Anda di halaman 1dari 21

KALIMAT EFEKTIF

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia pada Semester Ganjil (1)

Disusun oleh:

1. Hendri Guntara S / NIM : 7011190031

2. Rangga Antasari / NIM : 7011190032

3. Tegar Apriananda / NIM : 7011190027

4. Anton Dwi R / NIM : 7011190041

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
junjungan besar kita Nabi Muhammad saw. dan semoga kita akan selalu mendapat syafaatnya
baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang berjudul KALIMAT EFEKTIF.
Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini tidak mungkin
terlaksana dengan baik. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Idan Setiari, Drs., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah
membimbing dan mengarahkan kami dengan sabar agar mempunyai pemahaman yang
benar mengenai mata kuliah ini,
2. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat membuahkan ilmu yang
maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Ciamis, 27 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota
masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada
diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara
jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau
pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat
dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat,
pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa
yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai.
Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau
yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat,
unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada
yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu
dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan
komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).

Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa
ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak
logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang
kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk
membahas kalimat efektif dengan segala permasalahannya.

1.2 Masalah Penelitian


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan kalimat efektif?

2. Apa ciri-ciri kalimat efektif?

3. Apa syarat yang mendasari kalimat efektif?

4. Bagaimana struktur kalimat efektif?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunakan bahasa Indonesia sehingga
menjadi baik dan benar

2. Untuk mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kalimat efektif dalam berbahasa
3. Untuk mengetahui bagaimana menjaga kemurnian bahasa Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian


Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca dalam menambah wawasan yang lebih dalam
tentang Ejaan Bahasa Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Bahasa

Bahasa (dari bahasa Sanskerta भाषा, bhāṣā) adalah kemampuan yang dimiliki manusia
untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan.
Atau alat untuk beriteraksi dan berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran,
gagasan, konsep atau perasaan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguistik. Dalam
studi sosiolinguistik, arti bahasa adalah sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat
arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Perkiraan jumlah bahasa di dunia saat ini
beragam, yaitu antara 6.000–7.000 bahasa. Namun, perkiraan tepatnya bergantung pada suatu
perubahan sembarang yang mungkin terjadi antara bahasa dan dialek.

Bahasa alami adalah bicara atau bahasa isyarat, tetapi setiap bahasa dapat disandikan ke
dalam media kedua menggunakan stimulus audio, visual, atau taktil, sebagai contohnya, tulisan
grafis, braille, atau siulan. Hal ini karena bahasa manusia bersifat independen terhadap
modalitas.

Sebagai konsep umum, “bahasa” bisa mengacu pada kemampuan kognitif untuk dapat
mempelajari dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, atau untuk menjelaskan
sekumpulan aturan yang membentuk sistem tersebut atau sekumpulan pengucapan yang dapat
dihasilkan dari aturan-aturan tersebut. Semua bahasa bergantung pada proses semiosis untuk
menghubungkan isyarat dengan makna tertentu

Pengertian bahasa secara umum adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan
untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan
suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi
sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Bahasa juga merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat
ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai
makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang
diwakili kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut
urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus.

Pada saat kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun
begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau
perasaan, kita harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan
aturanbahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan
sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut dengan tata bahasa.

Jadi, bahasa tunduk kepada berbagai kaidah tertentu baik gramatik, fonemik, dan fonetik. Bahasa
itu tidak bebas dan terikat kepada berbagai kaidah tertentu. Hal ini dikarenakan bahasa adalah
sistem. Sistem bahasa itu sukarela (arbitary).
Yang dimaksud bahasa bersifat arbitrer ialah bersifat asal bunyi, manasuka, atau tidak ada
hubungan yang logis antara kata yang digunakan sebagai simbol atau lambang dengan yang
dilambangkannya. Contohnya seperti bendera kuning, secara bahasa bendera kuning adalah
bendera yang warnanya kuning, secara arbitrer bendera kuning adalah lambang dari adanya duka
atau kematian.

Bahasa pada dasarnya ialah bunyi, serta manusia sudah memakai bahasa lisan tersebut sebelum
bahasa lisan seperti halnya anak yang baru belajar berbicara sebelum belajar untuk menulis. Di
dunia banyak orang yang dapat berbahasa lisan, namun tidak dapat untuk menuliskannya.

Jadi bahasa pada dasarnya ialah bahasa lisan, adapun menulis merupakan bentuk bahasa kedua.
Tulisan itu merupakan lambang bahasa dan bahasa itu adalah ucapan.

2.2 Arti Kesalahan Berbahasa

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kesalahan diartikan 'perihal salah'. Bagi Burt dan Kiparsky dalam
Indihadi (2012:2) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan
“gooficon”. Corder (1974) dalam Indihadi (2012:2) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk
membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Lapses, error dan
mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki
domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) dalam
penelitian Indihadi(2012:2) menjelaskan sebagai berikut: 1. Lapses adalah kesalahan berbahasa
akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai
dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan slip of
the tongue sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan slip of the pen.
Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya. 2. Error adalah
kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code).
Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda
dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau
ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi
kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah. 3. Mistake adalah
kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu
situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat
menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua
(B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar.

2.3 Objek Analisis Kesalahan Berbahasa

Objek analisis kesalahan berbahasa tidak berbeda dengan objek linguistik. Artinya yang
dijadikan objek analisis kesalahan berbahasa adalah secara umum pemakaian bahasa yang
dilakukan oleh peserta didik. Namun bukan semua jenis pemakaian bahasa menjadi objek
analisis kesalahan berbahasa, melainkan hanyapemakaian bahasa yang bersifat formal atau
resmi, antara lain pemakaian bahasa tulis pada laporan penelitian, karya ilmiah (skripsi, tesisi,
disertasi, dan makalah), laporan kegiatan (seperti kegiatan workshop, lokakarya, seminar, praktik
kerja lapangan, dan lain-lain).
Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan dalam
pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan
menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari
ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam
formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato,
berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah,
dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa
yang digunakan dalam situasi resmi.
Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan
demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau
bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat
sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata
kalimat, dan tata makna.
Sebagai seorang guru atau calon guru yang sedang berpraktik mengajarkan bahasa
Indonesia, apabila diperhatikan dengan saksama, Anda akan menemukan kesalahan-kesalahan
yang dibuat siswa. Kesalahan-kesalahan itu ternyata dapat Anda pilah dalam dua kategori,
yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan dan kesalahan dalam bidang linguistik.
Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan terjadi pada saat siswa menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang linguistik meliputi
tata bunyi, tatabentuk kata, dan tata kalimat.
Temuan-temuan Anda ini sangat menarik dan segera diatasi agar proses belajar-
mengajar berhasil dengan baik. Dengan demikian permasalahan yang ditangani analisis
kesalahan berbahasa itu berkisar pada kesalahan dalam keterampilan berbahasa dan
kesalahan dalam kebahasaan (linguistik).

pemakaian bahasa yang bersifat formal atau resmi, antara lain pemakaian bahasa tulis
pada laporan penelitian, karya ilmiah (skripsi, tesisi, disertasi, dan makalah), laporan kegiatan
(seperti kegiatan workshop, lokakarya, seminar, praktik kerja lapangan, dan lain-lain).
Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan dalam
pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan
menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari
ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam
formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato,
berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah,
dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa
yang digunakan dalam situasi resmi.
Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan
demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau
bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat
sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata
kalimat, dan tata Sebagai seorang guru atau calon guru yang sedang berpraktik mengajarkan
bahasa Indonesia, apabila diperhatikan dengan saksama, Anda akan menemukan kesalahan-
kesalahan yang dibuat siswa. Kesalahan-kesalahan itu ternyata dapat Anda pilah dalam dua
kategori, yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan dan kesalahan dalam bidang
linguistik. Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan terjadi pada saat siswa
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang
linguistik meliputi tata bunyi, tatabentuk kata, dan tata kalimat.
Temuan-temuan Anda ini sangat menarik dan segera diatasi agar proses belajar-
mengajar berhasil dengan baik. Dengan demikian permasalahan yang ditangani analisis
kesalahan berbahasa itu berkisar pada kesalahan dalam keterampilan berbahasa dan
kesalahan dalam kebahasaan (linguistik).

2.4 Ruang Lingkup Analisis Kesalahan Berbahasa

Ruang lingkup analisis kesalahan berbahasa tidak jauh berbeda dengan ruang lingkup
linguistik. Hal tersebut karena terdapat kaitan antara ilmu yang digunakan sebagai dasar analisis
kesalahan berbahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik (Markhamah dan Atiqa,
2011: 56). Jadi, ruang lingkup makna. analisis kesalahan berbahasa berada pada tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik.
Analisis kesalahan berbahasa pada tataran fonologi adalah analisis kesalahan yang
berhubungan dengan sistem fonem pada bahasa Indonesia. Setyawati (2010: 25) mengungkapkan
bahwa sebagian besar kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi berkaitan dengan
pelafalan. Bila kesalahan pelafalan tersebut dituliskan, maka terjadilah kesalahan berbahasa
dalam ragam tulis. kesalahan berbahasa yang berada pada tataran fonologi, antara lain:
perubahan fonem, penghilangan fonem, penambahan fonem.
Selanjutnya, mengenai kesalahan berbahasa pada tataran morfologi. Kesalahan berbahasa
dalam tataran morfologi dapat terjadi karena banyak hal. Antara lain disebabkan oleh kesalahan
dalam pemilihan afiks, penggunaan kata ulang, penyusunan kata majemuk, dan pemilihan bentuk
kata. Markhamah dan Atiqa (2011: 56) menjelaskan analisis kesalahan berbahasa pada tataran
morfologi merupakan kegiatan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menginterpretasi
kesalahan pada bidang morfologi yang berhubungan dengan penggunaan morfem, kata, dan
semua derivasinya. Derivasi dari morfem dan kata yang dimaksud adalah proses penambahan
afiks (baik prefiks, infiks, sufiks, maupun konfiks atau simulfiks), proses pengulangan atau
reduplikasi, dan penggabungan atau komposisi.
Sedangkan analisis kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis merupakan kegiatan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menginterpretasi kesalahan pada bidang sintaksis. Pada
tataran ini, objek analisis adalah struktur kalimat, urutan kata, koherensi (kepaduan), kelogisan,
kevariasian, keserasian, dan lain-lain. Kesalahan dalam tataran sintaksis berkaitan erat dengan
kesalahan dalam tataran morfologi karena kata-kata merupakan unsur dari kalimat.
Yang terakhir adalah kesalahan dalam tataran semantik yang dapat berhubungan dengan
bahasa tulis maupun lisan. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik menekankan pada
penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Jadi,
jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, atau kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang
seharusnya, maka tergolong dalam kesalahan berbahasa semantik (Setyawati, 2010: 103).
Selain pendapat di atas, Tarigan (1996: 48-49) mengelompokkan kesalahan berbahasa
dalam bahasa Indonesia ke dalam beberapa kelompok, yakni:
(1) berdasarkan tataran linguistik yang mengklasifikasikan kesalahan berbahasa di bidang
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana;
(2) berdasarkan kegiatan atau keterampilan berbahasa yang mengklasifikasikan kesalahan
berbahasa dalam kesalahan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis;
(3) berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan yang mengklasifikasikan
kesalahan berbahasa menjadi kesalahan berbahasa lisan dan tertulis;
(4) berdasarkan penyebab kesalahan yang mengklasifikasikan kesalahan berbahasa akibat
pengajaran dan interferensi; dan
(5) berdasarkan frekuensi terjadinya yang mengklasifikasikan kesalahan berbahasa dalam
frekuensi paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi.

Hal lain yang berhubungan dengan kesalahan berbahasa yang sering terdapat dalam
penulisan karya ilmiah adalah kesalahan penalaran yang membuat tulisan menjadi rancu dan
ambigu. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena kesalahan dalam penulisan ide ke dalam sebuah
wacana. Secara fungsional, wacana digunakan untuk mengekspresikan suatu tujuan atau proses
sosial di dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural. Konsep ini membuat wacana menjadi
domain ekspresi dan potensi makna. Sementara itu, konteks situasi dan kultural merupakan
sumber makna (Santosa, 2010: 1).
Konteks kultural adalah suatu sistem nilai dan norma yang merepresentasikan suatu
kepercayaan di dalam suatu kebudayaan. Sedangkan konteks situasi merupakan lingkungan
langsung yang berada di dalam penggunaan bahasa. Halliday dalam Santosa (2010: 2)
menyebutkan bahwa konteks situasi terdiri dari tiga aspek, yakni medan (field), pelibat (tenor),
dan sarana (mode).
Wacana yang ditulis untuk kepentingan ilmiah harus lebih menekankan pada keteraturan
logika wacana agar ide yang disampaikan dapat sampai dengan sempurna. Logika wacana
merupakan realitas logikal yang menghubungkan antar-realitas pengalaman di dalam suatu
wacana yang dibangun melalui hubungan antarpengalaman di dalam wacana. Logika di dalam
sistem wacana bekerja di seluruh level kebahasaan yang dimulai dari struktur grup, klausa,
maupun wacana.
Artinya, logika wacana harus dijaga mulai dari taraf terendah sampai tertinggi dalam
sebuah wacana. Hal tersebut harus dilakukan karena ide atau gagasan yang disampaikan dalam
sebuah wacana harus merupakan kumpulan-kumpulan satuan yang saling mendukung dan
mencapai satu puncak makna.
Logika wacana diekspresikan melalui hubungan konjungtif, baik secara eksplisit maupun
implisit di dalam suatu wacana. Martin dan Rose dalam Santosa (2010: 8) menyatakan bahwa
logika ini mengekspresikan hubungan antarkejadian dan kualitas atau menghubungkan dan
mengorganisir argumen atau bukti di dalam suatu wacana. Hubungan konjungtif yang
menghubungkan kejadian dan kualitas disebut hubungan konjungtif eksternal, sedangkan
hubungan konjungtif yang mengorganisir argumen, bukti, dan simpulan disebut hubungan
konjungtif internal.
Makna utama hubungan konjungtif di dalam logika wacana dapat dibedakan menjadi
empat macam, yakni penambahan, pembandingan, waktu, dan konsekuensi. Penggunaan kata-
katayang dapat digunakan untuk menyampaikan masing-masing hubungan konjungtif tersebut
harus dilakukan dengan tepat agar tidak terjadi kerancuan dalam logika wacana, terutama dalam
tulisan yang mendeskripsikan penelitian ilmiah.

2.5 Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa

Anda sudah mengetahui sekarang bahwa kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi (1)
kesalahan berbahasa dan (2) kekeliruan berbahasa (errordan mistake). Hal itu tidak dapat
dihindari terutama pada anak (siswa) yang berada dalam proses pemberolehan dan pembelajaran
bahasa (B2). Berdasarkan sumbernya, kesalahan bahasa itu berada pada tataran antara lain: (1)
linguistik (kebahasaan), (2) kegiatan berbahasa, (3) jenis bahasa yang digunakan, (4) penyebab
kesalahan, dan (5) frekuensi kesalahan berbahasa (Tarigan, 1997).
Penyebab kesalahan berbahasa adalah kontak bahasa yang terjadi dalam diri dwibahasawan yang
menyebabkan saling pengaruh antara unsur-unsur bahasa itu (B1 dan B2). Itulah tujuan anda
mempelajari sajian ini.
Dalam kontak bahasa (B1 dan B2), terjadi transfer unsur-unsur bahasa. Apabila unsur-unsur
bahasa yang ditransfer itu menjadikan siswa mudah dalam proses pemerolehan dan pengajaran
bahasa maka itu disebut transfer positif. Apabila unsur-unsur bahasa yangditransferkan itu
menjadikan siswa kesulitan dan salah dalam berbahasa maka itu disebut transfer negatif atau
interferensi. Jadi interferensi (transfer negatif) adalah salah satu penyebab siswa mendapatkan
kesulitan dan kesalahan atau kekhilafan dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa
(B2). Analisis kesalahan berbahasa ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena kesalahan
berbahasa kedua akibat adanya interferensi bahasa pertama yang terjadi pada perilaku bahasa
pembelajar bahasa.
Kesalahan berbahasa selanjutnya dapat dianalisis. Hal itu, menurut Tarigan (1997) untuk
memperbaiki komponen proses belajar–mengajar bahasa. Oleh karena itu, analisis kesalahan
berbahasa ditujukan untuk memperbaiki komponen proses belajar–mengajar bahasa. Komponen
itu antara lain:
a. Tujuan Merumuskan pembelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b. Bahan Ajar
a. menyusun bahan pembelajaran hasil penyempurnaan;
b. menentukan urutan penyajian bahan pembelajaran berdasarkan hasil analisis kesalahan
berbahasa;
c. menetapkan penekanan bahan pembelajaran berdasarkan temuan interferensi bahasa
pertama (B1) siswa;
d. menyusun bahan pelatihan kemampuan siswa dalam proses pemerolehan dan
pembelajaran bahasa kedua;
e. memilih sumber bahan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan siswa.

c. Penyajian Pembelajarana.
a.memilih metode penyajian yang sesuai dengan tujuan dan bahan ajar;
b. memilih metode yang memberi peluang kepada siswa untuk proses pemerolehan dan
pembelajaran bahasa kedua;
c. mengimplementasikan metode (penyajian) pembelajaran dengan strategidan teknik
yang menarik dan bervariasi.
d. Pemilihan Media Pembelajarana.
a.memilih media pengajaran (pembelajaran) yang fungsional sesuai dengan tujuan dan
bahan ajar;
b. menyediakan alat-alat peraga; gambar atau diagram yang diperlukan;
c. melaksanakan demonstrasi atau sosiodrama untuk melatih (membiasakan) siswa dalam
berbahasa.
e. Penilaian Pembelajaran.
a. merumuskan kisi-kisi penilaian;
b. menyusun butir-butir penilaian yang sesuai dengan tujuan dan bahan ajar;
c. merumuskan pedoman atau rambu-rambu menilai keberhasilan dan ketidakberhasilan
siswa, termasuk untuk program remedialnya.

Seperti disebutkan oleh Hendrickson; Richard; Corder dalam Nurhadi (1990), bahwa
kesalahan atau kekhilafan berbahasabukanlah semata-mata harus dihindari, melainkan fenomena
yang dapat dipelajari. Oleh karena itu, analisis
kesalahan berbahasa memiliki tujuan yang mulia, antara lain:
1) Sebagai umpan balik (feedback) bagi guru dalam menentukan tujuan, bahan ajar, prosedur
pengajaran serta penilaian yang sudah dilaksanakannya.
2) Sebagai bukti bagi peneliti (penelitian) dalam mengetahui anak (siswa)
memperoleh dan mempelajari bahasa.
3) Sebagai input (masukan) penentuan sumber atau tataran unsur-unsur kesalahan
berbahasa pada anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa
(B2).
Dengan demikian para guru pengajar bahasa seharusnya melaksanakan analisis kesalahan
berbahasa. Dengan hal tersebut, tujuan analisis kesalahan berbahasa dapat dicapai secara optimal
dan pengajaran bahasa dapat memprediksi kesulitan dan kesalahan siswa dalam berbahasa (B2).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa baik ejaan maupun
tanda bacanya sehingga mudah dipahami olehpembaca atau pendengarnya. Dengan kata lain,
kalimat efektif mampu menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pendengar atau
pembacanya seperti apa yang dimaksudkan oleh penulis.
Suatu kalimat dapat dikatakan sebagai kalimat efektif jika memiliki beberapa syarat sebagai
berikut:
1. Mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya.
2. Tidak menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang penulis.
3. Menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau pendengarnya dengan tepat.
4. Sistematis dan tidak bertele-tele
Contoh kalimat tidak efektif
1 Pembangunan Jalan itu kami dibantu oleh semua warga desa. (Tidak Efekti)
Dalam membangun jembatan itu, kami dibantu oleh semua warga desa. (Efektif)
2 Amara pergi ke sekolah, kemudian Amara pergi ke rumah temannya untuk belajar. (tidak
efektif)
Amara pergi ke sekolah, kemudian kerumah temannya untuk belajar. (efektif)
3 Mahasiswi perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (tidak efektif)
Mahasiswi yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah. (efektif)
4 Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama belajar di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)
5 Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)
6 Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur
meninggalkan rasa kemanusiaan itu.(tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa
kemanusiaan. (efektif)
7 Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
8 Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)
9 Saya hanya memiliki 3 buah buku saja. Tidak efektif)
Saya hanya memiliki 3 buah buku. (Efektif) 10 Budi membicaran tentang pengalaman
liburannya. (Tidak efektif)
Budi membicarak pengalaman liburannya. (Efektif)

3.2 Ciri-ciri Kalimat Efektif


1. Kesepadanan Struktur
Ciri pertama yang melekat pada kalimat efektif adalah adanya kesepadanan struktur pada
kalimat efektif. Adapun kesepadanan struktur yang dimaksud adalah adanya unsur subjek dan
predikat yang jelas dan terkandung pada kalimat efektif. Misalnya:
Para tamu undangan dipersilakan mencicipi hidangan yang telah disediakan.
Subjek: para tamu undangan, Predikat: dipersilakan.

2. Kesamaan Bentuk
Ciri kedua yang melekat pada kalimat efektif adalah adanya kesamaan bentuk yang ada
di dalamnya. Adapun kesamaan bentuk yang dimaksud adalah adanya kesamaan penggunaan
imbuhan pada kata-kata tertentu di dalamnya. Contoh:
Untuk mengetahui apakah uang kertas yang kita pakai itu asli atau palsu, maka kita mesti
melihat, meraba, dan menerawang uang kertas tersebut.
Tiga kata yang dicetak miring di atas mempunyai kesamaan dalam penggunaan imbuhan, di
mana tiga kata tersebut sama-sama menggunakan imbuhan me-.

3. Ketegasan Makna
Ciri kalimat efektif selanjutnya adalah adanya ketegasan makna di dalamnya. Maksud
dari ciri ini adalah bahwa makna yang terkandung di dalam kalimat efektif jelas dan dapat
dipahami oleh orang lain. Contoh:
Pergilah kamu dari sini!
Makna kalimat di atas sangat jelas dan mudah dipahami, di mana kita memahami bahwa maksud
kalimat itu adalah perintah kepada kamu untuk pergi dari sini.
4. Kehematan Kata
Maksud dari ciri ini adalah kata-kata yang digunakan pada kalimat ini dipakai sesuai
dengan keperluan atau konteks yang hendak disampaikan dari kalimat efektif. Contoh:
Aku menyukai buah apel, aku menyukai buah pepaya. (bentuk kalimat yang masih belum
efektif)
Aku menyukai buah apel dan pepaya. (bentuk kalimat di atas yang telah diubah menjadi kalimat
efektif)

5. Kelogisan Makna
Selain tegas, makna yang terkandung pada kalimat efektif mestilah logis, dalam artian
makna yang terkandung dalam kalimat efektif mesti dapat diterima oleh nalar sehat. Misalnya:
Anni kini sudah besar. (bentuk kalimat yang masih belum logis)
Anni kini sudah beranjak dewasa. (bentuk kalimat yang logis)

6. Kepaduan Makna
Ciri kalimat efektif ini masih ada hubungannya dengan ciri kalimat efektif yang kedua.
Jadi, jika suatu kalimat efektif sudah disamakan, maka makna yang dikandung oleh kalimat
efektif pun menjadi kian padu. Misalnya:
Jika kita hendak mengetahui apakah uang kertas yang kita punyai itu asli atau tidak,
maka kita meski terlihat meraba, dan terterawang uang kertas yang kita punyai itu. (kalimat yang
masih belum sama bentuknya dan belum padu maknanya)
Jika kita hendak mengetahui apakah uang kertas yang kita punyai itu asli atau tidak, maka kita
mesti melihat, meraba, dan menerawang uang kertas yang kita punyai itu. (kalimat efektif yang
sudah disamakan bentuknya dan sudah padu maknanya)

7. Kecermatan dan Kesantunan


Ciri terakhir dari kalimat efektif adalah kecermatan dan kesantunan dalam penggunaan
kata di dalamnya. Kecermatan dan kesantunana penggunaan kata dilakukan agar kata yang
digunakan sesuai dengan konteks kalimat dan tidak menyinggung pihak-pihak tertentu.

3.3 Syarat-syarat Kalimat Efektif


Syarat Kalimat Efektif
Terdapat 6 syarat / prinsip yang wajib terpenuhi agar bisa tertulis kalimat yang efektif, berikut
penjelasanya

1. Kesatuan

Kesatuan adalah keseimbangan antara pikiran dan struktur bahasa yang dipakai. Kesatuan gagasan
kalimat ini diperlihatkan pada kesepadanan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.

Ciri-ciri yang kesatuan:

a. terdapat subjek dan predikat yang jelas.

Hindari pemakaian kata depan (di, ke, sebagai, dll) sebelum subjek.

Contoh kalimat kesatuan:

Di rumah adat para petua sedang mendiskusikan masalah kejahatan yang terjadi. (Salah)

Para tetua adat mendiskusikan masalah kejahatan yang terjadi pada rumah adat. (Benar)

b. Tidak ada subjek ganda

Contoh :

Pembangunan jalan itu kami dibantu warga desa. (Salah)

Dalam membangun jalan itu, kami dibantu warga desa. (Benar)

c. Tidak memakai kata penghubung intrakalimat pada kalimat tunggal

Contoh :

Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tak mampu mengikuti acara pertama (Salah)

Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak mampu mengikuti acara pertama. (Benar)
d. Predikat kalimat tak didahului kata yang

Contoh :

Bahasa Malaysia yang berasal dari bahasa Melayu.(Salah)

Bahasa Malaysia berasal dari bahasa Melayu.(Benar)

2. Kehematan

Kehematan adalah usaha untuk menghindari pemakaian kata yang tidak begitu perlu. Hemat disini
berarti tak memakai kata-kata mubazir, tak menjamakkan kata yang telah berbentuk jamak, dan tidak
mengulang subjek. Dengan menghemat kata, kalimat menjadi padat dan juga berisi.

Contoh kalimat kehematan:

Karena ia tak diundang, dia tidak datang pada pesta itu. (Salah)

Karena tak diundang, dia tidak datang pada pesta itu. (Benar)

3. Keparalelan

Keparalelan adalah kesamaan bentuk yang dipakai pada kalimat itu.

Maksudnya adalah jika pada kata pertama memiliki bentuk verba, maka kata kedua juga berbentuk
verba

Contoh kalimat keparalelan:

Sang tutor memaparkan, dan penerapan sebuah aplikasi pada para praktikan. (Salah)

Sang tutor memaparkan, dan menerapkan sebuah aplikasi pada para praktikan. (Benar).

4. Kelogisan

Kelogisan merupakan ide kalimat itu bisa diterima akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang
berlaku.

Contoh :
Waktu dan tempatnya kami persilahkan. (Salah)

Bapak dosen kami persilahkan. (Benar)

5. Kepaduan (Koherensi)

Koherensi merupakan terjadinya hubungan yang padu antara unsur pembentukan kalimat. adalah syarat
dari kalimat efektif agar diharapakan nantinya tiap informasi yang diterima tak pecah.

Ciri-ciri di contoh koherensi yang rusak karena tempat kata kalimat tidak sesuai dengan pola kalimat.

Contoh :

Ikan memakan kakak tadi pagi (Salah)

Kakak memakan ikan tadi pagi (Benar)

Selain itu, satu contoh lagi koherensi yang rusak sebab menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau
tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.

Contoh :

dia membahas daripada kehendak rakyat. (Salah)

dia membahas kehendak rakyat. (Benar)

6. Ketepatan

Ketepatan merupakan kesesuaian atau juga kecocokan pemakaian unsur yang membentuk kalimat
hingga tercipta pengertian yang bulat dan pasti.

Contoh kalimat ketepatan, contohnya dibawah ini tentang kesalahan dalam penggunaan tanda koma:

Roni lupa bagaimana cara melukis, mengecat dan berjahitan. (Salah)

Roni lupa bagaimana cara melukis, mengecat, dan menjahit.(Benar)

3.4 Struktur Kalimat Efektif


Struktur kalimat efektif  haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan
bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti. Kalimat yang
strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk dan sekaligus kesatuan arti. Sebaliknya
kalimat yang strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan kesatuan apa-apa dan
merupakan suatu pernyataan yang salah.
Jadi, kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang
terdapat di dalamnya (yang pada umumnya terdiri dari kata) harus menempati posisi yang jelas
dalam hubungan satu sama lain. Kata-kata itu harus diurutkan berdasarkan aturan-aturan yang
sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang, aalagi bertentangan. Setiap penyimpangan biasanya
akan menimbulkan kelainan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat pemakai bahasa itu.
Misalnya, Anda akan menyatakan Saya menulis surat buat papa. Efek yang ditimbulkannya akan
sangat lain, bila dikatakan:
1.    Buat Papa menulis surat saya.
2.    Surat saya menulis buat Papa.
3.    Menuis saya surat buat Papa.
4.    Papa saya buat menulis surat.
5.    Saya Papa buat menulis surat.
6.    Buat Papa surat saya menulis.
Walaupun kata yang digunakan dalam kalimat itu sama, namun terdapat kesalahan.
Kesalahan itu terjadi karena kata-kata tersebut (sebagai unsur kalimat) tidak jelas fungsinya.
Hubungan kata yang satu dengan yang lain tidak jelas. Kata-kata itu juga tidak diurutkan
berdasarkan apa yang sudah ditentukan oleh pemakai bahasa.
Demikinlah biasanya yang terjadi akibat penyimpangan terhadap kebiasaan struktural
pemakaian bahasa pada umumnya. Akibat selanjutnya adalah kekacauan pengertian. Agar hal ini
tidak terjadi, maka si pemakai bahasa selalu berusaha mentaati hokum yag sudah dibiasakan.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
  Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat
sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap
seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.
  Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan
keterangan (Ket).
  Ciri-ciri kalimat efektif yaitu : Kesepadanan, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan,
kepaduan, kelogisan.
4.2 Saran
Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini masih bersifat sangat sederhana dan simpel.
Serta dalam Penyusunan makalah inipun masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan
materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Putrayasa, Bagus. 2014. Kalimat Efektif di https://id.wikipedia.org/wiki/Kalimat_efektif (akses


27 November 2019 10:00)
DosenBahasa. 2018. 7 Ciri-ciri Kalimat Efektif Dalam Bahasa Indonesia di
https://dosenbahasa.com/ciri-ciri-kalimat-efektif (akses 27 November 2019 10:30)
Septyan, Ananda Rizky. 2019. Kalimat Efektif : Pengertian, Tujuan, Syarat dan Contoh di
https://bahasa.foresteract.com/kalimat-efektif/ (akses 27 November 2019 11:10)
Angga, Guru. 2019. Contoh Struktur Kalimat Efektif Beserta Syarat dan Ciri-cirinya di
https://materibelajar.co.id/contoh-struktur-kalimat-efektif/ (akses 27 November 2019 11:34)

Anda mungkin juga menyukai