Anda di halaman 1dari 15

https://www.academia.

edu/8551600/Psikologi_Klinis
GANGGUAN PSIKOLOGI DARI PERSPEKTIF BEHAVIORISTIK
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Psikologi Klinis

Dosen Pengampu:
Maulidah Muflihah, M. Psi, Psi

Disusun Oleh:
Ani Prihatin (B07212039)
Fairuz Silmi Nabilah (B07212048)
Nita Kurniasari (B77212109)
Lailatul Istikomah (B07212055)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS DAKWAH & ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam ilmu psikologi terdapat bebarapa aliran, diantaranya adalah aliran
Behaviristik. Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme
Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini
berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme. Behaviorisme secara
keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari
psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan
demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen
seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah
melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan
masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.
Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan mengubah
pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991) memandang
munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner daripada
revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui berabad-abad
sebelumnya.
Dalam buku sejarah psikologi (Boeree:2000) menjelaskan bahwa Behavioris
pertama adalah para ilmuwan berkebangsaan Rusia, yang paling pertama adalah
Ivan M. Sekhenov (1829-1905). Dia adalah seorang fisiologis yang pernah belajar
di University of Berlin bersama orang-orang yang terkenal semacam Muller,
DuBois Reymond, dan Helmholtz. Dia menghabiskan waktunya untuk
mencampur secara kaku antara asosianisme dengan materialisme, dan dia
menyimpulkan bahwa semua perilaku itu disebabkan oleh stimulasi.
Behaviorisme adalah sebuah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku
harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses
mental. Artinya, menurut aliran ini perilaku adalah segala sesuatu yang kita
lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalnya, guru tersenyum terhadap
murid, atau murid mengganggu murid yang lainnya, dan sebagainya. Namun
pemikiran, perasaan dan motif yang dialami yang tidak dapat dilihat oleh orang
lain bukanlah objek yang tepat untuk ilmu perilaku karena tidak bisa diobservasi
secara langsung.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah dalam sebuah
pertanyaan berikut: Bagaimana Konsep Teori Behavioristik Memahami dan
Mengidentifikasi Persoalan Gangguan Psikologis?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang ada, tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah:
1. Mampu memahami konsep dasar Behavioristik
2. Mampu memahami konsep gangguan psikologis dari perspektif behavioristik
3. Mampu mengidentifikasi gangguan psikologis yang bisa dikaji dengan
pendekatan behavioristik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar Teori Behavioristik

Aliran Behaviorisme dianggap sebagai reaksi terhadap teori psikoanalisa.


Teori ini telah menolak banyak konsep yang telah diajarkan oleh teori
psikoanalisa. Karena penganut Behaviorisme berpendapat: mempelajari
pengalaman pribadi tentang asosiasi bebas atau tafsir mimpi tidak akan
memberikan fakta-fakta ilmiah yang dapat diterima, sebab sukar untuk
membuktikan kebenaran pernyataan ini

Teori Behavioristik mempelajari perbuatan manusia bukan dari


kesadarannya melainkan hanya mengamati perbuatan dan tingkah laku yang
berdasarkan kenyataan. Pengalaman-pengalaman batin dikesampingkan dan hanya
perbuatan dan hanya gerak gerik pada badan saja yang dipelajari, maka sering
dikatakan bahwa behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.

Para ahli psikologi behavioristik memandang manusia tidak dari dasarnya


baik atau jahat. Namun para ahli ini memandang manusia sebagai pemberi respon,
sebagai hasil dari kondisioning yang telah terjadi.

Dustin dan George (1977), yang dikutip oleh George and Cristiani (1981)
mengemukakan pandangan tentang perinsip dasar behavioristik yakni:

1. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai


perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
2. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah
pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-
satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini
dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang
5. lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga
menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor
internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
6. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan
bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
7. Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme
ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.

Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya


manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan
stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk
akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan
manusia baik. Karena behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan yang
sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka
semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan,
bahkan termasuk berfikir dan emosi. Sejauh kedua pengertian tersebut
dirumuskan secara subjektif.

A. Teori tentang Dinamika Perilaku Manusia Implikasi Psikologi Behavioristik

Adapun Teori tersebut meliputi:

1. Psikologis adalah sains tingkah laku, sedang tingkah laku adalah semua
aktifitas yang dibuat oleh seseorang yang dapat disaksikan. Dia adalah
sains yang objective bergantung pada data eksperimental dan bukti-bukti
yang dapat diamati. Di dalam sains tidak ada ruang bagi konsep yang
terlalu banyak yang diuraikan dalam psikologi.

2. Dapat diembalikan tingkah laku manusia kepada proses-proses fisik-kimia,


dan dapat ditafsirkan tingkah laku manusia berdasarkan perubahan-
perubahan fisiolog, dan neurologi yang berlaku, yang menyebabkan
psikologi lebih dekat kepada sains biologis. Jadi tingkah laku manusia
tidak lain daripada susunan unit-unit kecil yang dinyatakan dalam
persamaan S-R hubungan antara perangsang dan reaksi adalah hubungan
fisic-kimia.

3. Penganut Behaviorisme mengakui asumsi kepastian psikologis yang


termakna ketentuan berlakunya reaksi jika seseorang menghadapi berbagai
rangsangan. Dan mungkin dapat diramalkan jenis-jenis reaksi yang
ditimbulakan oleh perangsang tersebut begitu juga mungkin untuk
mengenal apa yang menyebabkan reaksi tertentu terhadap berbagai
perangsang.

4. Faktor-faktor lingkungan adalah faktor utama yang bekerja untuk


membentuk kepribadian seseorang. Pusat perhatian aliran ini adalah proses
dalam pendidikan dan cara mengajar manusia untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan tertentu.

Pada bagian ini kita akan mendiskusikan dua perspektif yang berfokus
pada perilaku abnormal dan proses berfikir, yaitu perspektif perilaku dan
perspektif kogniti-perilaku. Menurut perspektif perilaku (behavioral
perspective), abnormalitas disebabkan oleh pengalaman belajar yang keliru.
Dalam perspektif kognitif-perilaku (kognitif-behavioral perspective),
abnormalitas disebabkan oleh proses berfikir yang maladaptive yang
mengakibatkan disfungsi perilaku.Perspektif kognitif - perilaku kadang
disederhanakan menjadi Kognitif meskipun sebagian besar orang yang
bekerja di bidang ini lebih suka memakai istilah kognitif - perilaku.

1. Pengkondisian Klasik
Menurut para penganut behaviorisme, kebanyakan reaksi spontan
emosi kita terjadi melalui proses pengkondisian klasik (classical
conditioning), ketika kita mengasosiasikan suatu respon spontan dengan
stimulus yang tidak berhubungan. .Misalnya, bau merek parfum tertentu
mungkin membuat anda merasa sangat sedih hingga anda menyadari bahwa
parfum tersebut adalah parfum yang digunakan kakek anda yang baru saja
meninggal. Pada contoh ini, anda membentuk asosiasiantara stimulus yang
secara alamiah bersifat netral (parfum) dengan stimulus yangsecara alamiah
bersifat membangkitkan kenangan (kakek yang sudah meninggal)yang
menghasilkan suatu reaksi emosi (menjadi berlinang air mata).
Hubungan ini terbentuk melalui pemasangan dua jenis stimulus secara
berulang-ulang. Stimulus netral disebut sebagai stimulus yang dikondisikan
(conditioned stimulus) karena menghasilkan respon sebelum pengondisian
apapun terjadi. Stimulus yang memunculkan sesuatu secara alami disebut
stimulus tak terkondisikan (unconditioned stimulus) karena menghasilkan
respon sebelum diberi pengkondisian apapun. Reaksi emosi yang
diasosiasikan dengan stimulus terkondisikan (parfum) disebut respon
terkondisikan (conditioned response). Sebelum pengkondisian, refleks ini
disebut respon tak terkondisikan (unconditioned response) karena tidak
diperlukan pembelajaran bagi anda untuk menangis ketika anda teringat
kakek anda.
2. Pengondisian operant

Pengondisian operan (operant conditioning) adalah proses


pembelajaran ketika individu memeperoleh seperangkat perilaku melalui
penguatan. Kebalikan dengan pengkondisian klasik, pengondisian operan
melibatkan perilaku yang tidak otomatis. Orang yang belajkar tersebut
mencoba menjadi cakap untuk menampilkan perilaku yang akan memberi
hasil yang positif, seperti perhatian, pujian atau pemuasan kebutuhan
biologis. Prinsip pengondisian operan dikembangkan oleh B.F. Skinner
(1904-1990) yang gagasannya mengenai perilaku menjadi dasar bagi
filosofi sifat manusia didunia. Seseorang yang memuaskan kebutuhan
biologis (lapar, haus, sembuh dari luka, seks) disebutpenguat primer karena
mereka mendapat penghargaan secara intrinsic. Perilaku juga digerakkan
oleh penguat sekunder yang memperoleh nilai mereka dari asosiasi dengan
penguat primer.

Dalam pengondisian operant seperti halnya pada pengondisian klasik,


penguatan memiliki efek menyenangkan atau tidak menyenangkan. Saat
tidak ada penguatan, sebagian besar perilaku yang dipelajari cenderung
berkurang dan akhirnya hilang. Pengondisian operant juga dimaksudkan
untuk menerapkan perolehan penguasaan perilaku, mempelajari suatu
bahasa atau menjadi musisi yang mahir.

3. Pembelajaran sosial dan kognisi sosial


Para teoritikus yang mengusung teori belajar sosial tertarik untuk
memahami bagaimana orang mengembangkan gangguan psikolagis melalui
hubungan mereka dengan orang lain dan melalui obsevasi orang lain.
Beberapa teoritikus dalam perspektif ini juga memfokuskan diri pada
kognisi sosial, faktor-faktor yang memengaruhi cara orang memersepsi
dirinya dan orang dan serta membentuk penilaian penyebab perilaku.
Menurut pespektif-perspektif ini, tidak hanya penguatan langsung yang
memengaruhi perilaku, tetapi penguatan tidak langsung juga dapat
memengaruhi perilaku, ketika orang memperoleh perilaku tersebut dengan
melihat orang lain melakukan perilaku tersebut dengan orang lain
melakukan perilaku tertentu dan melihat mereka diberi penghargaan atau
hukuman. Evaluasi Perspektif Berbasis Perilaku. Mungkin hal utama yang
menarik dari perspektif perilaku adalah kesederhanaan dan
ketergantungannya pada konsep yang dapat diterjemahkan menjadi objek
yang terukur.

2.2 Konsep Gangguan Psikologi Dari Perpektif Behavioristik


A. Ganguan perilaku menurut BF skinner
Perilaku Abnormal Skinner berpendapat bahwa perilaku abnormal
berkembang dengan prinsip yang sama dengan perilaku normal. Lebih jauh,
ia mengatakan bahwa perilaku abnormal dapat diubah menjadi perilaku
normal dengan memanipulasi lingkungan.
Perilaku Abnormal Kaum behavioris menyatakan: tingkah laku
abnormal, menyimpang (kalut, anarkitis, kacau, sakit, psikopatologis) adalah
kebiasaan-kebiasaan yang maladaptif dalam cara penyesuaian dirinya. Maka,
gangguan mental itu adalah bentuk tingkah laku lahiriah atau eksternal; dan
orang tidak memandangnya sebagai produk dari konfik-konflik internal atau
batiniah.
B. Perspektif Behavioristik (ganguan mental)
Pada bagian ini kita akan mendiskusikan dua perspektif yang berfokus
padaperilaku abnormal dan proses berfikir, yaitu perspektif perilaku dan
perspektif kogniti-perilaku. Menurut perspektif perilaku behavioral
perspective, abnormalitas disebabkan oleh pengalaman belajar yang keliru.

Perspektif Behaviorisme menyatakan bahwa perilaku abnormal dapat


berkembang melalui respon yang dipelajari dengan cara yang sama seperti
perilaku lainnya yang dipelajari, melalui classical conditioning, operant
conditioning, atau modeling. Para behavioris lebih memperhatikan perilaku
abnormal hasil dari perilaku yang bertahan disebabkan berbagai kejadian hadiah
atau hukuman yang mendorong pola respon yang bermasalah.
a) Classical conditioning
Classical conditioning dapat menimbulkan ketakutan patologis dimana adanya
stimulus netral diikuti dengan respon yang tidak menyenangkan sehingga
menimbulkan gangguan perilaku seperti phobia.
b) Operant conditioning
Adanya penguatan positif yang memperkuat tindakan negatif. Seperti agresi
verbal diikuti oleh pujian teman-temannya sehingga perilaku tersebut terus
berulang.
c) Modeling
Perilaku abnormal disebabkan karena mengamati orang lain. Orang lain
mendapat sesuatu yang positive ketika melakukan suatu hal, sehingga
pengamat cenderung untuk menirunya. Seperti minuman keras, karena sang
model menikmati minuman keras maka individu akan meniru sang model
untuk merasakan kenikmatan minuman tersebut tersebut.

Para ahli psikologi behavioristik memandang manusia tidak pada dasarnya,


memandang manusia sebagai pemberi respons (responder), sebagai hasil dari
proses kondisioning yang telah terjadi. Dustin & George(1977), yang dikutip oleh
George & Cristiani(1981), mengemikakan pandangan behavioristik terhadap
konsep manusia, yakni:
1. Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu
yang baik atau yang jahat, tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam
keadaan sedang mengalami, yang memiliki kemampuan untuk menjadi
sesuatu pada semua jenis perilaku.
2. Manusia mampu mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya
sendiri.
3. Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru.
4. Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan
perilakunya yang bisa dipengaruhi orang lain.

Ivey,et al (1987) mengemukakan bahwa pernah para pendukung pendekatan


behavioristik merumuskan manusia sebagai manusia yang mekanistik dan
deterministik, dimana manusia dianggap bisa dibentuk sepenuhnya oleh
lingkungan dan sedikit memiliki kesempatan untuk memilih. Namun pendekatan
behavioristik yang baru, menitikberatkan meningkatnya kebebasan dan pilihan
melalui pemahaman terhadap dasar-dasar perilaku seseorang.

Corey(1991),mengemukakan bahwa pada terapi perilaku,perilaku adalah


hasil dari belajar.Kita semua adalah hasil dari lingkungan sekaligus adalah
pencipta lingkungan.tidak ada dasar yang berlaku umum bisa menjelaskan semua
perilaku.karena setiap perilaku ada kaitanya dengan sumber yang ada di
lingkungan yang menyebabkan terjadinya sesuatu perilaku tersebut.

Albert Bandura(1974,1977,1986) yang terkenal sebagai tokoh teori sosial-


belajar, menolak suatu konsep bahwa manusia adalah pribadi yang mekanistik
dengan model perilakunya yang deterministik. Pengubahan (modifikasi) perilaku
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang agar jumlah respon akan
lebih banyak.
C. Karakteristik Perilaku Bermasalah
Perilaku bermasalah dalam pandangan behaviorist dapat dimaknakan
sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat,
yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku yang salah
penyesuaian terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya.
Behaviorist memandang perilaku yang bermasalah adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau tingkah laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku yang tidak sesuai
dengan tuntutan lingkungan.
b. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
c. Manusia yang bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah
laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena
kesalah pahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
d. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar da juga tingkah
laku tersebut juga dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

2.3 Identifikasi Gangguan Psikologis dengan Pendekatan Behaviorisme

Orientasi behaviorisme dalam pendekatan dan penyembuhan gangguan


psikologis didasarkan atas teori-teori behaviorisme, antara lain prinsip-prinsip
kondisioning klasik, kondisioning operan dan belajar sosial. Untuk pendekatan
behaviorisme dapat digunakan skema (dalam Kanfer & Philips, dalam Suwondo,
1980)

SORKC

S = stimulus C = concequence, akibat

O = organisme K = contigency, kedekatan

R = respon
Salah satu asumsi model belajar untuk memahami gangguan jiwa adalah
bahwa gangguan jiwa merupakan respons yang tidak cocok (inapropriate) yang
terbentuk melalui proses belajar dan dapat bertahan karena adanya penguat yang
mempertahankannya. Neurosis adalah an inapropriate response affecting your
life.

Dalam interview, tidak perlu digali peristiwa-peristiwa di masa lampau


dan konflik-konflik yang tidak didasari seperti halnya dalam pendekatan
psikoanalisis. Pendekatan behaviorisme tidak melihat adanya peran semua itu.
Yang penting untuk memahami dan menyembuhkan suatu simtom adalah keadaan
masa kini yang langsung mencetuskan simtom tersebut. Suatu simtom hanya
diperhatikan kuantitasnya, apakah berlebihan (excess) atau kekurangan (deficit).
Contoh simtom defisit misalnya anak yang malas belajar atau kasus R yang
kurang mau peduli terhadap lingkungan keluarga.

Contoh simtom excess adalah anak yang dikeluhkan ibunya sebagai anak
nakal dan sering memukul adiknya. Untuk semua keluhan-keluhan itu, yang
dilihat adalah perilaku nyata yang dinyatakan seobjektif dan seteliti mungkin.
Misalnya, pada keluhan tentang anak yang sering memukul adiknya, maka yang
diteliti ialah beberapa kali anak memukul tiap hari selama satu periode tertentu,
siapa yang dipukul, bagaimana intensitasnya dan seterusnya. Biasanya observasi
ini dinyatakan dalam suatu grafik. Untuk keluhan anak malas belajar yang
dicatat adalah apa saja kegiatan yang dinamakan belajar, misalnya menghadapi
buku, membaca, menulis dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan pencatatan
mengenai bagaimana malas belajar itu selama seminggu. Langkah berikutnya
adalah menentukan variabel tergantung serta variabel bebas, dalam proses
terjadinya respons malas dan serin g memukul itu. Pertanyaan-pertanyaan yang
ingin dijawab adalah mengapa kedua respons itu bertahan sedemikan lama?
Apakah ada hal-hal yang memperkuat perilaku itu (reinforcement) hingga
berlangsung terus dan mengganggu lingkungannya? Apakah ada stimulus yang
secara langsung menimbulkannya?
Terapi dengan pendekatan behaviorisme dinamakan behavior therapy.
Tetapi pada psikoanalisis disebut dengan insight therapy. Perbedaan antara
insight therapy dan behavior therapy adalah : insight therapy (dinamakan juga
terapi tradisional) yang dipelopori oleh Freud pada dasarnya masih
mempertahankan model penyakit yan g diterapkan pada keadaan mental. Pusat
perhatian terapis adalah pada masa lalu yang dianggap sebagai sumber permulaan
gangguan. Konflik-konflik dimasa lalu yang tidak disadari itu harus disadarkan
agar terjadi penyembuhan. Behavior therapy memusatkan perhatian tingkah laku
yang dapat diobservasi dan tidak mencari determinan-determinan di dalam diri
individu, melainkan mencari determinan-determinan luar dari suatu tingkah laku
patologis. The here and now is what maintains the behavior, not the lack of
insight. Teknik-teknik dalam behavior therapy sangat bermacam-macam, sama
seperti jenis simtom yang ada. Tidak seperti insight therapy yang menggunakan
teknik seragam untuk semua jenis gangguan. Ini disebabkan karena dalam
psikoterapi tradisional tujuannya adalah mencapai insight , dan bukan suatu
proses belajar gaya conditioning.

Konsep Pendekatan Belajar

Pavlov, Dolland
Skinner Bandura
& Miller

Struktur Respon atau respon atau


Perilaku
kepribadian operan kebiasaan

Dinamika
Kondisioning Kondisioning Meniru model
kepribadian
operan klasik social learning
(proses)

Masa lalu /
Tidak penting Tidak penting Tidak penting
kini

Masa kini Utama Utama Utama


Alam tak
-
sadar - -

Alam sadar Penting Penting Penting

Tingkah
Hasil belajar Hasil belajar Model yang tidak
laku
yang salah yang salah adekuat
abnormal

Sumber : Pervin, hal 93, Hall, et.al, hal 98


BAB III

KESIMPULAN

Salah satu asumsi model belajar untuk memahami gangguan jiwa adalah
bahwa gangguan jiwa merupakan respons yang tidak cocok (inapropriate) yang
terbentuk melalui proses belajar dan dapat bertahan karena adanya penguat yang
mempertahankannya.

Dalam perpektif behavior gangguan psikologis dapat ditangani dengan


Behavior therapy. Behavior therapy memusatkan perhatian tingkah laku yang
dapat diobservasi dan tidak mencari determinan-determinan di dalam diri
individu, melainkan mencari determinan-determinan luar dari suatu tingkah laku
patologis. The here and now is what maintains the behavior, not the lack of
insight. Teknik-teknik dalam behavior therapy sangat bermacam-macam, sama
seperti jenis simtom yang ada. Tidak seperti insight therapy yang menggunakan
teknik seragam untuk semua jenis gangguan. Ini disebabkan karena dalam
psikoterapi tradisional tujuannya adalah mencapai insight , dan bukan suatu
proses belajar gaya conditioning.

Anda mungkin juga menyukai