B Watson
A. Pendahuluan
John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari 1878 dan wafat
di New York City pada tanggal 25 September 1958. Ia mempelajari ilmu filsafat di University
of Chicago dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1903 dengan disertasi berjudul Animal
Education. Watson dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan tentang
psikologi binatang.
Teori J.B. Watson banyak dipengaruhi oleh Teori Pelaziman Klasik Pavlov. Menurut
Watson, tingkah laku adalah reflex terlazim yaitu sesuatu gerak balas yang di pelajari melalui
proses pelaziman klasik. Selain tingkah laku, Watson turut menjalankan kajian terhadap
pembelajaran emosi manusia. Menurut Watson, manusia mewarisi tiga jenis emosi yaitu
takut, marah dan kasih sayang.
6. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua
hukum utama, recency (baru) dan frequency (sering) . Watson mendukung
conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka
kebiasaan adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada
percobaan phobia (subyek Albert).
7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William
James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya
sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan
kebiasaan. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
8. Proses berpikir dan berbicara terkait erat. Berpikir adalah proses didasarkan pada
keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang tidak
terlihat, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau
gesture lainnya.
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol
dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan
perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis.
Dengan penolakannya pada pikiran dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali
semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada
eksperimen terkontrol.
C. Percobaan Watson
Pendekatan baru dari Watson menolak keberadaan kesadaran. Dia mengatakan bahwa
emosi adalah RANGSANGAN lingkungan dan RESPONS dari dalam diri yang dapat diukur.
seperti denyut nadi, pernapasan dan wajah yang memerah. Watson berpendapat bahwa bayi
memiliki tiga emosi dasar.
Hasil penelitian Watson yang terkenal (1920) adalah mengenai bayi yang berusia 11
bulan bernama Albert. Di perlihatkan pada bayi itu seekor tikus putih yang tidak ditakutinya.
Di belakangnya diperdengarkan suara keras dengan cara memukul batang baja dengan palu.
Rasa takut yang ditimbulkan oleh suara keras menyebabkan rasa takut terkondisikan pada
tikus. Albert menggeneralisasikan rasa takut ini dengan rangsangan lain yang mirip, termasuk
dengan kelinci, mantel bulu, dan jenggot sinterklas. Watson berpendapat bahwa rasa takut
dan cemas pada manusia biasa berasal dari pengalaman masa kanak-kanak yang mirip.
Adanya pengembangan conditioned emotional reaction ( reaksi emosional yang
terkondisikan ). Sekarang Albert takut terhadap tikus karena asosiasi emosionalnya dengan
suara yang ditakutinya . Lebih jauh lagi, ada bukti bahwa albert mulai takut akan objek yang
lain seperti contoh diatas. Terlepas dari itu bukti bahwa reaksi emosi Albert tidak sekuat atau
seumum yang diperkirakan. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa banyak rasa takut
merupakan reaksi emosional terkondisikan.
D. Teori dan Konsep Behaviorisme dari Watson
Teori belajar S-R (stimulus respon) yang langsung ini disebut juga dengan
koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam
perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik.
Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang
tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak
menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi
demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme
memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar
lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya.
Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup
lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan
sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan
terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika
orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang
sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag
tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur.
Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur:
dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur
yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi
kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan
tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk
membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada
pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah
tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri
individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh
rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, dan rayuan gombal. Dalam dunia
aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya
yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau
mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya
dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-
masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit
humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau
komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan
bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya
rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini.
Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang
positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus
yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah
apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi
rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya
dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar,
maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan
respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan
kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan
bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak
mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi
trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi
akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu
penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang
mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara
membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain
berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya, Bagus!, coba kalau
menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu
namanya penguatan positif.
Kelemahannya
Kelebihan dari teori ini adalah, penilaian terhadap perubahan yang terjadi,
mudah untuk dilakukan. Karena hanya berdasarkan pada perubahan yang
dapat diamati saja.
Implikasi dari pendapat Watson, dapat ditemukan dalam kejadian dimana seorang
guru yang melontarkan pertanyaan kepada siswanya dan memberikan kesempatan
kepada siswanya untuk menjawab. Nemun tiap kali siswanya menjawab dengan
jawaban yang salah, sang guru langsung saja memberikan respon negatif dengan
mengucapkan kata salah.
Pervin, L. A., Cervone, D., & John,O.P. (2010).Psikologi Kepribadian Teori dan
Penelitian. Jakarta:Kencana.
Atkinson, L.R.,Smith. E.E., Atkinson, R.C., & Bem D.J. (2010). Pengantar Psikologi.
Batam :Interaksara.