digunakan
sehari-hari
sebagai
alat
dalam
tindakan
bermasyarakat.
3. Kajian Teori
a. Ilmu Antropolinguistik
Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan
penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan
tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku
bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan
kebudayaan di dalam suatu masyarkat seperti peranan bahasa di dalam mempelajari
bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam terminologi budaya, bagaimana
cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya
tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang dari budaya lain,
bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai
dengan konteks budayanya, dan bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai dengan
perkembangan budayanya. (Robert Sibarani 2004: 50).
Antropological linguistics is that sub-field of linguistics which is
concern with the place of language in its wider social and cultural
context, its role in forging and sustaining cultural practices and social
structures. As such, it may be seen to overlap with another sub-field
with a similar domain, sociolinguistics, and in practice this may
indeed be so. (Foley, 2003:3)
Foleys (1997:3) mendefenisikan linguistik antropologi sebagai sub
disiplin linguistik yang berkaitan dengan tempat bahasa dalam
konteks budaya maupun sosial yang memiliki peran menyokong dan
menempa praktek-praktek kultural dan struktur sosial.
Antropolinguistik memandang bahasa sebagai prisma atau inti dari konsep
antropologi budaya untuk mencari makna dibalik penggunaan, ketimpangan
penggunaan maupun tanpa menggunakan bahasa dalam bentuk register dan gaya yang
berbeda. Dengan kata lain, Antropolinguistik memuat interpretasi bahasa untuk
menemukan pemahaman kultural.
Antropological linguistics views language through the prism of the
core anthropological concept, culture, and such, seeks to uncover the
meaning behind the use, misuse, or non-use of language, its different
forms, registers and style. It is an interpretive discipline peeling away
at language to find cultural understandings. ( Foley 1997:3).
Sebagai bidang interdisipliner, ada tiga bidang kajian antropolinguistik, yakni
studi mengenai bahasa, studi mengenai budaya, dan studi mengenai aspek lain dari
kehidupan manusia, yang ketiga bidang tersebut dipelajari dari kerangka kerja
linguistik dan antropologi. Kerangka kerja linguistik didasarkan pada kajian bahasa
yang
berulang-ulang
untuk
membentuk
ide/gagasan
dengan
(sistem suatu budaya) yang dikuasai oleh penutur suatu bahasa bersangkutan,
performance merupakan penggunaan bahasa secara nyata dalam situasi
komunikasi yang sebenarnya yang merupakan cerminan dari sistem bahasa yang
ada pada pikiran penutur. Konsep indeksikalitas menyangkut tanda yang memiliki
hubungan eksistensial dengan yang diacu. Konsep partisipasi dimaksudkan
sebagai keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan yang berterima
(Duranti, 1997:14-21).
Ahli linguistik antropologi tidak hanya mengkaji varietas bahasa tetapi
juga varietas bahasa-bahasa yang diucapkan dalam sebuah komunitas tertentu.
Dengan kata lain, linguistik antropologi memulai asumsi bahwa pikiran atas
varietas bahasa mensyaratkan sebuah komunitas tutur. Komunitas tutur adalah
suatu kelompok masyarakat yang mempunyai repertoir verbal yang relatif sama
serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian
bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut (Chaer, 2004:36). Sementara
menurut Duranti masyarakat tutur adalah produk aktifitas komunikatif yang
terlibat dengan orang-orang di dalamnya (2000:82).
c. Bahasa dalam budaya: tradisi Boas
Di Amerika Serikat, antropologi dikonseptualisasikan sebagai disiplin ilmu
holistik yang mempelajari secara fisik (kini biologi), linguistik (dulu merujuk
pada filologi/ naskah-naskah kuno), budaya, serta catatan-catatan populasi
manusia secara arkeologi. Sebaliknya di Eropa, ahli etnologi memiliki departemen
tersendiri, terpisah dari ahli arkeologi, paleontologi, dan filologi (inkarnasi awal
dari ahli bahasa). Di Amerika Serikat, mahasiswa antropologi dituntut memiliki
beberapa pengetahuan dalam empat bidang kajian antropologi, sebagai penunjang,
di samping mereka harus mempunyai pengetahuan mendalam tentang bidang
spesialisasi mereka. Pelopor di Amerika Serikat yang merintis teori serta praktik
pandangan holistik antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Ia adalah peletak
dasar antropologi Amerika.
Awalnya Boas, kelahiran Jerman, tertarik meneliti bahasa suku Eskimo
dan Indian Kwakiutl yang eksotis di pesisir timur laut AS. Postulat pentingnya
adalah seseorang tak akan benar-benar memahami budaya orang lain tanpa
terbuka
(overt/phenotypes)
tapi
juga
kategori
tertutup
2004:167). Itulah sebabnya orang Inggris dan Filipina meski sama-sama mengenal
warna, tetapi memiliki pandangan berbeda dalam menyebutkan warna. Bagi orang
Filipina hanya ada empat kelompok warna, yaitu mabiru (warna biru dan gelap),
melangit (putih dan warna cerah), meramar (kelompok warna merah) dan malatuy
(kuning , hijau muda, dan coklat muda). Peta atas realitas, menurut Whorf
didasarkan bahasa yang dipakai, bukan sebaliknya. Pengertian terhadap
pandangan dunia digunakan oleh Whorf (juga Sapir dan Boas)terikat oleh teori
tertentu tentang budaya, yang dinamakan bahasa sebagai pengetahuan. Pandangan
bahasa juga terikat oleh teori bahasa. Bahasa adalah salah satu data awal
pekerjaan yang diteliti oleh ahli sosiolinguistik dan peneliti lain melalui kajian
yang bervariasi dalam komunitas maupun secara individu.
4. Pembahasan
Tradisi berperumpamaan dalam masyarakat Batak Toba merupakan salah
satu tradisi yang masih berkembang pada suku Batak Toba. Bentuk tradisi ini dapat
dikaji
berdasarkan
teori
antropolinguistik
modern,
yakni
competence
dan
maka marga dari keluarga tersebut akan berhenti sampai disitu saja. Jika anak
perempuan tidak punya saudara laki-laki, benar-benar sedihlah hidupnya. Dia harus
mencari laki-laki yang bisa memimpinnya kelak di keluarganya karena ia tidak
mempunyai saudara laki-laki.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka di bawah ini akan disajikan analisis
dengan teori antropolinguistik modern
(1) Competence: Laki-laki adalah penerus silsilah (marga) dalam budaya Batak
Toba.
(2) Performance: Au boru na so mar iboto, boru simadang-adang Aku
perempuan yang tidak memiliki saudara laki-laki, perempuan yang hidupnya
bersedih.
(3) Indexicality: Marbunga ruham da ito natubu di topi ladang Berbunga pohon
berduri yang tumbuh di tepi ladang (sawah).
Ruham adalah pohon kayu yang berduri dan buahnya dapat dimakan.
dihadapinya
yang
berbeda,
akibatnya
perasaan
atau
emosi
orang
yang
c. Tonggo-tonggo
Tonggo-tonggo ialah bahasa tutur bebas yang dituturkan dengan irama bahasa
menurut tutur terikat yang isinya hanya berupa doa/ permohonan kepada roh yang
dipercayai dan dilakukan dengan menghidangkan sajian besar dan kecil. Tonggotonggo mengandung gaya bahasa yang indah, penuh dengan aliterasi, paralelisme.
Salah satu jenis tonggo-tonggo ialah tabas yang dapat disamakan dengan mantera
sastra Indonesia.
Contoh Tonggo-tonggo:
Ompu Mulajadi Na Bolon,
mula ni nasa na adong,
na manjadihon langit dohot tano on dohot nasa isina.
Na so marmula-mula,
na ro sian sisormarmula,
na so marbona jala na so binoto nang ujungna.
Sai manatap manonggor,
martinangi marbinege ma Ho Ompung,
sian langit ni langitan sian ginjang ni ginjangan di hata ni tonggo-tonggokon.
Ho do Ompung na sinta sumunde-sunde na uja manotari,
na manektekhon udan dohot las ni ari;
asa tubu anak na martua na songon mata niari dohot morsangap na uja
manotari.
Arti terjemahannya:
Sang Maha Pencipta, yang memulakan segala yang ada,
Yang menjadikan langit dan bumi beserta segala isinya.
Yang tidak berawal yang berasal dari yang tidak berawal,
Yang tidak berpangkal dan tidak berakhir.
Kiranya menatap dan memandang, memperhatikan dan mendengar dari langit
yang tertinggi atas kata-kata yang kupersembahkan.
Engkaulah yang menjalin ikatan yang sempurna, yang menurunkan hujan dan
panas hari; agar kiranya lahirlah anak yang berbahagia laksana matahari siang
dan terhormat seperti pagi dan malam.
Dari konsep ini diketahui bahwa leluhur Batak sangat religious, dan segala
sesuatu disampaikan kepada Sang Maha Pencipta dengan khidmat, hormat, santun
dengan rangkaian gaya bahasa seni nan puitis.
(1) Competence: Leluhur Batak Ompu Mulajadi Na Bolon sangat religius.
(2) Performance: Ompu Mulajadi Na Bolon Sang Maha Pencipta
mula ni nasa na adong yang memulakan segala yang ada
na manjadihon langit dohot tano on dohot nasa isina yang menciptakan
langit dan bumi beserta segala isinya
(3) Indexicality: Ho do Ompung na sinta sumunde-sunde na uja manotari
Engkaulah yang menjalin ikatan yang sempurna
na manektekhon udan dohot las ni ari yang menurunkan hujan dan panas
matahari.
Dengan demikian, ada hubungan antara petanda dengan penanda yakni
kebesaran Sang Maha Pencipta dalam menurunkan hujan dan panas matahari.
(4) Partisipation: keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan
yang berterima.
d. Ende- ende (nyanyian)
Ende-ende adalah nyanyian atau pepatah yang sering dinyanyikan,
diungkapkan oleh orang yang sedang rindu, yang bergembira dan yang sedih.
Contoh:
Pangeol-ngeol mi solu na di tonga tao,
Molo matipul hole mi solu tu dia ma ho.
Pangeol-ngeol mi boru na so marimboto,
Molo mate amang mi boru maup tudia na ma ho.
Ende-ende diatas yakni merupakan nyanyian kesedihan yang memiliki
kerinduan yang dalam untuk mempunyai saudara laki-laki (iboto). Simbol atau
ratapan kepada boru (perempuan) apabila tidak mempunyai saudara laki-laki yang
tidak tentu arahnya apabila. Sangatlah penting memiliki saudara laki-laki karena jika
orang tua mereka meninggal saudara laki-laki itulah yang akan menggantikan posisi
orang tua (sang Ayah).
(1) Competence: Laki-laki adalah penerus marga (silsilah) dalam budaya Batak
Toba. Maka akan sangat menyedihkan kalau seorang perempuan tidak
memiliki saudara laki-laki.
yang berterima.
Perumpamaan Batak merupakan salah satu sastra rakyat yang bercorak lisan
disampaikan dalam bentuk ucapan, dituturkan dari mulut ke mulut, bersifat
tradisional. Dalam perumpamaan Batak ditemukan citra (image) yang cenderung
kepada gambaran secara literal atau konkret tentang suatu peristiwa yang dialami
seseorang, baik nilai rasa maupun nilai pengamatan (objeknya). Perumpamaan Batak
digunakan dalam semua aspek kehidupan masyarakat masyarakat dan disepanjang
zaman, khasnya yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan seni dan tarian, dalam
istiadat perkawinan, dalam ucapan-ucapan untuk upacara dan istiadat, dalam jampi
dan mantera dan sebagainya (A.A. Sitompul 1998 hl.XIX). Dengan kata lain,
perumpamaan Batak merupakan gaya bahasa yang muncul dari pengamatan dan
ditradisikan di sepanjang sejarah baik secara kolektif maupun personal. Ia
dikomunikasikan secara artistik dengan memakai analogi baik berupa ungkapan,
ikon, cerita, tanda simbolik, atau bentuk lain pada tempat kedudukan yang jelas (A.A.
Sitompul 1998). Namun ada juga yang membedakan umpasa dengan umpama. (T.
Sihombing 1989:8 dalam tesis Parlindungan Purba) menyatakan bahwa umpasa tidak
sama dengan umpama. Umpama adalah pepatah atau puisi yang bentuknya dapat
berubah. Dengan kata lain umpama bersifat statis sedangkan umpasa dinamis. Dalam
kaitan itu perumpamaan Batak menjadi suatu model paradigma yang dipakai dalam
komunikasi yang aplikatif, sebab gagasan ungkapan itu mencerminkan corak
pemikiran yang dibungkus dalam bahasa estetik dan puitis menyangkut sikap
terhadap budaya dalam sejarah, kenangan dan tradisi. Perumpamaan Batak dapat
sudah siap untuk di masak untuk disajiakan untuk pesta, dalam umpasa tersebut sama
artinya bahwa sudah punya kesiapan untuk melaksanakan adat.
Sebagai salah satu dari sastra lisan, maka perumpamaan dipandang perlu
untuk selalu dilestarikan dan dikembangkan.
5) Kesimpulan
Orang Batak adalah salah satu etnis yang cukup dinamis dan adaptif terhadap
lingkungannya. Kedinamisan dan kemampuan ber-elaborasi juga bisa sebagai
mobilitas dalam pergaulan dengan etnis-etnis yang lain. Sehingga suku Batak mampu
memasuki budaya etnis yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan orang
Batak yang tinggal di Bandung orang Batak mampu secara adatif terhadap pergaulan
dan bahasa Sunda. Sebaliknya kedinamisan itu bisa sebagai ancaman terhadap budaya
Batak itu sendiri. Dengan prinsip adaptasi, orang Batak sering melupakan budayanya
maupun bahasanya demikian juga dengan kearifan lokalnya sendiri. Dan akhirnya
dengan kedinamisan, orang Batak dengan gampang memasukkan budaya, sifat dan
bahasa asing terhadap kehidupannya.
Sifat negatif dari kedinamisan orang Batak, dapat kita lihat betapa orang
Batak menggandrungi Budaya yang lain tanpa memperdulikan budayanya. Budaya,
pergaulan dan bahasa Batak semakin terabaikan oleh sebagian besar orang Batak.
Dapat kita lihat semakin banyak orang dewasa yang tidak mampu menuturkan bahasa
Batak secara baik. Dan generasi mudanya sangat banyak tidak memahami bahasanya
lagi. Demikian juga dengan perumpamaan Batak lama-kelamaan kemampuan untuk
menciptakan dan menggunakan perumpamaan Batak semakin hilang di masyarakat
Batak, hal itu karena perumpamaan Batak tidak dipakai dalam bahasa pergaulan
sehari-hari hanya dalam upacara ritual adat. Perumpamaan Batak yang itu-itu saja
diperdengarkan, itu berdampak terhadap aturan-aturan pemakaian perumpamaan
tersebut. Sehingga dewasa ini terlihat perumpamaan yang diucapkan asal-asalan.
Tidak terlihat lagi aturan yang menyampaikan dan yang menyampaikan secara baik.
Misalnya umpasa atau perumpamaan dari pihak hula-hula ke pihak boru, sering
bertukar. Dari yang dijamu terhadap yang menjamu, sering bertukar dipakai yang
menjamu terhadap tamunya dan lain sebagainya.
Menciptakan perumpamaan dan menyampaikan perumpamaan harus
memahami aturan-aturan.
DAFTAR PUSTAKA
Duranti, Alessandro. 2000. Linguistic Anthropology: University Press.
Cambridge.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Rineka Cipta. Jakarta.
Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sosiolinguistics: Longman. London.
Sharifian, Farzad dan Palmer, Gary B (Ed). 2007. Applied Cultural Linguistisc:.
John Benjamin Publishing and Co. Philadelpia.
Sibarani, R. 2004. Antropologi Linguistik, Linguistik Antropologi. Medan: Poda.
Disusun Oleh:
BESLINA AFRIANI SIAGIAN
127009026
LINGUISTIK