PEMBAHASAN
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang
dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus
dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik
perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam
mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh
anak (Bell, Gredler, 1991).
Dari sekian banyak teori dapat disimpulkan bahwa proses belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan.
Shaping
Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah urutan tingkah laku yang kompleks,
bukan hanya “simple response”. Tingkah laku yang kompleks ini dapat diajarkan
melalui proses “shaping” atau “successive approximations” (menguatkan
komponen-komponen respon final dalam usaha mengarahkan subyek kepada
respon final tersebut), beberapa tingkah laku yang mendekati respon
tersekolahnal. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan
memberikan reinforcement pada langkah-langkah menuju keberhasilan, maka
guru itu menggunakan teknik yang disebut shaping. Reinforcement dan extinction
merupakan alat agar terbentuknya tingkah laku operant baru.
Modelling
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan secara tepat
oleh classical conditioning maupun oleh operant conditioning. Dalam modelling,
seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai model.
Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modeling atau isekolahtasi,
sehingga kadang-kadang disebut belajar dengan pengajaran langsung. Pola
bahasa, gaya pakaian, dan musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang
lain. Modelling dapat terjadi, baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan
“vicarious reinforcement”. Sekolahsalnya, seseorang yang menjadi idola kita
menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan merasa senang jika bisa
memakai produk serupa.
Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk
melakukannya. Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman belajar
pertama termasuk reinforcement langsung dengan meniru model (orang tuanya).
Hal yang biasa jika kita mendengar bahwa anak kita dengan bangga mengatakan,
bahwa dia telah mengerjakan sebagaimana yang telah dikerjakan orang tuanya.
Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan
motorik.
Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan penguatan
tingkah laku yang diinginkan sekolahsalnya dengan kegiatan – kegiatan
kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan
menentang, melamun, dan hilir mudik.
Sekolahsalnya, sekelompok siswa SEKOLAH memperlihatkan tingkah laku yang
tidak diinginkan, yaitu menarik rambut, mengabaikan perintah guru, berkelahi,
berjalan sekeliling kelas. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa,
guru melupakan atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan
memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk mengajar.
Dalam beberapa waktu, social reinforcement untuk tingkah laku yang tepat
mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak
mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan membuat/meniadakan
peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat dipakai bersama-sama
dengan metode lain seperti “modelling dan social reinforcement”.
Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan
berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh: seorang ayah yang
memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai habis satu
pak sehingga anak itu bosan.
Krumboltz dan Krumboltz (1972) menyatakan jika tingkah laku yang diulang
berbeda dengan tingkah laku yang tidak diinginkan maka satiasi tidak tepat. Yang
tepat adalah menerapkan metode disiplin seperti menulis 100 kali. Guru sebaiknya
mencoba memperkuat tingkah laku yang tepat untuk menggantikan tingkah laku
yang tidak diinginkan.
Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas
dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan
dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman
menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward
menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas lebih
efektif daripada tidak menghukum.