Disusun oleh :
Gisela Kurnia Sari
(01/1401420002)
Rombongan Belajar B
A. Hakikat Bahasa
Secara universal pengertian bahasa adalah suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran.
Selain pengertian tersebut, bahasa dapat pula dikatakan bahwa bahasa alat komunikasi antar
anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bentuk dasar bahasa adalah ujaran, namun tidak semua ujaran atau bunyi yang dihasilkan alat
ucap manusia itu dapat dikatakan bahasa. Ujaran manusia dapat dikatakan sebagai bahasa apabila
ujaran tersebut mengandung makna. Hakikat bahasa antara lain :
Bahasa sebagai sarana interaksi sosial
Bahasa adalah ujaran
Bahasa meliputi dua bidang yaitu:
1. bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yaitu getaran yang bersifat fisik yang
merangsang alat pendengaran kita;
2. arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang
menyebabkan adanya reaksi itu.
Setiap struktur bunyi ujaran tertentu akan mempunyai arti tertentu pula Bahasa
sebagai alat komunikasi mengandung beberapa sifat:
a) Sistematik: yaitu bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar dapat
dipahami oleh pemakainya
b) Mana suka: karena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar, tidak ada
hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya. Pilihan suatu kata
disebut kursi, meja, guru, murid dan lain-lain ditentukan bukan atas dasar kriteria atau
standar tertentu, melainkan secara mana suka
c) Ujar: bentuk dasar bahasa adalah ujaran, karena media bahasa terpenting adalah bunyi
d) Manusiawi: karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang memanfaatkannya,
bukan makhluk lainnya
e) Komunikatif: karena fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat
penghubung antara anggota-anggota masyarakat
B. Fungsi Bahasa
Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai wahana komunikasi
bagi manusia, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Fungsi ini adalah fungsi dasar
bahasa yang belum dikaitkan dengan status dan nilai-nilai sosial.
Menurut Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki
fungsi sebagai berikut.
(1) Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal-balik antaranggota keluarga
ataupun anggota-anggota masyarakat.
(2) Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau
tekanantekanan perasaan pembaca. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat
menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari
tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang.
(3) Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan
anggota masyarakat, melalui bahasa seorang anggota masyarakat sedikit demi sedikit belajar
adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika masyarakatnya.
(4) Fungsi kontrol sosial. Bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hallyday (1992) mengemukakan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi untuk berbagai keperluan sebagai berikut.
(2) Fungsi regulatoris, yaitu bahasa digunakan untuk mengendalikan prilaku orang lain.
(3) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
(4) Fungsi personal, yaitu bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
(5) Fungsi heuristik, yakni bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.
(6) Fungsi imajinatif, yakni bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi.
(1) Bahasa resmi kenegaraan. Dalam kaitannya dengan fungsi ini bahasa Indonesia
dipergunakan dalam adminstrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan, komunikasi
timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat.
(2) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia
dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan baik formal atau nonformal, dari tingkat taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
(3) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah. Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak
hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat luas
atau antar suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang keadaan sosial
budaya dan bahasanya sama.
(4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kaitan ini,
bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya
sendiri, yang membedakannya dengan bahasa daerah.
Bahasa Indonesia juga memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu sebagai
berikut.
(1) Fungsi Pemersatu, artinya bahasa Indonesia mempersatukan suku bangsa yang berlatar
budaya dan bahasa yang berbeda-beda. Bahasa Indonesia sebagai bahasa baku menjadi alat
untuk memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa yang tersebar di seluruh
nusantara.
(2) Fungsi pemberi kekhasan, artinya bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa
yang lain. Dengan demikian bahasa Indonesia sebagai bahasa baku dapat memperkuat
kepribadian nasional masyarakat Indonesia.
(3) Fungsi penambah kewibawaan. Penggunaan bahasa baku akan menambah kewibawaan
atau prestise. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehar-hari bahwa orang yang mahir
berbahasa Indonesia “dengan baik dan benar” akan memperoleh wibawa di mata orang lain.
Fungsi sebagai kerangka acuan.
(4) Fungsi ini mengandung maksud bahwa bahasa baku merupakan kerangka acuan
pemakaian bahasa. Bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang
disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa.
D. Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicara (Bachman, 1990).
Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dikemukakan beberapa penggolongan ragam
bahasa. Pertama, ragam menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis pemakaian
bahasa.
Selain klasifikasi di atas, ragam bahasa dapat pula diklasifikasikan berdasarkan bidang
wacana.
(2) ragam tulisan, ragam tulisan dipengaruhi oleh bentuk, pola kalimat, dan tanda baca.
Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku
Ragam bahasa baku menggunakan kaidah bahasa yang lebih lengkap dibandingkan
dengan ragam tidak baku. Adapun ciri ragam baku adalah sebagai berikut.
(1) Memiliki sifat kemantapan dinamis. Bahasa baku harus memiliki kaidah dan
aturan yang relatif tetap dan luwes. Bahasa baku tidak dapat berubah setiap saat.
(2) Kecendekiaan. Kecendekiaan berarti bahwa bahasa baku sanggup
mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di pelbagai ilmu dan teknologi, dan bahasa
baku dapat mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal.
(3) Keseragaman kaidah. Keseragaman kaidah adalah keseragaman aturan atau
norma. Tetapi, keseragaman bukan berarti penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman
variasi bahasa (Depdikbud 1988).
Kridalaksana (1978) mengatakan bahwa bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa
yang dipergunakan dalam:
(a) komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi, pengumumanpengumuman yang
dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-
undangan, dan sebagainya (ingat kembali fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi); (b) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah;
(c) pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah; dan
(d) pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni orang yang lebih tua, lebih tinggi
status sosialnya dan orang yang baru dikenal.
Ciri struktur (unsur-unsur) bahasa Indonesia baku diuraikan satu persatu seperti berikut.
a. Pemakaian awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ahmad melempar mangga yang ada di depan rumahnya.
- Hama wereng menyerang padi petani yang sudah mulai menguning.
- Anak itu sudah mampu berjalan walaupun masih tertatih-tatih.
- Kuliah sudah berjalan dengan lancar.
(c) Pemakaian fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten
(pemakaian kata penghubung secara tepat dan ajeg) Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ia tahu bahwa anaknya tidak lulus.
- Ia tidak percaya kepada semua orang, karena tidak setiap orang jujur.
Bahasa Indonesia Tidak Baku -
Ia tahu anaknya tidak
lulus.
- Ia tidak percaya kepada semua orang, tidak setiap orang jujur.
(d) Pemakaian pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten
(penggunaan urutan kata yang tepat) contoh :
Bahasa Indonesia Baku
- Maksud Anda sudah saya pahami.
- Kiriman itu telah kami terima.
- Pot bunga itu akan kamu simpan di mana?
Bahasa Indonesia Tidak Baku
- Maksud Anda saya sudah pahami.
- Kiriman itu kami telah terima.
- Pot bunga itu kamu akan simpan di mana?
(e) Pemakaian konstruksi sintesis (lawan analitis) Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Ia memberitahukan bahwa besok ada pertemuan di sekolah
g. Pemakaian bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya Contoh:
Bahasa Indonesia Baku
- Semua siswa diharapkan masuk ke kelas. Atau Siswa-siswa diharapkan
masuk ke kelas.
Jika menggunakan bahasa tulisan tentu saja orang yang diajak berbahasa tidak ada
dihadapan kita. Olehnya itu, bahasa yang digunakan perlu lebih jelas, karena ujaran kita
tidak dapat disertai dengan isyarat, pandangan, atau anggukan, tanda penegasan di pihak
kita atau pemahaman di pihak pendengar kita. Itulah sebabnya kalimat dalam ragam tulis
harus lebih cermat. Fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, objek, dan hubungan
antara setiap fungsi itu harus nyata dan erat. Sedangkan dalam bahasa lisan, karena
pembicara berhadapan langsung dengan pendengar, unsur (subjek-predikat-objek)
kadangkala dapat diabaikan. Maka, jika ingin menjadi orang yang cermat dalam
berbahasa perlu menyadari bahwa kalimat yang Anda tulis berlainan dengan kalimat yang
Anda ujarkan karena bahasa tulis dapat dikaji dan dibaca oleh pembaca secara
berulangulang. Oleh sebab itu, dalam menulis, kalimat harus lebih lengkap, ringkas, jelas,
dan elok. Jika diperlukan, tulisan perlu disunting beberapa kali agar dapat dihasilkan
tulisan yang betul-betul komunikatif bagi pembaca.
(2) dari segi intonasi.
Yang membedakan bahasa lisan dan tulisan adalah berkaitan dengan intonasi
(panjangpendek suara/tempo, tinggi-rendah suara/nada, keras-lembut suara/tekanan) yang
sulit dilambangkan dalam ejaan dan tanda baca, serta tata tulis yang dimiliki. Jadi,
kadangkala bahasa tulisan perlu dirumuskan kembali jika ingin menyampaikan perasaan
yang sama lengkapnya dengan ungkapan perasaan dalam bahasa lisan. Walaupun ragam
bahasa tulis lebih rumit namun demikian ragam ini mempunyai keistimewaan yang tidak
dimiliki bahasa lisan seperti dimungkinkannya digunakan huruf kapital, huruf miring, dan
tanda kutip, paragraf atau tanda-tanda baca lainnya.
Goeller (1980) mengemukakan bahwa ada tiga krakteristik bahasa tulisan yaitu acuracy,
brevety, claryty (ABC).
(a) Acuracy (akurat) adalah segala informasi atau gagasan yang dituliskan dapat
memberi keyakinan bagi pembaca bahwa hal tersebut masuk akal atau logis. Pertanyaan
yang dapat diajukan untuk mengetahui keakuratan tulisan adalah sebagai berikut:
(b) Brevety (ringkas) yang berarti gagasan tertulis yang disampaikan bersifat singkat
karena tidak menggunakan kata yang mubazir dan berulang, seluruh kata yang digunakan
dalam kalimat ada fungsinya. Contoh:
Tidak Ringkas
Untuk memenuhi kekurangan ikan perlu ada peningkatan produksi dengan jalan
meningkat-kan usaha penangkapan ikan agar supaya keku rangan sebut dapat dipenuhi.
Ringkas
Untuk memenuhi kekurangan ikan, perlu peningkatan produksi mela-lui penangkapan
Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui keringkasan tulisan adalah sebagai
berikut:
- Apakah ada kata-kata yang bisa dibuang tanpa mempengaruhi keutuhan makna
kalimat?
(c) Claryty (jelas) adalah tulisan itu mudah dipahami, alur pikirannya mudah diikuti
oleh pembaca. Tidak menimbulkan salah tafsir bagi pembaca. Contoh:
Tidak Ringkas
Ringkas
E. Dialek
Menurut Poedjosoedarmo (1978: 7) dialek adalah variasi sebuah bahasa yang adanya ditentukan
oleh sebuah latar belakang asal si penutur.
Contohnya: Pada daerah Banyumas menggunakan dialek bahasa ngapak.
X: ”rika arep maring ngendi mbok? ( “kamu mau kemana ?” ) Y:
“inyong arep maring kampus”. ( “aku mau ke kampus”.) Pada
contoh bahasa ngapak diatas rika yaitu kamu, mbok penegasan
pertanyaan, inyong yaitu aku, maring yaitu mau ke-. Dialek-
dialek itu merupakan bahasa khas daerah Banyumasan.
F. Idiolek
Pengertian idiolek menurut Kridalaksana (1980: 13) adalah keseluruhan ujaran seorang
pembicara pada suatu saat yang dipergunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Contoh :
Orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi atau akademisi akan sering mengatakan
“perspektif” saat dia berbicara, dan kata atau frasa tersebut timbul karena kebiasanya
menggunakan kata tersebut.
MATERI 2
TEORI PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal
itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan
berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui
kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk,1998).
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan alat
komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa manusia tidak dapat
mengungkapkan perasaanya, menyampaikan keinginan, memberikan saran dan pendapat, bahkan
sampai tingkat pemikiran seseorang yang berkaitan dengan bahasa. Semakin tinggi tingkat
penguasaan bahasa seseorang, semakin baik pula penggunaan bahasa dalam berkomunikasi.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai
permulaan yang mendadak tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang
gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap dan
berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosialnya.
Teori-Teori Pemerolehan Bahasa Anak
Teori Behaviorisme
Pada teori ini menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan
antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat
reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi
tersebut dibenarkan. Sebagai contoh, seorang anak mengucap bilangkali untuk barangkali pasti
anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu
ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapat kritikan karena
pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat
terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky
didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan
(genetik). Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan
bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit
dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga
mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melaluipeniruan.
Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu salah
satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Jadi, urutan-urutan
perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).
Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara
kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Hal ini dibuktikan oleh berbagai
penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir
anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk.2006:2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah
lingkungan, juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.
Faktor Motivasi
Sumber motivasi pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu motivasi dari dalam atau internal dan
motivasi dari luar diri atau eksternal. Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat,
seperti lapar, haus, serta perlu perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut motivasi intrinsik
yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Untuk itu mereka juga memerlukan komunikasi
dengan sekitarnya sebagai
faktor eksternal.
MATERI 3
SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Tonggak perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia melalui proses yang
panjang. Dan secara lebih rinci berikut adalah perkembangannya dari tahun ke tahun:
Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuiysen dan
dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie Voor De Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian
pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka.
Tanggal 28 Oktober 1928 ditetapkan dalam sumpah pemuda bahwa Bahasa Indonesia
adalah Bahasa persatuan.
Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda bernama Pujangga Baru
yang dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan.
Pada tanggal 25 – 28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari
hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan 8 dan
pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan kita saat itu.
Masa pendudukan Jepang (1942-1945) Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dengan rakyat Indonesia karena niat
menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk alat komunikasi
tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang
salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai pengganti Ejaan Van Ophuysen yang berlaku sebelumnya.
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954
adalah juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus- menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
– 2 November 1978 yang diadakan dalam rangka peringatan hari 9 Sumpah Pemuda
yang kelima puluh, selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21 – 26 November
1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang
ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga Negara Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Kongres bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3
November 1988. Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara,
yakni berupa (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia, dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2
November 1993. Dalam kongres ini diselenggarakan pula pameran buku yang
menyajikan 385 judul buku sebagai pengolah data kebahasaan.
Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26 – 30 Oktober
1998. Kongres ini melanjutkan program kegiatan dari kongres VI.
Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14 – 17 Oktober
2003. Dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang selalu
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Kongres Bahasa Indonesia IX diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 1
November 2008. Kongres ini merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah
perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira- kira 1.300 pakar bahasa
Indonesia dari seluruh Nusantara, kongres ini di ikuti oleh peserta tamu dari hampir
seluruh Negara.
Tahun 2015 Pedoman Umum EYD diganti dengan nama PUEBI sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 50 tahun 2015. Dan PUBEI
inilah yang menjadi patokan kita saat ini dalam penggunaan ejaan dan penulisan kata
yang benar dan tepat.
Ada 3 (tiga) unsur penting ketika organ ucap manusia memproduksi bunyi atau
fonem, yaitu:
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan fonemik.
Fonetik
Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga
jenis fonetik, yaitu:
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi
bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam.
Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicarakan:
gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara,
spectrum, tekanan, dan intensitas bunyi.
Fonetik auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh telinga,
sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami.
Fonemik
Fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) Bidang
linguistik tentang sistem fonem. (2) Sistem fonem suatu bahasa. (3) Prosedur untuk
menentukan fonem suatu bahasa.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat
atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u] dan [r],
[a], [b] dan [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama,
yaitu bunyi [l] dan bunyi [r].
Pengertian Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti
ilmu. Bunyi yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur
pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Morfologi menurut Wikipedia adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi
satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-
beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-
beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik
maupun fungsi semantik. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam
morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang
muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga
menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek
pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat
tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna
(arti) dan kelas kata.
Proses Morfologi
Dalam setiap bahasa terdapat sejumlah satuan leksikal yang abstrak yang mendasari
berbagai bentuk inflektif sebuah kata. Satuan leksikal itu disebut leksem (laxeme).
Dalam proses pembentukan kata, leksem sebagai unsur leksikon diolah menjadi kata
melalui proses morfologis. Sekurang-kurangnya, dalam bahasa Indonesia terdapat
sembilan jenis proses morfologis berikut:
Derivasi Zero
Derivasi zero adalah proses pembentukan kata yang mengubah leksem tunggal
menjadi kata tunggal. Leksem tidur yang berupa leksem tunggal, misalnya, dapat
berubah menjadi kata tunggal tidur melalui proses morfologis derivasi zero. Selama
ini kita menyebut kata tidur.
Afiksasi
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses morfologis yang mengubah sebuah lesksem
menjadi kata setelah mendapat afiks, yang dalam bahasa kita cukup banyak
jumlahnya. Misalnya, kata membaca berasal dari leksem baca yang mengalami proses
morfologis afiksasi dengan memperoleh afiks meng. Kata dilihat berasal dari leksem
lihat yang proses mortologis afiksasi dengan memperoleh afiks di-.
Reduplikasi
Reduplikasi atau pengulangan adalah proses mortologis yang mengubah sebuah
leksem menjadi kata setelah mengalami proses mortologis reduplikasi. Jenisnya yaitu:
- Dwipurwa (kata ulang sebagian): Reduplikasi atas suku kata awal. Vokal dari suku
kata awal mengalami pelemahan dan bergeser ke posisi tengah menjadi e pepet.
Contoh: tetangga, leluhur, leluasa.
- Dwilingga (kata ulang utuh atau penuh): Reduplikasi atas seluruh bentuk dasar
(bisa kata dasar maupun kata berimbuhan). Contoh: rumah-rumah, kejadian-kejadian.
- Dwilingga salin suara (berubah bunyi): Reduplikasi atas seluruh bentuk dasar yang
salah satunya mengalami perubahan suara pada suatu fonem atau lebih. Contoh:
gerak-gerik, sayur-mayur.
- Kata ulang berimbuhan: Reduplikasi dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga
pertama maupun pada lingga kedua. Contoh: bermain-main, tarik-menarik.
- Kata ulang semu: Kata yang sebenarnya merupakan kata dasar dan bukan hasil
pengulangan atau reduplikasi. Contoh: laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu,
empek-empek.
- Kata ulang utuh. Contoh: anak-anak, jalan-jalan, makan-makan.
- Kata ulang sebagian atau kata ulang dwipurwa merupakan perulangan kata yang
dialami oleh sebagian dari kata dasar, dengan kata lain perulangan kata hanya terjadi
pada suku awal kata dasar, seperti: lelaki, tetua, seseorang. Di dalam kata ulang
sebagian juga sering ditemukan kata ulang yang mendapat akhiran, seperti:
pepohonan, rerumputan.
- Kata ulang berubah bunyi adalah kata ulang yang mengalami perubahan bunyi pada
akhir kata perulangan. contoh: sayur-mayur, bolak-balik.
Komposisi
Komposisi atau pemajemukan atau penggabungan adalah proses morfologis yang
mengubah gabungan leksem menjadí satu kata, yakni kata majemuk. Misalnya,
leksem sapu dan leksem tangan dapat dibentuk menjadi sebuah kata majemuk dengan
menggunakan proses mortologis komposisi menjadi saputangan. Leksem mata dan
leksem hari dapat dibentuk menjadi sebuah kata majemuk dengan meng
gunakan proses mortologis komposisi menjadi matahari. Berdasarkan contoh-contoh
tersebut, jelaslah perbedaan antara kelompok kata (frasa), seperti tangan bayi dan
kata majemuk yang merupakan satu kata, seperti saputangan.
Abreviasi
Abreviasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem gabungan leksem
menjadi kependekan. Jadi, pemendekan kata (abreviasi) merupakan salah satu cara
proses pembentukan kata, yakni dengan menyingkat kata menjadi huruf, bagian kata,
atau gabungan sehingga membentuk sebuah kata. Pembentukan kata melalui proses
abreviasi ini meliputi singkatan, akronim, dan lambang.
Derivasi Balik
Derivasi balik merupakan proses yang dapat menjelaskan mengapa bentuk dipungkiri
yang seharusnya dimungkiri. Misalnya, kalimat yang benar adalah Tidak dapat
dimungkiri bahwa partai politik yang terlalu banyak akan membingungkan pemilih,
bukan Tidak dapat dipungkiri bahwa. .dst. Contoh lain kalimat yang benar adalah
Mudah-mudahan doa yang kita mohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat
dikabulkan oleh-Nya, bukan Mudah-mudahan doa yang kita pohonkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.. dst
Metanalisis
Metanalisis merupakan proses yang dapat menjelaskan bentuk bentuk dengan pramu-
dalam pramugari, pramusiwi, pramusaji, pramusyahwat, atau dapat menjelaskan
bentuk yang secara historis salah, seperti bentuk kembara, yang seharusnya embara,
dan sebagainya. Pembentukan kata seperti tunakarya, tunasusila, tunanetra,
tunawisma, tunadaksa, tunagrainta, adalah bentuk metanalisıs.
Analog
Bentukan terakhir ini dapat juga disebut sebagai pembentukan kata dengan cara
analogi. Pembentukan kata melalui proses morfologis analogi dilakukan dengan
bertolak dari bentuk yang sudah ada dalam bahasa Indonesia. Di antara analogi untuk
pembentukan kata adalah penggunaan awalan pe- yang bermakna yang di- sebagai
kontras yang meng- dan pe- yang bermakna yang ber-', atau dapat pula dengan
menggunakan kata tata dan juru. Misalnya, di dalam bahasa Indonesia, terdapat kata
pesuruh yang berarti orang yang disuruh di samping kata penyuruh orang yang
menyuruh; maka, dibentuk kata lain dengan beranalogi pada kata pesuruh itu.
Pesuluh 'orang yang disuluh' lawan kata penyuluh' orang yang menyuluh ' Petatar'
orang yang ditatar lawan penatar orang yang menatar
Kombinasi Proses
Proses morfologis kesembilan adalah kombinasi proses. Semua bentuk itu dapat
berkombinasi sehingga ada bentuk seperti perkeretaapian, kemurahan hati, di-
KEPRES kan, ditilang, AMD, dan sebagainya. Lebih dari itu. proses pembentukan
kata juga dapat dialami oleh frasa; maka terjadilah bentuk seperti ketidakadilan,
dipulauburukan, dan sebagainya
Dasar dan kaidah Morfologi Kebahasaan Morfologi
Hakikat Morfem
Morfem
Morfem adalah satuan bahasa yang turut serta dalam pembentukan kata dan dapat
dibedakan artinya. Morfem dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan
kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem
dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu
/pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/
menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
1. Morfem Bebas
Morfem bebas adalah bentuk kata yang bisa berdiri sendiri dengan artinya,
misalnya kata dasar. Contoh: buku, besar, jual. Kata dasar tersebut apabila tidak
mendapat imbuhan tetap memiliki arti.
2. Morfem Terikat
Morfem terikat adalah bentuk kata yang selalu bergabung dengan morfem
lain.
Morfem terikat terbagi menjadi dua yaitu:
a. Morfem Terikat Morfologis
Morfem terikat morfologis yaitu morfem yang terikat oleh bentuk kata, terikat
pada struktur kata, misalnya imbuhan. Contoh:ber- pada kata beranak berarti
menghasilkan anak. Jika ber- berdiri sendiri tidak memiliki arti.
b. Morfem Terikat Sintaksis
Morfem terikat sintaksis yaitu morfem yang mempunyai arti pada tataran kalimat,
misalnya kata sambung atau kata depan. Contoh: aku dan kamu pergi bersama.
Kata dan pada kalimat tersebut apabila berdiri sendiri tidak memiliki arti.
Alomorf
Alomorf adalah anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang
mempunyai fungsi dan makna yang sama yaitu merupakan unsur yang
membentuk verba aktif (Hasan Alwi, dkk, 2003: 28). Setiap morfem mempunyai
alomorf satu, dua, atau juga enam. Beberapa bentuk alomorf dari beberapa
morfem yaitu:
1. Morfem ber-, mempunyai alomorf ber-, be-, dan bel-.
2. Morfem me-, mempunyai alomorf me-, mem-, men-, meng-, menge-, dan
meny-.
Afiksasi
Afiksasi sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks (imbuhan).
Afiksasi atau proses pembubuhan imbuhan ialah pembentukan kata dengan cara
melekatkan afiks pada bentuk dasar. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata
berimbuhan. Afiksasi dalam bahasa Indonesia sangat memegang peranan penting.
Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa bahasa Indonesia termasuk
rumpun bahasa aglutinatif. Afiks dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-
macam. Hal itu akan sangat bergantung pada segi tinjauannya. Menurut Suryadi
Abdillah H. (2011), macam afiks dapat ditinjau dari posisi atau letaknya, asalnya,
serta produktifnya, yaitu:
Afiks Ditinjau dari Letaknya.
Prefiks
Prefiks ialah afiks (imbuhan) yang ditempatkan di bagian muka dasar
(mungkin kata dasar atau kata kompleks/ jadian).
Infiks
Infiks ialah afiks yang diselipkan atau dilekatkan di tengah kata dasar
Sufiks
Sufiks ialah morfem terikat yang digunakan di bagian belakang kata
atau dilekatkan pada akhir dasar.
Konfiks
Konfiks ialah gabungan prefiks dan sufiks yang dilekatkan sekaligus
pada awal dan akhir dasar.
Afiks Ditinjau dari Asalnya
Afiks Asli
Afiks asli ialah afiks-afiks yang memang merupakan bentukan atau afiks
dari bahasa Indonesia itu sendiri.
Contoh:
ke-an + adil = keadilan
ter- + jatuh = terjatuh
Afiks Asing
Afiks asing ialah afiks yang berasal atau hasil pungutan dari bahasa asing
yang kini telah menjadi bagian sistem bahasa Indonesia. Untuk
menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa
Indonesia, apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan
bahasa asing dan sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia.
Contoh:
pra- + sejarah = prasejarah
-ik + patriot = patriotik
Afiks Ditinjau dari Produktifitasnya
Afiks improduktif
Afiks improduktif ialah afiks yang distribusinya terbatas pada kata-kata
atau morfem-morfem tertentu saja, tidak dapat digunakan lagi untuk
membentuk kata-kata baru.
Afiks produktif
Afiks produktif ialah afiks yang memilki kesanggupan yang besar untuk
melekat pada kata-kata atau morfem-morfem lain, sebagaimana tampak
dalam distribusinya.
Kata Dasar
Kata dasar adalah satuan terkecil yang menjadi asal atau permulaan suatu kata
kompleks. Contohnya kata bersandaran,dan selanjutnya memperoleh afiks ber-
menjadi bersandarannya. Contoh lain ialah kata berkemauan, yang terbentuk dari
kata dasar mau yang mendapatkan afiks ke-an menjadi kemauan, seterusnya
mendapat afiks ber- menjadi berkemauan.
Dasar kata adalah satuan yang lebih besar atau lebih kompleks. Kita ambil contoh
kata bersandaran tadi, yang terbentuk dari kata sandaran dengan afiks ber-,
seterusnya kata sandaran terbentuk dari kata dengan afiks-an. Kata berkelanjutan
terbentuk dari dasar kata kelanjutan terbentuk dari kata dasar lanjut dengan afiks
ke-an.
Makna Kata Ulang Bahasa Indonesia
Jamak (tak tentu). Contoh: Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari.
Bermacam-macam. Contoh: pohon-pohonan, buah-buahan.
Menyerupai. Contoh: kuda-kuda, anak-anakan, langit-langit, mobil-mobilan, rumah-rumahan,
kayu-kayuan.
Melemahkan (agak). Contoh: kekanak-kanakan, kebarat-baratan, sakit-sakitan.
Intensitas (kualitas, kuantitas, atau frekuensi). Contoh: kuat-kuat, kuda-kuda, mondar-mandir.
Saling (berbalasan). Contoh: bersalam-salaman, tikam-menikam.
Kolektif (pada kata bilangan). Contoh: dua-dua, tiga-tiga, lima-lima.
Dalam keadaan. Contoh: mentah-mentah, hidup-hidup.
Walaupun (meskipun). Contoh: kecil-kecil.
Perihal. Contoh: masak-memasak, jahit menjahit.
Tindakan untuk bersenang-senang. Contoh: makan-makan, duduk-duduk, tidur-tiduran,
membaca-baca, berjalan-jalan.
Agak. Contoh: kehijau-hijauan, kemerah-merahan.
Tindakan yang dilakukan berkali-kali. Contoh: berkali-kali.
himpunan. Contoh: berjam-jam.
Perbalasan (pekerjaan). Contoh: kunjung-mengunjungi, tuduh-menuduh, tolong-menolong.
MATERI 6
DASAR-DASAR DAN KAIDAH KEBAHASAAN SINTAKSIS BAHASA INDONESIA
SEBAGAI RUJUKAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR.
Pengertian Sintaksis
Sintaksis adalah cabang ilmu yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan
unsur - unsur pembentuknya. Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus
mengetahui fungsi, peran, dan kategori sintaksis.
Fungsi sintaksis berkenaan dengan istilah subjek, predikat, objek, dan keterangan.
Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina, verba, ajektiva, dan numeralia. Sedangkan
peran sintaksis berkenaan dengan istilah pelaku, penderita, dan penerima. Eksistensi struktur
sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata (letak/posisi kata), bentuk kata, dan intonasi. Intonasi
dapat berupa intonasi deklaratif (ditandai tanda titik), intonasi interogatif (ditandai tanda tanya),
dan intonasi interjektif (ditandai tanda seru). Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan
subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis.
Objek dan keterangan boleh tidak memiliki, apalagi mengingat kemunculan objek ditentukan
oleh transitif. Menurut Chafe (1970) menyatakan bahwa yang paling penting dari struktur
sintaksis adalah predikat. Predikat harus berupa verba atau kategori lain yang diverbakan.
Munculnya fungsi-fungsi lain tergantung pada jenis atau tipe verba itu. Verba yang transitif akan
memunculkan fungsi objek dan yang intransitive tidak memunculkan fungsi objek. Dalam
bahasa Indonesia ada sejumlah verba transitif yang objeknya tidak perlu ada atau keberadaannya
ditanggalkan. Verba transitif yang objeknya tidak perlu ada atau menyatakan kebiasaan.
Perbedaan antara objek dengan pelengkap adalah objek per kategori nomina sedangkan
pelengkap kategori nomina verba adjektiva dan preposisional. Objek tidak bisa didahului
preposisi sedangkan pelengkap bisa didahului preposisi. Objek dapat menjadi subjek apabila
dipasifkan sedangkan pelengkap tidak bisa dipasifkan jika dipasifkan tidak bisa sebagai subjek.
Objek berada di belakang verba transitif aktif sedangkan pelengkap berada di belakang verba
semitransitif atau dwitransitif. Objek dapat diganti dengan -nya, kecuali jika didahului oleh
preposisi selain di, dari, ke, akan.
Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan
pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis. Eksistensi struktur sintaksis
terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan
konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara
bahasa yang satu dengan yang lain.
Kajian Sintaksis
Di dalam kajian sintaksis mencakup kajian-kajian tentang frasa, klausa dan kalimat.
Fungsi kajian sintaksis ialah hubungan antara unsur-unsur bahasa dilihat dari sudut pandang
penyajiannya itu didalam ujaran atau klausa. Jenis fungsi sintaksis yang umum ini diakui ialah
subjek, predikat, objek, pelengkap, serta keterangan. Fungsi kajian sintaksis ini yakni memegang
peran paling dominan di dalam teori tata bahasa dependensi yang menguraikan tiap-tiap dari
unsur kalimat itu menjadi fungsi sintaksis spesifik.
Perbedaan frasa dan klausa adalah frasa tidak mempunyai unsur predikat di dalamnya.
Sementara itu, klausa mempunyai sebuah unsur predikat di dalamnya. Frasa tidak dapat
dijadikan kalimat, namun frasa bisa menjadi salah satu unsur dalam kalimat. Di lain pihak,
klausa dapat dijadikan kalimat dan dapat menjadi salah satu unsur dalam kalimat. Jika klausa
hendak dijadikan kalimat, maka klausa mesti dibubuhi tanda titik (.) di belakangnya.
Pengertian Semantik
Kata ‘semantik’ berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti tanda atau
lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut sebagai menandai atau melambangkan.
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna yang terkandung
dalam bahasa.
Menurut Griffiths (2006:15) didefinisikan sebagai “The study of word meaning and
sentence meaning, abstracted away from contexts of use, is a descriptive subject”, teori
ini menunjukkan bahwa semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna kata dan
makna kalimat yang dapat dilihat dari konteks penggunaan.
Unsur semantik dibagi menjadi 4, yaitu meliputi tanda, lambang, konsep, dan definisi.
Tanda
Menurut KBBI, tanda adalah yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu.
Ada beberapa cara pengelompokan tanda. Berdasarkan sumber atau asal-usulnya,
tanda dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui manusia karena pengalaman,
misalnya:
b. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang yang diketahui manusia dari suara binatang
tersebut, misalnya:
c. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
verbal, adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi dan dihasilkan oleh
alat bicara.
nonverbal, adalah tanda-tanda yang dihasilkan selain dari alat bicara manusia. Contoh
tanda yang bersifat nonverbal yaitu melalui gerakan anggota (bahasa isyarat).
Lambang
Lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, tulisan, perkataan) yang menyatakan
suatu hal, yang mengandung suatu makna tertentu. Misalnya warna merah pada
bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan warna putih
merupakan lambang “kesucian”.
Konsep
Soedjadi (2000:14) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat
digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya
dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.
Bahri (2008:30) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.
Definisi
Definisi adalah kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan,
atau ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktivitas. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, definisi ialah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep
yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.
a. Ciri-ciri definisi :
Makna kata bisa diartikan sebagai definisi jika terdapat unsur kata atau istilah yang
didefinisikan, atau lazim disebut definiendum. Selanjutnya, di dalam arti tersebut
harus terdapat unsur kata, frasa, atau kalimat yang berfungsi menguraikan pengertian,
lazim disebut definiens, dan tentunya juga harus ada pilihan katanya.
Pilihan kata tersebut ialah di mana definiens dimulai dengan kata benda, didahului kata
ada-lah.
Contoh : kalimat Cinta adalah perasaan setia, bangga, dan prihatin dan kalimat
Mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi.
Definiens dimulai dengan selain kata benda umpamanya kata kerja atau didahului kata
yaitu.
Definiens diharuskan memberi pengertian rupa atau wujud diawali kata merupakan.
b. Klasifikasi definisi
Definisi nominal
Definisi formal
Definisi operasional
Definisi paradigmatic
Definisi luas
Definisi intensional
Beberapa jenis semantik yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa
yang menjadi objek penyelidikannya, yaitu:
Semantik Behavioris
Berdasarkan sketsa dalam semantik ini, makna berada dalam rentangan antara
stimulus dan respon, antara rangsangan dan jawaban. Makna ditentukan oleh situasi
yang berarti ditentukan oleh lingkungan. Karena itu, makna hanya dapat dipahami
jika ada data yang dapat diamati yang berada dalam lingkungan pengalaman
manusia. Contoh: seorang ibu yang menyuapkan makanan pada sibayi.
Semantik Deskriptif
Semantik deskriptif adalah kajian semantik yang khusus memperlihatkan makna
yang sekarang berlaku. Misalnya dalam bahasa Indonesia ada kata juara yaitu orang
yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan tanpa memperhatikan makna
sebelumnya yaitu pengatur atau pelerai dalam persabungan ayam. Jadi, semantik
deskriptif hanya memperhatikan makna sekarang.
Semantik Generatif
Semantik Gramatikal
Semantik Leksikal
Semantik Historis
Semantik historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam
rangkaian waktu. Studi semantik historis ini menekankan studi makna dalam
rentangan waktu, bukan perubahan bentuk kata. Perubahan bentuk kata lebih banyak
dikaji dalam linguistic hoistoris.
Semantik Logika
Sematik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-
konsep dan notasi simbolik. Dalam analisis bahasa, semantik logika mengkaji sistem
makna yang dilihat dari logika seperti yang berlaku dalam matematika yang mangacu
kepada kata pengkajian makna atau penafsiran ajaran, terutama yang dibentuk dalam
sistem logika yang oleh Carnap disebut semantik.
Semantik Struktural
Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah
hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna
dijabarkan menjadi :
Maksud pembicara;
Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;
Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna
adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik.
Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu yang diartikan dan
yang mengartikan Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan
unsur makna. Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bunyi yaitu [b-u-k-u]
dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku.
Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa
hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa
lain. Misalnya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup
dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish.
Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga
berarti daging yang digunakan sebagai lauk.
Di dalam penggunaannya dalam penuturan yang nyata makna kata atau leksem
seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan
juga dari acuannya. Contohya : Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya. Oeh karena itu,
banyak pakar mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila
kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.
Makna nonreferensial acuanya tidak menetap pada satu wujud. Kata- kata yang
termasuk dalam makna nonreferensial disebut kata-kata deiktik (kata-kata
pronomina, kata-kata yang menyatakan ruang, kata-kata yang menyatakan waktu,
dan kata-kata penunjuk.
KESALAHAN BERBAHASA
Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal yang
tidak bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa hubungan keduanya
ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air,
begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam pembelajaran bahasa. Analisis
kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia
dalam berbahasa. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput dari kesalahan, dan
kesalahan tersebut bervariasi. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan
bentuk kesalahankesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis,
dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran
bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan
analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai titik tolak perbaikan dalam
pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa
yang dilakukan para siswa.
KESALAHAN BERBAHASA ASPEK SEMANTIK
Dalam pembahasan ini akan dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan makna konotatif ,
makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna
idiomatikal dan peribahasa.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Dalam bukunya, Chaer mengungkapkan bahwa ‘leksikal’ adalah bentuk
adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina ‘leksikon’ (vokabuler, kosa kata,
perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah ‘leksem’, yaitu satuan bentuk
bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita samakan dengan kata. Dengan
demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon,
bersifat leksem, atau bersifat kata. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai
dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh ada dalam
kehidupan kita.
Klausa Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang
mengandung unsur predikatif. Klausa berpotensi menjadi kalimat. Manaf menjelaskan
bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa
itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final.
Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum. Klausa adalah
satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa
berpotensi menjadi kalimat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan distribusi satuannya
dan berdasarkan fungsinya. Pada umumnya klausa, baik tunggal maupun jamak,
berpotensi menjadi kalimat. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata
berkonstruksi predikatif artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau
frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek,
dan sebagai keterangan. Fungsi yang bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subjek dan
predikat sedangkan yang lain tidak wajib.
Kalimat Kalimat adalah tuturan yang mempunyai arti penuh dan turunnya suara menjadi
ciri sebagai batas keseluruhannya. Jadi, kalimat adalah tuturan yang diakhiri dengan
intonasi final. Kalimat adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri atas komponen kata-
kata, frase, atau klausa. Jika dilihat dari fungsinya, unsur-unsur kalimat berupa subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Menurut bentuknya, kalimat dibedakan
menjadi kalimat tunggal serta kalimat majemuk. Manaf lebih menjelaskan dengan
membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat
adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut: (1) satuan bahasa yang
terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan
frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang mengandung satu
subjek dan prediket, (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal,
diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan
akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan
intonasi kagum.
Fungsi Sintaksis
Yang dimaksud fungsi sintaksis tersebut adalah subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (Pel), dan keterangan (K). realisasinya dalam sebuah kalimat, kelima fungsi tersebut
tidak selalu hadir bersama-sama. Terkadang sebuah kalimat hanya terdiri atas fungsi S dan P, S-
P-O, S-P-Pel, S-P-K, S-P-OK, atau S-P-Pel-K. akan tetapi bila dilihat dari sifat kehadiranya
dalam sebuah kalimat, kelima fungsi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu fungsi yang
wajib hadir dan fungsi yag tidak wajib hadir. Yang termasuk fungsi wajib hadir adalah subjek,
predikat, objek, dan pelengkap, sedangkan yang termasuk kedalam fungsi yang tidak wajib hadir
adalah keterangan.
MATERI 11
PENGERTIAN, TINGKATAN, MANFAAT APRESIASI SASTRA, JENIS, CIRI, DAN
CONTOH SASTRA ANAK-ANAK
2. Puisi baru Ciri-Ciri Puisi Baru yaitu Mempunyai bentuk yang rapi, simetris, Persajakan akhir yang
teratur, Memakai pola sajak pantun dan syair walaupun dengan pola yang lain, Umumnya puisi 4 seuntai,
Disetiap baris atasnya sebuah gatra (kesatuan sintaksis), Ditiap gatranya terdiri dari dua kata (pada
umumnya) : 4-5 suku kata.
2. Unsur Extrinsik
Unsur ekstrinsik puisi merupakan unsur yang berada di luar puisi dan mempengaruhi kehadiran puisi
sebagai karya seni. Adapun yang termasuk dalam unsur ekstrinsik puisi ialah;
• Aspek historis
• Aspek psikologis
• Aspek filsafat
• Aspek religius
B. Prosa
I. Pengertian
Prosa adalah karya sastra berbentuk tulisan bebas dan tidak terkait dengan aturan seperti rima, diksi,
irama dan lainnya. Prosa berasal dari bahasa latin yang berarti terus terang. Prosa juga sering dipakai
untuk novel, majalah, koran dan beragam jenis lainnya.
III. Jenis
1. Prosa Baru: yang dikarang bebas tanpa aturan apapun setelah menerima literatur atau pengaruh
Budaya Barat. Sebagai berikut contoh prosa baru yaitu; Roman, Novel, Cerpen, Riwayat, Kritik,
Resensi, Esai.
2. Prosa Lama atau prosa yang murni dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan belum dipengaruhi
Budaya Barat. Prosa Lama awal mulanya hanya disampaikan melalui lisan, karena masyarakat belum
mengenak tulisan. Berikut bentuk Prosa Lama; Hikayat, Sejarah, Kisah dan Dongeng.
C. Drama
I. Pengertian
Drama merupakan karya sastra berupa karangan yang menggambarkan realita kehidupam, watak, dan
tingkah laku manusia. Kemudian dibuatlah naskah yang diperankan oleh actor dan memiliki kemampuan
untuk menyajikan konflik dan emosi secara utuh.