Anda di halaman 1dari 11

Nama Kelompok: 1.

Ali Murtadha (180141601503)


2. Al Mirah Baana (180141601506)
3. Ana Maratul Lathifah (180141601578)
4. Ariana Mega Uli (180141601)
5. Benty Septian (180141601559)

Filsafat Behavioristik Pada Pendidikan Orang Dewasa

1. Sejarah Filsafat Behavioristik


Asal muasal dari tradisi ini adalah Materialisme, teori bahwa hukum zat dan
gerakannya dapat menjelaskan realitas tanpa sedikit niatpun untuk menyambungkannya
dengan pikiran dan spiritual. Dalam pandangan naturalist, manusia adalah bagian dari alam,
meskipun ia adalah perkara yang rumit. Materialisme melibatkan beberapa bentuk dari
determinisme tindakan manusia (segala yang terjadi, akan terjadi dengan jalan itu, tidak
dengan cara lain). Teori pandangan meterialisme dapat ditemukan di tulisan Thomas Hobbes
yang menganut determinisme dan materialis. Filsuf Inggris ini mengklaim bahwa sisi
psikologi yang dibuat-buat olah manusia dapat di jelaskan dalam istilah mekanistik. Untuk
penganut materialis, tidak ada realitas internal; apa yang nyata adalah sisi external, yang
dapat diamati, dan faktual.
Tradisi filsafat yang kedua yang sering dihubungkan dengan behaviorisme adalah
empirisme dan realisme sains. Francis Bacon memperkenalkan pada Barat pemikiran tentang
metode induktif dimana seseorang dapat menemukan kebenaran melalui penelitian akan
informasi yang didaptkan dari perasaan “sendirian”, sepi. John Lock yang menyangkal
adanya bakat dalam ide dan menjelaskan pengetahuan manusia melalui proses empiris,
pandangan ini kemudian diikuti oleh Bacon. Bertrand Russel berkontribusi pada tradisi ini
dengan preferensinya untuk data yang “sulit” dari sains daripada data “lunak” dari
kemanusiaan.
Positivisme adalah tradisi filsafat ketiga yang yang serupa dengan Behaviorisme
modern. Positifisme diperkenalkan oleh Auguste Comte yang mengindikasikan bahwa ada
pengetahuan yang tidak berasal dari theologi (ilmu ketuhanan) atau filsafat traditional namun
melalui observasi ilmiah dan pembuktian fakta-fakta. Positifisme logis, sering ditemukan
f=di German dan Inggris, menempatkan penekanan yang lebih besar pada pengembangan
bahasa yang sesuai dengan realitas dan hal iu tidak melampaui kenyataan yang bisa dialami.
Akhirnya, filsuf Inggris Gilbert Ryle (1943) mengembangkan filsafat Behaviorisme melalui
analisa bahasa. Dalam pemikirannya, faktor penyebab dari “behaviour” (sikap) dapat
dijelaskan oleh perilaku itu sendiri dan bukan dari konsep apapun dari diri, pikiran, dan
kesadaran, atau “hantu didalam mesin”.

Karya Charles Darwin memberikan pemantik lainnya dalam kemunculan


Behaviorisme. Perilaku yang dilakukan berdasarkan insting oleh hewan dijelaskan oleh
Darwin sebagai perilaku yang tidak disengaja, reflex, dan tergantung oleh stimulus
internalnya. Buku Origin of Species (1859) juga menjelaskan tentang keberlanjutan siklus
Biologi, yang mengindikasikan bahwa manusia itu cerdas, mungkin, namun tidak terpisah
dari spesies lainnya.

2. Pengertian Behavioristik
Teori Behavioristik adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur diamati
dan dihasulkan oleh respon pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan
dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang
diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi
tindakan tidak benar, diikuti dengn menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Teori Behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

3. Aplikasi Behavioristik pada Pendidikan Orang Dewasa


Pola pendidikan dalam masyarakat menggambarkan nilai yang mendasari masyarakat
tersebut. Menurut Skinner (1974), klangsungan hidup adalah nilai fundamntal untuk setiap
orang dan masyarakat: “Apa yang baik untuk sebuah spesies adalah yang dapat membuatnya
bertahan hidup. Apa yang baik untuk seseorang adalah yang mempromosikan kesejahteraan.
Apa yang baik untuk budaya adalah apa yang bermanfaat dalam proses pemecahan
masalahnya. Ada banyak macam nilai, namun kesemuanya pada akhirnya menempati tempat
kedua setelah bertahan hidup”. (205)
Sebuah sistem pendidikan dapat menjamin keberlangsungan hidup seseorang dan
masyarakat dengan hati-hati mengatur segala kemungkinan penguatan sampai akhir. Pada
level individu, penganut paham behaviorisme dalam pendidikan menekankan pada
penguasaan akan keterampilan bekerja, sehingga seseorang dapat bertahan hidup dalam
lingkungan masyarakatnya. Belajar bagaimana cara belajar juga merupakan keterampilan
penting yang dibutuhkan ketika seseorang sukses menyesuaikan diri dalam perubahan
lingkungan. Para paham behaviorisme juga akan kurang menekankan persaingan dan
kesuksesan individu. Mereka merasa pendidikan seharusnya menguatkan kerjasama dan
saling ketergantungan dalam level mengglobal agar masalah yang dihadapi oleh dunia dapat
diselesaikan. Pendidikan seharusnya menghasilkan orang-orang yang dapat bekerjasama,
mendukung satu sama lain untuk merancang dan membangun sebuah masyarakat yang bisa
meminimalisir penderitaan dan memaksimalkan kesempatan untuk bertahan hidup.
Peran guru dan siswa secara lebih jelas diperlihatkan dalam kerangka paham
behaviorisme. Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk membawa perilaku yang akan
memastikan keberlangsungan hidup manusia, masyarakat dan individu. Peran guru adalah
merancang lingkungan yang akan memunculkan perilaku yang diinginkan untuk mewujudkan
tujuan ini dan juga unutk menghentikan perilaku yang tidak diinginkan. Selanjutnya guru
adalah yang mengatur segala kemungkina, yang mengendalikan lingkungan, atau penghasil
prilaku yang merencanakan dengan sangat detail lingkungan yang dapat memunculkan
perilaku yang diinginkan.
Peran siswa disini, dalam hal pendidikan perilaku adalah mereka harus aktif dan tidak
pasif. Lingkungan diatur sedemikian rupa yang meyakinkan bahwa perilaku khusus siswa
dapat dihilangkan. Ini penting ketika siswa bereaksi sehingga perilaku mereka dapat
dikuatkan. Seorang iswa telah mempelajari sesuatu ketika telah ada perubahan dalam
perilakunya. Dan ketika responnya terjadi lagi dalam kondisi yang serupa.
Psikologi perilaku yang diaplikasikan dalam konteks pendidikan telah menghasilkan
ragam penekanan dalam kebijakan dan spesifik pada praktek pengajaran. Selanjutnya adalah
diskusi singkat tentang prilaku objektif , akuntabilitas, dan metode pengajaran
Periode Awal Psikologis Behavior.
Ahli reflexology mengatakan bahwa dalam tulisan Descartes yang memuncak pada
karya Sir Charles Sherrington dan Ivan Pavlon. Sherington menggambarkan kegunaan
metode ilmiah experimental dalam mengungkap sifat sah yang dimiliki behavior, khususnya
tindakan reflex pada hewan. Pavlon, dengan percobaannya yang terkenal tentang Anjing yang
berliur, mengeksplor mekanisme akuisisi ddari refleks terhadap kondisi tertentu. Konsep
pengondisian yang klasik muncul dari karyanya.

Dengan dua Publikasi yang sangat penting, Behavior-An Introduction to Comparative


Psychology (1914/1930) dan Psychology from the standpoint of a Behaviorist (1919), John
B. Watson menjadi pemimpin yang termasyhur dalam area kajian Behaviorisme. Watson
mengatakan pendapatnya bahwa psikologi adalah ilmu tentang perilaku, bukan kajian untuk
pemikiran ataupun katifitas mental. Jalan

untuk menngerti manusia, ia kekeuh adalah dengan mengamati perilakunya, bagian


yang tidak dapat diamati yakni pemikiran dan apa yang terjadi didalamnya, bagian yang tidak
dapat diamati yakni pemikiran dan perasaan. Ia mendefinisikan perasaan sebagai pola
hereditas (yang diturunkan oleh orangtua secara genetik) akan respon dan penolakan secara
keseluruhan termasuk dalam konsep insting.

Watson mengatakan bahwa respon emotional (perasaan) bersama dengan refleks


motorik dapat digabungkan dan menghasilkan sebuah gerakan reflek. Melalui buku, artikel
dan kuliah, Watson membawa ilmu behaviorisme kepada seluruh khalayak Amerika dan
Psikologis lainnya. Proses membesarkan anak dengan jadwal makan yang disiplin dan juga
menerapkan perilaku disiplin merefleksikan pengaruhnya.

Selama 1920 dan 1950 para ahli behaviorisme lainnya mencoba memperluas kajian
akan karya Watson dan Pavlov dan mencoba menjelaskan, mengendalikan dan
memprediksikan perilaku yang kompleks.

Ahli behaviorisme lainnya di masa-masa awal, E.L Thorndike, seorang psikologis dan
menganut Watson masa kini, meneliti dua objek yakni kecerdasan hewan dan manusia.
Thrindike menjelaskan bahwa belajar adalah proses asosiasi. Bagi thirndike proses belajar
manusia diawali dengan cara yang sama dengan hewan. Perubahan pemikiran dari hewan ke
manusia tidak memiliki diskontinuitas atau pemisahan yang berarti.
PERILAKU OBJEKTIF
Penggunaan perilaku objektif dalam dunia pendidikan, khususnya pada tahun 1960an
dan 1970an, adalah hasil nyata dari psikologi behaviorisme. Behaviorisme fokus kepada
pengukuran aktifitas diluar yang dapat dimati oleh sebuah organisme. Pembelajaran, dalam
istilah behavior, adalah perubahan perilaku. Perilaku objektif kemudian menspesifikkan
perilaku yang ditunjukkan oleh siswa setelah melengkapi serangkaian unit pengajaran. Juga
disebut “objektif pengajaran”, perilaku objektif terdiri dari tiga komponen: 1) kondisi yang
relevant atau stimulus dimana siswa diharapkan untuk tampil; 2) perilaku dari siswa adalah
menampilkan sesuatu, termasuk referensi general akan hasil perilaku siswa; dan 3) sebuah
deskripsi dari kriteria dimana perilaku dinilai diterima atau tidak diterima, perilaku sukses
ataukan tidak sukses.
Para pendukung perilaku objektif menyatakan bahwa hasil dari proses belajar itu
seharusnya dapat diukur secara objektif dan jelas, karena itu mengungkap kemajuan yang
diraih oleh para siswa. Evaluasi yang didasarkan pada perilaku objektif menghilangkan
adanya penilaian estimasi subjektif dan asal-asalan terhadap penampilan siswa. Perilaku
objektif juga melengkapi guru dengan banyak penjelasan tentang apa yang akan diajarkan
dan karena itu, apa yang para siswa seharusnya pelajari. Para pendukung lebih jauh
menggunakan perilaku objektif akan menggiring mereka menuju proses belajar mengajar
yang lebih efektif.
Kritik terhadap perilaku objektif muncul untuk mengelompokkan konsep
pembelajaran. Para oposisi mengatakan bahwa proses pembelajaran adalah fenomena yang
kompleks, banyak jenis perilaku yang akan terungkap ketika proses pembelajaran sedang
berlangsung atau telah terjadi, hasil dari pembelajaran tersebut dapat berupa hal yang kreatif
dan tidak terprediksi, dan pembelajaran merupakan proses yang tidak terstruktur atau
tersembunyi dan pendekatannya merupakan pendekatan menyeluruh bukan sedikit-sedikit
atau bagian perbagian. Oposisi juga mengatakan bahwa perilaku objektif dan tipe tertentu
mungkin lebih cocok untuk beberapa subjek daripada subjek lainnya, mereka tidak menjamin
bahwa apa yang telah dipelajari dalam situasi tertentu dapat digunakan lagi pada situasi
berbeda lainnya.
Seseorang mendukung atau tidak mendukung konsep dari perilaku objektif, teori
tersebut tetap digunakan oleh pendidik, perancang kurikulum, administrasi, dan pendidik
dalam pendidikan oarng dewasa dalam latar dunia
pendidikan yang beragam. Pendidikan dasar orang dewasa, pendidikan berkelanjutan
profesi, pelatihan dalam bidang bisnis dan industri adalah tiga bidang yang menggunakan
perilaku objektif.
Penggunaan perilaku objektif menggambarkan kebutuhan akuntabilitas dalam semua
level pendidikan–ide bahwa semua yang terlibat dalam proses pendidikan harus dilaksanakan
secara akuntable untuk membawa pendidikan mencapai tujuan mengapa ia didirikan.
Hubungan antara perilaku objektif dan akuntabilitas digambarkan oleh Popham (1971):
“mereka yang melemahkan para pendidik dari untuk menjelaskan dengan sejelas-jelasnya
tujuan dari pengajaran mereka seringkali menghilang, jika tidak dipromosikan, jenis
pemikiran serupa yang tidak jelas telah menggiring kita pada kualitas pendidikan terendah di
negeri ini.” (78)

AKUNTABILITAS
Konsep akuntabilitas pendidikan melibatkan bukti yang dihasilkan oleh guru terkait
dengan kualitas proses mengajarnya, biasanya dalam hal apa yang terjadi pada siswa,
kemudian siap untuk dinilai berdasarkan bukti yang ada. Karena itu beberapa guru yang
akuntabel bertanggungjawab akan hasil pengajarannya terhadap siswa. (41)
Pendidik lainnya memiliki pandangan yang lebih luas akan akuntabilitas semua
profesi yang terlibat didalamnya. Amanah dari federal No Children Left Behind (NCLB)
tiada lagi anak yang tertinggal, merupakan contoh yang sangat bagus dalam upayanya
membuat dunia pendidikan lebih akuntabel. Diterbitkan pada tahun 2001, NCLB mengatakan
bahwa siswa, sekolah, tingkat provinsi, dan negara bagian harus di evaluasi tiap tahun; semua
sekolah yang gagal mencapai target standar kan di beri hukuman. Lebih jauh, sekolah
provinsi yang menerima dana dari federal, “menghadapi sanksi yang berpotensi untuk
pengambilalihan dan pemindahan administrasi dan para tim pelaksana sekolah jika mereka
tidak mencapai kemajuan yang cukup memadai dalam tiap tahunnya selama beberapa tahun
yang ditentukan” (DeMao, 2004). Artikel majalah TIME baru-baru ini melaporkan bahwa
“tim NCLB telah mendeklarasikan lebih dari 6000 sekolah gagal dan negara bagian
mengatakan, memaksa mereka menggelontorkan dana jutaan dolar untuk menciptakan sistem
ujian baru dan sistem akuntabilitas” (Feb. 23, 2004, 14).
Pemerintah pusat baru-baru ini mendorong “praktek berbasis sains” atau “berbasis
bukti” dalam penelitian dan pendidikan adalah salah satu contoh gagasan behavioris terhadap
akuntabilitas. Penelitian yang berbasis sains dalam pendidikan.
Praktek yang berdasar pada bukti telah menemukan jalannya dalam pendidikan orang
dewasa dan bagian tertentu dalam pendidikan dasar orang dewasa, ESOL (bahasa Inggris
untuk mereka yang bahasa ibunya adalah non-English) untuk orang dewasa. Singkatnya, ini
adalah program masyarakat yang harusnya didukung oleh pembiayaan dan harus “akuntabel”.
Laporan terbaru berjudul “mendirikan sistem pendidikan orang dewasa yang berdasakan pada
basis eviden/ pembuktian mendefinisikan bukti sebagai “integrasi nilai profesionalisme
dengan bukti empiris yang ada dalam pembuatan keputusan tentang bagaiaman
menyampaikan pengajaran” (Comings, 2003,2).
Model yang diajukan terdiri dari tiga komponen – 1) dasar dan penelitian yang
diaplikasikan yang digunakan untuk membangun program yang kemudian 2) dievaluasi untuk
keefektifannya dalam pertemuannya dengan 3) para praktisi ilmu pengetahuan dalam
meningkatkan implementasinya.
Dalam pelaksaan kontrak dan diskon di dunia pendidikan merupakan dua intrik
dimana sekolah memperlihatkan keseriusannya dalam hal akuntabilitas. Dalam
penyelenggaraan kontrak, bisnis dalam hal ini sistem sekolah ia bisniskan, atau indsutri dan
teknlogi serta prinsip modern dari kontrak design behavior untuk membawa siswa menjadi
lebih baik dan efisien daripada sistem sekolah umum. Kemungkinan karena hasil dari
percobaan tersebut kelihatannya tidak berhasil, penyelengaraan kontrak dalam sekolah bisnis
tidak seterkenal dahulu pada tahun 1970an dan 1980an. Baru-baru ini, upah guru
dihubungkan dengan keterampilan dan kemajuan siswa setidaknya, 6 negara bagian telah
menetapkan kewenangan hukum terhadap beberapa tipe pembayaran berdasarkan prestasi
siswa untuk para pendidik (Gleason, 2000, 1). Diskon di dunia pendidikan secara esensial
menampilkan insentif yang ekonomis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun
ada beberapa rencana, setiap program tersebut mengajukan sebuah sistem alokasi dana
mealului agensi pemerintah kepada orang tua siswa. Orangtua kemudian ‘’membeli’’
pendidikan untuk anak mereka disekolah-sekolah berdasarkan pilihan masing-masing. Hal ini
kemudian akan memaksa sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya agar tetap
bertahan (Caire, 2002).
Dalam pendidikan orang dewasa, diskon pendidikan dan jatah program telah diajukan
untuk dipertimbangkan sebagai salah satu implementasi pendidikan seumur hidu (Life long
learning Act, 1976).
METODE PENGAJARAN
Dampak dari behaviorisme dalam pegajaran dapat dilihat dalam pengajaran yang
diprogramkan. Pengajaran yang berbasis atau dengan bantuan komputer dan kontrak belajar.
Metode pegajaran ini didasarkan pada prinsip kondisi operant dan asusmi bahwa
pembelajaran didapatkan melalui penguatan dan perilaku yang berulang-ulang. Kesemuanya
itu mendefensikan belajar dalam istilah behavioral, dan hampir semua bentuk dari perilaku
siswa melalui sebuah perkembangan secara pelan menuju tujuan utama. Mereka menyajikan
feedback yang cepat dan terus menerus, penguatan positif yang liberal dan keyakinan bahwa
tidak ada siswa yang gagal hanya karena dia belajar lebih lambat dari mahasiwa lainnya
(Herman, 1977,93).
Mengembangkan karya Sidney Preysey, B. F. Skinner diakreditasikan dengan
perkembangan program pengajaran. Program pengajaran, yang awalnya melalui mesin
pengajaran dan sekarang melalui program berbasis komputer, adalah merupakan “alat yang
mengatur segala kemungkinan dari penguatan” (Skinner 1968, 65). Menurut Skinner tahun
1968, ada 4 tipe program yang dirancang untuk (1) menghasilkan pola perilaku baru, (2)
Menyesuaikan properti perilaku, (3) Berprilaku sesuai dengan stimulus atau (4) Tetap pada
perilaku dibawah penguatan yang sekali-kali diberikan (jarang). Program dapat dilinearkan
dimana materinya materinya dipecah-pecah menjadi unit kecil yang kesemuanya menggiring
pada tujuan akhir atau cabang-cabang yang membolekan siswa untuk mengeksplorasi dirinya
pada mata pelajaran yang belum diketahui dan melewati sesi yang telah dimengerti. Sama
seperti aspek lain dari pendidikan behaviorisme, program pengajaran memiliki pendukungnya
dan orang yang tidak setuju dengannya. Inti dari kontroversi pada dau point – kepuasan siswa
akan metode dan akuisisi serta ingatan penguasaan materi. Beberapa siswa merespon baik
bentuk dari pengajaran ini namun yang lainnya menganggapnya terlalu membatasi dalam
review penelitian pada pengajaran berbantuan komputer dibandingkan dengan pengajaran
non berbantuan komputer pada latar pendidikan orang dewasa dasar dan menengah Rachal
(1993) menemukan hasil yang mix antara 12 tadi yang di riview. Ia menyimpulkan ‘’CAI
(pengajaran berbantuan komputer) telah menempati sebuah tempat di ABSE. Namun pada
waktu yang sama, harapan akan hal tersebut mejadi sebuah kajaiban untuk orang dewasa
dalam program pendidikan ini adalah naif dan tidak realistis’’ (171-172).
Banyak pendidik orang dewasa lebih ingin melihat penekanan pada aktifitas
pendidikan yang meningkatkan pembelajaran yag fokus pada perkembangan diri. Self
Directed Learning (1975) oleh Knowless mendukung sebuah proses dimana siswa
menentukan perilaku yang ingin dicapai dan kriteria dan mekanisme evaluasi. Kriteria ini
dikeluarkan saat kontrak belajar dimana tujuan, aktifitas, sumber, dan kriteria evaluasi
diidentifikasi. Dalam realitas, pengajaran formal dalam pendidikan orang dewasa sepertinya
lebih individu melalui program kerjasama antara guru dan siswa atau guru yang menentukan
tugas. Dalam sebuah analisa pegajaran individu, Herman (1977) telah menggambarkan
langkah-langkah berikut dimana pendidik dan siswa disemua level dapat menggunakan atau
memanfaatkan prinsip behaviorisme untuk mendesain pengajaran indvidu:
Langkah 1 : menspesifikkan tujuan perilaku
Langkah 2 : menganalisa tugas belajar – serangkaian materi dalam kemajuan yang
logis
Langkah 3 : menilai perilaku awal – mengidentifikasi bagaimana siswa anda atau
apa yang telah anda ketahui
Langkah 4 :merencanakan persentasi–menyediakan tanda,feedback, penguatan dan
kecepatan penguasaan siswa
Langkah 5 : evaluasi merekam dan penyesuaian (126-128).
Pertanyaan dan Jawaban
1. Fella
Apa yang dimaksud dengan Diskontinuitas? “. Perubahan pemikiran dari hewan ke
manusia tidak memiliki diskontinuitas”
- Benty
Maksud dari Diskontinuitas yaitu dalam arti KBBI adalah ketidaksinambungan
jadi maksud dari kalimat tersebut perubahan pemikiran dari hewan ke manusia itu
tidak ada kesinambungan.
2. Evin
Apa perbedaan Empirisme dan Realisme Sains?
- Ali
Empirisme dan Realisme Sains sangat bertolak belakang, karena Empirisme
menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sedangkan Realisme
Sains menyatakan bahwa pengetahuan sudah ada sejak kita dilahirkan.
3. Irkham
Apa yang di maksud dengan praktek berbasis sains atau berbasis bukti?
- Baana
Praktek yang berdasar pada bukti telah menemukan jalannya dalam pendidikan
orang dewasa dan bagian tertentu dalam pendidikan dasar orang dewasa.
4. Varas
Contoh Prilaku Objektif dalam kehidupan sehari hari?
- Ana
Contohnya memperbolehkan semua untuk bertanya tanpa membedakan etnis,
suku atau ras nya.
5. Jihan
Kenapa Teori Behavioristik mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif?
- Ariana
Karena di sini yang aktif adalah pendidiknya memberikan penguatan dan perilaku
yang berulang-ulang.

Anda mungkin juga menyukai