1. Pengertian Bahasa
Ada beberapa pengertian bahasa secara umum dan menurut para ahli bahasa.
Pengertian bahasa secara umum adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan
untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa (berasal dari bahasa Sanskerta
भाषा, Bhāṣā) adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk dapat memperoleh serta
menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, serta sebuah bahasa adalah contoh spesifik
dari sistem tersebut.
Bahasa Ibu merupakan bahasa pertama kali yang dikuasai oleh manusia sejak lahir
melalui interaksi sesama keluarga maupun interaksi terhadap masyarakat lingkungannya.
Kepandaian dalam bahasa asli sangat penting untuk proses belajar kedepannya, karena bahasa
ibu itu sendiri dianggap sebagai dasar cara berpikir. Maksud dari bahasa Ibu itu sendiri
adalah bahasa Ibu hadir tergantung dengan lingkungan sosial tempat seseorang itu berada.
Misalnya dia adalah orang Minang, namun dia lahir di Jakarta yang lingkungan sosialnya
menggunakan bahasa Indonesia, maka secara otomatis bahasa Ibunya adalah bahasa Jawa
atau bahasa Indonesia karena dia tinggal di Jakarta yang jarang ditemukan orang yang
berbahasa Minang. Semakin lama seseorang tersebut tinggal di Jakarta maka semakin banyak
orang tua yang sejak kecil mengajarkan berbahasa Indonesia untuk menjadi bahasa
komunikasi dalam sehari-hari.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia.
Bahasa Indonesia = BM + BD + BA
(Melayu) (Daerah) (Asing)
(Kosa Kata)
2. Tujuan Bahasa
Di dalam hubungannya dengan fungsi di atas, yakni alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bahasa Indonesia
dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat
luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga
sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa
Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
LARAS BAHASA
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
(a,b,c,d,e,f,g,h,i,j,k,l,m,n,o,p,q,r,s,t,u,v,w,x,y,z)
b. Huruf Vokal
(a,i,u,e,o)
c. Huruf Konsonan
(b,c,d,f,g,h,j,k,l,m,n,p,g,r,s,tv,w,x,y,z)
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan gabungan
huruf vokal ai, au, ei, dan oi.
Macam-macam Diftong
- Diftong lebar yaitu diftong yang terjadi dengan perubahan letak lidah yang agak
banyak, misalnya ai pada pantai, rantai, lantai, santai, andai, teratai, pandai dan lain
sebagainya.
- Diftong turun ialah bagian paling nyaringnya terdapat sebelum peluncuran, misalnya
au pada Harimau, kacau, pulau, pantau, trauma dan lain sebagainya.
- Diftong sempit ialah perubahan letak lidah yang terjadi paling sedikit, misalnya ei
pada survei, Mei, dan lain sebagainya.
- Diftong naik ialah bagian paling nyaringnya terdapat sesudah peluncurannya
misalnya oi pada amboi, boikot, konvoi dan lain sebagainya.
e. Huruf Kapital
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang, nama instansi, atau nama tempat. Contoh: Wakil Presiden Jusuf Kalla; Sekretaris
Jenderal Kementerian Agama; Gubernur Sulawesi Selatan.
2) Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung. Contoh: Ayah berteriak,
“Tutup pintu itu!”
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Contoh: Amerika Utara;
Gunung Merapi; Selat Sunda; Terusan Suez, Kecamatan Pasar Rebo; Gang Kelinci.
f. Huruf Miring
1) Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar
yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. Contoh: Kami sudah membaca
novel Layar Terkembang karangan Sultan Takdir Alisjahbana; Berita heboh itu muncul
dalam koran Republika.
2) Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata,
atau kelompok kata dalam kalimat. Contoh: Huruf terakhir kata abad adalah d; Dalam bab ini
tidak dibahas penggunaan alat komunikasi.
3) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau
bahasa asing. Contoh: Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana; Upacara
peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.
g. Huruf Tebal
1) Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Contoh:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.
2) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian- bagian karangan, seperti judul buku,
bab, atau subbab. Contoh:
1.1.2 Masalah
Penulisan Kata
a. Kata Dasar
Lari, baca, tulis, sapu dan lain sebagainya (lebih jelasnya lihat Kamus Besar Bahasa
Indoensia).
b. Kata Berimbuhan
1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai
dengan bentuk dasarnya. Contoh: berlari; gemetar; lukisan
2) Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Contoh: dwiwarna;
pascasarjana; nonkolaborasi
Catatan: Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang
berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Misalnya: pro-Barat; anti-PKI,
non-AC
c. Bentuk Ulang
Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa
huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Contoh: ibu-ibu; sayur-mayur; serba-
serbi; tunggang-langgang.
d. Gabungan Kata
1) Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis
terpisah. Contoh: kambing hitam; cendera mata; rumah sakit jiwa
2) Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau
akhiran. Contoh: bertanggung jawab; garis bawahi; sebar luaskan
3) Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai. Contoh:
mempertanggungjawabkan; menggarisbawahi; disebarluaskan
4) Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai. Contoh: kacamata; segitiga; saputangan;
beasiswa; dukacita; apalagi
e. Pemenggalan Kata
(cukup jelas)
f. Kata Depan
Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
g. Partikel
1) Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
a) Apa pun permasalahan yang muncul, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
b) Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah berkunjung ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis serangkai. Misalnya:
a) Dia tetap bersemangat walaupun lelah.
b) Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui.
c) Bagaimanapun pekerjaan itu harus selesai minggu depan.
2) Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik. Misalnya:
-hlm. (halaman)
-sda. (sama dengan di atas)
-ybs. (yang bersangkutan)
-dkk. (dan kawan-kawan)
3) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik. Misalnya:
-cm (sentimeter)
-kVA (kilovolt-ampere)
-kg (kilogram)
-Rp (rupiah)
4) Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital
tanpa tanda titik. Misalnya:
5) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya:
1) Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian. Misalnya:
a) Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
b) Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
c) Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang
abstain.
2) Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf supaya lebih
mudah dibaca. Misalnya:
a) abad XXI
b) abad ke-21
c) abad kedua puluh satu
4) Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf. Misalnya:
a) Tigaraksa
b) Rajaampat
c) Simpanglima
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan -ku, -
mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
1) Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan.
Misalnya:
2) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
3) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.
Misalnya:
a) Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengikuti latihan paduan suara.
b) Soekarno, Presiden Pertama RI, merupakan salah seorang pendiri Gerakan Nonblok.
1) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk. Misalnya:
2) Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa. Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S-1;
(3) berbadan sehat; dan
(4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
3) Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat
yang sudah menggunakan tanda koma. Misalnya:
a) Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel, dan jeruk.
b) Agenda rapat ini meliputi
(1) pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
(2) penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; dan
(3) pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
1) Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau
penjelasan. Misalnya:
2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
1) Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan
dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya:
a) 11-11-2016
b) p-a-n-i-t-i-a
2) Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.
Misalnya:
a) meng-ukur
b) dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000)
c) 23/25 (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima)
3) Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa
daerah atau bahasa asing. Misalnya:
a) di-sowan-i (bahasa Jawa, ‗didatangi‘)
b) ber-pariban (bahasa Batak, ‗bersaudara sepupu‘)
c) di-back up
d) pen-tackle-an
1) Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada
bagian yang dihilangkan. Misalnya:
Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
2) Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog. Misalnya:
Catatan:
1) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau
bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
a) Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 125 buku itu.
b) Marilah kita menyanyikan lagu "Maju Tak Gentar"!
c) Film “Habibie dan Ainun” merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel.
d) Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia" dalam buku
Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
2) Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus. Misalnya:
a) "Tetikus" komputer ini sudah tidak berfungsi.
b) Dilarang memberikan "amplop" kepada petugas!
2) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan. Misalnya:
a) tergugat 'yang digugat'
b) noken 'tas khas Papua'
c) tadulako 'panglima'
d) policy 'kebijakan'
e) money politics 'politik uang'
1) Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
utama kalimat. Misalnya:
a) Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
b) Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar dalam negeri.
2) Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks
dapat dimunculkan atau dihilangkan. Misalnya:
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap. Misalnya:
1) mahasiswa/mahasiswi 'mahasiswa dan mahasiswi'
2) dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'
3) buku dan/atau majalah 'buku dan majalah atau buku atau majalah'
4) harganya Rp1.500,00/lembar 'harganya Rp1.500,00 setiap lembar'
o. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun dalam konteks tertentu. Misalnya:
1) Dia 'kan kusurati. ('kan = akan)
2) Mereka sudah datang, 'kan? ('kan = bukan)
3) Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
4) 5-2-‘13 (‘13 = 2013)
Kata baku adalah kata-kata yang ejaan dan pelafalannya sudah sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia baku yang tertuang dalam KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Kosakata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat formal,
termasuk dalam karya tulis ilmiah, surat resmi, majalah, atau dalam forum-forum resmi.
Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang ejaan dan pelafalannya tidak sesuai
dengan KBBI dan PUEBI. Biasanya, kosakata tidak baku berasal dari bahasa daerah atau dari
kata baku dengan pelafalan yang tidak sesuai. Kata tidak baku lazim digunakan dalam
percakapan sehari-hari, tetapi tidak dapat digunakan dalam konteks formal.
Ragam kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia memiliki peran dan fungsinya
masing-masing. Kata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat resmi dan membutuhkan
penuturan bahasa yang tepat. Selain itu, terdapat sedikitnya empat fungsi utama kosakata
baku:
Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa
yang ditentukan. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam
tulisan yang bersifat tidak resmi seperti dalam pesan singkat. Kata tidak baku sering
ditemukan dalam interaksi sehari-hari karena terpengaruh oleh budaya tutur yang
berkembang di masyarakat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu kemunculan kata tidak baku, di antaranya
adalah:
1. Penutur tidak memahami bentuk penulisan baku dari kata yang dimaksud;
2. Penutur tidak mengoreksi kesalahan pelafalan atau ejaan yang ditemui;
3. Terbawa oleh kebiasaan penutur lain;
4. Pelafalan terpengaruh oleh dialek dari daerah asal penutur.
Tidak hiperkorektif
Contoh: ‘musyawarah’ (baku) dengan ‘musawarah’ (tidak baku); ‘surga’ (baku) dan ‘syurga’
(tidak baku).
Terdapat tiga syarat dalam pilihan kata, yakni tepat, benar, dan lazim.
a. Tepat
Yang dimaksud dengan tepat adalah bahwa kata itu dapat mengungkapkan gagasan secara
cermat. Ketepatan dalam pemilihan kata dapat meminimalisasi kesalahpahaman
pendengar/pembaca.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan disajikan contoh pilihan kata yang tidak tepat (yang
terdapat dalam kalimat) beserta pembetulannya.
1) Di toko mana saya dapat membeli tas itu? ujar Dita kepada Dewi.
3) Aliando tetap mengacuhkan peringatan itu, meskipun telah berulang kali diperingatkan
oleh gurunya.
5) Rapat kelulusan peserta diklat diadakan pada tanggal 12 November 2016 jam 10.00.
Pada kalimat (1) pemakaian kata ujar tidak tepat dan seharusnya diganti dengan kata
tanya karena kalimat tersebut merupakan kalimat Tanya. Jadi, kalimat (1) dengan pilihan kata
yang tepat adalah
"Di toko mana saya dapat membeli tas itu?" tanya Dita kepada Dewi.
Pada kalimat (2) pemakaian kata kilah tidak tepat karena kata kilah berarti 'tipu daya'
atau 'alasan'. Oleh karena itu, kata kilah pada kalimat (2) seharusnya diganti dengan kata
ucap/ujar/kata untuk menunjukkan suatu pernyataan sehingga kalimat (2) menjadi
"Terima kasih," kata Riza ketika ia dibelikan sepatu oleh kekasihnya.
Pada kalimat (3) pemakaian kata mengacuhkan tidak tepat karena kata mengacuhkan
berarti 'mengindahkan, memedulikan.' Oleh karena itu, kata mengacuhkan seharusnya diubah
menjadi mengabaikan/tidak mengacuhkan sehingga kalimat (3) menjadi
Aliando tetap mengabaikan peringatan itu, meskipun telah berulang kali diperingatkan oleh
gurunya.
Pada kalimat (4) pemakaian kata memajukan tidak tepat karena kata itu berarti
'menjadi maju', sedangkan yang dimaksud dalam kalimat (4) adalah menyampaikan usul.
Kata yang tepat untuk kalimat (4) adalah mengajukan yang berarti 'menyampaikan'. Dengan
demikian, kalimat (4) menjadi
Ibu Yuli mengajukan usul kepada Ketua RT 01 tentang perbaikan jalan.
Pada kalimat (5) pemakaian kata jam tidak tepat karena kata jam berarti 'alat
pengukur waktu' dan ‘lama suatu kegiatan’. Kata jam pada kalimat (5) diganti dengan kata
pukul. Dengan demikian, kalimat (5) menjadiRapat kelulusan peserta diklat diadakan pada
tanggal 12 November 2016 pukul 10.00.
b. Benar
Maksud dari kata benar adalah bahwa kata itu sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Pilihan kata yang benar dapat memudahkan pendengar/pembaca dalam menyerap informasi
yang disampaikan oleh pembicara/penulis.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan disajikan contoh pilihan kata yang tidak benar (yang
terdapat dalam kalimat) beserta pembetulannya.
c. Lazim
Maksud dari kata lazim adalah bahwa kata yang dipakai adalah dalam bentuk yang
sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat. Pilihan kata yang lazim
dapat menghindarkan pendengar/pembaca dari perasaan janggal terhadap kata yang
diucapkan/dituliskan oleh pembicara/penulis.
Contoh pilihan kata yang tidak lazim (yang terdapat dalam kalimat) beserta pembetulannya.
1) Ayahnya telah mati di rumah sakit.
2) Kucing kesayangannya wafat mendadak.
Pada kalimat (1) pemakaian kata mati tidak lazim karena kata mati tidak selayaknya
digunakan pada manusia yang kehilangan nyawa, kata yang seharusnya dipilih adalah
meninggal/wafat. Sementara itu, kata wafat.
Pada kalimat (2) pemakaian kata wafat juga tidak lazim karena kata wafat tidak
cocok digunakan pada hewan yang sudah tidak bernapas, kata yang seharusnya dipilih adalah
mati.
pembetulan dua kalimat tersebut dengan plihan kata yang lazim adalah
1) Ayahnya telah meninggal di rumah sakit.
2) Kucing kesayangannya mati mendadak.
Kata meninggal, mati, dan wafat berarti 'tidak hidup', hilang nyawanya. Ketiga kata
itu mempunyai kelaziman masing-masing.
Selain itu, contoh ketidaklaziman penggunaan kata adalah penggunaan kata yang sudah tidak
dipakai lagi saat ini untuk komunikasi umum, seperti contoh berikut.
1) Karena udara hari ini panas sekali, kami mencari bayu di luar rumah.
2) Rini memetik puspa di taman.
3) Mereka meminum banyu untuk menghilangkan dahaga.
Kata bayu pada kalimat (1) hendaknya diganti dengan kata angin; kata puspa pada
kalimat (2) hendaknya diganti dengan kata bunga; dan kata banyu pada kalimat (3)
hendaknya diganti dengan kata air karena kata bayu, puspa, dan banyu sudah tidak lazim lagi
digunakan saat ini. Namun demikian, kata bayu, puspa, dan banyu sampai sekarang masih
digunakan dalam karangan sastra.
2. Pembentukan Kata
Diksi atau pilihan kata yang baik juga ditentukan oleh pembentukan kata yang benar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kata adalah sebagai berikut
a. Kata dasar yang dimulai dengan konsonan k, p, t, dan s jika didahului dengan awalan
me- akan mengalami pelesapan pada huruf pertama kata tersebut.
Contoh:
(me- + konsonan k)
me- + kelola mengelola
me- + korek mengorek
me- + kejar mengejar
(me- + konsonan p)
me- + pukul memukul
me- + panggil memanggil
me- + pindai memindai
Unsur Serapan
Unsur Serapan merupakan kata yang berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing
yang ejaan, ucapan dan tulisannya disesuaikan sedemikian rupa, yang diintegrasikan ke
dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum.
-Kata serapan yang berasal dari negara asing seperti bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Cina,
Inggris dan lainnya.
-Kata serapan yang berasal dari bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Minang dan
lainnya.
Fungsi Kata Serapan yaitu memperkaya kosa kata dan memberikan pengetahuan lebih
tentang bahsa Asing kepada pemakian bahasa Indonesia.
Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang dapat mengungkapkan pikiran yang utuh.
Pikiran yang utuh itu dapat diekspresikan dalam bentuk lisan atau tulisan. Dalam bentuk
lisan, kalimat ditandai dengan alunan nada, keraslembutnya suara, disela jeda, dan diakhiri
dengan nada selesai. Dalam bentuk tulisan kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik, tanda sera, atau tanda tanya. Dari sudut kelengkapan pikiran, kalimat
biasanya minimal terdiri atas predikat dalam suatu pemyataan selain ditentuka pula oleh
situasi pembicaraan.
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang biasa disebut juga jabatan kata atau peran
kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat
bahasa Indonesia baku sekurang - kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni S dan P. Unsur
yang lain (O, Pel, dan Ket) dapat wajib hadir, atau tidak wajib hadir dalam suatu kalimat.
a) Subjek(S)
Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjuk pada pelaku, tokoh, sosok, sesuatu hal, atau
suatu masalah yang menjadi pokok pembicaraan. Sebagian besar S diisi oleh kata benda/frasa
nominal, kata kerja/frasa verbal, dan klausa. Subjek kalimat dapat dicari dengan ramus
pertanyaan apa ataupun siapa.
Contoh:
1. Kakek itu sedang melukis (S yang diisi kata benda/frasa nominal).
2. Berjalan kaki menyehatkan badan (S yang diisi kata keija/frasa verbal).
3. Gunung Kidul itu tinggi (S yang diisi kata benda/frasa nominal).
b) Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan perbuatan (action) apa S,
yaitu pelaku/tokoh atau sosok di dalam suatu kalimat. Satuan bentuk pengisian P dapat
berupa kata atau frasa namun sebagian besar berkelas verbal atau adjektiva, tetapi dapat juga
numeral, nominal atau frasa nominal. Pemakaian kata adalah pada predikat biasa terdapat
pada kalimat nominal. Predikat (P) dapat dicari dengan rumus pertanyaan bagaimana,
mengapa, ataupun diapakan.
Contoh :
1. Ibu sedang tidur siang (P yang diisi dengan kata kerja/frasa verbal).
2. Soal ujian ini sulit sekali (P yang diisi dengan kata sifat/frasa adjektif).
3. Karangan itu sangat bagus (P yang diisi dengan kata sifat/frasa adjektif).
4. Santi adalah seorang kolektor (P dengan pemakaian kata adalah pada frasa nominal).
c) Objek (O)
Objek merupakan bagian kalimat yang melengkapi Predikat (P). Objek biasanya diisi oleh
nomina, frasa nominal atau klausa. Letak Objek (O) selalu di belakang P yang berupa verba
transitif, yaitu veba yang menuntut wajib hadirnya O. Objek dapat dicari dengan rumus
pertanyaan apa atau siapa terhadap tindakan Subjek.
Contoh :
1. Mereka memancing ikan Pari (O yang diisi dengan kata benda/frasa nominal).
2. Orang itu menipu adik saya (O yang diisi dengan kata benda/frasa nominal).
d) Pelengkap (Pel)
Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel
umumnya di belakang P yang berupa verbal. Posisi ini juga bisa ditempati oleh O, dan jenis
kata yang mengisi Pel dan O juga bisa sama, yaitu nominal atau frasa nominal. Akan tetapi,
antara Pel dan O terdapat perbedaan.
Contoh:
Ketua MPR //membacakan //Pancasila.
SPO
Banyak orsospol // berlandaskan // Pancasila
S P Pel
Kedua kalimat aktif di atas yang Pel dan O-nya sama - sama nominal Pancasila jika hendak
dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat pertama dengan ubahan sebagai berikut.
Pancasila //dibacakan // oleh Ketua MPR
S P Ket
Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (tidak gramatikal karena posisiPancasila sabagai Pel
pada kalimat kedua ini tidak dapat dipindahkan kedepan menjadi S dalam bentuk kalimat
pasif).
Hal lain yang membedakan Pel dengan O adalah jenis pengisiannya. Pel bisa diisi oleh
adjektiva, frasa adjektif, frasa verbal, dan frasa preposisional.
Contoh:
1. Kita benci pada kemunafikan (Pel-nya frase preposisional).
2. Mayang bertubuh mungil (Pel-nya frase adjektiva).
3. Sekretaris itu mengambilkan bosnya air minum (Pel-nya frase nominal).
4. Pak Lam suka bermain tenis (Pel-nya frase verbal).
e) Keterangan (Ket)
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan Pel dan klausa dalam sebuah kalimat.
Pengisi Ket adalah adverbial, frasa nominal, frasa proposisional, atau klausa. Posisi Ket boleh
manasuka, di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.
Contoh :
1. Antoni menjilid makalah kemarin pagi.
2. Antoni kemarin pagi menjilid makalah.
3. Kemarin pagi Antono menjilid makalah.
Kata dasar adalah bentuk asli dari kata tersebut, ia utuh sebagai suatu kesatuan,
sebagaimana dikutip dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2016) yang diterbitkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Artinya, ketika dipisah-pisahkan, makna dari kata
dasar akan berubah. Berbeda dari kata turunan yang dapat dipisahkan imbuhannya dari kata
dasar. Jika dipisahkan, maka imbuhannya tidak akan bermakna apa-apa. Contohnya, kata
memakan adalah bentuk turunan dari makan (kata dasarnya). Ketika dipisahkan, terdapat dua
bentuk yaitu gabungan dari me- dan makan. Kata makan mempunyai makna utuh, serta dapat
dipahami sebagai suatu kesatuan, sedangkan me- tidak berarti apa pun. Ketika digabungkan,
maka akan menjadi kata turunan.
Jenis Imbuhan
1. Imbuhan sederhana, hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
a. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
b. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan –nya
2. Imbuhan gabungan, gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
a. ber-an dan ber-i
b. di-kan dan di-i
c. diper-kan dan diper-i
d. ke-an dan ke-i
e. me-kan dan me-i
f. memper-kan dan memper-i
g. pe-an dan pe-i
h. per-an dan per-i
i. se-nya
j. ter-kan dan ter-i
3. Imbuhan spesifik, digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
a. Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
b. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.
Syarat Kalimat
Persyaratan pokok yang perlu diperhatikan dalam penentuan sebuah pemyataan
berupa kalimat atau bukan adalah adanya unsur predikat dan permutasi unsur kalimat.
Keduanya dapat dijadikan alat untuk mengetes sebuah pemyataan. Setiap kalimat dalam
realisasinya sekurang kurangnya memiliki predikat, sedangkan pemyataan (kelompok kata)
yang tidak memiliki predikat disebut frasa. Untuk menentukan predikat sebuah kalimat dapat
dilakukan pemeriksaan terhadap verba dalam untaian kata bersangkutan. Umumnya, kalimat
bahasa Indonesia berpredikat verba.
Negatif.
1. Mengapa mobil ini dirancang tidak menggunakan pengaman yang lengkap?
2. Mengapa kita tidak bisa hidup saling mengerti, memahami, dan menghargai sesama umat?
Negatif.
1. Sebaiknya kita tidak melakukan profokasi yang dapat menyesatkan orang lain!
2. Janganlah khawatir kekurangan rezeki jika sudah bemiat amal!
d) Kalimat Seruan
Kalimat seruan digunakan untuk menyampaikan atau mengungkapkan perasaan yang kuat
dan mendadak.
Contoh:
Positif.
1. Hebat, ternyata dia bisa.
2. Nah, ini baru kejutan bagi kita.
Negatif.
1. Aduh, ternyata dia tidak menepati janji.
2. Wah, target yang ditetapkan semula tidak tercapai.
b) Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan gabungan dari dua atau lebih
kalimat tunggal. Dengan kata lain kalimat majemuk adalah kalimat yang sekurang-kurangnya
terdiri atas subjek dan dua predikat. Kalimat majemuk dibagi menjadi dua bagian yaitu:
b) Kalimat Inversi
Kalimat inversi adalah kalimat yang P-nya mendahului S sehingga membentuk pola P-S.
Selain merupakan variasi dari pola S-P, ternyata kalimat berpola P-S dapat memberi
penekanan atau ketegasan makna tertentu. Memang kata atau frase yang pertama muncul
dalam tuturan bisa menjadi kata kunci yang mempengaruhi makna.
Contoh:
1. Matikan televisi itu.
2. Tidak terkabul permintaannya.
b) Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat - kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita atau
dikenai pekerjaan/tindakan. Kalimat pasif umumnya berawalan di-, ter-, ke-an.
Contoh :
1. Piring dicuci Anita.
2. Adik terjatuh di kamar mandi.
3. Suaranya kedengaran ke sana.
c) Kalimat Medial
Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku dan atau sebagai
penderita (objek).
Contoh :
1. Dia menghibur dirinya.
2. Wanita itu menggantung dirinya sendiri.
3. Mereka menyusahkan diri sendiri.
d) Kalimat Reiprokal
Kalimat resiprokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan sesuatu perbuatan
yang berbalas - balasan.
Contoh :
1. Saya sering tukar-menukar buku dengan si Joni.
2. Para pembeli ramai tawar-menawar dengan para pedagang.
2. Penelitian - penelitian mutakhir memusatkan perhatian pada makanan dari soya, yang
ternyata dapat membantu mencegah kanker payudara.
Kalimat inti: Penelitian - penelitian memusatkan
Inti kalimat: Penelitian - penelitian memusatkan perhatian
6. MATERI KALIMAT EFEKTIF
Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan maksud penutur/penulis
secara tepat sehingga maksud itu dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula.
Dengan kata lain kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mencapai sasarannya dengan baik
sebagai alat komunikasi.
Kalimat efektif memiliki diksi (pilihan kata) yang tepat, tidak mengalami kontaminasi
frasa, sesuai ketentuan EYD, baik penulisan tanda baca dan penulisan kata. Selain itu kalimat
efektif juga memiliki enam syarat keefektifan , yaitu adanya kesatuan, kepaduan, kepararelan,
ketepatan, kehematan, dan kelogisan.
a) Kesatuan
Kesatuan dalam kalimat efektif adalah dengan adanya ide pokok (S dan P) sebagai kalimat
yang jelas.
Contoh :
Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk.(salah) K P
Yang tidak berkepentingan dilarang masuk. (benar) S P
b) Kepaduan
Kepaduan teijadinya hubungan yang padu antara unsur-unsurpembentuk kalimat. Yang
termasuk unsur pembentuk kalimat adalah kata, frasa, tanda baca, dan fungsi sintaksis S-P-O-
Pel-Ket. Kepaduan juga menyangkut pemakaian kata tugas yang tepat.
Contoh:
1. Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi. (tidak mempunyai
subjek/subjeknya tidak jelas). (salah)
2. Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi (subjeknya sudah jelas).
(benar)
3. Kami telah membicarakan tentang hal itu. (salah)
4. Kami telah membicarakan hai itu. (benar)
c) Keparalelan
Keparalelan adalah pemakaian bentuk gramatikal yang sama untuk bagian - bagian kalimat
tertentu. Umpamanya alam sebuah perincian jika unsur pertama menggunakan verba (kata
kerja) dan seterusnya juga harus verba. Jika unsur pertamanya nomina (kata benda), bentuk
berikutnya juga harus nomina.
Contoh :
1. Kami telah merencanakan membangun pabrik, membuka hutan, pelebaran jalan desa, dan
membuat tali air. (salah)
2. Kami telah merencanakan membangun pabrik, membuka hutan, melebarkan jalan desa,
dan membuat tali air. (benar)
3. Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha? (salah)
4. Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha? (benar)
d) Ketepatan
Ketepatan adalah kesesuain/kecocokan pemakaian unsur - unsur yang membangun suatu
kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti.
Contoh :
1. Karyawan teladan itu memang tekun belajar dari pagi sehingga petang. (salah)
2. Karyawan teladan itu memang tekun belajar dari pagi sampai petang. (benar)
e) Kehematan
Kehematan yaitu hemat pemakaian kata atau kelompok kata. Dengan kata lain tidak
mengalami gejala bahasa pleonasme. Dengan hemat kata, diharapkan kalimat menjadi padat
berisi.
Contoh :
1. Hanya ini saja yang dapat saya berikan. (salah)
2. Hanya ini yang dapat saya berikan. (benar)
3. Ini saja yang dapat saya berikan. (benar)
f) Kelogisan
Kelogisan di sini adalah terdapatnya arti kalimat yang logis/masuk akal. Supaya efektif, kata
- kata dalam sebuah kalimat tidak boleh menimbulkan makna ambigu (ganda) atau tidak
boleh mengandung dua pengertian.
Contoh:
a) Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-57.(salah)
Alasan : Seolah-olah ada 57 negara Republik Indonesia.
b) Hari kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia, (benar)
c) Kepada Bapak Gubemur waktu dan tempat kami persilahkan. (salah)
Alasan : Waktu dan tempat tidak mungkin kami persilahkan.
d). Bapak Gubemur kami persilahkan. (benar)
Contoh :
1. Melalui kursus ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan
keterampilan. (salah)
Bagian pertama kalimat di atas melalui kursus ini; bagian keduanya diharapkan
bermanfaat untuk...
Hubungan bagian pertama dan kedua tidak cocok. Kalau kita bertanya ,”Apa yang
diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan?” Jawabnya bukan “melalui kursus
ini.” Jawaban yang tepat adala “kursus ini”. Kalau bagian pertama ingin dipertahankan
seperti itu, maka bagian kedua harus diubah menjadi: diharapkan dapat ditingkatkan
keterampilan. Mari kita kembalikan kalimat pertama yang rancu itu kepada dua buah kalimat
asalnya yang benar. Perhatikan kalimat asal itu.
Beberapa penggunaan kata yang salah dalam kalimat diantaranya penggunaan kata
”kalau” yang salah, penggunaan kata “di” yang salah, penggunaan kata ’’daripada” salah, dan
pengulangan kata.
1. Penggunaan Kata “Kalau” yang Salah
Kadang - kadang kita melihat pemakaian kata kalau yang kurang tepat sebagai unsur
penghubung antar klausa seperti yang akan diperhatikan pada contoh di bawah ini. Kata kalau
kita gunakan di depan klausa yang bersifat kondisional (syarat). Isinya menyatakan sesuatu
yang mungkin,namun dapat juga sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan atau mungkin
tercapai. Dalam hal seperti yang disebutkan terakhir itu, kata sambung kalau dapat diganti
dengan kata lain yang menyatakan ketidakmungkinan itu, yaitu kata umpamanya, seandainya,
andai kata dan sekiranya.
Contoh:
a. Kalau engkau bersungguh-sungguh belajar, engkau akan lulus dalam ujian nanti. (benar)
b. Kalau engkau menjadi burung, biarlah aku menjadi dahan tempatmu bertengger. (salah)
Kalimat 2 klausa bersyarat itu berisi sesuatu yang mustahil. Mana mungkin orang akan
menjelma menjadi burung. Karena isinya mengandung ketidakmungkinan makna, kata kalau
dapat diganti dengan kata lain, misalnya andai kata, umpamanya, dan sekiranya.
Contoh:
a. Andai kata engkau menjadi burung, biarlah aku menjadi dahan tempatmu bertengger.
(benar)
4. Pengulangan Kata
Pengulangan kata yang teijadi dalam kalimat, misalnya:
a. Setahunnya hanya menghasilkan sekitar 200 film setahun. (salah)
b. Setahun hanya menghasilkan 200 film. (benar)
7. MATERI PARAGRAF
a. Pengertian Paragraf
Paragraf adalah kesatuan pokok pikiran yang terdiri atas beberapa kalimat. Sebuah
paragraf terdiri atas satu pokok pikiran atau satu gagasan utama. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan, biasanya
mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru.
c. Fungsi Paragraf
Menurut Alek dan Achmad (2011), fungsi paragraf antara lain:
• Mengekspresikan gagasan tertulis ke dalam kalimat yang tersusun secara logis;
• Menandai pergantian gagasan baru setiap paragraf;
• Memudahkan penulis dalam mengatur gagasan, dan
• Memudahkan pembaca dalam memahami tulisan.
d. Jenis-Jenis Paragraf
Paragraf Naratif
Paragraf naratif adalah jenis paragraf yang menampilkan peristiwa secara kronologis
dan memiliki alur gagasan yang pasti. Jenis paragraf ini biasanya digunakan sebagai media
dalam teknik menulis yang menuntut penggambaran alur cerita yang runtut dan jelas.
Struktur jenis paragraf naratif biasanya banyak digunakan dalam teks fiksi yang
menggunakan “kisah” sebagai topik utamanya.
Ciri-ciri jenis paragraf naratif adalah ada sebuah peristiwa, ada seorang pelaku, ada
waktu dan latar kejadian yang jelas. kejadian yang diceritakan dalam jenis paragraf naratif
adalah urut atau kecenderungan memiliki alur yang jelas, misalnya alur maju.
Jenis paragraf naratif dibedakan lagi berdasarkan jenis cerita, yakni narasi
ekspositoris dan narasi sugestif. paragraf narasi ekspositoris menampilkan informasi
peristiwa yang tepat untuk pembaca ketahui. Sedangkan paragraf narasi sugestif
menampilkan kisah fiksi yang sifatnya imajinatif.
Paragraf Deskriptif
Paragragraf deskripsi adalah jenis paragraf yang menggambarkan objek dalam teks
dengan lengkap dan jelas sehingga pembaca mendapat gambaran objek dengan nyata. Teknik
menulis paragraf ini mengandalkan indra, jadi pembaca seolah-olah bisa benar-benar melihat,
mendengar, meraba, merasa objek yang diceritakan dalam paragraf. Objek yang yang
dideskripsikan dalam paragraf dapat berupa manusia, benda, tempat, waktu atau masa, dan
sebagainya.
Jenis paragraf deskripsi memiliki ciri-ciri menggambarkan benda, orang, makhluk,
tempat dan sebagainya dengan detail dan jelas. penggambaran yang ditampilkan merupakan
hasil indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan) sang penulis.
Paragraf Ekspositif
Paragraf ekspositif adalah jenis paragraf yang menampilkan kejadian suatu peristiwa
dengan tujuan menceritakan kembali atau Reteller. Teknik menulis paragraf ini yakni
menyajikan peristiwa atau objek dengan cara menjelaskan, menerangkan, dan
memberitahukan informasi tertentu agar pembaca mengetahuinya. Jenis paragraf ini
mengandung unsur 5W+1H (What, Who, When, Why, dan How). Gaya penulisan pada jenis
paragraf ekspositif adalah bersifat informatif.
Bedanya dengan jenis paragraf deskriptif adalah paragraf ekspositif dapat pula
menginformasikan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh alat indra. Jenis paragraf ekspositif
memiliki ciri-ciri menampilkan definnis dan menampilkan langkah-langkah , metode atau
cara melakukan sesuatu tindakan. Jenis paragraf ekspositif antara lain eksposisi definisi,
klasifikasi, proses, ilustrasi, berita, pertentangan, perbandingan, dan analisis.
Paragraf Persuasif
Paragraf Persuasif adalah jenis paragraf yang menempatkan gagasan untuk membujuk
atau mengajak pembaca melakukan sesuatu sesuai dengan maksud sang penulis. Struktur
paragraf persuasif memiliki unsur ajakan, anjuran, atau pemberitahuan pada pembaca dengan
maksud tertentu. dalam paragraf ini sang penulis perlu menampilkan bukti, data dan fakta
untuk menyakinkan pembaca.
Jenis paragraf persuasif memiliki ciri-ciri yang meyakini bahwa pikiran manusia
dapat diubah dan dipengaruhi. itulah sebabnya jenis paragraf ini harus berhasil meyakinkan
pembaca, yakni menciptakan kesepakatan atau penyesuaian melalui kepercayaan antara
penulis dan pembaca. Hal ini agar maksud dari teks dapat tersampaikan seutuhnya. Dalam
jenis paragraf persuasif data dan fakta menjadi hal penting yang perlu digali oleh penulis agar
teks yang mereka hasilkan berkualitas, alih-alih mengajak pembaca tetapi juga memberi
mereka pengetahuan yang luas.
Paragragraf Argumentatif
Paragraf argumentatif adalah jenis paragraf yang menyampaikan ide, gagasan, atau
pendapat dari sang penulis terhadap isu tertentu yang disertai dengan data dan fakta. Dalam
jenis paragraf ini penulis mengutarakan pendapat beserta alasannya. Jenis paragraf ini
bertujuan meyakinkan pembaca bahwa ide , gagasan, atau pendapat sang penulis adalah benar
dan dapat dibuktikan. Paragraf argumentasi memiliki ciri-ciri penjelasan yang padat terhadap
sesuatu agar pembaca percaya. Jenis Paragraf ini biasanya menampilkan sumber ide dari
pengamatan, analisis, atau pengalaman. Kemudian paragraf argumentatif akan ditutup dengan
kalimat kesimpulan. Jenis paragraf Argumentasi memiliki tiga pola, yakni pola analogi, pola
generalisasi, dan pola hubungan sebab akibat.
Jenis paragraf argumentatif dengan pola analogi menampilkan penalaran induktif
dengan membandingkan dua hal untuk menampilkan fakta. Paragraf argumentatif dengan
pola generalisasi menampilkan penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara
keseluruhan berdasarkan sejumlah data dan fakta. Sedangkan paragraf argumentatif dengan
pola hubungan sebab akibat menampilkan fakta khusus yang menjadi penyebab dan akan
menghasilkan kesimpulan tertentu sebagai akibat.
Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Gagasan Utama
1. Paragraf Deduktif
paragraf deduktif adalah jenis paragraf yang gagasan utamanya berada diawal. jenis paragraf
ini bersifat deduksi yang gagasannya berkembang dari umum ke khusus. Kalimat utama
paragraf deduktif berada di awal paragraf, sedangkan kalimat penjelas berada tepat setelah
kalimat utamanya. Jenis paragraf deduktif memiliki ciri yang ditemukan yakni gagasan utama
atau ide pokok berupa pernyataan umum.
2. Paragraf Induktif
Paragraf induktif adalah jenis paragraf yang berkebalikan dari paragraf deduktif,
yakni gagasan utama paragraf induktif berada di akhir kalimat dalam paragraf. Jenis paragraf
induktif pasti akan diawali dengan penyebutan peristiwa khusus atau penjelasan yang
berfungsi untuk mendukung gagasan utama. Jenis paragraf ini memiliki ciri-ciri
menggunakan konjungsi seperti “jadi”, “akhirnya”, “akibatnya”, “oleh karena itu”, “maka
dari itu”, berdasarkan uraian di atas”, “dengan demikian”, untuk menghubungkan kalimat
pendukung dengan kalimat gagasan utama.
3. Paragraf Ineratif
Paragraf ineratif adalah jenis paragraf yang menampilkan gagasan pokoknya di tengah
paragraf. Jenis paragraf ini memiliki pola khusus-umum-khusus atau kalimat penjelas-kalimat
utama-kalimat penjelas. Kalimat penjelas di awal paragraf ini memiliki fungsi sebagai
pengantar atau pembuka. sementara kalimat utama berada ditengah sebagai gagasan utama
dalam paragraf ini. Selanjutnya masih ada kalimat penjelas di akhir paragraf yang berfungsi
sebagai penegasan atau kesimpulan.
Ciri-ciri Paragraf
1. Paragraf terdiri atas rentetan/kumpulan kalimat
2. Rentetan/kumpulan kalimat itu saling berkaitan
3. Rentetan/kumpulan kalimat itu menyatakan satu unit gagasan
Sistematika Paragraf
1. Kalimat topik,
2. Kalimat penjelas, dan
3. Kalimat penyimpul.
Kalimat topik memuat gagasan dasar yang tersusun atas: inti gagasan dasar dan
pembatas gagasan dasar. Inti gagasan dasar menjadi subjek (pokok) dalam kalimat topik.
Adapun pembatas gagasan dasar memberikan isyarat atau menjadi rambu-rambu untuk
membuat kalimat penjelas.