Anda di halaman 1dari 14

NAMA :

KELAS :

NIM :

1. Hakikat bahasa daerah


Pengertian Bahasa menurut Wibowo adalah sistem simbol bunyi
yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat
arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh
sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wahyu
Wibowo, 2001: 3). Sedangkan daerah adalah tempat sekeliling atau yang
termasuk di lingkungan suatu kota (wilayah dan sebagainya) (Wjs Poerwo
Darminto, 1993: 220). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bahasa daerah merupakan simbol atau bunyi yang bermakna dan
berartikulasi yang digunakan di lingkungan suatu kota atau wilayah yang
dipakai sebagai bahasa penghubung antar daerah di wilayah Republik
Indonesia. Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia
yang hidup sesuai dengan penjelasan Undang Undang Dasar 45 yang
berhubungan dengan bab XV pasal 36.
Bahasa daerah merupakan bahasa tradisional di sebuah daerah
yang menjadi warisan turun temurun bagi masyarakat pemakai di tempat
bahasa itu digunakan (Jos Daniel Parera, 1989: 16).
Sebab B1 adalah bahasa ibu, yang dipelajari yang digunakan sejak
kecil dalam keluarga; sedangkan B2 adalah bahasa yang baru kemudian
dipelajari, yakni setelah menguasai B1. Dalam keadaan penguasaan
tehadap B1 lebih baik dari pada B2, dan juga kesempatan untuk
menggunakanya lebih luas maka ada kemungkinan B1 si penutur akan
memengaruhi B2-nya. pengaruh ini dapat berupa peristiwa yang disebut
interfrensi, baik pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun
tataran leksikon.
Seberapa pengaruh B1 terhadap B2 adalah tergantung pada tingkat
penguasaanya terhadap B2. Para ahli pengajaran bahasa kedua percaya
bahwa bahasa pertama atau bahasa yang diperoleh sebelumnya,
berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua peserta didik.
Bahkan bahasa pertama telah lama dianggap sebagai pengganggu peserta
didik dalam menguasai bahasa kedua. Pandangan ini lahir karena secara
disadari atau tidak, peserta didik melakukan transfer atau memindahkan
unsur-unsur bahasa pertama ke dalam struktur bahasa kedua. Akibatnya
terjadilah apa yang disebut pergantian struktur dan kode-kode bahasa dari
bahasa pertama terhadap bahasa kedua yang digunakanya. Jika struktur
bahasa pertama sama atau mirip dengan bahasa kedua, peserta didik akan
lebih mudah mentransfernya. Jika perbedaan antar keduanya tidak disadari
oleh peserta didik, kemungkinan terjadi negatif, yang pada akhirnya
memunculkan pristiwa interferensi (sengaja menggunakan kaidah bahasa
pertama untuk bahasa kedua). Kesilapan (kesalahan yang dibuat insedental
karena tidak sengaja), dan kesalahan yaitu kesalahan yang muncul secara
konsisten karena ketidaktahuan. Itulah sebabnya, semakin besar perbedaan
struktur antara yang ada dalam bahasa pertama dengan yang ada dalam
bahasa kedua, usaha yang harus dilakukan oleh peserta didik dalam
memperoleh dan menguasai bahasa kedua cenderung lebih berat dan sukar
bila dibandingkan apabila kedua bahasa itu memiliki kesamaan. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa bahasa pertama berpengaruh terhadap
proses penguasaan bahasa kedua.
Pengaruh bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua juga
dapat diamati dari apa yang kemudian terkenal dengan istilah bahasa
antara atau intalic. Bahasa antara adalah suatu gejala pemakaian bahasa
yang muncul akibat peserta didik belum sepenuhnya dapat meninggalkan
kebiasaannya dalam berbahasa pertama, tetapi belum sepenuhnya
menguasai bahasa kedua.

 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah


Di dalam kedudukanya sebagai bahasa daerah, seperti bahasa Jawa,
bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Bugis, bahasa Makassar dan
sebagainya. Bahasa daerah berfungsi: lambang kebanggaan daerah,
lambang identitas daerah, Sarana perhubungan di dalam keluarga dan
masyarakat daerah, sarana pengembangan serta pendukug kebudayaan
daerah, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. (Solihin Manan: 8).
Adapun Kedudukan bahasa daerah yaitu: penunjang bahasa nasional,
sumber bahan pengembanagan bahasa nasional, bahasa pengantar pada
tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar
pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa
daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua.

 Dampak Positif dan Negatif Penggunaan Bahasa


Daerah di dalam Bahasa Indonesia Berikut beberapa pengaruh atau
dampak penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia. Dampak
positifnya adalah: bahasa Indonesia memiliki banyak kosa kata, sebagai
kekayaan budaya bangsa Indonesia, sebagai identitas dan ciri khas dari
suatu suku dan daerah, dan menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.
Dampak negatifnya adalah: bahasa daerah yang satu sulit di pahami oleh
daerah lain, warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia
menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosa kata, masyarakat menjadi
kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena
sudah terbiasa menggunakan bahasa, dapat menimbulkan kesalahpahaman.

2. Adat istiadat setiap daerah

Dalam situasi kondisi lingkungan Indonesia menghasilkan


keanekaragaman ekosistem beserta sumber daya alam, melahirkan
manusia Indonesia yang berkaitan erat dengan kondisi alam dalam
melakukan berbagai aktivitas untuk menunjung kelangsungan hidupnya.
Manusia Indonesia memandang sumber alam sebagai guru pemberi
petunjuk gaya hidup masyarakat, yang terlahir dalam bentuk kebiasaan
Adat Istiadat alami yang dituangkan menjadi adat kehidupan yang
berorientasi pada sifat alam yang berkembang sesuai keberadaannya
(sunnahtullah) dan menjadi pelajaran yang berharga dari seorang guru
dalam kehidupan bermasyarakat.
Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata
nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat
istiadat. Dalam perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi
terhadap lingkungannya dengan mengembangkan suatu kearifan yang
berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai
budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan
hidupnya.
Jika melihat evolusi hubungan manusia dengan alam di masa
lampau telah terbentuk suatu hubungan yang harmonis yang disebut pan
cosmism dimana manusia berusaha untuk hidup selaras dengan alam.
Dalam pandangan manusia pada masa itu, alam itu besar dan sakral karena
itu harus dipelihara sehingga tidak terjadi kerusakan alam dan berakibat
negatif bagi manusia itu sendiri. Dalam merealisasikan gagasan itu
manusia menciptakan pamali-pamali atau etika bagaimana bertindak dan
bertingkah laku terhadap alam. Hampir sebagian besar etnis di Negara ini
memiliki aturan-aturan dimaksud yang disebut sebagai kearifan
lingkungan.
Masyarakat lokal yang hidup seimbang berdampingan dengan alam
memiliki pengetahuan yang diwariskan turun-temurun tentang bagaimana
memenuhi kebutuhan hidup tanpa merusak alam.
Kearifan tradisional yang bersifat lokal sesuai dengan daerahnya
masingmasing merupakan salah satu warisan budaya yang ada di
masyarakat Indonesia dan secara turun-temurun dilaksanakan oleh
kelompok masyarakat bersangkutan, menjelaskan bahwa dari sisi
lingkungan hidup keberadaan kearifan lokal tradisional sangat
menguntungkan karena secara langsung ataupun tidak langsung dalam
memelihara lingkungan serta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
Kearifan lokal sebagai produk kolektif masyarakat, difungsikan guna
mencegah keangkuhan dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi
sumberdaya alam tanpa merusak kelestarian hidup. Peningkatan mutu
pengelolaan lingkungan hidup memerlukan komitmen etika masyarakat
lokal bersama stakeholder dalam berperilaku adaptif memanfaatkan
sumberdaya alam didukung kebijakan pembangunan yang pro lingkungan
hidup.
Masih banyak sekali bentuk-bentuk kebiasaan adat istiadat dari
Daerah Adat yang ada di peloso Nusantara, menampilkan kebiasaan ciri
khas masing-masing yang bernilai tinggi baik maupun kualitas dari hasil
karya kerajinan anak-anak bangsa yang tersebar di Daerah Adat yang
berada pada kelompok masyarakat adat tersebut.
Hal tersebut tidak bisa dirinci secara mendetail karena banyaknya
bentuk, corak, dan macamnya yang berbeda-beda apakah dalam bentuk
makanan, pakaian khas, produksi hasil kerajinan tangan, acara pesta
perayaan, kesenian, maupun wisata alam tempat rekreasi yang masing-
masing Daerah Adat mempertahankan sebagai kekhasan Daerah, dan dapat
dipromosikan keluar sebagai kearifan lokal bagi daerah yang
bersangkutan.
Seiring perjalanannya waktu, pemerintah mengayomi serta
memberikan perhatian penuh dari fenomena kehidupan masyarakat untuk
mengatur secara teratur dan damai dalam masyarakat, maka secara
bertahap pemerintah mengeluarkan aturan yang mengatur sesuai
kebutuhan dan kehendak masyarakat, seperti dikeluarkannya Undang-
Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat 30 menjelaskan tentang kearifan lokal
yaitu nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan
ayat 31 menjelaskan tentang masyarakat hukum adat yaitu kelompok
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis
tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan
yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.
Suhartini (2009) dalam penelitiannya menguraikan bahwa
keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada
dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun
menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungannya dikenal sebagai kearifan lokal suatu masyarakat dan
melalui kearifan lokal ini masyarakat mampu bertahan menghadapi
berbagai krisis yang menimpanya Maka dari itu, kearifan lokal penting
untuk dikaji dan dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga
keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan
lingkungannya.
Banyak kearifan lokal yang sampai saat ini terus menjadi panutan
masyarakat antara lain di Jawa seperti pranoto mongso, nyabuk gunung
yang menyarankan daerah pertanian ditanami tanaman untuk mencegah
erosi dan membuat sengkedan mengikuti garis contour (Hadi, 2009).
Menganggap Suatu Tempat Keramat); di Sulawesi (dalam bentuk
larangan, ajakan, sanksi) dan di Badui dalam bentuk buyut dan pikukuh
serta dasa sila). Kearifan lokal - kearifan lokal tersebut ikut berperan
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya (Suhartini, 2009).
Tradisi subak di Bali yang menyalurkan air untuk pertanian, kearifan lokal
zoning di Papua dan karuhan di tanah Sunda yang mengatur pengelolaan
lahan hutan dan air kearifan lokal lubuk larangan yang digunakan untuk
melestarikan wilayah sungai, danau dan waduk dalam batas tertentu.

3. Hakikat Kesenian, Jenis Tarian, Lagu dan Alat Musik


 Hakikat kesenian
Mengapa ‘kesenian’ diperlukan menjadi satu topik kajian dalam
‘hajatan’ penting semacam Seminar Nasional dalam rangka
memperingati Jubileum ke-30 Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA
tahun 1999? Jawabnya adalah karena kesenian merupakan salah satu
ruang bagi wacana budaya dari satu masyarakat, satu bangsa, atau satu
nationstate seperti Indonesia. Masyarakat Indonesia harus atau
seharusnya punya ‘kebudayaan nasional’ dan juga ‘KI’, dan untuk itu,
sejak lama dan sudah banyak dibuat disain-disain, tetapi akhirnya yang
‘dipanen’ adalah ‘krisis’ juga.
Sekedar contoh buah pikiran tentang kebudayaan nasional dan KI,
Koentjaraningrat (1982) berpendirian bahwa ‘kebudayaan nasional’
harus didukung oleh sebagian besar warga masyarakat Indonesia.
Untuk itu, seharusnya ada persyaratan dari unsur-unsur kebudayaan
nasional itu. Syaratnya adalah harus a) bersifat khas, b) dapat
menimbulkan rasa bangga, c) dapat memberi identitas kepada sebagian
besar warga masyarakatnya, dan karenanya harus d) bermutu tinggi.
Unsur kebudayaan yang mungkin sekali memenuhi persyaratan
tersebut adalah ‘kesenian’ dan tentu Bahasa Indonesia. Namun, contoh
kesenian yang diberikan cenderung yang bersifat fisik, misalnya gaya
pakaian, seni bangunan, seni patung, relief, seni tenun, seni batik, dan
lainnya. Edi Sedyawati (1987) berpendapat bahwa bidang seni yang
paling maju dalam proses pembentukan kesatuan bangsa adalah seni
tari. Pandangan ini ditunjang contoh seputar gaya, teknik, untuk saling
kenal dan kemudian merasa saling memiliki. Pandangan kedua pakar
tersebut terkait dengan kesenian suku bangsa.
Pandangan S.T. Alisjahbana (lihat Pesan budaya) terkait dengan
hasil-hasil pemahaman kita tentang nilai-nilai sebagai substansi
kesenian pada sejumlah suku bangsa tadi. Dalam berbagai jenis dan
corak ragam kesenian suku bangsa itu, akhirnya dapat diketahui
adanya nilai-nilai yang sama, atau sebagian sama, misalnya indah,
halus, riang, melankolis, kreatif, inovatif, harmoni, kompetitif, disiplin,
dinamis, waspada, tertib, iman, takwa, kebenaran, dan lain-lain.
Sebagian nilai tersebut juga termasuk kategori nilai religi, nilai sosial,
nilai pengetahuan, dan lain-lain. Kita pun tahu bahwa nilai budaya itu
biasanya merupakan acuan yang ajeg serta penting bagi kehidupan
sosial.
Seandainya kita masih mengacu kepada pasal 32 UUD 1945,
bahwa ‘…puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa,’ dan seandainya pasal
itu boleh ditafsirkan, maka ‘puncak-puncak kebudayaan’ itu adalah
nilai-nilai budaya itu sendiri.

 Jenis tarian, lagu dan alat musik


Pendidikan atau penanaman kesadaran multikutural mempunyai
peran penting dalam menciptakan perdamaian. Banyak cara dilakukan
untuk itu, mulai dari memasukkan unsur-unsurnya ke dalam materi
ajar, pemberian penyuluhan, dan bahkan pentas seni. Melalui jalur
pendidikan, penanaman keasadaran multikurtural dilakukan melalui
apresiasi seni dari berbagai daerah dan maupun memberikan
pengalaman estetisnya. Apabial apresiasi dilakukan dengan pemberian
pengatahuan, pengalaman estetis diberikan dengan melihat atau
mendengar langsung musik dari berbagai daerah dan guru dapat
mengajak siswa mengidentifikasi unsur-unsur musiknya, jenis alat
musik yang digunakan, karakter lagu atau musiknya, tangga nada,
hingga game yang digunakan dalam musik tersebut. Melalui kegiatan
ini diharapkan kesadaran multikurltural mereka meningkat
(Ambarwangi, 2013).
Pendidikan kesadaran mutlikultural dalam pendidikan multikultur
juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan unsur-unsur
mutlikultural dalam matapelajaran, Model pendidikan ini
mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran Pencicikan
Kewarganegeraan, Seni Budaya dan Keterampilan, Seni Tari, Batik,
Bahasa Indonesia, Karawitan, Tembang, dan Bahasa Jawa. Penanaman
nilai-nilai multikultural dan seni budaya melalui kegiatan
pengembangan diri dilakukan dengan cara penciptaan kultur sekolah
yang kondusif dan kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi dolanan
anak, seni lukis, bahasa jawa, pencak silat, pramuka, drumband dan
pianika (Wijayanti & Indriyanti, 2017).
Pentas seni juga dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran
multikurltur. Di Pesantren Nabil Husein di Kalimantan Timur,
pesantren yang guru (ustad) dan siswa (santri) nya berasal dari
berbagai latar belakang budaya, memberi kesempatan kepada santri-
santrinya pentas kreativitas seni; misalnya pentas seni modern, seni
tradisional, seni Islam dan kesenian daerah (tarian Dayak, tari perang
dan jape). Tujuannya adalah agar terjadi saling hormat menghormati
budaya dan suku lainnya melalui pentas seni tersebut. (Abdul Ghafur,
2014 dalam Khojir, 2014: 76).

Salah satu tarian, yaitu tari Dayak


Peran seni, khususnya musik, dalam konteks tersebut adalah
memberikan pemahaman kekayaan seni suatu daerah melalui ekspresi,
apresiasi, kreasi, harmoni, dan keindahannya (Desyandri, 2014).
Tujuannya adalah (1) membantu individu memahami diri sendiri
secara mendalam menggunakan sudut pandang budaya lain, (2)
memberi pengetahuan tentang etnis dan budaya lain. (3) mengurangi
diskriminasi ras, warna kulit dan karakteristik budaya, dan (4)
membantu para perserta didik menguasai kemampuan dasar membaca,
menulis dan berhitug (Nurcahyono, 2018).
Mayarakat juga ada yang berperan dalam pendidikan mulikultural
tersebut Pertunjukan yang dilaksanakan oleh Gerakan Masyarakat
Miskin Kota Semarang berjudul “Panggung Rakyat”, misalnya.
Pertunjukan tersebut menampilkan seni Rebana, Lagu-lagu Nasional,
lagu Daerah, Seni lukis, dan lain-lain. Selain itu, kami (Sumaryono,
Purwanto, dan Budi Raharja) juga merancang pertunjukan
multikultural berjudul “Pengembaraan Panji Inukertapati Bermisi
Perdamaian dan Toleransi”. Pertunjukan ini berbentuk drama tari
musikal yang mengisahkan pengembaraan panji mencari kekasihnya
(Regina, 2014) sebagai pedoman memilih musik, gerak, kostum, dan
properti. Artikel ini akan membahas hal tersebut dengan fokus
pembahasan pada struktur dinamika pertunjukannya; khusunya
bagaimana cara memilih bunyi atau lagu-lagunya, serta keterkaitan
musik dengan geraknya.

4. Jenis Kuliner Setiap Daerah


Menurut Guerrero (2009), makanan tradisional atau kuliner lokal adalah
produk makanan yang sering dikonsumsi oleh suatu kelompok masyarakat
atau dihidangkan dalam perayaan dan waktu tertentu, diwariskan dari
generasi ke generasi, dibuat sesuai dengan resep secara turun-temurun,
dibuat tanpa atau dengan sedikit rekayasa, dan memiliki karakteristik
tertentu yang membedakannya dengan kuliner daerah lain (seperti dikutip
oleh Guerrero et al, 2009). Makanan tradisional artinya dapat dikatakan
sebagai identitas lokal karena keberadaannya yang menjadi bagian dari
budaya masyarakat, seperti tata cara tertentu dalam mengolah bahan
makanannya, perannya dalam budaya masyarakat dan tata perayaan, serta
resep yang terjaga secara turun-temurun.
 Makanan Lokal Indonesia
a. Kuliner Nasional
Beberapa unit dalam buku-buku ajar Bahasa Inggris di
Indonesia menampilkan kuliner nasional yang khas dari Indonesia.
- Nasi goreng

Kuliner ini dapat ditemui di seluruh wilayah Indonesia


sehingga menjadi ciri khas kuliner nasional Indonesia yang
sudah dikenal oleh masyarakat internasional. Bahan dasar nasi
goreng ini pada umumnya sama, yaitu nasi, bumbu dasar
bawang putih, dan kecap. Namun pada umumnya terdapat
variasi bumbu yang digunakan, misalnya tomat, terasi, ebi,
kari, rempahrempah, dan cabai. Bahan pelengkap nasi goreng
juga bervariasi, seperti sayuran, telur, daging ayam, daging
sapi, daging kambing, ikan, dan sosis. Kuliner nasional
Indonesia ini dapat disajikan bersama dengan kerupuk, emping,
dan acar. Hampir seluruh sampel buku yang dianalisa
menyebutkan nasi goreng dalam beberapa unitnya.
- Soto

Beberapa buku menggunakan soto sebagai salah satu


contoh kuliner lokal Indonesia. Soto merupakan kuliner khas
Indonesia yang dapat ditemukan di seluruh wilayah di
Indonesia. Bahkan di beberapa daerah, kuliner ini juga disebut
sroto, sauto, tauto, atau Coto. Soto disebut sebagai kuliner
nasional Indonesia karena soto sudah menjadi makanan khas
beberapa wilayah di Indonesia, seperti Padang, Betawi,
Makassar, Lamongan, Banjar, Kudus, dan Bogor. Variasinya
ada pada bahan dasar soto. Ada yang menyajikan soto dalam
kuah bening, ada yang menggunakan kuah santan, ada yang
menggunakan jeroan sebagai pengganti daging, dan ada yang
menambahkan mie di dalam masakannya. Namun, bahan utama
soto adalah daging dalam kuah kaldu yang disajikan bersama
dengan sayuran seperti potongan daun kol, potongan tomat,
seledri yang dicincang, dan bawang goreng.
- Rujak

Salah satu buku ajar Bahasa Inggris menyebutkan rujak


sebagai salah satu makanan favorit orang Indonesia. Sebagai
salah satu kuliner lokal Indonesia, rujak memiliki banyak
ragam, terutama bila dilihat dari bahan dasarnya. Ada rujak
yang terbuat dari serutan berbagai macam buah seperti pepaya
muda, mangga muda, bengkoang, mentimun, nanas, dan
kedondong. Ada pula rujak yang berbahan dasar sayuran
seperti sawi, kol, dan tauge. Ada juga rujak cingur di Betawi
yang berbahan dasar cingur atau hidung sapi dan rujak juhi
yang menggunakan cumi. Sedangkan di Yogyakarta, orang
menambahkan es krim di atas rujaknya. Ada pula rujak cuka
yang menjadi kuliner khas Bandung dan rujak mie di
Pekanbaru
- Ketupat

Ketupat termasuk dalam jenis kuliner nasional khas


Indonesia. Oleh karenanya, salah satu buku ajar
mendeskripsikan ketupat sebagai contoh makanan yang
menjadi representasi budaya lokal Indonesia. Ketupat
merupakan beras yang diolah dengan cara dibungkus dalam
anyaman janur dan dikukus. Ketupat menjadi makanan
pendamping opor ayam yang selalu disajikan pada saat Lebaran
atau Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, ketupat juga dikonsumsi
sehari-hari sebagai bahan utama beberapa kuliner lokal
Indonesia seperti lotek, gado-gado, ketoprak, tahu gimbal, dan
kupat tahu.
5. Jenis Permainan Dan Alat
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya,
dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak
dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain
mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan
kehidupan sehari-hari seorang anak. Bermain memiliki berbagai arti,
namun pada permulaan, setiap pengalaman bermain memiliki unsur risiko.
Belajar sambil bermain menurut Semiawan (2002) dapat memahami arti
bermain bagi anak, sehingga bermain merupakan suatu kebutuhan bagi
anak. Melalui rancangan pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil
bermain, anak belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya.
Bahkan kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka ada satu tahap
perkembangan yang kurang baik dan tidak akan terlihat secara nyata
segera, melainkan kelak bila ia sudah remaja.
- Pogolu (Main Bola)

Pogolu (main bola) merupakan salah sa tu permainan semi


tradisional. Permainan ini banyak digemari anak-anak serta
orang dewasa, baik di daerah Muna maupun daerah lain di
Sulawesi. Sifatnya praktis, sederhana serta tidak butuh biaya.
Dilakukan secara berkelompok 2-4 orang tergantung kesediaan
ketua kelompoknya. Alat permainan yang digunakanpun sangat
sederhana mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak.
Peralatan permainan terdiri atas: 1) buah pinang sebagai
bola, papan sebagai lapangan, potongan-potongan bambu
sebagai pemain, lem atau paku serta karet gelang sebagai
gawang untuk memasukkan bola atau buah pinang; dan 2)
jumlah alat untuk kedua tim cukup satu macam saja dengan
potongan-potongan bambu tadi yang mewakili setiap pemain.
Cara memainkan: peraturan yang diterapkan dalam
permainan ini sama dengan permainan bola pada umumnya
dengan jangka waktu permainan 2x10 menit pergroup dan
apabila selama itu belum ada yang dapat memasukan bola ke
dalam gawang lawan maka pemain dapat digantikan dengan
kelompok berikutnya (dopololi). Namun, apabila salah satu tim
dapat memasukkan bola (defopesua), maka yang kalah akan
digantikan oleh tim yang lain (pobansuleki). Permainan ini
membutuhkan kesabaran dan kekompakkan setiap pemain,
diawali dengan penentuan tim siapa yang berhak memulai
duluan (lahae somampeno wawo): a) dapat dilakukan dengan
kesepakatan, dan b) melalui suten (cara mengundi dengan
mengadu jari untuk menentukan siapa yang menang bermain
duluan). Ketiga, permainan diawali oleh tim pertama dengan
menendang bola atau buah pinang yang berada di tengah
lapangan. Jumlah tim dalam permainan ini terdiri dari dua
kelompok, masing-masing beranggotakan 2-4 orang. Selain
kecerdasan naturalis anak dapat berkembang melalui
pengenalan alat permainan dari alam sekitar, juga dapat
meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan
jari-jari untuk bergerak dan berhitung.

- Pobulutangkisi (Main Bulu Tangkis)

Pobulutangkisi (main bulu tangkis) adalah salah satu


permainan semi tradisional. Permainan ini banyak digemari
anak-anak serta orang dewasa, baik di daerah Kendari maupun
daerah lain di Sulawesi. Sifatnya praktis, sederhana serta tidak
butuh biaya. Dilakukan secara berkelompok yang terdiri atas 2-
4 orang. Alat permainan yang digunakanpun sangat sederhana
mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak.
Peralatan permainan: pelepah pohon sagu atau dapat juga
menggunakan potonganpotongan papan atau tripleks limbah
dari tukang kayu, tongkol jagung serta bulu ayam. Jumlah alat
untuk kedua tim masing-masing orang satu pelepah sagu atau
papan yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga menyerupai
sebuah raket.
Cara memainkan: peraturan yang diterapkan dalam
permainan ini sangat sederhana, yaitu hanya dengan
menghitung berapa kali setiap anak dapat menyeberangkan
bola ke dalam daerah lawan dengan jangka waktu permainan
2x10 menit. Anak atau kelompok yang paling banyak
menyeberangkan bola dapat keluar sebagai pemenang,
sedangkan yang kalah dapat diganti dengan anak atau pemain
dari kelompok berikutnya . Sistem yang digunakan dalam
permainan ini adalah kalah ganti. Artinya kelompok yang kalah
harus berhenti main dan diganti oleh kelompok yang lain.

- Permainan Mekuo-kuo (Conglak)

Mekuo-kuo adalah salah sa tu permainan tradisional, baik


yang dilakukan oleh masyarakat Tolaki maupun oleh
masyarakat Muna. Pada mulanya wadah berupa 6 pasang
lubang kirikanan dan masing-masing ujung kanan dan ujung
kiri dapat dibuat dengan melubangi tanah memakai kayu
selanjutnya dengan tumit mereka sendiri untuk penghalusan.
Adapun alat lainnya berupa biji-bijian seperti biji buah asam
atau juga bisa digunakan kerikil.
Peralatan permainan, yaitu: 1) tanah dilubangi enam
masing-masing sisi dan satu masing-masing di ujung,
adakalanya juga di batu besar yang dilubangi/atau di tanah.
Perubahan: dalam penelitian ini dibuat dari kayu/papan setebal
3 cm yang lebih dahulu dihaluskan kemudian dilubangi,
pemilihan papan karena di sekitar KB masih terdapat beberapa
pohon dan terdapat pula tukang kayu, sehingga dapat secara
natural anak memahami bahan baku alat permainan ini; 2) biji-
bijian dari buah dadara yang diperoleh di hutan-hutan. Karena
sulitnya memperoleh biji dadara, kemudian anak-anak
mengganti dengan kerikil yang jumlahnya sama yaitu 56 biji,
karena masing-masing lubang berisi 4 biji. Perubahan: dalam
penelitian ini biji-biji diganti dengan biji buah asam dan biji
jagung karena di sekitar KB terdapat batang asam dan
perkebunan jagung, sehingga memudahkan pemahaman anak
tentang alam sekitarnya yang bersifat natural.
Cara memainkan: pemain terdiri atas dua tim, setiap tim
terdiri atas 1-2 orang. Teknik permainan: untuk memulai
permainan dilakukan undian atau suten, yang menang memulai
permainan dengan mengangkat keempat biji yang ada pada
suatu lubang di depannya, kemudian diisi sebiji setiap lubang
selanjutnya. Jika habis, maka isi lubang terakhir diambil
semuanya untuk selanjutnya diisi ke lubang berikutnya,
permainan dinyatakan berhenti untuk tim pertama jika pada
saat biji terakhir menemui lubang kosong. Selanjutnya dimulai
untuk tim kedua, dengan langka yang sama dengan tim
pertama. Pemenang ditentukan berdasarkan kriteria yang paling
banyak memperoleh poin. Selain kecerdasan naturalis anak
berkembang melalui pengenalan alat permainan dari alam
sekitarnya, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan
motorik melalui latihan jari-jari tangan untuk bergerak dan
berhitung.

Anda mungkin juga menyukai