembangan
media elektronik melawan nilai-nilai yang sama yang paling dibutuhkan di lingkungan ini
yaitu kesopanan dan saling menghargai. Munculnya beragam demo mengecam pornografi di
media televisi menjelang bulan Ramadhan tahun 2004, seperti acara komedi Nah Ini Dia
yang ditayangkan SCTV, Layar Tancap yang ditayangkan Lativi setiap malam minggu,
dialog tengah malam yang acap diwarnai tema seks secara vulgar dan sebagainya, menandai
beradunya nilai-nilai baru yang dibawa media elektronik dengan norma kesopanan dalam
alam dunia Timur.

Jika kita merupakan anggota dari budaya yang didominasi oral, maka perbedaan yang ada
dalam masyarakat dapat terminimalisir, dan keputusan akan diambil secara bersama melalui
konsensus dengan berdasar pada kebijaksanaan (wisdom) tradisi yang telah diwariskan dari
generasi ke generasi. Berbeda sekali jika kita merupakan anggota dari suatu masyarakat yang
budayanya lebih berorientasi pada media cetak, maka keputusan terhadap masalah yang
terjadi dalam masyarakat akan banyak dipengaruhi oleh “kenyataan” yang tersimpan dalam
dokumen, dan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat yang mempunyai akses ke informasi
akan memegang pengaruh yang besar di dalam pembuatan keputusan masyarakat. Berbeda
lagi tatkala kita diandaikan sebagai anggota masyarakat yang kebudayaannya banyak
bertumpu pada media elektronik di mana kita mengidentitaskan dengan kelompok-kelompok
kepentingan yang bersaing satu sama lain. Dalam kondisi sepeti ini kita memperoleh
beragam suara, menyatukannya dengan cara yang sama, dan membuat suatu bentuk
keputusan berkaitan masalah bersama dengan mengakomodir sebanyak mungkin
kepentingan.

2. EVOLIUTION (DARWIN)
Pendahuluan
Sejak dahulu kala manusia selalu mempertanyakan asal-usul kehidupan dan dirinya. Jawaban
sementara atas pertanyaan tersebut ada tiga altenatif, yaitu penciptaan, transformasi, atau evolusi
biologi.
Definisi evolusi biologi bermacam-macam tergantung dari aspek biologi yang dikaji. Beberapa
definisi yang umum dijumpai di buku-buku biologi, antara lain: evolusi pada makhluk hidup
adalah perubahan-perubahan yang dialami makhluk hidup secara perlahan-lahan dalam kurun
waktu yang lama dan diturunkan, sehingga lama kelamaan dapat terbentuk species baru: evolusi
adalah perubahan frekuensi gen pada populasi dari masa ke masa; dan evolusi adalah perubahan
karakter adaptif pada populasi dari masa ke masa. Evolusi telah mempersatukan semua cabang
ilmu biologi.
Idea tentang terjadinya evolusi biologis sudah lama menjadi pemikiran manusia. Namun, di
antara berbagai teori evolusi yang pernah diusulkan, nampaknya teori evolusi oleh Darwin yang
paling dapat teori . Darwin (1858) mengajukan 2 teori pokok yaitu spesies yang hidup sekarang
berasal dari spesies yang hidup sebelumnya, dan evolusi terjadi melalui seleksi alam.
Perkembangan tentang teori evolusi sangat menarik untuk diikuti. Darwin berpendapat bahwa
berdasarkan pola evolusi bersifat gradual, berdasarkan arah adaptasinya bersifat divergen dan
berdasarkan hasilnya sendiri selalu dimulai terbentuknya varian baru.
Dalam perkembangannya teori evolusi Darwin mendapat tantangan (terutama dari golongan
agama, dan yang menganut paham teori penciptaan – Universal Creation), dukungan dan
pengkayaan-pengkayaan. Jadi, teori sendiri juga berevolusi sehingga teori evolusi biologis yang
sekarang kita kenal dengan label “Neo Darwinian” dan “Modern Sintesis”, bukanlah murni
seperti yang diusulkan oleh Darwin. Berbagai istilah di bawah ini merupakan hasil pengkayaan
yang mencerminkan pergulatan pemikiran dan argumentasi ilmiah seputar teori evolusi:
berdasarkan kecepatan evolusi (evolusi quasi dan evolusi quantum); berdasarkan polanya
(evolusi gradual, evolusi punctual, dan evolusi saltasi) dan berdasarkan skala produknya (evolusi
makro dan evolusi mikro).
Topic yang akan dibahas dibawah ini meliputi perkembagan teori evolusi Darwin dan implikasi
dari teori evolusi biologi Darwin terhadap cara pandang kita tentang keberadaan makhluk dan
alam semesta.

Perkembangan Teori Evolusi Darwin


1. Sejarah Singkat Charles Darwin (1809 – 1882)
 1831-1836: Perjalanan laut dengan kapal Beagle.
 1844: Draft buku “Origin of Species by Means of Natural Selection” telah selesai.
 1858: Afred Russel Wallace mengirim manuscript kepada J. Hooker anggota Royal
Society, berisi tentang perluasan ide dari Malthus. Makalah bersama oleh Darwin dan
Wallace di forum Society.
 1859: Publikasi buku “ On The Origin of Species by Means of Natural Selection”
 1860: Perdebatan antara Huxley dan Wilbeforce tanpa kehadiran Darwin
 Darwin menghabiskan sisa masa hidupnya untuk penelitian dan publikasi buku “Descen
of Man” (1871) dan “The Expression of Emotion in Man and Animals” (1871).

Buku “Origin of Species by Means of Natural Selection” yang diterbitkan tahun 1959 ini,
menurut indeks sitasi merupakan buku yang paling banyak diacu oleh penulis lain (selain kitab
suci) selama ini.
2. Perkembangan Teori Evolusi
Banyak hal dan pemikiran ahli lain yang mempengaruhi perkembangan teori Darwin, antara lain:
 Ekspedisi ke lautan Galapagos ditemukan bahwa perbedaan bentuk paruh burung Finch
disebabkan perbedaan jenis makanannya.
 Geolog Charles Lyell (1830) menyatakan bahwa batu-batuan di bumi selalu mengalami
perubahan. Menurut Darwin, hal-hal tersebut kemungkinan mempengaruhi makhluk
hidupnya. Pikiran ini juga didasarkan pada penyelidikannya pada fosil.
 Pendapat ekonom Malthus yang menyatakan adanya kecendrungan kenaikan jumlah
penduduk lebih cepat dari kenaikan produksi pangan. Hal ini menimbulkan terjadinya
suatu persaingan untuk kelangsungan hidup. Oleh Darwin hal ini dibandingkan dengan
seleksi yang dilakukan oleh para peternak untuk memperoleh bibit unggul.
 Pendapat beberapa ahli seperti Geoffroy (1829), WC Wells (1813), Grant (1826), Freke
(1851), dan Rafinisque (1836).

Tahun 1858 Darwin mempublikasikan The Origin yang memuat 2 teori utama yaitu:
1. Spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain yang hidup di masa lampau.
2. Evolusi terjadi melalui seleksi alam.
Menurut Darwin, agen tunggal penyebab terjadinya evolusi adalah seleksi alam. Seleksi alam
adalah “process of preserving in nature favorable variations and ultimately eliminating those that
are ‘injurious’”.
Secara umum, tanggapan ahli lain terhadap teori Darwin adalah:
a. Mendapat tantangan terutama dari golongan agama, dan yang menganut paham teori
penciptaan (Universal Creation).
b. Mendapat pembelaan dari penganut Darwin antara lain , Yoseph Hooker dan Thomas Henry
Huxley (1825-1895).
c. Mendapat kritik dan pengkayaan dari banyak ahli antara lain Morgan (1915), Fisher (1930),
Dobzhansky (1937), Goldschmidt (1940) dan Mayr (1942).
Dengan berbagai perkembangan dalam perkembangan dalam ilmu biologi, khususnya genetika
maka kemudian Teori Evolusi Darwin diperkaya. Seleksi alam tidak lagi menjadi satu-satunya
agen penyebab terjadinya evolusi, melainkan ada tambahan faktor-faktor penyebab lain yaitu:
mutasi, aliran gen, dan genetic drift. Oleh karenanya teori evolusi yang sekarang kita seirng
disebut Neo-Darwinian atau Modern Systhesis.
Secara singkat, proses evolusi oleh seleksi alam (Neo Darwinian) terjadi karena adanya:
a. Perubahan frekuensi gen dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b. Perubahan dan genotype yang terakumulasi seiring berjalannya waktu.
c. Produksi varian baru melalui pada materi genetic yang diturunkan (DNA/RNA).
d. Kompetisi antar individu karena keberadaan besaran individu melebihi sumber daya
lingkungan tidak cukup untuk menyokongnya.
e. Generasi berikut mewarisi “kombinasi gen yang sukses” dari individu fertile (dan beruntung)
yang masih dapat bertahan hidup dari kompetisi.

Implikasi Teori Evolusi Darwin


1. Asal Usul Spesies
Teori utama Darwin bahwa spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain yang hidup di
masa lampau dan bila diurut lebih lanjut semua spesies makhluk hidup diturunkan dari nenek
moyang umum yang sama. Seperti yang juga diperkirakan oleh Darwin. Teorinya akan ditentang
banyak pihak. Para penentang teori ini dikategorikan dalam tiga kelompok utama:
a. Kelompok yang berpendapat bahwa teori Darwin tersebut tidak cukup “ilmiah”.
b. Kelompok “Creationist” yang berpendapat bahwa masing-masing spesies diciptakan khusus
oleh yang Maha Kuasa untuk tujuan tertentu.
c. Kelompok penganut filsafat “idealist” yang berpendapat bahwa spesies tidak berubah. Variasi
yang ada merupakan tiruan tidak sempurna dari pola umum “archetypes”. Goethe
mengabstaksikan satu archetype atau Urbild untuk semua tanaman (Urplanze) dan beberapa
Bauplane untuk hewan.
Untuk para penentangnya dari dua kelompok pertama di atas Darwin cukup menandaskan bahwa
keajaiban-keajaiban atau intervensi dari kekauatan supranatural dalam pembentukan spesies
adalah tidak ilmiah. Dalam menanggapi kelompok Idealist (seperti Owen dan Lois Agassiz)
Darwin mampu menangkis dengan baik. Pada Origin edisi pertama, Darwin (1959) di halaman
435, menyimpulkan bahwa penjelasan Owen pada masalah archetype adalah “interesting” dan
“unity of type”nya merupakan “hukum” biologi yang penting. Kemudian setelah Owen lebih
keras lagi menentang teorinya. Darwin pada edisi berikutnya menambahkan “…tetapi itu bukan
penjelasan ilmiah”. Menurut Darwin penjelasan tentang “homologi” dan “unity of types” terkait
dengan nenek moyang adalah ilmiah, sementara penjelasan terkait dengan archetype tidak
ilmiah. Oleh karena Darwin memandang masalah ini sebagai proses, sementara konsep archetype
adalam timeless. Secara umum Darwin adalam penganut paham Materialisme.
2. Seleksi Alam
Darwin mengemukakan bahwa seleksi alam merupakan agen utama penyebab terjadinya evolusi.
Darwin (dan Wallace) menyimpulkan seleksi dari prinsip yang dikemukakan oleh Malthus
bahwa setiap populasi cendrung bertambah jumlahnya seperti deret ukur, dan sebagai akibatnya
cepat atau lambat akan terjadi perbenturan antar anggota dalam pemanfaatan sumber daya
khususnya bila ketersediaannya terbatas. Hanya sebagian, seringkali merupakan bagian kecil,
dari keturunannya bertahan hidup: sementara besar lainnya tereliminasi.
Dengan berkembangnya ilmu genetika, teori itu diperkaya sehingga muncul Neo Darwinian.
Menurut Lemer (1958), definisi seleksi alam adalah segala proses yang menyebabkan
pembedaan non random dalam reproduksi terhadap genotype; atau allele gen dan kompleks gen
dari generasi ke generasi berikutnya.
Anggota populasi yang membawa genotype yang lebih adaptif (superior) berpeluang lebih besar
untuk bertahan daripada keturunan yang inferior. Jumlah individu keturunan yang superior akan
bertambah sementara jumlah individu inferior akan berkurang dari satu generasi ke generasi
lainnya. Seleksi alampun juga masih bekerja, sekalipun jika semua keturunan dapat bertahan
hidup dalam beberapa generasi. Contohnya adalah pada jenis fauna yang memiliki beberapa
generasi dalam satu tahun. Jika makanan dan sumberdaya yang lain tidak terbatas selama suatu
musim, populasi akan bertambah seperti deret ukur dengan tidak ada kematian di antara
keturunannya. Hal itu tidak berarti seleksi tidak terjadi, karena anggota populasi dengan
genotype yang berbeda memproduksi keturunan dalam jumlah yang berbeda atau berkembang
mencapai matang seksual pada kecepatan yang berbeda. Musim yang lain kemungkinan
mengurangi jumlah individu secara drastic tanpa pilih-pilih. Jadi pertumbuhan eksponensial dan
seleksi kemungkinan akan dilanjutkan lagi pada tahun berikutnya. Pebedaan fekunditas,
sesungguhnya juga merupakan agent penyeleksi yang kuat karena menentukan perbedaan jumlah
individu yang dapat bertahan hidup atau dan jumlah individu yang akan mati, yang ditunjukkan
dalam angka kematian (Dobzhansky, 1970).
Darwin telah menerim, namun dengan sedikit keraguan, slogan Herbert Spencer “survival of the
fittest in the struggle for life” sebagai altenatif untuk menerangkan proses seleksi alam, namun
saat ini slogan itu nampaknya dipandang tidak sepenuhnya tepat. Tidak hanya individu atau jenis
yang terkuat tetapi mereka yang lumayan pas dengan lingkungan dapat bertahan hidup dan
bereproduksi. Dalam kondisi seleksi yang lunak atau halus semua individu atau jenis pembawa
genotype yang bermacam-macam dapat bertahan hidup ketika populasi berkurang. Individu yang
fit (individu yang sesuai dengan lingkungan dapat bertoleransi dengan lingkungan) tidak harus
mereka yang paling kuat, paling agresif atau paling bertenaga, melainkan mereka yang mampu
bereproduksi menghasilkan keturunan dengan jumlah terbanyak yang viable dan fertile.
Seleksi alam tidak menyebabkan timbulnya material baru (bahan genetic yang baru yang di masa
mendatang akan datang diseleksi lagi),melainkan justru menyebabkan hilangnya suatu varian
genetic atau berkurang frekuensi gen tertentu. Seleksi alam bekerja efektif hanya bila populasi
berisi dua atau lebih genotype, yang mana dari varian itu ada yang akan tetap bertahan atau ada
yang tereliminasi pada kecepatan yang berbeda-beda. Pada seleksi buatan, breeder akan memilih
varian genetic (individu dengan genotype) tertentu untuk dijadikan induk untuk generasi yang
akan datang. permasalahan yang timbul adalah dari mana sumber materi dasar atau bahan
mentah genetic penyebab keanekaragaman genetic pada varian-varian yang akan obyek seleksi
oleh alam. Permasalahan itu terpecahkan setelah T.H Morgan dan kawan-kawan meneliti mutasi
pada lalat buah Drosophilia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses mutasi menyuplai
bahan mentah genetic yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman genetic dimana nantinya
seleksi alam bekerja (Dobzhansky, 1970).
Implikasi dari teori evolusi melalui ala mini sangat luas, tidak hanya mencakup bidang filsafat
namun juga social-ekonomi dan budaya:
 Penggantian cara pandang bahwa dunia tidak statis melainkan berevolusi.
 Paham creationisme berkurang pengaruhn ya.

 Penolakan terhadap teleology kosmis.


 Penjelasan “desain” di dunia oleh proses materialistic seleksi alam, proses yang
mencakup interaksi antara variasi yang tidak beraturan dan reproduksi yang sukses
bersifat oportunistik yang sepenuhnya jauh dari dogma agama.
 Penggatian pola pikir Essensialisme oleh pola pikir populasi.
 Memberikan inspirasi yang disalahgunakan untuk tujuan yang tidak baik seperti gerakan
Nazi di Jerman, Musolini di Italia, kebijakan “eugenic” di Singapura di masa Lee Kuan
Yu dan berkembangnya ekonomi liberal yang dikemas dengan label Social-Darwinian.

Islam Dan Teori Darwin


Secara ilmiah teori evolusi Darwin utama belum dapat dikatakan runtuh, karena sebelum
ditemukan bukti-bukti empiris yang bertentangan dengan kesimpulan teori tersebut, maka
pernyataan dalam teori itu masih dianggap benar. Akan tetapi sampai saat ini banyak kalangan
masih meragukan kebenaran teori itu terutama dari kalangan agama.
Saat ini Indonesia kebanjiran buku-buku Islam yang diproduksi Dr. Harun Yahya yang
“menyerang” teori Darwin. Dari segi teologis ada kekuatiran bahwa teori Darwin akan mengusir
Tuhan dari kehidupan, namun Haidar Bagir, pakar filsafat Islam, tidak sepenuhnya sependapat
dengan Harun Yahya. Bagir (2003) menanggapinya dengan mengatakan “Sikap kita terhadap
keyakinan Darwinian mengenai sifat kebetulan dan materialistic asal-usul kehidupan yang
terkandung dalam teori itu sudah jelas. Kita menolaknya. Tidak demikian halnya dengan
kesimpulan utama teori ini mengenai sifat-sifat evolusioner kehidupan. Karena betapapun
demikian, tetap saja Tuhan bisa dipercayai sebagai Dzat di balik semua gerakan evolusi itu…”.
Tentang prinsip survival of the littest, Bagir justru membenarkannya dan kita harus mengambil
hikmahnya, karena hal itu sesuai dengan kenyataan sehari-hari dan didukung oleh tidak
bertentangan dengan kandungan Alqur’an. Dingin dari dari dua sisi yaitu aspek teologis dan sisi
etis.

3. PSCYOANALYSIS (FREUD)
Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan
dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud (Ratna, 2004:62 dan 344).
Menurut Freud (2002:3), psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang
yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan
untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf.
Lebih lanjut lagi, menurut Fudyartanta (2005:17) psikoanalisis merupakan psikologi ketidak-
sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke arah bidang-bidang motivasi, emosi, konflik,
simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dikembangkan
oleh Sigmund Freud ketika ia menangani neurosis dan masalah mental lainnya.
Menurut Corey (2003:13), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek
psikoanalitik mencakup:
(1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia
bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
(2) Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
(3) Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian di masa dewasa.
(4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara
yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya
mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
(5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran
melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi
Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang
terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich)
(Koeswara, 1991:32; Poduska, 2000:78). Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling
berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk
interaksi ketiganya. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan
superego merupakan komponen sosial (Corey, 2003:14). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai ketiga sistem kepribadian menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud.

Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di
dalamnya terdapat naluri bawaan (Koeswara, 1991:32). Adapun menurut Palmquist (2005:105),
id ialah bagian bawah sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih
lanjut lagi menurut Corey (2003:14), id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang
terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul oleh
kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak. Dengan beroperasi pada prinsip
kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi psikis, yakni libido, dan pada dasarnya
bersifat seksual.
Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari aspek ini
kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut baik
atau buruk. Ia merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir
bersama individu (Berry, 2001:75).
Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan
untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi satu-satunya id adalah untuk
mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan yang dicurahkan
dalam jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia bertugas
menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang dengan kata
lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan.
Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer (Boeree,
2005:38).

Ego
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu
kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan
(Koeswara 1991:33—34). Adapun menurut Ahmadi (1992:152), ego tampak sebagai pikiran dan
pertimbangan. Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-
kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan.
Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari
kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur (Corey, 2003:14). Ego merupakan
tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar
(Berry, 2001:76).
Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan
secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam
dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan
antara kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
Menurut Bertens (2002:71) tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri
dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk
kesadaran dan apa yang akan dikerjakannya. Ego menghubungkan organisme dengan realitas
dunia melalui alam sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan
keinginan dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan
organisme. Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder (Boeree, 2005:39).

Superego
Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya
evaluatif (Koeswara, 1991:34—35). Ia bertindak sebagai pengarah atau hakim bagi egonya.
Menurut Kartono (1996:129) superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang
memberikan garis-garis pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih
merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral
kepribadian.
Adapun superego menurut Palmquist (2004:103), adalah bagian dari jiwa manusia yang
dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas lainnya pada
masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang yang benar dan yang salah.
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego merepresentasikan hal
yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan.
Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya
adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah
perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri (Corey, 2003:15).
Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner (1993:67—68) Fungsi utama dari superego antara
lain (1) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls
tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (2)
mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan;
dan (3) mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk
menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama dengan id,
berada di alam bawah sadar.
Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut
konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri dalam prakteknya,
namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.

Mekanisme Pertahanan Ego


Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya
mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan
individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi
kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego
(Boeree, 2005:42). Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.
Sigmund Freud (dalam Koeswara, 1991:46) sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego
sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-
dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar
kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai
penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-
mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan
dan derajat kecemasan yang dialaminya (Corey, 2003:18).
Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri umum, yakni (1) mereka
menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara tidak
sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang terjadi (Hall dan Gardner, 1993:86).
Menurut Freud, sebenarnya ada bermacam bentuk mekanisme pertahanan ego yang umum
dijumpai, tetapi peneliti hanya mengambil sembilan macam saja, yakni: (1) represi, (2) sublimasi,
(3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) pembentukan reaksi atau reaksi formasi, (7)
melakonkan, (8) nomadisme, dan (9) simpatisme.
Represi
Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling umum dan merupakan dasar bagi
banyak teori Freud (Berry, 2001:79; Hall dan Gardner, 1993:87). Menurut Freud (2003:166),
represi ialah sebentuk upaya pembuangan setiap bentuk impuls, ingatan, atau pengalaman yang
menyakitkan atau memalukan dan menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. Adapun menurut
Koeswara (1991:46), represi ialah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan
kecemasan dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi
penyebab kecemasan tersebut kedalam alam tak sadar.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:122), represi ialah suatu pertahanan dengan mana
anda secara otomatis mengubur pikiran-pikiran atau keinginan yang tak dapat diterima dalam
ketaksadaran anda. Kecemasan-kecemasan tersebut dikubur ke alam bawah sadar seseorang.
Sedangkan menurut Corey (2003:19—20) represi merupakan isi kesadaran yang traumatis atau
bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada
ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Mekanisme pertahanan
ego ini sangat berbahaya. Apabila otak bawah sadar mereka tidak mampu menampung lagi,
maka kecemasan-kecemasan tersebut akan timbul ke permukaan dalam bentuk reaksi emosi
yang berlebihan.

Sublimasi
Menurut Freud (2003:166), sublimasi ialah suatu proses bawah sadar dimana libido ditunjukkan
atau diubah arahnya ke dalam bentuk penyaluran yang lebih dapat diterima. Adapun menurut
Koeswara (1991:46—47), sublimasi ialah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk
mencegah dan atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan
primitif Id yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk (tingkah laku) yang bisa diterima
oleh masyarakat.
Lebih lanjut lagi, menurut Corey (2003:19) sublimasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego
yang menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima
bagi dorongan-dorongannya. Sedangkan menurut Poduska (2000:120) sublimasi suatu
mekanisme pertahanan ego yang melepaskan unek-unek perasaan, terutama yang bersifat
seksual dalam suatu cara yang tidak bersifat seksual. Sublimasi selalu mengubah berbagai
rangsangan yang tidak diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau
bentuk lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial (Boeree, 2005:54).
Mekanisme pertahanan ego seperti ini sangat bermanfaat, karena tidak ada pihak yang merasa
dirugikan, baik individu itu sendiri ataupun orang lain.

Proyeksi
Menurut Koeswara (1991:47), proyeksi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang
mengalihkan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang
lain. Adapun menurut Berry (2001:80), proyeksi ialah suatu mekanisme yang menimpakan
kesalahan dan dorongan tabu kepada orang lain.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:121) proyeksi ialah suatu mekanisme pertahanan
dengan mana anda mempertahankan diri dari pikiran-pikiran dan keinginan-keinginan yang tak
dapat diterima, dengan menyatakan hal tersebut kepada orang lain. Mekanisme pertahanan ego
proyeksi ini selalu mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada
orang lain (Corey, 2003:18). Mekanisme pertahanan ego ini meliputi kecenderungan untuk
melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang lain.
Proyeksi sering kali melayani tujuan rangkap. Ia mereduksikan kecemasan dengan cara
menggantikan suatu bahaya besar dengan bahaya yang lebih ringan, dan memungkinkan orang
yang melakukan proyeksi mengungkapkan impuls-impulsnya dengan berkedok mempertahankan
diri dari musuh-musuhnya (Hall dan Gardner, 1993:88).
Mekanisme pertahanan ego ini merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri (Boeree,
2005:49). Individu yang secara tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini,
biasanya berbicara sebaliknya atau pengkambinghitaman kepada orang atau kelompok lain.
Displacement
Menurut Koeswara (1991:47), displacement ialah pengungkapan dorongan yang menimbulkan
kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam
dibandingkan dengan objek atau individu yang semula. Adapun menurut Corey (2003:19)
displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi kepada objek
atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:119) displacement ialah mekanisme pertahanan ego
dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi yang asli, dan sumber pemindahan ini
dianggap sebagai suatu target yang aman. Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan
kecemasan yang menimpa seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.

Rasionalisasi
Menurut Poduska (2000:116) rasionalisasi ialah suatu mekanisme pertahanan dengan mana
anda berusaha untuk membenarkan tindakan-tindakan anda terhadap anda sendiri ataupun
orang lain. Adapun menurut Koeswara (1991:47—48), rasionalisasi ialah menyelewengkan atau
memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego, melalui dalih atau alasan tertentu yang
seakan-akan masuk akal, sehingga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego individu yang
bersangkutan.
Lebih lanjut lagi, menurut Berry (2001:82), rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan
bagi prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya.
Sedangkan menurut Boeree (2005:53) rasionalisasi ialah pendistorsian kognitif terhadap
“kenyataan” dengan tujuan kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan.
Rasionalisasi selalu menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari
cedera, atau memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu
menyakitkan (Corey, 2003:19). Seseorang yang melakukan mekanisme pertahanan ego seperti
ini, akan membuat informasi-informasi palsu atau dibuat-buat sendiri.

Pembentukan Reaksi atau Reaksi Formasi


Menurut Hall dan Gardner (1993:88) pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu
mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan
kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya. Adapun menurut Koeswara
(1991:48) ialah mekanisme pertahanan ego yang mengendalikan dorongan-dorongan primitif
agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya.
Lebih lanjut lagi menurut Corey (2003:20) reaksi formasi ialah mekanisme pertahanan ego yang
melakukan tindakan berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan-perasaan yang
awal dapat menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan
guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.
Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keinginan yang
tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi ini melakukan perbuatan yang
sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa menimbulkan kecemasan yang mengancam
dirinya.

Melakonkan
Menurut Poduska (2000:122), melakonkan ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang untuk
meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut, dengan cara membiarkan ekspresinya
keluar. Melakonkan merupakan kebalikan dari represi yang menekan dorongan-dorongan atau
keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam alam tak sadar.
Mekanisme pertahanan ego ini membiarkan ekspresinya mengalir apa adanya. Tidak ada bentuk
penahanan atau penutupan atas kecemasan yang diterimanya.

Nomadisme
Menurut Poduska (2000:116), nomadisme ialah suatu mekanisme pertahanan ego, yang untuk
meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut, dengan cara berusaha lepas dari
kenyataan. Dalam menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti ini, dia berusaha
mengurangi kecemasan dengan memindahkan diri sendiri (secara fisik) dari ancaman. Dia
berusaha sesering mungkin atau tidak sama sekali berhadapan dengan individu atau objek yang
akan menimbulkan kecemasan.

Simpatisme
Menurut Poduska (2000:117), simpatisme ialah suatu mekanisme pertahanan ego, yang untuk
meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut, dengan cara mencari sokongan emosi atau
nasihat dari orang lain. Seseorang yang melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini akan
mencari teman dekatnya untuk membicarakan masalah-masalah atau kecemasan yang telah
diterimanya. Dia berusaha mendapatkan kata-kata yang bisa membangkitkan gairah untuk
menghadapinya.

Anda mungkin juga menyukai