Anda di halaman 1dari 14

BAHASA BAKU

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu

Norannabiela, S. Hum, M. hum,.

Disusun oleh:

Citra Sonia (1808076037)


Alfina Masruroh (1808076048)
Nur Hikmah (1808076052)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa baku adalah bahasa yang mempunyai pengaruh dalam segi
bahasa di Indonesia. Tidak memandang siapapun yang memakai bahasa
Indonesia, menggunakan dua macam bahasa yakni bahasa baku dan
nonbaku, jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia.
Bahasa juga dapat digunakan sebagai alat penghubung anatara suatu
masyarakat dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan
komunikasi dalam kehidupan.
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas.
Namun pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami
secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal ini
terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat berpendapat bahasa
baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. Mereka tidak mampu
membedakan antara bahasa yang baku dan yang nonbaku.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyrakat.
Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia
wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu
ada yang disebut bahasa baku. Dimana bahasa baku merupakan standar
penggunaan bahasa yang dipakai dalam bahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bahasa baku?
2. Apa saja fungsi bahasa baku?
3. Apa sifat-sifat bahasa baku?
4. Bagaimana pembakuan bahasa Indonesia?
5. Apa saja ciri-ciri bahasa baku?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bahasa baku
2. Untuk mengetahui fungsi dari bahasa baku
3. Untuk mengetahui sifat-sifat bahasa baku
4. Untuk mengetahui bagaimana pembakuan bahasa Indonesia
5. Untuk mengetahui ciri-ciri bahasa baku
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Baku

Ragam bahasa orang yang berpendidikan merupakan pokok yang


banyak ditelaah orang. Dari telaah ini diketahui kaidah-kaidahnya, yang
memang paling lengkap di antara ragam-ragam lainnya. Ragam yang
dipakai di sekolah ini memiliki gengsi tinggi, sebab di samping penuturnya
orang-orang berpendidikan, orang-orang inilah yang selama ini menjadi
pemuka-pemuka masyarakat. Ragam bahasa orang-orang inilah yang
dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Dari sinilah
lahir bahasa baku atau bahasa standar.

Bahasa baku merupakan ragam bahasa yang dilembagakan dan diakui


oleh sebagian besar masyarakat pemakaiannya sebagai bahasa resmi dan
sebagai kerangka rujukan kaidah bahasa dalam penggunaannya. Bahasa
baku biasanya menggunakan bahasa standar, yaitu bahasa yang
menggunakan acuan standarisasi, yaitu merujuk pada kamus Bahasa
Indonesia. Bahasa baku biasanya digunakan pada situasi resmi. Sementara
pada situasi tidak resmi, penutur lebih memilih menggunakan bahasa tidak
baku. Prinsip yang digunakan dalam bahasa tidak resmi adalah
komunikatif atau asal orang yang diajak berbicara dapat memahami
maksud yang disampaikan penutur. Hal ini mengakibatkan penutur bahasa
mengesampingkan penggunaan bahasa baku. Kaidah dan aturan dalam
bahasa baku tidak lagi menjadi perhatian seorang penutur.1

B. Fungsi Bahasa Baku

Fungsi bahasa yang terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama
atau berkomunikasi di dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Untuk
berkomunikasi sebenarnya dapat juga digunakan cara lain, misalnya
isyarat, lambang-lambang gambar atau kode-kode tertentu lainnya. Tetapi
dengan bahasa komunikasi dapat berlangsung lebih baik dan lebih
sempurna. (Chaer, 2011). Bahasa baku mendukung tiga fungsi yang
bersifat pelambang (simbolis), yaitu:

1. Fungsi pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan


sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
Seseorang dapat dikatakan sebagai bangsa Indonesia, antara lain
1
Endang Rumaningsih, Bahasa Indoneisa Bahasa Bangsaku (Semarang: Pusat Pengembangan
Bahasa UIN Walisongo Semarang 2018), hlm.151-152.
ditandai oleh kemampuanya dalam menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar.
2. Fungsi pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi
pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya.
3. Fungsi pembawa kewibawaan, pemakaian bahasa baku dapat
memperlihatkan kewibawaan pemakainya. Satu fungsi yang bersifat
objektif yaitu fungsi sebagai kerangka acuan. Bahasa baku menjadi
tolak ukur benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau
sekelompok orang. Bahasa baku bisa mempersatukan segala penutur
dari bermacam-macam dialek. Dengan bahasa baku ini, bahasa
Indonesia memiliki kekhasan yang membedakannya dari bahasa lain.2

C. Sifat-sifat Bahasa Baku


Bahasa baku ditandai dengan penggunaan kata, bentukan kata frasa
dan kalimat serta ejaan yang benar. Dengan kata lain bahasa baku adalah
ragam bahasa yang ejaan, tata bahasa, dan kosa katanya diakui
kebenarannya dikalangan masyarakat luas dan didijadikan norma
pemakaian bahasa yang benar. Secara umum, bahasa baku atau bahasa
setandar memiliki tiga sifat, yaitu:
1. Memiliki sifat kemantapan dinamis.
2. Memiliki sifat kecendekiaan.
3. Penyeragaman kaidah.

Ragam bahasa baku atau standar memiliki sifat kemantapan dinamis.


Sifat kemantapan dinamis berupa kaidah dan aturan yang tetap dan pasti.
Bahasa baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat sehingga
menimbulkan kemapanan pemakaian bahasa yang benar. Kaidah
pembentukan kata yang mantap akan menumbuhkan sikap taat asas
sehingga mendorong pemakian kata-kata perajin dan perusak, bukan
pengrajin dan pengrusak.

Ciri kedua yang menandai bahasa baku adalah sifat kecendikiannya.


Kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan
sitematis. Kecendikiaan ditunjukan melalui kemampuan menguraikan
pikiran dengan bahasa yang logis, teratur, dan sistematis. Penguasaan
kalimat yang efektif dan istilah-istilah baku adalah kunci untuk mencapai
bahasa yang cendikia.

2
Endang Rumaningsih, Mahir Berbahasa Indonesia, ( Semarang: raSAIL,2011), hlm. 65-66.
Ciri ketiga, kriteria bahasa baku atau standar dalam berbahasa
menyaratkan adanya keseragaman kaidah. Proses pembakuan sampai taraf
tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam
bahasa atau penyeragaman variasi bahasa. penyeragaman kaidah adalah
upaya untuk membuat standar resmi yang dapat digunakan dan dijadikan
rujukan bersama para penutur bahasa.3

D. Pembakuan Bahasa Indonesia

Di dalam kebahasaan, terdapat tradisi yang mengutamakan studi


gramatikal tentang ragam yang tinggi. Hal itu dapat dipahami bahwa
ragam itulah yang diajarkan di dalam sistem persekolahan. Tradisi
penulisan tata bahasa Melayu, Malaysia, dan Indonesia. Tradisi itulah yang
meletakkan dasar bagi usaha pembakuan bahasa. Norma ragam pokok
yang tinggi di bidang ejaan tata bahasa dan kosakata dikodifikasi. Ragam
yang rendah yang tidak mengenal kodifikasi menunjukkan perkembangan
ke arah keanekaan ejaan, variasi yang luas di dalam lafal, tata bahasa, dan
kosakata. Jika wilayah pemakaian bahasa yang bersangkutan amat luas,
seperti bahasa Indonesia, dapat timbul berjenis-jenis ragam rendah
kedaerahan yang akhirnya menyulitkan pemahaman timbal balik.
Demikian pula halnya dengan komunikasi penutur ragam rendah bahasa
Melayu – Indonesia di berbagai wilayah kepulauan Nusantara yang
bertambah sulit karena adanya sejumlah dialek geografis Melayu –
Indonesia atau bahasa daerah yang hidup secara berdampingan dan yang
mencoraki ragam itu dengan warna setempat.

Situasi kebahasaan itu pulalah yang menjelaskan mengapa sampai


saat ini, ada perbedaan yang cukup besar di antara pemakaian bahasa
Indonesia ragam tulisan, di satu pihak, dan ragam lisan, di pihak yang lain.
jika penutur bahasa Indonesia dewasa ini berkata bahwa bahasa Indonesia
termasuk golongan bahasa yang mudah, maka yang dimaksud merujuk ke
ragam pokok yang rendah yang ia kuasai. Jika ia berkata bahwa bahasa
Indonesia itu sulit, maka yang dimaksud merujuk pada ragam pokok yang
tinggi. Pengakuan ke macam ragam pokok yang berbeda menjelaskan
adanya paradoks di masyarakat bahwa bahasa Indonesia itu mudah dan
sekaligus sukar dipelajari atau dipakai.

Dengan latar kebahasaan di atas, masalah pembakuan bahasa


Indonesia memperoleh dimensi tambahan yang hingga kini tidak sering
dipersoalkan atau memang dianggap tidak diperhitungkan lagi bagi
3
Endang Rumaningsih, Bahasa Indoneisa Bahasa Bangsaku (Semarang: Pusat Pengembangan
Bahasa UIN Walisongo Semarang 2018), hlm.154.
keberhasilan pembakuan itu. Hal ini perlu di bahas, misalnya, norma
bahasa yang berlaku untuk bahasa Indonesia baku dan golongan penutur
mana yang dapat dijadikan dasar bagi norma itu. Pertanyaan yang muncul
kemudian adalah apakah bahasa Indonesia baku kelak harus menjalankan
segala jenis fungsi kemasyarakatan. Pertanyaan itu akan dijawab dalam
uraian berikut ini.

Pembakuan bahasa Indonesia dilakukan oleh badan pemerintahan


yang resmi disebut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahsa atau yang
biasa disebut Pusat Bahasa. Karena ragam bahasa dunia pendidikan
didahulukan dalam proses pembakuan ini, maka kerja sama antara Pusat
Bahasa dengan para pendidik atau guru dan pengembangan ilmu di
berbagai lembaga pendidikan merupakan persyaratan berhasilnya
penyetandaran bahasa. Penyetandaran bahasa baku bahasa Indonesia
selama ini diresmikan sebagai bahasa pemersatu, sampai sekarang
mengalami berbagai perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah
untuk mencapai perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman.

Pembakuan bahasa Indonesia yang pertama dilakukan pada tahun


1991 dengan adanya pembukuan bahasa Indonesia Van Ophuijsen, kedua
pada tahun 1947 dengan adanya istilah Ejaan Soewandi, dan sejak tahun
1975 sampai sekarang dikenal dengan istilah Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), yang menguraikan kaidah ejaan secara rinci dan lengkap,
memenuhi syarat kecendekiaan, walaupun dalam pelaksanaannya masih
belum maksimal.4

D. Ciri-ciri Bahasa Baku

Ragam bahasa baku lazim digunakan dalam:

1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-menyurat


dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi,
perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2. Wacana teknis, seperti dalam laporan resmi, karangan ilmiah, buku
pelajaran, dan sebagainya.
3. Pembicaraan di depan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, khutbah,
dan sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati, dan sebagainya.
Pemakaian 1 dan 2 adalah didukung oleh ragam bahasa baku tertulis,
sedangkan pemakaian 3 dan 4 didukung oleh ragam bahasa baku lisan.
4
Endang Rumaningsih, Bahasa Indoneisa Bahasa Bangsaku (Semarang: Pusat Pengembangan
Bahasa UIN Walisongo Semarang 2018), hlm.155
Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-cirinya, yang antara lain
sebagai berikut :

a. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif


Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara eksplisit dan
konsisten. Misalnya :

1) Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara eksplisit dan


konsisten. Misalnya :
Bahasa baku

a) Gubernur meninjau daerah kebakaran


b) Pintu pelintasan kereta itu bekerja secara otomatis
c) Anaknya bersekolah di Bandung.
Bahasa tidak baku

a) Gubernur tinjau daerah kebakaran


b) Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis
c) Anaknya sekolah di Bandung.
2) Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat
majemuk secara eksplisit dan konsisten, misalnya :
Bahasa baku

a) Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.


b) Ibu guru marah kepada Sudin karena ia sering bolos.
Bahasa tidak baku

a) Ia tidak tahu anaknya sering bolos


b) Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
3) Pemakaian pola frase bentuk predikat aspek + pelaku+ kata kerja
secara konsisten, misalnya :
Bahasa baku

a) Surat anda sudah saya terima


b) Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan
c) Rencana itu sedang kami garap

Bahasa tidak baku

a) Surat anda saya sudah terima


b) Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan
c) Rencana itu kami sedang garap
4) Pemakaian kontruksi sintesis, misalnya :
Bahasa Baku

a) Anaknya
b) Membersihkan
c) Memberitahukan
d) Mereka
Bahasa Tidak Baku

a) Dia punya anak


b) Bikin bersih
c) Kasih tahu
d) Dia orang
5) Menghindari pemakaian unsur grametikal dialek regional atau
unsur grametikal bahasa daerah, misalnya :
Bahasa Baku

a) Dia mengontrak rumah dikebayoran


b) Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku

a) Dia ngontrak rumah di kebayoran lama.


b) Paman saya mobilnya baru

6) Penggunaan Kata-kata Baku


Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang digunakan
adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang
masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali
dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, misalnya :
Bahasa Baku
a) Cantik sekali
b) Lurus saja
c) Masih kacau
d) Uang
e) Tidak mudah
f) Diikat dengan kawat
g) Bagaimana kabarnya
Bahasa Tidak Baku
a) Cantik banget
b) Lenpeng saja
c) Masih semprawut
d) Duit
e) Enggak gampang
f) Diikat sama kawat
g) Gimana kabarnya
7) Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang
disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). EYD
mengatur mulai penggunaan huruf, penulisan kata (dasar,
berimbuhan, gabungan, ulang dan serapan), penulisan partikel,
penulisan angka, penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan
tanda baca. Misalnya :
Bahasa Baku
a) Bersama-sama
b) Melipatgandakan
c) Pergi ke pasar
d) Ekspres
e) System
Bahasa Tidak Baku

a) Bersama2
b) Melipat-gandakan
c) Pergi kepasar
d) Ekpres/espres
e) Sistim
8) Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia
belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal
baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri
lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal bahasa daerah. Misalnya :
a) Bahasa baku
b) Atap
c) Menggunakan
d) Kalaw
e) Pendidikan
f) Habis
g) Dengan
h) Subuh

Bahasa tidak baku

a) Atep
b) Menggunaken
c) Kalo, kalo’
d) Abis
e) De’ngan, dangen
f) Subueh
9) Penggunaan kalimat secara efektif
Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat
menyampaikan pesan pembicara atau penulis kepada pendengar
atau pembaca, persis seperti yang dimaksud oleh si pembicara atau
si penulis.
Keefektifan kalimat ini dapat dicapai, antara lain dengan :
a. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasa yang benar.
Misalnya :
Bahasa baku
1. Pulau buton banyak menghasilkan aspal
2. Tindakan-tindakan kekerasan itu menyebabkan penduduk
dan keluarganya merasa tidak aman
Bahasa tidak baku

1. Di pulau buton banyak menghasilkan kapal


2. Tindakan-tindakan kekerasan itu menyebabkan penduduk
merasa tidak aman dan keluarganya.
b. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis di dalam
kalimat. Misalnya :
Bahasa baku
1. Dia datang ketika kami sedang makan
2. Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang
Bahasa tidak baku

1. Ketika kami sedang makan dan dia datang


2. Loket belum dibuka walaupun hari tidak hujan

c. Penggunaan kata secara tepat dan efisien. Misalnya :


Bahasa baku
1. Korban lalu lintas kecelakaan bulan ini bertambah
2. Panen yang gagal memaksa kita untuk mengimpor beras
3. Nama gadis yang berbaju merah itu Siti Aminah
4. Bayarlah dengan uang pas!
Bahasa tidak baku

1. Korban lalu lintas bulan ini naik


2. Panen yang gagal memungkinkan kita mengimpor beras
3. Nama gadis yang mengenakan baju berwarna merah itu
Siti Aminah
4. Kepada para penumpang diharap supaya membayar
dengan uang pas.
d. Penggunaan variasi kalimat atau pemberian tekanan pada
unsur kalimat yang ingin ditonjolkan
Kalimat biasa
1. Dia pergi dengan diam-diam
2. Dengan pisau dikupasnya mangga itu
3. Karena dia tidak datang kami segera berangkat
Kalimat bertekanan

1. Pergilah dia dengan diam-diam


2. Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu
3. Karena dia tidak datang kami pun segera berangkat.5

BAB III

PENUTUP

5
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,2011), hlm. 4-8.
A. Simpulan
1. Bahasa baku merupakan ragam bahasa yang dilembagakan dan diakui
oleh sebagian besar masyarakat pemakaiannya sebagai bahasa resmi
dan sebagai kerangka rujukan kaidah bahasa dalam penggunaannya.
2. Bahasa baku mendukung tiga fungsi yang bersifat pelambang
(simbolis), yaitu:
a. Fungsi pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan
sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
Seseorang dapat dikatakan sebagai bangsa Indonesia, antara lain
ditandai oleh kemampuanya dalam menggunakan bahasa
Indonesia secara baik dan benar.
b. Fungsi pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi
pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya.
c. Fungsi pembawa kewibawaan, pemakaian bahasa baku dapat
memperlihatkan kewibawaan pemakainya. Satu fungsi yang
bersifat objektif yaitu fungsi sebagai kerangka acuan. Bahasa
baku menjadi tolak ukur benar tidaknya pemakaian bahasa
seseorang atau sekelompok orang. Bahasa baku bisa
mempersatukan segala penutur dari bermacam-macam dialek.
Dengan bahasa baku ini, bahasa Indonesia memiliki kekhasan
yang membedakannya dari bahasa lain. (Iskak, 2006)
3. Secara umum, bahasa baku atau bahasa setandar memiliki tiga sifat,
yaitu:
a. Memiliki sifat kemantapan dinamis.
b. Memiliki sifat kecendekiaan.
c. Penyeragaman kaidah.
4. Pembakuan bahasa Indonesia

Pembakuan bahasa Indonesia dilakukan oleh badan pemerintahan


yang resmi disebut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahsa atau
yang biasa disebut Pusat Bahasa. Karena ragam bahasa dunia
pendidikan didahulukan dalam proses pembakuan ini, maka kerja
sama antara Pusat Bahasa dengan para pendidik atau guru dan
pengembangan ilmu di berbagai lembaga pendidikan merupakan
persyaratan berhasilnya penyetandaran bahasa. Penyetandaran bahasa
baku bahasa Indonesia selama ini diresmikan sebagai bahasa
pemersatu, sampai sekarang mengalami berbagai perubahan.
Perubahan yang dimaksukan adalah untuk mencapai perkembangan
sesuai dengan kemajuan zaman.
5. Ragam Bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-cirinya, yang anatara
lain sebagai berikut :
a. Penggunaan kaidah tata Bahasa normative
b. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara eksplisit dan
konsisten
c. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat
majemuk secara eksplisit dan konsisten
d. Pemakaian pola frase bentuk predikat aspek + pelaku+ kata kerja
secara konsisten
e. Pemakaian kontruksi sintesis
f. Menghindari pemakaian unsur grametikal dialek regional atau
unsur grametikal bahasa daerah
g. Penggunaan Kata-kata Baku
h. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis
i. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan
j. Penggunaan kalimat secara efektif
k. Penggunaan kata secara tepat dan efisien.
l. Penggunaan variasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur
kalimat yang ingin ditonjolkan
B. Kritik dan Saran
Demikian apa yang dapat disajikan oleh penyusun, semoga
memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.


Rumaningsih, Endang. 2018. Bahasa Indonesia Bahasa Bangsaku.
Semarang: Pusat Pengembangan Bahasa UIN Walisongi
Rumaningsih, Endang. 2011. Mahir Berbahasa Indonesia. Semarang: raSAIL
2011

Anda mungkin juga menyukai