Anda di halaman 1dari 22

1

A. Muqaddimah
Al-Qur’an> diturunkan di tengah-tengah masyarakat yang memiliki
kebudayaan yang mengakar. Historisitas al-Qur’an> tidak turun dalam ruang
hampa (tanpa konteks). Sebagai pesan Allah, wahyu memiliki objek sasaran
dan tujuan. Melepaskan wahyu dari konteks sosial budaya adalah mengabaikan
sisi historisitas dan realitas. Para ahli Al-Qur’an> juga mengakui keterkaitan
wahyu dan konteks dengan memunculkan konsep Makiyah-Madaniyah ,
Asbab> al-Nuzul> , dan Nas>ikh Mansuk>h . Dialektika al-Qur’an> dengan
kultur budaya Arab lokal tidak hanya berlaku dalam sisi muatannya, tetapi juga
terjadi pada sisi jenis dan style bahasanya.
Hipotesa di atas secara implisit menyatakan bahwa al-Qur’an> memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan basis kultur bahasa masyarakat Arab.
Memahami basis kultur bahasa masyarakat Arab menjadi hal penting untuk
diperhatikan manakala hendak mengkaji al- Qur’an>. Ini dilakukan untuk
mengungkap spesifikasi bahasa al-Qur’an> tanpa mengesampingkan basis
kultur bahasa induknya sehingga didapatkan pemahaman yang mendalam.
Logika dialektika al-Qur’an> dan budaya Arab juga tampak jelas melalui
konsep wahyu sebagai konsep sentral di dalam al-Qur’an> serta karakteristik
bahasa yang membangunnya melalui puisi dan sajak. Konsep ini bahkan
meneguhkan pernyataan al-Qur’an> sendiri, yaitu bahwa bahasa Arab
merupakan acuan bahasanya.
Dengan demikian jelas sekali bahwa bahasa al-Qur’an memang benar-
benar searah dengan keadaan sosial bangsa arab yang notabennya sebagai
tempat dimana al-Qur’an diturunkan. Meskipun pada kenyataanya bahasan al-
Qur’an tidak serta merta hanya membahas tentang orang arab saja. Seperti
contoh surat Ar-Rumm, secara nama, surat ini bernama Ar-Rumm yang
memiliki arti Bangsa romawi, yang secara sosio-kultural maupun sosio-historis
tidak berhubungan dengan bangsa arab.
2

B. Teori sosiolinguistik
1. Pengertian sosiolinguistik
Bahasa merupakan aspek gejala sosial dalam kehidupan manusia.
Mengingat bahasa merupakan gejala sosial, tentu saja faktor- faktor
nonlinguistik atau faktor eksternal bahasa sangat berpengaruh terhadap
pemakaian bahasanya. Faktor-faktor nonlinguistik tersebut misalnya faktor-
faktor sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, jenis kelamin, umur, dan
sebagainya. Faktor-faktor nonlinguistik yang lain adalah faktor situasional,
yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa pembicaraan itu
diselenggarakan, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa
pembicaraan itu. Hal-hal tersebut terbungkus dalam naungan disiplin ilmu
sosiolinguistik.1
Sosiolinguistik sendiri bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”.
Sosio sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat.
Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa
khususnya unsur- unsur bahasa dan antara unsur- unsur itu.Jadi,
sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori-teori tentang hubungan
masyarakat dengan bahasa. Berdasarkan pengertian sebelumnya,
sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek –aspek
kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan- perbedaan yang terdapat
dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor kemasyarakatan.2
Nababan mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan pengkajian
bahasa dengan dimensi kemasyarakatan. Dalam hal ini bahasa berhubungan
erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subjek, atau pelaku berbahasa
dengan bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang
satu dengan yang lain.3 Yang dimaksud dimensi masyarakat, adalah
berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi agama, pendidikan,

1
Suwito. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema (Surakarta: Henary Offset
1983), 8.
2
Nababan, P.W.J. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993), 2.
3
Nababan, P.W.J. Sosiolinguisti: Suatu Pengantar , cet. II (Jakarta: PT Gramedia, 1990),
18.
3

pembelajaran, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Artinya, setiap


aspek tersebut memerlukan penggunaan bahasa yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pemakai bahasa dan tepat.
Konsep lain dikemukakan oleh Crystal yakni “Sociolinguistics is a
branch of linguistics which studies the ways in which language is integrated
with human society (specifically, with reference to such notions as race,
ethnicity, class, sex, and social institution)” ’Sosiolinguistik adalah salah
satu cabang linguistik yang mempelajari metode pengkajian bahasa yang
diintegrasikan dengan masyarakat manusia (dengan spesifikasi, acuan
sebagai ras, etnik, kelas, seks, dan lembaga kemasyarakatan tertentu)’.
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa sosiolinguistik merupakan satu
hasil pengembangan linguistik, seperti halnya psikolinguistik, semantik,
pragmatik, maupun sosiopragmatik.4
Sosiolinguistik mengkaji metode pembelajaran bahasa yang
dipadukan dengan berbagai aspek kehidupan manusia, seperti spesifikasi
etnik, ras tingkat pendidikan dan sosial ekonomi, perbedaan seks, serta
organisasi masyarakat maupun politik. Artinya, secara interdisipliner dalam
sosiolinguistik juga dikaji bahasa yang digunakan sebagai media untuk
berbagai bidang kajian ilmu di luar bahasa. Konsep lain dikemukakan oleh
Wardhaugh, sosiolinguistik adalah cabang kajian linguistik yang membahas
hubungan antara bahasa dengan masyarakat, yang bertujuan untuk lebih
memahami adanya berbagai variasi struktur bahasa dan fungsinya dalam
komunikasi.5 Kridalaksana juga mengemukakan pandangan yang senada,
bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan
dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial.6
Sumarsono mendefinisikan sosiolinguistik sebagai kajian
keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku

4
David Crystal, An Encyclopedic Dictionary of Language and Language (New York:
Penguin Books, 1994), 357.
5
Abdul Ngalim, Wacana Khas Komunikasi Promosi Perbankan dalam Kajian
Sosiolinguistik, cet. I (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2011), 11.
6
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik. Edisi Ketiga, cet. I (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1993), 200.
4

bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap
bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa. Sumarsono juga
menjelaskan, bahwa pandangan tersebut mengarah ke bidang sosioligi
daripada ke linguistik.7 Memang ada dua kemungkinan, sosiolinguistik
kemungkinan memulai dari masalah sosial dikaitkan dengan bahasa, atau
sebaliknya memulai dari bahasa dikaitkan dengan fenomena kebahasaan.
Dengan demikian, dalam kajian sosiolinguistik menunjukkan adanya realita,
bahwa bahasa memiliki multifungsi (multifunction). Artinya, tidak ada
bidang ilmu yang tidak memerlukan bahasa. Bahasa Indonesia, sebagai
bahasa nasional, berfungsi sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-
mengajar dan dalam karya tulis ilmia. Dengan demikian, penulis ilmiah
berbahasa Indonesia,baik yang mengkaji materi bahasa Indonesia, maupun
yang mengkaji materi bidang ilmu yang lain harus menerapkan kaidah
bahasa Indonesia yang standar dalam tukisan. Yang dikaji dalam
sosiolinguistik, pada umumnya berupa karakter bahasa khusus, dan sifat
masyarakat yang berbeda-beda.
Secara umum, sosiolinguistik didefinisikan sebagai suatu cabang
kajian linguistik yang membahas bahasa dalam hubungannya dengan faktor
kehidupan masyarakat, yang heterogen meliputi kelas sosial, tingkat
pendidikan, agama dan sebagainya.
Sosiolinguistik dapat mengacu pada pemakian data kebahasaan dan
menganalisis kedalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan sosial,
dan sebaliknya mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke
dalam linguistik. Misalnya orang bisa melihat dulu adanya dua ragam
bahasa yang berbeda dalam satu bahasa kemudian mengaitkan dengan
gejala sosial seperti perbedaan jenis kelamin sehingga bisa disimpulkan,
misalnya ragam (A) didukung oleh wanita ragam (B) didikung oleh pria
dalam masyarakat itu. Atau sebaliknya, orang bisa memulai dengan
memilah masyarakat berdasarkan jenis kelamin menjadi pria- wanita,

7
Sumarsosno. Sosiolinguistik. Cetakan VII.( Yogyakarta: Pustaka Pelajar-Sabda, 2011).2
5

kemudian menganalisis bahasa atau tutur yang bisa dipakai wanita atau
tutur yang bisa dipakai pria.
Trudgill mengungkapkan sosiolinguistik adalah bagian dari
linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebagai gejala sosial dan gejala
kebudayaan.Bahasa bukan hanya dianggap sebagai gejala sosial melainkan
juga gejala kebudayaan. Implikasinya adalah bahasa dikaitkan dengan
kebudayaan masih menjadi cakupan sosiolinguistik, dan ini dapat
dimengerti karena setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan tertentu.8
Sebagai anggota masyarakat, sosiolinguistik terikat oleh nilai-nilai
budaya masyarakat, termasuk nilai-nilai ketika dia menggunakan bahasa.
Nilai selalu terkait dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan ini
diwujudkan dalam kaidah- kaidah yang sebagian besar tidak tertulis tapi
dipatuhi oleh warga masyarakat. Apa pun warna batasan itu, sosiolinguistik
itu meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa
dan masyarakat.
Berdasarkan batasan-batasan tentang sosiolinguistik di atas dapat
disimpulkan bahwa sosiolinguistik itu meliputi tiga hal, yakni bahasa,
masyarakat, dan hubungan antara bahasa dengan masyarakat.
Sosiolinguistik membahas atau mengkaji bahasa sehubungan dengan
penutur ,bahasa sebagai anggota masyarakat. Bagaimana bahasa itu
digunakan untuk berkomunikasi antara anggota masyarakat yang satu
dengan yang lainnya untuk saling bertukar pendapat dan berinteraksi antara
individu satu dengan lainnya.

2. Sosiolinguistik Al-Qur’an
Bahasa al-Qur`an memiliki hakikat yang khusus, berbeda dengan
bahasa-bahasa yang lain. Karena bahasa al-Qur`an bukan hanya mengacu
pada dunia empiris semata, melainkan juga mengatasi ruang dan waktu,
bersifat metafisik dan Ilahiyah. Al-Qur’an memiliki keindahan uslub,
mengandung kabar-kabar dan hukum-hukum serta agama-agama yang telah

8
Sumarsosno. Sosiolinguistik. Cetakan VII.( Yogyakarta: Pustaka Pelajar-Sabda, 2011).3
6

lalu, menerangkan keadaan-keadaan yang akan terjadi, mempunyai


keindahan bahasa (nilai estetik) yang sangat tinggi, dan menjalin kisah-
kisah dengan berbagai rupa susunan perkataan.9 Al-Qur’an mengandung
kaedah-kaedah kebahasaan yang sangat tinggi. Al- Qur’an banyak
menggunakan gaya bahasa yang menjadi bahasan dalam ilmu balaghah
ataupun ilmu sastra. Akan tetapi, bukan berarti Al-Qur’an adalah kitab syair
atau kitab khotbah, karena sejatinya karya sastra adalah sebuah karya cipta
manusia, sedangkan Al-Qur’an adalah sebuah mu’jizat yang diturunkan
Allah kepada nabi- Nya.
Dengan demikian, untuk memahami ayat-ayat al-Qur`an tidak
mungkin hanya berdasarkan pada kaidah-kaidah linguistik semata. Sebab
itu, sangat realistis bilamana kemudian dikembangkan bahasa metafor dan
analogi (majaz-tasybih).10 Sebab, bahasa metafor dan analogi dapat
memberikan jembatan rasio manusia yang serba terbatas dengan dimensi
Ilahiyah dan metafisik yang tak terbatas. Bahasa metafor atau bahasa simbol
yang lazim di kalangan kritikus sastra dan pemikir muslim klasik dikenal
dengan istilah majaz, tasybih, atau kinayah. Suatu gaya bahasa yang sudah
dikenal di kalangan sastrawan Arab dan sering dieksploatasikan dalam
karya sastra yang diciptakan untuk menghilangkan kegelisahan dan
kepenatan hidup guna mencari kebahagiaan dan kesenangan walaupun
hanya terjadi dalam dunia imajinasi.
Dalam diskursus kajian bahasa Arab, istilah metafora diidentikkan
dengan ilm al-bayan, yang mencakup 3 (tiga) bidang kajian, yaitu: 1) majaz,
2) tasybih dan 3) kinayah. Metafora adalah semacam analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung dalam bentuk yang singkat.
Berbeda dengan tasybih (simile), yaitu perbandingan yang bersifat
ekspilisit, sehingga memerlukan kata-kata seperti, bagaikan, dan
sebagainya.11 sedang metafora adalah ungkapan kebahasaan yang tidak
9
Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan pengantar ilmu al quran/tafsir. (Jakarta: Bulan
Bintang , 1987) 143
10
Kaelan, M. S.. “Kajian Makna al-Qur`an (Suatu Pendekatan Analitika Bahasa dalam
Hermeneutika al-Qur`an (Mazhab Yogya. Yogyakarta: Islamika, 2003) 72
11
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004).138
7

dapat diartikan secara langsung dari lambang yang dipakai, melainkan dari
prediksi yang dapat dipakai baik oleh lambang maupun oleh makna yang
dimaksudkan oleh ungkapan kebahasaan itu. 12
a) Majaz

Majaz secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab ‫المجاز‬, bentuk masdar
(infinitif) dari kata ‫جاز‬. Sedangkan secara terminologis para ulama telah
banyak mendefinisikannya dengan beberapa pendapat, diantaranya :13

Sibawayh mendefinisakannya dengan seni bertutur yang memungkinkan


terjadinya perluasan makna , Al-Mubarrad mengatakan bahwa majaz
merupakan seni bertutur dan berfungsi untuk mengalihkan makna dasar
yang sebenarnya.

Ibn Jinny dan Al-Jurjaany menempatkan majaz sebagai lawan dari


haqiqat, dan makna haqiqat menurut Ibnu Jinny adalah makna dari setiap
kata yang asli, sedangkan majaz adalah sebaliknya, yaitu setiap kata yang
maknanya beralih kepada makna lainnya. Sedangkan menurut Al-
Jurjaany haqiqah adalah sebuah kata yang mengacu kepada makna asal
atau makna dasar, tanpa mengundang kemungkinan makna lain disebut,
sedangkan majaz adalah peralihkan makna dasar ke makna lainnya,
karena alasan tertentu, atau pelebaran medan makna dari makna
dasarnya.14

Dalam pandangan ulama ahli balaaghah konsep majaz sesungguhnya


tidak ada perbedaan yang krusial dengan isti’arah (peminjaman kata).
Perbedaan keduanya terletak pada ‘alaaqah (relasi antara makna dasar
dengan makna lain). Jika ‘alaaqah-nya mushaabahah (ada kesesuaian
antara makna dasar dengan makna lain) maka disebut isti’arah, dan

12
Wahab, Abdul. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. (Surabaya: Airlangga
University Press, 1998).65
13
Abdullah As-Sudais , Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-Maani'iin, ,
(Al-Maktabah Asy-Syaamilah, tt). 7
14
Abdullah As-Sudais , Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-Maani'iin, ,
(Al-Maktabah Asy-Syaamilah, tt). 8
8

sebaliknya, jika ‘alaaqah-nya gairu mushaabahah (tidak ada kesesuaian)


maka disebut majaz.15

Contoh:

‫رأيت أسدا يف الفصل‬


Saya melihat singa di kelas
Kata singa tersebut, bukanlah singa dalam arti sebenarnya.

b) Tasybih
Tasybih secara bahasa artinya menyerupakan Dalam istilah balaghah,
tasybih adalah : “menyamakan satu hal dengan hal lain dengan
menggunakan perangkat (sarana) tasybih untuk mengumpulkan
keduanya”. Tasybih juga dapat di artikan : “menyerupakan dua perkara
atau lebih yang memiliki kesamaan sifat karena ada tujuan yang di
kehendaki oleh penutur”. Melalui pengantar tentang tasybih, berikut ini
adalah rukun/unsur penting dalam tasybih, keberadaan masing-masing
unsure akan sangat penting untuk mensinergikan sebuah ungkapan.
Dengan istilah lain, bahwa unsure ini akan selalu ada dalam gaya bahasa
tasybih baik secara eksplisit maupun implicit. Dan rukun tersebut adalah
sebagai berikut : 1. Al-Musyabbah (sesuatu yang di bandingkan dengan
sesuatu lainnya karena ada persamaan sifat antara keduanya) 2. Al-
Musyabbah bih (sesuatu yang sifatnya di jadikan perbandingan) 3. Adat
al-Tasybih (perangkat untuk menggabungkan dua persamaan sifat yang
ada) 4. Wajh al-Syibh (kesamaan sifat yang di perbandingkan) 16

Tasybih berfungsi memperjelas makna serta memperkuat maksud dari


sebuah ungkapan. Sehingga orang yang mendengarkan pembicaraan bisa
merasakan seperti pengalaman psikologis si pembicara. Dalam

15
al-Haashimy, Ahmad. Jawaahir al-Balaaghah fii al-Ma’aany wa al-Bayaan wa al-Bady’.
(Jakarta: Maktabah Daar Ihyaa‟ al-Kutub al-‟Arabyyah, 1990) 291
16
Rasyid, Mohammed, Al-Madkhal fi -ilm Al-Balaghah, (Maktabah Dār al-Fikr, Lebanon)
47
9

persoalan-persoalan yang berkaitan dengan eskatologis al-Qur`an


seringkali digunakan bahasa metaforis yang diungkapkan dalam bentuk
gaya bahasa simile (tasybih). Karena bahasa metaforis memiliki kekuatan
yang bisa mempertemukan antara ikatan emosional dan pemahaman
kognitif sehingga seseorang dimungkinkan mampu melihat dan
merasakan sesuatu yang berada jauh di belakang teks.17
Dalam pembentukan ungkapan tasybih, ada 2 (dua) rukun yang wajib di
sebutkan dan tidak boleh di hilangkan yaitu musyabbah dan musyabbah
bih, jika salah satu dari kedua rukun tersebut tidak di sebutkan maka
ungkapan tersebut tidak dapat di sebut tasybih.
Contoh:

‫العلم كاحلياة واجلهل كاملوت‬


Ilmu Itu Bagaikan Kehidupan, Dan Kebodohan Bagaikan Kematian

c) Kinayah
Kinayah secara etimologis berasal dari kata bahasa arab ‫الكناية‬, bentuk
masdar (infinitif) dari kata ‫ َكنَى‬. Sedangkan secara terminologis kinayah
adalah suatu lafadz yang diungkapkan dengan menitikberatkan kepada
makna seharusnya beserta membolehkan penyebutan makna aslinya.18
Menurut al Hasyimi kinâyah secara leksikal bermakna tersirat.
Sedangkan secara terminologi kinâyah adalah suatu ujaran yang
maknanya menunjukkan pengertian pada umumnya (konotatif), akan
tetapi bisa juga dimaksudkan untuk makna denotatif. Sedangkan al-
Jahidz (255 H.) mendefinisikan kinâyah dengan makna yang tersirat.
Dalam pandangannya, kinâyah merupakan kebalikan dari fasahah dan
sarih (kata-kata yang jelas maknanya).19

17
Badawi, Ahmad Ahmad. Min Balaghah Al-Qur`an. (Kairo: Dar al- Nahdlah, 1950) 190
18
Muhammad Abdulmun'im Al-Qoi'ii ,Al-Ashlaan Fi 'Ulum Al-Qur'an, (Dar Al-Mun'im
Al-Qoi'ii, cet IV, 1996).314
19
Hasyimy, Ahmad Jawahirul- Balaghah, (Indonesia : Maktabah Dar Ihya -Kutubil
Arabiyyah, 1960 ) 345
10

Al-Mubarrad (w. 258 H.) merupakan sarjana bahasa yang melakukan


sistematisasi mengenai konsep kinayah. Dalam karyanya “al-Kaamil”, al-
Mubarrad menguraikan tiga model kinayah beserta fungsinya. Pertama,
menjadikan sesuatu lebih umum, kedua, memperindah ungkapan, dan
ketiga, untaian pujian. Namun al-Mubarrad tidak banyak mengulas pada
model pertama dan ketiga, ia lebih menitikberatkan pada model yang
kedua, yaitu kinayah sebagai penyempurna keindahan ungkapan,
khususnya yang diambil dari ayat-ayat al-Qur‟an.20
Contoh:

‫جاء كثري الرماد‬


Orang yang banyak debu dapurnya (dermawan) telah datang

C. Data ayat-ayat surat Ar-Rum dan Analisinya


1. Surat Ar-Rumm ayat 1-5
a) Ayat

       


      
         
     
        
(1). Alif laam Miim (2). telah dikalahkan bangsa Rumawi (3). di negeri yang
terdekatdan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang (4). dalam
beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman, (5). karena pertolongan Allah. Dia menolong
siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.

b) Analisis

20
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004).142
11

Ayat ini berbicara tentang kekalahan bangsa romawi, dimana telah terjadi
peperangan antara bangsa romawi dengan bangsa Persia. Dalam
peperangan tersebut, bangsa romawi dikalahkan oleh bangsa Persia.

Sekilas memanglah aneh, kenapa alquran yang notabenya merupakan


kitab suci orang islam, membahas tentang peperangan antara romawi dan
Persia yang bukan orang islam.

Akan tetapi dilihat dari background keduanya, yang mana bangsa romawi
merupakan ahli kitab dan bangsa Persia merupakan penyembah berhala.
Maka bisa ditarik benang merah sebuah hungunan antara orang islam
dengan romawi ataupun Persia. Dimana ada kesamaan antara orang islam
arab dengan romawi, yakni sama-sama mempunyai kitab suci, dan
kesamaan orang arab yang masih kafir dengan Persia, yakni sama-sama
menyembah berhala.

Dari dulu, dialek-dialek tentang perkubuan / keterpihakan memanglah


sudah ada, jelas sekali orang-orang arab yang sudah masuk islam
berpihak kepada bangsa romawi, karena sama-sama pemegang kitab suci.
sedang orang-orang kafir mekkah berpihak kepada bangsa Persia karena
sama-sama menyembah berhala.

Hipotesa diatas didukung oleh ayat yang berbunyi :

  


Dan di hari itu berbahagialah orang-orang mukmin
Aneh sekali orang mukmin berbahagia atas kemenangan bangsa romawi
jika tidak ada hubunganya sama sekali, sebagaimana di uraikan diatas,
orang-orang islam memihak bangsa romawi karena sama-sama
pemegang kitab suci, maka sangatlah wajar jika orang-orang islam arab
berbahagia atas kemengan bangsa romawi, karena mereka berasumsi jika
bangsa romawi mampu mengalahkan (atas izin Allah SWT) bangsa
Persia sang penyembah berhala, tentu sangat mungkin orang-orang islam
12

arab akan mampu mengalahkan orang-orang kafir arab peyembah berhala


atas kuasa Allah SWT juga.

Dari uraian diatas sangatlah jelas, bahasan alquran dalam surat ar-rum ini
sesuai dengan sosiolinguistik masyarakat arab pada zaman itu. Karena
sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori-teori tentang
hubungan masyarakat dengan bahasa. Berdasarkan pengertian
sebelumnya, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek –
aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan- perbedaan yang
terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor
kemasyarakatan.21

2. Suratt Ar-rum ayat 7


a) Ayat

      


   

Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang
mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.

b) Analisis

Kata “hayata ad-dunya” merupakan kinayah dari kesibukan-kesibuan


kehidupan seperti jual beli, menanam, membangun dan lain sebagainya.
Kata “Al-Akhiroti” juga merupan kinayah dari amal sholih yang
seharusnya mereka lakukan. Ketika mereka masih hidup didunia sebagai
bekal akhirat. Dinamakan kinayah, karena, sebagaimana telah
diungkapkan oleh al Hasyimi yakni kinâyah secara leksikal bermakna
tersirat22

21
Nababan, P.W.J.. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar………hlm 2
22
Hasyimy, Ahmad ……345
13

Kalimat “an al-akhirot” sendiri juga mengandung majaz, dimana terjadi


pengalihan makna dimana makna asli yang secara tekstual bermakna
akhirat, disini dimakna dengan kehidupan akhirat.

3. Surat Ar-rum ayat 12


a) Ayat

     

Dan pada hari terjadinya kiamat, orang-orang yang berdosa terdiam


berputus asa.

b) Analisis

Kalimat “taqumu as-sangatu” secara makna bahasaadalah waktu yang


akan berdiri, akan tetapi dalam konteks disini, bermakna pada hari
terjadinya kiamat, hal ini menunjukkan telah terjadi peralihan makna
dasar ke makna lainya atau terjadi pelebaran makna. 23, oleh karena itu
dapat ditarik kesimpulan, kalimat tersebut menggunakan majaz.

4. Surat Ar-rum ayat 15


a) Ayat

      


  

Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka


mereka di dalam taman (surga) bergembira.

b) Analisis

Kata “Roudhoh” secara bahasa bermakna taman, akan tetapi disini


terjadi pelebarann makna kata, dari makna “taman” ke makna “taman
surga", karena terjadinya pelebaran makna tersebut, maka bisa dikatakan

23
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa…….138
14

kalimat tersebut mengandung majaz.24 Karena Sibawayh mendefinisakan


majaz sebagai seni bertutur yang memungkinkan terjadinya perluasan
makna.

5. Surat Ar-rum ayat 21


a) Ayat

       


        
    
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir

b) Analisis

Secara bahasa mawaddah adalah cinta kasih, persahabatan, keinginan


untuk bersama. Imam As-Sayuthi ‫( رحمه هللا‬w. 911 H) dalam Tafsir Dur
Mantsur (11/595) dari riwayat Ibn Al-Mundzir dan Ibn Abi Hatim, dari
Al-Hasan rahimahullahu tentang firman Allah : “.. dan dijadikan-Nya di
antaramu mawadah”, beliau berkata, “al-jima”. Dengan demikian maka
mawaddah adalah makna kinayah dari nikah yaitu jima’ sebagai
konsekuensi dari pernikahan tersebut. Karena kinayah adalah suatu
lafadz yang diungkapkan dengan menitikberatkan kepada makna
seharusnya beserta membolehkan penyebutan makna aslinya.25

6. Surat Ar-rum ayat 35


a) Ayat

24
Abdullah As-Sudais , Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-
Maani'iin, , (Al-Maktabah Asy-Syaamilah, tt). 7
25
Muhammad Abdulmun'im Al-Qoi'ii ,Al-Ashlaan Fi 'Ulum Al-Qur'an, (Dar Al-Mun'im
Al-Qoi'ii, cet IV, 1996).314
15

        


 

Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, lalu


keterangan itu menunjukkan (kebenaran) apa yang mereka selalu
mempersekutukan dengan Tuhan?

b) Analisis

Penggunaan lafadz (‫زل‬%%‫( ) أن‬telah menurunkan) di dalam ayat ini adalah

secara haqiqat, sedangkan penggunaan lafadz ( ‫لطان‬%% ‫) س‬ (kekuasaan)

adalah secara majaz sehingga ia di maknai ( ‫( ) برهان‬dalil/keterangan).

(‫لطان‬%‫ )س‬dari segi kalimat ‘arabiyah yang artinya menurut kamus adalah

Raja. Tapi dalam ayat ini tidak sesuai dengan makna yang
dikehendakinya yaitu bukan lagi diartikan dengan makna hakiki, tetapi
diartikan dengan makna majazi yang artinya adalah (bukti), hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa majaz adalah peralihkan makna
dasar ke makna lainnya, karena alasan tertentu, atau pelebaran medan
makna dari makna dasarnya.26

Nah, jelasalah bahwa dalam ini ada terkandung makna majaz. Dan disini
kami bisa menyimpulkan pemahaman bahwa kalimat majaz yang

terdapat dalam ayat di atas adalah ( ‫ )سلطانا‬yang diartikan bukan dengan

makna hakikatnya.

7. Surat Ar-rum Ayat 43


a) Ayat

26
Abdullah As-Sudais , Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-Maani'iin, ,
(Al-Maktabah Asy-Syaamilah, tt). 8
16

      


        
 
Oleh Karena Itu, Hadapkanlah Wajahmu Kepada Agama Yang Lurus
(Islam) Sebelum Datang Dari Allah Suatu Hari Yang Tidak Dapat Ditolak
(Kedatangannya): Pada Hari Itu Mereka Terpisah-Pisah

b) Analisis

kalimat “wajhaka” yang berarti “wajahmu” tidaklah serta merta harus


dipahami secara tekstual, akan tetapi lebih kepada kesungguhan sejauh
mana seorang manusia berpegang teguh terhadap agama yang benar.
Karena jika hanya di fahami secara tekstual, konsekuensinya adalah
terjadinya penyempitan pemahaman tentang memegang teguh agama itu
sendiri, karena ketika hanya di fahami sebatas menghadapkan wajah,
maka hal itu sangatlah sepele. Dalam konteks ayat ini, dalam hal
pemaknaan mengalami perluasan makna, yakni dari makna “wajahmu”
menuju makna yang lebih luas lagi.27 Karenanya ayat tersebut termasuk
kategori ayat yan mengandung majaz.

Kata ‘Ad-Din Al-Qoyyim” sendiri merupan kinayah dari agama islam,


karena sudah menjadi fakta ilmiyah dalam Al-Qur’an, bahwa agama
yang paling lurus / paling benar adalah agama islam. Adanya kinayah
dalam ayat ini menunjukkan betapa Al-Qur’an mampu dan sangat
mampu mengalahkan keindahan-keindahan bahasa arang-orang arab
yang memang hebat dalam bertutur kata.

8. Surat Ar-rum ayat 48


a) Ayat

     


     
27
Abdullah As-Sudais , Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-Maani'iin, ,
(Al-Maktabah Asy-Syaamilah, tt). 8
17

       


       
 
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan
dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya,
dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar
dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-
hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira

b) Analisis

Lafad ‫ودق‬%% % ‫ال‬ secara bahasa bermakna keramahan, akan tetapi dalam

kontek ayat ini, lafadh ‫ودق‬%‫ ال‬beralih makna menjadi hujan, hal ini tentu
saja menunjukkan suatu tatanan tersendiri dalam ilmu kebahasaan,
peralihan makna inilah yang dinamakan dengan majaz, 28 dengan adanya
majaz dalam ayat ini, menunjukkan betapa bahasa al-qur’an relevan
dengan sosio kultural orang arab. Sperti yang telah kita ketahui, orang-
orang arab pra islam sangatlah bangga dengan keindahan bahasa mereka,
orang-orang arab mengangkat syair, sajak-sajak, puisi, dsb diatas
kehormatan mereka. Semakin indah syair mereka, semakin dihormati
mereka. Sampai pada al-quran diturunkan, barulah para penyair-penyair
hebat tersebut ibarat bertekuk lutut dibawah keindahan bahasa al-quran,
dan hal tersebutlah salah satu hal yang menjadikan alqur’an sebagai
mu’jizat nabi SAW.

9. Surat Ar-rum ayat 50


a) Ayat

28
Abdullah As-Sudais , Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-Maani'iin, ,
(Al-Maktabah Asy-Syaamilah, tt). 8
18

      


      
       
Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah
menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang
berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-
orang yang telah mati. dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

b) Analisis

Perintah pada ayat ini ; Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah,


pada dasarnya adalah anjuran untuk melihat akan nikmat allah berupa
hujan, yang mana dengan lantaran hujan tersebut, allah menghidupkan
bumi mati. penggunaan susunan kalimat yang seperti itu merupakan
implikasi dari konsep kinayah, yakni dengan menggunakan kata rahmat
yang sifatnya umum sebagai penggati dari kata hujan yang bersifat
khusus.29 Fungsi yang lain dari kinayah, selain untuk meng_umum_kan
suatu kalimat, juga sebagai pemerindah ungkapan serta untuk pertalian
pujian.

D. Kesimpulan Dan Penutup


1. Kesimpulan
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya dalam surat ar-Rum,
meskipun secara nama seperti tidak ada hubunganya dengan social budaya
orang arab, akan tetapi setelah dicermati secara sedikit mendalam,
hubungan tersebut bisa terlihat. Dilihat dari perspektif sosiolinguistik,
dalam surat Ar-rum terdapat dialek-dialek yang menunjukkan bahwa
sosiolinguistik al-Qur’an sesuai dengan sosiolinguistik bangsa arab.

29
Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa……...142
19

Hasil analisis dalam surat ar-Rum tersebut dapat diambil kesimpulan


secara umum bahwa, dalam surat tersebut terdapat susunan-susunan kaidah
kebahasaan orang arab meliputi : majaz, tasybih, dan kinayah. Hal ini jelas
menunjukkan hubungan erat antara sosiolinguistik Al-Qur’an dengan
sosiolinguistik orang arab

2. Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai analisis yang
menjadi pokok bahasan dalam penelitian tingkat kecil ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan
dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
penelitian ini.
20

Daftar pustaka

Abdullah As-Sudais, Al-Majaaz 'Inda Al-Usuliyyin Bain Al-Mujiiziin Wa Al-


Maani'iin, Al-Maktabah Asy-Syaamilah.
Al-Haashimy, Ahmad. 1990. Jawaahir al-Balaaghah fii al-Ma’aany wa al-
Bayaan wa al-Bady’. Jakarta: Maktabah Daar Ihyaa‟ al-Kutub
al-‟Arabyyah.
Badawi, Ahmad Ahmad. 1950. Min Balaghah Al-Qur`an. Kairo: Dar al- Nahdlah.
Crystal, David, 1994. An Encyclopedic Dictionary of Language and Language.
New York: Penguin Books.

Hasbi Ash Shiddieqy. 1987. Sejarah dan pengantar ilmu al quran/tafsir. Jakarta:
Bulan Bintang.

Kaelan, M. S. 2003. “Kajian Makna al-Qur`an (Suatu Pendekatan Analitika


Bahasa)”, dalam Hermeneutika al-Qur`an Mazhab Yogya. Yogyakarta:
Islamika

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kridalaksana, Harimurti, 1993. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga, Cetakan Pertama.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Muhammad Abdulmun'im Al-Qoi'ii, Al-Ashlaan Fi 'Ulum Al-Qur'an, Dar Al-
Mun'im Al-Qoi'ii, 1996, cet IV.
Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ngalim, Abdul, 2011. Wacana Khas Komunikasi Promosi Perbankan dalam
Kajian Sosiolinguistik. Cetakan Pertama. Surakarta: Muhammadiyah
University Press

Rasyid, Mohammed, Al-Madkhal fi ilm Al-Balaghah, Maktabah Dār al-Fikr,


Lebanon
Sumarsosno, 2011. Sosiolinguistik. Cetakan VII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar-
Sabda
21

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Surakarta:


Henary Offset
Wahab, Abdul. 1998. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya:
Airlangga University Press
22

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK SURAT AR-RUM

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Sosiolinguistik

Disusun Oleh :
Muh. Amrul Aziz 212417007

Dosen Pengampu :

Dr. Agus Tricahyo. M.A.

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO

2018

Anda mungkin juga menyukai