Anda di halaman 1dari 7

Konsep inti

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak,
berupa reaksi fisik terhadap stimulans.
Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dari beberapa teori belajar
behavioristik yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa untuk memunculkan respon yang
diharapkan dibutuhkan penguatan (reinforcement).
Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah
berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut
belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena
ia belum dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
https://cdn-gbelajar.simpkb.id/s3/p3k/Pedagogi/Artikel/
TEORI_BELAJAR_BEHAVIORISTIK_DAN_IMPLIKAS.pdf

Tokoh Behavioristik
A. Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi
yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah
laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau
tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.

Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat


menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-
tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini disebut juga sebagai aliran
Koneksionisme (Connectionism).

Law effect, artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
stimulus-respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai
respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus-respons.
Law of Readiness, artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu
berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Law of Exercise, artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

B. Teori Belajar Menurut John Broades Watson (1878-1958)

J.B. Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike.
Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan
dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai
faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental
dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang
telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.

Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman
empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya
dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal
terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012)
dapat digambarkan sebagai berikut:

C. Teori Belajar Menurut Clark Leaonard Hull (1884-1952)

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang
dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab
itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam
kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis,
terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering
dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

d.Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie


Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan
jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

e.Tori Belajar Menurut Skinner


Burrhus Skinner (20 Maret 1904 sampai 18 Agustus 1990) adalah seorang psikolog dari Amerika yang
terkenal akan aliran behaviorismenya. Skinner memiliki pendapat bahwa hubungan antara stimulus dengan
respon yang ditunjukkan individu atau subyek terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Respon yang
ditunjukkan pun tak seluruhnya merupakan hasil dari rangsangan yang ada, tetapi karena interaksi antara
stimulus yang menghasilkan respon. Respon menghasilkan konsekuensi. Pada akhirnya konsekuensi akan
menghasilkan atau memunculkan perilaku.

Skinner dalam teori behaviorisitk melahirkan buah pemikirannya yang dikenal dengan istilah Teori

Operant Condiitioning. Teori ini mengungkapakan bahwa tingkah laku yang dilihatkan subyek tak semata-

mata merupakan respon terhadap stimulus tetapi juga tindakan yang disengaja. Skinner menyatakan

pendapatnya bahwa pribadi seseorang merupakan hasil dari respon terhadap lingkungannya. Dua macam

respon tersebut adalah:

1. Respondent Response yaitu respon akibat rangsangan tertentu. Contoh: anjing yang
mengeluarkan air liurnya ketika majikannya membawakan makanan untuknya. (baca: Teori Cinta
Sternberg)
2. Operant Response yaitu respon yang muncul dan semakin berkembang oleh rangsangan
tertentu. Contoh: seorang anak yang mendapatkan reward ketika ia menjadi juara kelas, maka ia
akan semakin giat belajar untuk mempertahankan bahkan menaikkan prestasinya dengan
harapan diberikan reward kembali (dengan nilai yang sama atau lebih tinggi)

6. Ivan Petrovich Pavlov

Tokoh selanjutnya adalah Ivan Pavlov (lebih dikenal dengan julukan Pavlov saja, 14 September 1849
sampai 27 Februari 1936), merupakan fisiolog sekaligus dokter asal Rusia. Pavlov terkenal dalam
pembahasan teori behavioristik karena percobaannya terhadap anjing.

Percobaan ini dilakukan dengan memperlihatkan makanan pada anjing. Anjing tersebut kemudian

mengeluarkan air liur yang merupakan stimulus alami dan diasosiasikan dengan keinginan akan makanan

tersebut. Percobaan ini dilanjutkan dengan membunyikan lonceng untuk memanggil anjing yang kemudian

akan diperlihatkan makanan.

Pada akhirnya, anjing akan menangkap pembelajaran bahwa lonceng memiliki keterkaitan dengan

makanan, sehingga ketika Pavlov mencoba membunyikan lonceng yang awalnya digunakan untuk

memanggil anjing tersebut, secara otomatis anjing tersebut sudah menanggapi dengan mengeluarkan air

liur.

Hasil eksperimen Pavlov ini akhirnya melahirkan beberapa hukum pembelajaran, yaitu:

1. Hukum Pembiasaan yang Dituntut. Hukum ini menjelaskan bahwa jika ada dua macam
stimulus yang diberikan secara bersama-sama (dan salah satunya merupakan reinforcer), maka
gerakan reflek pada stimulus lainnya juga meningkat. (baca: Psikologi Forensik)

2. Hukum Pemusnahan yang Dituntut. Hukum ini memaparkan jika reflek yang diperkuat
melalui respondent conditioning diberikan kembali tanpa adanya reinforcer, maka kekuatannya
akan melemah.

7. Albert Bandura

Albert Bandura merupakan ahli dalam teori belajar behavioristik yang paling muda. Ia adalah seorang

psikolog lulusan University of British of Columbia yang kemudian melanjutkan pendidikannya di

Universitas Iowa dan Universitas Stanford. Hingga saat ini, Bandura tercatat sebagai dosen di Universitas

Stanford.

Albert Bandura cukup terkenal dalam dunia psikologi pendidikan, terutama dengan Teori Pembelajaran

Sosial (Social Learning Theory), yaitu konsep dalam teori behavioristik yang menekankan komponen

kognitif, pikiran, pemahaman, dan evaluasi. Teori Pembelajaran Sosial ini memiliki konsep utama
pembelajaran dengan metode pengamatan. Menurut teori ini, perilaku individu bisa timbul karena

proses modeling, atau tindakan peniruan.

Modeling juga dikenal sebagai pembelajaran melalui proses observasi. Pembelajaran ini tidak sekadar

melakukan fotokopi pada tindakan yang dilihatnya tetapi juga menyesuaikan, baik itu mengurangi,

menambahi, atau menggeneralisasi dari satu observasi ke observasi lainnya. Ada beberapa faktor yang

memengaruhi dan menentukan apakah seseorang akan belajar dari suatu situasi, faktor-faktor tersebut

antara lain:
1. Karakteristik model. Faktor ini menjelaskan kalau manusia lebih mungkin melakukan modeling
pada individu contoh dengan status (sosial, ekonomi, pekerjaan) yang lebih tinggi.
2. Karakteristik orang yang mempelajari tersebut, biasanya adalah mereka yang tidak memiliki
status, kemampuan, atau pun kekuatan. Misalnya anak yang mengikuti atau modeling perilaku
orang tuanya.
3. Konsekuensi dari tindakan yang ditiru. Konsekuensi yang semakin besar juga akan semakin
menekan orang untuk melakukan modeling. Misalkan, pegawai kantoran berusaha sedisiplin
mungkin seperti rekan kerjanya untuk menyabet gelar karyawan terbaik tahun ini.

https://dinikomalasari.wordpress.com/2014/04/04/tokoh-tokoh-aliran-behavioristik/

https://ainamulyana.blogspot.com/2017/06/teori-belajar-behavioristik.html

http://menzour.blogspot.com/2019/08/tokoh-tokoh-aliran-behavioristik.html?m=1

Kekurangan dan Kelebihan Teori Behavioristik

1. Kekurangan

1) Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru

Peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru.
Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta didik
cenderung pasif dan bosan.

2) Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru


Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
biasanya sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.

3) Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi

Karena menurut teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta
didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan terus menerus tanpa ada
cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan tertekan, tidak menyukai guru dan
bahkan malas belajar.

1. Kelebihan

1) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan


pembiasaan

Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat peserta didik paham
sehingga mereka bisa menerapkannya dengan baik.

2) Materi yang diberikan sangat detail

Hal ini adalah proses memasukkan stimulus yang yang dianggap tepat. Dengan banyaknya
pengetahuan yang diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti
setiap pembelajarannya.

3) Membangun konsentrasi pikiran

Dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu
mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah
yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai dengan baik.

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/19/kekurangan-dan-kelebihan-teori-
behavioristik-dan-humanistik-2/
contoh penerapan teori behavioristik dibidang olahraga

1. sebelum belajar, seseorang tidak mengetahui bagaimana cara untuk melakukan


gerakan dribbling dalam permainan sepak bola. Namun setelah belajar, dia
mengetahui cara cara melakukan gerakan dribbling dengan memperhatikan Langkah
secara baik dan benar

2. setelah seseorang mengikuti atau masuk dalam organisasi kop sepak bola, orang tersebut jadi
mengetahui apa itu sportivitas,fairplay, dan respect terhadap lawan tandingnya.

Anda mungkin juga menyukai