Anda di halaman 1dari 7

Nama: Irma Febiana

Nim. : 22123013

Kelas : A

Mata Kuliah: Sejarah & Aliran

UNIVERSITAS CENDEKIA MITRA INDONESIA

_____________________________________________________________________________________
_________

Sejarah Psikologi Behavioristik

Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang
berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme — termasuk tindakan, pikiran, atau
perasaan— dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian
dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis
seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati
tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan
proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang diperkenalkan oleh John B.Watson (1878 –
1958), seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Di Amerika Serikat, Witson dikenal sebagi Bapak
Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus – Respons Bonde.

Aliran Behaviorisme dan Neo-Behavirisme adalah sebuah aliran psikologi yang berkembang sejak tahun
1900-an hingga 1990. Yang berawal dari hadirnya seekor kuda pintar bernama Hans. Hans ini memiliki
kegeniusan dalam bidang matematika. Hans bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan
kepadanya dengan menggentakan kakinya ke lantai sesuai dengan jumlah yang dia jawab.

Pemilik kuda tersebut, Von Osten, pensiunan guru matematika, yang memberi pendidikan kepada kuda
peliharaannya mempunyai tujuan untuk membuktikan teori Darwin bahwa manusia dan hewan memiliki
proses-proses mental yang sama. Dia meyakini satu-satunya alasan mengapa kuda atau hewan lain
menjadi tidak lebih cerdas dikarenakan tidak diberi pendidikan yang memadai. Karena usahanya ini,
banyak dunia barat yang percaya.

Sejarah Aliran Behaviorisme


Pada dekade kedua abad kedua puluh (menuju sains perilaku). Aliran fungsionalisme menjadi semakin
matang sedangkan aliran strukturalisme menjadi semakin redup. Meskipun strukturalisme
mempertahankan posisi mereka namun sudah tidak eksklusif lagi. Perpecahan diantara dua aliran ini
menjadi cikal bakal munculnya aliran hasil gerakan revolusioner yang disebut behaviorisme. Aliran
Behaviorisme ini diusung oleh tokoh berumur 35 tahun John B. Watson.

Doktrin yang ditanamkan Watson bersifat sederhana, langsung, dan berani. Watson menolak semua
konsep dan istilah mentalistik, dia mempercayai tindakan-tindakan yang dapat diamati dan dapat
digambarkan secara obyektif dalam istilah “stimulus” dan “respon”. Disisi lain Watson juga menolak
konsep kesadaran dan menganggap bahwa kesadaran tidak berguna bagi psikologi behavioral.

Dia mengatakan bahwa kesadaran “tak pernah dipandang, disentuh, dan dibaui, dicicipi, atau
dipindahkan. Ia hanyalah sebuah asumsi hambar yang sama tak terbuktinya dengan konsep jiwa dulu”.
Oleh karena itu konsep kesadaran tidak berguna bagi sains perilaku. Dasar dari gagasan ini bukanlah
murni dari Watson sendiri, namun pada tokoh-tokoh sebelunya seperti Auguste Comte, sebagai pendiri
aliran positifisme yang menekankan bahwa satu-satunya pengetahuan yang valid adalah yang memiliki
hakikat sosial dan dapat diamati secara obyektif, gagasan ini yang nantinya menjadi bagian dari Zeitgeist
ilmiah pada abad ke-21

Pada masa itu pula Watson menggarap behaviorismenya , sehingga dengan cara yang tak dapat
dihindari menuntun pada jenis psikologi yang memfokuskan pada apa yang dapat dilihat, didengar, atau
disentuh. Hasilnya adalah sains perilaku yang memandang bahwa manusia sebagai mesin.

Teori Behaviorisme

Teori Behaviorisme atau associationism theory merupakan salah satu teori yang lahir pada akhir abad
sembilan belas dan awal abad dua puluh. Teori ini dimulai oleh Pavlov (1849-1936 M) yang telah
melakukan serangkaian eksperimen, bagaimana respon lahir berkat adanya stimulus. Hasil
eksperimannya menjadi salah satu cabang aliran behaviorisme, yaitu aliran classical conditioning
(pembiasaan klasik).

J.B. Watson (1878-1958 M) merupakan peletak dasar dan tokoh utama dalam teori behaviorisme.
Menurutnya, objek penelitian psikologi itu hanya terbatas pada studi perlaku lahir manusia. Penelitian
psikologi juga menjauhi hal-hal yang tidak bisa diketahui oleh indera termasuk akal, pikiran, kecerdasan,
dan yang berhubungan dengan akal pikiran.

Tokoh terkenal lainnya dalam teori ini adalah Skinner, ia membatasi ilmu jiwa sebagai studi yang
mengkaji tingkah laku sebagai objek penelitian. Tingkah laku didefinisikan sebagai sesuatu yang lahir dari
makhluk hidup, termasuk manusia. Tingkah laku dapat dikontrol, diamati, dan dievaluasi secara objektif.
Penganut teori behaviorisme harus memperhatikan hubungan antara stimulus (peristiwa yang terjadi di
suatu lingkungan) dengan perilaku makhluk hidup (respon, reaksi, gerak balas). Caranya, yaitu dengan
mengamati bagaimana stimulus dapat mempengaruhi tingkah laku.

Edward L. Thorndike (1874-1949), menambahkan kaidah pembiasaan klasik (the law of exercise) ke
dalam teori ini. Ia menamakannya hukum efek atau akibat (the law of effect). Menurut Thorndike dan
Skinner, pemberian sanksi terhadap peserta didik akan melemahkan hubungan pembelajaran bahkan
berdampak negatif terhadap peserta didik, yaitu lupa terhadap unsur yang diajarkan.

Tokoh-tokoh terkenal tentang masalah ini diantaranya adalah:

1. John Watson lahir pada tahun 1878 dan meninggal tahun 1958. Setelah memperoleh gelar master
dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh
pendidikan di University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi
karena pengaruh Angell. Akhirnya ia memutuskan menulis disertasi dalam bidang psikologi eksperimen
dan melakukan studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun 1903 ia menyelesaikan disertasinya. Tahun
1908 ia pindah ke John Hopkins University dan menjadi direktur lab psi di sana. Pada tahun 1912 ia
menulis karya utamanya yang dikenal sebagai ‘behaviorist’s manifesto’, yaitu “Psychology as the
Behaviorists Views it”.

Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran behaviorisme:

a. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan
fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya.

b. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu
halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh
karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.

c. Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.

Pandangan utama Watson

- Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah
semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun
yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi,
juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned

-Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah
hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim
menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat
deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.

- Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada,
tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan
berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah.
Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang
kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah
psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep
soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan
berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.

- Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode
empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

- Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang
unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali
simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
- Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh
behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh
dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan
menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia
menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson
punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

- Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut
Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan
kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

- Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir
didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’,
masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

- Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada
hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adaljah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan
ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada
mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang
membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.

2. Edward Thorndike

Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, teori behavioristik dikaitkan
dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang berupa pikiran, perasaan, atau gerakan)
dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan).

3. Ivan Petrovich Pavlov

Prinsip teori belajar Classical Conditioning Pavlov menjelaskan bahwa belajar merupakan pembentukan
kebiasaan dengan cara menghubungkan antara perangsang/stimulus yang lebih kuat dengan
perangsang yang lebih lemah, proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan
lingkungan.

4. Vladimir Bekhterev

Minat Bekhterev adalah pengondisian respon motorik. Dia menerapkan prinsip-prinsip pengondisian
Pavlov pada otot. Penemuan utamanya adalah refleks terasosiasi. Dia menemukan bahwa gerakan
refleksif dapat terjadi tidak hanya karena stimulus tak terkondisi, tetapi juga stimuli yang telah
diasosiasikan oleh stimulus awal

5. William Mc Dougall

Teori instink McDougall mengatakan bahwa, perilaku manusia berasal dari tendensi-tendensi dari dalam
diri membentuk pikiran dan tindakan. Watson menolak pemikiran ini, dan keduanya berselisih bukan
hanya dalam persoalan ini, tetapi juga dalam beberapa persoalan lainya. Mcdougall setuju mengenai
data perilaku yang diberikan Watson adalah fokus yang benar untuk riset psikologis, tetapi menurut
pendapatnya data tentang kesadaran juga tak dapat dilepaskan

6. Edward Chace Tolman

Tolman berpendapat adanya tujuan dalam perilaku dapat didefinisikan didalam istilah-istilah behavioral
obyektif. Dengan kata lain, perilaku menunjukkan tanda-tanda adanya tujuan dan orientasi pada
pencapaian sebuah tujuan atau mempelajari cara untuk mencapai tujuan. Tolman mencatat lima
variabel independen sebagai penyebab perilaku: stimuli lingkungan, dorongan psikologis, hereditas,
pelatihan yang diterima, dan usia.

Tolman memasukkan sekumpulan faktor yang tak dapat diobservasi, variabel antara, yang merupakan
determinan perilaku yang sesunggguhnya. Faktor-faktor ini yang merupakan proses internal yang
menghubungkan situasi stimulus dengan respon yang terobservasi. Variabel antara adalah apa saja yang
terjadi pada organisme. Contoh variabel antara yakni ketika merasakan lapar, kita tak dapat melihat rasa
lapar, tetapi rasa lapar dapat dihubungkan dengan respon obyektif perilaku seperti kecepatan memakan
makanan.

7. Clark Leonard Hull

Menurut Hull, behavioris harus memandang subyek mereka sebagai mesin. Behaviorisme Hull yang
mekanistik memberikan pandangan yang jelas mengenai metode-metode yang seharusnya digunakan
dalam sebuah studi.

Yang pertama ia harus obyektif, dan yang kedua ia harus kuantitatif. Hull mencatat empat metode yang
dianggapnya sangat berguna bagi riset ilmiah. Tga diantaranya sudah digunakan secara luas: observasi
sederhana, observasi terkontrol sistematis, dan pengujian eksperimental terhadap hipotesis. Metode
keempat yang diusulkan Hull adalah hipotetico-deduktif, yang menggunakan deduksi dari serangkaian
rumusan yang ditentukan secara a priori.

Bagi Hull, motivasi dasar adalah kondisi kebtuhan tubuh yang muncul dari sebuah penyimpangan dari
kondisi-kondisi biologis optimal. Drive atau dorongan didefinisikan sebagai stimulus yang muncul dari
keadaan kebutuhan sekelompok sel didalam tubuh organisme yang membangkitkan perilaku

8. B.F Skinner

Pengondisian operan milik Skinner, beroperasi pada lingkungan organisme, karena perilaku sebagian
besar adalah tipe operan, maka pendekatan yang paling efektif terhadap sebuah sains perilaku adalah
mempelajari pengondisian dan peniadaan perilaku-perilaku peran ini. Penguatan ada dua, positif, setiap
stimulus yang diberikan kemudian meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut muncul kembali. Dan
negatif, menghilangkan suatu stimulus yang tidak disukai, dan akan mengurangi perilaku tersebut
muncul kembali. Kemudian Skinner juga memberi jadwal penguatan, ada empat, (1) rasio tetap,
pemberian penguatan secara acak, bergantung jumlah respon yang diberikannya. (2) rasio bervariasi,
pemberian penguatan setelah respon ke-n. (3) interval tetap, pemberian penguatan untuk respon
pertama atas dasar periode waktu yang telah ditentukan. (4) interval bervariasi, pemberian penguatan
setelah jangka waktu atau periode yang ditetapkan secara acak

9. Albert Bandura

Meski Bandura sependapat dengan Skinner bahwa perilaku manusia dapat diubah melalui penguatan,
dia juga megusulkan, bahwa kenyataannya individu dapat mempelajari hampir semua perilaku tanpa
harus mengalami penguatan secara langsung.

Kita juga dapat mengetahui teori Bandura vicarious reinforcement, dengan mengamati bagaimana orang
lain berperilaku dan melihat konsekuensi-konsekuensi dari perilaku mereka. Karena itu, proses kognitif
jadi memainkan peranan penting didalam teori kognitif sosialBandura

10. Julian Rotter

Rotter mengembangakn sebuah bentuk behaviorisme kognitif. Sama seperti Bandura. Dia hanya
mempelajari subyek manusia dalam interaksi sosial. Bagi Rotter, kondisi kognitif internal memberikan
pengaruh terhadap pengalaman eksternal. Rotter memfokuskan banyak riset terhadap sumber penguat.
Lokus kontrol internal, penguatan tergantung pada diri mereka sendiri, dan lokus kontrol eksternal,
penguatan tergantung pada kkekuatan dari luar.

Anda mungkin juga menyukai