Anda di halaman 1dari 9

AB II

LANDASAN TEORI

2.1 Menurut Alang Khoiruddin bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang telah ditetapkan
penggunaanya dan dijadikan tolak ukur sebagai bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi yang
bersifat resmi, baik lisan maupun tulisan.

Bahasa Indonesia tidak baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodifikasi, tidak
diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat secara khusus

2.2 Menurut Halim (dalam Cahyono, 1995:251) bahasa baku adalah ragam bahasa yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian masyarakat pemakaianya sebagai ragam resmi dan sebagai
kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya. Sedangkan ragam tidak baku adalah ragam
yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma bahasa baku.

2.3 Menurut Kosasih (2007:43) bahasa baku adalah ragam bahasa yang cara pengucaapan atau
penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar atau kaidah-kaidah yang dibakukan. Kaidah
standar yang dimaksud dapat berupa: (1) pedoman ejaan (EYD), (2) tata bahasa baku, dan kamus
umum bahasa Indonesia.

2.4 Menurut Plato bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang melalui onomata
(nama benda atau sesuatu) dan rhemata (kata) yang merupakan refleksi dari ide seseorang dalam
arus udara melalui mulut.

2.5 Menurut W.F. syarif Hidayatullah Mackey pada tahun 2009. Bahasa adalah bentuk dan bukan
negara (bahasa dapat membentuk dan tidak peduli) atau sesuatu yang terdengar sistem simbol yang
sewenang-wenang, atau terlalu banyak dari sistem, perintah sistem atau perintah dalam sistem.

2.6 Menurut Sudaryono bahasa adalah alat komunikasi yang efektif, meskipun ketidaksempurnaan
tidak sempurna bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber kesalahpahaman.

2.7 Menurut Ferdinand de Saussure bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena
bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai entitas yang berbeda dari kelompok lain.

2.8 Menurut Zainal Nusyirwan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk
bahasannya telah dikodifikasi, diterima dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat
Indonesia secara luas. Sedangkan bahasa non baku adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup
dan berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu dalam pemakaian bahasa tidak resmi.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Bahasa Baku dan Tidak Baku

Menurut Alang Khoiruddin bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang telah
ditetapkan penggunaanya dan dijadikan tolak ukur sebagai bahasa yang baik dan benar dalam
komunikasi yang bersifat resmi, baik lisan maupun tulisan.

Sedangkan bahasa Indonesia tidak baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak
dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat secara khusus.

3.2 Fungsi Bahasa Baku dan Tidak Baku

Selain fungsi penggunaan untuk situasi-situasi resmi. Ragam bahasa baku juga mempunyai empat
fungsi tiga di antaranya bersifat perlambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat
objektif:

1. Fungsi pemersatu

2. Fungsi pemberi kekhasan

3. Fungsi pembawa kewibawaan

4. Fungsi sebagai kerangka acuan

Sebagai pemersatu bahasa baku berfungsi menghubungkan semua penutur berbagai dialek
bahasa dari seluruh daerah di wilayah Indonesia. Bahasa baku mempersatuksn mereka menjadi satu
masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seseorang dengan seluruh
masyarakat.

Sebagai pemberi kekhasan bahasa baku berfungsi membedakan bahasa satu dengan bahasa yang
lain. Sebagai pembawa kewibawaan bahasa baku berfungsi memberikan prestise atau kewibawaan
bagi penggunaanya. Pengguna bahasa baku sering diidentikan sebagai orang yang berpendidikan.
Fungsi prestise yang demikian tidak hanya didapat oleh orang secara individu tapi juga secara umum
membawa bangsa Indonesia pada kesederajatan dengan peradaban lain di dunia. Perkembangan
bahaasa Indonesia juga dapat dijadikan teladan lain bagi bangsa lain di Asia Tenggara dan mungkin
juga di Afrika. Sedangkan sebagai kerangka acuan bahasa baku berfungsi tolak ukur bagi betul
tidaknya pemakaian bahasa orang seseorang dengan golongan. Dengan demikian, penyimpangan
dari norma dan kaidah dapat dinilai.

3.3 Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku dan Tidak Baku


Ciri-ciri bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia tidak baku telah dibuat oleh para pakar
bahasa dan pengajaran bahasa Indonesia. Mereka itu antara lain Harimurti Kridalaksana, Anton M.
Moeliono, dan Suwito.

Ciri-ciri bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia tidak baku itu dijelaskan di bawah ini setelah
merangkum ciri-ciri yang ditentukan atau yang telah dibuat oleh para pakar tersebut.

Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut :

1. Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan yang relatif bebas
atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.

Misalnya : kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / keterampilan.

2. Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata.

Misalnya: Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu.

Kuliah sudah berjalan dengan baik.

3. Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap di
dalam kalimat.

Misalnya: Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena semua diangapnya
penipu.

4. Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara
jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya: Bacalah buku itu sampai selesai!

Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri?

Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang dada.

5. Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku dituliskan secara
jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya: Saya bertemu dengan adiknya kemarin.

Ia benci sekali kepada orang itu.

6. Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis
secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan tempatnya di dalam kalimat.

Misalnya: Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat.

Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi.

Suatu titik-titik pertemuan harus dapat dihasilkan dalam musyawarah itu.


7. Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis
secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya: Saya – anda bisa bekerja sama di dalam pekerjaan ini.

Aku – engkau sama-sama berkepentingan tentang problem itu.

Saya – Saudara memang harus bisa berpengertian yang sama.

8. Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia
baku ditulis dan diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya: Surat Anda sudah saya baca.

Kiriman buku sudah dia terima.

9. Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis atau
diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya: saudaranya dikomentari mengotori harganya

10. Fungsi gramatikal (subjek, predikat, objek) sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku
ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya: Kepala Kantor pergi keluar negeri.

Rumah orang itu bagus.

11. Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap
sebagai bahagian kalimat bahasaIndonesia baku di dalam kalimat.

Misalnya: Mereka sedang mengikuti perkuliahan dasar-dasar Akuntansi I. Sebelum analisis data
dilakukannya, dia mengumpulkan data secara sungguh-sungguh.

12. Kosakata sebagai bagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan
tetap dalam kalimat.

Misalnya: Mengapa, tetapi, bagaimana, memberitahukan, hari ini, bertemu, tertawa, mengatakan,
pergi, tidak begini, begitu, silakan.

13. Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap baik kata,
kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai sesuai dengan Pedoman
Peristilahan Penulisan Istilah yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64).

Ciri bahasa tidak baku

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang bsku dalam penggunaannya, namun dalam
prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang
disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini
mengakibatkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaeerah yang lain, walaupun
bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Ragam bahasa baku dipakai apabila pada
situasi resmi, ilmiah. Tetapi ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan keluarga,
teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian.

3.4 Sifat Bahasa Baku

1. Bersifat kecendekiaan.

Cendekia atau cendekia erat kaitannya dengan kepintaran atau kecerdasan. Di dalam kehidupan
sehari-hari ada dua versi pengucapan kata ini yang digunakan.

Bila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kita akan menemukan bahwa kata yang
benar adalah cendekia. Cendikia dengan menggunakan huruf i, bukan merupakan kata baku.

Arti kata Cendekia menurut KBBI adalah:

1. Tajam pikiran, gampang paham atau mengerti, cerdas, pandai.

2. Cepat mengerti situasi dan cepat menemukan solusi.

3. Terpelajar, kamu cerdik. cerdik cendekia.

Turunan kata cendekia :

1. Kecendekiaan artinya adalah perihal, tentang cendekia.

2. Pencendekiaan artinya adalah proses, cara, atau perbuatan mencendekiakan.

3. Mencendekiakan artinya adalah membuat jadi cendekia, menjadikan pintar.

Catatan penting:

1. Kecendekiaan atau kecendikiaan, yang benar adalah kecendekiaan.

2. Pencendekiaan atau pencendikiaan, yang benar adalah pencendekiaan.

3. Mencendekiakan atau mencendikiakan, yang benar adalah mencendekiakan.

4. Cendekiawan atau cendikiawan, yang benar adalah cendekiawan.


Contoh kalimat dengan menggunakan kata cendekia :

1. Haji Ahmad dikenal sebagai salah satu cerdik cendekia di kampung sebelah.

2. Agus berusaha untuk mencendikiakan warga RT 9.

2. Penyeragaman kaidah

Ragam bahasa ilmu harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa baku, yaitu dalam ragam tulisan
menggunakan ejaan yang baku yakni EYD, dan dalam ragam lisan menggunakan ucapan yang baku,
menggunakan kata-kata, struktur frasa, dan kalimat yang baku atau sudah di bakukan.

Contoh : Dikarenakan kekurangan dana, modal, tenaga ahli, dan lain sebagainya, maka proyek
pembangunan sarana telekomunikasi Indonesia bagian timur kita terpaksa serahkan kepada
pengusaha asing.(tidak baku).

Perbaikan : Karena kekurangan modal, tenaga, dan lain-lain, maka proyek pembangunan sarana
telekomunikasi di Indonesia timur terpaksa kita serahkan kepada pengusaha asing. (baku).

3. Kemantapan dinamis, berupa kaidah dan aturan yang tetap.

Banyak orang kurang menyetujui pemakaian bahasa “baku” karena mereka kurang memahami
makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku selalu bersifat kaku, tidak lazim digunakan
sehari-hari, atau bahasa yang hanya terdapat di buku. Mereka berpendirian bahwa kita cukup
menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya mudah dipahami. Mereka beranggapan bahwa
penggunaan ragam baku mengakibatkan bahasa yang kurang komunikatif dan sulit dipahami.
Pemahaman semacam ini harus diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi di media massa
ialah bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan supaya bahasa Indonesia berkembang dan dapat
menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, atau pun bahasa pergaulan yang moderen. Bahasa yang baku
tidak akan menimbulkan ketaksaan pada pemahaman pembacanya. Ragam bahasa baku akan
menuntun pembacanya ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan masuk akal. Bahasa Inggris,
dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi bahasa dunia dan bahasa komunikasi dalam ilmu
pengetahuan karena tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa tersebut.

Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan
ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut
selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima
perubahan yang bersistem.

Arti dari kemantapan itu sendiri adalah sesuai dengan sistem bahasa yang baku.

Contoh :

1. Peng + kontrak = Pengontrak (bukan Pengkontrak)

2. Meng +suplai = Menyuplai (bukan Mengsuplai)

3. Peng + Kubur = Pengubur (bukan Pengkubur )


Sedangkan arti dari dinamis adalah tidak kaku dan dapat menerima perubahan yang berpola dan
bersistem.

Contoh :

1. Pentatar >< petatar

2. Penyuluh >< penyuluh

3. Penyepak bola >< pesepak bola

4. Penuduh >< tertuduh

5. Pendakwa >< terdakwa

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

4.1.1 Pengertian Bahasa Baku dan Tidak Baku

bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang telah ditetapkan penggunaanya dan dijadikan
tolak ukur sebagai bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi yang bersifat resmi, baik lisan
maupun tulisan.

Sedangkan bahasa Indonesia tidak baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak
dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat secara khusus.

4.1.2 Fungsi bahasa baku dan tidak baku

1. Fungsi pemersatu

2. Fungsi kekhasan

3. Fungsi pembawa kewibawaan


4. Fungsi sebagai kerangka acuan

4.1.3 Ciri-ciri bahasa baku dan tidak baku

1. Pelesapan imbuhan, misalnya “Kita harus hati-hati dalam menentukan sample penelitian ini”
(seharusnya “berhati-hati”).

2. Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat,
misalnya “Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru” (kata dalam dapat
dibuang).

3. Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum
dibakukan. Contoh, “Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit temuan” (Cuma diganti
hanya).

4. Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya ”Meskipun
beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.” (konjungsi tetapi
sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi meskipun).

5. Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.

6. Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam, peserta rapat
menerima usul tersebut” (subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh dilesapkan).

4.1.4 Sifat-sifat bahasa baku

1. Bersifat kecendekiaan.

2. Penyeragaman kaidah.

3. Kemantapan dinamis, berupa kaidah dan aturan yang tetap.

4.2 Saran

Makalah ini hanyalah sekelumit penjelasan tentang Bahasa baku dan tidak baku. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang budiman, sehingga makalah ini
bisa menjadi lebih lengkap dan lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
untuk kami khususnya dan untuk setiap orang yang membacanya pada umunya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Menurut EYD

Khoiruddin Alang. 2014. Buku Pintar Bahasa Indonesia. Yogjakarta: Lentera Ilmu.

http://www.jelajahinternet.come/2015/05/1001-pengertian-bahasa-baku-menuru.html

http://zainalnusyirwan.blogspot.in/2013/04/bahasa-baku-dan-non-baku-dalam-bahasa.html

http://yana-anggraini.blogspot.in/2012/09/bahasa-baku-dan-tidak-baku.html

http://bahanbelajarsekolah.blogspot.in/2015/09/ciri-ciri-bahasa-baku.html

Anda mungkin juga menyukai