Anda di halaman 1dari 19

TUGAS BAHASA INDONESIA

KATA BAKU DAN TIDAK BAKU

Disusun :
1. Ayu Hasin
2. Indriana Yuni Astuti
3. Nia Nuraini
4. Nita Murtia Handayani
5. Retno Damayanti (K2513056)
6. Sri Lasmini (K2513062)
7. Wiwit Riyanti

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
PENGESAHAN
PERSEMBAHAN

Makalah kami persembahkan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Dosen Pembimbing
3. Teman-teman Prodi Pendidikan Teknik Mesin
4. Orang tua
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, hidayah serta karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Selesainya penyusunan
makalah ini tidak luput berkat kerjasama anggoata kelompo, oleh karena itu pada
kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dosen Pembimbing Mata Kuliah Bahasa Indonesia


2. Orang tua
3. Seluruh anggota kelompok

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi semua pembaca. Makalah ini kami akui masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mohon maaf dan berharap adanya kritik maupun saran dari pembaca, dengan memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah. Semoga Allah
SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah anda berikan kepada kami. Amin.

Surakarta, 21 Oktober 2013

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang
lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita
dapat berhubungan dengan masyarakat yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam
masyarakat.
Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun
dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata
yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah factor
lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu ber-dialek berbeda dengan dialek
didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.
Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya
kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai
ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan keluarga, teman, dan di pasar,
tulisan pribadi, buku harian, dll.
Tujuan penulis memilih judul ini supaya kita semua lebih mengetahui tentang
penggunaan kata baku dan kata tidak baku, karena masih banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari penggunaan kata yang tidak sesuai dengan kaidah yang semestinya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan :
1. Apakah pengertian kata baku dan tidak baku?
2. Apakah ciri-ciri kata baku dan tidak baku?
3. Apa contoh-contoh bahasa tidak baku?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian kata baku dan tidak baku.
2. Untuk mengetahui cirri-ciri kata baku dan tidak baku.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh kata baku dan tidak baku.
BAB II
KAJIAN TEORI
Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai
dalam situasi resmi, seperti dalam perundang undangan, surat menyurat, dan rapat resmi.
Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang
berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan
perkembangan zaman. Kebakuan kata ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari
berbagai segi yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan
konsep yang disepakati terbentuk.
Pada dasarnya bahasa Indonesia baku merupakan salah satu variasi atau ragam untuk
dijadikan ragam resmi kenegaraan manapun kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan dan
pengembangan yang biasa dilakukan terus menerus tanpa henti-hentinya disebut pembakuan
bahasa atau standardisasi bahasa.
Berikut ini beberapa pendapat tentang bahasa baku :
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa
yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-
menyurat, dan rapat resmi. Bahasa baku digunakan sebagai bahasa persatuan dalam
masyarakat yang mempunyai banyak bahasa. Bahasa baku umumnya ditegakkan melalui
kamus ( ejaan dan kosakata ), tata bahasa, pelafalan, lembaga bahasa, status hukum, serta
penggunaan di masyarakat (pemerintah, sekolah, dll).
Moeliono (1981: 91) mengutarakan bahwa pemahiran ragam tinggi diperoleh lewat
pendidikan. Jika penutur dan penulis teladan bahasa,tidak perlu dicari pada elit kekuasaan
saja, justru terhadap perilaku kebahasaan pejabat-pejabat dapat dicapai dan dikritik
dikalangan masyarakat dan menaruh minat pada pengembangan dan pembinaan. Kenyataan
ini tidak berarti bahwa yang bukan pejabat seperti golongan jurnalistik dan sastrawan lebih
banyak dapat diteladani. Namun, secara potensial keduanya dapat merupakan saluran yang
amat baik bagi pemercepatan pemantapan norma bahasa.
Chaer, (1995: 81) mengatakan bahwa variasi itu atau ragam bahasa ada dua
pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman
sosial penutur bahasa itu dan keanekaragaman fungsi bahasa itu. Jadi, variasi atau ragam
bahasa itu terjadi sebagai akibat adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat
interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Fachruddin (1987: 20-22) menuliskan tiga langkah yang harus ditempuh dalam usaha
pembakuan bahasa.
1. Kodifikasi, yaitu himpunan dari hasil pemilihan mana lebih baik antara satu bahasa
dengan bahasa lainnya.
2. Elaborasi, yaitu penyebarluasan hasil kodifikasi.
3. Iplementasi yaitu proses terakhir dalam usaha pembakuan bahasa.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kata Baku dan Tidak Baku


1. Kata Baku
Kata-kata baku adalah kata standar yang benar menurut dalam pembahasan Bahasa
Indonesia yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam
masyarakat.
Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan
sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Luasnya wilayah pemakaian bahasa
Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah
mendorong berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Kenyataan bahwa
bahasa Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar
belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial menyebabkan munculnya
berbagai ragam kedaerahan (ragam regional) dan sejumlah ragam sosial.
Salah satu jenis ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan makalah ini adalah
ragam bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh kelompok yang menganggap dirinya
terpelajar. Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini
lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa)
tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu
itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian
bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga Ragam
Bahasa Baku (lihat Alwi et al. 1993).

Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan
yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-
undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui
media elektronik dan media cetak, pidato di 1[1]depan umum, dan, tentu saja,
penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi
pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan
gaya bahasa yang formal.

Dalam hubungan dengan gaya itu, perlu dicatat perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam
bahasa tulisan. Dari segi gaya, ragam bahasa tulisan cenderung kata-katanya lebih terpilih
dan kalimat-kalimatnya lebih panjang-panjang, tetapi lebih tertata rapi. Dengan kata lain,
persoalan lafal yang menjadi persoalan pokok makalah ini tidak berkaitan langsung dengan
perbedaan ragam bahasa Indonesia lisan dan ragam bahasa Indonesia tulisan. Lafal bahasa
Indonesia yang dipersoalkan dalam makalah ini adalah lafal (baku) yang dianggap baik untuk
digunakan ketika berbahasa Indonesia baku dengan memakai bunyi sebagai sarananya baik
dengan cara berbicara maupun dengan cara membaca.

2. Kata Tidak Baku


Kata tidak baku adalah kata yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia
yang benar. Penulisan bahasa Indonesia yang baku adalah sesuai Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Ejaan yang benar.
Di era globalisasi, penyimpangan dalam hal penulisan kata maupun kalimat semakin
banyak terjadi. Hampir di setiap kata yang tertulis tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Contohnya kata yang tertera dalam poster, iklan, spanduk, dan baliho yang terpasang di
pinggir jalan.
B. Ciri-ciri Bahasa Baku
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
1. Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan yang
relatif bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.
2. Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian morfologi
bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata.

Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan kalimat, antara
lain:
1. Pelesapan imbuhan, misalnya “Kita harus hati-hati dalam menentukan sample
penelitian ini” (seharusnya “berhati-hati”).
2. Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur
kalimat, misalnya “Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus
baru” (kata dalam dapat dibuang).
3. Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang
belum dibakukan. Contoh, “Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit
temuan” (Cuma diganti hanya).
4. Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya
”Meskipun beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.”
(konjungsi tetapi sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi meskipun).
5. Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.
6. Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam,
peserta rapat menerima usul tersebut” (subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh
dilesapkan).

C. Contoh-Contoh Kata Tidak Baku

Dalam Pedoman Umum Pembentukan istilah (PUPI) diterangkan system pembentukan


istilah serta pengindonesiaan kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita
memedomani sistem tersebut akan telihat keberaturan dan kemapanan bahasa Indonesia.
Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik
lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat.

Dibawah ini terdapat beberapa contoh-contoh kata tidak baku dan pembenarannya ( Hasil
studi lapangan):

1.

2.

3.
4.

5.

6.
7.

8.

9.
10.

11.

12.
13.

14.

15.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai