Disusun Oleh :
MUHAMMAD IKHSAN
NIM. 223310010007
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan “ Teori dan Teknik Bimbingan
dan Konseling” dengan tepat waktu. Paper ini disusun agar dapat memenuhi permintaan tugas
Psikologi Konseling dari Ibu Dra. Anna Simbolon, M.Psi., Kons., selaku Dosen Praktisi dari
mata kuliah Psikologi Konseling di Universitas Prima Indonesia. Saya berterima kasih kepada
Dra. Anna Simbolon, M.Psi., Kons., atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam
menyelesaikan paper ini.
Dalam penulisan paper ini, saya menyadari masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu Saya dengan senang hati menerima segala masukan berupa ide, saran dan kritik membangun
Paper ini menjadi lebih baik. Saya berharap Paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
MUHAMMAD IKHSAN
1
A. TEORI BEHAVIORISME
6
1.2 Pandangan Behaviorisme Tentang Manusia
Pendekatan konseling behavioral merupakan penerapan berbagai macam teknik dan
prosedur yang berakar dari berbagai teori tentang belajar. Dalam prosesnya pendekatan ini
menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku
kearah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini telah memberikan kontribusi yang berarti,
baik dalam bidang klinis maupun bidang pendidikan.
Aliran behaviorisme yang lebih bersifat elementaristik memandang manusia sebagai
organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya. Pada
dasarnya, manusia dapat dimanipulasi, tingkah lakunya dapat dikontrol dengan jalan
mengontrol stimulus-stimulus yang ada dalam lingkungannya. Masalah belajar dalam
pandangan behaviorisme, secara umum, memiliki beberapa teori, antara lain: teori
Connectionism, Classical Conditioning, Contiguous Conditioning, serta Descriptive
Behaviorisme atau yang lebih dikenal dengan nama Operant Conditioning.32
1. Pandangan tentang Manusia
Dalam pandangan behavioral manusia pada hakikatnya bersifat mekanistik atau
merespon kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam
deterministik dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai
kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini
menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi
hidupnya.
2. Pandangan tentang Kepribadian
Hakikat kepribadian menurut pendekatan behavioral adalah tingkah laku.
Selanjutnya diasumsikan bahwa tingkah laku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap
pengalamannya yang berupa interaksi invidu dengan lingkungannya.
a. Teori Pengkondisian Klasik
Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan fungsi dari stimulus.
Eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap anjing telah menunjukkan bahwa
tingkah laku belajar terjadi karena adanya asosiasi antara tingkah laku dengan
lingkungannya. Belajar dengan asosiasi ini biasanya disebut classical conditioning.
Pavlov mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua jenis, yaitu Unconditioning
Stimulus (UCS) dan Conditioning Stimulus (CS). UCS adalah lingkungan yang
secara alamiah menimbulkan respon tertentu yang disebut sebagai Unconditionting
Respone (UCR), sedangkan CS tidak otomatis menimbulkan respon bagi individu,
7
kecuali ada pengkondisian tertentu. Respon yang terjadi akibat pengkondisian CS
disebut Conditioning Respone (CR).
b. Teori Pengkondisian Operan
Teori pengkondian yang dikembangkan oleh Skinner ini menekankan pada
peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu
tingkah laku. Menurut teori ini, tingkah laku individu terbentuk atau dipertahankan
sangat ditentukan oleh konsekuensi yang menyertainya. Jika konsekuensinya
menyenangkan maka tingkah lakunya cenderung dipertahankan dan diulang,
sebaliknya jika konsekuensinya tidak menyenangkan maka tingkah lakunya akan
dikurangi atau dihilangkan.
c. Teori Peniruan
Asumsi dasar teori yang dikembangkan oleh Bandura ini adalah bahwa
tingkah laku dapat terbentuk melalui observasi pendekatan secara langsung yang
disebut dengan imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut dengan
vicarious conditioning. Tingkah laku yang terbentuk karena mencontoh langsung
maupun mencontoh tidak langsung akan menjadi kuat kalau mendapat ganjaran.
9
Di dalam assertive training konselor berusaha memberikan keberanian kepada
klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini ialah dengan
role playing (bermain peranan).konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak,
dank lien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan
konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu kebenaran. Hal
ini memang bertentangan dengan perilaku klien selama ini, di mana jika ia dimarahi
atasan diam saja, walaupun dalam hatinya ingin mengatakan bahwa ia benar.
3. Aversion Therapy, teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatf dan
memperkuat perilaku positif. Hukuman bisa dengan kejutan listrik, atau memberi ramuan
yang membuat orang muntah. Secara sederhana anak yang suka marah dihukum dengan
membiarkannya. Perilaku maladaktip diberi kejutan listrik, misalnya anak yang suka
berkata bohong, perilaku homoseksual dengan memberi pertunjukan fim yang
disenanginya lau dilistrik tangannya dan film mati.
4. Home-Work, yaitu suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan dir
terhadap situasi tertentu. Caranya ialah dengan memberi tugas rumah untuk satu minggu.
Misalnya tugas klien adalah tidak menjawab jika dimarahi ibu tiri. Klien menandai hari
apa dia yang menjawab dan hari apa dia tidak menjawab. Jika selama seminggu dia tak
menjawab selama lima hari, berarti ia selama seminggu dia tak menjawab selama lima
hari, berarti ia diberi lagi tugas tambahan sehingga selama tujuh hari ia tak menjawab jika
dimarahi.
10
B. TEORI KOGNITIF
11
2.3 Pandangan Aliran Kognitif Terhadap Manusia
Menurut aliran kognitif sama dengan menggunakan terapi rasional emotif
memandang sifat-sifat manusia sebagai berikut:
1. Manusia dilahirkan dengan suatu potensi untuk berpikir secara lurus dan rasional serta
berpikir tidak rasional. Hakikat yang ditentukan disini adalah keupayaan otak manusia
untuk memikirkan hal-hal yang buruk, yang benar dan yang salah, yang sesuai dan yang
tidak sesuai, yang indah dan yang jelek.
2. Manusia mempunyai kecenderungan untuk memelihara dirinya, mencapai kebahagiaan,
berpikir dan menyampaikan buah pikirannya, berkomunikasi dengan orang lain serta
berkembang menuju kesempurnaan diri.
3. Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk memusnahkan atau mencelakakan
dirinya, mengelakkan dari berpikir, mengulang kisealahn, mempercayai hal-hal yang
gaib, bersifat tidak saba, menyalahkan diri sendiri dan mengelah untuk berkembang
mencapai kesempurnaan diri.
15
5. Difokuskan pada perilaku dan masa sekarang. Glasser (dalam Gladding, 2012)
percaya bahwa perilaku (misalna, pikiran dan tindakan) berhubungan erat dengan
perasaan dan fisiologi. Sehingga perubahan dalam perilaku juga membawa perubahan
positif lainnya.
6. Bertujuan untuk menghapus hukuman dan dalih dari kehidupan klien. ering kali, klien
berdalih bahwa dia tidak dapat menjalankan rencana karena takut terkena hukuman
jika gagal, baik dari konselor maupun orang-orang di lingkungan luar. Terapi realitas
membantu klien memformulasikan suatu rencana baru, jika rencana lama tidak
berjalan dengan baik.
Teknik Terapi Realitas menggunakan teknik berorientasi tindakan yang
membantu klien menyadari bahwa dia mempunyai pilihan, mengenai cara mereka
menanggapi berbagai peristiwa dan orang danbahwa orang lain tidak lagi mengendalikan
dirinya sebesar dia mengendalikan mereka (Glasser dalam Gladding, 2012).
Terapi Realitas mempunyai sejumlah kekuatan dan telah memberikan
konstribusi pada konseling adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan in fleksibe dan dapat diterapkan pada banyak populasi. Khususnya tepat
diterapkan dalam penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimangan
pengendalan impuls, penyimpangan kepribadian, dan tingkah lku antisosial. Erapi ini
dapat dalam konseling individual untuk anak-anak , remaja, dewasa, dan lansia dn
juga dalam konseling kelompok, perkawinan, dan keluarga.
b. Pendekatan ini konkret. Baik konselor maupun klien dapat dinilai untuk mengetahui
seeberapa besar kemajuan yang telah dibuat dan pada bidang apa saja, khususnya jika
dibuat kontrak tujuan tertentu
c. Pendekatan ini menekankan pada perawatan jangka pendek. Terapi realitas biasanya
terbatas hanya beberapa sesi yang berfokus pada tingkah laku masa sekarang
d. Pendekatan ini mempunyai pusat latihan nasional dan diajarkan secra internasional
e. Pendekatan ini meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam dir individu,
tanpa menyalahkan atau mengkritik atau merestruktur seluruh kepribadiannya
f. Pendekatan ini telah terbukti sukses meantang model perawatan klien secara medis.
Penekanannya yang rasional dan positif merupakan alternatif bagi terapi medis, yang
membwa angin segar (James & Gilliand, 2003)
g. Pendekatan ini membahas resolusi konflik
h. Pendekatan ini menekankan pada masa kini karena tingkah laku masa kini adalah
yang paling responsif terhadap pengendalian klien. Seperti penganut teori tingkah
laku, Gestalt, dan REBT, terapi realitas tidak tertarik pada masa lalu
16
Terapi realitas mempunyai beberapa keterbatasan yang diantaranya dijelaskan
dalam Gladding (2012) adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan ini terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang
mengabaikan konsep lain, seperti alam bawah sadar da riwayat pribadi
b. Pendekatan ini meyakini bahwa semua bentuk gangguan mental adalah upaya untuk
menghadapi peristiwa eksternal
c. Pendekatan ini hanya mempunyai sedikit teori, meskipun sekarang dikaitkan dengan
teori pilihan, yang berarti bahwa pendekatan ini sudah semakin canggih
d. Pendekatan ini tidak menangaini kompleksitas kehidupan manusia secara penuh dan
malah tidah mengindahkan tahap perkembangan
e. Pendekatan ini rentan menjadi terlau moralistik
f. Pendekatan ini bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor
dan klien
g. Pendekatan ini bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah.
Pendekatan ini mempunyai keterbatasan dalam membantu klien yang degan alasan
apa pun, tidak dapat mengekspresiakan kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka
dengan cukup baik
h. Pendekatan ini terus mengubah fokusnya
2. Terapi Kognitif (CT)
Penemu/pengembang Terapi Kognitif Aaron Beck (1921) seorang psikiater,
diakui sebagai pemu terapi kognitif (CT). Pekerjaan pertamanya dimulai kira-kira pada
masa bersamaan dengan Ellis. Seperti Ellis, pada awalnya dia dilatih untuk menjaji
psikoanalitis dan baru merumuskan dan baru merumuskan gagasannya mengenai CT
setelah melakukan penelitian tentang keefektifan teori psikoanalisis yang digunakan
dalam perawatan depresi, yang menurutnya masih belum cukup baik (Gladding, 2012).
Sudut Pandang tentang Sifat Manusia Beck mengatakan bahwa persepsi dan
pengalaman adalah “proses aktif yang melibatkan data inspektif dan inntrospektif” (Tursi
& Cochran dalam Gladding 2012). Lebih jauh lagi, bagaimana seseorang “menjelaskan
suatu situasi pada umumny terlihat pada kognisinya (pikiran dan gambaran visual)” . oleh
karena itu, tingkah laku yang tidak fungsional disebabkan oleh pikiran yang tidak
fungsional. Jika keyakinan tidak diubah, tidak ada kemajuan dalam tingkah laku atau
simtom seseorang. Jika keyakinan berubah, simtom dan tingkah laku juga akan berubah.
Konselor CT aktif di dalam sesi konseling. Dia bekerja dengan klien untuk
membuat pikiran terselubung menjadi lebih terbuka. Proses ini sangat penting dalam
17
memeriksa kognisi yang sudah bersifat otomatis, seperti misalnya “semua orang
menganggap saya membosankan.”
Pusat tujuan CT adalah memeriksa dan mengubah pikiran yang belum teramati
dan negatif. Konselor CT khususnya berfokus pada distorsi kognitif yang berlebihan,
seperti pola pikir semua atau tidak sama sekali, prediksi negatif, generalisasi berlebihan,
melabeli diri sendiri, mengkritik diri sendiri, dan personalisasi (misalnya, mengambil
peristiwa yang tidak berhubungan dengan individu tersebut dan membuatnya menjadi
berarti; “selalu saja hujjan kalau saya ingin bermain tenis”).
Bersama-sama konselor bekerja dengan klien untuk mengatasi kurangnya
motivasi yang sering kali berhubungan dengan kecenderungan, bahwa klien memandang
permasalahannya sebagai sesuatu yang terlalu besar untuk dipecahkan.
Ada bebrapa teknik yang berhubungan dengan CT:
a. Menantang cara individu memproses informasi
b. Memukul balik sistem keyakinan yang salah (misalnya: alasan kemampuan)
c. Melakukan latihan memonitor diri sendiri yang bertujuan untuk menhentikan pikiran
otomatis yang negatif
d. Memeperbaiki kemampuan komunikasi
e. Meningkatkan pernyataan diri yang positif dan latihan
f. Melakukan pekerjaan rumah, termasuk menghilangkan pkiran tak-rasional
Gladding (2012) mengemukakan Terapi kognitif mempunyai sejumlah kekuatan
dan telah memberikan konstribusi pada konseling sebagai berikut:
a. CT telah diadaptasikan pada berbagai macam penyimpangan,, termasuk depresi dan
ansetas (Puterbaugh, 2006)
b. CT telah menelurkan, dalam hubungan dengan terapi tingkah laku-kognitif, terapi
tingkah laku dialektikal, suatu perawatan psikososial untuk individu yang beresiko
menyakiti diri sendiri seperti, misalnya orang yang didiagnosis memiliki
penyimpangan kepribadian bordeline (BDP-bordeline personality disorder).
Tujuannya adalah untuk membantu klien agar dapat lebih peduli dan menerima hal-
hal yang tidak dapa diubah dengan mudah, dan menjalani hidup dengan layak (Day,
2008).
c. CT dapat diterpkan alam berbagai lingkungan budaya. Misalnya, model terapi
kognitif Beck diperkenalkan di China pada tahun 1989, dan variannya telah menjadi
populer di sana sejak saat itu. (Chang, Tong, Shi, & Zeng, 2005).
d. CT adalah terapi yang berdasarkan pada bukti, telah diteliti dengan baik, terbukti
efektif bagi klien dari berbagai latar beakang.
18
e. CT telah menelurkan sejumlah instrumen klinis yang penting dan berguna termasuk
Beck Anxiety Inventory, Beck Hopelessness Scale, dan Beck Depression Scale (Beck
& Weishaar dalam Gladding 2012).
f. CT memiliki sejumlah pusat latihan di Amerika Serikat dan Eropa termasuk Beck
Institute di Bala Cynwyd, Pennsylvania (Beck & Weisheer, 2008)
Terapi kognitif mempunyai beberapa keterbatasan yang diantaranya dijelaskan
dalam Gladding (2012) adalah sebagai berikut:
a. CT adalah pendekatan yang terstruktur dan menuntut klien untuk aktif, yang sering
kali artinya klien harus enyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan konselor
b. CT bukanlah terapi yang tepat untuk orang yang mencari pendekatan yang tidak
terstruktur, berorientasi pada pencrahan, dan tidak membutuhkan partisipsi penuh dari
klien (Selugman, 2006).
c. CT pada dasarnya bersifat kogntif dan biasanya bukanlah pendekatan yang tepat bagi
orang yang kurang cerdas, atau tidak mempunyai motivasi untuk berubah
d. CT menuntut Konselor dan klien, aktif dan inovatif. Pendekatan ini lebih kompleks
daripada yang tampak dari luar.
3. Terapi Rasional-Emosi (TRE)
Pandangan Tentang Sifat Manusia TRE adalah psikoterapi yang berlandaskan
asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dab jujur
maupun untuk berpikir irasional dan jahat. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki
sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa
mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya. Bagaimanapun,menurut TRE
manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-
keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat dan kebutuhan dalam hidupnya.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara
simultan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir sebab perasaan-perasaan biasanya
dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana yang dinyatakan
oleh Ellis (1974) “Ketiak mereka beremosi, mereka juga berpikir dan bertindak. Ketika
mereka bertindak, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka
juga beremosi dan bertindak”.
TRE menekankan bahwa menyalahkan adalah inti dari sebagian besar ganguan
emosional. Oleh karena itu, jika kita ingin menyembuhkan orang yang neurotik atau
psikotik, kita harus menghentikan penyalahan diri dan penyalahan terhadap orang lain
yang ada pada orang tersebut. Orang perlu menerima dirinya sendiri dengan segala
kekurangannya.
19
Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur utama TRE memberikan keleluasaan
kepada pempraktek untuk menjadi elektrik. Sebagian besar sistem psikoterapi
mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi pengubahan kepribadian. Ellis
(dalam Corey, 2013) berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi tunggal atau
sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya perubahan. TRE
menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui banyak jalan yang
berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang berarti, belajar tentang
pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan dengan terapis, menonton
film, mendengar rekaman-rekaman, mempraktekkan pekerjaan rumah yang spesifik,
melibatkan diri kedalam korespondensi melalui saluran-saluran TRE, menghabiskan
waktu sendirian untuk berpikir dan bermeditasi, dan dengan banyak cara lain untuk
menentukan perubahan kepribadian yang tahan lama.
Teknik TRE yang esensial adalah mengajar secara efektif-direktif. Segera setelah
terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereeduksi
klien. Terapis menunjukkan penyebab ketidklogisan gangguan-gangguan yang dialami
klien dan verbalisasi-verbalisasi diri yang telah mengekalkan gangguan-gangguan dalam
hidup klien.
TRE adalah suatu proses didktik dan karenanya menekankan metode-metose
kognitif. Ellis (dalam Corey, 2013) menunjukkan bahwa penggunaan metode-metode
terapi tingkah laku seperti pelaksanaan pekerjaan rumah, pengomdisian operan,
hipnoterapi, dan latihan asertif cenderung digunakan secara efektif-direktif dimana terapis
lebih banyak berperan sebagai guru dibandingkan sebagai pasangan berelasi secara intens.
Terapis secara khas aktif dalam pertemuan terapi TRE dan lebih suka berbicara
daripada mendengarkan klien secara pasif. Bahkan selama pertemuan-pertemuan pertama
terapi, terapis bisa mengonfrontasikan kliennya dengan pembuktian atas pemikiran dan
tingkah lakunya yang irasional. Terapis menggunakan penafsiran secara bebas dan tidak
terlalu memperhatikan resisitensi-resisitensi klien.
Dalam memelihara semangat didaktik, penggunaan aktivitas “melaksanakan
pekerjaan rumah” telah dimasukkan sebagai bagian yang integral dan prektek TRE (Ellis
dalam Corey, 2013). Pelaksanaan pekerjaan rumah dimaksudkan untuk membantu klien
dalam upayanya mempraktekkan perlawanan atas ketakutan-ketakutan yang irasional.
Metodologi pekerjaan rumahnya berlandaskan proses desensitisasi dan sering dijalankan
dengan mengikuti suatu hierarki tugas-tugas yang bertingkat yang kesulitannya secara
perlahan meningkat.
20
4. Teknik Cognitive Restructuring
Cognitive Restructuring adalah sebuah teknik yang lahir dari terapi kognitif dan
biasanya dikaitkan dengan karya Albert Ellis, Aaton Beck, dan Don Meichenbaum.
Kadang-kadang teknik ini disebut correcting cognitivedistortions (mengoreksi distorsi
kognitif). Cognitive restructuring melibatkan penerapan prinsip-prinsip belajar pada
pikiran. Teknik ini dirancang untuk membantu mencapai respons emosional yang lebih
baik dengan mengubah kebiasaan penilaian habitual sedemikian rupa shingga menjadi
tidak terlalu terbias (Dombeck & Wells-Moran dalam Enford 2016). Strategi cognitive
restructuring didasarkan pada dua asumsi; (1) pikiran irasional dan kognisi defektif
menghasilkan self-defeatingbehaviors (perilaku disengaja yang memilki efek negatif pada
diri sendiri. (2) pikiran dan pernyataan tentang diri sendiri dapat diubah melalui
perubahan pandangan dan kognisi personal (James & Gilliland dalam Enford, 2016).
Biasanya, konselor profesional menggunakan cognitive restructuring dengan klien yang
membutuhkan bantuan untuk mengganti pikiran dan interpretasi negatif dengan pikiran
dan tindakan yang lebih positif.
Cara Mengimplementasikan Teknik Cognitive Restructuring Doyle (dalam
Enford 2016) mendeskripsikan sebuah prosedur tujuh langkah spesifik untuk diikuti oleh
konselor profesional ketika menggunakan cognitive restructuring dengan klien mereka:
1. Kumpulkan Informasi latar belakang untuk mengungkapkan bagaimana klien
menangani masalah di masa lalu maupun saat ini.
2. Bantu klien dalam menjadi sadar akan proses pikirannya. Diskusikan contoh-contoh
kehidupan nyata yang mendukung kesimpulan klien dan diskusikan berbagai
interpretasi yang berbeda tentang bukti yang ada.
3. Periksa proses berpikir rasional klien, yang memfokuskan bagaimana pikiran klien
mempengaruhi kesejahteraannya. Konselor profesional dapat membesar-besarkan
pemikiran irasional untuk membuat poinnya lebih terlihat bagi klien.
4. Memberikan bantuan kepada klien untuk mengevaluasi keyakinan klie tentang pola-
pola pikiran logis klien sendiri dan orang lain.
5. Membantu klien belajar mengubah keyakinan dan asumsi internalnya.
6. Ulangi proses pikiran rasional sekali lag, kali ini dengan mengajarkan tentang aspek-
aspek penting kepada klien dengan menggunakan cntoh-contoh kehidupan nyata.
Bantu klien membentuk tujuan-tujuan yang masuk akal yang akan bisa dicapai oleh
klien.
7. “Kombinasikan thought stopping dengan simulasi, PR (pekerjaan rumah) dan relaksi
sampai pola-pola logis benar-benar terbentuk.”
21
Horfman dan Asmund (dalam Enford 2016) mendiskusikan bagaimana
cognitive restructuring memungkinkan konselor profesional dan konselor mengenai
secara kolaboratif pikiran-pikiran irasional atau maladaptif dan menggunakan strategi-
strategi tertentu, seperti logical disputation, socratic questioning, dan eksperimen
perilaku, untuk menantang realita mereka. Meichenhaw (dalam Enford 2016)
mendeskripsikan tiga tujuan teknik cognitive restructuring yang dapat dipenuhi konselor
profesional dan klien sambil menjalani ketujuh lampiran yang dideskripsikan oleh Doyle
(1998) di atas:
1. Klien perlu menjadi sadar akan pikiran-pikirannya; tujuan ini dapat ditangani selama
langkah kedua Doyle (1998). Untuk melaksanakan Meichenbaum (1995)
merekomendasikan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
langsung kepada klien. Konselor profesional juga dapat membantu klien
menggunakan imagery recontruction untuk mengakses pikiran-pikiran klien. Proses
ini melibatkan klien membayangkan sebuah situasi dalam konseling lambat,
sedemikian rupa sehingga klien dapat mendeskripsikan pikiran dan perasaan-perasaan
di seputar insiden. Meichenbaum juga merekomendasikan agar klien mencatat
pikiran-pikiranyya melalui self-monitoring (memantau diri sendiri). Tiap kali klien
menjadi terganggu, klien mendeskripsikan dalam sebuah catatan harian (jurnal)
tentang insiden itu beserta pikiran dan perasaan apa pun yang dialaminya.
2. Klien perlu mengubah proses pikirannya, konselor profesional dapat membantu klien
memenuhi tujuan ini dan belajar mengubah pola-pola berfikirnya. Konselor
profesional dapat membantu klien dalam menjadi sadar akan perubahan-perubahan
dalam proses pikiran yang perlu dibuat dengan membantuklien untuk mengevaluasi
pikiran dan keyakinannya, memunculkan prediksi, mengeksplorasi alternatif, dan
mempertanyakan logika yang keliru. Meichenbaum, 1995 ketika mengevaluasi
pikiran dan keyakinan klien, konseor profesional membantu klien menyadari pikiran-
pikiran mana yang di pikir dan yang akan terjadi.
3. Klien perlu bereksperimen untuk mengeksplorasi dan mengubah ide tentang dirinya
dan dunia, konselor profesional dapat mulai dengan memerintahkan klien untuk
melakukan eksperimen-eksperimen pribadi dalam ranah terapeutik dan kemudia
beralih ke situasi kehidupan nyata ketika klien sudah siap. Suatu Scheme diary juga
dapat membantu dalam mengubah kayakinan-keyakinan seorang klien.
Variasi-variasi Teknik Cognitive Restructuring salah satu mengharuskan klien
untuk menyadari akan dan membuat catatan harian tantang pikiran-pikiran dan perasaan-
perasaan sebelum,selama, dan setelah mengalami sebuah insiden yang penuh
22
tekanan.konselor profesional membaca catatan harian klien dan menganalisinya, dengan
memberikan perhatian khusus pada pikiran-pikiran self-defeating dan kasus-kasus yang
tampaknya menyebabkan klien stres. Setelah detail-detail ini diidentifikasi, konselor
profesional membantu klien mengganti pikiran self-defeating dengan pikiran-pikiran
coping.
Doyle (dalam Enford 2016) mendeskripsikan sebuah variasi lain yang digunakan
klien untuk menganalisis dirinya. Klien dapat menggunakan suatu metode tiga-kolom
untuk belajar lebih banyak tentang pikirannya sendiri. Klien mencatat situasi-situasi yang
menyebabkan kecemasan di koloms pertama. Pikiran klien tentang berbagai situasi di
kolom kedua. Di kolom terakhir, klien mencatat ketidakakuratan yang terlihat dalam
proses pikirannya.
Hackney dan Cornier (dalam Enford 2016) mendeskripsikan cara menggunakan
pikiran-pikiran coping dalam cognitive restructuring, konselor profesional perlu bekerja
sama bersama dengan klien untuk mengidentifikasi pikiran-pikiran negatifnya,
pernyataan-pernyataan coping perlu dibentuk. Pernyataan coping adalah pikiran positif
yang merupakan respon rasional terhadap pernyataan self-defeating. Sebagai contoh,
klien dapat berpikir “saya takut dengan pesawat ini” (pernyataan self-defecting), klien
dapat berfikir, “pesawat ini baru saja diperiksa oleh seorang spesialis di bidang
keselamatan penerbangan.
Southam-Gerow dan Kendall (dalam Enford 2016) mengusulkan suatu variasi
lain cognitive restructuring yang mereka gunakan dengan anak-anak. Ketika seorang
konselor profesional dan seorang klien berada dalam langkah-langkah, berusaha
mengidentifikasi self-talk klien, konselor profesional dapat memerintahkan anak itu untuk
membayangkan pikiran sebagai gelembung-gelembung pikiran.
2.7 Aplikasi-Aplikasi Pendekatan Kognitif
Mappiare (dalam Hartati 2012) berpendapat bahwa pendekatan kognitif adalah suatu
rancangan konseling atau pendekatan yang berfokus pada berpikir dan proses mental dalam
modifikasi atau mengubah tingkah laku dan sering melibatkan penelitian, pengembangan
keterampilan, kontrol pikiran, serta proses-proses dan teknik-teknik yang berorientasi kognitif
lainnya.
Tujuan dari konseling kognitif adalah mengubah pikiraan yang belum teramati dan
negatif. Konseling kognitif berfokus pada distorsi kognitif yang berlebihan seperti pola pikir,
prediksi negatif, generalisasi berlebihan, melabeli diri sendiri, mengkritik diri sendiri sendiri
dan personalisasi (Gladding dalam Krisnaya, dkk 2014). Wilhelm, dkk (dalam Hartati 2012)
mengemukakan bahwa pendekatan kognitif dipakai untuk penderita obsesif kompulsif.
23
Beck (dalam Krisnaya, dkk 2014) mendifinisikan Konseling Kognitif sebagai
pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat
ini, dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dengan perilaku yang menyimpang.
Pikiran yang negatif dan perasaan yang tidak nyaman dapat membawa seseorang pada
permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti gangguan kecemasan bahkan gangguan
depresi.
Teknik restrukturisasi kognitif (cognitive restructuring) adalah teknik dalam
konseling kognitif dimana konseli dilatih untuk memiliki persepsi baru dalam menghadapi
permasalahan-permasalahan yang dihadapi (Krisnaya, dkk, 2014). Cormier & Nurius (dalam
Krisnaya, dkk 2014) menyatakan bahwa restrukturisasi kognitif berakar pada penghapusan
distorsi kognitif atau kesimpulan yang salah, pikiran, keyakinan irasional, dan
mengembangkan kognisi baru dengan pola respon yang lebih baik atau sehat.
Person dkk (dalam Krisnaya dkk, 2014) mengatakan bahwa teknik restrukturisasi
kognitif merupakan salah satu dari teknik konseling kognitif yang efektif untuk konseli pada
level pendidikan, pekerjaan, dan latar belakang yang berbeda.
Konseling rasional emotif adalah suatu pemberian bantuan oleh konselor terhadap
konseli dengan menekankan pada proses berpikir untuk mengembalikan ide-ide/pikiran-
pikiran irasional ke ide-ide/pikiran-pikiran rasional sehingga tercapainnya suatu perubahan
yingkah laku guna memecahkan masalahnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan
bertanggung jawab atas keputusan sendiri (Natih, dkk, 2014).
24
C. TEORI PSIKOANALISIS
31
D. TEORI HUMANISTIK
35
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan fisiologis terdiri dari kebutuhan pokok, yang bersifat mendasar.
Kadang kala disebut kebutuhan biologis di tempat kerja serta kebutuhan untuk
menerima gaji, cuti, dana pensiunan, masa-masa libur, tempat kerja yang nyaman,
pencahayaan yang cukup suhu ruangan yang baik. Kebutuhan tersebut biasanya paling
kuat dan memaksa sehingga harus dicukupi terlebih dahulu untuk beraktifitas sehari-
hari. Ini menandakan bahwasanya dalam pribadi seseorang yang merasa serba
kekurangan dalam kesehariannya, besar kemungkinan bahwa dorongan terkuat adalah
kebutuhan fisiologis. Dalam artian, manusia yang katakanlah melarat, bisa jadi selalu
terdorong akan kebutuhan tersebut.
2. Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Needs)
Sesudah kebutuhan fisiologis tercukupi, maka timbul kebutuhan akan rasa
aman. Manusia yang beranggapan tidak berada dalam keamanan membutuhkan
keseimbangan dan aturan yang baik serta berupaya menjauhi hal-hal yang tidak
dikenal dan tidak diinginkan. Kebutuhan rasa aman menggambarkan kemauan
mendapatkan keamanan akan upah-upah yang ia peroleh dan guna menjauhkan
dirinya dari ancaman, kecelakaan, kebangkrutan, sakit serta marabahaya. Pada
pengorganisasian kebutuhan semacam ini Nampak pada minat akan profesi dan
kepastian profesi, budaya senioritas, persatuan pekerja atau karyawan, keamanan
lingkungan kerja, bonus upah, dana pensiun, investasi dan sebagainya.
3. Kebutuhan Untuk Diterima (Social Needs)
Sesudah kebutuhan fisiologikal dan rasa aman tercukupi, maka fokus
individu mengarah pada kemauan akan mempunyai teman, rasa cinta dan rasa
diterima. Sebagai makhluk sosial, seseorang bahagia bila mereka disukai serta
berupaya mencukupi kebutuhan bersosialisasi saat di lingkungan kerja, dengan cara
meringankan beban kelompok formal atau kelompok non formal, dan mereka
bergotong royong bersama teman setu tim mereka di tempat kerja serta mereka
berpartisipasi dalam aktifitas yang dilaksanakan oleh perusahaan dimana mereka
bekerja.
4. Kebutuhan Untuk Dihargai (Self Esteem Needs)
Pada tingkat selanjutnya dalam teori hierarki kebutuhan, Nampak kebutuhan
untuk dihargai, disebut juga kebutuhan “ego”. Kebutuhan tersebut berkaitan dengan
keinginan guna mempunyai kesan positif serta mendapat rasa diperhatikan, diakui
serta penghargaan dari sesama manusia. Pada pengorganisasian kebutuhan akan
36
penghargaan memperlihatkan dorongan akan pengakuan, responsibilitas tinggi, status
tinggi dan rasa akan diakui atas sumbangsih terhadap kelompok.
5. Kebutuhan Aktualisasi-Diri (Self Actualization)
Kebutuhan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan akan pemenuhan diri
pribadi, termasuk level kebutuhan teratas. Kebutuhan tersebut diantaranya yaitu
kebutuhan akan perkembangan bakat dan potensi yang ada pada diri sendiri,
memaksimalkan kecakapan diri serta menjadi insan yang unggul. Kebutuhan akan
pengaktualisasian diri pribadi oleh kelompok mampu dicukupi dengan memberikan
peluang untuk berkembang, tumbuh, berkreasi serta memperoleh pelatihan guna
memperoleh tugas yang sesuai dan mendapat keberhasilan.
39
E. LAPORAN KASUS KONSELING PADA ANAK DENGAN KONTEKS
PENDIDIKAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK /KOGNITIF
40
DAFTAR PUSTAKA
41