Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Teori Belajar
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
1. Generalisasi.
Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan
air liur begitu mendengar suara-suara yang mirip dengan bel, contoh suara peluit
(karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi,
generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus
terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik
merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran
matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut akan merasakan
gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi kegugupan peserta
didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata
pelajaran lain yang mirip.
2. Deskriminasi.
Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya.
Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah
bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian
dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi
ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
3. Pelemahan (extincition).
Proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan
stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai
makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air
liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat
peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah
mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar. Dalam bidang
pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang
menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru
untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
b. Teori Connecthionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen
kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning or selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh
karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut
dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dari percobaan ini
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan,
tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau
dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip
utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran
akan semakin dikuasai.
c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hukum lainnya dalam
belajar yaitu
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude),
Hukum Aktifitas
Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu
terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta
memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut.
ccc
DAFTAR PUSTAKA