Anda di halaman 1dari 4

Kelompok 1

Hakikat Relevansi Hubungkait Berbahasa, Berpikir, Berbudaya, Bermasyarakat

A. HUBUNGKAIT BERBAHASA DAN BERPIKIR


Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang hubungan bahasa dan
berpikir, di antaranya (Abdul Chaer, 2003: 51):

Teori Wihelm van Humboldt Wilhelm van Humboldt, sarjana


Jerman abad ke-15 menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia
pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat
ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat
itu sendiri tiada dapat menyimpang dari garis-garis yang telah ditentukan oleh
bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota masyarakat ingin mengubah
pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain itu.
Maka dengan demikian dia akan menganut cara berpikir dan juga budaya
masyarakat lain. Mengenai bahasa itu sendiri, Wilhelm van Humboldt
berpendapat bahwa substansi bahasa terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
berupa bunyibunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum
terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform dan pikiran-pikiran dibentuk
oleh ideenform atau innereform. Jadi bahasa menurut Wilhelm van Humboldt
merupakan sintesa dari bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa bunyi bahasa
merupakan bentuk luar, sedang pikiran adalah bentuk dalam. Bentuk luar
bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk dalam bahasa berada dalam
otak. Kedua bentuk inilah yang membelenggu manusia, dan menentukan cara
berpikirnya. Dengan kata lain Wilhelm Van Humboldt berpendapat bahwa
struktur suatu bahasa menyatakan kehidupan dalam otak dan pemikiran
penutur bahasa itu sendiri.

Teori L.S Vgotsky, Vgotsky berpendapat bahwa adanya satu tahap


perkembangan bahasa adalah sebelum adanya pikiran dan adanya satu tahap
perkembangan pikiran adalah sebelum adanya bahasa. Kemudian kedua garis
perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran
berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada
tahap permulaan berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi.
Begitulah kanakkanak berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa
dengan menggunakan pikiran. Menurutnya pikiran berbahasa (verbal thought)
berkembang melalui beberapa tahap. Mula-mula kanakkanak harus
mengucapkan kata-kata untuk dipahami kemudian bergerak ke arah
kemampuan mengerti atau berpikir tanpa mengucapkan kata-kata itu, lalu ia
bisa memisahkan kata-kata yang berarti dan yang tidak berarti. Selanjutnya
Vgotsky menjelaskan hubungan antara pikiran dan bahasa bukanlah suatu
benda, melainkan merupakan suatu proses, satu gerak yang terus menerus dari
pikiran ke kata (bahasa) dan dari kata ke pikiran. Menurutnya juga dalam
mengkaji gerak pikiran ini kita harus mengkaji dua bagian ucapan yaitu
ucapan dalam mempunyai arti yang merupakan aspek semantik ucapan, dan
ucapan luar yang merupakan aspek fonetik (bunyi ucapan). Penyatuan dua
bagian atau aspek ini, sangat rumit dan kompleks. Dalam perkembangan
bahasa kedua bahagian ini masing-masing bergerak bebas.
B. HUBUNGKAIT BERBAHASA DAN BERBUDAYA
Menurut Koetjaraningrat, bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Para
ilmuwan lain mempunyai pendapat yang berbeda tentang hubungan bahasa
dan pelestarian Budaya. Namun, secara garis besar ada dua pandangan tentang
hubungan bahasa dan kebudayaan ini (Abdul Chaer dan Leonie Agistina,
2000: 155-156), yaitu:
1, Hubungan Subordinatif
Menurut pendapat ini, Bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Para
ahli antropologi berpendapat bahwa kebudayaan suatu bangsa tidaklah
mungkin dapat dikaji tanpa mengkaji terlebih dahulu bahasa bangsa itu
sendiri, karena bahasa suatu bangsa adalah bagian dari kebudayaan bangsa itu.
Demikian juga para ahli linguistik banyak yang berpendapat bahwa
pengkajian bahasa suatu penduduk asli tidak mungkin dipisahkan dari
kebudayaan penduduk itu, karena semantik yang merupakan salah satu
dimensi dalam kajian lingustik suatu bahasa mencakup juga kebudayaan dari
penutur bahasa itu,

2, Hubungan Koordinatif
Mengenai hubungan bahasa dengan kebudayaan yang bersifat
koordinatif ada dua hal yang perlu dicatat, yaitu:
Pertama, Menurut Silzer Hubungan berbahasa dan berbudaya itu
seperti kembar siam, dua buah fenomena yang terkait sangat erat atau seperti
dua sisi mata uang, sisi satu adalah sistem berbahasa dan sisi lainnya adalah
sistem berbudaya.
Kedua, adanya hipotesis yang sangat kontroversial, hipotesa dua pakar
linguistik, yaitu Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf, dan lazim disebut
Relativitas Bahasa. Di dalam Hipotesis itu dikemukakan bahwa berbahasa
bukan hanya menentukan corak berbudaya, tetapi juga menentukan cara dan
jalan pikiran yang berbeda pula. Jadi, perbedaan-perbedaan budaya dan
pikiran manusia itu bersumber dari perbedaan berbahasa, dengan kata lain
tanpa berbahasa manusia tidak akan mempunyai pikiran sama sekali. Kalau
Bahasa itu mempengaruhi kebudayaan dan jalan pikiran manusia maka ciri-
ciri yang ada dalam suatu bahasa akan tercermin dalam sikap dan berbudaya
penuturnya

C. HUBUNGKAIT BERBAHASA DAN BERMASYARAKAT

Bahasa dan masyarakat, bahasa dan kemasyarakatan, dua hal yang


bertemu di satu titik, artinya antara bahasa dan masyarakat tidak akan pernah
terpisahkan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan
oleh anggota masayarakat sebagai alat komunikasi, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa begitu melekat erat, menyatu jiwa di setiap
penutur di dalam masyarakat. Ia laksana sebuah senjata ampuh untuk
mempengaruhi keadaan masyarakat dan kemasyarakatan. Fungsi bahasa
sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan di dalam
masyarakat inilah di namakan fungsi bahasa secara tradisional. Maka dapat di
katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya di dalam masyarakat ini
merupakan kajian sosiolinguistik.
Berbicara tentang bahasa dan masyarakat, maka tidak terlepas dari
istilah “
Masyarakat bahasa”. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang
memiliki bahasa bersama atau merasa termasuk dalam kelompok itu, atau
berpegang pada bahasa standar yang sama. Masyarakat tutur adalah istilah
netral. Ia dapat dipergunakan untuk menyebut masyarakat kecil atau
sekelompok orang yang menggunakan bentuk bahasa yang relatif sama dan
mempunyai penilaian yang sama dalam bahasanya. Jadi masyarakat
bahasa atau masyarakat tutur.
Berbicara tentang bahasa dan masyarakat tentu tidak terlepas dengan
kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat, maka titik tolaknya adalah
hubungan bahasa dengan kebudayaan dari masyarakat yang memiliki variasi
tingkat- tingkat sosial. Ada yang menganggap bahasa itu adalah bagian dari
masyarakat, namun ada yang menganggap bahasa dan kebudayaan itu dua hal
yang berbeda, tetapi hubungan antara keduanya erat, sehingga tidak dapat
dipisahkan, yang menganggap bahasa banyak dipengaruhi oleh kebudayaan,
sehinnga apa yang ada dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa.Di sisi
lain ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat mempengaruhi
kebudayaan dan cara berpikir manusia, atau masyarakat
penuturnya. Bagaimanakah bentuk hubungan antara bahasa dengan
masyarakat? Bentuk hubungan bahasa dengan masyarakat adalah adanya
hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut variasi ragam
atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu didalam
masyarakat. Sebagai contoh di dalam kegiatan pendidikan kita
menggunakan ragam baku, untuk kegiatan yang sifatnya santai (non formal)
kita menggunakan bahasa yang tidak baku, di dalam kegiatan berkarya seni
kita menggunakan ragam sastra dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan
menggunakan bahasa yang benar, yaitu penggunaan bahasa pada situasi yang
tepat atau sesuai konteks di mana kita menggunakan bahasa itu untuk aktivitas
komunikasi.

D. SEJARAH PSIKOLINGUISTIK
Beberapa tokoh linguistik yang tertarik untuk mengkaji bahasa secara
psikologi adalah Von Humbolt, Ferdinand de Saussure, Edward Sapir,
Leonard Bloomfield, dan Otto Jespersen. Von Humbolt (1767-1835) ialah ahli
linguitik asal Jeman yang membandingkan tatabahasa antar bahasa yang
berlainan dengan tabiat penutur bahasa. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa tatabahasa suatu 2 bangsa menunjukkan pandangan hidup bangsa
tersebut.
Von Humbolt sangat dipengaruhi aliran rasionalisme yang
menganggap bahwa bahasa adalah bagian yang tidak dapat dipotong-potong
atau diklasifikasikan seperti pada pendapat aliran empirisme. Ferdinand de
Saussure (1858-1913), dalam perkuliahannya memperkenalkan tiga istilah
penting dalam linguistik, yaitu langue, langage dan parole. Langue bermakna
bahasa tertentu yang masih bersifat abstrak, langage bermakna bahasa yang
bersifat umum, sedangkan parole merupakan bahasa tuturan secara konkret.
Saussure menegaskan bahwa kajian linguistik adalah langue, sedangkan objek
kajian psikologi adalah parole. Oleh karena itu, linguis berkebangsaan Swiss
ini berpendapat, jika ingin mengkaji bahasa secara utuh, maka ilmu yang dapat
mengkajinya adalah linguistik dan psikologi. Edward Sapir (1884-1939),
mengkaji hubungan antara bahasa dengan pikiran. Berdasarkan kajiannya,
linguis dan antropologis asal Amerika ini berkesimpulan bahwa bahasa
terutama strukturnya merupakan unsur yang mennetukan struktur pikiran
manusia. Dia pun menambahkan bahwa linguistik dapat berkontribusi pada
teori psikologi Gestalt, begitu pula sebaliknya. Leonard Bloomfield (1887-
1949), pada perkembangan ilmunya banyak dipengaruhi oleh dua aliran
psikologi yang bertentangan, yakni behaviorisme dan mentalisme. Pada
awalnya, linguis Amerika ini mengkaji bahasa dengan pendekatan mentalisme.
Dia berpendapat bahwa berbahasa dimulai dari melahirkan pengalaman luar
biasa , terutama karena penjelmaan tekanan emosi yang sangat kuat. Karena
tekanan emosi itulah maka akan keluar ucapan atau kalimat berbentuk
eklamasi, lalu keluar keinginan berkomunikasi berupa deklarasi. Jika
keinginan deklasi ini keluar dalam bentuk keingintahuan maka keluarlah
interogasi. Pada tahun 1925 Bloomfield meninggalkan aliran empirisme dan
beralih pada aliran behaviorisme, yang memunculkan teori bahasa “linguistik
struktural” dan “linguistik taksonomi”.

Anda mungkin juga menyukai