Anda di halaman 1dari 13

Modul 3

A. Bahasa dan Ragam Bahasa Baku


B. Deskripsi Materi Pembelajaran

Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, pemakaian bahasa dikatakan berhasil


apabila maksud yang ingin disampaikan oleh penutur atau penulis dalam berbahasa
Indonesia dapat dipahami secara tepat dan cepat oleh pendengar atau pembaca. Karena
itu, penutur atau penulis hendaknya menggunakan kalimat yang tepat dan efektif ketika
berbahasa. Kalimat yang susunan gramatikanya tidak benar, terlalu panjang atau terlalu
pendek sehingga tidak mengungkapkan maksud secara tepat bukanlah kalimat yang
efektif. Dalam berbahasa, penutur atau penulis dituntut memiliki kemahiran dalam
membuat kalimat-kalimat yang efektif agar tujuan berbahasanya dapat tercapai dengan
baik. Struktur kalimat hendaknya diatur dengan baik, kata-kata yang digunakan juga
perlu dipilih yang sesuai agar pesan yang akan disampaikan melalui tuturan atau tulisan
dapat sampai kepada pendengar atau pembaca persis seperti yang dikehendaki penutur
atau penulis.

Modul ini mengantarkan mahasiswa untuk mengenal pemakaian kalimat efektif


dalam berbahasa Indonesia. Di dalam modul ini disampaikan ciri-ciri kalimat efektif
dan contoh-contoh penggunaannya.

A. Tujuan Instruksional Umum

Dengan memahami materikuliah kalimatefektif dalam bahasa Indonesia mahasiswa


memiliki kemampuan yang memadai dalam berbahasa Indonesia baik lisan maupun
tulis.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat:

1) Menggunakan kalimat yang efektif dalam berbahasa Indonesia baik


lisan maupun tulis.
2) Membedakan ciri-ciri kalimat efektif dalam bahasa Indonesia.

C.
1. Bahasa dan Ragam Bahasa Baku
Kalau kita memperhatikan kehidupan sehari-hari, betapa pentingnya peranan
bahasa sebagai alat komunikasi. Manusia telah ditakdirkan satu sama lain
memerlukan pertolongan untuk memelihara, meningkatkan, dan mempertahankan
kehidupannya. Pertolongan itu pertama-tama diperoleh dengan bantuan bahasa.
Andaikan manusia hidup seorang diri, tidak berkeluarga, tidak mempunyai sahabat
kenalan, pendek kata tidak ada masyarakat, tidak akan ada bahasa.akan tetapi,
sepanjang pengetahuan kita, manusia tidak pernah hidup seorang diri, melainkan
selalu hidup berkelompok betapapun keciol dan sederhana karena manusia itu adalah
makhluk sosial. Jelaslah, bahasa dan masyarakat bersangkut-paut.
Karena masyarakat bersifat kompleks, tidak ada satu bahasapun di dunia yang
seragam sifatnya. Indosesia, yang terdiri atas beribu-ribu pulau, besar dan kecil, yang
dihuni pula oleh ratusan suku bangsa dengan pola kebudayaan sendiri-sendiri.
Melahirkan berbagai ragam bahasa meskipun ragam bahasa yang bermacam-macam
itu disebut bahasa indonesia juga. Ragam regional membedakan bahasa yang dipakai
di suatu daerah dengan yang ada di daerah lain. Pemakaian bahasa indonesia di jawa
barat, misalnya, sedikit banyak berbeda dengan pemakaian bahasa indonesia di jawa
tengah, di manado, di ambon, dan di daerah-daerah lain. Ragam bahasa menurut
tempat itu kita sebut dialek geografis. Tiap-tiap bahasa mempunyai juga dialek sosial
yang membedakan bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok sosial dari kelompok
sosial lain. Ciri-ciri bahasa yang khusus dipakai oleh para sarjana, para nelayan, para
petani, dan kelompok sosial lainnya, masing-masing menandai suatu dialek sosial.
Disamping itu, ragam bahasa ditentukan juga oleh situasi dan oleh pribadi
pemakainya.
Di antara ragam-ragam bahasa yang di pergunakan dalam masyarakat, ragam
bahasa yang mempunyai nilai komunikatif yang palinh tinggi ialah bahasa baku atau
bahasa standar yang fungsinya menyangkut kepentingan nasional. Tegasnya, bahasa
buku itu dipakai dalam situasi atau lingkungan resmi dan pergaulan sopan, seperti
dalam surat-menyurat resmi, pengumuman-pengumuman yang di keluarkan oleh
instansi resmi, perundang-undangan, karangan-karangan ilmiah, buku-buku pelajaran,
pidato, ceramah, pembicaraan dengan orang yang di hormati atau perlu di hormati,
dan lain-lain. Karena fungsi itulah, bahasa baku terikat tuli9san baku, ejaan buku,
kosakata baku, tata bahasa baku, dan lafal baku.
Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa dalam situasi resmi itu, penggunaan
bahasa indonesia tidak hanya terikat oleh kaidah atau norma bahasa, juga bergantung
kepada lingkungan atau situasi tempat si pembicara dan orang yang di ajak berbicara.
Dengan kata lain, kita harus menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar.
Yang dimaksud dengan bahasa yang benar ialah bahasa yang penggunaannya sesuai
dengan kaidah atau norma bahasa, sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang
penggunaannya sesuai dengan situasi, sesuai dengan orang yang di ajak berbicara, dan
sesuai pula dengan tempat bahasa itu dipakai. Bahasa yang benar belum tentu baik.
Contoh :

Kalau ada seorang mahasiswa, misalnya, menemui seorang dosen di kantornya dan
berkata, “pak. Saya mau berbicara dengan bapak sekarang. Bisa atau tidak ?”

Walaupun apa yang dikemukakan oleh mahasiswa itu mengikuti kaidah bahasa,
ungkapan itu tidaklah baik. Sebabnya ialah bahwa mahasiswa tersebut tidak
memperhatikan situasi, tempat, dan orang yang di ajak berbicara. Lain halnya kalau
dia mengatakan, “Apakah Bapak tidak berkeberatan berbicara dengan saya sebentar?”

Penggunaan bahasa dalam lingkungan tidak resmi, seperti surat-menyurat di antara


teman-teman akrab, tawar-menawar di warung atau toko, tidak terikat atau terlalu
terikat oleh kaidah bahasa. Bahkan, ada kalanya penggunaan bahasa indonesia dalam
situasi santai atau tidak resmi itu, dicampur dengan kata-kata atau unsur bahasa
daerah atau bahasa asing. Walaupun begitu, sepanjang pengungkapannya itu
dimengerti atau dipahami benar oleh pihak pembicara dan yang di ajak berbicar,
ungkapan itu merupakan ungkapan yang baik. Beberapa contoh ungkapan yang
termasuk ragam bahasa nonbaku terlihat di bawah ini.

(1) Bilang sama mereka uang itu belum bisa dikasih sekarang
(2) Kapan jalan ini dibikin lebar ?
(3) Kebiasaan itu tidak ada dikita.
(4) Kamu pulangnya besok kapan ?
(5) Uangnya akan didrop pada kami hari ini.
(6) Kalau ngomong yang sopan dong!
(7) Saya tidak mengerti kalau dia sudah pulang.

Dalam bahasa baku u8ngkapan-ungkapan seperti itu akan berbunyi:

(8) Katakan kepada mereka bahwa uang itu belum bisa diberikan (diserahkan) hari
ini.
(9) Kapan jalan ini dilebarkan ?
(10) Kebiasaan itu tidak ada pada kita.
(11) Kapan kamu pulang ?
(12) Uang itu akan disampaikan ( diserahkan ) kepada kiami hari ini .
(13) Kalau kamu berbicara, jagalah kesopanan!
(14) Saya tidak tahu bahwa dia sudah datang.

Ragam bahasa baku memiliki dua sifat :

1) Kemantapan dinamis, yang disampaikan memiliki kaidah dan aturan yang relatif
tetap, juga cukup luwes atau terbuka untuk perubahan sejalan dengan
perkembangan masyarakat.
2) Kecendekiaan, artinya sanggup mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di
berbagai ilmu teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus di capai lewat
bahasa indonesia.
Bahasa indonesia, yang berkendudukan sebagai nbahasa nasional dan bahasa negara,
jelas harus ,memiliki ragam bahasa baku.

Di dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa indonesia berfungsi sebagai (1)
lambang kebangsaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu
berbagai masyarakat yang berberda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya,
dan (4) alat perhubungan antar buidaya dan antar daerah.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi sebagai


(1) bahsa kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3)
bahasa resmi di dalam perhubuingan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa remi
di dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.

Kelahiran ragam bahasa baku tidak harus mematikan ragam bahsa nonbaku.
Dalam kenyataannya, kedua bahasa itu hidup berdampingan. Dalam situasi santai,
misalnya, orang tidak menggunakan bahasa baku, melainkan bahasa nonbaku. Akan
terasa janggal dan kaku kalau dalam situasi itu orang menggunakan bahasa baku.
Sebaliknya, dalam surat-menyurat resmi, misalnya, orang diharuskan menggunkan
bahasa baku. Jadi, penggunaan bahasa baku tidak dapat dibenarkan apabila dopakai
dalam lingkungan tak resmi

2. Pembukaan Bahasa Indonesia


Pembukaan bahasa meliputi lima bidang :
A. Tulisan
Poerbatjaraka dalam sebuah ceramahnya yang berjudul “ Bahasa dan Tulis
Indonesia “ mengemukakan bahwa sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia,
bangsa Indonesia rupanya belum mempunyai huruf sendiri. Dongeng-dongeng
yang telah ada sebelum orang Hindu datang ke Indonesia, hanyalah tersimpan
sebagai hafalan pada beberapa orang tukang cerita atau tukang pantun, yang
diteruskan atau disampaikan kepada anak-cucunya dari mulut ke mulut saja. Baru
sesudah bangsa Hindu datang ke Indonesia, bangsa indonesia mengenal tulisan
berdasarkan batu tulis yang terdapat di daerah kutai ( sebelah Timur Kalimantan )
dan di daerah Jakarta, dekat kota Bogor dan Tanjungpriok. Batu tulis yang
terdapat di kedua tempat itu menunjukkan huruf Hindu jenis pallaqa dan
berbahasa Sanskerta. Berdasarkan huruf itu, telah diduga oleh beberapa sarjana
bahwa bentuk huruf itu adalah sama dengan huruf yang dipakai di India Tenggara
pada tahun 400 Masehi .
Sesudah agama Islam masuk ke Indonesia ( memasuki Aceh kira-kira abad ke-13),
barulah ada bahasa Indonesia-Melayu yang ditulis dengan huruf arab.
B. Ejaan
Ejaan ialah keseluruhan peaturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,
bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu
kata, dan bagaimana menggabungkan kata-kata. Ejaan dapat dibedakan menjadi
dua macam ejaan :
a. Ejaan fonetis
Ialah ejaan yang berusaha menyatakn setiap bunyi bahsa dengan lambang atau
huruf setelah mengukur serta mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahsa.
Dengan demikian, akan banyak lambang yang diperlukan untuk menyatakan
bunyi-bunyi itu, dalam bahasa Arab, misalnya, untuk menyatakan bunyi vokal
panjang dan pendek diperlakukan pula tanda yang berbeda-beda.
b. Ejaan fonemis
Ialah ejaan yang berusaha menyatakan setiap fonem dengan satu lambang atau
satu huruf sehingga jumlah lambang yang di perlukan tidak terlalu banyak.
Ejaan yang kita pakai sekarang mengikuti sistem fonemis, tetapi masih
terdapat beberapa fonem yang masih dilambangka dengan dua tanda, misalnya
ng, ny, dan sy. Disamping itu, ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu
tanda saja, yaitu e (pepet) dan e (taling) seperti dalam contoh : perang Dunia
1 dan rambut perang. Sampai sekarang bahsa indonesia telah mengalami tiga
kali pembukaan ejaan :
1. Ejaan Ch. A van Ophuysen
Berdasarkan perintah pemerintah Belanda, CH. A. Van Ophuysen dengan
dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Muhammad Taib
Sutan Ibrahim, berhasil menyusun ejaan resmi bahasa Indonesian- saat itu
masih disebut bahasa Melayu - pada tahun 1901 yang termaksud dalam
Kitab Logat Melayu. Ejaan tersebut mengalami perbaikan dari tahun ke
tahun, dan baru pada tahun 1926 mendapat bentuk yang tetep. patut diakui
bahwa berkat pembakuaan ejaan itu bahasa Melayu bertambah kuat
kedudukannya sebagai dasar pembentukan bahasa Indonesia yang pada
tahun 1928 diangkat bahasa persatuan.
2. Ejaan Republik ( Ejaan Soewandi )
Berdasarkan keputusan kongres Bahasa Indonesia I yang diadakan di
Surakarta pada tanggal 25 – 28 Juni 1938, khusus mengenai ejaan, perlu
adanya suatu ejaan baru, tetapi untuk sementara ejaan Ch. A . van
Ophuysen dapat diterima. Cita-cita pembaharuan ejaan itu baru terwujud
pada tahun 1947 dengan dikeluarkan Surat Keputusan tanggal 19 Maret
1947, No.264/Bhg.A . Lampiran mengenai ejaan pada surat keputusan itu
diperbaharuinya dengan lampiran pada surat keputusan tanggal 1 April
1947, No. 345/ Bhg. A . perubahan-perubahan yang penting dalam Ejaan
Republik ialah:
(1) Oe digantikan dengan u: boekoe- buku
(2) Bunyi hamzah ditulis dengan k: ta`- tak
(3) Tanda taling tidak dipergunaka lagi : ekor – ekor
(4) Tanda trema dihilangkan : dinamai – dinamai
(5) Ulangan boleh ditulis dengan angka 2, tetapi harus diperhatikan bagian
yang mana yang diulang itu :
Buku2 – se – kali2 – mudah2 –an- per- lahan2
3. Ejaan yang disempurnakan (EYD)
Berdasarkan keputusan kongres bahasa indonesia II yang diselenggarakan
di Medan dari tanggal 28 Oktober 1954 sampai dengan 2 november 1954,
yang menyangkut ejaan, dipandang perlu menyempurnakan ejaan republik,
terutama perlambangan satu fonem dengan satu huruf. Sebagai tindak
lanjut kongres bahasa indonesia II di Medan itu, menteri pengajaran,
pendidikan, dan kebudayaan mengelurkan surat keputusan tanggal 19 juli
1956 No. 448/ S yang berisi pembentukn panitia pembaharuan ejaan
bahasa indonesia. Konsep eajaan yang ditangani oleh panitia pembaharuan
ejaa bahsa indonesia itu selesai pada tahun 1957. Sementara itu,
persekutuan tanah melayu berkeinginan pula mengadakan pembinaan
bahasa melayu. Dalam kongres bahasa dan persatuan melayu yang di
adakan di johor pada tahun 1956, mereka mencetuskan keinginan untuk
menyatukan ejaan bahsa melayu dengan ejaan bahasa indonesia. Beberap
keputusan yang di ambil dalam sidang panitia gabungan ejaan persekutuan
tanah melayu dan republik indonesia ialah:
(1) Demi penyamaan kedua ejaan yang berlaku, ejaan yang diusulkan di
sebut ejaan melayu- indonesia, atau di singkat ejaan melindo.
(2) perundingan mengenai pe;aksanaan penyamaan bahasa akan diadakbn
pada tahun 1961 di Kuala Lumpur.
(3) Ejaan melayu – Indonesia akan di umumkan oleh kedua pemerintah
pada waktu yang sama, selambat-lambatnya pada bulan Januari 1962,
serta di tetapkan waktu berlakunya.

Akan tetapi, berhubungan dengan perkembangan politik di kedua negara


pada waktu itu. Ejaan melindo tidak pernah dilaksanakan. Baru awal tahun
1966, hubungan antara Indonesia dan Malaysia mulai membaik. Pada
tanggal 7 Mei 1966 mentri pendidikan dan kebudayaan membentuk panitia
ejaan bahasa Indonesia yang bertugas menyusun konsep ejaan baru yang
merangkum segala usaha penyempurnaan konsep ejaan yang terdahulu,
yaitu konsep panitia pembaharuan ejaan bahasa indonesia ( 1957 ) dan
hasil sidang pertama antara panitia pelaksana kerja sama Bahasa Melayu-
Bahasa Indonesia dengan Jawatan kuasa besar ejaan rumi baharu
persekutuan tanah melayu ( 1959). Konsep panitia ejaan bahasa indonesia
itu di sampaikan kepada menteri pendidikan dan kebudayaan pada awal
bulan september 1966. Baik dalam pertemuan di Jakarta di Kuala Lumpur
pihak indonesia memegang konsep yang telah di ajukan oleh panitia ejaan
bahasa indonesia kepada mentri pendidikan dan kebudayaan sebagai dasar
perundingan.

Pada tanggal 31 Januari – 2 febuari 1969 kesatuan aksi guru indonesia


menyelenggarakan suatu diskusi ejaan bahasa indonesia, dan mereka
berpendapat:

(1) Perlu adanya pembaharuan ejaan bahasa indonesia yang sekarang ini.
(2) Bahwa konsep ejaan seperti yang terdapat dalam buku I Ejaan Baru
Bahasa Indonesia yang disusun oleh panitia ejaan baru Bahasa
Indoneisa yang di terbitkan oleh PT Dian Rakyat tahun 1966, pada
umumnya masih harus di tinjau kembali dan disempurkan.

Peristiwa yang cukup penting dalam rangka penyusunan ejaan Bahasa


Indonesia yang disemppurnakan ialah Seminar Bahasa Indonesia 1972
yang diadakan pada tanggal 2 – 3 maret di puncak, yang diselenggarakan
oleh Konsorsium Ilmu-ilmu Sastra dan filsafat.khsus mengenai ejaan
Bahasa Indonesia, seminar mengusulkan :

(1) Diadakan perluasan panitia ejaan menelaah dan mempertimbangkan


soal “ penulisan kata “ dan “ tanda baca “ serta pembacaan abjad dalam
ejaan yang di sempurnakan.
(2) Dibentuk panitia yang bertugas memikirkan dan melaksanakan
penyampaian ejaan yang disempurnakan kepada masyarakat.
(3) Pemerintah mengadakan persiapan yang baik, perencanaan peralatan
yang matang dengan metode yang baik, memikirkan tindak lanjut
pelaksanaannya, serta mengerahkan alat-alat komunikasi dan lembaga-
lembaga untuk menyampaikan perubahan itu.

Akhirnya, pada tanggal 16 Agustus 1972, dalam pidato kenegaraan,


presiden Soeharto dimuka DPR/ MPR meresmikan pemakaian ejaan
Bahasa Indonesia yang di sempurnakan, yang berlaku mulai tanggal 17
Agustus 1972 dengan masa peralihan 5 Tahun.

Perubahan yang menonjol dalam EYD ialah :

Ejaan Republik EYD

Dj - djurang j – jurang

Tj – tjotjok c – cocok

J - jakin y – yakin

nj – njanjian ny – nyanyian

sj – sjarat sy – syarat

ch – chawatir kh – khawatir

selain itu, dalam Ejaan Rwoublik, huruf f, v, dan z masih dianggap huruf-huruf asing,
sedangkan dalam EYD huruf-huruf itu sudah dimasukkan ke dalam abjad bahasa
Indonesia untuk menulis kata-kata pungut seperti konferesi, film, variasi, kavaleri,
zaman,ijazah, dan sebagainya. Mengenai huruf x , apabila terdapat pada awal kata,
tetep dipakai x, seperti kata xenon. Apabila x huruf terdapat di tengah atau diakhir
kata, huruf x itu berubah menjadi ks, misalnya komleks, teks, dan lain-lain.
Perbuhan dari Ejaan Republik ke EYD cukup banyak, antara lain:

a) Penulisan nama orang


Orang yang sudah terbiasa menulis namanya dengan aturan Ejaan Republik dan tidak
mau menukarnya dengan kaidah ejaan yang berlaku, ada kebebasan baginya. Jadi,
dalam masyrakat sering ditemukan penulisan nama orang seperti Djoeanda, Djuanda,
dan Juanda. Akan tetapi, nama orang yang dijadikan nama jalan ( nama
keilmubumian), jelas mengikuti kaidah EYD.
Contoh: jalan Ir. H. Juanda.

b) Penulisan huruf kapital


1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang diikuti nama orng.
Contoh: Mahaputra Yamin, Sultan Hamengku Buwono X, Haji Agus Salim, Nabi
Sulaiman.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang :

(1) Baru sedikit putra Indonesia yang telah memperoleh gelar kehormatan maha-
putra.
(2) Tahun 1984 kami naik haji.

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur namajabatan dan pangkat yang
diikuti nama orng atau yang dipakai sebagai pengganti nama orng tertentu, nama
instansi, atau nama tempat.

Contoh: Presiden Soeaharto, Menteri pendidikan dan kebudayaan, Gubernur Jawa


Barat.

Akan tetapi, perlu diperhatiakn contoh-contoh di bawah ini:


(1) Kemarin Kolonel Sutomo dilantik menjadi brigadir jenderal.
(2) Bulan yang lalu semua gubernur berkumpul di istana Negara.
3) Huruh kapital dipakai sebagai huruh pertma nama bangsa, suku bangsa, dan
bahas.
Contoh : bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa inggris.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa
yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh: kebelanda-belandaan, mengindonesiakan kata-kata asing.
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Hijrah, bulan Oktober, hari Kamis, hari Lebaran, perang Dunia I,
Proklamasi kemerdekaan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
dipakai sebagai nama diri.
Contoh :
(1) Mudah-mudahan tidak akan terjadi lagi perang dunia.
(2) Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama geografi
Contoh:
(1) Mereka pernah mengunjung lembah Baliem di Irian Jaya.
(2) Beberapa candi di Dataran Tinggi Dierng perlu segera dipugar.
(3) Dalam musim hujan kali Brantas sering banjir.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
terjadi menjadi unsur nama diri.

Contoh:

(1) Mereka pergi kearah barat.


(2) Rumah kami menghadap ke timur.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan
sebagai nama jenis.

Contoh: rambutan aceh, garam inggris, jeruk garut.

6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama tuhan, termasuk kata gantinya.
Contoh: Tuhan, Alkitab, Yang Mahakuasa, hamba-Mu.
Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan
kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah, sedangkan kata esa ditulis dengan huruf
awal kapital.
Contoh: Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Penyayang.
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta
dokumen resmi.
Contoh: perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-undang tentang Perfilman,
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
8) Setiap kata, kecuali kata tugas, dari nama sebuah buku, majalh, surat kabar, judul
karangan, judul syair, dan baba buku, yang dikutip dalam karangan , ditulis
dengan huruf awal kapital.
Contoh:
(1) Apakah saudara sudah membaca Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma ?
(2) Bacalah “sastra Daerah dan penulisan Sejarah Lokal” dalam majalah Basis!
9) Nama mata pelajaran atau mata kuliah ditulis dengan huruf awal kapital.

Contoh:
(1) Mata kuliah Agama diberikan selama dua semester di Universitas itu.

Kalau bukan nama mata pelajaran, ditulis dengan huruf kecil.

Contoh:

(2) Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan tiap-tiap


penduduk memeluk agamanya masing-masing dan beribadahmenurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
10) Kata sang dan si ditulis dengan huruf awal kapital kalau merupakan bagian nama
diri.
Contoh: sang saka, Si singamangaraja. Dalam pemakaian lainnya ditulis dengan
huruf kecil.
Contoh: sang suami, si tertuduh.
11) Kata benda kekerabatan yang dipakai sebagai kata ganti diri atau sapaan, ditulis
dengan huruf awal kapital.
Contoh:
(1) Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terima kasih.
(2) Tolong tik surat ini dulu, Dik!
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda
Contoh: Atas bantuan Anda, kami ucapkan terima kasih.
13) Huruh kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pe,erinta dan ketananegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata tugas.
Contoh:
(1) Hal itu tercantum dalam keputusan Presiden RI, Nomor 57, Tahun 1972.
(2) Masalah itu ditangani oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
c) Penulisan huruf miring
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contoh:
(1) Artikel itu dimuat dalam majalh Tempo.
(2) Surat kabar kompas banyak pembacanya.
(3) Saya sudah membaca buku dari perjuangan dan pertumbuhan Bahasa
Indonesia.
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan istilah atau ungkapan asing
yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
(1) Politik devide et impera pernah merajarela di negeri ini.
(2) Banyak wanita membersihkan mukanya dengan face lotion.
(3) Malam gembira itu dimeriahkan oleh sebuah band terkenal dari Jakarta.
3) Huruh miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruh, bagian kta, atau kelompok kata.
Contoh:
(1) Apakah kata lugas sudah ada dalam kamus?
(2) Huruf-huruf f, v, dan z sudah masuk abjad bahasa Indonesia.
(3) Buatlah kalimat dengan membanting tulang!

Catatan: dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata (kelompok kata) yang
akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.

d) Tanda Koma
1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pengambilan. Itu berarti bahwa yang dirinci sekurang-kurangnya terdiri dari atas
tiga unsur
Contoh:
(1) Dia menjual rumah, mobil, dan sebidang tanah.
(2) Satu, dua, ... tiga!
2) Tanda koma dipakai untk memisahka kalimat setara yang satu dari kalimat setara
yang lain yang dihubungkan oleh kata penghubung setara.
Contoh:
(1) Paman gemar bulu tangkis, tetapi bibi lebih suka bermain tenis.
(2) Dia akan menyelesaikan pelajarannya di perguruan tinggi tahun ini, sedangkan
kakaknya memerlukan satu tahun lagi.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat apabila anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
(1) Karena hujan deras, saya menyetir hati-hati.
Apabila induk kalimat mendahului anak kalimatnya, tanda koma tidak dipakai.
(2) Saya menyetir hati-hati karena hujan deras
4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Kata penghubung antar kalimat yang di maksud
adalah kata-kata seperti di bawah ini:
Sebab itu lagi pula
Karena itu walaupun (biarpun, dsb )
Akan tetapi begitu/ demikian
Sebaliknya dalam pada itu
Akibatnya akhirnya
Sesudah itu sebenarnya
Sebelum itu selanjutnya
Selain itu kemudian
Setelah itu namun
Disamping itu tambahan pula
Sementara itu dengan demikian
Jadi bahkan
Contoh:
(1) Sudah lama karyawan itu tidak memperoleh kenaikan gaji. Walaupun begitu,
dia tidak pernah mengeluh.
(2) Semalam hujan turun dengan lebat. Akibatnya, banyak jalan terendam air.
(3) Pancasila adalah pandangan hidup bangsa indonesia. Karena itu, kita harus
menghayati dan mengamalkan.
(4) Di depan gedung itu orang di larang memarkir mobil. Akan tetapi, masih ada
saja pengendara mobil melanggar larangan itu.
(5) Dalam liburan ini saya tidak mempunyai rencana pergi bertamasya. Lagi
pula,kesehatan saya sedikit terganggu.
(6) Sudah setahun dia bekerja di pabrik itu. Sebelumny, dia aktif menjadi guru di
daerah perdalamn kalimantan.
5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat.
Contoh:
(1) Kata ayah “saya amat lelah hari ini”
(2) “saya amat lelah hari ini” kata ayah, “karena menerima banyak tamu”
6) Tanda koma dipakai dintara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c)
temapt dan tanggal, dan (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
beerurutan.
Contoh:
(1) Amin, Jalan Delima 2, Bandung
(2) Fakultas Kedokteran , Jalan Raya Salemba 6, Jakarta
(3) Surabaya, 10 Juni 1982
(4) Manila, Filipina
7) Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalikkan susunannya
dalam daftar pustaka.
Contoh: keraf, Gorys. 1980. Tatabahasa Indonesia, Ende-flores: Nusa Indah.
8) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dalam angka.
Contoh: 75,5 km. Rp 50,50
9) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
Contoh:
(1) Semua nsiswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan kalimat yang berisi keterangan tambahan pembatas.
(2) Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
10) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan posisi dan keterangan tambahan.
Contoh:
(1) Haji Syukran, Direktur PT Anugrah, seorang yang terkemuka di kota ini.
(2) Di daerah kami, misalnya, masih banyak perempuan merokok.
(3) Berdasarkan persetujuan bersama, kedua negara itu akan bekerjasama dalam
bidang perdagangan.
(4) Siapah yang akan di undangmakan besok malam, tamu dari Jepang atau tamu
dari Malaysia?
(5) Sewa kamar hotel itu rp 25.000,00 per hari, termasuk makan pagi.
(6) Saya, jika diperlakukan seperti itu, akan melawan.
11) Tanda koma dipakai-untuk menghindari salah baca-di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
Contoh:
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap
yang bersungguh-sungguh.
(2) Atas bantuahn Ahmad Sulaiman mengucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan kalimat-kalimat di bawah ini:

(3) Kita memerlukan sikap bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan


pengembangan bahasa.
(4) Sulaiman mengucapkan terima kasih atas bantuan Ahmad.
12) Tanda koma dipakai di belakang kata seru.
Contoh:
(1) Kasihan, anak itu sudah ditinggalkan orang tuanya.
(2) Wah, betapa indahnya pemandangan itu!
e) Tanda titik
1) Tanda titik dipakai pada singkatan kata yang sudah sangat umum. Pada singkatan
yang terdiri tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik.
Contoh: a.n. dkk.
y.l. hlm.
u.b. tgl.
u.p. jln.
s.d. dst.

2) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.

Contoh: 1.30.20 jam

0.20.15 jam

0.0.30 jam

3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
menunjukkan jumlah.
(1) Jumlah mahasiswa universitas itu 14.750 orang.
(2) Banjir bandang yang menerjang desa itu menewaskan 1.024 jiwa.
4) Tanda titik dipakai diantara nama penulis, tahun terbit, judul karangan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya arau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.

Anda mungkin juga menyukai