Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT ILMU

“Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Psikologi Behaviorisme”

Charis Pratama (23. E3. 0023)


Christiani Natasya Miru (23. E3. 0024)
Elisabeth Saskia Arin (23. E3. 0025)

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2020
A. Pendahuluan
Psikologi berasal dari kata ‘psyche’ dan ‘logos’ yang berarti ilmu jiwa atau ilmu
yang mempelajari tentang perilaku manusia. Hal ini dikarenakan jiwa memiliki arti yang
abstrak dan sukar untuk dipelajari secara obyektif, juga keadaan jiwa seseoranglah yang
melatar belakangi timbulnya hampir seluruh perilaku manusia (Dirgagunarsa, 1987).
Sekarang ini walaupun para sarjana sudah sepakat tentang objek material psikologi
adalah perilaku, tetapi mengenai arti perilaku itu sendiri dan perilaku yang bagaimana
yang dipelajari psikologi masih menjadi bahan perbincangan. Para ahli yang
menitikberatkan pandangan psikoanalisa dalam uraiannya mengenai perilaku banyak
memperhatikan aspek-aspek ketidaksadaran, sedangkan ahli yang berpandangan
behaviorisme lebih memperhatikan segi obyektif yang dapat diamati pada perilaku
(Nursalim, 2013)
Mazhab behaviorisme berusaha mengkaji perilaku dengan lebih ilmiah dengan
melakukan pengkajian hanya pada perilaku yang bisa diamati. Oleh karena itu, hal ini
mendefinisikan ulang psikologi sebagai studi tentang perilaku terbuka. Behaviorisme
menghilangkan dari pertimbangan hampir semua apa yang oleh para ahli teori
kepribadian dianggap penting: penyebab batin dari perilaku, keinginan, kebutuhan,
pikiran, emosi, ingatan, keyakinan, harapan, preferensi, persepsi diri, proses bawah sadar,
konflik intrapsikis, mimpi (Ewen, 2014).
Terlepas dari kekurangan ataupun kelebihan yang terdapat pada mazhab
behaviorisme dibandingkan dengan mazhab yang lain. Mazhab ini sudah menjadi bahan
kajian selama bertahun-tahun sejak kelahirannya melalui penelitian-penelitian ilmiah,
sehingga dalam bidang ilmu psikologi mazhab behaviorisme dapat dikatakan sudah
memiliki tempat yang mapan dalam teori keperilakuan. Secara pragmatis mazhab ini
sudah memberikan sumbangan pada bidang ilmu yang terkait dengan perilaku manusia
seperti psikologi, pendidikan, sosiologi, antropologi dan sebagainya.
Paper ini bertujuan untuk menjelaskan landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis pada mazhab behaviorisme dalam bidang ilmu psikologi. Dengan memahami
ketiga landasan tersebut maka diharapkan diketahui bagaimana implementasi psikologi
behaviorisme dalam pengembangan ilmu psikolog dan dalam kehidupan manusia secara
keseluruhan.
B. Tokoh Psikologi Behaviorisme
1. Ivan Petrovich Pavlov

Biografi
Lahir : 26 September 1849 Ryazan, Rusia
Meninggal : 27 Februari 1936 (umur 86 tahun) Leningrad, Uni Soviet
Kebangsaan : Rusia, Uni Soviet
Almamater : Universitas Saint Petersburg
Inti Pemikiran : Perilaku manusia terbentuk melalui adanya stimulus yang
mendahuluinya dan respons sebagai konsekuensinya

Kajian Teori
Aliran psikologi di Rusia dipelopori oleh Ivan Petrovich Pavlov yang
dikenal sebagai aliran behaviorisme di Rusia. Behaviorisme merupakan aliran
dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada
umumnya. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti
psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal
yang dubious, sesuatu yang dapat diobservasi secara langsung, secara nyata
(Schultz & Schultz, 2016).
Pada mulanya pemikiran dan eksperimen Pavlov hanya terbatas di Rusia,
tetapi kemudian menyebar ke Amerika, terutama bagi para ahli yang menolak
digunakannya metode introspeksi dalam psikologi. Pavlov berkeberatan
digunakannya metode introspeksi, karena dengan introspeksi tidak dapat
diperoleh data yang objektif. Pavlov ingin merintis ke objective psychology,
karena itu metode introspeksi tidak digunakan. Ia mendasarkan eksperimennya
atas dasar observed facts, pada keadaan yang benar-benar dapat diobservasinya.
Eksperimen Pavlov ini banyak pengaruhnya pada masalah belajar, misalnya pada
pembentukan kebiasaan (Schultz & Schultz, 2016; Feist & Feist, 2010).

2. John Broudus Watson

Biografi
Nama : John Broadus Watson
TTL : Greenville, 9 Januari 1878
Umur : 86 tahun
Wafat : Greenville, 25 September 1958
Inti pemikiran : Tingkah laku manusia dapat dijelaskan atas dasar reaksi fisiologis
terhadap suatu rangsangan atau stimulus.
Karya terkenal: Psychology as the Behaviorist Views it

Kajian Teori
John B. Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja
yang dapat dipelajari dengan valid dan reliabel. Dengan demikian stimulus dan
respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson
berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya
dengan alasan jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus
dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya
dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka)
memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif (Ewen, 2014).
Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam
eksperimennya yang terkenal “Little Albert”, Watson ingin menerapkan classical
conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa
personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks.
Hasil dari eksperimennya adalah bahwa ketakutan terhadap stimulus netral dapat
dengan mudah dikondisikan (Ewen, 2014).
Sesuai dengan prosedur Pavlov, Watson mendapatkan seorang bayi
berusia 11 bulan (Albert) yang tidak takut pada suara keras. Watson memberi
Albert seekor tikus putih jinak, dan setiap kali Albert ingin memegang tikus
tersebut maka Watson akan membenturkan palu ke batang baja yang dipegang
tepat di belakang kepala Albert sehingga menghasilkan bunyi keras yang
membuat Albert ketakutan. Setelah hanya tujuh pengulangan urutan traumatis ini,
Albert menjadi “terkondisikan”. Albert menunjukkan rasa takut yang kuat
terhadap tikus itu sendiri, beberapa di antaranya tidak hanya berlangsung selama
sebulan penuh tetapi juga digeneralisasikan untuk hewan berbulu lainnya seperti
kelinci. Oleh karena itu, Watson menyimpulkan bahwa itu tidak masuk akal untuk
menghubungkan psikopatologi dengan penyebab batin apa pun. Sebaliknya, dia
berpendapat bahwa psikologi harus didefinisikan ulang sebagai studi tentang
perilaku yang dapat diobservasi (Ewen, 2014; Schultz & Schultz, 2016)

3. Burrhus Frederic Skinner

Biografi
Nama : Burrhus Frederic Skinner
TTL : Susquehanna, Pennsylvania, 20 Maret 1904
Umur : 86 tahun
Wafat : Massachusetts, 18 Agustus 1990
Inti pemikiran : Setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari
lingkungannya
Kajian Teori
Pengkondisian operan menurut Skinner dimulai pada awal tahun 1930-an
yang mana selanjutnya memunculkan istilah-istilah seperti cues (pengisyaratan),
purposive behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus
dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk
memunculkan atau memicu suatu respon tertentu (Fitriani, Samad, Kaeruddin,
2013). Dalam perjalannya, Skinner memandang bahwa reward (hadiah) atau
reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses
belajar. Kita cenderung untuk belajar suatu respons jika diikuti oleh
reinforcement (penguat). Skinner lebih memilih istilah reinforcement dari pada
reward, ini dikarenakan reward diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif
yang dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement adalah istilah
yang netral (Mahmudi, 2016). Skinner dalam hal ini berpendapat bahwa seorang
individu belajar jika diikuti sebuah penguat. Penguat positif sendiri adalah
rangsangan yang memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Sedangkan
penguatan negatif adalah penguatan yang mendorong individu untuk menghindari
suatu tindakan balas tertentu yang tidak memuaskan (Mahmudi, 2016).
Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen
tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi
yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil
sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku
positif yang diinginkan. kelemahan Skinner adalah: (1) proses belajar dipandang
dapat diamati, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat
disaksikan dari luar. (2) proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis
padahal setiap siswa memiliki kemampuan mengatur diri yang bersifat kognitif
sehingga bisa menolak ataupun merespon. (3) proses belajar manusia
dianalogikan dengan perilaku hewan yang sangat sulit diterima karena memiliki
perbedaan baik secara psikis maupun fisik (Setyaningsih, 2015).
C. Psikologi Behaviorisme Ditinjau dari Aspek Ontologi, Aspek Epistemologi dan
Aspek Aksiologi
1. Ontologi Psikologi Behaviorisme
Secara harfiah ontologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos
berarti ilmu. Jadi ontologi dapat didefinisikan sebagai bidang kajian dalam filsafat
yang membahas hakikat yang ada. Dalam konteks filsafat ilmu ontologi
membicarakan mengenai bidang kajian terkait suatu bidang keilmuan.
Dalam ilmu psikologi, terkhusus pada mazhab pemikiran behaviorisme.
Pembahasan ontologi terkait dengan perilaku manusia yang ditentukan menurut
hukum-hukum perilaku. Dalam mazhab behaviorisme perilaku yang secara kasat
mata terlihat ditemukan polanya sehingga terbentuklah hukum perilaku, sama
halnya dengan bidang keilmuan eksak yang mendasarkan keilmiahannya pada
hukum alam (mekanis). Hal ini yang menjadikan mazhab behaviorisme berbeda
dengan mazhab psikoanalisis yang menitikberatkan perilaku manusia sebagai
hasil dari adanya dorongan (drive) dan mazhab humanistik yang memandang
perilaku manusia merupakan kehendak bebas (freedom of will). Behaviorisme
sendiri memandang bahwa manusia merupakan objek dari hukum perilaku yang
dipengaruhi oleh adanya proses belajar (Feist & Feist, 2010).
Karakteristik utama pada mazhab ini adalah : (1) perilaku manusia bersifat
determinis, yang berarti bahwa ada hubungan sebab dan akibat dalam perilaku
manusia.; (2) perilaku manusia tidak ditentukan kehendak bebas (freedom of will),
melainkan perilaku manusia sangat ditentukan adanya proses belajar (melalui
adanya penguatan atau pelemahan perilaku); (3) perilaku manusia adalah hal yang
objektif, sehingga bisa diamati secara kasat mata, bukan berdasarkan instropeksi,
gagasan naluri, sensasi, persepsi, motivasi, keadaan mental, pikiran, dan citra; (4)
behaviorsitik menitikberatkan bahwa tujuan psikologi adalah prediksi dan kontrol
perilaku dan tujuan itu bisa dicapai dengan membatasi psikologi pada studi
objektif tentang kebiasaan yang dibentuk melalui koneksi stimulus-respons
(Ewen, 2014; Feist & Feist 2010).
2. Epistemologi Psikologi Behaviorisme
Secara umum, epistemologi membicarakan mengenai proses (manusia)
memperoleh pengetahuan, epistemologi juga merupakan bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan (Pari, 2018).
Epistemologi disini berbicara mengenai bagaimana manusia mengetahui sesuatu
dan dari mana sesuatu itu diperoleh.
Epistemologi dalam behaviorisme berperan untuk mencari bagaimana
suatu teori dan juga proses terjadinya teori tersebut. Seperti pengertian umum
mengenai epistemologi, dalam teori behaviorisme juga terdapat suatu proses
untuk mendapatkan suatu ilmu atau dalam hal ini mendapatkan suatu teori. Tokoh
Pavlov yang dikenal dengan konsep classical conditioning menggunakan anjing
sebagai alat untuk mencari teori mengenai classical conditioning. Pada tokoh B.F.
Skinner, menggunakan tikus sebagai alat untuk proses munculnya teori operant
conditioning. Pada contoh tokoh terakhir yaitu Watson, beliau menggunakan anak
kecil untuk proses munculnya teori classical conditioning. Kesimpulan dari
pemaparan diatas adalah, epistemologi dalam pandangan behaviorisme
merupakan suatu proses yang harus dilakukan untuk mendapatkan suatu teori.
Dalam perjalanannya, proses eksperimen yang dilakukan ketiga tokoh
menjelaskan mengenai bagaimana sebuah teori itu terbentuk dan dari mana teori
itu terbentuk.

3. Aksiologi Psikologi Behaviorisme


Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi
atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai
dan kegunaan ilmu pengetahuan itu. Landasan aksiologi adalah berhubungan
dengan penggunaan suatu ilmu dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.
Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan
ilmu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Persoalan dalam aksiologi
psikologi behaviorisme adalah apa yang dapat disumbangkan oleh ilmu psikologi
behaviorisme dalam kehidupan manusia?
Psikologi behaviorisme sendiri telah memiliki dampak atau manfaat yang
berpengaruh bagi ilmu psikologi sendiri ataupun ilmu lain seperti dalam
pendidikan dan industri organisasi. Dalam bidang psikoterapi psikologi
behaviorisme menghasilkan terapi yang dikenal dengan behavior therapy. Terapi
ini berusaha mengubah perilaku atau gejala tertentu daripada mencoba mengubah
beberapa keadaan batin yang tidak dapat diamati/tidak disadari. Behavior therapy
juga banyak digunakan dalam pengobatan pasien dengan fobia dengan teknik
seperti aversion therapy dan systematic desensitization. Dalam behavior therapy
juga dikenal istilah behavior modification atau modifikasi perilaku yang
merupakan bentuk terapi yang menerapkan prinsip penguatan (reinforcement)
untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan. Modifikasi perilaku
telah banyak digunakan bagi anak-anak dan orang dewasa, dengan sehat mental
dan mental terganggu, dalam individu maupun kelompok. Selain itu, modifikasi
perilaku juga banyak diterapkan dalam dunia pendidikan contohnya dengan
menggunakan teknik token economy. Token ekonomi sendiri merupakan teknik
modifikasi perilaku dengan pemberian token yang dapat ditukar dengan objek
atau hak istimewa yang diberikan untuk perilaku yang diinginkan. Teknik ini
banyak diterapkan khususnya dalam dunia pendidikan untuk membentuk suatu
perilaku pada anak (Ewen, 2014; Schultz & Schultz, 2016).

D. Kesimpulan
Ditinjau dari landasan ontologis, mazhab behaviorisme memandang bahwa
perilaku manusia terbentuk melalui adanya proses belajar, bukan dari adanya kehendak
bebas manusia itu sendiri, melainkan berdasarkan hukum-hukum perilaku sehingga
perilaku yang terlihat secara kasat mata merupakan bidang kajian dalam behaviorisme.
Ditinjau dari landasan epistemologi, psikologi behaviorisme memberi sumbangan atas
munculnya teori-teori dari sebuah eksperimen yang bermanfaat untuk perkembangan
ilmu psikologi. Sedangkan, jika ditinjau dari landasan aksiologi psikologi behaviorisme
telah memberikan manfaat dalam ilmu psikologi dan bidang ilmu lainnya seperti
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, H. M. (2011). Filsafat ilmu: Ontologi, epistemologi, aksiologi, dan logika ilmu
Pengetahuan.

Dirgagunarsa, S. (1978). Pengantar psikologi. Mutiara.

Ewen, R. B. (2014). An introduction to theories of personality. Psychology Press.

Fitriani, F., Samad, A., & Khaeruddin, K. (2014). Penerapan teknik pemberian reinforcement
(penguatan) untuk meningkatkan hasil belajar fisika pada peserta didik kelas VIII SMP
PGRI Bajeng Kabupaten Gowa. Jurnal Pendidikan Fisika, 2(3), 192-202.

Mahmudi, M. (2016). Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran bahasa arab (kajian
terhadap pemikiran B.F. Skinner). Prosiding Konferensi nasional Bahasa Arab, 1(2).

Nursalim, M. (2013). Landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis dalam penelitian


psikologi. Kalam, 7(2), 387-406.

Pari, F. (2018). Epistemologi Dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Ilmu Ushuluddin,
5(2).

Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2016). Theories of personality. Cengage Learning.

Setyaningsih, K. (2015). Analisis Perbandingan Pemikiran Pendidikan Antara Al-Ghazali


Dengan BF Skinner. Tadrib, 1(1), 32-46.

Anda mungkin juga menyukai