Pengertian Bahasa menurut Wibowo adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wahyu Wibowo, 2001: 3). Sedangkan daerah adalah tempat sekeliling atau yang termasuk di lingkungan suatu kota (wilayah dan sebagainya) (Wjs Poerwo Darminto, 1993: 220). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa daerah merupakan simbol atau bunyi yang bermakna dan berartikulasi yang digunakan di lingkungan suatu kota atau wilayah yang dipakai sebagai bahasa penghubung antar daerah di wilayah Republik Indonesia. Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sesuai dengan penjelasan Undang Undang Dasar 45 yang berhubungan dengan bab XV pasal 36. Bahasa daerah merupakan bahasa tradisional di sebuah daerah yang menjadi warisan turun temurun bagi masyarakat pemakai di tempat bahasa itu digunakan (Jos Daniel Parera, 1989: 16). Sebab B1 adalah bahasa ibu, yang dipelajari yang digunakan sejak kecil dalam keluarga; sedangkan B2 adalah bahasa yang baru kemudian dipelajari, yakni setelah menguasai B1. Dalam keadaan penguasaan tehadap B1 lebih baik dari pada B2, dan juga kesempatan untuk menggunakanya lebih luas maka ada kemungkinan B1 si penutur akan memengaruhi B2-nya. pengaruh ini dapat berupa peristiwa yang disebut interfrensi, baik pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun tataran leksikon. Seberapa pengaruh B1 terhadap B2 adalah tergantung pada tingkat penguasaanya terhadap B2. Para ahli pengajaran bahasa kedua percaya bahwa bahasa pertama atau bahasa yang diperoleh sebelumnya, berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua peserta didik. Bahkan bahasa pertama telah lama dianggap sebagai pengganggu peserta didik dalam menguasai bahasa kedua. Pandangan ini lahir karena secara disadari atau tidak, peserta didik melakukan transfer atau memindahkan unsur-unsur bahasa pertama ke dalam struktur bahasa kedua. Akibatnya terjadilah apa yang disebut pergantian struktur dan kode-kode bahasa dari bahasa pertama terhadap bahasa kedua yang digunakanya. Jika struktur bahasa pertama sama atau mirip dengan bahasa kedua, peserta didik akan lebih mudah mentransfernya. Jika perbedaan antar keduanya tidak disadari oleh peserta didik, kemungkinan terjadi negatif, yang pada akhirnya memunculkan pristiwa interferensi (sengaja menggunakan kaidah bahasa pertama untuk bahasa kedua). Kesilapan (kesalahan yang dibuat insedental karena tidak sengaja), dan kesalahan yaitu kesalahan yang muncul secara konsisten karena ketidaktahuan. Itulah sebabnya, semakin besar perbedaan struktur antara yang ada dalam bahasa pertama dengan yang ada dalam bahasa kedua, usaha yang harus dilakukan oleh peserta didik dalam memperoleh dan menguasai bahasa kedua cenderung lebih berat dan sukar bila dibandingkan apabila kedua bahasa itu memiliki kesamaan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bahasa pertama berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua. Pengaruh bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua juga dapat diamati dari apa yang kemudian terkenal dengan istilah bahasa antara atau intalic. Bahasa antara adalah suatu gejala pemakaian bahasa yang muncul akibat peserta didik belum sepenuhnya dapat meninggalkan kebiasaannya dalam berbahasa pertama, tetapi belum sepenuhnya menguasai bahasa kedua.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah
Di dalam kedudukanya sebagai bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Bugis, bahasa Makassar dan sebagainya. Bahasa daerah berfungsi: lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, Sarana perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, sarana pengembangan serta pendukug kebudayaan daerah, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. (Solihin Manan: 8). Adapun Kedudukan bahasa daerah yaitu: penunjang bahasa nasional, sumber bahan pengembanagan bahasa nasional, bahasa pengantar pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua.
Dampak Positif dan Negatif Penggunaan Bahasa
Daerah di dalam Bahasa Indonesia Berikut beberapa pengaruh atau dampak penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia. Dampak positifnya adalah: bahasa Indonesia memiliki banyak kosa kata, sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia, sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah, dan menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi. Dampak negatifnya adalah: bahasa daerah yang satu sulit di pahami oleh daerah lain, warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosa kata, masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa, dapat menimbulkan kesalahpahaman.
2. Adat istiadat setiap daerah
Dalam situasi kondisi lingkungan Indonesia menghasilkan
keanekaragaman ekosistem beserta sumber daya alam, melahirkan manusia Indonesia yang berkaitan erat dengan kondisi alam dalam melakukan berbagai aktivitas untuk menunjung kelangsungan hidupnya. Manusia Indonesia memandang sumber alam sebagai guru pemberi petunjuk gaya hidup masyarakat, yang terlahir dalam bentuk kebiasaan Adat Istiadat alami yang dituangkan menjadi adat kehidupan yang berorientasi pada sifat alam yang berkembang sesuai keberadaannya (sunnahtullah) dan menjadi pelajaran yang berharga dari seorang guru dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat. Dalam perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Jika melihat evolusi hubungan manusia dengan alam di masa lampau telah terbentuk suatu hubungan yang harmonis yang disebut pan cosmism dimana manusia berusaha untuk hidup selaras dengan alam. Dalam pandangan manusia pada masa itu, alam itu besar dan sakral karena itu harus dipelihara sehingga tidak terjadi kerusakan alam dan berakibat negatif bagi manusia itu sendiri. Dalam merealisasikan gagasan itu manusia menciptakan pamali-pamali atau etika bagaimana bertindak dan bertingkah laku terhadap alam. Hampir sebagian besar etnis di Negara ini memiliki aturan-aturan dimaksud yang disebut sebagai kearifan lingkungan. Masyarakat lokal yang hidup seimbang berdampingan dengan alam memiliki pengetahuan yang diwariskan turun-temurun tentang bagaimana memenuhi kebutuhan hidup tanpa merusak alam. Kearifan tradisional yang bersifat lokal sesuai dengan daerahnya masingmasing merupakan salah satu warisan budaya yang ada di masyarakat Indonesia dan secara turun-temurun dilaksanakan oleh kelompok masyarakat bersangkutan, menjelaskan bahwa dari sisi lingkungan hidup keberadaan kearifan lokal tradisional sangat menguntungkan karena secara langsung ataupun tidak langsung dalam memelihara lingkungan serta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Kearifan lokal sebagai produk kolektif masyarakat, difungsikan guna mencegah keangkuhan dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa merusak kelestarian hidup. Peningkatan mutu pengelolaan lingkungan hidup memerlukan komitmen etika masyarakat lokal bersama stakeholder dalam berperilaku adaptif memanfaatkan sumberdaya alam didukung kebijakan pembangunan yang pro lingkungan hidup. Masih banyak sekali bentuk-bentuk kebiasaan adat istiadat dari Daerah Adat yang ada di peloso Nusantara, menampilkan kebiasaan ciri khas masing-masing yang bernilai tinggi baik maupun kualitas dari hasil karya kerajinan anak-anak bangsa yang tersebar di Daerah Adat yang berada pada kelompok masyarakat adat tersebut. Hal tersebut tidak bisa dirinci secara mendetail karena banyaknya bentuk, corak, dan macamnya yang berbeda-beda apakah dalam bentuk makanan, pakaian khas, produksi hasil kerajinan tangan, acara pesta perayaan, kesenian, maupun wisata alam tempat rekreasi yang masing- masing Daerah Adat mempertahankan sebagai kekhasan Daerah, dan dapat dipromosikan keluar sebagai kearifan lokal bagi daerah yang bersangkutan. Seiring perjalanannya waktu, pemerintah mengayomi serta memberikan perhatian penuh dari fenomena kehidupan masyarakat untuk mengatur secara teratur dan damai dalam masyarakat, maka secara bertahap pemerintah mengeluarkan aturan yang mengatur sesuai kebutuhan dan kehendak masyarakat, seperti dikeluarkannya Undang- Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat 30 menjelaskan tentang kearifan lokal yaitu nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan ayat 31 menjelaskan tentang masyarakat hukum adat yaitu kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum. Suhartini (2009) dalam penelitiannya menguraikan bahwa keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungannya dikenal sebagai kearifan lokal suatu masyarakat dan melalui kearifan lokal ini masyarakat mampu bertahan menghadapi berbagai krisis yang menimpanya Maka dari itu, kearifan lokal penting untuk dikaji dan dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya. Banyak kearifan lokal yang sampai saat ini terus menjadi panutan masyarakat antara lain di Jawa seperti pranoto mongso, nyabuk gunung yang menyarankan daerah pertanian ditanami tanaman untuk mencegah erosi dan membuat sengkedan mengikuti garis contour (Hadi, 2009). Menganggap Suatu Tempat Keramat); di Sulawesi (dalam bentuk larangan, ajakan, sanksi) dan di Badui dalam bentuk buyut dan pikukuh serta dasa sila). Kearifan lokal - kearifan lokal tersebut ikut berperan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya (Suhartini, 2009). Tradisi subak di Bali yang menyalurkan air untuk pertanian, kearifan lokal zoning di Papua dan karuhan di tanah Sunda yang mengatur pengelolaan lahan hutan dan air kearifan lokal lubuk larangan yang digunakan untuk melestarikan wilayah sungai, danau dan waduk dalam batas tertentu.
3. Hakikat Kesenian, Jenis Tarian, Lagu dan Alat Musik
Hakikat kesenian Mengapa ‘kesenian’ diperlukan menjadi satu topik kajian dalam ‘hajatan’ penting semacam Seminar Nasional dalam rangka memperingati Jubileum ke-30 Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA tahun 1999? Jawabnya adalah karena kesenian merupakan salah satu ruang bagi wacana budaya dari satu masyarakat, satu bangsa, atau satu nationstate seperti Indonesia. Masyarakat Indonesia harus atau seharusnya punya ‘kebudayaan nasional’ dan juga ‘KI’, dan untuk itu, sejak lama dan sudah banyak dibuat disain-disain, tetapi akhirnya yang ‘dipanen’ adalah ‘krisis’ juga. Sekedar contoh buah pikiran tentang kebudayaan nasional dan KI, Koentjaraningrat (1982) berpendirian bahwa ‘kebudayaan nasional’ harus didukung oleh sebagian besar warga masyarakat Indonesia. Untuk itu, seharusnya ada persyaratan dari unsur-unsur kebudayaan nasional itu. Syaratnya adalah harus a) bersifat khas, b) dapat menimbulkan rasa bangga, c) dapat memberi identitas kepada sebagian besar warga masyarakatnya, dan karenanya harus d) bermutu tinggi. Unsur kebudayaan yang mungkin sekali memenuhi persyaratan tersebut adalah ‘kesenian’ dan tentu Bahasa Indonesia. Namun, contoh kesenian yang diberikan cenderung yang bersifat fisik, misalnya gaya pakaian, seni bangunan, seni patung, relief, seni tenun, seni batik, dan lainnya. Edi Sedyawati (1987) berpendapat bahwa bidang seni yang paling maju dalam proses pembentukan kesatuan bangsa adalah seni tari. Pandangan ini ditunjang contoh seputar gaya, teknik, untuk saling kenal dan kemudian merasa saling memiliki. Pandangan kedua pakar tersebut terkait dengan kesenian suku bangsa. Pandangan S.T. Alisjahbana (lihat Pesan budaya) terkait dengan hasil-hasil pemahaman kita tentang nilai-nilai sebagai substansi kesenian pada sejumlah suku bangsa tadi. Dalam berbagai jenis dan corak ragam kesenian suku bangsa itu, akhirnya dapat diketahui adanya nilai-nilai yang sama, atau sebagian sama, misalnya indah, halus, riang, melankolis, kreatif, inovatif, harmoni, kompetitif, disiplin, dinamis, waspada, tertib, iman, takwa, kebenaran, dan lain-lain. Sebagian nilai tersebut juga termasuk kategori nilai religi, nilai sosial, nilai pengetahuan, dan lain-lain. Kita pun tahu bahwa nilai budaya itu biasanya merupakan acuan yang ajeg serta penting bagi kehidupan sosial. Seandainya kita masih mengacu kepada pasal 32 UUD 1945, bahwa ‘…puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa,’ dan seandainya pasal itu boleh ditafsirkan, maka ‘puncak-puncak kebudayaan’ itu adalah nilai-nilai budaya itu sendiri.
Jenis tarian, lagu dan alat musik
Pendidikan atau penanaman kesadaran multikutural mempunyai peran penting dalam menciptakan perdamaian. Banyak cara dilakukan untuk itu, mulai dari memasukkan unsur-unsurnya ke dalam materi ajar, pemberian penyuluhan, dan bahkan pentas seni. Melalui jalur pendidikan, penanaman keasadaran multikurtural dilakukan melalui apresiasi seni dari berbagai daerah dan maupun memberikan pengalaman estetisnya. Apabial apresiasi dilakukan dengan pemberian pengatahuan, pengalaman estetis diberikan dengan melihat atau mendengar langsung musik dari berbagai daerah dan guru dapat mengajak siswa mengidentifikasi unsur-unsur musiknya, jenis alat musik yang digunakan, karakter lagu atau musiknya, tangga nada, hingga game yang digunakan dalam musik tersebut. Melalui kegiatan ini diharapkan kesadaran multikurltural mereka meningkat (Ambarwangi, 2013). Pendidikan kesadaran mutlikultural dalam pendidikan multikultur juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan unsur-unsur mutlikultural dalam matapelajaran, Model pendidikan ini mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran Pencicikan Kewarganegeraan, Seni Budaya dan Keterampilan, Seni Tari, Batik, Bahasa Indonesia, Karawitan, Tembang, dan Bahasa Jawa. Penanaman nilai-nilai multikultural dan seni budaya melalui kegiatan pengembangan diri dilakukan dengan cara penciptaan kultur sekolah yang kondusif dan kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi dolanan anak, seni lukis, bahasa jawa, pencak silat, pramuka, drumband dan pianika (Wijayanti & Indriyanti, 2017). Pentas seni juga dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran multikurltur. Di Pesantren Nabil Husein di Kalimantan Timur, pesantren yang guru (ustad) dan siswa (santri) nya berasal dari berbagai latar belakang budaya, memberi kesempatan kepada santri- santrinya pentas kreativitas seni; misalnya pentas seni modern, seni tradisional, seni Islam dan kesenian daerah (tarian Dayak, tari perang dan jape). Tujuannya adalah agar terjadi saling hormat menghormati budaya dan suku lainnya melalui pentas seni tersebut. (Abdul Ghafur, 2014 dalam Khojir, 2014: 76).
Salah satu tarian, yaitu tari Dayak
Peran seni, khususnya musik, dalam konteks tersebut adalah memberikan pemahaman kekayaan seni suatu daerah melalui ekspresi, apresiasi, kreasi, harmoni, dan keindahannya (Desyandri, 2014). Tujuannya adalah (1) membantu individu memahami diri sendiri secara mendalam menggunakan sudut pandang budaya lain, (2) memberi pengetahuan tentang etnis dan budaya lain. (3) mengurangi diskriminasi ras, warna kulit dan karakteristik budaya, dan (4) membantu para perserta didik menguasai kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitug (Nurcahyono, 2018). Mayarakat juga ada yang berperan dalam pendidikan mulikultural tersebut Pertunjukan yang dilaksanakan oleh Gerakan Masyarakat Miskin Kota Semarang berjudul “Panggung Rakyat”, misalnya. Pertunjukan tersebut menampilkan seni Rebana, Lagu-lagu Nasional, lagu Daerah, Seni lukis, dan lain-lain. Selain itu, kami (Sumaryono, Purwanto, dan Budi Raharja) juga merancang pertunjukan multikultural berjudul “Pengembaraan Panji Inukertapati Bermisi Perdamaian dan Toleransi”. Pertunjukan ini berbentuk drama tari musikal yang mengisahkan pengembaraan panji mencari kekasihnya (Regina, 2014) sebagai pedoman memilih musik, gerak, kostum, dan properti. Artikel ini akan membahas hal tersebut dengan fokus pembahasan pada struktur dinamika pertunjukannya; khusunya bagaimana cara memilih bunyi atau lagu-lagunya, serta keterkaitan musik dengan geraknya.
4. Jenis Kuliner Setiap Daerah
Menurut Guerrero (2009), makanan tradisional atau kuliner lokal adalah produk makanan yang sering dikonsumsi oleh suatu kelompok masyarakat atau dihidangkan dalam perayaan dan waktu tertentu, diwariskan dari generasi ke generasi, dibuat sesuai dengan resep secara turun-temurun, dibuat tanpa atau dengan sedikit rekayasa, dan memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan kuliner daerah lain (seperti dikutip oleh Guerrero et al, 2009). Makanan tradisional artinya dapat dikatakan sebagai identitas lokal karena keberadaannya yang menjadi bagian dari budaya masyarakat, seperti tata cara tertentu dalam mengolah bahan makanannya, perannya dalam budaya masyarakat dan tata perayaan, serta resep yang terjaga secara turun-temurun. Makanan Lokal Indonesia a. Kuliner Nasional Beberapa unit dalam buku-buku ajar Bahasa Inggris di Indonesia menampilkan kuliner nasional yang khas dari Indonesia. - Nasi goreng
Kuliner ini dapat ditemui di seluruh wilayah Indonesia
sehingga menjadi ciri khas kuliner nasional Indonesia yang sudah dikenal oleh masyarakat internasional. Bahan dasar nasi goreng ini pada umumnya sama, yaitu nasi, bumbu dasar bawang putih, dan kecap. Namun pada umumnya terdapat variasi bumbu yang digunakan, misalnya tomat, terasi, ebi, kari, rempahrempah, dan cabai. Bahan pelengkap nasi goreng juga bervariasi, seperti sayuran, telur, daging ayam, daging sapi, daging kambing, ikan, dan sosis. Kuliner nasional Indonesia ini dapat disajikan bersama dengan kerupuk, emping, dan acar. Hampir seluruh sampel buku yang dianalisa menyebutkan nasi goreng dalam beberapa unitnya. - Soto
Beberapa buku menggunakan soto sebagai salah satu
contoh kuliner lokal Indonesia. Soto merupakan kuliner khas Indonesia yang dapat ditemukan di seluruh wilayah di Indonesia. Bahkan di beberapa daerah, kuliner ini juga disebut sroto, sauto, tauto, atau Coto. Soto disebut sebagai kuliner nasional Indonesia karena soto sudah menjadi makanan khas beberapa wilayah di Indonesia, seperti Padang, Betawi, Makassar, Lamongan, Banjar, Kudus, dan Bogor. Variasinya ada pada bahan dasar soto. Ada yang menyajikan soto dalam kuah bening, ada yang menggunakan kuah santan, ada yang menggunakan jeroan sebagai pengganti daging, dan ada yang menambahkan mie di dalam masakannya. Namun, bahan utama soto adalah daging dalam kuah kaldu yang disajikan bersama dengan sayuran seperti potongan daun kol, potongan tomat, seledri yang dicincang, dan bawang goreng. - Rujak
Salah satu buku ajar Bahasa Inggris menyebutkan rujak
sebagai salah satu makanan favorit orang Indonesia. Sebagai salah satu kuliner lokal Indonesia, rujak memiliki banyak ragam, terutama bila dilihat dari bahan dasarnya. Ada rujak yang terbuat dari serutan berbagai macam buah seperti pepaya muda, mangga muda, bengkoang, mentimun, nanas, dan kedondong. Ada pula rujak yang berbahan dasar sayuran seperti sawi, kol, dan tauge. Ada juga rujak cingur di Betawi yang berbahan dasar cingur atau hidung sapi dan rujak juhi yang menggunakan cumi. Sedangkan di Yogyakarta, orang menambahkan es krim di atas rujaknya. Ada pula rujak cuka yang menjadi kuliner khas Bandung dan rujak mie di Pekanbaru - Ketupat
Ketupat termasuk dalam jenis kuliner nasional khas
Indonesia. Oleh karenanya, salah satu buku ajar mendeskripsikan ketupat sebagai contoh makanan yang menjadi representasi budaya lokal Indonesia. Ketupat merupakan beras yang diolah dengan cara dibungkus dalam anyaman janur dan dikukus. Ketupat menjadi makanan pendamping opor ayam yang selalu disajikan pada saat Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, ketupat juga dikonsumsi sehari-hari sebagai bahan utama beberapa kuliner lokal Indonesia seperti lotek, gado-gado, ketoprak, tahu gimbal, dan kupat tahu. 5. Jenis Permainan Dan Alat Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak. Bermain memiliki berbagai arti, namun pada permulaan, setiap pengalaman bermain memiliki unsur risiko. Belajar sambil bermain menurut Semiawan (2002) dapat memahami arti bermain bagi anak, sehingga bermain merupakan suatu kebutuhan bagi anak. Melalui rancangan pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain, anak belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya. Bahkan kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka ada satu tahap perkembangan yang kurang baik dan tidak akan terlihat secara nyata segera, melainkan kelak bila ia sudah remaja. - Pogolu (Main Bola)
Pogolu (main bola) merupakan salah sa tu permainan semi
tradisional. Permainan ini banyak digemari anak-anak serta orang dewasa, baik di daerah Muna maupun daerah lain di Sulawesi. Sifatnya praktis, sederhana serta tidak butuh biaya. Dilakukan secara berkelompok 2-4 orang tergantung kesediaan ketua kelompoknya. Alat permainan yang digunakanpun sangat sederhana mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak. Peralatan permainan terdiri atas: 1) buah pinang sebagai bola, papan sebagai lapangan, potongan-potongan bambu sebagai pemain, lem atau paku serta karet gelang sebagai gawang untuk memasukkan bola atau buah pinang; dan 2) jumlah alat untuk kedua tim cukup satu macam saja dengan potongan-potongan bambu tadi yang mewakili setiap pemain. Cara memainkan: peraturan yang diterapkan dalam permainan ini sama dengan permainan bola pada umumnya dengan jangka waktu permainan 2x10 menit pergroup dan apabila selama itu belum ada yang dapat memasukan bola ke dalam gawang lawan maka pemain dapat digantikan dengan kelompok berikutnya (dopololi). Namun, apabila salah satu tim dapat memasukkan bola (defopesua), maka yang kalah akan digantikan oleh tim yang lain (pobansuleki). Permainan ini membutuhkan kesabaran dan kekompakkan setiap pemain, diawali dengan penentuan tim siapa yang berhak memulai duluan (lahae somampeno wawo): a) dapat dilakukan dengan kesepakatan, dan b) melalui suten (cara mengundi dengan mengadu jari untuk menentukan siapa yang menang bermain duluan). Ketiga, permainan diawali oleh tim pertama dengan menendang bola atau buah pinang yang berada di tengah lapangan. Jumlah tim dalam permainan ini terdiri dari dua kelompok, masing-masing beranggotakan 2-4 orang. Selain kecerdasan naturalis anak dapat berkembang melalui pengenalan alat permainan dari alam sekitar, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan jari-jari untuk bergerak dan berhitung.
- Pobulutangkisi (Main Bulu Tangkis)
Pobulutangkisi (main bulu tangkis) adalah salah satu
permainan semi tradisional. Permainan ini banyak digemari anak-anak serta orang dewasa, baik di daerah Kendari maupun daerah lain di Sulawesi. Sifatnya praktis, sederhana serta tidak butuh biaya. Dilakukan secara berkelompok yang terdiri atas 2- 4 orang. Alat permainan yang digunakanpun sangat sederhana mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak. Peralatan permainan: pelepah pohon sagu atau dapat juga menggunakan potonganpotongan papan atau tripleks limbah dari tukang kayu, tongkol jagung serta bulu ayam. Jumlah alat untuk kedua tim masing-masing orang satu pelepah sagu atau papan yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga menyerupai sebuah raket. Cara memainkan: peraturan yang diterapkan dalam permainan ini sangat sederhana, yaitu hanya dengan menghitung berapa kali setiap anak dapat menyeberangkan bola ke dalam daerah lawan dengan jangka waktu permainan 2x10 menit. Anak atau kelompok yang paling banyak menyeberangkan bola dapat keluar sebagai pemenang, sedangkan yang kalah dapat diganti dengan anak atau pemain dari kelompok berikutnya . Sistem yang digunakan dalam permainan ini adalah kalah ganti. Artinya kelompok yang kalah harus berhenti main dan diganti oleh kelompok yang lain.
- Permainan Mekuo-kuo (Conglak)
Mekuo-kuo adalah salah sa tu permainan tradisional, baik
yang dilakukan oleh masyarakat Tolaki maupun oleh masyarakat Muna. Pada mulanya wadah berupa 6 pasang lubang kirikanan dan masing-masing ujung kanan dan ujung kiri dapat dibuat dengan melubangi tanah memakai kayu selanjutnya dengan tumit mereka sendiri untuk penghalusan. Adapun alat lainnya berupa biji-bijian seperti biji buah asam atau juga bisa digunakan kerikil. Peralatan permainan, yaitu: 1) tanah dilubangi enam masing-masing sisi dan satu masing-masing di ujung, adakalanya juga di batu besar yang dilubangi/atau di tanah. Perubahan: dalam penelitian ini dibuat dari kayu/papan setebal 3 cm yang lebih dahulu dihaluskan kemudian dilubangi, pemilihan papan karena di sekitar KB masih terdapat beberapa pohon dan terdapat pula tukang kayu, sehingga dapat secara natural anak memahami bahan baku alat permainan ini; 2) biji- bijian dari buah dadara yang diperoleh di hutan-hutan. Karena sulitnya memperoleh biji dadara, kemudian anak-anak mengganti dengan kerikil yang jumlahnya sama yaitu 56 biji, karena masing-masing lubang berisi 4 biji. Perubahan: dalam penelitian ini biji-biji diganti dengan biji buah asam dan biji jagung karena di sekitar KB terdapat batang asam dan perkebunan jagung, sehingga memudahkan pemahaman anak tentang alam sekitarnya yang bersifat natural. Cara memainkan: pemain terdiri atas dua tim, setiap tim terdiri atas 1-2 orang. Teknik permainan: untuk memulai permainan dilakukan undian atau suten, yang menang memulai permainan dengan mengangkat keempat biji yang ada pada suatu lubang di depannya, kemudian diisi sebiji setiap lubang selanjutnya. Jika habis, maka isi lubang terakhir diambil semuanya untuk selanjutnya diisi ke lubang berikutnya, permainan dinyatakan berhenti untuk tim pertama jika pada saat biji terakhir menemui lubang kosong. Selanjutnya dimulai untuk tim kedua, dengan langka yang sama dengan tim pertama. Pemenang ditentukan berdasarkan kriteria yang paling banyak memperoleh poin. Selain kecerdasan naturalis anak berkembang melalui pengenalan alat permainan dari alam sekitarnya, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan jari-jari tangan untuk bergerak dan berhitung.