Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

“BAHASA BAKU DAN NON BAKU”


DIAMPU OLEH
Trisnawati Hutagalung, S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2 :
BEATRICE MARPAUNG
EDWIN PRASETYA TAMBA
FANNY ANGELINA SIMAMORA

KELAS : MATEMATIKA NONDIK A 2017

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah
dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah
Indonesia. Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak
hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari
bahasa Indonesia
Dalam bahasan Indonesia itu ada yang disebut bahasa baku. Dimana bahasa
baku merupakan standar penggunaan bahasa yang dipakai dalam bahasa Indonesia.
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan
istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan
makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau
masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. “Kita
berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam
situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda, 1997
: 30).
Slogan “pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar”, tampaknya
mudah diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika
yang tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus
menggunakan bahasa baku. Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa hal yang menarik
untuk dibahas tentang pengertian bahasa baku, pengertian bahasa tidak baku,
pengertian bahasa Indonesia baku, pengertian bahasa Indonesia tidak baku, ciri-ciri
bahasa baku dan bahasa tidak baku, pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, serta contoh-contoh kesalahan berbahasa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bahasa baku?
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa tidak baku?
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia baku?
4. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia tidak baku?
5. Apa ciri-ciri bahasa Indonesia baku?
6. Bagaimana pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar?
7. Apa contoh-contoh kesalahan berbahasa?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari bahasa baku.
2. Mengetahui pengertian bahasa tidak baku.
3. Mengetahui pengertian bahasa Indonesia baku.
4. Mengetahui pengertian bahasa Indonesia tidak baku.
5. Dapat menjelaskan ciri-ciri bahasa Indonesia baku.
6. Mengetahui pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
7. Mengetahui contoh-contoh kesalahan berbahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa Baku
Bahasa baku ialah satu jenis bahasa yang menggambarkan keseragaman dalam
bentuk dan fungsi bahasa, menurut ahli linguistik Einar Haugen. Ia dikatakan sebagai
“loghat yang paling betul” bagi sesuatu bahasa.
Halim (1980) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian masyarakat, dipakai sebagai ragam resmi dan
sebagai kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya.
Pei dan Geynor (1954: 203) menggatakan bahwa bahasa baku adalah dialek
suatu bahasa yang memiliki keistimewaan sastra dan budaya melebihi dialek-dialek
lainnya, dan disepakati penutur dialek-dialek lain sebagai bentuk bahasa yang paling
sempurna.
Oleh karena itu, bahasa baku ialah bahasa yang menjadi pokok, yang menjadi
dasar ukuran, atau yang menjadi standar. Penjelasan makna kata itu tentu saja belum
cukup untuk memahami konsep yang sesungguhnya. Di dalam bahasa baku itu
terdapat 3 aspek yang saling menyatu, yaitu kodifikasi, keberterimaan, difungsikan
sebagai model.
Istilah kodifikasi adalah terjemahan dari “codification” bahasa Inggris.
Kodifikasi diartikan sebagai hal memberlakukan suatu kode atau aturan kebahasaan
untuk dijadikan norma di dalam berbahasa (Alwasilah, 1985 :121). Masalah kodifikasi
berkait dengan masalah ketentuan atau ketetapan norma kebahasaan. Norma-norma
kebahasaan itu berupa pedoman tata bahasa, ejaan, kamus, lafal, dan istilah. Kode
kebahasaan sebagai norma itu dikaitkan juga dengan praanggapan bahwa bahasa baku
itu berkeseragaman. Keseragaman kode kebahasaan diperlukan bahasa baku agar
efisien, karena kaidah atau norma jangan berubah setiap saat. Kodifikasi kebahasaan
juga dikaitkan dengan masalah bahasa menurut situasi pemakai dan pemakaian
bahasa. Kodifikasi ini akan menghasilkan ragam bahasa. Perbedaan ragam bahasa itu
akan tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan tulis. Dengan demikian kodifikasi
kebahasaan bahasa baku akan tampak dalam pemakaian bahasa baku.
Bahasa baku atau bahasa standar itu harus diterima atau berterima bagi
masyarakat bahasa. Penerimaan ini sebagai kelanjutan kodifikasi bahasa baku. Dengan
penerimaan ini bahasa baku mempunyai kekuatan untuk mempersatukan dan
menyimbolkan masyarakat bahasa baku.
Bahasa baku itu difungsikan atau dipakai sebagai model atau acuan oleh
masyarakat secara luas. Acuan itu dijadikan ukuran yang disepakati secara umum
tentang kode bahasa dan kode pemakaian bahasa di dalam situasi tertentu atau
pemakaian bahasa tertentu.
Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam
bahasa inggris dalam dunia ilmu bahasa atau linguistic pertama sekali diperkenalkan
oleh Vilem Mathesius Ia termasuk pencetus aliran praha. Ia merumuskan bahwa
bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang telah dimodifikasi, diterima dan difungsikan
sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara luas.
Di dalam Bahasa dan Sastra dalam gamitan pendidikan, Yus Rusiana
berpengertian bahwa bahasa baku atau bahasa standar adalah suatu bahasa yang
dikodifikasikan, diterima, dan dijadikan model oleh masyarakat bahasa yang lebih luas
(1984 : 104). Didalam tata bahasa rujukan bahasa Indonesia untuk tingkatan
pendidikan menengah, Gorys Keraf berpengertian bahwa bahasa baku adalah bahasa
yang dianggap dan diterima sebagai patokan umum untuk seluruh penutur bahasa itu
(1991 : 8).
Bahasa baku merupakan bahasa yang dapat mengungkapkan penalaran atau
pemikiran teratur, logis, dan masuk akal. Bahasa baku memiliki sifat kemantapan
dinamis dan kecendekiaan. Bahasa baku adalah bahasa yang digunakan secara efektif,
baik, dan benar. Efektif karena memuat gagasan-gagasan yang mudah diterima dan
diungkapkan kembali. Baik karena sesuai kebutuhan: ruang dan waktu. Dan, benar
karena sesuai kaidah kebahasaan, secara tertulis maupun terucap.
Menurut Indradi (2008) bahasa baku adalah bahasa yang standar sesuai dengan
aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu
bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Bahasa baku sebenanya merupakan
bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan.
Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis
dengan pengungkapan gagasan secara tepat.

B. Pengertian Bahasa Tidak Baku


Istilah bahasa tidak baku ini terjemahan dari “nonstandard language”. Istilah
bahasa nonstandar ini sering disinonimkan dengan istilah “ragam subbaku”, “bahasa
nonstandar”, “ragam takbaku”, bahasa tidak baku”, “ragam nonstandar”.
Suharianto berpengertian bahwa bahasa nonstandar atau bahasa tidak baku
adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang sesuai dengan
fungsinya, yaitu dalam pemakaian bahasa tidak resmi (1981 : 23).
Alwasilah berpengertian bahwa bahasa tidak baku adalah bentuk bahasa yang
biasa memakai kata-kata atau ungkapan, struktur kalimat, ejaan dan pengucapan yang
tidak biasa dipakai oleh mereka yang berpendidikan (1985 : 116).
Bahasa tidak baku adalah bahasa yang digunakan dalam berbicara dan menulis
yang berbeda pelafalan, tata bAhasa, dan kosa kata dari bahasa baku suatu bahasa.
(Richard, Jhon, dan Heidi dalam Barus 2014:7)
Crystal berpengertian bahwa bahsa nonbaku adalah bentuk-bentuk bahasa yang
tidak memenuhi norma baku, yang dikelompokan sebagai subbaku atau nonbaku.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa nonstandar
adalah ragam yang berkode bahasa yang berbeda dengan kode bahasa baku, dan
dipergunakan di lingkungan tidak resmi.

C. Ciri-Ciri Kata Baku


1. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan.
2. Sesuai dengan konteks kalimat yang dipakai.
3. Tidak terkontaminasi dan tidak rancu.
4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit.

D. Syarat – syarat Kalimat Baku


1. Logis.
2. Tidak ada unsur sia-sia (kata tidak diulang-ulang).
3. Tidak terpengaruh bahasa daerah.
4. Subyek jelas.

E. Pengertian Bahasa Indonesia Baku


Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk
bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model
oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Contoh pada Undang-undang dasar :
Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan bahasa baku, dan
merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.

F. Pengertian Bahasa Indonesia Tidak Baku


Bahasa Indonesia tidak baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang
tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat
Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.
Ciri-ciri bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia tidak baku telah dibuat
oleh para pakar bahasa dan pengajaran bahasa Indonesia. Mereka itu antara lain
Harimurti Kridalaksana, Anton M. Moeliono, dan Suwito.
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut :
Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan
yang relatif bebas atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.
Misalnya : kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / keterampilan
Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian
morfologi bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam
kata.
Misalnya: Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu.
Kuliah sudah berjalan dengan baik.
Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara
jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya: Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena
semua diangapnya penipu.
Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya: Bacalah buku itu sampai selesai!
Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri?
Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang dada.
Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
dituliskan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya: Saya bertemu dengan adiknya kemarin.
Ia benci sekali kepada orang itu.
Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan tempatnya di
dalam kalimat.
Misalnya: Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat.
Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi.
Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya: Saya – anda bisa bekerja sama di dalam pekerjaan ini.
Aku – engkau sama-sama berkepentingan tentang problem itu.
Saya – Saudara memang harus bisa berpengertian yang sama.
Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai bahagian kalimat
bahasa Indonesia baku ditulis dan diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya: Surat Anda sudah saya baca.
Kiriman buku sudah dia terima.
Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia
baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.
Misalnya: saudaranya
dikomentari
mengotori
harganya
Fungsi gramatikal (subjek, predikat, objek) sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya: Kepala Kantor pergi keluar negeri.
Rumah orang itu bagus.
Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau diucapkan secara
jelas dan tetap sebagai bahagian kalimat bahasaIndonesia baku di dalam kalimat.
Misalnya: Mereka sedang mengikuti perkuliahan dasar-dasar Akuntansi I. Sebelum
analisis data dilakukannya, dia mengumpulkan data secara sungguh-sungguh.

Kosakata sebagai bagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis atau


diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.
Misalnya: Mengapa, tetapi, bagaimana, memberitahukan, hari ini, bertemu,
tertawa, mengatakan, pergi, tidak begini, begitu, silakan.
Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan
tetap baik kata, kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai dengan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai sesuai
dengan Pedoman Peristilahan Penulisan Istilah yang dikeluarkan oleh Pemerintah
melalui Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64).
Contoh-contoh Kesalahan Berbahasa
Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang
pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang
menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bahasa orang
dewasa.
Kesalahan berbahasa adalah pengguanan bahasa yang menyimpang dari kaidah
bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Penyimpangan kaidah bahasa dapat disebabkan
oleh menerapkan kaidah bahasa dan keliru dalam menerapkan kaidah bahasa. Dalam
pengajaran bahasa, dikenal dua istilah kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake).
Menurut Tarigan (1988: 87), kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan
pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran kedua.
Kesalahan berbahasa tersebut mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa.
Kesalahan berbahasa harus dikurangi bahkan dapat dihapuskan. Kesalahan-kesalahan
tersebut sering timbul dan banyak terjadi pada penulisan-penulisan ilmiah. Ada empat
pengklasifikasian atau taksonomi kesalahan berbahasa yang dikemukakan Tarigan
(1988), antara lain:
1. Taksonomi Kategori Linguistik
Mengklasifikasikan kesalahan berbahasa berdasarkan komponen linguistik
atau unsur linguistik tertentu. Politzer dan Ramirez dalam Tarigan mengutarakan
bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa dapat dikelompokkan atas kesalahan
fonologi, morfologi, sintaksis, dan kosakata. Kesalahan fonologi mencakup ucapan
bagi bahasa lisan dan ejaan bagi bahasa tulisan. Kesalahan morfologi mencakup
kesalahan imbuhan dan perulangan kata. Kesalahan sintaksis mencakup kesalahan
frase, klausa, dan kalimat. Kesalahan leksikon merupakan kesalahan pilihan kata.

2. Taksonomi Siasat Permukaan


Taksonomi siasat permukaan memfokuskan pada cara-cara struktur luar bahasa
berubah. Para penutur bahasa mungkin saja :
Menghilangkan butir-butir penting (penghilangan)
Menambahkan sesuatu yang tidak perlu (penambahan)
Salah memformasikan butir-butir (salah formasi)
Salah menyusun butir-butir tersebut (salah susun)
Kesalahan yang bersifat penghilangan ditandai oleh ketidakhadiran suatu butir
yang seharusnya ada dalam bahasa yang baik dan benar. Kesalahan penambahan
ditandai oleh hadirnya suatu unsur yang seharusnya tidak ada dalam ujaran yang
baik dan benar. Salah formasi ditandai oleh pemakaian bentuk morfem atau
struktur yang salah. Salah susun ditandai oleh penempatan yang tidak benar bagi
suatu morfem atau kelompok morfem.
3. Taksonomi Komparatif
Klasifikasi kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif didasarkan pada
perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan bahasa kedua dan
tipe-tipe kontruksi tertentu lainnya. Sebagai contoh jika kita menggunakan
taksonomi komparatif untuk mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan pelajar
Indonesia yang belajar bahasa Inggris, maka kita dapat membandingkan struktur
kesalahan pelajar yang memeroleh bahasa Inggris sebagai baha pertama. Contoh
lainnya bila seseorang dari suku tertentu (jawa) yang belajar bahasa Indonesia
sebagai bahasa sasarannya.
Dalam kepustakaan riset, kesalahan-kesalahan bahasa kedua sudah sangat
sering dibandingkam dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh anak-anak
yang belajar bahasa sasaran sebagai bahasa pertama mereka dan
mengekuivalensikan frase-frase atau kalimat-kalimat dalam bahasa ibu mereka.
Dengan demikian, klasifikasi kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif
(atau comparative taxonomy) didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara
struktur kesalahan-kesalahan bahasa kedua dan tipe-tipe konstruksi tertentu
lainnya (Tarigan, 1988:158).
Berdasarkan perbandingan tersebut maka dalam taksonomi komparatif dapat
dibedakan menjadi:
a. Kesalahan Perkembangan (Development Errors)
Adalah kesalahan-kesalahan yang sama dengan yang dibuat oleh anak-anak
yang belajar bahasa sasaran sebagai bahasa pertama.
b. Kesalahan Antarbahasa (Interlingual Errors)
Kesalahan antarbahasa adalah kesalahan-kesalahan yang semata-mata
mengacu pada kesalahan bahasa kedua yang mencerminkan struktur bahasa asli
atau bahasa ibu, tanpa menghiraukan proses-proses internal atau kondis-kondisi
eksternal yang menimbulkannya. Kesalahan antarbahasa merupakan kesalahan
yang sama dalam struktur bagi kalimat atau frasa yang berekuivalen secara
semantik dalam bahasa ibu sang pelajar. Kesalahan antarbahasa (interlingual)
disebut juga kesalahan interferensi, yakni: kesalahan yang bersumber (akibat) dari
pengaruh bahasa pertama terhadap bahasa kedua.
c. Kesalahan Taksa (Ambiguous Errors)
Kesalahan taksa adalah kesalahan yang dapat diklasifikasikan sebagi
kesalahan perkembangan ataupun kesalahan antarbahasa.
d. Kesalahan Lain (Other Errors)
Menurut Dulay dan Burt (1974), dalam membuat analisis komparatif kesalahan
anak-anak, menyebutnya sebagai kesalahan unik (Unique errors) yang mengacu
pada keunikannya bagi para pelajar bahasa kedua. Kesalahan unik adalah
kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan
interlingual dan intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari bahasa pertama
maupun bahasa kedua.
4. Taksonomi Efek Komunikatif
Jika taksonomi komparatif memusatkan perhatian pada aspek-aspek kesalahan
itu sendiri, maka taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadapi
kesalahan-kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca.
Berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan
yang ada, maka dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu :
a. Kesalahan Global (Global Errors)
Kesalahan Global adalah kesalahan yang mempengaruhi keseluruhan
organisasi kalimat sehingga benar-benar menggangu komunikasi. Karena
luasnya cakupan sintatik kesalahan-kesalahan serupa itu, maka Burt dan
Kiparsky menyebut kategori ini kesalahan “global”.
b. Kesalahan Lokal (Local Errors)
Kesalahan lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur
dalam kalimat yang biasanya tidak mengganggu komunikasi secara
signifikan. Kesalahan-kesalahan ini hanya terbatas pada suatu bagian
kalimat saja, maka Burt dan Kiparsky menyebutnya kesalahan “lokal”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok acuan, yang
dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar, digunakan secara efektif, baik, dan
benar. Bahasa baku dikatakan efektif karena memuat gagasan-gagasan yang mudah
diterima dan diungkapkan kembali. Baik karena sesuai kebutuhan: ruang dan waktu
dan benar karena sesuai kaidah kebahasaan, secara tertulis maupun terucap.
Bahasa tidak baku adalah ragam yang berkode bahasa yang berbeda dengan
kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi. Bahasa nonbaku
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti keluarga, teman, dan lain-lain.

B. Saran
Sebaiknya kita lebih baik dalam menggunakan bahasa indonesia agar sesuai
dengan kaidah yang diberlakukan. Disamping mempertahankan kaidah bahasa
Indonesia yang berlaku, juga sebagai bahasa kebanggaan kita karena mampu
menyatukan ribuan pulau dan etnis dari sabang sampai merauke.
DAFTAR PUSTAKA

Tasai, S. Amran. 1948. Pelajaran Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka.


Zodarmanto, M. 1977. Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka.
Moeliono, Anton M. 1975. Ciri-Ciri Bahasa Indonesia yang Baku dalam Pengajaran Bahasa
dan Sastra. Bandung: Angkasa.
Keraf, G, 1991, Tatabahasa Indonesia Rujukan Bahasa Indonesia untuk Pendidikan
Menengah, Gramedia, Jakarta.
Suherianto, 1981, Kompas Bahasa, Pengantar Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar,
Widya Duta, Surakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Guntur H. (1997). Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas limpahan
kasih karuniaNya, sehingga makalah yang berjudul ‘BAHASA BAKU DAN NON BAKU‘
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Bahasa Indonesia. Kami
berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi
penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima
dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai Bahasa Baku dan Non
Baku dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan
untuk membuat makalah ini kami ucapkan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai