Anda di halaman 1dari 70

RANGKUMAN MATERI KAJIAN KEBAHASAAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Kebahasaan


yang diampu oleh Bapak Arif Widagdo S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :
Gisela Kurnia Sari
(01/1401420002)
Rombongan Belajar B

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
MATERI 1
HAKIKAT, FUNGSI, RAGAM, DIALEK, DAN IDIOLEK BAHASA
INDONESIA DALAM KOMUNIKASI DI MASYARAKAT

A. Hakikat Bahasa
Secara universal pengertian bahasa adalah suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran.
Selain pengertian tersebut, bahasa dapat pula dikatakan bahwa bahasa alat komunikasi antar
anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bentuk dasar bahasa adalah ujaran, namun tidak semua ujaran atau bunyi yang dihasilkan alat
ucap manusia itu dapat dikatakan bahasa. Ujaran manusia dapat dikatakan sebagai bahasa apabila
ujaran tersebut mengandung makna. Hakikat bahasa antara lain :
 Bahasa sebagai sarana interaksi sosial
 Bahasa adalah ujaran
 Bahasa meliputi dua bidang yaitu:
1. bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yaitu getaran yang bersifat fisik yang
merangsang alat pendengaran kita;
2. arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang
menyebabkan adanya reaksi itu.
 Setiap struktur bunyi ujaran tertentu akan mempunyai arti tertentu pula  Bahasa
sebagai alat komunikasi mengandung beberapa sifat:
a) Sistematik: yaitu bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar dapat
dipahami oleh pemakainya
b) Mana suka: karena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar, tidak ada
hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya. Pilihan suatu kata
disebut kursi, meja, guru, murid dan lain-lain ditentukan bukan atas dasar kriteria atau
standar tertentu, melainkan secara mana suka
c) Ujar: bentuk dasar bahasa adalah ujaran, karena media bahasa terpenting adalah bunyi
d) Manusiawi: karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang memanfaatkannya,
bukan makhluk lainnya
e) Komunikatif: karena fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat
penghubung antara anggota-anggota masyarakat
B. Fungsi Bahasa
Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai wahana komunikasi
bagi manusia, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Fungsi ini adalah fungsi dasar
bahasa yang belum dikaitkan dengan status dan nilai-nilai sosial.
Menurut Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki
fungsi sebagai berikut.

(1) Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal-balik antaranggota keluarga
ataupun anggota-anggota masyarakat.

(2) Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau
tekanantekanan perasaan pembaca. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat
menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari
tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang.

(3) Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan
anggota masyarakat, melalui bahasa seorang anggota masyarakat sedikit demi sedikit belajar
adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika masyarakatnya.

(4) Fungsi kontrol sosial. Bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hallyday (1992) mengemukakan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi untuk berbagai keperluan sebagai berikut.

(1) Fungsi instrumental, yakni bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu.

(2) Fungsi regulatoris, yaitu bahasa digunakan untuk mengendalikan prilaku orang lain.

(3) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.

(4) Fungsi personal, yaitu bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.

(5) Fungsi heuristik, yakni bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.

(6) Fungsi imajinatif, yakni bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi.

(7) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.


C. Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai fungsi khusus yang sesuai dengan kepentingan bangsa Indonesia.
Fungsi khusus tersebut antara lain :

(1) Bahasa resmi kenegaraan. Dalam kaitannya dengan fungsi ini bahasa Indonesia
dipergunakan dalam adminstrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan, komunikasi
timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat.

(2) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia
dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan baik formal atau nonformal, dari tingkat taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
(3) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah. Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak
hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat luas
atau antar suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang keadaan sosial
budaya dan bahasanya sama.

(4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kaitan ini,
bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya
sendiri, yang membedakannya dengan bahasa daerah.

Bahasa Indonesia juga memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu sebagai
berikut.

(1) Fungsi Pemersatu, artinya bahasa Indonesia mempersatukan suku bangsa yang berlatar
budaya dan bahasa yang berbeda-beda. Bahasa Indonesia sebagai bahasa baku menjadi alat
untuk memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa yang tersebar di seluruh
nusantara.
(2) Fungsi pemberi kekhasan, artinya bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa
yang lain. Dengan demikian bahasa Indonesia sebagai bahasa baku dapat memperkuat
kepribadian nasional masyarakat Indonesia.
(3) Fungsi penambah kewibawaan. Penggunaan bahasa baku akan menambah kewibawaan
atau prestise. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehar-hari bahwa orang yang mahir
berbahasa Indonesia “dengan baik dan benar” akan memperoleh wibawa di mata orang lain.
Fungsi sebagai kerangka acuan.
(4) Fungsi ini mengandung maksud bahwa bahasa baku merupakan kerangka acuan
pemakaian bahasa. Bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang
disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa.

D. Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicara (Bachman, 1990).

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dikemukakan beberapa penggolongan ragam
bahasa. Pertama, ragam menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis pemakaian
bahasa.

Klasifikasi Ragam Bahasa

 Ragam yang ditinjau dari sudut pandangan penutur antara lain :


(1) Ragam daerah dikenal dengan nama logat atau dialek. Logat daerah kentara
karena tata bunyinya. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, intonasi, panjang-pendeknya
bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.
(2) Ragam pendidikan dapat dibagi atas ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak
baku (ragam bahasa baku dan ragam tidak baku akan diuraikan secara khusus).
(3) Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia
yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap-tiap pemakai bahasa. Ragam ini
biasa disebut langgam atau gaya. Langgam atau gaya yang dipakai oleh penutur
bergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau terhadap
pembacanya. Sikap penutur dipengaruhi antara lain oleh umur dan kedudukan yang
disapa, pokok persoalan yang hendak disampaikannya, dan tujuan penyampaian
informasinya. Perbedaan berbagai gaya itu tercermin dalam kosakata dan tata bahasa
(Depdikbud, 1988).

 Selain klasifikasi di atas, ragam bahasa dapat pula diklasifikasikan berdasarkan bidang
wacana.

Dengan dasar ini ragam bahasa dapat dibedakan atas:


(1) ragam ilmiah yaitu bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, ceramah,
tulisan- tulisan ilmiah;
(2) ragam populer yaitu bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari dan
dalam tulisan populer (Santoso dkk, 2004).
 Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat diperinci atas:
(1) ragam dari sudut pandangan bidang atau pokok persoalan,
(2) ragam menurut sarananya, dan
(3) ragam yang mengalami gangguan pencampuran.
 Ragam dari sudut pandangan bidang atau pokok persoalan
Mengandung maksud bahwa ragam bahasa antara bidang tertentu dengan bidang yang lain
atau pokok persoalan tertentu dengan pokok persoalan yang adalah berbeda. Misalnya,
ragam bahasa dalam bidang agama berbeda dengan bidang politik. Perbedaan tersebut
terutama dalam hal istilah atau ungkapan khusus.

 Ragam bahasa menurut sarananya terdiri atas:


(1) ragam lisan, ragam lisan diperjelas dengan intonasi yaitu: tekanan, nada, tempo
suara, dan perhentian. Dan

(2) ragam tulisan, ragam tulisan dipengaruhi oleh bentuk, pola kalimat, dan tanda baca.
 Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku
Ragam bahasa baku menggunakan kaidah bahasa yang lebih lengkap dibandingkan
dengan ragam tidak baku. Adapun ciri ragam baku adalah sebagai berikut.
(1) Memiliki sifat kemantapan dinamis. Bahasa baku harus memiliki kaidah dan
aturan yang relatif tetap dan luwes. Bahasa baku tidak dapat berubah setiap saat.
(2) Kecendekiaan. Kecendekiaan berarti bahwa bahasa baku sanggup
mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di pelbagai ilmu dan teknologi, dan bahasa
baku dapat mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal.
(3) Keseragaman kaidah. Keseragaman kaidah adalah keseragaman aturan atau
norma. Tetapi, keseragaman bukan berarti penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman
variasi bahasa (Depdikbud 1988).
Kridalaksana (1978) mengatakan bahwa bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa
yang dipergunakan dalam:
(a) komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi, pengumumanpengumuman yang
dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-
undangan, dan sebagainya (ingat kembali fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi); (b) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah;
(c) pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah; dan
(d) pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni orang yang lebih tua, lebih tinggi
status sosialnya dan orang yang baru dikenal.
Ciri struktur (unsur-unsur) bahasa Indonesia baku diuraikan satu persatu seperti berikut.
a. Pemakaian awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ahmad melempar mangga yang ada di depan rumahnya.
- Hama wereng menyerang padi petani yang sudah mulai menguning.
- Anak itu sudah mampu berjalan walaupun masih tertatih-tatih.
- Kuliah sudah berjalan dengan lancar.

Bahasa Indonesia Tidak Baku

- Ahmad lempar mangga yang ada di depan rumahnya.


- Hama wereng serang padi petani yang sudah mulai menguning.
- Anak itu sudah mampu jalan walaupun masih tertatih-tatih.
- Kuliah sudah jalan dengan lancar.
(b) Pemakaian fungsi gramatikal (subyek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit
dan konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Direktur perusahaan itu pergi ke luar negeri.
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- Direktur perusahaan itu ke luar negeri.

(c) Pemakaian fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten
(pemakaian kata penghubung secara tepat dan ajeg) Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ia tahu bahwa anaknya tidak lulus.
- Ia tidak percaya kepada semua orang, karena tidak setiap orang jujur.
Bahasa Indonesia Tidak Baku -
Ia tahu anaknya tidak
lulus.
- Ia tidak percaya kepada semua orang, tidak setiap orang jujur.
(d) Pemakaian pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten
(penggunaan urutan kata yang tepat) contoh :
Bahasa Indonesia Baku
- Maksud Anda sudah saya pahami.
- Kiriman itu telah kami terima.
- Pot bunga itu akan kamu simpan di mana?
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- Maksud Anda saya sudah pahami.
- Kiriman itu kami telah terima.
- Pot bunga itu kamu akan simpan di mana?
(e) Pemakaian konstruksi sintesis (lawan analitis) Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ia memberitahukan bahwa besok ada pertemuan di sekolah

Bahasa Indonesia Tidak Baku

- Ia kasi tahu bahwa besok ada pertemuan di sekolah.


(f) Pemakaian partikel kah, lah, dan pun secara konsisten Contoh:
Bahasa Indonesia
- Bagaimanakah memakai alat itu? Baku Bahasa Indonesia Tidak Baku -
Bagaimana cara pakai alat itu?

g. Pemakaian bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Semua siswa diharapkan masuk ke kelas. Atau Siswa-siswa diharapkan
masuk ke kelas.

Bahasa Indonesia Tidak Baku

- Semua siswa-siswa diharap-kan masuk ke kelas.


h. Pemakaian preposisi yang tepat Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ia mengirim surat ke pada saya.
- Buku itu ada pada saya. Bahasa Indonesia Tidak Baku - Ia mengirim
surat ke saya.

- Buku itu ada di saya.


i. Pemakaian unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai
bahasa Indonesia baku. Contoh
Bahasa Indonesia Baku
- Hari ini saya tidak dapat mengikuti pertemuan.
- Anda dipanggil oleh kepala sekolah.
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- Ini hari saya tidak dapat mengikuti pertemuan.
- Situ dipanggil oleh kepala sekolah.
j. Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD) Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- dipukul
- tradisional
- universal
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- di pukul
- tradisionil
- universal
k. Pemakaian peristilahan resmi, contoh :
Bahasa Indonesia Baku
- cendera mata
- peringkat
- kawasan
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- tanda mata
- ranking
- area
l. Pemakaian kaidah yang baku, contoh :
Bahasa Indonesia Baku -
Hal itu sudah kita
pahami.
- Ibu membelikan adik buku.
- Pengendara sepeda diharap turun.
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- Hal itu sudah dipahami oleh kita.
- Ibu membelikan buku adik.
- Naik sepeda harap turun.
 Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan
Apakah yang membedakan antara ragam tulisan dengan ragam bahasa lisan. Dalam Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dinyatakan ada dua perbedaan yang mencolok
mata yang dapat diamati antara ragam bahas tulis dengan ragam bahasa lisan, yaitu
berhubungan dengan: (1) suasana peristiwanya.

Jika menggunakan bahasa tulisan tentu saja orang yang diajak berbahasa tidak ada
dihadapan kita. Olehnya itu, bahasa yang digunakan perlu lebih jelas, karena ujaran kita
tidak dapat disertai dengan isyarat, pandangan, atau anggukan, tanda penegasan di pihak
kita atau pemahaman di pihak pendengar kita. Itulah sebabnya kalimat dalam ragam tulis
harus lebih cermat. Fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, objek, dan hubungan
antara setiap fungsi itu harus nyata dan erat. Sedangkan dalam bahasa lisan, karena
pembicara berhadapan langsung dengan pendengar, unsur (subjek-predikat-objek)
kadangkala dapat diabaikan. Maka, jika ingin menjadi orang yang cermat dalam
berbahasa perlu menyadari bahwa kalimat yang Anda tulis berlainan dengan kalimat yang
Anda ujarkan karena bahasa tulis dapat dikaji dan dibaca oleh pembaca secara
berulangulang. Oleh sebab itu, dalam menulis, kalimat harus lebih lengkap, ringkas, jelas,
dan elok. Jika diperlukan, tulisan perlu disunting beberapa kali agar dapat dihasilkan
tulisan yang betul-betul komunikatif bagi pembaca.
(2) dari segi intonasi.
Yang membedakan bahasa lisan dan tulisan adalah berkaitan dengan intonasi
(panjangpendek suara/tempo, tinggi-rendah suara/nada, keras-lembut suara/tekanan) yang
sulit dilambangkan dalam ejaan dan tanda baca, serta tata tulis yang dimiliki. Jadi,
kadangkala bahasa tulisan perlu dirumuskan kembali jika ingin menyampaikan perasaan
yang sama lengkapnya dengan ungkapan perasaan dalam bahasa lisan. Walaupun ragam
bahasa tulis lebih rumit namun demikian ragam ini mempunyai keistimewaan yang tidak
dimiliki bahasa lisan seperti dimungkinkannya digunakan huruf kapital, huruf miring, dan
tanda kutip, paragraf atau tanda-tanda baca lainnya.
Goeller (1980) mengemukakan bahwa ada tiga krakteristik bahasa tulisan yaitu acuracy,
brevety, claryty (ABC).

(a) Acuracy (akurat) adalah segala informasi atau gagasan yang dituliskan dapat
memberi keyakinan bagi pembaca bahwa hal tersebut masuk akal atau logis. Pertanyaan
yang dapat diajukan untuk mengetahui keakuratan tulisan adalah sebagai berikut:

- Apakah tulisan saya tidak menyampaikan gagasan yang berlebihan?


- Apakah saya telah memikirkan secara cermat gagasan yang ada dalam tulisan ini?
- Apakah saya telah mencek keseluruhan tulisan ini sehingga tidak ada yang
keliru?

(b) Brevety (ringkas) yang berarti gagasan tertulis yang disampaikan bersifat singkat
karena tidak menggunakan kata yang mubazir dan berulang, seluruh kata yang digunakan
dalam kalimat ada fungsinya. Contoh:

Tidak Ringkas

Untuk memenuhi kekurangan ikan perlu ada peningkatan produksi dengan jalan
meningkat-kan usaha penangkapan ikan agar supaya keku rangan sebut dapat dipenuhi.

Ringkas
Untuk memenuhi kekurangan ikan, perlu peningkatan produksi mela-lui penangkapan

Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui keringkasan tulisan adalah sebagai
berikut:

- Apakah saya telah menggunakan cara tersingkat dalam menyampaikan gagasan


dan pembaca dapat memahaminya dengan baik?

- Apakah ada kata-kata yang bisa dibuang tanpa mempengaruhi keutuhan makna
kalimat?

(c) Claryty (jelas) adalah tulisan itu mudah dipahami, alur pikirannya mudah diikuti
oleh pembaca. Tidak menimbulkan salah tafsir bagi pembaca. Contoh:

Tidak Ringkas

Siapa yang mengusutkan persoalan itu?

Ringkas

Persoalan Itu di usut oleh siapa ?

Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengetahui kejelasan tulisan adalah:

- Apakah saya sendiri mengerti dengan baik tulisan saya?


- Apakah saya telah memilih kata dan menyusun kalimat dengan cermat?

E. Dialek
Menurut Poedjosoedarmo (1978: 7) dialek adalah variasi sebuah bahasa yang adanya ditentukan
oleh sebuah latar belakang asal si penutur.
Contohnya: Pada daerah Banyumas menggunakan dialek bahasa ngapak.
X: ”rika arep maring ngendi mbok? ( “kamu mau kemana ?” ) Y:
“inyong arep maring kampus”. ( “aku mau ke kampus”.) Pada
contoh bahasa ngapak diatas rika yaitu kamu, mbok penegasan
pertanyaan, inyong yaitu aku, maring yaitu mau ke-. Dialek-
dialek itu merupakan bahasa khas daerah Banyumasan.

F. Idiolek
Pengertian idiolek menurut Kridalaksana (1980: 13) adalah keseluruhan ujaran seorang
pembicara pada suatu saat yang dipergunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Contoh :
Orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi atau akademisi akan sering mengatakan
“perspektif” saat dia berbicara, dan kata atau frasa tersebut timbul karena kebiasanya
menggunakan kata tersebut.
MATERI 2
TEORI PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA

Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal
itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan
berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui
kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk,1998).
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan alat
komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa manusia tidak dapat
mengungkapkan perasaanya, menyampaikan keinginan, memberikan saran dan pendapat, bahkan
sampai tingkat pemikiran seseorang yang berkaitan dengan bahasa. Semakin tinggi tingkat
penguasaan bahasa seseorang, semakin baik pula penggunaan bahasa dalam berkomunikasi.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai
permulaan yang mendadak tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang
gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap dan
berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosialnya.
Teori-Teori Pemerolehan Bahasa Anak
Teori Behaviorisme
Pada teori ini menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan
antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat
reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi
tersebut dibenarkan. Sebagai contoh, seorang anak mengucap bilangkali untuk barangkali pasti
anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu
ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapat kritikan karena
pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat
terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.

Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky
didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan
(genetik). Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan
bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit
dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga
mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melaluipeniruan.
Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu salah
satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Jadi, urutan-urutan
perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).

Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara
kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Hal ini dibuktikan oleh berbagai
penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir
anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk.2006:2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah
lingkungan, juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak


Faktor Biologis
Setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan kemampuan kodrati atau alami yang
memungkinkannya menguasai bahasa. Potensi alami itu bekerja secara otomatis. Potensi yang
terkandung dalam perangkat biologis anak dengan istilah Piranti pemerolehan bahasa (Language
Acquisition Device). Dengan piranti itu, anak dapat menyerap sistem suatu bahasa yang terdiri
atas subsistem fonologis, tata bahasa, kosakata, dan pragmatik, serta menggunakannya dalam
berbahasa. Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya
ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap. Dalam proses berbahasa,
seseorang dikendalikan oleh sistem syaraf pusat yang ada di otaknya. Pada belahan otak sebelah
kiri dikendalikan oleh sistem syaraf pusat untuk mengontrol produksi atau bahasa, seperti
berbicara dan menulis. Pada belahan otak sebelah kanan terdapat wilayah wernicke yang
mempengaruhi dan bagian otak itu terdapat wilayah motor suplementer. Berdasarkan tugas
tenaga bagian otak itu, alur penerimaan dan penghasilan bahasa dapat disederhanakan seperti
berikut: (1) Bahasa didengarkan dan dipahami melalui daerah Wernicke; (2) Isyarat bahasa itu
kemudian dialihkan ke daerah Broca untuk mempersiapkan penghasilan balasan; dan (3)
Selanjutnya isyarat tanggapan bahasa itu dikirimkan ke daerah motor, seperti alat ucap, untuk
menghasilkan bahasa secara fisik.
Faktor Lingkungan Sosial
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan orang lain untuk
berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau
keturunan, tetapi didapat dalam lingkungan yang menggunakan bahasa.
Faktor Intelegensi
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar atau kemampuan
seseorang dalam memecahkan masalah. Intelengesi ini bersifat abstrak dan tak dapat diamati
secara langsung.

Faktor Motivasi
Sumber motivasi pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu motivasi dari dalam atau internal dan
motivasi dari luar diri atau eksternal. Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat,
seperti lapar, haus, serta perlu perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut motivasi intrinsik
yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Untuk itu mereka juga memerlukan komunikasi
dengan sekitarnya sebagai
faktor eksternal.
MATERI 3
SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia


Bahasa melayu diyakini sebagai asal mula dari Bahasa Indonesia yang kita gunakan pada
saat ini. Hal ini dibuktikan oleh penggunaan Bahasa melayu sendiri yang masuk ke dalam
rumpun bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di nusantara sejak awal
abad penanggalan modern (Alek,dkk. 2010:8). Kemudian ditemukan pula berbagai bukti
lain berupa prasasti atau batu bertulis seperti pada Prasasti Kedukan Bukit di Palembang
tahun 683, Prasasti Talang Tuo di Palembang tahun 684, Prasasti Kota Kapur di Bangka
Barat tahun 686 dan Prasasti Karang Brahi di Bangko, Jambi tahun 688 dimana prasasti
tersebut bertulisakan Pra-Negari dan menggunakan Bahasa melayu kuno dan menunjukkan
bahwa Bahasa melayu tua sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Kerajaan
Sriwijaya (Halim, 197:6-7). Ditemukan pula pada prasasti Bogor tahun 924, dan prasasti
Gandasuli tahun 832. Prasasti yang berada di pulau Jawa ini juga menguatkan bahwa
Bahasa melayu tidak hanya digunakan di pulau Sumatera saja melainkan hingga ke pulau
Jawa.
Selain ditemukannya prasasti, Bahasa melayu juga digunakan sejak zaman sriwijaya
dimana saat itu Bahasa melayu digunakan untuk Bahasa kedudukan atau Bahasa buku-buku
uang berisikan aturan-aturan hidup dan sastra, sebagai Bahasa perhubungan antar suku di
Indonesia, sebagai bahasa perdagangan baik pedangan dari luar maupun dalam Indonesia,
dan Bahasa melayu digunakan sebagai Bahasa resmi kerajaan. Kepopuleran Bahasa melayu
pun terus berkembang hingga seluruh nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama
Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antar pedagang, antar bangsa, dan antar
kerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur, sederhana, dan mudah
dimengerti.
Bahasa Melayu yang dipakai di berbagai daerah Nusantara dan dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai
bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa
Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan
dialek. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Para pemuda
Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa
Indonesia pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Dan akhirnya pada Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 dikukuhkanlah kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara
Prof. Soedjito menjelaskan secara sederhana alasan mengapa bahasa Melayu yang
dijadikan landasan lahirnya bahasa Indonesia, alasannya adalah sebagai berikut:
Bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan)
Bahasa Melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan melampaui batas-batas
wilayah.
Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya.
Bahasa melayu bersifat sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat bahasa sehingga
mudah dipelajari.
Bahasa melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan bahasa antarpenutur yang
berasal dari berbagai daerah.

Tonggak perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia melalui proses yang
panjang. Dan secara lebih rinci berikut adalah perkembangannya dari tahun ke tahun:
Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuiysen dan
dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie Voor De Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian
pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka.
Tanggal 28 Oktober 1928 ditetapkan dalam sumpah pemuda bahwa Bahasa Indonesia
adalah Bahasa persatuan.
Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda bernama Pujangga Baru
yang dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan.
Pada tanggal 25 – 28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari
hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan 8 dan
pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan kita saat itu.
Masa pendudukan Jepang (1942-1945) Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dengan rakyat Indonesia karena niat
menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk alat komunikasi
tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang
salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai pengganti Ejaan Van Ophuysen yang berlaku sebelumnya.
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954
adalah juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus- menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
– 2 November 1978 yang diadakan dalam rangka peringatan hari 9 Sumpah Pemuda
yang kelima puluh, selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21 – 26 November
1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang
ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga Negara Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Kongres bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3
November 1988. Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara,
yakni berupa (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia, dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2
November 1993. Dalam kongres ini diselenggarakan pula pameran buku yang
menyajikan 385 judul buku sebagai pengolah data kebahasaan.
Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26 – 30 Oktober
1998. Kongres ini melanjutkan program kegiatan dari kongres VI.
Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14 – 17 Oktober
2003. Dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang selalu
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Kongres Bahasa Indonesia IX diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 1
November 2008. Kongres ini merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah
perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira- kira 1.300 pakar bahasa
Indonesia dari seluruh Nusantara, kongres ini di ikuti oleh peserta tamu dari hampir
seluruh Negara.
Tahun 2015 Pedoman Umum EYD diganti dengan nama PUEBI sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 50 tahun 2015. Dan PUBEI
inilah yang menjadi patokan kita saat ini dalam penggunaan ejaan dan penulisan kata
yang benar dan tepat.

Kedudukan Bahasa Indonesia


Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya
yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang bersangkutan. Bahasa Indonesia
memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa
Indonesia dibedakan menjadi dua macam yaitu:
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
Kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh bahasa Indonesia sejak
dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukan ini
dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia,
telah dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh
kawasan tanah air kita. Sebagai Bahasa nasional, Bahasa Indonesia mempunyai fungsi-
fungsi sebagai berikut:
Bahasa Indonesia sebagai identitas nasional.
Bahasa Indonesia sebagai kebanggaan nasional.
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu antar daerah, suku, agama, ras, adat istiadat dan
kebudayaan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara


Sedangkan bahasa Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia 1945 bab XV pasal 36 sebagai bahasa kenegaraan dan memiliki fungsi serta
peranan sebagai berikut:
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.
Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia Pendidikan.
Bahasa Indonesia sebagai penghubung kepentingan perencanaan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintahan di tingkat nasional.
Bahasa Indonesia sebagai pengambangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
MATERI 4
DASAR DAN KAIDAH KEBAHASAAN FONOLOGI BAHASA INDONESIA SEBAGAI
RUJUKAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
A.Kaidah Fonologi Kebahasaan Bahasa Indonesia

Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan


distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-
bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia. Bidang kajian fonologi adalah
bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran dengan gabungan bunyi yang membentuk
suku kata. Fonologi terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonologi
berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah
bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari
bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Ada 3 (tiga) unsur penting ketika organ ucap manusia memproduksi bunyi atau
fonem, yaitu:

udara - sebagai penghantar bunyi,


artikulator - bagian alat ucap yang bergerak, dan
titik artikulasi (disebut juga artikulator pasif) - bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh
artikulator.

Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan fonemik.
Fonetik
Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga
jenis fonetik, yaitu:

Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi
bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam.
Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicarakan:
gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara,
spectrum, tekanan, dan intensitas bunyi.

Fonetik auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh telinga,
sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami.
Fonemik
Fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) Bidang
linguistik tentang sistem fonem. (2) Sistem fonem suatu bahasa. (3) Prosedur untuk
menentukan fonem suatu bahasa.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat
atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u] dan [r],
[a], [b] dan [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama,
yaitu bunyi [l] dan bunyi [r].

Fonologi dalam cabang morfologi.


Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata
sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem
dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta
diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan
morfem sufiks {-kan}.
Fonologi dalam cabang sintaksis.
Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika
berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?(kalimat
tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-
masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda.
Fonologi dalam cabang semantik
Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun
memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata
dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan
bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara
bervariasi [dudU?], [dUdU?], [didī?],[dīdī?] tidak membedakan makna.Hasil
analisis fonologislah yang membantunya.

Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Berbahasa Indonesia yang benar adalah berbahasa menggunakan kaidah-kaidah


tata bahasa yang terdapat dalam PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).
PUEBI yang terdapat dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 digunakan sejak 30
November 2015 sebagai pengganti EYD.
Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :
Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan
bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa
Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti
aturan ini.
Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal
baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal
yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan
bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa
Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan
pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud asli.
MATERI 5
DASAR DAN KAIDAH KEBAHASAAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA SEBAGAI
RUJUKAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Pengertian Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti
ilmu. Bunyi yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur
pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Morfologi menurut Wikipedia adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi
satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-
beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-
beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik
maupun fungsi semantik. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam
morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang
muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga
menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek
pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat
tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna
(arti) dan kelas kata.
Proses Morfologi
Dalam setiap bahasa terdapat sejumlah satuan leksikal yang abstrak yang mendasari
berbagai bentuk inflektif sebuah kata. Satuan leksikal itu disebut leksem (laxeme).
Dalam proses pembentukan kata, leksem sebagai unsur leksikon diolah menjadi kata
melalui proses morfologis. Sekurang-kurangnya, dalam bahasa Indonesia terdapat
sembilan jenis proses morfologis berikut:
Derivasi Zero
Derivasi zero adalah proses pembentukan kata yang mengubah leksem tunggal
menjadi kata tunggal. Leksem tidur yang berupa leksem tunggal, misalnya, dapat
berubah menjadi kata tunggal tidur melalui proses morfologis derivasi zero. Selama
ini kita menyebut kata tidur.
Afiksasi
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses morfologis yang mengubah sebuah lesksem
menjadi kata setelah mendapat afiks, yang dalam bahasa kita cukup banyak
jumlahnya. Misalnya, kata membaca berasal dari leksem baca yang mengalami proses
morfologis afiksasi dengan memperoleh afiks meng. Kata dilihat berasal dari leksem
lihat yang proses mortologis afiksasi dengan memperoleh afiks di-.
Reduplikasi
Reduplikasi atau pengulangan adalah proses mortologis yang mengubah sebuah
leksem menjadi kata setelah mengalami proses mortologis reduplikasi. Jenisnya yaitu:
- Dwipurwa (kata ulang sebagian): Reduplikasi atas suku kata awal. Vokal dari suku
kata awal mengalami pelemahan dan bergeser ke posisi tengah menjadi e pepet.
Contoh: tetangga, leluhur, leluasa.
- Dwilingga (kata ulang utuh atau penuh): Reduplikasi atas seluruh bentuk dasar
(bisa kata dasar maupun kata berimbuhan). Contoh: rumah-rumah, kejadian-kejadian.
- Dwilingga salin suara (berubah bunyi): Reduplikasi atas seluruh bentuk dasar yang
salah satunya mengalami perubahan suara pada suatu fonem atau lebih. Contoh:
gerak-gerik, sayur-mayur.
- Kata ulang berimbuhan: Reduplikasi dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga
pertama maupun pada lingga kedua. Contoh: bermain-main, tarik-menarik.
- Kata ulang semu: Kata yang sebenarnya merupakan kata dasar dan bukan hasil
pengulangan atau reduplikasi. Contoh: laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu,
empek-empek.
- Kata ulang utuh. Contoh: anak-anak, jalan-jalan, makan-makan.
- Kata ulang sebagian atau kata ulang dwipurwa merupakan perulangan kata yang
dialami oleh sebagian dari kata dasar, dengan kata lain perulangan kata hanya terjadi
pada suku awal kata dasar, seperti: lelaki, tetua, seseorang. Di dalam kata ulang
sebagian juga sering ditemukan kata ulang yang mendapat akhiran, seperti:
pepohonan, rerumputan.
- Kata ulang berubah bunyi adalah kata ulang yang mengalami perubahan bunyi pada
akhir kata perulangan. contoh: sayur-mayur, bolak-balik.
Komposisi
Komposisi atau pemajemukan atau penggabungan adalah proses morfologis yang
mengubah gabungan leksem menjadí satu kata, yakni kata majemuk. Misalnya,
leksem sapu dan leksem tangan dapat dibentuk menjadi sebuah kata majemuk dengan
menggunakan proses mortologis komposisi menjadi saputangan. Leksem mata dan
leksem hari dapat dibentuk menjadi sebuah kata majemuk dengan meng
gunakan proses mortologis komposisi menjadi matahari. Berdasarkan contoh-contoh
tersebut, jelaslah perbedaan antara kelompok kata (frasa), seperti tangan bayi dan
kata majemuk yang merupakan satu kata, seperti saputangan.
Abreviasi
Abreviasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem gabungan leksem
menjadi kependekan. Jadi, pemendekan kata (abreviasi) merupakan salah satu cara
proses pembentukan kata, yakni dengan menyingkat kata menjadi huruf, bagian kata,
atau gabungan sehingga membentuk sebuah kata. Pembentukan kata melalui proses
abreviasi ini meliputi singkatan, akronim, dan lambang.
Derivasi Balik
Derivasi balik merupakan proses yang dapat menjelaskan mengapa bentuk dipungkiri
yang seharusnya dimungkiri. Misalnya, kalimat yang benar adalah Tidak dapat
dimungkiri bahwa partai politik yang terlalu banyak akan membingungkan pemilih,
bukan Tidak dapat dipungkiri bahwa. .dst. Contoh lain kalimat yang benar adalah
Mudah-mudahan doa yang kita mohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat
dikabulkan oleh-Nya, bukan Mudah-mudahan doa yang kita pohonkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.. dst
Metanalisis
Metanalisis merupakan proses yang dapat menjelaskan bentuk bentuk dengan pramu-
dalam pramugari, pramusiwi, pramusaji, pramusyahwat, atau dapat menjelaskan
bentuk yang secara historis salah, seperti bentuk kembara, yang seharusnya embara,
dan sebagainya. Pembentukan kata seperti tunakarya, tunasusila, tunanetra,
tunawisma, tunadaksa, tunagrainta, adalah bentuk metanalisıs.
Analog
Bentukan terakhir ini dapat juga disebut sebagai pembentukan kata dengan cara
analogi. Pembentukan kata melalui proses morfologis analogi dilakukan dengan
bertolak dari bentuk yang sudah ada dalam bahasa Indonesia. Di antara analogi untuk
pembentukan kata adalah penggunaan awalan pe- yang bermakna yang di- sebagai
kontras yang meng- dan pe- yang bermakna yang ber-', atau dapat pula dengan
menggunakan kata tata dan juru. Misalnya, di dalam bahasa Indonesia, terdapat kata
pesuruh yang berarti orang yang disuruh di samping kata penyuruh orang yang
menyuruh; maka, dibentuk kata lain dengan beranalogi pada kata pesuruh itu.
Pesuluh 'orang yang disuluh' lawan kata penyuluh' orang yang menyuluh ' Petatar'
orang yang ditatar lawan penatar orang yang menatar
Kombinasi Proses
Proses morfologis kesembilan adalah kombinasi proses. Semua bentuk itu dapat
berkombinasi sehingga ada bentuk seperti perkeretaapian, kemurahan hati, di-
KEPRES kan, ditilang, AMD, dan sebagainya. Lebih dari itu. proses pembentukan
kata juga dapat dialami oleh frasa; maka terjadilah bentuk seperti ketidakadilan,
dipulauburukan, dan sebagainya
Dasar dan kaidah Morfologi Kebahasaan Morfologi
Hakikat Morfem
Morfem
Morfem adalah satuan bahasa yang turut serta dalam pembentukan kata dan dapat
dibedakan artinya. Morfem dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan
kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem
dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu
/pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/
menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
1. Morfem Bebas
Morfem bebas adalah bentuk kata yang bisa berdiri sendiri dengan artinya,
misalnya kata dasar. Contoh: buku, besar, jual. Kata dasar tersebut apabila tidak
mendapat imbuhan tetap memiliki arti.
2. Morfem Terikat
Morfem terikat adalah bentuk kata yang selalu bergabung dengan morfem
lain.
Morfem terikat terbagi menjadi dua yaitu:
a. Morfem Terikat Morfologis
Morfem terikat morfologis yaitu morfem yang terikat oleh bentuk kata, terikat
pada struktur kata, misalnya imbuhan. Contoh:ber- pada kata beranak berarti
menghasilkan anak. Jika ber- berdiri sendiri tidak memiliki arti.
b. Morfem Terikat Sintaksis
Morfem terikat sintaksis yaitu morfem yang mempunyai arti pada tataran kalimat,
misalnya kata sambung atau kata depan. Contoh: aku dan kamu pergi bersama.
Kata dan pada kalimat tersebut apabila berdiri sendiri tidak memiliki arti.
Alomorf
Alomorf adalah anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang
mempunyai fungsi dan makna yang sama yaitu merupakan unsur yang
membentuk verba aktif (Hasan Alwi, dkk, 2003: 28). Setiap morfem mempunyai
alomorf satu, dua, atau juga enam. Beberapa bentuk alomorf dari beberapa
morfem yaitu:
1. Morfem ber-, mempunyai alomorf ber-, be-, dan bel-.
2. Morfem me-, mempunyai alomorf me-, mem-, men-, meng-, menge-, dan
meny-.
Afiksasi
Afiksasi sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks (imbuhan).
Afiksasi atau proses pembubuhan imbuhan ialah pembentukan kata dengan cara
melekatkan afiks pada bentuk dasar. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata
berimbuhan. Afiksasi dalam bahasa Indonesia sangat memegang peranan penting.
Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa bahasa Indonesia termasuk
rumpun bahasa aglutinatif. Afiks dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-
macam. Hal itu akan sangat bergantung pada segi tinjauannya. Menurut Suryadi
Abdillah H. (2011), macam afiks dapat ditinjau dari posisi atau letaknya, asalnya,
serta produktifnya, yaitu:
Afiks Ditinjau dari Letaknya.
Prefiks
Prefiks ialah afiks (imbuhan) yang ditempatkan di bagian muka dasar
(mungkin kata dasar atau kata kompleks/ jadian).
Infiks
Infiks ialah afiks yang diselipkan atau dilekatkan di tengah kata dasar
Sufiks
Sufiks ialah morfem terikat yang digunakan di bagian belakang kata
atau dilekatkan pada akhir dasar.
Konfiks
Konfiks ialah gabungan prefiks dan sufiks yang dilekatkan sekaligus
pada awal dan akhir dasar.
Afiks Ditinjau dari Asalnya
Afiks Asli
Afiks asli ialah afiks-afiks yang memang merupakan bentukan atau afiks
dari bahasa Indonesia itu sendiri.
Contoh:
ke-an + adil = keadilan
ter- + jatuh = terjatuh
Afiks Asing
Afiks asing ialah afiks yang berasal atau hasil pungutan dari bahasa asing
yang kini telah menjadi bagian sistem bahasa Indonesia. Untuk
menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa
Indonesia, apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan
bahasa asing dan sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia.
Contoh:
pra- + sejarah = prasejarah
-ik + patriot = patriotik
Afiks Ditinjau dari Produktifitasnya
Afiks improduktif
Afiks improduktif ialah afiks yang distribusinya terbatas pada kata-kata
atau morfem-morfem tertentu saja, tidak dapat digunakan lagi untuk
membentuk kata-kata baru.
Afiks produktif
Afiks produktif ialah afiks yang memilki kesanggupan yang besar untuk
melekat pada kata-kata atau morfem-morfem lain, sebagaimana tampak
dalam distribusinya.
Kata Dasar
Kata dasar adalah satuan terkecil yang menjadi asal atau permulaan suatu kata
kompleks. Contohnya kata bersandaran,dan selanjutnya memperoleh afiks ber-
menjadi bersandarannya. Contoh lain ialah kata berkemauan, yang terbentuk dari
kata dasar mau yang mendapatkan afiks ke-an menjadi kemauan, seterusnya
mendapat afiks ber- menjadi berkemauan.
Dasar kata adalah satuan yang lebih besar atau lebih kompleks. Kita ambil contoh
kata bersandaran tadi, yang terbentuk dari kata sandaran dengan afiks ber-,
seterusnya kata sandaran terbentuk dari kata dengan afiks-an. Kata berkelanjutan
terbentuk dari dasar kata kelanjutan terbentuk dari kata dasar lanjut dengan afiks
ke-an.
Makna Kata Ulang Bahasa Indonesia
Jamak (tak tentu). Contoh: Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari.
Bermacam-macam. Contoh: pohon-pohonan, buah-buahan.
Menyerupai. Contoh: kuda-kuda, anak-anakan, langit-langit, mobil-mobilan, rumah-rumahan,
kayu-kayuan.
Melemahkan (agak). Contoh: kekanak-kanakan, kebarat-baratan, sakit-sakitan.
Intensitas (kualitas, kuantitas, atau frekuensi). Contoh: kuat-kuat, kuda-kuda, mondar-mandir.
Saling (berbalasan). Contoh: bersalam-salaman, tikam-menikam.
Kolektif (pada kata bilangan). Contoh: dua-dua, tiga-tiga, lima-lima.
Dalam keadaan. Contoh: mentah-mentah, hidup-hidup.
Walaupun (meskipun). Contoh: kecil-kecil.
Perihal. Contoh: masak-memasak, jahit menjahit.
Tindakan untuk bersenang-senang. Contoh: makan-makan, duduk-duduk, tidur-tiduran,
membaca-baca, berjalan-jalan.
Agak. Contoh: kehijau-hijauan, kemerah-merahan.
Tindakan yang dilakukan berkali-kali. Contoh: berkali-kali.
himpunan. Contoh: berjam-jam.
Perbalasan (pekerjaan). Contoh: kunjung-mengunjungi, tuduh-menuduh, tolong-menolong.
MATERI 6
DASAR-DASAR DAN KAIDAH KEBAHASAAN SINTAKSIS BAHASA INDONESIA
SEBAGAI RUJUKAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR.

Pengertian Sintaksis
Sintaksis adalah cabang ilmu yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan
unsur - unsur pembentuknya. Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus
mengetahui fungsi, peran, dan kategori sintaksis.
Fungsi sintaksis berkenaan dengan istilah subjek, predikat, objek, dan keterangan.
Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina, verba, ajektiva, dan numeralia. Sedangkan
peran sintaksis berkenaan dengan istilah pelaku, penderita, dan penerima. Eksistensi struktur
sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata (letak/posisi kata), bentuk kata, dan intonasi. Intonasi
dapat berupa intonasi deklaratif (ditandai tanda titik), intonasi interogatif (ditandai tanda tanya),
dan intonasi interjektif (ditandai tanda seru). Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan
subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis.
Objek dan keterangan boleh tidak memiliki, apalagi mengingat kemunculan objek ditentukan
oleh transitif. Menurut Chafe (1970) menyatakan bahwa yang paling penting dari struktur
sintaksis adalah predikat. Predikat harus berupa verba atau kategori lain yang diverbakan.
Munculnya fungsi-fungsi lain tergantung pada jenis atau tipe verba itu. Verba yang transitif akan
memunculkan fungsi objek dan yang intransitive tidak memunculkan fungsi objek. Dalam
bahasa Indonesia ada sejumlah verba transitif yang objeknya tidak perlu ada atau keberadaannya
ditanggalkan. Verba transitif yang objeknya tidak perlu ada atau menyatakan kebiasaan.
Perbedaan antara objek dengan pelengkap adalah objek per kategori nomina sedangkan
pelengkap kategori nomina verba adjektiva dan preposisional. Objek tidak bisa didahului
preposisi sedangkan pelengkap bisa didahului preposisi. Objek dapat menjadi subjek apabila
dipasifkan sedangkan pelengkap tidak bisa dipasifkan jika dipasifkan tidak bisa sebagai subjek.
Objek berada di belakang verba transitif aktif sedangkan pelengkap berada di belakang verba
semitransitif atau dwitransitif. Objek dapat diganti dengan -nya, kecuali jika didahului oleh
preposisi selain di, dari, ke, akan.
Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan
pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis. Eksistensi struktur sintaksis
terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan
konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara
bahasa yang satu dengan yang lain.
Kajian Sintaksis
Di dalam kajian sintaksis mencakup kajian-kajian tentang frasa, klausa dan kalimat.
Fungsi kajian sintaksis ialah hubungan antara unsur-unsur bahasa dilihat dari sudut pandang
penyajiannya itu didalam ujaran atau klausa. Jenis fungsi sintaksis yang umum ini diakui ialah
subjek, predikat, objek, pelengkap, serta keterangan. Fungsi kajian sintaksis ini yakni memegang
peran paling dominan di dalam teori tata bahasa dependensi yang menguraikan tiap-tiap dari
unsur kalimat itu menjadi fungsi sintaksis spesifik.
Perbedaan frasa dan klausa adalah frasa tidak mempunyai unsur predikat di dalamnya.
Sementara itu, klausa mempunyai sebuah unsur predikat di dalamnya. Frasa tidak dapat
dijadikan kalimat, namun frasa bisa menjadi salah satu unsur dalam kalimat. Di lain pihak,
klausa dapat dijadikan kalimat dan dapat menjadi salah satu unsur dalam kalimat. Jika klausa
hendak dijadikan kalimat, maka klausa mesti dibubuhi tanda titik (.) di belakangnya.

Macam-Macam dari Frasa dan Strukturnya


Macam frase :
Frase Eksosentrik, frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku
sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Contoh : Dia berjalan di trotoar
Frase eksosentrik direktif
komponen pertama berupa preposisi, seperti di, ke dan dari, sedangkan komponen
kedua berupa kata. Contoh : di trotoar
Frase eksosentrik nondirektif
komponen pertama berupa artikulus,seperti si dan sang, sedangkan komponen
kedua berupa kata berkategori nomina, ajektiva, dan verba. Contoh : si kaya, sang
pemimpin
Frase Endosentrik, frase yang komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama
dengan keseluruhannya. Contoh : Ibu sedang memasak sayur di dapur
Frase Koordinatif, yaitu frase yang komponen pembentuknya sederajat dan dihubungkan
oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal (dan, atau, tetapi), maupun yang terbagi
(baik …. maupun ….; makin ….makin ….; baik ….baik….)
Frase Apositif, yaitu frase koordinatif yang komponennya saling merujuk sesamanya,
sehingga urutan komponennya dapat dipertukarkan. Contoh : Pak Ahmad, guru saya,
rajin sekali
Dilihat dari kategori intinya, dapat dibedakan adanya frase nominal, verbal, ajektival, dan
numeral:
Frasa nomina, ialah frasa yang memiliki inti berupa nomina atau kata benda. Inti frasa itu
dapat diketahui dengan jelas pada jajaran kalimat. Contoh : Ia membeli baju baru.
Frasa verba, adalah frasa yang mempunyai inti berupa verba. Hal itu dengan jelas dapat
dilihat pada jajaran. Contoh : (-) dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di
perpustakaan.
(-) dua orang mahasiswa - membaca buku baru di perpustakaan.
Frasa sedang membca dalam klausa di tas mempunyai inti berupa verba, yaitu
membaca. Frasa membaca termasuk golongan frasa verba.
Frasa numeralia, adalah frasa yang mempunyai inti berupa numeralia sebagai UP,
misalnya frasa dua buah dalam dua buah rumah yang mempunyai unsur inti dua
sebagai numeralia dan buah sebagai atribut. Contoh : dua buah rumah.

Macam-Macam dari Klausa dan Srukturnya dalam Sintaksis


Klausa merupakan unsur kalimat dan karenanya klausa bukan kalimat. Klausa hanya
memiliki unsur segmental yang menjadi subjek dan predikat dan tidak memiliki unsur
prosodi yang berupa intonasi. Bila sudah ada intonasi, maka fenomena itu bukan lagi
klausa, melainkan sudah merupakan kalimat. Dalam bahasa tulis, klausa dituliskan dengan
huruf kecil semuanya.
Dalam kalimat tunggal seperti:
(-) Si bambang bermain setiap hari Sabtu.
Klausa yang menjadi unsurnya hanya satu, yaitu “si bambang bermain setiap hari sabtu”,
Tetapi dalam kalimat kompleks: Ketika berjalan-jalan, Pak Sobri bertemu si Bambang.
Klausa yang menjadi unsurnya berjumlah dua, yaitu:
(-) Pak Sobri berjalan-jalan,
(-) Pak Sobri bertemu si bambang.

Macam-Macam dari Kalimat dan Strukturnya


Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik
dengan cara lisan maupun tulisan. Menurut Widjono Kalimat adalah satuan bahasa terkecil
yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146).
Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun
dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan. Menurut Manaf fungsi sintaksis
dalam kalimat Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat
diisi oleh bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek
(S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat
harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada
dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek,
pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat.
Jenis-jenis kalimat:
Kalimat Inti dan kalimat Non-Inti
Kalimat inti biasa juga disebut kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari
klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Kalimat
inti dapat diubah menjadi kalimat non-inti dengan berbagai proses transformasi.
Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Perbedaan Kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa
yang ada di dalam kalimat itu, kalau klausanya hanya satu maka disebut kalimat
tunggal, kalau klausa dalam sebuah kalimat lebih dari satu maka disebut kalimat
majemuk.
Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Pembedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap dan
tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat itu kalau klausanya lengkap
sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat maka kalimat itu disebut
kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap entah terdiri dari subjek, predikat,
objek, atau keterangan saja maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.
Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang
predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verbal sedangkan kalimat non-
verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal, bisa nominal,
ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.
Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran
lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bantuan kalimat atau
konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang
tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraf atau
wacana tanpa bantuan konteks.
MATERI 7
DASAR DAN KAIDAH SEMANTIK DALAM PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA
YANG BAIK DAN BENAR

Pengertian Semantik

Kata ‘semantik’ berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti tanda atau
lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut sebagai menandai atau melambangkan.
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna yang terkandung
dalam bahasa.

Menurut Griffiths (2006:15) didefinisikan sebagai “The study of word meaning and
sentence meaning, abstracted away from contexts of use, is a descriptive subject”, teori
ini menunjukkan bahwa semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna kata dan
makna kalimat yang dapat dilihat dari konteks penggunaan.

Pengertian Tanda, Lambang, Konsep dan Definisi

Unsur semantik dibagi menjadi 4, yaitu meliputi tanda, lambang, konsep, dan definisi.

Tanda

Menurut KBBI, tanda adalah yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu.
Ada beberapa cara pengelompokan tanda. Berdasarkan sumber atau asal-usulnya,
tanda dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui manusia karena pengalaman,
misalnya:

Hari mendung adalah tanda akan segera turun hujan.

b. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang yang diketahui manusia dari suara binatang
tersebut, misalnya:

Ayam berkokok adalah tanda hari mulai pagi.

c. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

verbal, adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi dan dihasilkan oleh
alat bicara.
nonverbal, adalah tanda-tanda yang dihasilkan selain dari alat bicara manusia. Contoh
tanda yang bersifat nonverbal yaitu melalui gerakan anggota (bahasa isyarat).

Lambang

Lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, tulisan, perkataan) yang menyatakan
suatu hal, yang mengandung suatu makna tertentu. Misalnya warna merah pada
bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan warna putih
merupakan lambang “kesucian”.

Konsep

Beberapa pengertian konsep menurut para ahli :

Soedjadi (2000:14) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat
digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya
dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.

Bahri (2008:30) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.

Definisi

Definisi adalah kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan,
atau ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktivitas. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, definisi ialah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep
yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.

a. Ciri-ciri definisi :

Makna kata bisa diartikan sebagai definisi jika terdapat unsur kata atau istilah yang
didefinisikan, atau lazim disebut definiendum. Selanjutnya, di dalam arti tersebut
harus terdapat unsur kata, frasa, atau kalimat yang berfungsi menguraikan pengertian,
lazim disebut definiens, dan tentunya juga harus ada pilihan katanya.

Pilihan kata tersebut ialah di mana definiens dimulai dengan kata benda, didahului kata
ada-lah.

Contoh : kalimat Cinta adalah perasaan setia, bangga, dan prihatin dan kalimat
Mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi.
Definiens dimulai dengan selain kata benda umpamanya kata kerja atau didahului kata
yaitu.

Contoh : Setia yaitu merasa terdorong untuk mengakui, memahami, menerima,


menghargai, menghormati, mematuhi, dan melestarikan

Definiens diharuskan memberi pengertian rupa atau wujud diawali kata merupakan.

Contoh : Mencintai merupakan tindakan terpuji untuk mengakhiri konflik.

Definiens merupakan sebuah sinonim yang didahului kata ialah.

Contoh : Pria ialah laki-laki.

b. Klasifikasi definisi

Definisi nominal

Definisi formal

Definisi operasional

Definisi paradigmatic

Definisi luas

Definisi ekstensional atau denotative

Definisi intensional

2.3 Jenis-jenis Semantik

Beberapa jenis semantik yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa
yang menjadi objek penyelidikannya, yaitu:

Semantik Behavioris

Berdasarkan sketsa dalam semantik ini, makna berada dalam rentangan antara
stimulus dan respon, antara rangsangan dan jawaban. Makna ditentukan oleh situasi
yang berarti ditentukan oleh lingkungan. Karena itu, makna hanya dapat dipahami
jika ada data yang dapat diamati yang berada dalam lingkungan pengalaman
manusia. Contoh: seorang ibu yang menyuapkan makanan pada sibayi.

Semantik Deskriptif
Semantik deskriptif adalah kajian semantik yang khusus memperlihatkan makna
yang sekarang berlaku. Misalnya dalam bahasa Indonesia ada kata juara yaitu orang
yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan tanpa memperhatikan makna
sebelumnya yaitu pengatur atau pelerai dalam persabungan ayam. Jadi, semantik
deskriptif hanya memperhatikan makna sekarang.

Semantik Generatif

Konsep-konsep yang terkenal dalam aliran ini adalah kompetensi (kemampuan


atau pengetahuan bahasa yang dipahami itu dalam komunikasi), struktur luar (unsur
bahasa berupa kata atau kalimat yang seperti terdengars), dan struktur dalam (makna
yang berada dalam struktur luar).Menurut pendapat mereka struktur semantik dan
struktur sintaksis bersifat homogen. Struktur dalam tidak sama dengan struktur
semantik.

Semantik Gramatikal

Semantik gramatikal adalah studi simantik yang khususnya mengkaji makna


yang terdapat dalam satuan kalimat. Verhaar mengatakan Semantik gramatikal jauh
lebih sulit dianalisis. Orang harus menafsirkan keseluruhan isi kalimat itu serta
sesuatu yang ada dibalik kalimat itu. Sebuah kata akan bergeser maknanya apabila
diletakkan atau digabungkan dengan kata lain.

Semantik Leksikal

Semantik leksikal adalah kajian simentik yang lebih memuaskan pada


pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal tidak terlalu
sulit. Sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal. Jadi,
Semantik leksikal memperhatikan makna yang terdapat didalam kalimat kata sebagai
satuan mandiri.

Semantik Historis

Semantik historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam
rangkaian waktu. Studi semantik historis ini menekankan studi makna dalam
rentangan waktu, bukan perubahan bentuk kata. Perubahan bentuk kata lebih banyak
dikaji dalam linguistic hoistoris.
Semantik Logika

Sematik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-
konsep dan notasi simbolik. Dalam analisis bahasa, semantik logika mengkaji sistem
makna yang dilihat dari logika seperti yang berlaku dalam matematika yang mangacu
kepada kata pengkajian makna atau penafsiran ajaran, terutama yang dibentuk dalam
sistem logika yang oleh Carnap disebut semantik.

Semantik Struktural

Semantik struktural bermula dari pandangan linguis struktural yang dipelopori


oleh Saussure. Penganut strukturalisme berpendapat bahwa setiap bahasa adalah
sebuah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan
yang disebut struktur. Struktur itu terjelma dalam unsure berupa fonem, morfem,
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana yang membaginya menjadi kajian fonologi,
morfologi, sintaksis, dan wacana.

2.4 Hakikat Makna

Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah
hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna
dijabarkan menjadi :
Maksud pembicara;
Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;
Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna
adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik.
Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu yang diartikan dan
yang mengartikan Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan
unsur makna. Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bunyi yaitu [b-u-k-u]
dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku.

Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa
hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa
lain. Misalnya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup
dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish.
Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga
berarti daging yang digunakan sebagai lauk.

Di dalam penggunaannya dalam penuturan yang nyata makna kata atau leksem
seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan
juga dari acuannya. Contohya : Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya. Oeh karena itu,
banyak pakar mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila
kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.

2.5 Jenis Makna


Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal, makna
gramatikal dan kontekstual. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat
dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa
pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan
ketepatan maknanya dapat dibedakan adanya makna kata dan makna istilah.

2.5.1 Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual


Makna leksikal (leksical meaning, sematic meaning, external meaning) adalah
makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalam bentuk
kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat
dalam kamus.
Contoh:
Rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya
sebuah kata dalam suatu kalimat.
Contoh:
Berumah : mempunyai rumah
Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi.
Contoh :
Rambut di kepala nenek sudah putih.
2.5.2 Makna Referensial dan Nonreferensial
Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada
sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.
Contoh : kuda, merah dan gambar adalah kata referensial karena ada acuannya
dalam dunia nyata.

Makna nonreferensial acuanya tidak menetap pada satu wujud. Kata- kata yang
termasuk dalam makna nonreferensial disebut kata-kata deiktik (kata-kata
pronomina, kata-kata yang menyatakan ruang, kata-kata yang menyatakan waktu,
dan kata-kata penunjuk.

2.5.3 Makna Denotatif dan Konotatif


Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan
atau makna dasarnya. Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam
karya ilmiah.
Contoh:
Merah : warna seperti warna darah.
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang
berupa nilai rasa atau gambar tertentu. Kata-kata yang bermakna konotatif wajar
digunakan dalam karya sastra.
Contoh: merah yang berarti warna memiliki makna konotatif berani dan dilarang.
Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi
negatif.
Contoh:
Konotasi Positif Konotasi Negatif
Suami istri Laki bini
Tunanetra Buta
Pria Laki-laki

2.5.4 Makna Kata dan Makna istilah


Makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas.
Makna istilah memiliki makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Contoh : kata tangan dan lengan adalah
sinonim. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tagan
sedangkan lengan bermakna dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

2.5.5 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif


Makna konseptual/denotatif/referensial/leksikal yaitu makna yang sesuai dengan
konsepnya makna yang sesuai dengan referennya. Contoh : rumah memiliki
makna konseptual bangunan tempat manusia tinggal.
Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak
sebenarnya. Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak
berpendirian tetap.
2.5.6 Makna Idiom dan Peribahasa
Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang
dari makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa
Indonesia ada dua macam bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom
sebagian.
Makna peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari
makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna
peribahasa.
2.5.7 Makna Stilistika, Makna Afektif, Makna Kolokatif, Makna Generik, Makna
Spesifik, dan Makna Tematikal
Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup
beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit.
Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit.
Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau
pembaca terhadap penggunaan bahasa.
Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek
terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah karya
sastra.
Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa
kata di dalam lingkungan yang sama.
Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, baik
melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.

2.6 Perubahan dan Pergeseran Makna


2.6.1 Sebab-sebab Perubahan Makna
Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Perkembangan sosial dan budaya
Pebedaan bidang pemakaian
Adanya Asosiasi
Pertukaran Tanggapan Indra
Perbedaan Tanggapan
Adanya Penyingkatan
Proses Gramatikal
Pengembangan Istilah
2.6.2 Jenis Perubahan Makna
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi
dalam bahasa Indonesia.
Perubahan Meluas
Perubahan Menyempit
Perubahan Total
Penghalusan (ufemia)
Pengasaran (disfemia)
Peninggian Makna (ameliorasi)
Penurunan Makna (Peyorasi)
Persamaan (asosiasi)
Pertukaran (sinestesia)
2.6.3 Faktor yang Memudahkan Terjadinya Perubahan Makna
Mansoer Pateda menyebutkan beberapa factor yang memudahkan terjadinya
perubahan makna, yaitu :
Faktor Kebahasaan
Faktor kesejarahan
Faktor Sosial
Faktor Psikologi
Pengaruh Bahasa Asing
Karena Kebutuhan Kata yang Baru
MATERI 8
DASAR DAN KAIDAH STRUKTUR PARAGRAF PENGGUNAAN
BAHASA INDONESIA BAIK DAN BENAR

Struktur Paragraf dengan Memperhatikan Bahasa yang Baik dan Benar


kalimat yang membangun paragraf pada dasarnya terdiri atas dua macam, yaitu kalimat
topik atau kalimat pokok yaitu kalimat yang berisi ide pokok atau ide utama paragraf dan
kalimat penjelas atau pendukung kalimat yang berfungsi menjelaskan atau mendukung
ide utama paragraf.
Ciri kalimat topik:
Mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan diuraikan lebih lanjut.
Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri.
Memunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat lain.
Dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung dan frase transisi.
Ciri kalimat penjelas:
Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi arti).
Arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain
dalam satu paragraf.
Pembentukannya sering memerlukan pembentukan kata sambung dan frase transisi.
Isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data tambahan lain yang bersifat
mendukung kalimat topik.
Tujuan Pembentukan Paragraf
Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan memisahkan pikiran utama yang satu
dari utama pikiran yang lain.
Memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal untuk memungkinkan
kita berhenti lebih lama daripada perhentian pada akhir kalimat.
Jenis-jenis Paragraf
Paragraf Pembuka
Isi paragraf pembuka bertujuan mengutarakan suatu aspek pokok pembicaraan
dalam karangan. Sebagai bagian yang mengawali sebuah karangan, paragraf
pembuka harus dapat difungsikan untuk:
mengantar pokok pembicaraan.
menarik minat dan perhatian pembaca.
menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Disarankan agar paragraf pembuka jangan terlalu panjang agar tidak membosankan.
Paragraf Penghubung
Paragraf ini bertujuan menghubungkan pokok pembicaraan suatu karangan yang
sebelumnya telah dirumuskan di dalam paragraf pembuka. Paragraf penghubung
atau pengembangan berfungsi dalam paragraf untuk:
mengemukakan inti persoalan.
memberi ilustrasi atau contoh.
menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya.
meringkas paragraf sebelumnya.
mempersiapkan dasar atau landasan bagi kesimpulan.
Paragraf Penutup
Paragraf yang terdapat pada akhir tulisan atau yang mengakhiri sebuah tulisan.
Biasanya, paragraf penutup berisi simpulan dari semua pembahasan yang telah
dipaparkan pada paragraf penghubung. Mengingat paragraf penutup
dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan, penyajiannya
harus memperhatikan hal berikut ini:
sebagai bagian penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang.
isi paragraf harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cermin inti
seluruh uraian.
sebagai bagian yang paling akhir dibaca, hendaknya dapat menimbulkan kesan yang
mendalam bagi pembaca.
isi paragraf penutup banyak ditentukan oleh sifat karangan.
Syarat Pembentukan Paragraf
Kesatuan pikiran kalimat-kalimat dalam satu paragraf menggambarkan pikiran yang
saling berhubungan dan menunjukkan ikatan untuk mendukung satu pikiran sebagai
pikiran utama.
Mengandung koherensi atau kepaduan. Kepaduan tersebut dapat dibangun dengan:
Penggunaan repetisi, Repetisi adalah pengulangan kata kunci, yaitu kata yang
dianggap penting dalam sebuah paragraf.
Penggunaan kata ganti, Kata ganti adalah kata-kata yang mengacu kepada manusia atau
benda.
Penggunaan kata transisi, Kata transisi adalah kata atau frase yang digunakan untuk
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain untuk menjaga kepaduan
paragraf.
Teknik Pengembangan Paragraf dengan Baik dan Benar
Dalam sebuah paragraf terdapat satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.
Menggunakan beberapa teknik dalam pengembangan.
Sifat paragraf tergantung pada informasi isi.
Jenis paragraf menurut sifat isisnya
Paragraf Narasi
Paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang didalamnya terdapat
alur cerita, setting, tokoh, dan konflik, tetapi tidak memiliki kalimat utama.
Paragraf Deskripsi
Pengertian Paragraf deskripsi adalah menggambarkan sesuatu dengan jelas dan
terperinci. Paragraf deskrispi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran
terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat
melihat, mendengar, membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.
Paragraf Argumentasi
Pengertian paragraf argumentasi adalah karangan yang membuktikan kebenaran
tentang sesuatu. Untuk memperkuat ide atau pendapatnya penulis wacana argumetasi
menyertakan data-data pendukung. Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas
kebenaran yang disampaikan penulis.
Paragraf Persuasi Pengertian paragrap persuasi adalah paragraf yang mengungkapkan
ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai bukti dan fakta (benar-benar terjadi).
Paragraf Eksposisi
Pengertian Paragraf eksposisi adalah karangan yang menyajikan sejumlah
pengetahuan atau informasi. Tujuannya, pembaca mendapat pengetahuan atau
informasi yang sejelasnya.
Cara penempatan pikiran utama
Pikiran utama pada posisi awal paragraph
Paragraf dimulai dengan mengemukakan pikiran utama yang tertuang dalam satu
kalimat. Penjelasan terhadap pikiran utama tersebut diberikan melalui sejumlah
kalimat penjelas. Penempatan kalimat utama pada awal paragraf menunjukkan
adanya penelanan pikiran utama yang mudah terbaca oleh pembaca dan dapat
mengundang perhatian yang bersangkutan untuk mengikuti penjelasan selanjutnya.
Paragraf yang demikian mengikuti cara berpikir deduktif (dari umum ke khusus)
sehingga disebut pula paragraf deduktif.
Pikiran utama pada akhir paragraf
Pikiran utama sebuah paragraf dapat juga ditempatkan pada akhir paragraf. Paragraf
jenis ini disusun dengan lebih dahulu mengemukakan kalimat-kalimat penjelas,
kemudian disudahi dengan kalimat utama yang memuat pikiran utama.
Pengembangan pikiran utama dilakukan secara bertahap dan mencapai klimaks pada
akhir paragraf.
Pikiran utama pada awal dan akhir paragraph
Kalimat utama dapat diletakkan pada awal paragraf dan diulang pada akhir paragraf.
Maksud pengulangan ini adalah memberikan tekanan pada pikiran utama paragraf
dan sebagai penegasan kembali isi pernyataan yang dikemukakan pada awal
paragraf. Kalimat utama yang diulang tidak harus sama dengan kalimat utama yang
terdapat pada awal paragraf. Pengulangan tersebut dilakukan dengan mengubah
bentuk kata-katanya dan struktur kalimatnya, tetapi pikiran utamanya tetap sama.
Paragraf yang demikian merupakan perpaduan paragraf deduktif dan induktif.
Paragraf dengan pikiran utama tersirat
Seluruh kalimat yang membangun paragraf sama pentingnya dan bekerja sama
menggambarkan pikiran yang terdapat dalam paragraf sehingga tidak satu pun
kalimat yang khusus menjadi kalimat topik. Kalimat-kalimat itu merupakan suatu
kesatuan isi. Kondisi demikian itu biasa terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat
topik karena kalimat yang satu dengan yang lainnya sama-sama pentingnya. Paragraf
semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian yang bersifat deskriptif dan naratif
terutama dalam karangan fiksi.
Pengurutan Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas
Urutan logis Urutan logis adalah urutan yang menyebutkan lebih dahulu hal-hal yang
umum lalu ke hal-hal yang khusus atau sebaliknya. Jadi, boleh dikatakan bahwa
kalimatkalimat yang memuat pikiran penulis diurut secara sintesis atau analitis.
Urutan kronologis Urutan kronologis adalah urutan kejadian menurut waktu. Peristiwa
yang digambarkan dalam paragraf diurut menurut tingkat perkembangannya dari waktu
ke waktu. Urutan tersebut dipakai pada jenis tulisan naratif.
Urutan klimaks dan antiklimaks Dalam paragraf klimaks dan antiklimaks mula-mula disebutkan
pernyataan atau kejadian biasa. Kemudian lambatlaun meningkat menjadi makin penting, makin
menonjol atau tegang, sampai pada yang paling penting atau sangat menonjol. Singkatnya,
kalimat yang terakhir dari paragraf tersebut merupakan pernyataan yang paling penting dan
menjadi klimaks dari serangkaian pernyataan sebelumnya. Hal sebaliknya dapat juga dilakukan
dimulai dari hal yang paling penting dan semakin lama sampai ke hal-hal yang dianggap tidak
terlalu penting atau diakhir kalimat kadar kepentingannya semakin menurun.
MATERI 9
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG FONOLOGI
Pengertian Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa adalah suatu fenomena pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit
kebahasaan yang meliptuti, kata, kalimat, paragraf yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa
Indonesia yang baku serta pemakaian tanda baca yang menyimpang EBI (Ejaan Bahasa
Indonesia).
Ada dua istilah dalam memahami kesalahan berbahasa, yaitu kesalahan (error) adalah kesalahan
berbahasa yang bersifat sistematis karena merupakan manifestasi dari kekurangpahaman
terhadap sistem bahasa yang sedang dikuasai oleh penutur (pada tahap tertentu) dan sampai pada
tingkat kemampuan atau kompetensi (Jack, C. Richard, 1975:25). Sedangkan kesalahan yang lain
(mistake) adalah penyimpangan tingkah laku berbahasa yang bersifat tidak sistematis, acak, dan
tidak sampai pada kemampuan untuk kompetensi berbahasa.
Kategori kesalahan berbahasa
Dasar taksonomi pada kesalahan berbahasa yang akan dibahas adalah “taksonomi kategori
linguistik”. Adapun unsur-unsur yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut.
Fonologi, yaitu mencakup ucapan bagi bahasa lisan dan ejaan bagi bahasa tulis.
Morfologi, yang mencakup prefiks, sufiks, infiks, konfiks, simulfiks, pengulangan kata.
Sintaksis, yang mencakup frasa, klausa, dan kalimat.
Leksikon atau pilihan kata.

Wujud Kesalahan Berbahasa Bidang Fonologi


Kesalahan Penggunaan Huruf
Penggunaan Huruf Kapital
Bentuk salah :
Jeno dan Nana mencari baJu dan sepatu.
“jen, ini bagus gak?” kata Nana.
Bentuk benar :
Jeno dan Nana mencari baju dan sepatu.
“Jen, ini bagus gak?” kata Nana.

Kesalahan Penggunaan Huruf Miring


Bentuk salah :
“Tesha, tadi itu cuma rekayasa lho....itu ide anak-anak untuk ngerjain di hari ulang
tahun kamu ini,“ jelas Dimas. Kesalahan kalimat diatas yaitu penggunaan huruf
miring.
Penggunaan huruf miring dipakai untuk menegaskan bagian kata yang tidak baku.
Kata ngerjain pada kalimat diatas harus dicetak miring.
Bentuk benar :
“Tesha, tadi itu cuma rekayasa lho....itu ide anak-anak untuk ngerjain di hari ulang
tahun kamu ini,“ jelas Dimas.

Kesalahan Penulisan Partikel


Bentuk salah :
Bangku yang didudukinya patah, dan pinggangnyapun sakit karena jatuh dari bangku
yang patah.
Kesalahan kalimat 1 adalah penggunaan partikel pun. Partikel pun seharusnya ditulis
terpisah dari kata pinggangnya menjadi pinggangnya pun.
Bentuk benar :
Bangku yang didudukinya patah, dan pinggangnya pun sakit karena jatuh dari bangku
yang patah.
Klitik
Bentuk salah :
Kok aku sampai lupa ultah ku sendiri sih?” kata Tesha.
Kesalahan pada kalimat tersebut adalah klitik. Klitik -ku harus ditulis serangkai dengan
kata ultah menjadi ultahku.
Bentuk benar :
Kok aku sampai lupa ultahku sendiri sih?” kata Tesha.

Kesalahan Penulisan Penggabungan Kata


Bentuk salah :
“Tesha, tadi itu cuma rekayasa lho....itu ide anak-anak untuk ngerjain di hari ulangtahun
kamu ini,“ jelas Dimas.
Kalimat diatas terdapat kesalahan penggabungan kata ulang tahun. Kata ulang tahun
termasuk kata majemuk yang harus ditulis terpisah antarunsurnya.
Bentuk benar :
“Tesha, tadi itu cuma rekayasa lho....itu ide anak-anak untuk ngerjain di hari ulang tahun
kamu ini,“ jelas Dimas.
Kesalahan Penyukuan
Bentuk salah :
Semua penonton bersor-
ak-sorak.
Kesalahan pada kalimat diatas yaitu kesalahan penyukuan. Kesalahan pemenggalan kata
tersebut seharusnya berada sebelum kosonan, bukan setelah konsonan.
Bentuk benar :
Semua penonton berso-
rak-sorak.
Lambang Bilangan 7
Bentuk salah :
Tak berapa lama kemudian tim Raka mencetak 1 angka dan tim Andi masih dengan nilai
nol.
Kesalahan kalimat diatas adalah penulisan lambang bilangan. Sesuai pedoman ejaan,
lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf.
Pada kalimat tersebut terdapat bilangan 1 yang harus ditulis menggunakan huruf menjadi
satu.
Bentuk benar :
Tak berapa lama kemudian tim Raka mencetak satu angka dan tim Andi masih dengan
nilai nol.

Kesalahan Penggunaan Unsur Serapan


Bentuk salah :
Bagi bapak-Ibu Guru dan PPL ataupun siswa dan siswi OSIS di mohon untuk ke sekolah
membantu kegiatan penyembelihan hewan qurban.
Pada kalimat diatas terdapat kata yang berasal dari unsur serapan yaitu kata yang berasal
dari bahasa Arab. Kata qurban seharusnya ditulis dengan kata kurban dalam bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, pada kalimat tersebut sebaiknya diperbaiki.
Bentuk benar :
Bagi bapak-Ibu Guru dan PPL ataupun siswa dan siswi OSIS di mohon untuk ke sekolah
membantu kegiatan penyembelihan hewan kurban.
Kesalahan Penulisan Fonem
Kata tersusun dari beberapa fonem konsonan dan fonem yang menyatu. Jika salah satu
fonem hilang maka kata tersebut akan menimbulkan makna yang berbeda.
Bentuk salah :
Adapun pelaksanaan latihan penyembelihan hewan kurban akan dilaksanakan besuk.
Pada kalimat diatas mengalami kesalahan penulisan penulisan kata karena penggantian
fonem yang seharusnya /o/ diganti fonem /u/. Kata besuk seharusnya menggunakan
fonem /o/ bukan fonem /u/. Sehingga besuk harus diganti dengan fonem /o/ menjadi
besok.
Bentuk benar :
Adapun pelaksanaan latihan penyembelihan hewan kurban akan dilaksanakan besok.
MATERI 10
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA ASPEK SEMANTIK DAN SINTAKSIS

KESALAHAN BERBAHASA
Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal yang
tidak bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa hubungan keduanya
ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air,
begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam pembelajaran bahasa. Analisis
kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia
dalam berbahasa. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput dari kesalahan, dan
kesalahan tersebut bervariasi. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan
bentuk kesalahankesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis,
dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran
bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan
analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai titik tolak perbaikan dalam
pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa
yang dilakukan para siswa.
KESALAHAN BERBAHASA ASPEK SEMANTIK
Dalam pembahasan ini akan dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan makna konotatif ,
makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna
idiomatikal dan peribahasa.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Dalam bukunya, Chaer mengungkapkan bahwa ‘leksikal’ adalah bentuk
adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina ‘leksikon’ (vokabuler, kosa kata,
perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah ‘leksem’, yaitu satuan bentuk
bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita samakan dengan kata. Dengan
demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon,
bersifat leksem, atau bersifat kata. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai
dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh ada dalam
kehidupan kita.

Makna Referensial dan Nonreferensial


Perbedaan antara makna referensial dan makna nonreferensial diketahui
dari ada atau tidaknya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai
referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut
disebut sebagai kata bermakna referensial. Namun, jika kata-kata tersebut tidak
mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Sebagai
contoh, kita dapat menyebut ‘pensil’ dan ‘penggaris’ memiliki makna referensial
karena keduanya memiliki referen, yaitu sejenis peralatan tulis. Sebaliknya kata
‘karena’ dan ‘dan’ tidak mempunyai referen, oleh sebab itu dapat digolongkan
dalam kata yang bermakna nonreferensial.
Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Hal yang paling mencolok untuk dapat membedakan makna denotatif dan
makna konotatif adalah mengenai ada atau tidaknya ‘nilai rasa’. Setiap kata itu
(terutama yang disebut kata penuh) mempunyai makna denotatif, tetapi tidak
setiap kata itu memiliki makna konotatif . Sebuah kata disebut memiliki makna
konotatif apabila kata itu mempunyai ‘nilai rasa’, baik positif maupun negative.
Namun, jika suatu kata tidak memiliki nilai rasa, maka dikatakan tidak
memiliki konotasi. Makna denotasi pada dasarnya sama dengan makna
referensial karena makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna
yang sesuai dengan hasil observasi menurut pengelihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini
menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Lalu karena itu maka denotasi
sering disebut sebagai ‘makna sebenarnya’. Sedangkan makna konotatif memiliki
keunikannya sendiri. Makna konotasi sebuah bahasa dapat berbeda dari satu
kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan
pandangan hidup, dan normanorma penilain kelompok masyarakat tesebut.
Misalkan saja kata ‘babi’. Kata tersebut memiliki konotasi negatif bagi
komunitas-komunitas agama yang menajiskannya, namun bisa saja di dalam
lingkungan masyarakat yang lain kata ini tidak memiiki konotasi negatif.Oleh
sebab itu, makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.

Makna Kata dan Makna


Istilah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘kata’ adalah unsur
bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan
perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbicara. Sedangkan ‘istilah’
adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna
konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Melihat hal
ini, tentunya harus sangat dibedakan mengenai makna kata dan makna istilah.
Perbedaan adanya makna kata dan makna istilah didasarkan pada ketepatan
makna itu dalam penggunaannya secara umum dan secara khusus. Dalam
penggunaan bahasa secara umum acapkali kata-kata itu digunakan secara tidak
cermat sehingga maknanya bersifat umum. Tetapi dalam penggunaan secara
khusus, dalam bidang kegiatan tertentu, katakata itu digunakan secara cermat
sehingga maknanya pun menjadi tepat. Makna sebuah kata walaupun secara
sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat
menjadi berifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan
dalam suatu kalimat maka kata itu menjadi umum dan kabur. Berbeda dengan
kata yang maknanya masih bersifat umum, maka istilah memiliki makna yang
tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya
digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks
kalimatnya pun makna istilah itu sudah pasti. Makna kata sebagai istilah memang
dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu
atau kegiatan tertentu. Di luar bidang tertentu, istilah sebenarnya dikenal juga
adanya pembedaan kata dengan makna umum dan kata dengan makna khusus
atau makna yang lebih terbatas.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Pembedaan makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada ada
atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna
yang lain. Secara garis besar tokoh semantik, Leech membedakan makna menjadi
makna asosiatif dan makna konseptual. Makna konseptual adalah makna yang
sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya dan makna yang
bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Oleh sebab itu, sebenarnya makna
konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna
denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa.
Sebagai contoh, kata ‘melati’ berasosiasi dengan makna ‘suci’, kata ‘merah’
berasosiasi dengan kata ‘berani’. Makna asosiatif ini sesungguhnya sama dengan
perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk
menyatakan suatu konsep lain. Karena makna asosiatif ini berhubungan dengan
nilainilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat
bahasa yang berarti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa, maka ke dalam
makna asosiatif ini termasuk juga makna konotatif.
Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Ada dua macam bentuk idiom dalam bahasa Indonesia, yaitu: idiom
penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya
secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Contonya
pada idiom ‘membanting tulang’, ‘menjual gigi’, dan ‘meja hijau’. Sedangkan
pada idiom sebagian masih ada unsur yang masih memiliki makna leksikalnya
sendiri, misalnya ‘daftar hitam’ dan ‘koran kuning’. Dari uraian ini maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa
(entah kata, frasa, atau kalimat) yang ‘menyimpang’ dari makna leksikal atau
makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Berbeda dengan idiom –terutama
idiom penuh- yang maknanya tidak dapat diramalkan, baik secara leksikal
maupun gramatikal, makna peribahasa masih dapat diramalkan karena adanya
asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk
peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Karena peribahasa itu
bersifat membandingkan, atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut
dengan nama ‘perumpamaan’.

KESALAHAN BERBAHASA ASPEK SINTAKSIS


Pengeritan Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan
kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan
bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Manaf menjelaskan bahwa
sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur
internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat.
Ruang Lingkup Kajian Sintaksis
Frase Frasa adalah suatu kelompok kata yang terdiri atas dua kata atau lebih yang
membentuk suatu kesatuan yang tidak melampui batas subjek dan batas predikat. Frase
terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan dan dalam pembentukan
ini tidak terdapat ciri-ciri klausa dan juga tidak melampui batas subjek dan batas
predikat. Frase adalah suatu komponen yang berstruktur, yang dapat membentuk klausa
dan kalimat. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat. Perhatikan contoh-contoh berikut. Satuan bahasa bayi sehat, pisang goreng, baru
datang, dan sedang membaca adalah frasa karena satuan bahasa itu tidak membentuk
hubungan subjek dan predikat. Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa frasa merupakan gabungan atau rangkaian kata yang
tidak mempunyai batas subjek dan predikat, yang biasanya rangkaian kata tersebut
mempunyai satu makna yang tidak bisa dipisahkan.

Klausa Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang
mengandung unsur predikatif. Klausa berpotensi menjadi kalimat. Manaf menjelaskan
bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa
itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final.
Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum. Klausa adalah
satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa
berpotensi menjadi kalimat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan distribusi satuannya
dan berdasarkan fungsinya. Pada umumnya klausa, baik tunggal maupun jamak,
berpotensi menjadi kalimat. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata
berkonstruksi predikatif artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau
frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek,
dan sebagai keterangan. Fungsi yang bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subjek dan
predikat sedangkan yang lain tidak wajib.
Kalimat Kalimat adalah tuturan yang mempunyai arti penuh dan turunnya suara menjadi
ciri sebagai batas keseluruhannya. Jadi, kalimat adalah tuturan yang diakhiri dengan
intonasi final. Kalimat adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri atas komponen kata-
kata, frase, atau klausa. Jika dilihat dari fungsinya, unsur-unsur kalimat berupa subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Menurut bentuknya, kalimat dibedakan
menjadi kalimat tunggal serta kalimat majemuk. Manaf lebih menjelaskan dengan
membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat
adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut: (1) satuan bahasa yang
terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan
frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang mengandung satu
subjek dan prediket, (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal,
diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan
akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan
intonasi kagum.
Fungsi Sintaksis
Yang dimaksud fungsi sintaksis tersebut adalah subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (Pel), dan keterangan (K). realisasinya dalam sebuah kalimat, kelima fungsi tersebut
tidak selalu hadir bersama-sama. Terkadang sebuah kalimat hanya terdiri atas fungsi S dan P, S-
P-O, S-P-Pel, S-P-K, S-P-OK, atau S-P-Pel-K. akan tetapi bila dilihat dari sifat kehadiranya
dalam sebuah kalimat, kelima fungsi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu fungsi yang
wajib hadir dan fungsi yag tidak wajib hadir. Yang termasuk fungsi wajib hadir adalah subjek,
predikat, objek, dan pelengkap, sedangkan yang termasuk kedalam fungsi yang tidak wajib hadir
adalah keterangan.
MATERI 11
PENGERTIAN, TINGKATAN, MANFAAT APRESIASI SASTRA, JENIS, CIRI, DAN
CONTOH SASTRA ANAK-ANAK

Pengertian Apresiasi Sastra Anak-anak


Apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau
menghargai”. Berarti secara harpiah apresiasi sastra adalah penghargaan terhadap karya
sastra. Munculnya penghargaan (yang positif) terhadap karya sastra merupakan
manifestasi dari adanya pengetahuan tentang sastra, sejumlah pengamalan emosional dan
penajaman kognitif di bidang sastra, serta pengalaman keterampilan bersastra, baik
secara reseptif maupun secara produktif. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Disick
yang menyatakan bahwa “aspek apresiasi yang berkaitan dengan sikap penghargaan atau
nilai berada pada domain afektif merupakan tingkatan terakhir yang dapat
dicapai...pencapaiannya memerlukan waktu yang sangat panjang serta prosesnya
berlangsung terus setelah pendidikan formal berakhir” (dalam Wardani, 1981:1)
Pengertian Apresiasi Sastra Anak-anak
Adapun tingkatan apresiasi sastra, Wardani (1981) membagi tingkatan apresiasi sastra ke
dalam empat tingkatan sebagai berikut.
Tingkat menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik kepada bukubuku sastra
serta keinginan membacanya dengan sungguh-sungguh, anak melakukan kegiatan
kliping sastra secara rapi, atau membuat koleksi pustaka mini tentang karya sastra dari
berbagai bentuk.
Tingkat menggemari, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh
pengertian, anak dapat merasakan nilai estetis saat membaca puisi anak-anak, atau
mendengarakan deklamasi puisi/prosa anak-anak, atau menonton drama anak-anak.
Tingkat mereaksi yaitu mulai ada keinginan utuk menyatakan pendapat tentang cipta
sastra yang dinikmati misalnya menulis sebuah resensi, atau berdebat dalam suatu
diskusi sastra secara sederhana. Dalam tingkat ini juga termasuk keinginan untuk
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sastra.
Tingkat produktif, yaitu mulai ikut menghasilkan ciptasastra di berbagai media masa
seperti koran, majalah atau majalah dinding sekolah yang tersedia, baik dalam bentuk
puisi, prosa atau drama.
Berbeda dengan P. Suparman (Tarigan, 2000) membagi tingkatan apresiasi sastra atas
lima tingkatan, yakni sebagai berikut:
Tingkat penikmatan, misalnya menikmati pembacaan/deklamasi puisi, menonton drama,
mendengarkan cerita.
Tingkat penghargaan, misalnya memetik pesan positif dalam cerita, mengagumi suatu
karya sastra, meresapkan nilai-nilai humanistik dalam jiwa; menghayati amanat yang
terkandung dalam puisi yang dibacanya atau yang dideklamasikan.
Tingkat pemahaman, misalnya mengemukakan berbagai pesan-pesan yang terkandung
dalam karya sastra setelah menelaah atau menganalisis unsur instrinsik-ekstrinsiknya,
baik karya puisi, prosa maupun drama anak-anak.
Tahap penghayatan, misalnya melakukan kegiatan mengubah bentuk karya sastra
tertentu ke dalam bentuk karya lainnya (parafrase), misalnya mengubah puisi ke dalam
bentuk prosa, mengubah prosa ke dalam bentuk drama, menafsirkan menemukan hakikat
isi karya sastra dan argumentasinya secara tepat.
Tingkat implikasi, misalnya mengamalkan isi sastra, mendayagunakan hasil apresiasi
sasatra untuk kepentingan peningkatan harkat kehidupan, Tingkatan apresiasi yang
dipaparkan dia atas mendorong kita untuk tidak sekedar menghasilkan karya sastra tetapi
yang lebih penting adalah untuk dihayati dan diamalkan oleh peserta didik dalam
kehidupannya.
Pengertian Apresiasi Sastra Anak-anak
Apresiasi sastra memiliki berbagai manfaat. Moody dan Leslie S. (dalam Wardani,1981)
mengemukakan manfaat apresiasi sastra:
Melatih keempat keterampilan berbahasa.
Menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia seperti adat istiadat, agama,
kebudayaan, dsb.
Membantu mengembangkan pribadi.
Membantu pembentukan watak
Memberi kenyamanan
Meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru.
Pengertian Apresiasi Sastra Anak-anak
Puisi
Sudjiman (dalam Nadeak:1985:7) menyatakan bawa “puisi adalah ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Pengertian tersebut relatif sejalan dengan pengertian puisi yang dikemukakan oleh
Ralph Waldo Emmerson bahwa “puisi adalah mengajarkan sebanyak-banyaknya
dengan kata-kata yang sesedikit-dikitnya”. Berbeda dengan pendapat Mattew Arnold
yang melihat dari segi keindahan pendendangannya bahwa bahwa “puisi adalah satu-
satunya cara yang paling indah, impresif dan paling efektif mendendangkan sesuatu”
(dalam Situmorang: 1981:9).
Puisi naratif
Puisi naratif adalah puisi isinya berupa cerita.
Puisi lirik
Puisi lirik adalah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadinya dengan cara
tidak bercerita.
Puisi deskriptif
Puisi deskriptif adalah puisi penyair yang mengungkapkan gagasannya dengan
cara melukis-kan sesuatu untuk mengungkapkan kesan, peristiwa, pengalaman
menarik yang pernah dialaminya.
Prosa
Surana (1984:105) mengemukakan pengertian prosa sebagai berikut. Bentuk
karangan sastra dengan bahasa biasa, bukan puisi, terdiri atas kalimat-kalimat yang
jelas pula runtutan pemikirannya, biasanya ditulis satu kalimat setelah yang lain,
dalam kelompokkelompok yang merupakan alinea-alinea. Pengertian prosa yang
dikemukakan oleh Surana di atas saling melengkapi dengan pengertian prosa fiksi
atau narasi yang digambarkan oleh Aminuddin (2004:66)
Cullinan (1989) menyebutkan beberapa jenis prosa fiksi, antara lain:
Prosa fiksi sains
Prosa fiksi sains adalah cerita fiksi yang disusun dengan menekanan pada isi
yang ingin disampaikan. Isi yang disampaikan berupa ilmu pengetahuan (sains)
atau bersifat faktual .
Prosa fiksi realistik
Prosa fiksi realistik adalah cerita yang disusun dengan tujuan menyampaikan
sesuatu yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang logis, baik berkaitan
dengan etika, moral, relegius, dan nilai-nilai lainnya.
Prosa fiksi imajinatif (folkrole)
Prosa fiksi imajinatif adalah cerita yang di dalamnya menyajikan rangkaian
perstiwa yang pelaku-pelakunya hanya ada dunia dalam dunia imajinasi
pengarang; tidak ada dalam kehidupan sehari-hari,
Drama
Surana (1984) memberikan jawaban bahwa “drama adalah karangan prosa atau puisi
berupa dialog dan keterangan laku untuk dipertunjukkan di atas pentas.” Pengertian
tersebut sejalan dengan pengertian drama yang disampaikan oleh Hermawan
(1988:2) bahwa “drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang
diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan
penonton.” Jadi, drama merupakan salah satu karya sastra yang dipakai sebagai
medium pengungkapan gagasan atau perasaan melalui serangkain dialog antarpelaku
dan adegan, yang tujuan utamanya bukan untuk dibacakan secara estetis melainkan
untuk dipertunjukkan .
Pengertian Apresiasi Sastra Anak-anak
Berdasarkan hakikat sastra anak yang begitu kompleks, penulis merujuk ciri-ciri sastra
anak menurut Puryanto (2008). Terdapat delapan ciri sastra anak yang akan dijelaskan di
bawah ini:
Mengandung tema yang mendidik.
Alurnya lurus dan tidak berbelit-belit.
Menggunakan setting yang ada disekitar atau yang ada di dunia anak.
Tokoh dan penokohan mengandung keteladanan yang baik.
Gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu berperan dalam perkembangan bahasa
anak.
Sudut pandang orang yang tepat.
Imajinasi masih dalam jangkauan anak-anak.
Isi teks kesastraan dapat menambah wawasan anak
Ciri-ciri Puisi Anak-anak
Ciri-ciri yang perlu diperhatikan dalam memilih puisi di SD, menurut Rusyana
(Dalam Nadeak, 1985:62) adalah:
Isi sajak harus merupakan pengalaman dari dunia anak sesuai umur dan taraf
perkembangan jiwa anak
Sajak itu memiliki daya tarik terhadap anak
Sajak itu harus memiliki keindahan lahiriah bahasa, misalnya irama yang hidup, tekanan
kata yang nyata,permainan bunyi, dan lain-lain
Perbendaharaan kata yang sesuai dengan dunia anak.
Sedangkan menurut Sutawijaya, dkk (1992) pusi yang diberikan kepada anak sebagai
bahan pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD hendaknya memiliki ciri sebagai
berikut:
Ciri keterbacaan
Bahasa yang digunakan dapat dipahami anak, artinya kosa kata yang digunakan dikenal
oleh anak, susunan kalimatnya sederhana sehingga dapat dipahami oleh anak.
Pesan yang dikandung puisi dapat dibaca dan dipahami anak karena tidak bersifat diapan
(tersembunyi) melainkan bersifat transparan atau eksplisit.
Ciri kesesuaian
Kesesuaian dengan kelompok usia anak, pada usia anak Sekolah Dasar menyukai puisi
yang membicarakan kehidupan sehari-hari, petualangan, kehidupan keluarga yang nyata.
Kesesuaian dengan lingkungan sekitar tempat anak berada. Artinya, anak yang berada di
lingkungan sekitar pantai akan bersemangat jika puisi yang diberikan untuk dipelajari
adalah puisi yang berbicara tentang pantai. Atau pada musim kemarau, puisi yang
diajadikan bahan ajar adalah puisi yang berbicara tentang kemarau.
Ciri-ciri Cerita Anak-anak
Cerita yang diberikan kepada anak sebagai bahan ajar di SD hendaknya cerita
memiliki ciri-ciri: bahasa yang sederhana, pilihan kata yang dapat dipahami, sesuai
dengan kegemaran dan perkembangan usia anak, dan lingkungan yang relevan
dengan dunia anak misalnya pada musim panen dipilih cerita yang berkaitan dengan
kehidupan petani.
Hasyim (1981) mengemukakan bahwa cerita yang diberikan kepada anak sebagai
bahan belajar di Sekolah Dasar hendaknya memiliki ciri sebagai berikut.
Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.
Isi ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak. Pada tahap
pertama (kelas 1-3 SD) , bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat disamakan. Untuk
selanjutnya ( kelas 4-6 SD) secara berangsurangsur akan kelihatan bahwa anak laki-laki
lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga, dan teknik, sedangkan anak wanita lebih
menyenangi cerita yang bersifat kekeluargaan dan sosial.
Hendaknya jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi mengutamakan
pendidikan moral dan pembentukan watak.
Adapun ciri-ciri yang lebih spesifik dikemukakan oleh Cullinan (1987) bahwa bahan
cerita yang diberikan kepada anak SD hendaknya memiliki ciriciri:
Latar cerita dikenal oleh anak, yakni cerita yang dipelajari berlatarkan lingkungan yang
mereka temui dalam permainan sehari-hari
Alurnya bersifat tunggal dan maju karena mudah dipahami anak, bukan plot majemuk
dan beralur maju-mundur atau sorot balik
Pelaku utama cerita adalah dari kalangan anak-anak dengan jumlah sekitar 3-4 orang dan
karakter pelaku dilukiskan secara konkret sehingga mudah dipahami oleh anak dan
sesuai perkembangan moral anak
Tema cerita sederhana dan sesuia tingkat perkembangan individua-sosial anak seperti
kejujuran, patuh pada orangtua, benci pada kebohongan dan sebagainya
Amanat atau pesan cerita dapat membantu siswa memahami dan menyadari perbedaan
sikap yang baik dan tidak baik serta nilai-nilai positif yang dapat membentuk
kepribadian dirinya
Bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh anak; kosa katanya dipahami dan struktur
kalimatnya sederhana.
MATERI 12
PEMBAHASAN KARYA SASTRA
A. Puisi
I. Pengertian
Puisi merupakan sebuah karya sastra yang berasal dari buah pikir seorang penyair dengan Bahasa yang
terikat irama, matra, rima serta pemyusunan yang penuh makna. Puisi mengutamakan bunyi, bentuk dan
juga makna tersampaikan yang mana makna sebagai bukti dari puisi.

II. Ciri - Ciri Puisi


1. Puisi lama
Ciri-Ciri Puisi Lama yaitu Tak diketahui nama pengarangnya, Penyampaiannya yang bersifat dari mulut
ke mulut, sehingga merupakan sastra lisan, Sangat terikat akan aturan-aturan misalnya seperti jumlah
baris tiap bait, jumlah suku kata ataupun rima.
aturan-aturan yaitu sebagai berikut ini :
1. Jumlah kata dalam 1 baris2. Jumlah baris dalam 1 bait3. Persajakan (rima)4. Banyak suku kata di
tiap baris
5. Irama

2. Puisi baru Ciri-Ciri Puisi Baru yaitu Mempunyai bentuk yang rapi, simetris, Persajakan akhir yang
teratur, Memakai pola sajak pantun dan syair walaupun dengan pola yang lain, Umumnya puisi 4 seuntai,
Disetiap baris atasnya sebuah gatra (kesatuan sintaksis), Ditiap gatranya terdiri dari dua kata (pada
umumnya) : 4-5 suku kata.

III. Jenis-jenis puisi


1. Puisi NaratifPuisi naratif mengungkapkan suatu cerita atau penjelasan penyair. Puisi ini terbagi ke
dalam beberapa macam, yakni balada dan romansa. Balada ialah puisi yang berisi cerita tentang orang-
orang perkasa ataupun tokoh pujaan. Contoh Balada Orang-orang Tercinta dan Blues untuk Bonnie
karya WS Rendra. Romansa ialah jenis puisi cerita yang memakai bahasa romantik yang berisi kisah
percintaan, yang diselingi perkelahian dan petualangan.
2. Puisi LirikJenis puisi ini terbagi ke dalam beberapa macam, yakni elegi, ode, dan serenade.
 Elegi ialah puisi yang mengungkapkan perasaan duka.  Serenada merupakan sajak percintaan
yang dapat dinyanyikan. Hitam”, “Serenada Merah Jambu”, “Serenada Kelabu”, “Serenada Ungu”, dan
lain sebagainya.  Ode ialah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal, atau sesuatu
keadaan.
3. Puisi DeskriptifDalam jenis puisi ini, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap
keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatian. Puisi yang termasuk
kedalam jenis puisi deskriptif, misaInya satire dan puisi yang bersifat kritik sosial.
IV. Unsur Dalam Puisi
1. Unsur intrinsik
Unsur intrinsik puisi merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam puisi dan mempengaruhi puisi
sebagai karya sastra. Yang termasuk unsur intrinsik puisi ialah;
• Diksi atau pilihan kata
• Daya bayang atau imaji• Gaya bahasa atau majas
• Bunyi
• Rima
• Ritme
• Tema

2. Unsur Extrinsik
Unsur ekstrinsik puisi merupakan unsur yang berada di luar puisi dan mempengaruhi kehadiran puisi
sebagai karya seni. Adapun yang termasuk dalam unsur ekstrinsik puisi ialah;
• Aspek historis
• Aspek psikologis
• Aspek filsafat
• Aspek religius
B. Prosa
I. Pengertian
Prosa adalah karya sastra berbentuk tulisan bebas dan tidak terkait dengan aturan seperti rima, diksi,
irama dan lainnya. Prosa berasal dari bahasa latin yang berarti terus terang. Prosa juga sering dipakai
untuk novel, majalah, koran dan beragam jenis lainnya.

II. Ciri Ciri


1. Bentuknya Bebas
2. Prosa mempunyai bentuk yang tidak terikat oleh : baris, bait, suku kata, & irama.
3. Pada umumnya bentuk prosa adalah sebuah rangkaian kalimat yang membentuk suatu paragraf.
4. Memiliki Tema.
5. Mengalami Perkembangan.

III. Jenis
1. Prosa Baru: yang dikarang bebas tanpa aturan apapun setelah menerima literatur atau pengaruh
Budaya Barat. Sebagai berikut contoh prosa baru yaitu; Roman, Novel, Cerpen, Riwayat, Kritik,
Resensi, Esai.
2. Prosa Lama atau prosa yang murni dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan belum dipengaruhi
Budaya Barat. Prosa Lama awal mulanya hanya disampaikan melalui lisan, karena masyarakat belum
mengenak tulisan. Berikut bentuk Prosa Lama; Hikayat, Sejarah, Kisah dan Dongeng.

C. Drama
I. Pengertian
Drama merupakan karya sastra berupa karangan yang menggambarkan realita kehidupam, watak, dan
tingkah laku manusia. Kemudian dibuatlah naskah yang diperankan oleh actor dan memiliki kemampuan
untuk menyajikan konflik dan emosi secara utuh.

II. Ciri Ciri


1. Kisah disajikan dalam bentuk dialog
2. Drama harus memiliki tokoh pemeran
3. Memiliki inti cerita drama
4. Durasi selama tiga jam
5. Persiapandan pementasan dilakukan diatas panggung untuk menghidupkan suasana dan pertunjukan
dilakukan dihadapan penonton.

III. Struktur Drama


Babak atau Episode, merangkum suatu kejadian disuatu tempat dengan urutan waktu tertentu.
Adegan, yaitu terjadinya peubahan peristiwa ditandai dengan seting waktu, tempat, dan tokoh.
Dialog, merupaka percakapan yang dilakukan tokoh
Prolog, merupakan kata pengantar dan memberikan gambaran umum pada drama yang
dipentaskan.

IV. Unsur Unsur


Tema; gagasan utama atau ide pokok
Alur; jalannya cerita drama
Tokoh; karakter dalam drama
Watak; tingkah laku tokoh
Latar; gambaran tempat, waktu dan situasi
Amanat; pesan yang ingin disampaikan

D. Bentuk Apresiasi Karya Sastra


1. Bersifat Kinetik
Apresiasi ini ditunjukan dalam minat oleh karya sastra, kemudian ditunjukan dengan keseriusan dalam
langkah apresiasi secara aktif.
• Karya Prosa Fiksi
- memilih cerpen atau novel
- membaca dan senang terhadap novel
- membuat cerpen atau novel
•Karya Puisi
- memperhatikan bacaan puisi
- suka puisi tertentu
- berusaha memaknai puisi yang disukai
- mengenal penyair puisi yang disukai
- memberikan tanggapan atau ulasan tentang puisi yang dibaca
• Karya Drama
- menyukai pementasan drama tertentu
- mengenal para toko dan kru dibelakangnya
- memberikan ulasan dan tanggapan pada drama tertentu

2. Apresiasi berbentuk variabel


Apresiasi jenis ini, antara lain dapat berupa pemberian penafsiran, penilaian, dan penghargaan yang
berbentuk penjelasan, tanggapan, komentar, kritik, dan saran serta pujian baik secara lisan maupun
tulisan.

Anda mungkin juga menyukai