Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-
Nya, kami dapat menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Bahasa
Daerah terhadap Bahasa Indonesia” dengan lancar.

Adapun maksud penyusunan karya tulis ini untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia. Rasa
terima kasih kami tidak terkirakan kepada yang terhormat Ibu Riqoh Fariqoh. Serta semua
pihak yang telah mendukung dalam penyusunan karya tulis ini yang tidak bisa kami sebutkan
satu persatu.

Harapan kami bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh penggunaan bahasa daerah terhadap
penggunaaan bahasa Indonesia.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna dengan keterbatasan yang
kami miliki. Tegur sapa dari pembaca akan kami terima dengan tangan terbuka demi
perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.
BAB 1

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dan mahkluk hidup lainnya
untuk berkomunikasi dengan orang lain atau sesamanya. Indonesia merupakan salah satu
negara yang mempunyai beragam suku dan budaya, tentunya memiliki beragam pula
bahasa daerah. Ada orang Jawa dengan Bahasa Jawanya, orang Padang dengan bahasa
Minangnya, serta ada orang Papua dengan bahasa dan logat Papuanya yang khas. Untuk
mempersatukan kemajemukan Bahasa daerah tersebut, negara mengakui adanya bahasa
persatuan yang menyatukan itu semua yakni bahasa Indonesia.

Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan Bahasa Indonesia oleh masyarakat tentu


berbeda beda. Untuk wilayah yang banyak orang-orangnya yang berasal dari bermacam
macam latar budaya seperti di kota-kota besar contohnya Bandung, maka penggunaan
bahasa Indonesia lebih sering disisip oleh bahasa Sunda karena memiliki latar
kebudayaan yang sama sehingga mereka lebih nyaman untuk menggunakan bahasa
daerahnya.

Fenomena penyisipan bahasa daerah tersebut menimbulkan munculnya suatu pola pada
bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, penyisipan bahasa
daerah menyebabkan kurangnya wawasan orang-orang mengenai penggunaan bahasa
yang sesuai dengan kaidah, baik bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Maka dari itu
kami mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Bahasa Daerah terhadap
Penggunaan Bahasa Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Faktor apa saja yang menyebabkan penyisipan bahasa daerah dalam percakapan
sehari-hari?
1.2.2 Bagaimana hubungan penyisipan bahasa daerah dengan pelestarian bahasa
tersebut?
1.2.3 Bagaimana pengaruh penyisipan bahasa daerah terhadap keterampilan seseorang
dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar?
1.2.4 Bagaimana pengaruh penyisipan bahasa daerah terhadap etika dan tingkah laku
seseorang?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan penyisipan bahasa daerah dalam
percakapan sehari-hari.
1.3.2 Mengetahui hubungan penyisipan bahasa daerah dengan pelestarian bahasa saerah
dengan pelestarian bahasa tersebut.
1.3.3 Mengetahui pengaruh penyisipan bahasa daerah terhadap keterampilan seseorang
dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
1.3.4 Mengetahui pengaruh penyisipan bahasa daerah terhadap etika dan tingkah laku
seseorang.

1.4 Manfaat

1.4.1 Mendapatkan informasi tentang kebiasaan masyarakat dalam penggunaan bahasa


sehari-hari.
1.4.2 Menambah wawasan mengenai penggunaan bahasa daerah.
1.4.3 Menemukan cara untuk berbahasa yang baik dan benar, baik menggunakan
Bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penilitian ini adalah orang-orang dengan rentang usia 15-24 tahun
dari beberapa kota di Pulau Jawa.

BAB 2

2.1 Faktor Penyebab Penyisipan Bahasa Daerah


Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1) memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian
pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem
komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat
arbitrer. Indonesia mempunyai banyak suku dan budaya, sehingga tentunya penggunaan
bahasa Indonesia di setiap daerah berbeda. Menurut data dari hasil kuesioner yang kami
peroleh, mayoritas responden menggunakan bahasa daerah sesuai dengan domisilinya.
Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang mempengaruhi bahasa yang digunakan
responden. Menurut Jonny Purba dalam bukunya yang berjudul “Pengelolaan Lingkungan
Sosial”, lingkungan adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-
macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan
nilai. Oleh karena itu, faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap bagaimana
seseorang menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan merupakan
tempat berlangsungnya interaksi sosial, maka orang yang berada di suatu lingkungan
tertentu akan beradaptasi di daerah tersebut untuk berkomunikasi. Salah satunya adalah
lingkungan keluarga yang merupakan salah satu lingkungan yang mempengaruhi
seseorang berbahasa daerah karena seseorang yang diajarkan berbahasa daerah sejak lahir
oleh keluarganya akan terbiasa menggunakan bahasa tersebut. Lingkungan yang lain
yaitu lingkungan pertemanan, di mana seseorang merasa dirinya harus mengikuti bahasa
yang digunakan teman-temannya agar bisa berbaur dengan teman temannya.

Dari data kuesioner selanjutnya didapatkan bahwa pendidikan sekolah mempengaruhi


seseorang berbahasa daerah. BNSP menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum 2013 adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan dengan berpedoman pada
kurikulum Nasional. Kurikulum 2013 terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Dalam kurikulum tersebut, muatan lokal merupakan kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan
ke dalam mata pelajaran yang ada. Sehingga pemerintah menetapkan mata pelajaran
khusus bahasa daerah tertentu. Contohnya di Jawa Barat, pemerintah menetapkan Bahasa
Sunda sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada murid. Dengan adanya
ketetapan ini, para murid bisa mendalami bahasa daerah yang digunakan. Namun,
pendidikan dengan metode teacher-centric belum tentu bisa mempengaruhi para murid
untuk menggunakan bahasa daerah sesuai dengan kaidahnya dalam percakapan sehari-
hari. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang lebih komunikatif akan meningkatkan
probabilitas digunakannya bahasa daerah yang baik oleh para murid di luar kelas.

2.2 Hubungan Penyisipan Bahasa Daerah dengan Pelestariannya

Dari data yang kami peroleh, mayoritas responden beranggapan bahwa penyisipan bahasa
daerah memberikan kontribusi terhadap pelestariannya. Namun, dari data yang lain
didapatkan bahwa sebagian besar responden (sebesar 88,4%) mencampur bahasa daerah
dengan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Hal ini menyebabkan tidak
utuhnya pelestarian bahasa daerah karena hanya nilai kebahasaan dasarnya (surface level)
yang dilestarikan. Kaidah bahasa daerah seperti Undak-usuk Basa dalam bahasa Sunda
jarang digunakan oleh generasi muda. Dikutip dari blog Kompasiana yang ditulis oleh
Asep Salahudin dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung, kurangnya
penggunaan Undak-usuk ini dikarenakan proses “kepunahan” kebudayaan dan bahasa
Sunda selalu dialamatkan pada struktur basa Sunda yang feodal. Undak usuk basa Sunda
dinilai sangat struktural, birokratis, dan feodal sehingga sulit dikuasai orang Sunda dari
zaman ke zaman, apalagi oleh generasi muda yang terdidik dalam lingkungan pendidikan
modern. Undak-usuk dirasa berseberangan dengan arus demokratisasi dan egalitarianisasi
masyarakat. Pada aspek lain, kondisi kebudayaan Sunda yang memprihatinkan ditemukan
pada sangat sedikitnya historiografi Sunda, baik yang ditulis orang Sunda sendiri, apalagi
sejarawan asing, terutama bila dibandingkan dengan Jawa. Tampaknya eksistensi
kebudayaan Sunda yang “kalah” ini kurang menarik minat sejarawan, terutama sejarawan
asing, untuk mengungkap sejarah Sunda, seperti ketertarikan mereka yang luar biasa pada
sejarah Jawa. Namun, pada bahasa Jawa yang sama-sama memiliki kaidah khusus seperti
bahasa Sunda sudah jarang diikuti. Hal yang sama juga ditemukan pada bahasa daerah
lain yang mempunyai kaidah khusus dalam penggunaannya. Maka bisa saja dikatakan
penyisipan bahasa daerah berkontribusi dalam pelestariannya, tetapi disertai juga dengan
lunturnya unsur-unsur yang ada di dalamnya. Hal ini kontradiktif dengan hasil kuesioner
kami di mana 65,1% responden beranggapan bahwa penyisipan bahasa daerah tidak
mengurangi nilai, unsur, atau derajat dari bahasa tersebut.
Menurut responden yang beranggapan bahwa penyisipan bahasa daerah dalam
percakapan sehari hari dapat melestarikan bahasa tersebut, salah satu alasannya adalah
karena jika seseorang terbiasa menggunakannya maka bahasa tersebut tidak akan hilang
dan tetap terjaga kelestariannya. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Dr. Hurip Danu
Ismadi, M.Pd. dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, bahwa antara ratusan
bahasa yang terdapat di Indonesia tersebut, dari tahun ke tahun jumlahnya terus
berkurang hingga terancam punah, bahkan ada yang sedang menuju kepunahan.  Apabila
kita melihat peta kebahasaan di Indonesia—berdasarkan pemetaan yang dibuat Unesco
(Moseley, 2010) — dapat ditemukan bahwa bahasa-bahasa yang terancam punah itu
terbanyak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur. Hal tersebut dikarenakan
keberagaman bahasa di Indonesia timur lebih kaya. Berbeda dengan di pulau Jawa yang
hanya memiliki tiga bahasa terbesar (Jawa, Sunda, dan Madura) dengan beragam
dialeknya. Oleh karena itu, sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai beragam suku dan
bangsa hendaknya dilestarikan bahasa daerah itu sendiri.

Adapun dalam Pasal 36 UUD 1945 mengamanatkan tentang bahasa negara yang
kemudian hal itu dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009. Dalam
Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa terdapat empat hal penting tentang perlunya
bangsa Indonesia melakukan upaya pengembangan, pembinaan, pelindungan bahasa dan
sastra, serta menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Hal ini berarti
walaupun kita harus melestarikan bahasa daerah, namun bahasa persatuan kita tetaplah
Bahasa Indonesia. sebagai masyarakat Indonesia yang bijak, maka selayaknya kita harus
bisa menggunakan bahasa ini dengan baik dan benar. Pada era modern banyak muncul
bahasa-bahasa inovasi yang secara tidak langsung menghancurkan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik di masyarakat. Tidak hanya kalangan tua yang harus berbahasa
Indonesia yang benar, namun generasi mudalah yang harus mampu melakukannya
dengan lebih baik.

2.3 Pengaruh Penyisipan Bahasa Daerah dengan Keterampilan Seseorang dalam


Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Dari hasil data kuesioner yang diperoleh, sebanyak 74,4 % memilih tidak setuju terhadap
pernyataan bahwa penyisipan daerah dapat menyebabkan berkurangnya keterampilan
berbahasa Indonesia. Adapun mayoritas responden memilih skala 4 dari 5 pada
pertanyaan “Seberapa baikkah Anda dalam menggunakan Bahasa Indonesia?”. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa daerah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap
keterampilan seseorang berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, keterampilan seseorang
berbahasa daerah tidak dinilai dari kemampuan mereka berbahasa daerah. Kurangnya
literasi juga mampu mempengaruhi seseorang dalam keterampilan seseorang berbahasa
Indonesia. Dari web yang kami kutip, dalam berkomunikasi kita digunakan keterampilan
berbahasa yang telah dimiliki, seberapapun tingkat atau kualitas keterampilan itu. Ada
orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal sehingga setiap tujuan
komunikasinya mudah tercapai. Namun, ada pula orang yang sangat lemah tingkat
keterampilannya sehingga bukan tujuan komunikasinya tercapai, tetapi malah terjadi
salah pengertian yang berakibat suasana komunikasi menjadi buruk.

Tidak adanya kemampuan berbahasa dapat menyebabkan tidak terungkapnya pikiran,


tidak terekspresikannya perasaan, dan tidak terlaporkannya fakta-fakta yang diamati.
Pihak lain pun tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang
disampaikan. Pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat disampaikan dengan
sempurna, bahkan tidak akan dapat disampaikan dengan sempurna, bahkan tidak akan
dapat diwariskan kepada generasi berikutnya apabila tidak dapat memperoleh
pengetahuan yang disampaikan para pakar ketika tidak memiliki keterampilan membaca
yang memadai.

Dalam berbahasa secara lisan, dikenal empat macam keterampilan atau kemampuan
dasar, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Membaca yang mana
merupakan kemampuan untuk memahami bahasa tulis dan mendengar yang mana
merupakan kemampuan untuk memahami bahasa lisan, keduanya merupakan kemampuan
berbahasa yang bersifat reseptif. Sedangkan kemampuan yang bersifat produktif dalam
bahasa tulis adalah kemampuan menulis. Dengan kata lain, kemampuan berbicara
merupakan kemampuan bahasa lisan yang bersifat produktif.

Sehubungan dengan kemampuan berbicara, sebagaimana dikemukakan oleh Guntur


Tarigan (dalam Isah Cahyani dkk. 1985:15) bahwa, kemampuan berbicara adalah
kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, mengatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Dengan kata lain tujuan berbicara adalah untuk melakukan interaksi ataupun komunikasi
demi tujuan tertentu yang dituju oleh si pembicara.
Selain itu, seseorang dikatakan mampu atau terampil dalam berbicara bila yang
bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa secara tepat pula guna menyampaikan
pikiran, perasaan, gagasan, fakta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi. Tentunya,
dalam pencapaiannya tidak hanya dibutuhkan latihan dari yang bersangkutan melainkan
juga diperlukan sebuah pembelajaran yang baik.

Menyimak atau mendengarkan yang dimaksud di sini bukan sekedar mendengar bunyi-
bunyi bahasa melainkan juga memahaminya. Kemampuan ini berhubungan dengan
kemampuan untuk memahami kata-kata yang didengarkan juga untuk membedakan
bentuk-bentuk tekanan dan nada yang didengar serta untuk mengenali dan mendeteksi
kata-kata khusus yang mengidentifikasi gagasan pokok, topik dan tema yang didengar.

Tidak dapat dimungkiri bahwa setiap dari kita selalu menggunakan kemampuan bahasa
lisan pada setiap kesempatan. Tidak dapat dibayangkan jika kita, terutama mahasiswa,
kurang cakap dalam kemampuan ini, tentu kita akan kesulitan dalam menjalani kegiatan
keseharian. Namun betapa menguntungkannya jika mahir dalam kemampuan bahasa
lisan. Setiap dari apa yang baik kita dengarkan maupun kita bicarakan tentu terasa
semakin berarti. Namun, dalam pencapaiannya sudah pasti tidak hanya membutuhkan
latihan dari pribadi diri sendiri tapi juga membutuhkan pembelajaran yang baik.

2.4 Pengaruh Penyisipan Bahasa Daerah terhadap Etika dan Tingkah Laku Seseorang

Sebanyak 79,1% responden menganggap bahwa penggunaan sisipan bahasa daerah


lumayan mempengaruhi etika dan tingkah laku orang-orang di sekitar. Hal ini selaras
dengan data kami yang lain di mana dalam skala 1 sampai 5, sebanyak 53,5% responden
memilih 3 pada pertanyaan “Menurut penilaian Anda, seberapa baik orang-orang di
sekitar Anda menggunakan bahasa daerah sesuai dengan kaidah yang berlaku? (Contoh:
Dalam bahasa Sunda terdapat Undak-usuk Basa)”. Hal ini dikarenakan kaidah
kebahasaan pada bahasa daerah

Anda mungkin juga menyukai