Anda di halaman 1dari 8

1.

Pengertian teori behavioris


Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa
untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas individu
yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu.
Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme menolak keras adanya aspek-aspek
kesadaran atau mentalitas dalam individu. Pandangan ini sebetulnya sudah
berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno, ketika psikologi masih dianggap bagian
dari kajian filsafat. Namun kelahiran behaviorisme sebagai aliran psikologi formal
diawali oleh J.B. Watson pada tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian
dari ilmu kealaman yang eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus
menggunakan metode empiris, seperti: observasi, conditioning, testing, dan verbal
reports.
John A. Laska dalam Knight (1982), pendidikan dikatakan sebagai sebuah
usaha yang terencana oleh pelajar atau oleh orang lain untuk mengontrol (memberi
panduan, mengarahkan, atau mempengaruhi atau mengatur) suatu situasi belajar
untuk mencapai tujuannya. Pendidikan dilihat dari sudut pandang ini tidak terbatas di
sekolah, kurikulum atau metode sekolah yang tradisional. Pendidikan dapat
dipandang sebagai suatu proses belajar seumur hidup yang dilaksanakan secara
terarah dan terencana. Sedangkan proses pembelajaran menurut Corey (1982) dalam
Sagala (2003) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi
khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
Menurut pendekatan behavioristik, belajar dipahami sebagai proses perubahan
tingkah laku teramati yang relatif berlangsung lama sebagai hasil dari pengalaman
dengan lingkungan. Pendekatan behavioristik berkembang melalui
eksperimeneksperimen, baik pada manusia maupun pada hewan (Kusmintardjo dan
Mantja, 2011). Terdapat empat prinsip filosofis utama dalam pengembangan teori ini
yaitu : Manusia adalah binatang yang sangat berkembang dan manusia belajar dengan
cara yang sama seperti yang telah dilakukan binatang lainnya; pendidikan adalah
proses perubahan perilaku; peran guru adalah menciptakan lingkungan pembelajaran
yang efektif; efisiensi, ekonomi, ketepatan dan obyektivitas merupakan perhatian
utama dalam pendidikan.
Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses tingkah laku yang timbul akibat proses
kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai
proses belajar (Syah, 2003). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh
karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat
peraga, gambargambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar
(Budiningsih, 2003). Teori belajar Behavioristik memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Belajar merupakan perubahan perilaku dan penge-tahuan yang relatif lama
dari hasil praktek maupun penga-laman. Ada beberapa poin kunci untuk membahas
hal tersebut dikutip dari Kusmintardjo dan Mantja (2011).
Pertama, belajar menghasilkan perubahan. Pengalaman anda tentang
bagaimana melakukan sesuatu di sekolah telah berubah melalui belajar yang diawali
sejak menjadi murid baru. Demikian halnya perilaku dokter berubah ketika dia
mampu menyembuhkan pasien.
Kedua, perubahan dalam pengetahuan atau perilaku terjadi dalam waktu yang
relatif permanen atau cukup lama. Ketika pertama kali anda mendaftarkan diri ke
sekolah, anda menanyakan kepada teman anda tentang bagaimana cara pengisian
borang pendaftaran, maka hal itu bukan belajar karena tidak ada suatu perubahan
permanen dalam cara pendaftaran. Demikian halnya, dokter yang menangani pasien.
gawat darurat karena kecelakaan juga bukan belajar karena tidak ada perubahan yang
permanen dalam penanganan tersebut.
Ketiga, belajar merupakan hasil dari praktek atau melalui pengalaman melihat
orang lain. Pikirkan kembali ketika anda belajar cara mengemudi mobil. Hanya
dengan melalui praktek anda akan menguasainya. Demikian halnya dengan praktek
dan pengalaman, seorang sekretaris belajar bagaimana cara penggunaan software
baru, belajar seorang analis keuangan belajar implikasi hukum pajak yang baru,
insinyur belajar bagaimana cara mendesain kendaraan yang efisien, dan pramugari
belajar bagaimana cara menghidangkan makanan di atas pesawat.
T. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat
antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan
ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.

2. Tokoh-tokoh aliran behavioris


Para tokoh aliran behaviorisme antara lain Thorndike, Skinner, Pavlov, Gagne,
dan Bandura. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of
Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant
Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera atau suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi
tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan
(akibat adanya rangsangan). Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwaperistiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon
(R).
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box)
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons,
perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and
error learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu, teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi.
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Gredler, 1991). Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
a. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu
tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut
akan semakin kuat.
c. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936)
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah
proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di
mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan
Mula-mula ia menunjukkan makanan (unconditioned stimulus) kepada
anjing yang sedang kelaparan dan mengeluarkan air liur (unconditioned
response). Kemudian Pavlov membunyilkan bel yang (conditioned
stimulus) yang diteruskan dengan pemberian makanan (unconditioned
stimulus) kepada anjing (unconditioned response). Selanjutnya, dalam
penelitian Pavlov, yang terjadi adalah ketika bel mulai dibunyikan maka
pada saat yang sama anjing mengeluarkan air liurnya. Anjing merespon
bel tersebut dengan air liur meskipun tanpa adanya makanan. Classical
conditioning telah terjadi. Pebelajar (anjing) mengenali hubungan antara
unconditioned stimulus (makanan) dengan conditional stimulus (bel)
(Kusmintardjo dan Mantja, 2011).
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing:
a. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus
tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan
respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk
mengeluarkan air liur.
b. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden
(respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang
muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karena
anjing melihat daging.
c. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang
tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat
menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-
menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan
menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan
dengan daging.
d. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang
muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar
karena anjing mendengar bel

Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat


diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS =
Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS =
Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng
dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya.

3. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990)


Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi. Konsekuensikonsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu, dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner:
a. Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis
pada
perilaku yang spesifik untuk mendapatkan hubungan S-R.
Pendekatannya induktif. Dalam hal ini pengaruh Watson jelas terlihat.
b. Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.
c. Menolak menggunakan metode statistikal, mendasarkan
pengetahuannya pada subyek tunggal atau subyek yang sedikit namun
dengan manipulasi eksperimental yang terkontrol dan sistematis.

4. Edwin Ray Guthrie (1886 – 1959)


Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti yaitu Contiguity
dapat diartikan sebagai rangkaian peristiwa, hal-hal atau benda-benda yang
terus saling berkait antara satu dengan lainnya. Teori ini dikembangkan
oleh Edwin Ray Guthrie (1886-1956). Guthrie menegaskan bahwa
kombinasi stimulus yang muncul bersamaan dengan satu gerakan tertentu,
sehingga belajar adalah konsekuensi dari asosiasi antara stimulus dan
respon tertentu (Hitipew, 2009).
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan
respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih
kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.

5. John Watson (1878-1958)


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi, walaupun dia mengakui
adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan
Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan
di University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum
beralih ke psikologi karena pengaruh Angell. Dalam karyanya ini Watson
menetapkan dasar konsep utama dari aliran behaviorisme:
1. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya
setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya
tempat di dalamnya
2. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri
sebagai natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan
untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh
karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psi.
3. Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.

6. Clark L. Hull (1884-1952)


Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis (Gredler, 1991). Prinsip-prinsip utama teorinya :
a. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada.
Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction
daripada satisfied factor.
b. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan
dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O
(organisme). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang
disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang
berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan
behaviorisme sejati.
c. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di
sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi
biologis organisma
d. Hypothetico-deductive theory Adalah teori belajar yang dikembangkan
Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa
pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak
semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini
terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang
aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain
sebagainya (Lundin, 1991).

Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil,


ditunjang dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif.
Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan
dikembangkan.

7. Albert Bandura (1925)


Inti utama dalam teori ini adalah bahwa dalam belajar tidak hanya ada
reinforcement dan punishment saja, namun menyangkut perasaan dan
pikiran. Teori belajar sosial menyatakan tentang pentingnya manusia
dalam proses belajar, yang disebutnya dengan sebutan proses kognitif.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah: 1) perhatian,
mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat; 2) penyimpanan
atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik; 3)
reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru,
keakuratan umpan balik; 4) motivasi, mencakup dorongan dari luar dan
penghargaan terhadap diri sendiri (Kusmintardjo dan Mantja, 2011). Teori
utama :
a. Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam
proses belajar manusia.
b. Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal
adlaahvicarious reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang
lain dapat memperkuat perilaku individu. Self-reinforcement, individu
dapat memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa
selalu harus ada orang dari luar yang memberinya reinforcement.
c. Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti self-
judgement, self-control, dan lain sebagainya.
d. Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan
yanglebih tinggi di masa depan

Dapus

Asfar, A.M.Irfan T. Asfar, A.M. Iqbal A. Halamury, Mercy F. 2019. Teori Behaviorisme. Hal
1-32.

(https://www.researchgate.net/profile/Amirfan-Asfar/publication/
331233871_TEORI_BEHAVIORISME_Theory_of_Behaviorism/links/
5c6da922a6fdcc404ec18291/TEORI-BEHAVIORISME-Theory-of-Behaviorism.pdf)

Anda mungkin juga menyukai