Anda di halaman 1dari 13

ANTROPOLINGUISTIK

人类语言学 (Rénlèi yǔyán xué)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IX
FITRA RAMADANI 1757041006
NURUL AWALIA APRIANI BURHAN 1757041003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA MANDARIN


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
NOVEMBER 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Budaya dan bahasa menurut para ahli memiliki keterkaitan yang amat

erat. Keeratan hubungan antara bahasa dengan kebudayaan telah lama

dirasakan para linguis dan antropoloog sehingga pembicaraan mengenai relasi

kedua bidang itu bukanlah topik baru dalam dunia ilmiah. Banyak pandangan

yang telah diberikan para ahli mengenai hubungan kedua bidang itu.

Dalam mengetahui hubungan anatara keduanya maka muncullah ilmu

antropolinguistik, dimana ilmu ini menggabungkan anatara ilmu antropologi

dan linguistik.

Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut bagaimana keterkaitan yang

dimaksudkan dan bagaimana bahasa dijadikan sebagai persyaratan keduanya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan antropolinguistik ?

2. Bagaimana hubungan bahasa dan kebudayaan ?

3. Mengapa bahasa dianggap sebagai persyaratan budaya ?

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan antropolinguistik.

2. Memahami hubungan bahasa dan kebudayaan.

3. Memahami bahasa sebagai persyaratan budaya


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropolinguistik

Antropolinguistik adalah ilmu yang menggabungkan antara

antropologi (ilmu kebudayaan) dengan linguistik, dalam cabang linguistik

ilmu ini mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya

dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem

kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, adat istiadat, etika

berbahasa, dan pola-pola kebudayaan lain dari suku bangsa.

Adapun pengertian antropolinguistik menurut beberapa ahli :

1. Menurut Lauder (2005:231) Antropologi biasa juga disebut etnolinguistik

menelaah bahasa bukan hanya dari strukturnya semata tapi lebih pada

fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial budaya.

2. Malinowski (dalam Hymes, 1964:4) mengemukakan bahwa melalui

etnolinguistik kita dapat menelusuri bagaimana bentuk-bentuk linguistik

dipengaruhi oleh aspek budaya, social, mental, dan psikologis; apa

hakikat sebenarnya dari bentuk dan makna serta bagaimana hubungan

keduanya. Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi cenderung

dipandang sebagai fungsi kontrol atau suatu tindakan untuk saling

mempengaruhi partisipan dalam suatu pertuturan

3. Duranti (2001:1) menyatakan bahwamelalui pendekatan antropologi

linguistik, kita mencermati apa yang dilakukan orang dengan bahasa


danujaran-ujaran yang diproduksi; diam dan gestur dihubungkan dengan

konteks pemunculannya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

antopologi lingustik adalah salah satu cabang linguistik yang menelaah

hubungan antara bahasa dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana

bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat.

Antropolingistik ini lebih menitikberatkan pada hubungan antara

bahasa dan kebudayaan didalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa

didalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam

terminologi budaya.

B. Hubungan Bahasa dan Kebudayaan ( 语 言 和 文 化 关 系 /Yǔyán hé


wénhuà guānxì)
Menurut Koentjaraningrat, bahasa merupakan bagian dari

kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan ini merupakan

hubungan yang subordinatif, dimana bahasa berada dibawah lingkup

kebudayaan, sedangkan menurut pendapat lain bahasa dan kebudayaan

memiliki hubungan koordinatif yakni hubungan yang sederajat yang

kedudukannya sama tingi.

Keeratan hubungan antara bahasa dengan kebudayaan telah lama

dirasakan para linguis dan antropolog sehingga pembicaraan mengenai relasi

kedua bidang itu bukanlah topik baru dalam dunia ilmiah.Bahasa dan

kebudayaan memiliki beberapa hubungan diantaranya:

1. Bahasa sebagai alat atau sarana kebudayaan


Hubungan antara bahasa dengan kebudayaan yang pertama yaitu sebagai

alat atau sarana kebudayaan yang artinya bahasa berfungsi sebagai

pengembang, pentransmisi maupun penginventarisan kebudayaan. Dalam

pengembangan kebudayaan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu :

a. Pemerkayaan khazanah kebudayaan, contohnya kebudayaan Indonesia

yang dapat dikembangkan dengan kebudayaan daerah yang ada di

indonesia sendiri atau dengan kebudayaan asing.

b. Adanya promosi kebudayaan, promosi kebudayaan yang bertujuan

untuk mengembangkan kebudayaan tersebut biasanya digunakan

bahasa sebagai alat dalam promosi tersebut. Dengan mengemas bahasa

dengan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat memahami inti

kebudayaan yang dipromosikan dan dikembangkan.

c. Pewarisan kebudayaan secara turun-temurun. Pewarisan kebudayaan

tersebut dilakukan dengan bantuan bahasa sebagai alatnya, yaitu

dengan adanya penulisan naskah-naskah lama yang ditulis dengan

bahasa.

d. Sarana ekspresi nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya yang

menggunakan bahasa sebagai alat atau sarana penerus kebudayaan.

e. Penamaan atau pengistilahan kebudayaan. Tindakan selain bertujuan

untuk mengembankan kebudayaan tersebut, juga bertujuan untuk

penginventarisasi kebudayaan. Dalam penamaan atau pengistilahan

kebudayaan tersebut digunakanlah bahasa.


2. Bahasa sebagai bagian kebudayaan

Bahasa digolongkan sebagai unsur budaya karena pada hakikatnya

bahasa mengikuti hakikat kebudayaan. Hakikat kebudayaan ada tujuh, yaitu :

sangat beragam atau bervariasi, diperoleh dan diwariskan secara sosial

dengan proses belajar, terjabarkan melalui komponen-komponen biologis,

lingkungan, psikologis dan hakikat kebudayaan tersebut terdapat pula dalam

bahasa.

Diketahui pula bahwa bahasa merupakan salah satu unsur dalam

bahasa yang terpenting, karena mempunyai peran yang sangat besar seperti

yang telah diuraikan diatas.

3. Bahasa merupakan hasil kebudayaan

Bahasa merupakan hasil kebudayaan, menurut Levi-strauss artinya

bahwa bahasa yang digunakan atau diucapkan oleh suatu kelompok

masyarakat adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan kebudayaan

masyarakat tersebut. Misalnya, selalu ada interaksi manusia yang

membutuhkan komunikasi dan ada juga ungkapan ritual, yang masing-masing

menggunakan bahasa.

4. Bahasa hanya mempunyai makna dalam latar kebudayaan yang menjadi

wadah nya.

Bentuk bahasa yang sama mempunyai makna yang berbeda sesuai

dengan kebudayaan yang menjadi wadahnya. Contoh nya kata yang sama jika

wadah atau tempat kata yang sama itu berbeda maka akan memiliki makna

yang berbeda pula, contoh :


Dalam bahasa bugis kata “kita” berarti kamu (dalam arti yang sopan)

sedangkan dalam bahasa indonesia “kita” berarti Kami/kata ganti orang

pertama jamak.

5. Bahasa mempengaruhi cara berpikir.

Bahasa dan berpikir dalam kehidupan manusia adalah dua hal yang

sangat mendasar dan saling berhubungan. Kedua hal ini secara khas dan jelas

membedakan manusia dari binatang. Dengan bahasa, orang berkomunikasi

dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain, sedangkan dengan berpikir, dia

dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya. Berpikir

adalah upaya yang kita lakukan dengan jalan mengorganisasikan serta

menggunakan berbagai konsep, berbagai pertimbangan, berbagai kebiasaan,

dan berbagai kaidah sebelum suatu tindakan dilakukan.

6. Cara berpikir mempengaruhi bahasa.

Sebaliknya, ada anggapan bahwa cara berpikir mempengaruhi cara

berbahasa atau dengan kata lain, pikiran yang termasuk kebudayaan mental

mempengaruhi bahasa. Dalam hal ini, kebudayaan suatu masyarakat berefleksi

di dalam bahasa yang mereka pergunakan (Wardhaugh, 1986:212). Pikiran

(kebudayaan mental) memengaruhi bahasa menjadi bahasa yang berisi,

bermakna, dan bermanfaat. Kerusakan pikiran seseorang akan mempengaruhi

bahasanya. Jika pikiran seseorang kacau, maka bahasanya juga akan kacau.

Pada suatu saat bahasa seseorang mungkin bagus dan terpelihara, tetapi di saat

lain bahasanya kurang terjaga. Hal itu sangat tergantung pada keadaan pikiran

ketika dia berbahasa. Mungkin, bahasa orang gila masih dapat dimengerti,
tetapi makna, manfaat, dan tujuannya tidak dapat dipahami. Padahal, bahasa

sebagai suatu sistem komunikasi harus dapat dipahami makna dan tujuannya

terutama bagi peserta komunikasi (penyapa dan pesapa).

7. Tata cara berbahasa dipengaruhi norma-norma budaya.

Hubungan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa di dalam tindak

komunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya. Tata cara berbahasa

seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya yang hidup dalam

masyarakat tempat hidup dan dipergunakan bahasa tersebut. Apabila tata cara

berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budayanya, maka dia

tidak jarang dituduh orang yang aneh, egois, sombong, acuh, tidak beradat

atau bahkan tidak berbudaya.

8. Bahasa ditransmisi secara kultural.

Artinya, kemampuan berbahasa ditransmisi dari generasi kegenerasi

dengan proses belajar dan bukan secara genetik. Pernyataan ini bukanlah

menyangkal bahwa anak-anak dilahirkan dengan kemampuan bawaan

terhadap bahasa, melainkan menegaskan perbedaan antara bahasa manusia

dengan sistem komunikasi hewan.

9. Kebudayaan merupakan hasil komunikasi.

Inti dasar kebudayaan sebagaimana sudah dijelaskan di atas adalah

segala sesuatu dalam rangka kehidupan masyarakat sebagai hasil proses

belajar. Sesuatu yang dimaksud di sini adalah ide, tindakan, dan hasil karya

manusia. Ketiga-tiganya tercipta dan menjadi bermanfaat dalam kehidupan

manusia karena interkasi antar manusia di dalam masyarakat itu. Interaksi


manusia hanya akan dapat terwujud apabila terjadi komunikasi. Tiada

interaksi tanpa komunikasi. Itulah sebabnya interaksi sering diasosiasikan

dengan komunikasi.

10. Perubahan kebudayaan mempengaruhi perubahan bahasa.

Hubungan antara bahasa dengan kebudayaan yang masih sangat perlu

mendapat perhatian adalah mengenai perubahan bahasa yang diakibatkan

perubahan budaya. Perubahsan bahasa yang diakibatkan perubahan budaya

lebih menonjol pada aspek leksikon (kosakata) daripada aspek-aspek

linguistik lain baik mengenai bentuk maupun mengenai makna leksikon itu.

C. Bahasa sebagai persyaratan budaya(语言是一种文化要求)

Bahasa merupakan persyaratan kebudayaan, pengertian bahasa sebagai

persyaratan kebudayaan dapat diartikan dalam dua cara:

1) Bahwa bahasa merupakan persyaratan budaya secara diakronis karena kita

mempelajari kebudayaan melalui bahasa

2) Bahasa merupakan persyaratan kebudayaan karena materi atau bahan

pembentuk bahasa sama jenisnya dengan materi atau bahan pembentuk

keseluruhan budaya yakni relasi logis, oposisi, korelasi dan sebagainya.


Kesimpulan

Antropolinguistik merupakan ilmu yang menggabungkan antara unsur

bahasa dan kebuayaan. Ilmu ini meneliti mengenai sejauh mana pengaruh budaya

dalam ragam bahasa yang timbul.

Dengan mendengar istilah antropolinguistik, paling sedikit ada tiga

relasi penting yang perlu diperhatikan. Pertama, hubungan antara satu bahasa

dengan satu budaya yang bersangkutan. Artinya, ketika kita mempelajari suatu

budaya, kita juga, bahkan harus mempelajari bahasanya dan ketika kita

mempelajari budayanya. Kedua, hubungan antara bahasa dengan budaya secara

umum. Dalam hal ini, kita tahu bahwa setiap ada satu bahasa dalam satu

masyarakat, maka ada satu budaya dalam masyarakat itu. Bahasa

mengindikasikan budaya: perbedaan bahasa berarti perbedaan budaya atau

sebaliknya. Oleh karena itu, penghitungan bahasa seolah-olah relevan dengan

penghitungan budaya bahkan penghitungan etnik. Ketiga, hubungan antara

linguistik sebagai ilmu bahasa dengan antropologi sebagai ilmu budaya.

Bahasa juga dijadikan sebagai salah satu persyaratan budaya, yang

dalam hal ini di artikan dalam dua hal yaitu :

1. Bahwa bahasa merupakan persyaratan budaya secara diakronis karena kita

mempelajari kebudayaan melalui bahasa

2. Bahasa merupakan persyaratan kebudayaan karena materi atau bahan

pembentuk bahasa sama jenisnya dengan materi atau bahan pembentuk

keseluruhan budaya yakni relasi logis, oposisi, korelasi dan sebagainya.


Daftar Pustaka

Ahearn, Laura, M. 2012. Living Language: An Introduction to Linguistic


Anthropology. West-Sussex (UK): Willey-Blackwell

Beratha, Ni Luh Sutjiati.1998 “Materi Linguistik Kebudayaan” dalam Linguistik


edisi 9, September 1998. Denpasar: Program Magister (S2) Linguistik,
Universitas Udayana. Hal 45.

Chaer Abdul, Leonie Agustina, 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka cipta

Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge


University Press

Foley, W.A. 1997. Anthropological Linguistics: An Introduction. Oxford:


Blackwell

Hymes, Dell. 1981 [1975] Breakthrough into Performance. In In Vain I Tried to


Tell You: Essays in Native American Ethnopoetics. D. Hymes, ed. Pp. 79-
141. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Koentjaraningrat.1980.Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru.

Sibarani Robert, Antroolinguistik. 2004. Medan: Penerbit Poda

Verhaar, J.W.M.1999 Asas-asas Linguistik Umum, Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. Hal 3-8.

http://achokonyol.blogspot.com/2010/01/antropolinguistik.html?zx=ab609feeca09
2a41. Di akses tanggal 18 November 2018, Pukul 20:30 WITA
NOTULEN DISKUSI
Diskusi dilaksanakan : Selasa, 19 November 2019
Jumlah peserta diskusi : 18 orang
Pertanyaan dari teman-teman yang mengikuti diskusi:

1. Asri Ainun
Apakah dalam bahasa Mandarin satu kata beda arti juga ada, seperti pada
contoh yang dipaparkan pemateri? Sebutkan!
Jawab:
Ada, seperti kata ‘还’ ketika dibaca Hái bermakna juga dan ketika dibaca
Huán bermakna kembali. Kata ‘了’ ketika dibaca le digunakan pada kalimat
yang sudah selesai dan ketika dibaca liǎo bermakna selesai.
2. Reznun Mutmainnah
Sebutkan contoh dari:
- Cara berpikir mempengaruhi bahasa
- Bahasa mempengaruhi cara berpikir
Jawab:
- Cara berpikir mempengaruhi bahasa: tanpa pikiran bahasa tidak akan ada.
Menurut teori pertumbuhan kognitif, seorang anak mempelajari segala
sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan
kemudian baru bahasa.
- Bahasa mempengaruhi cara berpikir: bahasa menjadi dasar pembentuk
pola pikir seorang anak. Melalui bahasa seorang anak belajar tentang
atribut-atribut tertentu baik mengenai dirinya sendiri, diri orang lain dan
situasi yang dialaminya.
3. Baso Heriadi
Apa yang dimaksud dengan penamaan budaya / pengistilahan kebudayaan?
Jawab:
Penamaan atau pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian
belaka di antara sesama anggota statu masyarakat bahasa. (Aristoteles)
Misalnya antara kata ‘kuda’ dengan benda yang diacunya yaitu seekor
binatang yang biasa dikendarai atau dipakai menarik pedati, tidak bisa
dijelaskan sama sekali. Lagi pula andaikata ada hubungannya antara lambang
dengan yang dilambangkannya itu, tentu orang Jawa tidak akan menyebutnya
‘jaran’, orang Inggris tidak akan menyebutnya ‘horse’, dan orang Belanda
tidak akan menyebutnya ‘paard’. Tentu mereka semuanya akan menyebutnya
juga ‘kuda’, sama dengan orang Indonesia.
Walaupun demikian, secara kontemporer kita masih dapat menelurusi
sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya
penamaan atau penyebutan terhadap sejumlah kata yang ada dalam leksikon
bahasa Indonesia.
4. Tri Mega Utami
Bagaimana cara mempromosikan budaya?
Jawab:
- Menerapkan bahasa Indonesia bagi penutur asing ketika berada di
Indonesia.
- Memperkenalkan lagu-lagu berbahasa Indonesia ke internasional.
- Menggunakan atribut-atribut kebudayaan Indonesia, seperti batik, songket,
dll.
- Bagi pelajar Indonesia di luar negeri dapat dengan cara menceritakan
kekayaan kebudayaan Indonesia kepada pelajar asing.
- Pemerintah mengadakan pertukaran pelajar khusus untuk mempelajari
budaya Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai