Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme
(Slavin, 2000).
1) hukum efek;
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon
Thorndike mengembangkan teori asosiasionisme yang sangat sistematis, dan salah satu teori
belajar yang paling sistematis. Ia membawa ide-ide asosiasi para filsuf ke dalam level yang
empiris dengan melakukn eksperimen terhadap ide-ide filosofis tersebut. Thorndike juga
mengakui pentingnya konsep reinforcement dan reward serta menuliskan teorinya tentang ini
dalam ‘law of effect’ tahun 1898 (bandingkan dengan Pavlov yang baru menuliskan idenya
tentang reinforcement pada 1902). Pandangan Thorndike:
Definisi Psikologi :…the study of stimulus-response connections or bonds… Thorndike
sangat mementingkan connections. Connections dapat terbentuk secara sambung menyambung
dalam urutan yang panjang. Sebuah connections yang tadinya response bisa menjadi stimulus. Di
sinilah tampak peran asosiasi yang membentuk connections.
1. Adanya motivasi pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
2. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-
motivenya.
3. Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motivenya dihilangkand.
Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Transfer of learning
Beberapa hukum belajar yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
i. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia
melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak
melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat
penting dalam belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
ii. Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu
stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika
respons tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi
lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada
memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar
dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari
yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
iii. Hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon dengan stimulus
menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan
antara respon dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya
kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang punya
kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon yang tidak
memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi
dalam belajar.
1. Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai
ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang
bersangkutan memperoleh respon yang benar.
2. apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-
hal lain yang telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
3. Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-
unsur penting dari yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang
tepat.
4. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.
5. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia
kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi
tersebut mempunyai hubungan.
6. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept
belongingness).
Ø “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi
reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
Ø “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah
rata-rata respon
Ø “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement
Ø “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama
setelah terjaditerjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu:
b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku
yang diharapkan.
d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval
tetap dan bervariasi.
g. Menurut Menurut thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and
error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus
memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan
menemukan respoons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.