Anda di halaman 1dari 6

UPAYA PEMERTAHANAN BAHASA-BUDAYA SUNDA DI TENGAH PENGARUH GLOBALISASI

T. Fatimah Djaja Sudarma, Wahya, Elvi Citraresmana, Dian Indira, Teddi Muhtadin,
dan Hera Meganova Lyra
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
e-mail fatimah.djajasudarma@unpad.ac.id

Abstrak
Pengabdian pada masyarakat yang telah dilaksanakan berupa penguatan pendidikan karakter melalui pelatihan kompetensi pendidik
melalui pembelajaran bahasa daerah berbasis karakter. Masyarakat sasaran dalam kegiatan ini adalah para guru sekolah dasar se-
Kecamatan Jatinangor. Guru adalah dasar utama dalam proses kegiatan belajar mengajar yang akan mentransfer ilmunya kepada para
siswa yang merupakan generasi potensial yang perlu dibekali dengan berbagai sumber pengetahuan. Melalui kegiaran PPM ini para
guru bersama para dosen bersama-sama melihat fenomena kebahasaan yang menimpa bahasa daerah Sunda dan bersama-sama mencari
solusinya. Keterlibatan para peserta dalam pelatihan dilakukan secara aktif. Kegiatan pelatihan (workshop) diawali dengan pembahasan
terkait materi upaya pemertahanan bahasa-budaya Sunda di tengah pengaruh globalisasi dan diakhiri dengan para guru menuliskan
pengalaman masing-masing dalam mengajarkan bahasa Sunda di sekolah dasar. Manfaat pelatihan ini untuk meningkatkan kompetensi
guru dalam pengajaran bahasa Sunda berbasis karakter.
Kata Kunci: bahasa Sunda, sekolah dasar, pendidikan karakter

PENDAHULUAN Namun secara filosofis, seiring dengan


perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi,
Bahasa dan budaya daerah atau lokal di Indonesia,
serta globalisasi yang memengaruhi kebiasaan dan sikap
termasuk di dalamnya bahasa dan budaya Sunda, secara
hidup masyarakat, bahasa Sunda yang tersebar secara
sosiologis merupakan aset yang sangat berharga dalam
geografis di Jawa Barat, Banten, dan perbatasan Jawa
menjadikan Indonesia sebagai negara yang unggul
Barat dan Jawa Tengah Banten tersebut berhadapan
dan maju di tengah persaingan negara-negara lain di
dengan berbagai masalah. Keberadaan bahasa Indonesia
dunia. Sebagai aset yang sangat berharga, keberadaan
sebagai bahasa nasional dan bahasa negara pun ikut
keberagaman budaya dan bahasa tersebut perlu terus
memengaruhi kehidupan bahasa Sunda. Demikian pula
dikembangkan, dibina, dan dilindungi. Jika budaya dan
kebudayaan Sunda.
bahasa ini tidak dipelihara, tidak mustahil budaya dan
Banyak faktor yang menyebabkan mulai
bahasa ini lambat laun akan punah (Alwasilah, 2000:
hilangnya bahasa ibu, salah satunya lingkungan yang
21). Budaya dan bahasa lokal di Indonesia bukan hanya
tidak mendukung, baik dalam keluarga, sekolah, dan
kekayaan milik bangsa Indonesia, tetapi juga menjadi
lingkungan sekitarnya. Bahan bacaan untuk masyarakat,
kekayaan dunia. Oleh karena itu, secara yuridis dan
seperti surat kabar atau majalah berbahasa daerah belum
praktis diperlukan upaya untuk dapat melestarikan
tersedia. Sebagai sumber belajar dan informasi, bacaan
budaya dan bahasa tersebut di tengah derasnya pengaruh
tersebut perlu diterbitkan untuk memenuhi keperluan
globalisasi. Jangan sampai budaya dan bahasa daerah ini
berliterasi masyarakat.Tidak mustahil telah terjadi
tidak lagi menjadi kekayaan masyarakatnya.
penurunan jumlah penutur bahasa Sunda, terutama di
Keberadaan Bahasa dan Budaya Sunda perkotaan. Penurunan jumlah penutur bahasa daerah
Bahasa Sunda yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, di wilayah perkotaan disebabkan mereka beralih ke
Banten, dan di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi masyarakat
memiliki kekhasan. Dari hasil pengamatan dan penelitian di wilayah perkotaan tersebut. Persentuhan dua bahasa
para pakar diketahui bahwa bahasa Sunda yang tumbuh dalam masyarakat multilingual sering menimbulkan
dan berkembang di Provinsi Banten, misalnya, yang percampuran bahasa, pergeseran bahasa, bahkan
merupakan variasi geografis, memiliki keunikan akibat kepunahan bahasa. Menurut Weinreich (1970: 1),
terjadinya persentuhan di antara bahasa-bahasa daerah persentuhan bahasa ini menyebabkan kontak bahasa.
di sana (Suriamiharja dkk., 1971: 4-5; Nothofer, 1977: Bahasa Indonesia yang memiliki kedudukan sebagai
59; Hardjasudjana dkk., 1978: 2; Iskandarwasid dkk., bahasa nasional dan bahasa negara memiliki pengaruh
1985: -2, Sumantri, 1993: 3 Lauder, 1993: 20). Hal ini yang besar terhadap penggunaan bahasa Sunda ini. Situasi
dapat diamati pada bahasa Sunda yang digunakan oleh kebahasaan seperti ini jika tidak segera diatasi dapat
etnis Baduy di Lebak. Keberagaman dan kekahasan memengaruhi fungsi bahasa Sunda. Persentuhan dua
bahasa Sunda ini merupakan aset yang luar biasa yang bahasa inilah yang menimbulkan masalah bilingualisme
memerlukan pelindungan dari masyarakat dan pemerintah bahasa Indonesia dan bahasa daerah di Indonesia, yang
pusat dan daerah perlu mendapatkan perhatian semua pihak.

Hal penting yang perlu diketahui dan disadari Dengan demikian, perlu dilakukan berbagai upaya
semua pihak dalam kaitan budaya dan bahasa daerah untuk melestarikannya.
adalah masalah pewarisan. Rosidi (2006: xiv-xvii) ber-
Peranan Dunia Pendidikan dalam Pelestarian
pendapat bahwa pewarisan ini terkait dengan pewarisan
Bahasa dan Budaya
keterampilan dan pewarisan apresiasi kepada generasi
yang lebih muda. Budaya, termasuk kesenian, tanpa di- Bahasa sebagai salah satu kekayaan budaya
apresiasi lama-kelamaan akan punah. Dalam kaitan ba- hanya dapat diwariskan kepada generasi berikutnya
hasa Sunda, Wahya dan Adji (2016: 81-82) berpendapat melalui pendidikan sebagaimana sudah dipaparkan
bahwa masalah penerusan antargenerasi menjadi salah sebelumnya. Oleh karena itu, regulasi pemakaian
satu faktor kekurangberhasilan pengajaran bahasa Sunda bahasa harus menyentuh dunia pendidikan. Artinya,
di Jawa Barat. Orang tua, apalagi yang hidup di perko- bahasa harus diajarkan secara resmi di satuan
taan, sudah jarang mengajak anak-anaknya berbahasa pendidikan tertentu, bahkan di jenjang yang paling
Sunda. Demikian pula di sekolah, anak-anak lebih ser- rendah, misalnya di PAUD karena tingkat ini merupakan
ing berbahasa Indonesia saat berbicara dengan teman, tingkat awal belajar bahasa. Sayang, sering bahasa
guru, dan penjaga sekolah. Kehadiran sekolah ternyata daerah tidak diperkenalkan di PAUD ini karena belum
tidak dapat menjadi tempat belajar bahasa daerah yang adanya regulasi yang jelas dan tegas yang mengatur
optimal tanpa peran serta orang tua dan masyarakat. pengenalan bahasa daerah di jenjang pendidikan paling
Hal serupa dapat terjadi di kota-kota besar, termasuk di awal ini, bukan hanya di Provinsi Jawa Barat, bahkan
Bandung. Orang tua dan masyarakat dengan segenap ke- di provinsi-provinsi lain di Indomesia.
sadaran harus membantu anak-anak dalam belajar baha- Bahasa Sunda yang tersebar di berbagai
sa daerah karena itu menjadi tanggung jawab mereka. provinsi belum secara menyeluruh dijadikan muatan
Dunia pendidikan sebagai salah satu saluran untuk pe- lokal. Tentu, untuk keperluan ini perlu dirancang dan
warisan budaya dan bahasa harus dapat menampilkan dipersiapkan berbagai fasilitas. Pengajaran Bahasa
budaya dan bahasa sebagai mata pelajarannya dengan Sunda di sekolah memerlukan bahan ajar. Dengan
jumlah jam yang memadai apalagi di perkotaan karena terbitnya buku ajar bahasa Sunda dan buku penunjang,
orang tua di rumah tidak dapat lagi diharapkan. Lauder satuan pendidikan yang memerlukannya kini tidak
(2015) yang menjelaskan bahwa laporan Unesco yang lagi kesulitan mendapatkan bahan ajar Bahasa Sunda
menyebutkan hanya 30% saja bahasa di dunia yang men- tersebut. Namun, apakah bahan ajar ini telah layak
galami penerusan antargenerasi menunjukkan bahwa sebagai sumber belajar bahasa Sunda? Diperlukan
70% bahasa di dunia tidak mengalami penerusan antar- penelitian oleh para pakar.
generasi. Artinya, 70% bahasa di dunia terancam punah. Upaya pendokumenan sastra lisan, folklor,
Ini harus mendapatkan perhatian masyarakat dunia. Oleh naskah, lagu dan permainan tradisional berbahasa
karena itu, upaya pengembangan, pembinaan, dan pe- daerah pada setiap daerah berpenutur bahasa Sunda yang
lindungan bahasa dan budaya Sunda di berbagai daerah merupakan sumber pengetahuan, nilai-nilai kehidupan,
harus segera dilaksanakan dengan berpayung pada kebi- dan karakater lokal belum sepenuhnya dilakukan.
jakan pemerintah pusat setempat sebelum bahasa Sunda Produk budaya di atas dapat dijadikan materi ajar di
itu tidak dikenal dalam kehidupan anak-anak sebagai sekolah di daerah-daerah berbahasa Sunda. Tentu untuk
generasi penerus. Menumbuhkan kesadaran kepada melakukan itu semua diperlukan payung hukum yang
masyarakat untuk menggunakan bahasa Sunda bukan- kuat, yakni melalui peraturan daerah.
lah hal yang mudah karena menyangkut masalah sikap. Bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda memiliki
Perlu dilakukan berbagai upaya, baik di sekolah, di ru- kedudukan yang strategais sebagai sarana kebudayaan.
mah, maupun di dalam masyarakat untuk menumbuhkan Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
sikap positif berbahasa Sunda. Bahasa Indonesia yang 36 dijelaskan bahwa bahasa daerah akan dihormati
memiliki fungsi lebih luas dibandingkan dengan bahasa dan dipelihara oleh negara. Kedudukan bahasa daerah
daerah, secara sosiolinguistik memiliki gengsi yang leb- juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik
ih tinggi dibandingkan dengan bahasa daerah. Merupa- Idonesia Nomor 57 Tahun 2014 Bab II Pasal 4. Dalam
kan hal yang wajar jika para penutur bahasa daerah be- Undang-undang yang sama pada Pasal 6 ayat (1),
ralih menjadi penutur bahasa Indonesia. Namun, hal ini yakni bahasa daerah berfungsi sebagai pembentuk
tidak dapat dibiarkan. Bahasa daerah sebagai kekayaan kepribadian suku bangsa, peneguh jati diri kedaerahan,
budaya daerah, juga budaya nasional, bahkan budaya dan sarana pengungkapan serta pengembangan sastra
dunia, yang kaya dengan nilai-nilai budaya daerah dan dan budaya daerah dalam bingkai keindonesiaan.
karakter harus terus dihidupkan penggunaannya. Selanjutnya pada Pasal 6 ayat (2) dinyatakan pula
Bahasa Sunda demikian penting dilestarikan bahasa daerah berfungsi sebagai sarana komunikasi
karena menyimpan ilmu pengetahuan dan tata nilai dalam keluarga dan masyarakat daerah, bahasa media
budaya, baik dalam bentuk kosakata, ungkapan, massa lokal, sarana pendukung bahasa Indonesia dan
peribahasa, karya sastra baik lisan, maupun tulisan. sumber pengembangan bahasa Indonesia. Jelaslah,
keberadaan bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda tingkat gengsi yang tinggi adalah bahasa yang memiliki
secara yuridis memiliki kekuatan hukum. Artinya, fungsi sosial yang tinggi. Bahasa yang memiliki
pengutaman dan pelestarian bahasa Sunda ada dasar fungsi sosial yang tinggi adalah bahasa yang kaya
hukumnya. dengan laras bahasa atau register, yakni variasi bahasa
Pengajaran bahasa Sunda dengan status muatan dalam beragam ranah pemakaian. Bahasa Indonesia
lokal wajib perlu dipertimbangkan kembali. Mengapa termasuk kaya dengan beragam ranah pemakaian
demikian? Status mutan lokal memiliki dampak dibandingkan dengan bahasa daerah. Bahasa yang
psikologis terhadap siswa berupa kurang sungguh- rendah fungsi sosialnya dapat ditingkatkan fungsinya
sungguhnya siswa belajar bahasa Sunda karena tidak melalui perencanaan bahasa. Pemerinatah dapat
berdampak pada kelulusan. Oleh karena itu, perlu memfasilitasi sebuah perencanaan bahasa dengan
dipertimbangkan status ini. Sebaiknya bahasa Sunda lebih Bahasa yang digunakan masyarakat akan
merupakan pelajaran yang memengaruhi kelulusan. terus berubah mengikuti perubahan sosial masyarakat
Harus ada keberanian pada pemerintah daerah untuk tersebut. Sikap masyarakat terhadap bahasa pun dapat
mengangkat status pelajaran bahasa Sunda ini. berubah (Alwasilah, 2000: 58). Masyarakat dapat saja
Penetapan status pelajaran hanya dapat dilakukan oleh tidak lagi menggunakan bahasanya karena berbagai
pemerintah daerah. faktor, misalnya, karena tidak memiliki kemampuan
Penetapan status ini termasuk bagian dari menggunakan bahasa tersebut atau bahasa tersebut
perencanaan bahasa dalam pendidikan. Jernudd dipandang tidak lagi memiliki gengsi karena
dan Gupta (1971) dalam Muslich dan Oka (2010: bahasa tersebut, misalnya, tidak dapat dijadikan
7) berpendapat bahwa pemerintah yang berkuasa sarana untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti
dapat menjadi penggerak dan kunci keberhasilan meningkatkan kehidupan ekonomi. Faktor di atas
perencanaan bahasa. menurut Sumarsono (2007: 284) merupakan aspek
Bahasa pengantar untuk pelajaran bahasa Sunda sosiolinguistik. Faktor ini bersama aspek linguistik
sebaiknya menggunakan bahasa Sunda kecuali jika merupakan aspek kepunahan bahasa.
ada hal yang tidak memungkinkan untuk itu.Bahkan, Sikap setia, bangga, dan hormat
mata pelajaran lain pun dapat menggunakan bahasa terhadap suatu bahasa merupakan sikap positif
pengantar bahasa ibu. Menurut Moeliono (2011: berbahasa. Jika penutur suatu bahasa sudah tidak lagi
135), pendidikan yang sedapat-dapatnya diberikan setia, bangga, dan hormat terhadap bahasa, penutur
dengan perantaraan bahasa ibu menyumbangkan tersebut memiliki sikap negatif terhadap bahasa.
perkembangan kecendekiaan pelajarannya. Menurut Penutur yang bersifat negatif terhadap bahasa, lambat
Wibisana(2011: 29-30), penggunaan bahasa pengantar laun akan meninggalkan bahasa tersebut. Pandangan
bahasa Sunda di sekolah bergantung kondisi terhadap suatu bahasa bahwa bahasa itu tidak memiliki
kebahasaan masyarakat setempat. nilai dalam kehidupan, tidak dapat meningkatkan
kehidupan ekonomi, kurang bergengsi, sulit dipelajari,
Peningkatan Gengsi Bahasa dan Budaya Sunda
dan berbahasa dengan sering melanggar kaidah
Bahasa baru dirasakan keberadaannya jika merupakan sebagian indikator dari sikap negatif
memiliki fungsi sosial. Artinya, bahasa itu memiliki terhadap bahasa. Sekolah harus mampu membentuk
fungsi dalam kehidupan sosial masyarakat penuturnya, peserta didik yang memiliki sikap positif terhadap
yakni dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengungkap bahasa, baik terhadap bahasa daerah, yang dipelajari
gagasan dan berkomunikasi dalam kehidupan sehari- di sekolah tersebut. Sekolah di Indonesia memiliki
hari. Para filsuf memiliki pandangan yang beragaman kewajiban membentuk peserta didik yang memiliki
mengenai fungsi bahasa ini walaupun semuanya sikap positif terhadap bahasa, sebagai ranah emosi
berpandangan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat atau afektif, di samping mengetahui dan memahami
komunikasi (Mustansyir, 1988: 25—37; Aslinda dan bahasa, sebagai ranah kognisi atau kognitif, dan
Syafyahya, 2007, 89--92). Secara sosiolinguistik, mampu menggunakan atau mempraktikkan bahasa,
sebuah bahasa cenderung tetap hidup jika memiliki sebagai ranah konasi atau psikomotorik (Chaer dan
fungsi sosial dalam masyarakat penuturnya. Menurut Agustina, 2010: 150). Dalam berliterasi bahasa ketiga
Wahya (2016: 27—28) bahasa secara dinamis akan ranah itu tidak boleh diabaikan.
mengadakan perubahan untuk memenuhi keperluan Negara dengan multibudaya dan multibahasa,
sosial penuturnya tersebut. Sebuah bahasa yang seperti Indonesia dihadapkan dengan berbagai
dianggap sudah tidak memiliki fungsi sosial akan masalah kebahasaan. Masalah ini harus mendapatkan
ditinggalkan penuturnya. Bahasa yang ditinggalkan penanganan yang bijak agar tidak menimbulkan
penuturnya lambat laun akan mati atau punah. gejolak sosial di masyarakat. Untuk menangani
Bahasa dengan tingkat gengsi yang tinggi cenderung masalah di atas, pemerintah, baik di pusat maupun di
akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan bahasa daerah, sudah melaksanakan berbagai kegiatan sesuai
dengan tingkat gengsi yang rendah. Bahasa dengan dengan wewenangnya masing-masing dalam upaya
mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa anak-anaknya sudah tidak dapat diharapkan. Keadaan
Indonesia dan bahasa daerah. Namun, sejalan dengan seperti ini secara sosiolinguistik sangat berpengaruh
perkembangan zaman, perkembangan sosial, budaya, buruk terhadap penguasaan bahasa tersebut oleh anak-
politik, ekonomi, serta kemajuan ilmu pengetahuan anak.
dan teknologi, masalah-masalah baru muncul, antara Bahasa daerah di Indonesia mengalami pasang
lain terjadinya persaingan bahasa, pergeseran bahasa, surut perkembangan sejalan dengan perkembangan
kepunahan bahasa, dan kurang berhasilnya pengajaran zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
bahasa. Bahasa daerah yang diajarkan sebagai muatan lokal
Terkait dengan upaya pengembangan, pembinaan, wajib di sekolah-sekolah dasar perlu mendapatkan
dan pelindungan bahasa daerah, dalam Pasal 42 Undang- perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah
Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 dinyatakan daerah. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya
bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, indikasi rendahnya kemampuan berbahasa daerah para
membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah siswa sekolah dasar. Mereka sering tidak menggunakan
agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam bahasa daerah secara penuh dalam kehidupan
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Ada
zaman agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya kekhawatiran lama-lama para siswa tidak mampu lagi
Indonesia. Secara khusus keberadaan bahasa Sunda di menggunakan bahasa daerah sebagai jati diri orang
Jawa Barat, misalnya, dilindungi oleh berbagai peraturan tuanya dan bernas dengan nilai-nilai kearifan. Jika ini
daerah. Bahasa Sunda sebagai bahasa ibu sebagian besar terjadi, bahasa daerah diambang kepunahan karena
masyarakat Jawa Barat diajarkan di sekolah dasar dan tidak ada generasi pelanjut yang dapat berbahasa
sekolah menengah. Namun, fakta yang dapat diamati daerah. Untuk itu, lembaga pendidikan sebagai fasilitas
di lapangan kemampuan siswa berbahasa Sunda tidak penerusan antargenerasi bahasa daerah di luar keluarga
sesuai dengan apa yang diharapkan. Berbagai faktor dapat perlu dievaluasi perannya. Demikian pula, sistem
menjadi penyebabnya, baik faktor internal bahasa maupun pelajaran bahasa daerah, termasuk kurikulum, bahan
faktor eksternal bahasa; baik faktor penutur maupun ajar, metode pengajaran, dan pengajarnya. Ini perlu
faktor di luar penutur. Keadaan seperti ini tentu tidak dapat dilakukan segera sebelum terjadi bencana yang lebih
dibiarkan, harus ada solusinya demi pemertahanan bahasa besar terthadap bahasa daerah di Indonesia.
Sunda sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah dan Penutup
budaya bangsa, bahkan budaya dunia.
Masalah literasi merupakan masalah global. Lembaga pendidikan merupakan salah satu
Masalah ini muncul terutama di negara yang fasilitas untuk melaksanakan penerusan antargenerasi
multibudaya dan multibahasa. Persaingan antarbahasa bahasa daerah melalui jalur formal. Selayaknyalah
sering menyebabkan pergeseran bahasa (lihat Wahya dan strategi ini dipertahankan dalam upaya melestarikan dan
Adji, 2016: 82). Bahasa yang dominan, misalnya, bahasa mempertahankan bahasa daerah. Untuk mempertahankan
nasional, sering mengalahkan bahasa yang tidak dominan, keberlangsungan upaya ini, perlu dilakukan evaluasi,
misalnya, bahasa lokal. Untuk tetap mempertahankan bagaimana keberhasilan yang telah diperoleh dan apa
keberadaan bahasa yang tidak dominan, bahasa tersebut kendala yang dihadapi di lapangan. Upaya yang dapat
harus diperkuat dengan perencanaan atau manajemen dilakukan adalah memperbaiki sistem pembelajaran melalui
yang baru, terutama dalam dunia pendidikan. Salah pembenahan kurikulum, perekrutan guru, pengayaan bahan
satu upaya yang dapat dilakukan adalah menghidupkan ajar, pemutakhiran metode pengajaran, dan hal-hal lain yang
literasi dalam dunia pendidikan tersebut. mendukung keberlangsungan pengajaran bahasa daerah
yang berkualitas. Pemerintah daerah memiliki tanggung
Penerusan Antargenerasi Bahasa dan Budaya jawab dan peran yang besar dalam mewujudkannya. Jika
Sunda yang mengalami Kemacetan ini tidak dilakukan segera, lembaga pendidikan tidak ada
Masalah penerusan antargenerasi bahasa-bahasa artinya lagi untuk dijadikan sarana penerusan antargenerasi
yang ada di dunia sudah menjadi masalah global. bahasa derah. Perencanaan bahasa atau managemen
Masalah sosiolinguistik ini merupakan salah satu bahasa dalam dunia pendidikan perlu segera dievaluasi dan
masalah dari beberapa masalah yang menyebabkan mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.
pergeseran dan kepunahan bahasa. Di dalam keluarga,
banyak orang tua tidak mengajarkan bahasa Sunda DAFTAR PUSTAKA
terhadap anak-anaknya. Banyak orang tua, terutama Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Politik Bahasa dan Pendidikan.
yang masih muda, kurang menguasai bahasa Sunda Bandung: Remaja Rosdakarya.
sehingga tidak dapat membantu anak-anaknya dalam
mengerjakan tugas pelajaran bahasa Sunda yang Alwasilah, A. Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi.
dibawa dari sekolah. Orang tua yang seharusnya Bandung: Kiblay Buku Utama.
melaksanakan pembelajaran bahasa Sunda terhadap
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2003. Politik Bahasa, Kemasyarakatan dan Budaya di Indonesia di Fakultas
Rumusan Seminar Politik Bahasa. Ilmu Pengetahuan Budaya
Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Indonesia, Depok pada 9—10 November
Aslinda dan Leni Syfyahya. 2007. Pengantar Sosiolin- 2015.
guistik. Bandung: Refika Aditama. Lauder, Multamia R.M.T. 2016. “Inisiatif DPD RI
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemen- Menyusun RUU Bahasa Daerah”.
terian Pendidikan dan Kebudayaan. Makalah disampaikan pada Kongres Bahasa Daerah
2011. Perencanaan Bahasa pada Abad Ke-21: Kendala Nusantara di Gedung Merdeka Bandung, 2-4
dan Tantangan. Risalah Agustus 2016.

Simposium Internasional Preremcanaan Bahasa. Mustansyir, Rizal. 1988. Filsafat Bahasa Aneka Mas-
alah Arti dan Upaya Pemecahannya.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemen-
terian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Prima Karya.

dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka. 2010. Peren-
canaan Bahasa pada Era Globalisasi.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemen-
terian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Nothofer, Bernd. 1977. “Dialektgeographische Unter-
Tahunb 2014 tentang Pengembangan, Pembi- suchung des Sundanesichen und des
naan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Entlang der Sundanesischen Sprachgrenze Grespro-
Peningkatan Fungsi Bahsa Indonesia. chenen Javanischen und Jakarta-
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguis- Malaiischen”. Philosophischen Fakultät der Universität zu Köln.
tik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Redaksi Pustaka Grhatama. 2009. Undang-Undang
Hardjasudjana dkk. 1978. “Struktur Bahasa Sunda Di- Dasar 1945 (Amandemen). Yogyakarta:
alek Banten’’. Bandung: Untuk Proyek
Pustaka Grhatama.
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Rosidi, Ayip. 2006. “Mengapa KIBS (Konferensi Inter-
Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebu-
nasional Budaya Sunda)?” Dalam
dayaan.
Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda.
Iskandarwasid dkk. 1985. Struktur Bahasa Jawa Dialek
Bandung: Kiblat Buku Utama.
Banten. Jakarta: Pusat Pembinaan
Rumusan Kongres Bahasa Daerah Nusantara. 2016.
dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan
Disampaikan pada Kongres Bahasa Daerah Nu-
dan Kebudayaan.
santara di Gedung Merdeka Bandung, 2-4 Agus-
Kaelan. 2017. Filasafat Bahasa Hakikat dan Realitas tus 2016.
Bahasa. Yogyakarta: “Paradigma” Yogyakarta.
Sumantri, Maman.1993. Bahasa Sunda Bahasa Daer-
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahsa dan ah Terbesar Kedua di Indonesia.
Sikap Bahsa. Ende-Flores: Nusa Indah.
Bandung: Lembaga Basa jeung Sastra Sunda.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Edisi
Sumarsono. 2007. Sosiolingusitik. Yogyakarta: Sabda.
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunendar, Dadang. 2016. “Sambutan Kongres Bahasa
Lauder, Multamia R.M.T. 1993. Pemetaan dan Distri-
Daerah Nusantara”. Disampaikan pada
busi Bahasa-Bahasa di Tangerang.
Kongres Bahasa Daerah Nusantara di Gedung Merdeka
Jakarta: Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan
Bandung, 2-4 Agustus 2016.
Sastra Indonesia Daerah
Suriamiharja, Agus dkk.1981. Geografi Dialek Sunda
Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
di Kabupaten Serang. Jakarta: Pusat
Lauder, Multamia R.M.T. dan Allan F. Lauder. 2015.
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen
“Dialektologi dan Pelestarian Bahasa”.
Pendidikan dan Kebuidayaan.
Makalah pada Seminar Nasional Sosiolinguistik-Dialektologi
Tim Pusat Studi Sunda. 2004. Bahasa dan Sastra Daer-
dalam Konteks
ah di Kabupaten Tangerang.
Pemerintah Kabupaten Tangerang. Pengajaran di Sekolah Dasar sebagai Upaya Pemertahanan
Bahasa Daerah”. Dalam
Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2009. Undang-Undang
Dasar 1945 dan Amandemennya. Cet. V. Jurnal Tutur Volume 02, Nomor 01, Februari 2016.
Denpasar: Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa
Bandung: Nuansa Aulia.
Daerah Lokal (APBL).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
Wahya. 2016. Bunga Rampai Penelitian Bahasa daam
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perspektif Geografis. Bandung: Semiotika.
Perundang-Undangan.
Weinreich, Uriel. 1970. Language in Contact. Paris:
Wahya dan Mhhamad Adji. 2016. “Penerusan Bahasa The Hague.
Sunda Antargenerasi Melalui

Anda mungkin juga menyukai