Anda di halaman 1dari 9

NAMA : ARMALITA MUFLIKHAH

NIM : 22123021
Sejarah Psikologi Behavioral

Psikologi merupakan ilmu yang memepelajari perilaku dan proses mental. Setelah berhasil
memisahkan diri dari filsafat dan membentuk disiplin ilmu baru, psikologi mengalami banyak
perkembangan yang ditandai dengan munculnya berbagai aliran/teori dalam psikologi. Jika pada
kemunculan psikologi sebagai ilmu, model strukturalisme yang dipelopori oleh Wundt menempati
posisi yang cukup bergengsi.
Behaviorisme atau psikologi perilaku atau sering juga disebut dengan psikologi “S-R”
merupakan aliran psikologi yang berkembang dengan pesat, khususnya di Amerika. Aliran ini
pertama kali diusung oleh John B. Watson (1878 -1958) dengan mengambil tesis bahwa studi
psikologi harus fokus pada perilaku dan bukan pada proses introspeksi. Hal ini berbeda dengan
studi psikologi yang dikembangkan dalam laboratorium Willem Wundt di Jerman yang lebih
memfokuskan pada proses introspeksi. John B. Watson justru mengembangkan model psikologi
yang tidak menggunakan introspeksi. Proses kesadaran bukanlah hal yang perlu untuk diselidiki,
sebab yang penting adalah proses adaptasi, gerakan otot-otot, dan aktivitas kelenjar-kelenjar.
Dengan fokus penelitian tersebut di atas maka psikologi di bawa ke arah yang lebih empiris.
Menurut aliran behaviorisme yang dianut oleh Watson, tujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku dan tidak ada kaitannya dengan kesadaran.
Dalam teori ini yang dapat dikaji oleh psikologi adalah hal – hal yang dapat diamati secara
langsung, yaitu rangsangan atau stimulus, dan gerak balas atau respon, sedangkan hal – hal yang
terjadi pada otak tidak berkaitan dengan kajian dalam ranah behaviorisme.
Teori behaviorisme menganalisis perilaku yang tampak pada diri seseorang yang dapat diukur,
digambarkan, dan diramalkan. Menurut behaviorisme memandang bahwa manusia dilahirkan
tidak membawa bakat apa – apa. Manusia akan berkembang dan belajar berdasarkan stimulus yang
diterimanya dari lingkungan sekitar. Lingkiungan yang baik akan melahirkan seorang individu
yang baik, dan begitupun sebaliknya lingkungan yang buruk akan melahirkan seorang individu
yang buruk. Behaviorisme tidak membahas peristilahan yang bersifat subjektif, seperti persepsi,
Hasrat, tujuan termasuk berpikir dan emosi. Behaviorisme memusatkan pada pendekatan ilmiah
yang benar – benar objektif.
Behaviorisme menjadikan ilmu tentang perilaku yang disederhankan dan mudah untuk dikaji.
Perilaku menurut behaviorisme, termasuk tindak respon yang disebab atau ditimbulkan oleh
adanya rangsangan atau stimulus. Respon dapat diamati makan stimulus dapat di prediksi.
Menurut Watson perilaku dipelajari menurut hubungan stimulus – respon, yaitu ; untuk
membuktikan kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia, Watson mengadakan
eksperimen terhadap Albert seorang bayi berumur 11 bulan. Pada mulanya Albert adalah seorang
bayi yang gembira yang tidak takut terhadap binatang seperti tikus putih berbulu halus. Albert
senang sekali bermain bersama tikus putih yang berbulu cantik itu. Dalam eksperimen ini, Watson
memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap
kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu, dan juga terhadap kelinci putih. Dengan
eksperimen itu, Watson mengatakan bahwa dia telah berhasil membuktikan bahwa pelaziman
dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.

Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus – respons ini, Watson
mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle (prinsip kebaruan), dan (2)
frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut recency principlejika suatu stimulus baru saja
menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama
apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah
lama berselang. Menurut frequency principle apabila suatu stimulus dibuat lebih sering
menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama
pada waktu yang lain akan lebih besar
Pada dasarnya, Watson menolak pikiran dan kesadaran sebagai subjek dalam psikologi dan
mempertahankan perilaku (behaviour) sebagai subjek psikologi. Terdapat 3 Prinsip dalam aliran
behaviorisme:

1. Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah
lingkungan external yang hadir di kehidupan. Perilaku muncul sebagai respons dari kondisi
yang mengelilingi manusiadan hewan.
2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman
baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan
memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
3. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku
hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

Pada karya John B. Watson yang berjudul “Psychology as The Behaviorist Views It” atau yang
lebih dikenal dengan manifesto behaviorist yang dipublikasikannya di tahun 1913, dinyatakan
bahwa behaviorisme lah yang membawa psikologi menjadi benar- benar ilmiah, karena mampu
merepresentasikan sebuah pendekatan empiris yang taat asas.
“Psikologi seperti yang dilihat oleh behavioris adalah sebuah ilmu pengetahuan alam
objektif murni. Tujuan teoritiknya adalah prediksi dan kontrol perilaku. Introspeksi tidak menjadi
bagian esensial metodenya; nilai ilmiah datanya juga tidak tergantung pada kesiapannya untuk
diinterpretasi dalam kaitannya dengan kesadaran. Behavioris tidak mengenal garis pemisah antara
manusiawi dan kebrutalan. Perilaku seorang manusia hanya sebagian dari total skema investigasi
behavioris”(Watson dalam Gross, 2012: 48).
Tiga kunci utama yang dapat ditemukan dalam manifesto behavioris adalah sebagai berikut :
1. Psikologi harus murni objektif, mengesampingkan semua data 
subjektif atau interpretasi
dalam kaitannya dengan pengalaman 
sadar (psychology as the science of behavior);
2. Tujuan psikologi adalah untuk memprediksi dan mengontrol 
perilaku (hal ini sebagai
lawan dari apa yang sudah dilakukan oleh Wundt, yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan
keadaan- keadaan mental sadar). Konsep ini nantinya akan dikembangkan oleh BF. Skinner
dengan model behaviorisme radikal);
3. Tidak ada perbedaan secara kualitatif (fundamental) antara perilaku manusia dan non-
manusia. Mengacu pada yang diteorisasikan oleh Darwin, bahwa manusia berevolusi dari
spesies yang lebih sederhana, maka perilaku manusia dapat disimpulkan sebagai bentuk
perilaku yang lebih kompleks dari spesies-spesies yang lain. Artinya, tidak ada perbedaan
secara kualitatif antara hewan dan manusia, yang berbeda hanya pada tataran kuantitatif
(derajatnya). Konsekuensinya karena pada saat itu Watson sedang melakukan penelitian
terhadap beberapa hewan (tikus, kucing, anjing, dan merpati), maka data yang diperoleh
dari hewan tersebut akan menjadi data utama. Hal ini ditegaskan oleh Watson karena
psikologi sekarang ini bukanlah bicara tentang “kesadaran” melainkan “perilaku”. Oleh
karena itu hewan yang lingkungannya lebih mudah untuk dikontrol ataupun dikondisikan
dianggap sah untuk digunakan sebagai sumber data atau subjek eksperimen menggantikan
manusia (Watson dalam Gross, 2012:48). 
Pemikiran behavioris Watson kemudian
dikembangkan lagi secara lebih radikal oleh B.F. Skinner yang berfokus pada upaya untuk
melakukan prediksi perilaku. Ciri khas yang dapat ditemukan dalam pemikiran Skinner
adalah konsistensi dalam menentang setiap upaya untuk mengisi kekosongan atau jurang
antara peristiwa-peristiwa yang teramati dengan variabel-variabel yang disimpulkan atau
dihipotesakan. Tujuan Skinner adalah mengumpulkan “Hukum-hukum tingkah laku” tanpa
dengan menggunakan penjelasan yang bersifat khayalan (mental, internal). Untuk sampai
pada hukum-hukum tingkah laku tersebut, Skinner menggunakan eksperimentasi yang
eksak dan data yang terkontrol (Supratiknya, 1993: 315-316).
Eksperimen Skinner dijalankan secara induktif dengan menggunakan subjek individual.
Skinner tidak sekedar berhenti pada penguatan yang terjadi setelah diberikannya stimulus,
melainkan lebih fokus pada upaya untuk menemukan hubungan- hubungan yang sangat teratur
antara pola-pola penguatan tertentu dan bentuk respon yang muncul. Skinner fokus pada respon-
respon yang dilakukan dan bukan respon yang ditimbulkan, sehingga tekanannya adalah pada
operan-operan bukan responden- responden. Skinner meyakini bahwa prinsip-prinsip umum yang
sama tentang tingkah laku akan dapat diungkap, tidak peduli organisme, stimulus, respon, ataupun
pemerkuat seperti apa pun yang dipilih oleh periset untuk diteliti. Hasil riset merpati di
laboratorium misalnya tetap dapat digunakan sebagai sebuah paradigma yang kemudian dapat
diekstrapolasikan dan diperluas pada organisme yang lain, termasuk manusia (Supratiknya, 1993:
317).

Ada dua alasan penting mengapa behaviorisme psikologis ingin membebaskan diri dari
pembicaraan tentang kondisi mental. Alasan pertama yaitu secara epistemologis behaviorisme
psikologis tertarik dengan ajaran positivis sebagai keharusan bagi sebuah teori ilmiah. Pada sudut
pandang positivis, teori-teori ilmiah harus dapat diobservasi atau secara jelas dapat diamati oleh
publik. Sementara itu kondisi mental adalah sesuatu hal yang berada di dalam (inner), sehingga
tidak dapat diamati oleh pihak lain/publik. Kondisi ini mengakibatkan tidak adanya mekanisme
yang tepat untuk mengobservasi kondisi mental, sehingga tidak dapat diketahui proses mental apa
yang sebenarnya terjadi.
Alasan kedua bagi behaviorisme psikologis adalah banyak cara yang lebih menarik dan
lebih mendalam untuk menjelaskan, yang hal ini membawa behaviorisme psikologis pada akhirnya
jatuh sebagai sebuah program riset. Behaviorisme psikologis melihat bahwa tugas sulit dari
psikologi adalah memformulasi hukum, seperti halnya menggeneralisasikan perilaku. Dalam
upaya mengejar hal ini, mereka melihat bahwa meletakkan kondisi mental sebagai hal yang
terletak di tengah-tengah antara input lingkungan dan perilaku yang tampak sebagai penjelasan
yang berlebih-lebihan. Argumentasinya adalah, jika diasumsikan ada hubungan yang sah antara
stimulus lingkungan dan kondisi mental yang di dalam, serta hubungan yang sah antara kondisi
mental “di dalam” dengan produksi perilaku, maka dapat dikatakan juga sebagai sah hubungan
antara stimulus lingkungan dan perilaku dengan tanpa memperhatikan kondisi mental yang ada di
dalam sebagai mediator. Meletakkan kondisi mental merupakan pekerjaan tambahan, mengingat
hal ini tidak terjangkau secara epistemis, sehingga psikologi lebih baik mengabaikan hal ini.
Di antara hal yang paling signifikan dari prestasi behavioris adalah perumusan sejumlah
aturan penting pembelajaran. Contoh aturan tersebut adalah Law of Effect dari Thorndike, yang
diberikan oleh psikolog behavioris Edward Thorndike, yang mengatakan bahwa jika suatu
organisme melakukan beberapa perilaku X dan X diikuti oleh penguatan, maka probabilitas dari
organisme melakukan X lagi di masa depan akan meningkat (Thorndike, 1911). Behavioris
memformalkan banyak aturan pembelajaran tersebut dan menghasilkan generalisasi yang berhasil
menunjukkan bagaimana aturan-aturan pembelajaran berhasil memprediksi perilaku hewan,
setidaknya dalam konteks eksperimental tertentu.
Dengan kata lain behaviorisme sangat menekankan peran faktor lingkungan dalam
memengaruhi perilaku, sehingga nyaris mengabaikan faktor-faktor hereditas. Pembelajaran akan
terjadi melalui proses conditioning, baik classical (seperti yang terjadi pada Pavlov ataupun
responden yang menjadi dasar behaviorisme Watson) maupun operant conditioning (seperti yang
terjadi pada model behaviorisme radikal ala Skinner). Perbedaan dari dua model ini hanyalah pada
cara mereka mendefinisikan hubungan stimulus dan respons. Jika pada classical conditioning
dilihat bahwa stimulus akan memicu respons secara otomatis dan dapat diprediksi (inilah yang
disebut dengan psikologi S-R). Hal ini berbeda dengan model operant conditioning (ABC operant
condioning) Skinner, bahwa perilaku akan ditentukan oleh konsekuensinya. Dari penjelasan
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kedua tipologi behaviorisme tersebut di atas,
sesungguhnya sama dalam memahami asumsi tentang manusia yaitu sama-sama mekanis dan
asumsi tentang manusia yang sangat mekanis ini juga yang kemudian digunakan untuk
menjelaskan prediksi perilaku.

Albert Bandura
Menurut pendapat Albert Social learning theory observational learning yaitu, proses
belajar terjadi ketika individu mengamati orang lain.
Ada 2 tipe observational learning:
1. Imitasi: belajar meniru perilaku orang lain menarik menurut individua (ex: imitasi
dari orang yg didolakan).
2. vicarious learning: belajar dari mengamati konsekuensi yang terjadi pada orang Ketika
melakukan perilaku tertentu. (ex: syarat vaksin untuk penerima bansos)
Behavior dipengaruhi olen environmental (Stimulus, nilai & norma sosial, pengarun individu lain)
melalui mediasi aspek cognitive.

Edward Lee Thorndike


Menurut pendapat Thorndike yang mengemukakan teori belajar “Connectionism”, belajar
merupakan proses pembentukan koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut
“Trial and error” karena dalam belajar memiliki ciri-ciri:
• Adanya motif.
• Terdapat respon terhadap situasi.
• Ada proses eliminasi terhadap sesuatu yang salah.
• Ada reaksi mencapai tujuan.
Hukum pokok menurut Thorndike:
1) Law of exercise (hukum latihan)
▪ The law of use : hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi kuat karena
adanya latihan.
▪ The law of disuse : hubungan stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak
ada Latihan.
2) Law of effect (hukum akibat)
▪ Sesuatu yang menyenangkan cenderung diulang, tidak menyenangkan cenderung
ditinggalkan.
▪ Reward dan punishment.
3) Law of readiness (hukum kesiapan)
▪ Memiliki kecenderungan untuk bertindak
▪ Siap maka akan menghasilkan kepuasan, tidak siap maka akan menghasilkan
kekecewaan, dipaksakan maka akan menghasilkan ketidakpuasan.

B. F. Skinner
Skinner berpendapat bahwa unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan
(reinforcement ) dan hukuman (punishment).
Operant Conditioning: Operant conditioining adalah suatu metode pembelajaran menggunakan
reward (hadiah) dan punishment (hukuman) sebagai konsekuensi perilaku. Teori ini
dikembangkan oleh B.F Skinner dan sering juga disebut teori Skinner maupun instrumental
conditioning. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas
bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.

a. Reinforcement
▪ Positif : frekuensi respon meningkat karena diikuti 
dengan stimulus yang
mendukung. Reinforcement positif adalah hal yang menghasilkan atau menguatkan
suatu perilaku positif. Misalnya, setelah Anda bekerja dengan baik di kantor,
perusahaan memberikan pujian dan bonus gaji. Bonus gaji tersebut adalah
reinforcement positif yang dapat meningkatkan performa Anda selanjutnya di
kantor. 
Sebab, Anda akan belajar bahwa dengan menjalani pekerjaan dengan
baik, akan ada konsekuensi positif yang akan didapatkan.

▪ Negatif : frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus
yang tidak menyenangkan. Reinforcement negatif adalah suatu hal yang dilakukan
untuk menghentikan perilaku negatif yang dihadapi. Misalnya, anak berteriak di
tengah keramaian dan teriakan tersebut berhenti setelah Anda memberinya snack.
Hal ini akan membuat Anda berpikir bahwa dengan memberikan snack, maka akan
ada sebuah konsekuensi yaitu anak menjadi tenang. Namun, perilaku ini bukanlah
perilaku yang positif dan Anda akan terbiasa mengandalkan snack ketika Si Kecil
rewel.
Hukum belajar Skinner:
▪ Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
▪ Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun.
Referensi
Chaer, A., 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Muthmainnah, L., 2017. PROBLEM DALAM ASUMSI PSIKOLOGI BEHAVIORIS (SEBUAH
TELAAH FILSAFAT ILMU). Jurnal Filsafat, Agustus.27(2).

Anda mungkin juga menyukai