Anda di halaman 1dari 14

BAHASA INDONESIA

‘’BAHASA BAKU’’

DISUSUN OLEH :
DEWANGGA KRISNA AJI PRATAMA
YUNITA DJ. TUYE
TRI WAHYUNI
WAHYUNITA ARNAENI

FAKULTAS EKONOMI / AKUNTANSI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Bahasa Indonesia” ini dengan baik.
Adapun tujuan kami menulis makalah ini yaitu agar kita mengetahui mengenai bahasa
Indonesia baku serta penggunaannya baik di dalam proses pembelajaran maupun di dalam
kehidupan sehari-hari.
Tidak ada manusia yang sempurna. Kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan
yang tanpa sengaja dibuat, baik kata maupun tata bahasa di dalam makalah ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah kami. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Penyusun
\ DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
a. latar belakang masalah

BAB 2 PEMBAHASAN
a. pengertian bahasa baku
b. pengertian bahasa tidak baku
c. pengertian bahasa indonesia baku dan tidak baku
d. fungsi bahasa baku
e. fungsi bahasa tidak baku
f. ciri-ciri bahasa baku dan tidak baku
g. pemakaian bahasa indonesia baku dan tidak baku dengan benar
h. contoh bahasa indonesia baku dan tidak baku
i. contoh kalimat baku dan tidak baku
j. contoh-contoh kesalahan berbahasa

BAB 3 PENUTUP
a. kesimpulan
b. saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan
istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan makna
istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat
berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. Mereka tidak mampu
membedakan antara bahasa yang baku dan yang nonbaku. Pateda (Alwi, 1997:30)
mengatakan bahwa, “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku.
Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku.”
Slogan “Pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar”, tampaknya mudah
diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak
berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus menggunakan
bahasa baku. Demikian juga, masih ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya buatan
pemerintah agar bangsa ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa. “Manakah
ada bahasa baku, khususnya bahasa Indonesia baku? “Manalah ada bahasa Indonesia lisan
baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang yang mampu menggunakan bahasa baku itu,
sebab mereka berasal dari daerah.’’ Atau mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa
daerahnya jika mereka berbahasa Indonesia secara lisan. Dengan gambaran kondisi yang
demikian itu, di dalam bab ini dibahas tentang pengertian bahasa baku, pengertian bahasa
nonbaku, pengertian bahasa Indonesia baku, fungsi pemakaian bahasa baku dan bahasa
nonbaku. Terakhir, akan dibahas tentang ciri-ciri bahasa baku dan bahasa nonbaku, serta
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Baku


Ragam bahasa yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan, merupakan
pokok yang sudah agak banyak yang di telaah orang. Ragam itu jugalah yang kaidah-
kaidahnya paling lengkap di berikan jika di bandingkan dengan bahasa yang lain. Ragam
itu tidak saja di telaah dan di berikan, tetapi juga di ajarkan di dunia pendidikan formal.
Sejarah umum perkembangan bahasa menunjukkan bahwa ragam itu memperoleh
gengsi dan wibawa yang tinggi karena ragam itu juga yang di pakai oleh kaum yang
berpendidikan yang kemudian dapat menjadi pemuka di berbagai bidang kehidupan
yang penting. Pejabat pemerintah, hakim, pengacara, perwira sastrawan, pemimpin
perusahaan, wartawan, guru, generasi demi generasi terlatih dalam ragam pendidikan
formal itu. Ragam itulah yang di jadikan tolak bandingan bagi pemakaian bahasa yang
benar. Fungsinya sebagai tolak ukur menghasilkan nama bahasa baku atau bahasa
standar.

Ragam baku memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan
atuuran yang tetap. Baku dan standar tidak dapat berubah setiap saat. Ragam baku
dalam penulisan laporan, karangan ilmiah, undangan, percakapan teleponperlu di
kembangkan lebih lanjut. Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat
kecendekiannya. Perwujudannya dalam kalimat, paragraphdan satuan bahasa lain yang
lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis dan masuk
akal. Proses kecendekiannya bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan
teknologi modern, yang umumnya masih bersumber pada bahasa asing, hal ini harus
dapat di lakukan lewat ragam baku bahasa Indonesia. Proses pembakuan sampai pada
taraf tertentu seperti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamanan ragam bahasa,
atau penyeragaman variasi bahasa. Itulah ciri ketiga bahasa yang baku. Setelah
mengenali ketiga ciri umum yang melekat pada ragam standar bahasa kita, baiklah kita
beralih kepembicaraan tentang lajunya proses pembakuan di bidang ejaan, kosa kata,
dan tata bahasa sampai kini.

Bahasa merupakan alat komunikasi penting yang dapat menghubungkan


seseorang dengan yang lainnya. Keraf (2005:54) menyebutkan dua pengertian bahasa.
Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer. Pada kaidah bahasa Indonesia terdapat dua ragam bahasa, yaitu
bahasa baku dan bahasa tidak baku.

Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam
bahasa Inggris, dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali diperkenalkan
oleh Vilem Mathesius pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha atau The Prague
School. Pada 1930, B. Havranek dan Vilem Mathesius merumuskan pengertian bahasa
baku itu. Mereka berpengertian bahwa bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang telah
dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara
luas.
Bahasa baku adalah bahasa standar (pokok) yang kebenaran dan ketetapannya
telah ditentukan oleh negara. Baku berarti bahasa tersebut tidak dapat berubah setiap
saat. Baku atau standar beranggapan adanya keseragaman. Berdasarkan teori, bahasa
baku merupakan bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan
sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa baku mencakup pemakaian sehari-hari pada
bahasa percakapan lisan maupun bahasa tulisan. Tetapi pada penggunaanya bahasa baku
lebih sering digunakan pada sistem pendidikan negara, pada urusan resmi pekerjaan, dan
juga pada semua konteks resmi. Sementara itu, di dalam kehidupan sehari-hari lebih
banyak orang yang menggunakan bahasa tidak baku dan sesuka hati.
Berdasarkan pengertian di atas, bahasa baku adalah bahasa standar yang benar
dan digunakan oleh suatu masyarakat pada suatu negara. Bahasa baku atau standar itu
harus diterima dan berterima bagi masyarakat bahasa.

B. Pengertian Bahasa Tidak Baku


Bahasa nonbaku adalah ragam bahasa yang berkode berbeda dengan kode bahasa
baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi. Ragam bahasa nonbaku dipakai pada
situasi santai dengan keluarga, teman, di pasar, dan tulisan pribadi buku harian. Ragam
bahasa nonbaku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan
sehari-hari terutama dalam percakapan.

C. Pengertian Bahasa Indonesia Baku dan Tidak Baku


Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk
bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh
masyarakat Indonesia secara luas. Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa
Indonesia yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model
masyarakat Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.

D. Fungsi Bahasa Baku


1. Fungsi bahasa baku
Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan,
merupakan pokok yang sudah agak banyak yang di telaah orang. Ragam itu jugalah yang
kaidah-kaidahnya paling lengkap diberikan jika dibandingkan dengan bahasa yang lain.
Ragam itu tidak saja di telaah dan diberikan,tetapi juga di ajarkan di dunia pendidikan
formal. Sejarah umum perkembangan bahasa menunjukkan bahwa ragam itu
memperoleh gengsi dan wibawa yang tinggi karena ragam itu juga yang di pakai oleh
kaum yang berpendidikan yang kemudian dapat menjadi pemuka di berbagai bidang
kehidupan yang penting. Pejabat pemerintah, hakim, pengacara, perwira sastrawan,
pemimpin perusahaan, wartawan, guru, generasi demi generasi terlatih dalam ragam
pendidikan formal itu. Ragam itulah yang di jadikan tolak bandingan bagi pemakaian
bahasa yang benar. Fungsinya sebagai tolak ukur menghasilkan nama bahasa baku atau
bahasa standar.
Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan
aturan yang tetap. Baku dan standar tidak dapat berubah setiap saat. Ragam baku dalam
penulisan laporan, karangan ilmiah, undangan, percakapan telepon perlu dikembangkan
lebih lanjut. Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiannya.
Perwujudannya dalam kalimat, paragraph dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal. Proses
kecendekiannya bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern
, yang umumnya masih bersumber pada bahasa asing, hal ini harus dapat di lakukan
lewat ragam baku bahasa Indonesia. Proses pembakuan sampai pada taraf tertentu
seperti penyeragaman kaidah, bukan penyamanan ragam bahasa, atau penyeragaman
variasi bahasa. Itulah ciri ketiga bahasa yang baku. Setelah mengenali ketiga ciri umum
yang melekat pada ragam standar bahasa kita, baiklah kita beralih ke pembicaraan
tentang lajunya proses pembakuan di bidang ejaan, lafal, kosa kata, dan tata bahasa
sampai kini.

Menurut Hasan Alwi, dkk (2003:15) bahasa baku mendukung empat fungsi,
yaitu:

1. Fungsi pemersatu. Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa daerah. Jika setiap
masyarakat menggunakan bahasa daerahnya, maka dia tidak dapat berkomunikasi dengan
masyarakat dari daerah lain. Fungsi bahasa baku memperhubungkan semua penutur
berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka
menjadi satu masyarakat bangsa.
2. Fungsi pemberi kekhasan. Suatu bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa yang
lain. Melalui fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional
masyarakat bahasa yang bersangkutan.
3. Fungsi pembawa kewibawaan. Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau
prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai
kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku
sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat) yang mahir berbahasa Indonesia dengan
baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain.
4. Fungsi kerangka acuan. Sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan adanya
norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolak
ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau golongan.

Bahasa baku menghubungkan semua penutur berbagai dialeg bahasa itu. Dengan
demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan
meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu.

Fungsi pemberi kekhasan yang di lembah oleh bahasa baku membedakan bahasa itu dari
bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa yang
lain. Karena fungsi itu, bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena
fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Yang jelas ialah pendapat orang banyak bahwa bahasa Indonesia lain
dari pada bahasa Malaysia, serta lain dari bahasa melayu di Singapura atau Brunai. Bahkan
bahasa Indonesia di anggap sudah jauh berbeda dari bahasa melayu Riau-Johor yang
menjadi induknya.
Ahli bahasa dan khalayak ramai di Indonesia pada umumnya berpendapat bahwa
perkembangan bahasa Indonesia dapat di jadikan teladan bagi bangsa lain di Asia Tenggara
(dan mungkin di afrika) yang juga memerlukan bahasa yang modern.

Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa
dengan adanya norma dan kaidah (yang di kodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu yang
menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa orang seorang atau golongan.
Dengan demikian, penyimpangaan dari norma dan kaidah bahasa dapat di nilai.

Pembakuan bahasa dapat di selenggarakan oleh badan pemerintah yang resmi atau oleh
organisasi swasta. Di Indonesia ada badan pemerintah yang di tugasi untuk penanganan
pembakuan bahasa. Namanya pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.

Ejaan atau tata cara menulis, bahasa Indonesia dengan huruf latin untuk ketiga kali di
bakukan secara resmi pada tahun 1972, setelah berlakunya ejaan Van Ophuijsen (1901),
dan ejaan Soewandi (1947). Pada tahun 1975 di keluarkan pedoman umum ejaan yang di
sempurnakan yang menguraikan kaidah ejaan yang baru secara terperinci dan lengkap. Jika
kita menerapkan patokan pembakuan yang terurai di atas, maka dapat di kemukakan
pendapat bahwa kaidah ejaan kita sudah seragam, dasar penyusunannya memenuhi syarat
kecendekiaan, tetapi pelaksanaannya belum mantap. Mengingat jumlah variasi pelafalan,
atau pengucapan, bahasa indonesia yang di izinkan atau di terima itu sangat besar,
akibatnya banyak ragam kedaerahan, pelaksanaan ejaan yang baku menjamin kemudahan
proses pemahaman di antara semua penutur yang terbesar di pulauan kita. Apapun
lafalkata mengacu pada `mobil tumpangan yang dapat membuat orang banyak`di panuli,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Atau Minahasa, hendaknya di sepakati agar ejaannya yang baku
ialah bus dan bukan bis.

Sebagaimana di katakan di atas, lafal bahasa indonesia banyak coraknya. Kita tidak bisa
berhadapan dengan ragam kedaerahan., tetapi juga dengan ragam orang yang kurang
pendidikan, yang fonologi bahasanya berbeda. Jika di tinjau dari sudut pembakuan, kita
dapat mengambil dua sikap. Yang pertama didukung oleh anggapan berbagai lafal yang ada
dibiarkan selama lafal itu, ternyata tidak mengganggu arus perhubungan kebahasaan
diantara penuturnya.

2. Bahasa yang baik dan benar


Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi lewat
surat keputusan pejabat pemerintah, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan
umum dan yang wujudnya dapat kita saksikan pada praktek pengajaran bahasa kepada
khalayak. Dengan lebih muda dapat dibuat perbedaan anttara bahas yang benar dan
yang baik. Pemakaian bahasa yang benar dan yang tidak. Pemakaian bahasa yang
mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan
bahasa yang bbaik atau benar. Jika orang masih berbeda pendapat tentang benar
tidaknya suatu bentuk bahasa, maka selisih pendapat itu menandakan bahwa bahasa
tersebut tidaklah standar, atau adanya pembakuan yang belum mantap.
Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai
sasarannya, apapun jenisnya, dianggap berbahasa dengan efektif. Bahasa yang
membuakan efek atau hasil karena serasi dengan peristiwa atau keadaan yang
dicapainya. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan
jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasayang baik dan tepat. Bahasa yang
harus mengenai sasarannya tidak selalu beragam baku. Dengan demikian anjuran agar
kita ‘’berbahasa indonesia dengan baik dan benar’’ dapat diartikan pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasaran dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang
benar. Ungkapan ‘’bahasa indonesia yang baik dan benar’’, sebaliknya, mengacu
keragaman bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.

E. Fungsi Bahasa Tidak Baku.


Bahasa tidak baku adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan santai (tidak
resmi) sehari-hari yang biasanya digunakan pada keluarga, teman, dan di pasar. Fungsi
penggunaan bahasa nonbaku adalah untuk mengakrabkan diri dan menciptakan kenyamanan
serta kelancaran saat berkomunikasi (berbahasa).

F. Ciri-ciri Bahasa Baku dan Tidak Baku

1. Ciri Bahasa Baku


Menurut Hasan Alwi, dkk (2003:14) ciri-ciri bahasa baku terbagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan aturan
yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.
b. Memiliki sifat kecendikian. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa
lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan
masuk akal.
c. Baku atau standar beranggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai taraf
tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa, atau
penyeragaman variasi bahasa.

2. Ciri-ciri lain bahasa baku adalah:


a. tidak terpengaruh bahasa daerah;
b. tidak dipengaruhi bahasa asing;
c. bukan merupakan ragam bahasa percakapan sehari-hari;
d. pemakaian imbuhannya secara eksplisit;
e. pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat;
f. tidak terkontaminasi dan tidak rancu.

3. Ciri Bahasa Tidak Baku


Bahasa nonbaku juga memiliki ciri khas yaitu:
1. walaupun terkesan berbeda dengan bahasa baku, tetapi memiliki arti yang sama.
2. dapat terpengaruh oleh perkembangan zaman.
3. dapat terpengaruh oleh bahasa asing.
4. digunakan pada situasi santai/tidak resmi.
G. Pemakaian Bahasa Indonesia Baku dan Tidak Baku dengan Baik dan
Benar
Bahasa Indonesia baku dan nonbaku mempunyai kode atau ciri bahasa dan fungsi
pemakaian yang berbeda. Kode atau ciri dan fungsi setiap ragam bahasa itu saling berkait.
Bahasa Indonesia baku berciri seragam, sedangkan ciri bahasa Indonesia nonbaku beragam.
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau yang dianggap baku
adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan benar. Dengan demikian, pemakaian
bahasa Indonesia baku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah
bahasa atau gramatikal bahasa baku.

Sebaliknya, pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah pemakaian


bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal baku, melainkan kaidah
gramatikal nonbaku. Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik adalah pemakaian
bahasa Indonesia yang mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa baku.
Pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan baik adalah pemakaian bahasa yang tidak
mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa Indonesia nonbaku.

Konsep baik dan benar dalam pemakaian bahasa Indonesia baik baku maupun
nonbaku saling mendukung dan saling berkait. Tidaklah logis ada pemakaian bahasa
Indonesia yang baik, tetapi tidak benar. Atau tidaklah logis ada pemakaian bahasa yang
benar tetapi tidak baik. Oleh karena itu, konsep yang benar adalah pemakaian bahasa yang
baik harus juga merupakan pemakaian bahasa yang benar atau sebaliknya.

H. Contoh Bahasa Indonesia Baku dan Tidak Baku

Kita sering kesulitan menentukan kata yang baku dan kata yang tidak baku. Berikut
ini adalah daftar kata-kata baku bahasa Indonesia yang disusun secara alfabetis.

No Kata Baku Kata Nonbaku


1. Aktif aktip, aktive
2. Alquran Al-Quran, Al-Qur’an, Al Qur’an
3. Apotek Apotik
4. Azan Adzan
5. Cabai cabe, cabay
6. Daftar Daptar
7. Doa do’a
8. Efektif efektip, efektive, epektip, epektif
9. Elite Elit
10. e-mail email, imel
11. Februari Pebruari, February
12. Foto Photo
13. fotokopi foto copy, photo copy, photo kopi
14. Hakikat Hakekat
15. Ijazah ijasah, izajah
16. Izin Ijin
17. Jadwal Jadual
18. Jumat Jum’at
19. Karena Karna
20. karismatik Kharismatik
21. Kreatif kreatip, creative
22. Lembap Lembab
23. Lubang Lobang
24. Maaf ma’af
25. makhluk Mahluk
26. mukjizat mu’jizat
27. Napas Nafas
28. Nasihat Nasehat
29. Objek Obyek
30. provinsi propinsi, profinsi

I. Contoh kalimat baku dan tidak baku


1. Kalimat Tidak Baku
1. Semua peserta daripada pertemuan itu sudah pada hadir.
2. Kami menghaturkan terima kasih atas kehadirannya.
3. Mengenai masalah ketunaan karya perlu segera diselesaikan dengan tuntas.
4. Sebelum mengarang terlebih dahulu tentukanlah tema karangan.
5. Pertandingan itu akan berlangsung antara Regu A melawan Regu B.
6. Kita perlu pemikiran-pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kota.

2. Kalimat Baku
1. Semua peserta pertemuan itu sudah hadir.
2. Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
3. Masalah ketunakaryaan perlu segera diselesaikan dengan tuntas.
4. Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan.
5. Pertandingan itu akan berlangsung antara Regu A dan Regu B.
6. Kita memerlukan pemikiran untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengembangan kota.
J. Contoh-contoh Kesalahan Berbahasa
Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang
pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang menyimpang
dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bahasa orang dewasa.
Kesalahan berbahasa adalah pengguanan bahasa yang menyimpang dari kaidah
bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Penyimpangan kaidah bahasa dapat disebabkan oleh
menerapkan kaidah bahasa dan keliru dalam menerapkan kaidah bahasa. Dalam pengajaran
bahasa, dikenal dua istilah kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake).
Menurut Tarigan (1988: 87), kesalahan berbahasa erat kaitannya dengan pengajaran bahasa,
baik pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran kedua. Kesalahan berbahasa tersebut
mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Kesalahan berbahasa harus dikurangi
bahkan dapat dihapuskan. Kesalahan-kesalahan tersebut sering timbul dan banyak terjadi
pada penulisan-penulisan ilmiah.

Contoh 1: Kesalahan antarbahasa (interlingual errors)

 Dalam Bahasa Inggris


Salah Benar

1. I like do it. I like to do it


2. Jim doesn’t likes it. Jim doesn’t like it.
3. I not craying. I am not craying.
Adapun kesalahan pada contoh satu (1) adalah tidak adanya kata pemisah diantara dua
kata kerja, yaitu like dan do yang seharusnya dipisahkan oleh kata to. Pada contoh dua (2)
kesalahan terjadi karena kesalahan grammar atau tata bahasanya, yaitu apabila sebuah
kalimat itu negatif (ditandai oleh kata doesn’t), maka kata kerja setelahnya (like) tidak boleh
ditambahkan oleh akhiran s atau es dan pada contoh tiga (tiga) kesalahan yang terjadi adalah
tidak terteranya to be (am)atau kata bantu pada kalimat berpola present continous tense.

 Dalam Bahasa Indonesia


Salah Benar

1. Saya suka nonton bola. Saya suka menonton bola.


2. Presiden resmikan pabrik baru. Presiden meresmikan pabrik baru.
3. Bapak ada rumah. Bapak ada di rumah.
Pada contoh satu (1) dan dua (2) kesalahan terjadi karena kata nonton dan resmikan,
kehilangan awalan me-, sedangkan pada contoh tiga (3) kesalahan yang terjadi adalah akibat
hilangnya atau tidak adanya partikel di- sebelum kata rumah.

Contoh 2: Kesalahan antarbahasa (interlingual errors)


Adalah kesalahan-kesalahan yang semata-mata mengacu pada kesalahan B2 yang
mencerminkan struktur bahasa asli atau bahasa ibu, tanpa menghiraukan proses-proses
internal atau kondis-kondisi eksternal yang menimbulkannya. Kesalahan antarbahasa
merupakan kesalahan yang sama dalam struktur bagi kalimat atau frasa yang berekuivalen
secara semantik dalam bahasa ibu sang pelajar. Kesalahan antarbahasa (interlingual) disebut
juga kesalahan interferensi, yakni: kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa
pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2).
Contoh:

Salah Benar

1. Dia datang Bandung dari. 1. Dia datang dari Bandung.


2. Makanan itu telah dimakan oleh saya. 2. Makanan itu telah saya makan.
3. Tak apalah, it doesn’t matter. 3. Tak apalah, itu bukan masalah.
4. Te‛nang, bu. 4. Tenang, bu.

Pada contoh satu (1) di atas adalah ucapan dari seorang anak Karo yang belajar Bahasa
Indonesia untuk mencerminkan susunan atau urutan kata frasa proposisi dalam bahasa Karo
(Bandung dari berarti ‘dari Bandung). Pada contoh dua (2) kesalahan terjadi karena tuturan
yang digunakan dipengaruhi oleh bahasa Sunda karena kalimat Sundanya adalah “makanan
teh atos kuabdi”. Bila tuturan tersebut dituturkan kedalam Bahasa Indonesia, maka
seharusnya “makanan itu telah saya makan”. Hal itu didasarkan pada struktur Bahasa
Indonesia. Pada contoh tiga (tiga) kesalahan terjadi karena adanya penggunaan unsur bahasa
lain (Bahasa Inggris) ke'dalam Bahasa Indonesia yaitu pada frase “ It doesn’t matter” yang
memiliki padanan kata “itu bukan masalah” dalam Bahasa Indonesia dan pada contoh empat
(4) merupakan contoh tuturan yang diujarkan oleh penutur Batak. Huruf “e” pada kata
tenang seharusnya dilafalkan lemah, bukan keras.

Selain dari contoh diatas juga masih banyak lagi contoh-contoh dan jenis-jenis kesalahan
berbahasa yang tidak dapat dapat pemakalah sampaikan pada makalah ini.
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan. Dengan bahasa
manusia dapat menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain. Pada bahasa terdapat dua
ragam bahasa, yaitu bahasa baku dan bahasa nonbaku. Bahasa baku merupakan bahasa
standar atau pokok yang digunakan oleh masyarakat pada suatu negara. Sedangkan bahasa
nonbaku adalah bahasa yang berbeda dengan struktur atau gaya baku, dan biasanya
digunakan pada lingkungan atau keadaan tidak resmi.
Bahasa Indonesia juga memiliki bahasa baku dan nonbaku. Bahasa Indonesia baku pada
umumnya sesuai dengan pola SPOK dan biasanya dipelajari di sekolah dan digunakan pada
lingkungan dan keadaan yang resmi. Begitupun dengan bahasa Indonesia nonbaku. Masing-
masing bahasa baku dan nonbaku memiliki fungsi dan ciri yang berbeda. Baik itu bahasa
Indonesia baku dan nonbaku sebaiknya digunakan dan dipakai dengan benar.

b. Saran

Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang
adalah tempat salah dan dosa dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi
motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga
mengucapkan terima kasih atas dosen mata kuliah bahasa indonesia yang telah memberi
kami tugas kelompok demi kebaikan diri kita sendiri dan untuk negara dan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai