Anda di halaman 1dari 12

SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA DAERAH, BAHASA

INDONESIA, DAN BAHASA INGGRIS DALAM KEHIDUPAN


BERMASYARAKAT

Layaalin Mutmainah
Pendidikan Teknik Elektro
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang
Email : layaalinmutmainah@students.unnes.ac.id

Abstrak : Bangsa Indonesia merupakan negara dengan keberagaman. Berdasarkan data


yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud pada
tahun 2019, terdapat 718 bahasa daerah yang akan mungkin terus bertambah di
Indonesia yang tersebar dari Pulau Sumatra hingga Pulau Papua. Sedangkan, penerapan
bahasa daerah dalam kehidupan bermasyarakat semakin jarang karena adanya
perpindahan penduduk dan keragaman budaya. Oleh karena itu, bahasa daerah digantikan
dengan bahasa kesatuan, yaitu bahasa Indonesia. Namun, dalam lingkup perguruan tinggi
dan masyarakat, sikap berbahasa yang dimiliki oleh mahasiswa belum sepenuhnya
positif. Kesadaran akan rasa bangga memiliki dan memelihara bahasa daerah dan bahasa
Indonesia masih sangat kurang. Pada era globalisasi seperti sekarang ini perkembangan
dan pengaruh bahasa sebagai media komunikasi sangat beragam dan sulit dihindari,
terutama penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa global. Semakin banyak mahasiswa
yang belajar bahasa Inggris, hal ini disebabkan karena mahasiswa cenderung lebih
bersikap percaya diri ketika menggunakan bahasa Inggris. Sikap mahasiswa yang baik
dalam berbahasa adalah memahami kaidah bahasa Indonesia, menyadari peran penting
bahasa Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kegiatan
sehari-hari secara percaya diri dan dengan rasa bangga.

Kata kunci : sikap mahasiswa, berbahasa, kehidupan bermasyarakat


1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang
Bangsa Indonesia merupakan negara dengan keberagaman karena masyarakatnya yang
bersifat majemuk. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kemdikbud pada tahun 2019, dikatakan terdapat 718 bahasa daerah
yang mungkin akan terus bertambah di Indonesia yang tersebar dari Pulau Sumatra
hingga Pulau Papua. Keragaman bahasa daerah adalah refleksi atau cerminan dari
kekayaan, keragaman, dan perbedaan bangsa yang bersifat kebhinekaan, serta sebagai jati
diri atau ciri dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Perkembangan kebudayaan dan
bahasa di wilayah Nusantara memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan
dan persatuan bangsa Indonesia. Namun, dalam proses penerapan dan penggunaan bahasa
daerah dalam kehidupan bermasyarakat semakin jarang digunakan karena adanya
perpindahan penduduk dan keragaman budaya yang berbeda oleh karena itu, bahasa
daerah mulai digantikan dengan menggunakan bahasa kesatuan yaitu bahasa Indonesia.

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 25 disebutkan Bahasa Indonesia merupakan


jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta
sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Bahasa Indonesia adalah bahasa
pemersatu. Pendidikan bahasa Indonesia pun ditetapkan sebagai pembelajaran wajib di
sekolah dasar hingga universitas. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia melalui
pendidikan formal di universitas adalah agar mahasiswa memiliki keterampilan
berbahasa lisan dan tulisan dengan baik, serta diharapkan pula memiliki jati diri dengan
kepribadian yang luhur.

Namun di era globalisasi dengan kemajuan teknologi, bahasa Indonesia bukan satu-
satunya bahasa yang digunakan oleh seseorang saat berkomunikasi. Seiring dengan
kemajuan teknologi, yang membuat membuka kemudahan berkomunikasi dan telah
menimbulkan fenomena terhadap bahasa Indonesia. Fenomena yang terjadi adalah
semakin berkurangnya penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari,
terutama di kalangan pemuda atau mahasiswa.
Hal tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa orang pandai adalah orang yang bisa
dan fasih berbahasa asing dan mahasiswa cenderung lebih merasa percaya diri ketika
berkomunikasi menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Oleh karena itu,
banyak pelajar dan mahasiswa yang berusaha untuk belajar hingga fasih berbahasa
Inggris karena pada zaman modern seperti sekarang ini perkembangan dan pengaruh
bahasa sebagai media komunikasi sangat beragam dan sulit dihindari, terutama
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa global. Dan tentu saja hal ini akan
berpengaruh terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Seiring dengan perubahan dan
perkembangan, sangat mungkin terjadi jika yang awalnya bahasa daerah sudah jarang
digunakan dan digantikan oleh bahasa kesatuan Indonesia, maka bahasa Indonesia pun
dapat digantikan oleh keberadaan bahasa asing yaitu bahasa Inggris sebagai bahasa yang
bersifat universal atau bahasa dunia.

Namun demikian, dalam lingkup perguruan tinggi dan masyarakat misalnya, sikap
berbahasa yang dimiliki oleh mahasiswa masih belum sepenuhnya diterapkan secara
positif atau baik. Kesadaran akan rasa setia, bangga memiliki dan memelihara bahasa
daerah dan bahasa Indonesia masih sangat kurang. Sikap seperti ini sudah tercermin
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam situasi yang formal ataupun informal. Jika hal
ini terus berlangsung dan terjadi dalam waktu yang lama maka hal ini sangat ironis
karena mulai hilang dan lunturnya jati diri bangsa di kalangan generasi muda yang
tergerus oleh perkembangan zaman.

Sikap bahasa atau language attitude merupakan tata keyakinan atau kognisi yang relatif
berjangka panjang mengenai bahasa yang memberikan kecenderungan kepada
seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenangi (Anderson dalam
Chaer dan Agustina, 1995). Sedangkan, menurut Kridalaksana (2001), sikap bahasa
merupakan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang
lain. Sikap berbahasa terbagi atas positif dan negatif. Sikap positif berbahasa
memiliki ciri, yakni kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran adanya norma
(Garvin dan Mathiot dalam Chaer dan Agustina, 1995).
Oleh karena itu, sikap mahasiswa yang baik dalam berbahasa adalah memahami kaidah
bahasa Indonesia, menyadari peran penting bahasa Indonesia, menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar di kegiatan sehari hari secara percaya diri dengan rasa
bangga.

Sedangkan, untuk sikap negatif berbahasa artinya, seseorang lebih suka


menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia. Demikianpun ketika seseorang sudah
tidak merasa bangga ketika menggunakan bahasa Indonesia. Sikap negatif terhadap
bahasa terjadi karena sudah tidak dimilikinya lagi gairah atau dorongan untuk
mempertahankan bahasa. Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya rasa berbahasa,
antara lain karena politik, ras, etnis, dan gengsi (Chaerdan Agustina, 1995).

1.2. Rumusan masalah


a. Bagaimana mahasiswa menyikapi atau menyesuaikan diri dalam penggunaan
bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dalam lingkungan
masyarakat?
b. Bagaimana cara mahasiswa menerapkan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan
bahasa Inggris yang baik dan benar dalam lingkungan masyarakat?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana mahasiswa menyikapi atau menyesuaikan diri
dalam penggunaan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dalam
lingkungan masyarakat.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara mahasiswa menerapkan bahasa daerah, bahasa
Indonesia, dan bahasa Inggris yang baik dan benar dalam lingkungan masyarakat.
2. Kerangka Teoritis
2.1. Sikap mahasiswa
Sikap bahasa terbagi atas positif dan negatif. Sikap positif bahasa memiliki tiga
ciri, yakni 1) kesetiaan bahasa (language loyalty), 2) kebanggaan bahasa (language
pride), dan 3) kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) (Garvin
dan Mathiot dalam Chaer dan Agustina, 1995). Kesetiaan bahasa berarti adanya
dorongan dari suatu masyarakat bahasa untuk mempertahankan bahasanya. Dalam
hal ini dapat berupa pencegahan terhadap berbagai bahasa asing. Kebanggaan bahasa
mendorong seseorang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai
identitas dan kesatuan masyarakat. Kesadaran adanya norma mendorong orang
menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun. Sikap negatif bahasa merupakan
kebalikan dari ketiga sikap positif tersebut. Artinya, seseorang lebih suka
menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia. Masyarakat mulai banyak yang
menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
sikap bahasa yang dimiliki adalah negatif. Demikian pun ketika seseorang sudah
tidak merasa bangga dengan bahasa Indonesia. Fenomena ini dapat ditemui
terutama pada remaja yang lebih suka menggunakan bahasa Inggris dalam
berkomunikasi. Sikap negatif terhadap bahasa terjadi karena tidak dimilikinya lagi
gairah atau dorongan untuk mempertahankan bahasa. Banyak faktor yang
menyebabkan hilangnya rasa bahasa, antara lain karena politik, ras, etnis, dan
gengsi (Chaerdan Agustina, 1995).

2.2. Berbahasa
Bahasa muncul dalam setiap komunikasi manusia. Fungsi bahasa secara umum yaitu
untuk alat interaksi sosial, sebagai alat untuk menyampaikan ide, konsep atau juga
perasaan. Berbahasa merupakan suatu kegiatan dalam proses untuk memahami dan
mengerti. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia tentu mempunyai komponen-komponen
penting. Komponen-komponen tersebut dikatakan sebagai keterampilan berbahasa, yaitu
keterampilan berbicara, membaca, menulis, dan menyimak (Fuad dkk, 2017).
2.3. Kehidupan masyarakat
Kehidupan bermasyarakat bisa dikatakan sebagai suatu sistem manajemen untuk
mengorganisir kemampuan individual menjadi sebuah kekuatan sosial, agar kemudian
tujuan bersama seluruh individu anggotanya dapat terwujud. Masyarakat bukan hanya
tempat berkumpul, melainkan suatu proses sosial di mana dalam setiap individu
mendapat ruang gerak untuk melakukan berbagai aksi sosial (social action). Masyarakat
memproses seluruh jenis pengertian, perasaan dan perilaku individual dalam jumlah tak
terbatas. Kehidupan bermasyarakat memiliki nilai-nilai dari berbagai pandangan, seperti
nilai objektif, nilai subjektif, nilai etika, nilai agama, nilai sosial, dan lain-lain.

Masyarakat menurut Emile Durkheim adalah kenyataan objektif individu-individu yang


merupakan anggota-anggotanya. Kehidupan sebuah masyarakat merupakan sebuah
sistem sosial di mana bagian-bagian di dalamnya saling berhubungan antara satu sama
lain dan menjadikan bagian-bagian tersebut menjadi suatu kesatuan yang terpadu.
Manusia akan bertemu dengan manusia lainnya dalam sebuah masyarakat dengan peran
yang berbeda-beda (Bambang Tejokusumo, 2014).

3. Hasil dan pembahasan


3.1. Menyikapi atau Menyesuaikan Diri dalam Penggunaan Bahasa Daerah, Bahasa
Indonesia, dan Bahasa Inggris dalam Lingkungan Masyarakat.
Menurut Alwi et.al, (2000: 3-9), ragam bahasa dapat digolongkan menurut penutur
bahasa dan jenis pemakaian bahasa. Ragam bahasa menurut penutur bahasa dapat
diperinci menurut patokan daerah (dialek dan logat daerah), pendidikan (misalnya,
ragam baku), dan sikap penutur (pengaruh umur dan kedudukan orang yang disapa,
tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak disampaikan, dan
tujuan penyampaian informasi). Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat
diperinci menjadi: ragam dari sudut pandangan bidang atau pokok persoalan
(misalnya, dalam bidang agama, perdagangan, olahraga); ragam menurut sarananya (
ragam lisan dan ragam tulisan); dan ragam yang mengalami pencampuran (misalnya,
interferensi bahasa daerah atau bahasa asing terhadap bahasa Indonesia).
Bahasa mempunyai bentuk-bentuk yang sesuai dengan konteks dan keadaan.
Bentuk- bentuk yang berbeda itu kita sebut ragam bahasa (language variety).
Penyesuaian diri dalam memilih penggunaan ragam bahasa tersebut diikuti dengan
memperhatikan waktu, tempat dan keadaan. Di samping itu, pembicara dan lawan
bicara harus diperhatikan pula dari segi status sosial, kedudukan, jabatan, umur dan
lain-lain. Misalnya, seorang mahasiswa bertanya kepada seorang profesor wanita,
apakah profesor itu memiliki waktu senggang untuk berdiskusi dengan mahasiswa
itu. Mahasiswa itu dapat menggunakan ragam-ragam bahasa bergantung pada
hubungannya dengan dosen tersebut dan situasi bicaranya.

Untuk bahasa daerah sendiri biasa digunakan dalam ranah lingkup keluarga atau
sanak saudara dengan penggunaan kata yang lebih sederhana, atau ada juga yang
hanya memiliki ‘logat’ atau ‘dialek’ tergantung dari daerah asal. Kebiasaan kecil
yang diterapkan kepada anak seperti ini dapat menjadi harta karun untuk menjaga
kelestarian bahasa daerah, mengingat di masa sekarang bahasa daerah sudah cukup
kurang diminati kalangan muda, biasanya dengan alasan merasa bahasa daerah
mereka terlalu jadul, aneh, kampungan atau bahkan ada yang malu dengan bahasa
daerah mereka sendiri.

Bahasa lain di dunia tentu memiliki kedudukannya masing-masing, salah satunya


bahasa Inggris. Bahasa Inggris berkedudukan sebagai bahasa Internasional, di mana
semua bangsa-bangsa di dunia melakukan komunikasi menggunakan bahasa Inggris.
Era global sekarang memang memberi pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan
masyarakat.
Masyarakat sekarang banyak menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-
harinya mulai dari mendidik anak menggunakan bahasa Inggris, memasukkan anak
sekolah ke sekolah Internasional dan anak muda yang sering menyisipkan bahasa
Inggris dalam pembicaraannya. Fenomena tersebut tentu memberikan pengaruh
terhadap kedudukan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Inggris memang tidak dilarang, semakin banyak generasi muda
menguasai bahasa Inggris tentu semakin membuka peluang Indonesia untuk dapat
menjadi negara yang dapat dipandang oleh mata dunia. Jika generasi muda mampu
menguasai bahasa Inggris artinya mereka sudah memiliki awalan yang baik dalam
menghadapi dunia luar dan era global. Namun jika penggunaan bahasa Inggris yang
tidak sesuai dengan kondisi dan suasana, akan dikhawatirkan mengancam
kedudukan bahasa Indonesia.
Sebagai bangsa Indonesia sudah sepatutnya lebih menjunjung bahasa Indonesia dan
menggunakan bahasa Inggris pada saat yang memang dibutuhkan untuk
menggunakan bahasa Inggris. Salah satu contohnya saat berbicara dengan orang
asing. Pada saat itu, fungsi bangsa Inggris sebagai bahasa pendamping bahasa
Indonesia bisa digunakan, menggunakan bahasa Inggris kepada orang asing
merupakan hal yang tepat dilakukan namun ketika berbicara dengan orang Indonesia
menggunakan bahasa Inggris itulah contoh penggunaan bahasa Inggris yang tidak
tepat.

3.2. Menerapkan Bahasa Daerah, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris yang Baik
dan Benar dalam Lingkungan Masyarakat
Berbicara mengenai keberagaman bahasa, ada suatu kalimat yang mengatakan
“Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”,
kalimat tersebut bukan tanpa makna. Maksud dari kalimat tersebut yaitu kita sebagai
masyarakat Indonesia seharusnya bisa memposisikan kapan dan di mana kita harus
menggunakan bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sesuai dengan
situasi yang ada. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan tempatnya ini masih
sering dijumpai, sebagai contohnya Dadang Sunendar yaitu Kepala Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) mengatakan bahwa “Memang
tantangan kami sangat tidak mudah. Di kota-kota besar, misalnya Jakarta, iklan-iklan
yang menggunakan bahasa asing sangat merajalela,” ujarnya saat Taklimat Media
Kilas Balik Kinerja Kemendikbud Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2018, di
Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (20/12/2017). Jika berkaca dari permasalahan
tersebut, di luar sana masih banyak sekali kasus serupa.
Sesuai dengan UUD yang diatur dalam pasal 33 Undang Undang No 20/2003 yang
menyatakan bahwa “Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar
dalam pendidikan nasional. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan
dan/atau keterampilan tertentu. Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta
didik”.

Lalu bagaimanakah cara kita sebagai masyarakat dalam mengimplementasikan atau


menerapkan keragaman bahasa tersebut? Jika melihat realitas setiap hari, seorang anak
dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan bahasa daerah, hal tersebut karena Ia
sebagai anak meniru orang tuanya dan melihat kebiasaan masyarakat atau orang-orang di
sekitarnya. Di sisi lain juga, penerapan bahasa daerah yaitu dengan diajarkan dan menjadi
mata pelajaran yang dipelajari baik di jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, maupun Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut tentu mempunyai tujuan, agar
generasi muda harus tetap melestarikan bahasa dari masing-masing daerah.

Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, sesuai dengan kutipan dari Pramoedya Ananta
Tour “Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang tak akan mengenal bangsanya
sendiri” dari kutipan tersebut kita juga bisa menyimpulkan bahwa bahasa Indonesia juga
menjadi lambang atau identitas bangsa ini. Bahasa memang sangat penting
kedudukannya, tanpa adanya bahasa Indonesia masyarakat yang mempunyai asal daerah
yang berbeda akan kesulitan dalam berkomunikasi, bahkan Indonesia sendiri mempunyai
bahasa daerah kurang lebih 600 bahasa. Itulah fungsi bahasa Indonesia yaitu untuk
menyatukan komunikasi dari berbagai daerah.
Bahasa asing sebenarnya juga tidak kalah penting, seperti bahasa Inggris yang merupakan
alat berkomunikasi dalam forum Internasional. Bahasa Inggris dapat memudahkan kita
dalam berbagai hal, contohnya seperti jika mendapat beasiswa ke luar negeri ataupun
kondisi- kondisi lain yang mengharuskan menggunakan bahasa Inggris. Maka dari itu,
kita harus menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggris.
4. Penutup
4.1. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari penjabaran di atas dalam menyikapi dan menyesuaikan
diri pada penggunaan ragam bahasa yang tepat yaitu dengan melakukan penyesuaian diri
dalam memilih ragam bahasa tersebut diikuti dengan memperhatikan waktu, tempat, dan
keadaan. Dalam menerapkan penggunaan ragam bahasa yang baik dapat dilakukan
dengan cara memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah,
mempelajari lebih dalam mengenai penerapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa resmi bangsa Indonesia, serta memperkaya wawasan diri dengan mempelajari
bahasa asing misalnya bahasa Inggris.

4.2. Saran
Sebagai warga negara Indonesia serta mahasiswa kita seharusnya lebih mengutamakan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Sudah
menjadi tugas kita para generasi bangsa untuk terus melestarikan bahasa daerah yang
merupakan warisan nenek moyang. Sebagai generasi muda penerus bangsa, mempelajari
bahasa asing juga penting guna menyiapkan diri dalam menghadapi kemajuan zaman di
era globalisasi.
Daftar Pustaka

Mulyaningsih, I. (2017). Sikap mahasiswa terhadap bahasa indonesia. Indonesian


Language Education and Literature, 3(1), 79-87.

Mansyur, U. (2018). Sikap Bahasa dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan


Tinggi.

Annisa, P. (2019). Pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia di tengah arus
globalisasi.

Tejokusumo, B. (2014). Dinamika masyarakat sebagai sumber belajar ilmu pengetahuan


sosial. Geo Edukasi, 3(1).

Anas, N., & Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, F. (n.d.). EUNOIA: JURNAL PENDIDIKAN
BAHASA INDONESIA VOL 1(NO.1):6-2021 KOMUNIKASI ANTARA KOGNITIF DAN
KEMAMPUAN BERBAHASA. http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/eunoia/userJournal

Zaki Al Fuad, Helminsyah, dan Aprian Subhananto, “Pengembangan Model


Pembelajaran Montase Kreatif dengan Teknik Lihat, Gunting, Tempel, dan Ceritakan (LGTC)
untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa di Sekolah Dasar”, Jurnal Visipena,
Desember 2017

Anas, N., & Sapri, S. (2021). KOMUNIKASI ANTARA KOGNITIF DAN


KEMAMPUAN BERBAHASA. EUNOIA (Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia), 1(1), 1-8.

Harvina Fatma Alifiani PENGARUH KEBERADAAN BAHASA INGGRIS TERHADAP


KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA. https://osf.io/7vbhj/download

Jannes Freddy Pardede STBA JIA Bekasi BAB RAGAM BAHASA DALAM JURNAL
BAHASA ASING Vol. 10 No. 10, Desember 2014 http://journal.stba-jia.ac.id/wp-
content/uploads/Jurnal-Bahasa-Asing-STBA-JIA-Vol10-2014.pdf#page=57

PERMANADELI, Risa; PURWO, Bambang Kaswanti; SUKAMTO, Katharina Endriati.


Posisi bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris di lima kota besar di Indonesia.
KIMLI 2016, 2016, 13.
Yulianti, Indah, et al. "Penerapan bahasa jawa krama untuk membentuk karakter sopan
santun di sekolah dasar." Makalah. Prosiding Seminar Nasional di Universitas Muria Kudus.
Kudus. Vol. 11. 2018.

Anda mungkin juga menyukai