Anda di halaman 1dari 24

MAKALH

“ANEKA PROBLEM PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH”

Dosen Pengampu : Eca Wongsopatty,S.Pd.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

1.Fahira Suad

2.Filda La Opi

3. Nurfadila Veerman

UNIVERSITAS BANDA NEIRA

FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN

T/A 2023-2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentan ANEKA
PROBLEM PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH.Tak lupa pula salawat serta salam kami
hanturkan kepada junjungan besar kita nabi Muhammad saw beserta sahabat dan keluarga.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu dosen pengampu
mata kuliah SASTRA DAERAH ibu Eca Wongsopatty,S.Pd.,M.Pd karena telah mempercayai
kami dalam menyelesaikan tugas makalh ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang aneka problem pembelajaran bahasa daerah
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Banda Neira,18-september-2023

DAFATR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
Latar belakang...................................................................................................................
Rumusan Masalah.............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
A.Pengertian Bahasa Daerah............................................................................................
B. Bahasa Daerah Dalam Persfektif Kebudayaan.........................................................
C. Aneka Problem Pembelajaran Bahasa Daerah..........................................................
D. Cara Untuk Melestarikan Bahasa Daerah........................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................


Kesimpulan........................................................................................................................
Saran...................................................................................................................................
Daftar Pustaka....................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Bahasa daerah diperoleh anak didik sejak dalam mulai belajar berbicara, maka dari itu Bahasa
diwujudkan sebagai satu upaya untuk menginternalisasikan identitas kearifan lokal dari sebuah
budaya yang diperuntukkan dalam memperokokoh kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Sebab dari bahasa daerah pula kembali pada tatanan hidup masyarakat akan nilai dan budaya
yang sudah tertanam sebagai identitas pribadi yang eksistensinya ini mampu bersanding dengan
budaya asing yang terus menerus masuk ke tatanan masyarakat.

Bahasa ibu atau daerah, seperti bahasa Bali memiliki hak hidup yang dijamin konstitusi. Ia
mengemban fungsi amat penting dalam kehidupan sejak usia dini. Jati diri dan karakter dibangun
melalui penguasaan dan penggunaannya. Secara nasional, bahasa ibu berfungsi menyangga dan
membentuk jati diri dan karakter bangsa. Namun, sejak berkembangnya bahasa Indonesia dan
bahasa asing, bahasa daerah tergantikan sebagian atau sepenuhnya di hampir semua peristiwa
tutur. Bahkan sejak arus budaya global menerjang, perkembangan masyarakat dwibahasa dan
aneka bahasa menggusur bahasa-bahasa daerah. Generasi muda yang seharusnya menjadi
pewaris mulai meninggalkannya. Ancaman ini kian menjadi-jadi karena sikap pragmatis
memang melanda masyarakat.

B.Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian bahasa daerah?

2. Bagaimana bahasa daerah dalam persfektif kebudayaan

3. Apa saja problem yang di hadapi dalam pembelajaran bahasa daerah?

4. Bagaimana cara melestarikan bahasa daerah?


C.Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian bahasa daerah

2. Untuk mengetahui bagaimana bahasa daerah dalam persfektif kebudayaan

3. Untuk mengetahui problem problem dalam pembelajaran bahasa daerah

4. Untuk mengetahui cara melestarikan bahasa daerah

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengartian bahasa daerah


Bahasa daerah atau bahasa regional adalah bahasa yang dituturkan secara turun-temurun di
suatu wilayah dalam sebuah negara berdaulat, yaitu di suatu daerah asli, negara bagian federal,
provinsi, atau teritori yang lebih luas. Sedangkan menurut KBBI Bahasa daerah adalah Bahasa
yang lazim di gunakan dalam suatu daerah.

Pengertian Bahasa daerah menurut para ahli :

1.Bahasa daerah adalah bahasa yang menjadi salah satu criteria pengidentifikasian suatu suku
bangsa atau kelompok etnis. Bahasa daerah disebut bahasa suku bangsa. (Haenen dan
Masinambow, 2002).

2. Menurut prastika (2011) adalah bahasa yang dimiliki dan digunakan di daerah tertentu atau
oleh masyarakat tertentu pula. Bagi pemiliknya, bahasa daerah dikaitkan sebagai bahasa ibu,
yaitu bahasa yang diajarkan dituturkan dan dikuasai pertama kali sejak lahir. Sebagai bahasa ibu.

3. Menurut Taufik, 2017 Bahasa daerah sebagai kearifan lokal adalah salah satu kekayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia, jumlahnya yang tersebar banyak mencerminkan keberagaman
budaya yang ada di tanah air Indonesia, meski tidak dapat dipungkiri banyak bahasa daerah yang
mulai terancam keberadaannya, bahkan sudah ada bahasa daerah yang luput dan hilang karena
tergerus pengaruh modernisasi (Taufik, 2017). Dikutip dari Hartati dkk (dalam Taufik 2017)
mengatakan bahwa bahasa merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh
nilai-nilai budaya, moral, agama, nilai-nilai lain yang hidup di masyarakat.

Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan
karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Keberadaan Bahasa
daerahpun dilindungi melalui Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 32 Ayat 2 yang
berbunyi Negara Menghormati dan Memelihara Bahasa Daerah Sebagai Kekayaan Budaya
Nasional. Selain itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 1 pun menyatakan bahwa
Bahasa Daerah adalah Bahasa yang Digunakan secara Turun-Temurun oleh Warga Negara
Indonesia di Daerah-Daerah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahasa daerah diperoleh anak didik sejak dalam mulai belajar berbicara, maka dari itu
Bahasa diwujudkan sebagai satu upaya untuk menginternalisasikan identitas kearifan lokal dari
sebuah budaya yang diperuntukkan dalam memperokokoh kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Sebab dari bahasa daerah pula kembali pada tatanan hidup masyarakat akan nilai dan
budaya yang sudah tertanam sebagai identitas pribadi yang eksistensinya ini mampu bersanding
dengan budaya asing yang terus menerus masuk ke tatanan masyarakat.

Di seluruh pelosok tanah air pasti memiliki Bahasa daerah yang menjadi ciri khas atau
identitas dari wujud budaya masyarakat itu sendiri. Nurlaila (2016) Akibatnya, banyak
masyarakat Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sekaligus bahasa daerah sebagai alat
komunikasi sehari-hari. Bahasa daerah sangat bermanfaat bagi masyarakat pemakainya terutama
sebagai alat komunikasi antar sesamanya sehingga memungkinkan terjadinya saling pengertian,
saling sepakat dan saling membutuhkan dalam kehidupan. Dengan kata lain, bahasa daerah
digunakan sebagai alat komunikasi antar suku dalam suasana informal untuk menunjukkan
penghargaan atau rasa hormat, rasa akrab terhadap lawan bicara yang berasal dari kelompok
yang sama. Bahasa daerah dapat dikatakan juga dengan istilah sebagai bahasa ibu karena bahasa
yang dikenal oleh anak pertama kali dalam kehidupannya. Nah, bahasa daerah atau katakanlah
bahasa bahasa ibu ini juga sering kali diucapkan siswa pada saat di kelas baik pada saat proses
belajar mengajar maupun pada saat berkomunikasi dengan teman.

Dalam rumusan Seminar Politik Bahasa (2003) disebutkan bahwa bahasa daerah adalah
bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intradaerah atau intramasyarakat di samping
bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana pendukung sastra serta budaya daerah atau
masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia. Kemudian, dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 40 Tahun 2007, juga dijelaskan mengenai batasan bahasa daerah, yaitu bahasa
yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi antaranggota masyarakat dari suku
atau kelompok etnis di daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Batasan
yang kedua, dibandingkan dengan batasan pertama, sama-sama melihat bahasa daerah dari sudut
pandang fungsi dan area pemakaian bahasa. Akan tetapi, batasan kedua lebih jelas dalam
menunjukkan hal penutur bahasa daerah, yakni suku atau kelompok etnis. Meskipun demikian,
kedua batasan tersebut tampaknya masih dirasa kurang lengkap. Batasan tersebut tidak
menyebutkan secara jelas asal-usul bahasa dan penuturnya. Oleh karena itu, batasan bahasa
daerah itu disempurnakan lagi dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh
warga negara Indonesia di daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahasa daerah setidaknya memiliki lima fungsi, yaitu sebagai (1) lambang kebanggaan
daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat
daerah, (4) sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia, serta (5) pendukung sastra
daerah dan sastra Indonesia. Sementara itu, dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia,
bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia, (2) bahasa pengantar di
tingkat permulaan sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa
Indonesia dan/atau pelajaran lain, dan (3) sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa
Indonesia. Selain itu, dalam situasi tertentu bahasa daerah dapat menjadi pelengkap bahasa
Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintah di tingkat daerah.

B. Bahasa Daerah dalam Persfektif Kebudayaan

Sebelum bicara panjang lebar mengenai bahasa daerah, penting untuk terlebih dahulu kita
mendefinsikan kebudayaan, walaupun jika di telusuri tentang makna terminologi kebudayaan
maka kita akan menemukan banyak sekali ratusan pengertian tentang kebudayaan. Menurut
Koentjoroningrat (1983) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar, yang lebih lanjut dijabarkan tentang tujuh unsur kebudayaan, dimana bahasa termasuk
dalam tujuh unsur tersebut. Tapi secara singkatnya kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan
karsa manusia. Kebudayaan itu sendiri bisa dikategorikan dalam kebudayaan statis; tidak
mengalami perubahan misalnya peninggalan benda-benda kebudayaan seperti candi, dan
kebudayaan dinamis; mengalami perubahan-perubahan. misalnya bahasa yang setiap waktu bisa
mengalami dekonstruksi dan atau rekonstruksi. Maka bisa disimpulkan bahwa bahasa daerah
merupakan bagian dari sebuah kebudayaan masyarakat yang bersifat dinamis yaitu mengalami
perubahan-perubahan yang tentunya juga bisa mengarah pada pergeseran bahasa jika
tidakdiperhatikan dengan seksama.

Bahasa mempunyai relevansi yang kuat terhadap kebudayaan masyarakat pemakai bahasa.
Relevansi itu bisa berupa nada bahasa, konsep gramatikal bahasa, ataupun konsep tingkatan
bahasa. Dalam mayarakat Jawa misalnya, bahasa Jawa dialek Solo dengan nada yang halus dan
terdengar santun menunjukan bahwa kepribadiaan dasar masyarakat Solo adalah masyarakat
yang menjunjung tinggi kesantunan dan kesopanan, lain halnya dengan nada bahasa batak yang
terdengar lebih tinggi yang menggambarkan kebudayaan kehidupan masyarakat Batak yang lebih
tegas dan keras. Hal ini juga dalam tingkatan bahasa, kita tahu bahwa dalam bahasa Jawa
terdapat pembagian penggunaan jenis dilaek Ngoko, Madya, dan Krama yang menggambarkan
bahwa dalam kebudayaan dasar awal masyarakat Jawa terdapat perbedaan kelas sosial dan
menjunjung tinggi rasa hormat-menghormati atau rasa tepo seliro.

Bahasa Daerah merupakan salah satu bukti adanya suatu peradaban dari suatu masyarakat dahulu
yang dalam konteks ini bisa berupa dalam bentuk verbal ataupun tulisan. Oleh karena itu, Bahasa
daerah bisa diartikan sebagai sistem ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat nilai yang
dimiliki oleh masyarakat yang mempengaruhi perilaku masyarakat itu sendiri. Sehingga jika
bahasa daerah bergeser maka tidak mustahil jika itu berarti menandakan terjadinya pergeseran
nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat baik perubahan terhadap pandangan hidup, perilaku
sosial ataupun hal lain yang sebenarnya merupakan ciri khas dari budaya masyarakat tersebut.

Bahasa bukan hanya sebuah alat komunikasi dan pengetahuan tetapi juga memiliki sifat
fundamental sebagai identitas dan pemberdayaan budaya. Hal ini diyakini sebagai suatu
dukungan terhadap pendidikan bahasa, bahwa di dalam pembelajaran bahasa daerah terdapat
identitas budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.

Sebagai salah satu kearifan lokal, bahasa daerah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting
dalam menjaga identitas dan jati diri bangsa. Selain kearifan lokal, dalam bahasa daerah juga
terkandung banyak pesan moral dan norma-norma sosial yang selama ini hilang akibat tergerus
budaya populer yang berkembang di kalangan penutur muda.

Sebagai identitas budaya yang fundamentalis, bahasa daerah memiliki kedudukan sejajar dengan
bahasa Indonesia dan asing karena memiliki peran dan fungsi masing-masing. Tidak ada satu
bahasa pun di dunia yang mengklaim sebagai bahasa yang paling baik dari bahasa lainnya.
Bahasamu adalah budaya, identitas, dan jati dirimu.
C. Aneka Problem Pembelajaran Bahasa Daerah

Bahasa daerah yang beraneka ragam mencerminkan kekayaan budaya nasional misalnya Bahasa
Madura, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa bali, Bahasa Minahasa, Bahasa Banjar, Bahasa
Batak, dan lain-lain.

Menurut kurikulum DEPDIKNAS bahasa daerah berfungsi untuk mengembangkan kemampuan


bermalar, berkomunikasi dan mengungkapkan pikiran atau perasaan serta melestarikan aset
nasional di daerah ( Dinas P & K Jatim, 1997). Tujuan Instruksional mata pelajaran bahasa
daerah pada dasarnya memerlukan kontinuitas dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan
demikian guru bahasa daerah harus dapat menguasai, memahami siswa didik dengan melakukan
pendekatan yang sesuai dengan karakteristik materi yang akan disampaikan dan memberi
kesempatan siswa untuk sosialisasi dengan bahasa daerah sebagai komunikasi dalam tiap tatap
muka mata pelajaran bahasa daerah. Menurut kurikulum pendidikan dasar program pengajaran
salah satunya meliputi muatan lokal dimana bahasa daerah merupakan salah satu muatan lokal
yang wajib. Mualan lokal berfungsi untuk mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap
perlu oleh daerah yang bersangkutan sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas satuan
pendidikan yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara
Nasional (Pasal 14 ayat 3 PP No 28 Tahun 1990).

Tujuan kurikulum muatan lokal menurut DEPDIKBUD, 1997 agar peserta didik memiliki
wawasan, sikap dan perilaku yang mantap tentang lingkungannya serta bersedia melestarikan
dan mengembangkan sumber daya alam, sosial, budaya, dan sosial ekonomi yang ada di
sekitarnya sebagai aset nasional guna menunjang pembangunan daerah maupun nasional antara
lain siswa memahami dan akrab dengan lingkungannya sehingga terhindar dari keterasingan
terhadap lingkungan sendiri, mampu memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilannya untuk
memecahkan masalah yang dihadapi disekitarnya, dan mampu menolong orang tuanya dan
dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kurikulum sebagai dokumen
tertulis hanya sebagai substansi dan keilmuan sedang aspek tersirat hanya dikenal oleh guru yang
arif. Oleh karena itu guru harus bisa mengedepankan substansi dan keilmuan tetapi juga harus
bisa mencapai aspek yang tersirat yaitu aspek nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajaran akan efektif apabila guru mau mempertimbangkan dan
mengakui perbedaan individu dan memberikan kesempatan pada anak untuk menemukan dan
menerapkan (Burden & Byrd, 1999). Pertimbangan seperti ini sangat diperlukan untuk
mempersiapkan anak untuk lebih mampu dalam kehidupan bermasyarakat yang multikultural
dalam dimensi bahasa dan dapat mempermudah anak dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka
yaitu komunikasi (Saxe.1996).

Latar belakang budaya anak terutama bahasa daerah harus menjadi kekuatan yang dapat
mempengaruhi dia dalam berinteraksi dengan guru di dalam menyusun pengetahuan dalam
benak si anak. Oleh karena itu pendidikan bahasa daerah harus mencerminkan kondisi nyata
anak yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda sehingga dapat memudahkan anak
untuk belajar di kelas dan meningkatkan hasil akademinya (Barba. 1998).

Banyak faktor problem pembelajaran bahasa daerah yang perlu dipertimbangkan untuk
suksesnya pembelajaran bahasa daerah. Faktor tersebut diantaranya keluarga dan pendidikan
orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal,dan ragam bahasa daerah.

1. Keluarga dan Pendidikan Orang Tua

Keluarga merupakan komunitas terkecil dari suatu organisasi social. Keluarga merupakan tempat
pertamal dimana seorang anak belajar pendidikan bahasa sebagai sarana komunikasi. Sebagian
besar waktu anak-anak berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Waktu anak di sekolah
hanya seperlima dari waktu anak keseluruhan. Oleh karena itu waktu yang cukup banyak di
keluarga dan masyarakat dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan. Latar belakang budaya
dalam keluarga penting artinya dalam pendidikan dasar anak terutama bahasa daerah. Perbedaan
latar belakang budaya si ayah dan si Ibu memberikan pandangan tersendiri bagi si anak. Maka
perlu adanya bahasa daerah yang memang bisa diikuti tidak saja di lingkungan keluarga tetapi
lingkungan masyarakat sekitar sehingga memberikan konstribusi dan kesempatan bagi unak
supaya bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya terulama teman-teman di sekitarnya.
Pendidikan orang tua juga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku si anak.

Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua dan semakin sering mereka
memberikan pendidikan kepada putra-putrinya maka sikap dan perilaku anak akan lebih mudah
terbentuk.
Demikian halnya dengan penggunaan bahasa daerah pada lingkungan keluarga, semakin sering
anak-anak dididik dalam lingkungan bahasa daerah tertentu maka akan terbentuk suatu
komunikasi yang konstan pada penggunaan bahasa daerah. Demikian halnya dengan tingkat
pendidikan orang tua mempengaruhi tingkatan bahasa daerah yang digunakan dalam komunikasi
sehari-hari. Semakin tingkat pendidikan orang tua maka si anak semakin halus tatanan bahasa
daerah yang digunakan dalam komunikasinya dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada
intinya perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya banyak ditentukan oleh latar belakang
pendidikan dan pandangan mereka tentang pendidikan anak (Saxe,1994) .

2. Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal

Beberapa hasil penelitian tentang bahasa dan budaya daerah menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara lingkungan dengan bahasa daerah yang digunakan dalam komunikasi
untuk sosialisasi. Pada lingkungan daerah Jawa diberlakukan bahasa jawa sebagai bahasa
daerahnya, daerah lingkungan madura diberlakukan bahasa madura sengai bahasa daerahnya,
dan lain-lain. Pada anak didik yang mempunyai latar belang keluarga bukan daerah lingkungan
tersebut tentunya harus belajar banyak supaya dapat menyesuaikan lingkungan barunya dengan
bahasa daerah yang berbeda sehingga dapat terus eksis dalam lingkungan barunya tersebut.

Dalam permasalahan perbedaan budaya dalam proses pendidikan bahasa daerah pada siswa
tingkat SD yang cenderung mengikuti bahasa daerah tempat dia bersekolah maka guru
seharusnya dapat memahami dan mengerti latar belakang budaya si anak sehingga dapat
dilakukan pendidikan dengan pendekatan multikultural untuk memudahkan siswa dalam proses
pembelajarannya sehingga siswa lebih tertarik terhadap materi bahasa daerah yang diberikan.

3. Ragam Bahasa Daerah

Banyaknya jenis bahasa daerahmerupakan kekayaan budaya bangsa.Bahasa daerah yang


beraneka ragam dapat membingungkan siswa dalam pelaksanaan dan apresiasinya. Oleh karena
itu pada suatu daerah tertentu hanya diberlakukan pendidikan bahasa daerah lingkungan itu
sendiri yang dimaksudkan agar anak lebih mudah bergaul dan bersosialisasi di lingkungan
sekitar tempat ia tinggal dengan bahasa daerah tersebut. Selain itu tujuan utama dari bahasa
daerah pada intinya memperkenalkan budaya bangsa yang memang heraneka ragam terutama
bahasa daerah supaya anak didik dapat melestarikan bahasa daerahnya pada lingkungan yang
modern dan tidak terpengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma Pancasila.
Penggunaan bahasa daerah pada tatanan tingkatan penggunaannya akan mengajari siswa didik
dalam budaya sopan santun yang tidak diajari pada pendidikan ilmu eksakta baik itu dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

4. Problematika pembelajaran bahasa daerah di sekolah

Dunia pendidikan yang memiliki andil terbesar untuk membuat bahasa daerah menjadi
popular. Pendidikan disebut sebagai garda terdepan yang membentuk jati diri bangsa. Oleh
karena itu, fenomena berkurangnya popularitas bahasa daerah seharusnya dimulai dengan
mengevaluasi sistem pendidikan di negeri ini. Sistem yang diterapkan dalam dunia pendidikan
harus akomodatif terhadap kebutuhan pengajaran kearifan lokal dan bahasa daerah. Ada tiga
unsur penting dalam dunia pendidikan, yaitu kurikulum, model pengajaran, dan bahasa
pengantar. Ketiga unsur ini merupakan hal yang penting untuk menjelaskan fenomena
kebahasaan yang sedang terjadi.

Indonesia merupakan negara multikultural terbesar di dunia, memiliki keragaman budaya,


bahasa, suku, agama, dan ras. Keragaman tersebut dapat kita temukan pula di lingkungan
sekolah terutama di kota- kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan
Yogyakarta. Di kota besar semisal Jakarta, hal jamak jika di sekolah peserta didiknya berasal
dari berbagai daerah. Dengan keragaman tersebut dapat dipastikan suatu sekolah memiliki
keragaman bahasa daerah. Namun, sejauh mana sekolah memfasilitasi keragaman bahasa daerah
yang dibawa oleh masing-masing peserta didik ke dalam lingkungan sekolah? Hal ini menjadi
satu problematika yang dapat kita temukan di kota besar. Terkadang sekolah lebih memfasilitasi
bahasa asing sebagai bahasa kedua untuk dikembangkan dan dikuasai oleh peserta didik.

Di kota lainnya, di daerah, problematika yang muncul ke permukaan berbeda lagi. Meski
keragaman bahasa di daerah tidak begitu heterogen, namun apakah sekolah juga telah
memfasilitasi bahasa daerah setempat agar tetap terjaga kondisinya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pekerjaan rumah sangat penting dan mendesak
untuk dijawab. Problematika keragaman bahasa yang muncul di sekolah menjadi dorongan agar
sekolah lebih berperan aktif dalam menjaga kondisi bahasa daerah. Selain itu, sekolah juga
berperan untuk menekan diskriminasi bahasa sehingga peserta didik dapat menghargai
keragaman bahasa daerah dalam kelas yang multilingual dan multikultural.

Keengganan sekolah menyadari pentingnya bahasa daerah dapat memicu problematika lain,
seperti hilangnya jati diri sekolah dari kultur tempat sekolah tersebut berdiri dan bernaung
sehingga terjadi krisis identitas. Tidak hanya itu, bahkan cepat atau lambat hal tersebut dapat
memicu kondisi negatif perkembangan bahasa Indonesia.

Sekolah dan tentu saja guru harus mampu menanamkan dan membangun kesadaran peserta didik
akan keberagaman bahasa demi menjaga kondisi bahasa daerah. Kesadaran yang dibangun sejak
dini dapat menekan tingkat diskriminasi bahasa khususnya terhadap bahasa daerah.
Bagaimanapun diskriminasi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan
karakter peserta didik.

Oleh karena itu guru bahasa daerah harus memperhatikan perbedaan kebutuhan dasar anak untuk
dijadikan sebagai dasar dalam menyusun proses pembelajaran (Jones & Jones, 1998) sehingga
mempengaruhi anak dalam belajar yang pada dasarnya banyak dipengaruhi lingkungan anak dan
budaya yang telah dimiliki anak (Levin & Nolan.)

Kurangnya pemahaman guru tentang dasar-dasar psikologi anak yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda sedangkan dituntut untuk memahami dan bisa dalam mata
pelajaran bahasa daerah tertentu akan berdampak pada ketidakseimbangan anak dalam
memperoleh pendidikan (Joyce & Weil, 1996). Oleh karena itu guru bahasa daerah pada tingkat
sekolah dasar seharusnya lebih memahami "cultural background" anak selama proses
pembelajaran yang meliputi bahasa daerah asli si anak, latar belakang orang tua (class social),
lingkungan masyarakat (identities group) (Slavin, 1997).

Guru mata pelajaran bahasa daerah yang kurang memperhatikan perbedaan individu berakibat
menurunnya minat anak karena materi dan strategi pembelajaran yang diberikan tidak sesuai
dengan kondisi alamiah mereka. Proses pembelajaran yang mengabaikan "cultural diversity"
siswa dapat menimbulkan stres dan frustasi karena pendidik tidak dapat merespon dan mengerti
permasalahan tersebut secara efektif (Jones & Jones, 1998) yang selanjutnya akan berakibat
munculnya sikap negatif anak terhadap materi yang diberikan.

Latar belakang budaya anak terutama bahasa daerah harus menjadi kekuatan yang dapat
mempengaruhi dia dalam berinteraksi dengan guru di dalam menyusun pengetahuan dalam
benak si anak. Oleh karena itu pendidikan bahasa daerah harus mencerminkan kondisi nyata
anak yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda sehingga dapat memudahkan anak
untuk belajar di kelas dan meningkatkan hasil akademinya (Barba. 1998).

Suatu tantangan bagi dunia pendidikan untuk membangun sebuah sistem pendidikan yang dapat
menyesuaikan dengan keadaan multibahasa sehingga menyediakan pendidikan berkualitas nan
seimbang. Sebuah sistem pendidikan yang multikultural dan dapat diaplikasikan pada semua
mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural termasuk perbedaan
bahasa, khususnya bahasa daerah.

Bahasa daerah saat ini membutuhkan ruang agar terbebas dari diskriminasi dan stereotif negatif,
khususnya dalam lingkungan pendidikan. Diperlukan strategi-strategi yang memberi tempat
khusus bagi bahasa daerah dalam persekolahan agar para penutur bahasa daerah di sekolah tidak
merasa dirugikan dengan pengajaran bahasa asing maupun bahasa nasional, Indonesia.

Untuk merealisasikan pendidikan berkualitas, sekolah harus menjadikan bahasa daerah


sebagai mata pelajaran. Sebagai mata pelajaran, pengajaran bahasa daerah di sekolah dapat
meliputi 'tentang' maupun 'melalui' bahasa daerah. Dengan penerapan tersebut diharapkan mulai
terbukanya pemahaman peserta didik, guru, dan orangtua bahwa pengajaran bahasa daerah. dapat
membantu mengembangkan kompetensi bahasa, meningkatkan prestasi di bidang mata pelajaran
lain dan pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Sekolah harus membuka bahkan
memberikan akses

bagi peserta didik untuk mempelajari dan mengembangkan bahasa daerah. Dengan terbukanya
akses tersebut, sekolah dapat membentuk karakter rasa hormat akan nilai-nilai budaya pada diri
peserta didik. Melalui pendidikan multibahasa memungkinkan pengajaran bahasa daerah sambil
bersamaan mengembangkan kemampuan bahasa nasional maupun asing, bukan lagi
memindahkan bahasa peserta didik ke dalam bahasa asing maupun bahasa Indonesia.

Pengajaran bahasa daerah menjadi awal pengajaran bahasa bagi peserta didik di sekolah
meskipun setelah itu peserta didik memerlukan penguasaan bahasa lainnya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Pengajaran bahasa daerah pada permulaan pendidikan dapat
menjadi pertimbangan pedagogis, sosial, dan budaya, sehingga dapat memelihara identitas dan
jati diri bangsa. Dengan mengembangkan pembelajaran bahasa daerah di sekolah, maka sekolah
telah membuka akses bagi masyarakat tutur dalam upaya memartabatkan bahasa daerah.

Selain melalui pembelajaran bahasa daerah di sekolah, upaya pelestarian juga dapat dilakukan
pendokumentasian bahasa daerah melalui kegiatan mendongeng. Budaya lisan merupakan suatu
metode paling efektif agar tetap menjaga kondisi bahasa daerah di masyarakat tutur.

Dalam kurikulum 2013, tidak ada mata pelajaran spesifik bahasa daerah. Mata pelajaran bahasa
daerah merupakan modifikasi dari mata pelajaran tambahan seperti seni budaya, pendidikan
jasmani, olah raga dan kesehatan, serta prakarya dan kewirausahaan. Konten mata pelajaran
tambahan merupakan pengembangan dari pusat dan dilengkapi oleh konten lokal yang
dikembangkan oleh pemerintah daerah. Jadi, pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk
menentukan konten pendidikan, termasuk menyelipkan mata pelajaran bahasa daerah. Namun
kebebasan ini juga bisa jadi digunakan pemerintah daerah untuk tidak mengajarkan bahasa
daerah dan menggantinya dengan prakarya atau seni budaya yang lain. Oleh karena itu,
keberadaan mata pelajaran bahasa daerah tidak bersifat mengikat.

Jika dilihat dari alokasi waktu, mata pelajaran kelompok tambahan memiliki proporsi yang
sangat sedikit dibandingkan mata pelajaran kelompok inti terutama pendidikan agama dan budi
pekerti, bahasa Indonesia, dan matematika. Mata pelajaran kelompok tambahan hanya
mendapatkan alokasi waktu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pendidikan agama dan budi
pekerti, bahasa Indonesia, dan matematika.

Kenyataan bahwa mata pelajaran bahasa daerah tidak diberi alokasi waktu yang cukup
dikemukakan oleh beberapa guru di beberapa daerah di Indonesia termasuk di Provinsi Maluku.
Berbeda dengan wilayah Sulawesi, Jawa, dan Sumatera yang masih mempertahankan mata
pelajaran bahasa daerah baik di tingkat SD, SMP, dan SMA. Namun tidak mendapat porsi jam
pelajaran yang sangat sedikit. Di bangku menengah pertama, mata pelajaran bahasa daerah
mendapatkan porsi 2×45 menit dalam seminggu, sedangkan di bangku menengah atas, mata
pelajaran bahasa daerah hanya dilangsungkan selama 60 menit dalam seminggu. Dengan waktu
sesingkat itu, banyak materi yang tidak diajarkan secara mendalam bahkan, cenderung dilewati
begitu saja. Selain masalah alokasi waktu pengajaran, masalah lain yang menyangkut kurikulum
ialah sentralitas Ujian Nasional. Kurikulum mata pelajaran di jenjang sekolah menempatkan
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan mata pelajaran peminatan
sebagai mata pelajaran yang menentukan jenjang pendidikan berikutnya melalui Ujian Nasional.
Sebab itu, mata pelajaran yang tidak masuk dalam Ujian Nasional dikesampingkan oleh siswa.

Faktor lain yang memengaruhi popularitas bahasa daerah dalam dunia pendidikan adalah
metode pengajaran. Pelajaran bahasa daerah kurang diminati karena teknik pengajarannya yang
cenderung membosankan. Metode pengajaran bahasa daerah didominasi dengan mengerjakan
lembar kerja siswa, padahal, kalau sekedar mengerjakan lembar kegiatan siswa wawasan yang
diperoleh tidak akan cukup membuat murid memahami dan menguasai bahasa daerah.
Seharusnya pelajaran bahasa daerah bisa dibawa ke hal-hal yang bersifat praktis daripada
sekadar mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS). Metode pengajaran bahasa daerah yang
cenderung monoton dan membosankan tidak bisa dilepaskan dari alokasi waktu pengajaran yang
terbatas.

Selain itu, sentralitas penggunaan bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan di Indonesia juga
menjadi penyebab ketidakpopuleran bahasa daerah di kalangan anak muda. Buku-buku pelajaran
di sekolah menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Dengan demikian komunikasi yang
dilakukan di kelas juga menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, penting
untuk mengingat kembali bahwa berkurangnya penutur bahasa daerah dari kalangan muda tidak
melulu terjadi karena gempuran globalisasi. Berkurangnya penutur bahasa daerah dari kalangan
muda juga disebabkan oleh ketidakberpihaknya sistem pendidikan terhadap proporsi jam mata
pelajaran bahasa daerah, bahkan ada beberapa provinsi yang tidak menempatkan bahasa daerah
pada jam pelajaran. Sayangnya kondisi ini telah berjalan terlampau lama sehingga penggunaan
dan pelestraian bahasa daerah di Indonesia terabaikan.
Dari penjelasan materi di atas dapat di simpulkan masalah pembelajaran khususnya dalam
bahasa daerah di kalangan peserta didik adalah sebagai berikut :

1. Bahasa daerah sulit di pahami oleh seseorang yang berasal dari daerah tertentu untuk
mempelajari bahasa dari daerah tertentu pula.

Contohnya : Seorang peserta didik yang yang berasal dari daerah sumatera utara di tuntut
untuk mempelajari bahasa jawa yang sama sekali tidak bisa ia ucapkan dan artikan.

2. Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia terutama bahasa daerah menjadi
kesulitan karena terlalu banyak kosakata yang digunakan.

3. Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa daerah karena sudah
terbiasa menggunakan bahasa indonesia yang baku. Hal ini terjadi karena lingkungan disekitar
menggunakan bahasa indonesia yang baku sebagai alat berkomunikasi antar individual.

4. Dapat menimbulkan kesalahpahaman antar individu, karena arti dalam sebuah bahasa
daerah tertentu belum tentu sama dengan arti dalam bahasa daerah yang lainnya pula.

Ketidakpahaman peserta didik dalam mempelajari bahasa daerah, Hal ini dikarenakan tidak
semua peserta didik dapat memahami penggunaan bahasa daerah. Akibatnya peserta didik jadi
malas dan tidak adanya ketertarikan dalam mempelajari bahasa daerah.

6. Peserta didik biasanya kesulitan dalam pengucapan bahasa daerah tersebut. Karena salah
dalam pengucapan saja dapat berakibat dalam arti kata yang berbeda pula.

7. Ketidaktarikan peserta didik dalam pembelajaran bahasa daerah, karena menurut mereka
bahasa daerah adalah bahasa kuno yang dapat membedakan status sosial apabila di
aplikasikan.

8. Peserta didik biasanya tidak tertarik mempelajari bahasa daerah yang menurutnya tidak
penting untuk dipelajari. Karena sebagian orang menganggap bahasa daaerah tidak ada
manfaatnya di masa yang akan datang dan lebih memilih untuk mempelajari bahasa asing yang
keluar dari budaya indonesia itu sendiri contohnya bahasa inggris.
9. Peserta didik yang sangat lambat dalam belajar. Jangankan untuk bahasa daerah yang sama
sekali tidak ia ketahui sebelumnya, dalam pelajaran lainpun terkadang seseorang yang lambat
dalam menangkap suatu pelajaran.

10. Peserta didik yang kekurangan motivasi dalam belajar sehingga menjadi bermalas-malasan
dalam proses suatu pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran bahasa daerah.

11. Lingkungan sekolah juga berpengaruh dalam masalah pembelajaran khususnya bahasa
daerah, contohnya seorang guru/dosen yang sangat membosankan dalam proses pembelajaran
yang menimbulkan kebosanan terhadap mata pelajaran yang diajarkannya pula. Sehingga
materi yang di ajarkan tidak membekas sama-sekali dalam pikiran peserta didik.

13. Situasi dan kondisi juga sangat berpengaruh dalam masalah pembelajaran, contohnya
pelajaran bahasa daerah yang dilakukan di akhir mata pelajaran lainnya, yang mengakibatkan
kejenuhan akan suatu pembelajaran. Karena mengingat bahasa daeraah adalah bahasa yang
sangat sulit terlebih bahasa tersebut adalah bahasa yang belum pernah kita kenali.

14. Bagi sebagian besar peserta didik menganggap remeh dalam pelajaran tertentu khususnya
bahasa daerah, terlebih bahasa daerah tersebut merupakan bahasa sehari-hari yang ia pakai.
Akibatnya peserta didik merasa tidak perlu untuk mempelajari bahasa daerah tersebut.

15. Masalah lainnya adalah, banyaknya tuntutan yang harus ia lakukan ketika seorang peserta
didik harus mempelajari suatu bahasa daerah yang mengakibatkan tidak inginnya ia
mempelajari bahasa daerah tersebut.

D. Cara untuk melestarikan bahasa daerah dan mencegah kepunahannya.

Bahasa merupakan media komunikasi terpenting di dalam kehidupan sehari-hari. Melalui bahasa,
setiap orang dapat menyampaikan maksud dan tujuannya kepada orang lain dengan baik. Setiap
negara memiliki bahasa yang berbeda. Menurut informasi dari Kemendikbud, Indonesia adalah
negara dengan jumlah bahasa terbanyak kedua di dunia. Indonesia memiliki ratusan bahasa
daerah dan satu bahasa resmi yakni bahasa Indonesia. Bahasa daerah biasanya digunakan dan
dikuasai oleh masyarakat yang ada di daerah-daerah tertentu, khususnya di Indonesia yang
memiliki 34 provinsi. Akan tetapi keragaman bahasa daerah di Indonesia mulai terancam punah
seiring perkembangan zaman. Bahasa daerah dapat dikatakan punah ketika tidak ada lagi orang
yang menggunakannya dalam percakapan. Ancaman ini tentunya menjadi hal yang serius dan
perlu diperhatikan. Maka dari itu diperlukan pelestarian bahasa daerah agar terhindar dari
kepunahan.

1. Berbicara menggunakan bahasa daerah

Menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari. Dengan terus menerapkannya dalam
keseharian, dapat dipastikan bahasa daerah akan selalu digunakan dan tidak akan punah. Tetapi
hal yang paling penting adalah bagaimana bisa membiasakan diri sendiri untuk menggunakan
bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Budaya daerah adalah aset berharga milik Indonesia
yang harus kita jaga seutuhnya, termasuk bahasa daerah.

Saat ini, perlu gerakan yang dilakukan oleh semua orang, khususnya anak muda untuk menjaga
kelestarian bahasa daerah. Mulai dari diri sendiri, membiasakan berbicara dengan bahasa daerah
dan mempelajarinya. Dengan begitu, cita-cita menjaga keutuhan bahasa daerah bisa tercapai.

2. Memasukkan bahasa daerah ke kurikulum sekolah

Pemerintah memiliki peran penting dalam cara ini. Pemerintah bisa membuat kebijakan untuk
menjadikan bahasa daerah ke dalam kurikulum wajib agar siswa dari generasi ke generasi tetap
mengenal dan mempelajari bahasa daerah.

3. Mengadakan lomba dan kompetisi tentang bahasa daerah

Lomba dan kompetisi dengan bahasa daerah dapat diadakan bersamaan dengan peringatan hari
kartini untuk melestarikan bahasa sekaligus budaya daerah yang ada di Indonesia.

4. Membuat karya atau tulisan berbahasa daerah

Banyak orang saat ini memiliki hobi menulis. Entah itu diunggah pada platform blog pribadi,
atau media sosial. Jika kamu suka menulis, cobalah sempatkan membuat karya berbahasa daerah.
Ini akan sangat membantu, bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi orang-orang yang membaca
karyamu juga akan mulai sadar akan pentingnya menjaga kelestarian bahasa daerah.
Perlu adanya keseimbangan antara bahasa populer dan bahasa daerah dalam karya-karya seperti
tulisan. Maka, nilai-nilai budaya luhur dalam bahasa daerah tidak tertutup dengan budaya
populer banyak digandrungi saat ini.

5. Membentuk komunitas belajar bahasa daerah

Ada banyak bahasa daerah di Indonesia. Berdasarkan data riset Badan Bahasa dan Perbukuan,
terdapat sekitar 718 bahasa daerah di Indonesia. Angka tersebut bukanlah angka stabil,
melainkan bisa berubah-ubah.

Anak-anak muda yang memiliki ketertarikan dengan bahasa daerah dan memiliki kemampuan
bahasa daerah bisa menggaet orang-orang dengan ketertarikan dan kemampuan yang sama untuk
membentuk sebuah komunitas .

Komunitas akan sangat membantu sebagai wadah belajar bersama sebagai wujud pelestarian
budaya. Selain itu, kamu akan memiliki partner untuk memperjuangkan pelestarian budaya
daerah. Terlebih, komunitas berbasis budaya kini banyak diminati anak muda. Sayangnya, tidak
berbanding lurus dengan jumlah komunitas-komunitas tentang kebudayaan daerah, seperti
bahasa.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Di zaman yang semakin berkembang, dunia seolah menawarkan kehidupan yang serba modern
dan canggih. Seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat seakan terlena akan kehidupan
mewah itu. Tidak dapat disangkal bahwa globalisasi membawa dampak positif dari bidang
ekonomi, politik dan kemudahan berinteraksi. Namun selain membawa pengaruh positif,
globalisasi juga membawa dampak negatif terhadap penggunaan bahasa daerah yang
mencerminkan identitas bangsa Indonesia yang kaya akan budaya dan bahasa. Masuknya bahasa
asing melalui media-media membuat bahasa daerah menjadi terpinggirkan. Di era globalisasi
sekarang ini bahasa daerah sudah mulai luntur dengan drastis. Contohnya penggunaan bahasa
Jawa yang sudah jarang dipakai lagi. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin
beberapa tahun mendatang bahasa Jawa akan punah di zamannya. Salah satu penyebab punahnya
bahasa daerah adalah bahasa nasional sendiri yaitu bahasa Indonesia, karena secara tidak
langsung penutur bahasa daerah menjadi enggan mengajarkan bahasa daerah pada keturunannya.
Menurut penulis lunturnya bahasa daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dari lingkungan
keluarga, penggunaan bahasa dalam pendidikan dan kurangnya minat generasi muda untuk
melestarikan bahasa daerah. Dalam lingkungan keluarga, orang tua cenderung menggunakan
bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari dengan keluarga dan anak-anaknya. Orang
tua jarang mengajarkan bahasa daerah pada anak-anaknya, sehingga anak kurang fasih berbicara
menggunakan bahasa daerah. karena secara tidak langsung pengutur bahasa daerah menjadi
enggan mengajarkan bahasa daerah pada keturunannya.

Di lingkungan sekolah pengggunaan bahasa daerah hampir tidak pernah diucapkan karena
sebagian besar pendidik menggunakan bahasa Indonesia dalam bertutur kata. Pada mata
pelajaran bahasa daerah dikenal dengan istilah "Muatan Lokal" yang hanya diberikan pada anak
SD sampai SMP. Sedangkan untuk tingkat SMU/MA/SMK pelajaran bahasa daerah belum
diberikan. Banyak generasi muda yang beranggapan bahwa bahasa daerah adalah bahasa kuno
dan dianggap kampungan. Mereka lebih senang dan bangga menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa asing yang dianggap lebih maju dan modern.Beberapa bahkan tidak terbiasa dengan
bahasa daerah dan enggan menggunakannya.

Saran

Budaya dan nilai-nilai yang berlaku pada anak muda sekarang ini telah mengeyampingkan
bahasa daerah. Tidak ada lagi kesadaran bahwa bahasa daerah merupakan warisan budaya luhur
yang harus dilestarikan. Menggunakan bahasa Indonesia dan menguasai bahasa asing memang
tidak ada salahnya karena tuntutan dunia kerja yang semakin berdaya saing global dan
mengharuskan penguasaan bahasa asing. Namun, bukan berarti kita melupakan bahasa daerah
yang notabennya merupakan bahasa itu sendiri. Sudah sepatu nasionaltnya kita sebagai generasi
penerus bangsa mencintai dan bangga menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari
selain bahasa dan bahasa asing.

DAFTAR PUSTAKA
Anri Rachman. (2017). Bahasa daerah dan segala problematikanya.
https://balaibahasajabar.kemdikbud.go.id/bahasa-daerah-dan-segala-problematikanya/. Diakses
pada tanggal 11 oktober 2023.

Sitilia Yuliana. ( 2016). Problematika pembelajaran bahasa daerah.


http://sitiliayuliana.blogspot.com/2016/01/problematika-pembelajaran-bahasa-daerah.html?m=1.
Diakses pada tanggal 11 oktober 2023.

Ayik Rosita dan Fifteen Aprila,.(Tanpa tahun). Pentingnya pelajaran bahasa daerah.
http://210334-pentingnyamata-pelajaran-bahasa-daerah-d.pdf. Diakses pada tanggal 11 Oktober
2023.

Bojonegoro. (2017). Penyebab lunturnya bahasa daerah.


https://blokbojonegoro.com/2017/11/18/faktor-penyebab-lunturnya-bahasa-daerah-di-indonesia/?
m=1. Diakses pada tanggal 11 oktober 2023.

Erniaty. (2019). Bahasa daerah dan sistem pendidikan indonesia.


https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2019/07/bahasa-daerah-dan-sistem-pendidikan-
indonesia/. Diakses pada tanggal 11 oktober 2023.

Anda mungkin juga menyukai