DOSEN PENGAMPU :
NANI BARORAH NST S.Psi M.Psi
P.h.D
Kelas: BK Reguler E
KELOMPOK 1 :
NURUL HIDAYAH BR HASIBUAN
119151026
NAHYA NADDAHATISSILMI
1193151044
FEBE SIMANJUNTAK
1193151043
PUTRI SYAHFITRI
11933151024
A. PENGERTIAN BEHAVIORISTIK
Pengertian Behavioristik
Teori Behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan
behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya
sebagai berikut :
1. Teori pengkodisian klasikal dari pavlov
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses
yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-
eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh
pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari
perilakunya. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu
dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut
adalah stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus- UCS ), yaitu
stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan
pembelajaran apapun contoh: makanan dan stimulus terkondisi (conditioned
stimulus- CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya
mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan
stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan datang) Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan
tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan.
2. TEORI KONEKSIONISME THORNDIKE
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi –
asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon.
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan ekternal yang menjadi
tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan
Respon adalah sembarang tingkahlaku yang dimunculkan karena adanya
perangsang.
Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen
kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon,
perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan dan kegagalan-kegagalan terlebih
dahulu. Bentuk paling dasar dari belaja adalah “trial and error learning atau
selecting and connecting learning”. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan Thordike sering disebut dengan teori belajar koneksionisme
atau teori asosiasi.
Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar
yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon
yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan dan kegagalan-kegagalan
terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belaja adalah “trial and error learning atau
selecting and connecting learning”. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan
Thordike sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
c. Hukum Akibat (law of effect), yaitu suatu perbuatan yang disertai akibat
menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, jika
suatu perbuatan yang diikuti tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan Hukum Reaksi (multiple
response), Hukum Sikap (set/attitude), Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of
element), Hukum Respon by analog, dan Hukum Perpindahan Asosiasi (Assciative
Shifting).
3. TEORI CONDITIONING WATSON
Watson merupakan seorang behavioris murni. Menurut watson, belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Dalam hal ini, stimulus dan respon yang dimaksud dibentuk dari
tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Watson mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia menganggap hal-hal
tersebut sebagai faktor yang perlu diperhitungkan.
4. Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi,
semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup
manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemenuhan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam
bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam
kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini,
teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
5. Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses
belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan
kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons
cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan
belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar
respons yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga
diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons
tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar.
6. Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-
konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul,
dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-
respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-
program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner, yaitu :
Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan suatu
penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan
negative.
Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon
akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan.
Biografi Burhus Fraderic Skinner