Anda di halaman 1dari 20

1.

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi
antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat
menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.

Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output
(keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan
tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah
apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan
merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi)
untuk memungkinkan terjadinya respon.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:

1. Thorndike

Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan
tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau
berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme
(connectinism).

2. Watson

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata
lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap
mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu
tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya,
seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup
manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

4. Edwin Guthrie

Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan
bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark
Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka
diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.

5. Skinner

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain
yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana,
namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang
dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme
itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.

2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti
dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif
masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R
Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian
reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti :
Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang
disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode
meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori behavioristik.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat
(reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas
pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku
dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur,
sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah

a) Belajar adalah perubahan tingkah laku.

b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.

c) Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .

d) sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur
dan diamati.

e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.

f) Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.

g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi
maka respon juga menguat.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic”
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
2. TEORI BELAJAR KOGNITIF

Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Prinsip umum teori Belajar Kognitif sebagaimana dikutip dari


laman http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.html, antara lain:

a. Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil

b. DIsebut model perseptual

c. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi
yang berhubungan dengan tujuan belajarnya

d. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak

e. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-


komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan
makna.

f. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.

g. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

h. Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget),
Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne),
Webteaching (Norman)

i. Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan

j. Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks


k. Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan
siswa belajar.

Beberapa pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:

1. Teori perkembangan Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem
syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel
syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan
kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa
daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi,
dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).

Piaget dikutip dari laman http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-


kognitif.html membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a. Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi
selangkah.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa,
dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c. Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan
yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan
logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.

Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:


1). Perkembangan kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan
yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
2) Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan
akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak yangb berbeda usia akan
berbeda secara kualitatif
3) Proses adaptasi mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi
dan asimilasi
4) Asimilasi adalah proses perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur
kognitif. (apabila individu menerima infomasi atau pengalaman baru maka informasi
tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyai)
5) Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami
(apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang
diterima).
6) Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrasi (penyeimbangan)
7) Asimilasi (proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah
dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi)
8) Seorang anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri
pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan (telah dikuasai)dan
pembagian (info baru) inilah asimilasi.
9) Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak
sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
10) Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut
ekuilibrasi
11) Proses belajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12) Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn),
operasional formal (12-18 thn)
13) Hanya dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi
dan akomodasi pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran sebagaimana dikutip


dari laman http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.html adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.

2. Teori belajar menurut Bruner


Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya
sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Model pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa
pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang
berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang
selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis,
kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting
untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan
prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar
adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai
pada suatu kesimpulan (discovery learning).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:

1). Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang

2) Peningkatan pengatahun bergantung pada perkembangan sistem penyimpanan


informasi secara realistis

3) Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri


sendiri atau pada orang lain

4) Interaksi secara sistematis diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk
perkembangan kognitifnya

5) Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif

6) Perkembangan kognitif ditandai denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa


alternatisf secara simultan, memilih tindakan yang tepat.

7) Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.

8) Enaktif yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk
emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)

9) Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui


gambar-gambar dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan
perbandingan
10) Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar
melalui simbol bahasa, logika, matematika)

11) Model pemahaman dan penemuan konsep

12) Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning)

13) Siswa diberi kekebasan untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan
(discovery)

3. Teori belajar bermakna Ausubel


Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi
yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah dimiliki siswa
dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi
bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang
telah dimiliki siswa.
Hakikat belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau dengan kata
lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap orang telah memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang
dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru
beradaptasi dengan struktur kognitif tang telah dimiliki seseorang.
Beberapa Prinsip Teori Ausubel adalah

1) Proses belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan


yang tlah dimilikinya dengan pengetahuan baru

2) Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memamahi


makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami

3) Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif (konsep advance organizer)

Adapun aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran :

a. Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan


b. Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.

c. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana ke kompleks.

d. Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar.

Sumber: http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.html
3. TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Siswa harus menguasai literasi digital meliputi literasi informasi, literasi media dan
literasi teknologi.
Siswa perlu memiliki kecakapan hidup yaitu fleksibilitas dan adaptabilitas, inisiatif dan mandiri,
mampu berinteraksi lintas social budaya, produktifitas dan akuntabilitas serta sikap
kepemimpinan dan tanggung jawab. Di samping hal-hal tersebut, siswa harus kuat karakter
moralnya, seperti cinta tanah air, memiliki nilai-nilai budi pekerti luhur, jujur, adil, empati,
penyayang, rasa hormat dan kesederhanaan, pengampun dan rendah hati. Guna mencapai
semua tujuan tersebut diperlukan pembelajaran yang berkualitas. Ini semua menjadi
tantangan bagi para guru untuk membekali para siswanya dengan berbagai pengetahuan
ketrampilan dan sikap, guna mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan di atas.

A. Konsep Teori belajar Humanistik


Konsep teori belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang individu
diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali kemampuannya
sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar Humanistik memusatkan perhatian
kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada kebebasan individu. Teori
Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses. Kognitif adalah aspek
penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah aspek sikap yang keduanya perlu
dikembangkan dalam membangun individu. Belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang penting lagi pada proses pembelajaran Humanisme
harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik dapat terus menjalani pembelajaran
dengan baik. Motivasi dapat berasal dari dalam yaitu berasal dari diri sendiri, maupun dari guru
sebagai fasilitator.
B. Karakteristik Teori Humanistik (Suprayogi, 2005)
- Mementingkan manusia sebagai pribadi.
- Mementingkan kebulatan pribadi.
- Mementingkan peranan kognitif dan afektif.
- Mengutamakan terjadinya aktualisasi diri dan self concept.
- Mementingkan persepsual subjektif yang dimiliki tiap individu.
- Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri.
- Mengutamakan insight (pengetahuan/pemahaman).
C. Prinsip teori Humanistik
1. Manusia memiliki kemampuan alami untuk belajar.
2. Belajar menjadi signifikan apabila apa yang dipelajari memiliki relevansi dengan keperluan
mereka.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar dapat lebih diterima dan diasimilasikan apabila ancaman dari luar itu semakin
kecil.
5. Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
7. Belajar lancar jia siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9. Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

D. Implementasi terhadap Pembelajaran


Dalam teori Humanistik Guru bertindak sebagai Fasilitator, sehingga disini guru mempunyai
banyak tugas diantaranya :
1. memberi perhatian dan motivasi
2. membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas
dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum
3. Memahami karakteristik siswa
4. mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
5. Dapat menyesuaikan dirinya bersama siswanya
6. Berbaur dengan siswanya, berkomunikasi dengan sangat baik bersama siswanya
7. Dapat memahami dirinya dan tentunya agar dapat memahami siswanya
8. Dalam penerapan teori belajar humanistik proses lebih diutamakan daripada hasil, dimana
proses dari penerapan teori belajar humanistik antara lain :
9. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
10. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
11. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
12. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.

E. Tokoh-tokoh teori humanistik


1. Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang.
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Berkaitan dengan pendapat tersebut Maslow mengemukakan adanya 5 tingkatan
kunci kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian
dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Karena sesungguhnya dalam
teori humanistik ini sangat diperlukannya motivasi. 5 tingkatan tersebut antara lain :

2. Carl Sam Rogers


Carl Sam Rogers mengemukakan Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2)
peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard) dan (4) Penghargaan diri yang positif
(positive self-regard).
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
3. Arthur Combs
Arthur mengemukakan bahwa Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk
mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari
sudut pandangnya. Pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan humanistik mengenai
perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat
orang berbeda dengan orang lain. untuk mengerti orang lain, yang terpentng adalah melihat
dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang
dia atau dunianya
F. Kelebihan dan kekurangan Teori Humanistik
Kelebihan :
- Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena
sosial.
- Siswa merasa senang, berinisiatif dalam belajar.
- Guru menerima siswa apa adanya,memahami jalan pikiran siswa.
- Siswa mempunyai banyak pengalaman yang berarti.
- Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara
lebih mudah.
- Indikator dari keberhasilan aplikasi ini ialah siswa merasa senang dan bergairah.
- Terjadinya perubahan pola pikir.
- Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara tanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang-
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
- Siswa dituntut untuk berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisai diri dengan
sebaik-baiknya.
Kekurangan :
- Bersifat individual.
- Proses belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung.
- Sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.
- Peserta didik kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
- Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
- Siswa tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
- Peran guru dalam proses pembentukan dan pendewasaan kepribadian siswa menjadi
berkurang.
- Keberhasilan proses belajar lebih banyak ditentukan oleh siswa itu sendiri.
Referensi :
Persentasi Kelompok 4 Teori Belajar Humanistik

4. TEORI KONSTRUKTIVISME

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan
gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan
dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum
seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.


2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif
dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku
apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik miknat pelajar.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan
kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman
yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata
mereka sendiri.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas
yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka
pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir
yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar


bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan
persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan,
mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.

Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh
Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

* Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget


Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme
adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik
yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi
sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:

 Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan


disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang
bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia
dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci
berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk
skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak,
maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema
dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
 Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian
orang itu berkembang.
 Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
 Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi
dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamnya.

* Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky


Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama.
Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan
budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu
pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan
sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan
proses-proses berfikir diri sendiri.

Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan.
Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-
kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam
mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah
yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan
Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin
lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar
seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua
unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar
melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih.
Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang
belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat
mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya.
Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan
terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan
bimbingan atau bantuan orang lain.

Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran


Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63)
adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan
pada diri peserta didik.

Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi
beberapa prinsip, yaitu: a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat
melakukan konstruksi pengetahuan; b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada
kehidupan nyata; c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai;
d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran; e) pembelajaran dilaksanakan dengan
menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik; f) pembelajaran menggunakan barbagia
sarana; g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan
peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).
5. TEORI SIBERNETIK

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan
teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan
informasi. Proses belajar memang penting dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah
system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa tidak ada
satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh


beberapa tokoh dengan beberapa teori, diantaranya:

1. Teori pemrosesan informasi


Pada teori ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan
fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu.
Karakteristik WM adalah :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya
mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa adanya upaya pengulangan
(rehearsal).
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya baik dalam
bentuk verbal, visua, ataupun semantic, yang dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan
seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah dimilki oleh individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan
kembali informasi yang diperlukan.

Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2)
pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik.

2. Teori belajar menurut Landa


Dalam teori ini Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu:
a. Proses berpikir algoritmik
Yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju
ke satu target tujuan tertentu.
b. Proses berpikir heuristik
Yaitu cara berpikir devergen yang menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.
Menurut Landa proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya. Materi pelajaran
tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, sedangkan materi pelajaran
lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan
kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.

3. Teori belajar menurut Pask dan Scott


Menurut Pask dan Scott ada dua macam cara berpikir, yaitu:
a. Cara berpikir serialis
Cara berpikir ini hampir sama dengan cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir
menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
b. Cara berpikir menyeluruh atau wholist
Cara berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah
sistem informasi atau mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal yang
lebih khusus.
Teori belajar pengolahan informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa
belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan
perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia
mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan memori
kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan:
a. Kapabilitas belajar
b. Peristiwa pembelajaran
c. Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan pada sistem
informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri
individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia
sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa
manusia merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.

Anda mungkin juga menyukai