Anda di halaman 1dari 109

ANALISIS KUALITAS BAHAN BAKAR PERTAMAX

TANKI 42-T-301B
PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN
INDRAMAYU, JAWA BARAT

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan matakuliah Praktik Kerja
Lapangan (PKL)

Disusun oleh :
Muhamad Ridwanto
No Mhs : 16612071

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019

i
ANALISIS KUALITAS BAHAN BAKAR PERTAMAX
TANKI 42-T-301B
PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN
INDRAMAYU, JAWA BARAT

Disusun oleh :
Muhamad Ridwanto

No Mhs : 16612071

Telah diujikan dihadapan panitia penguji Praktek Kerja Lapangan

Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta, 8 Februari 2019


Mengetahui,
Pembimbing Instansi Kepala Lab Pengujian

Usman Triyanto Eko Priyono


Menyetujui,
Dosen Pembimbing, Dosen Penguji,

Dr. Noor Fitri, S.Si., M.Si


Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
FMIPA - UII

Dr. Dwiarso Rubiyanto, M.Si.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) yang berjudul ANALISIS KUALITAS BAHAN BAKAR
PERTAMAX TANKI 42-T-301B PT PERTAMINA (PERSERO) REFINERY
UNIT VI BALONGAN. Laporan Praktik Kerja Lapangan ini disusun berdasarkan
data dan praktik kerja yang dilaksanakan pada 21 Januari – 21 Februari 2019 di PT
Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Adapun
penyusunan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian
mata kuliah pada program studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Islam Indonesia.

Selama proses penyusunan dan penyelesaian laporan Praktik Kerja Lapangan


ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Dr. Noor Fitri, S.Si., M.Si

Selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan


bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini, kepada:

Usman Triyanto

Selaku pembimbing atas segala bantuan, waktu untuk memberikan


pengarahan, dan bimbingan yang sangat berharga.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, khususnya kepada:

1. Ibu, Bapak, Adik, Kakak beserta Keluarga Besar yang senantiasa


memberikan dukungan do’a dan kasih sayang tiada hentinya.
2. Prof. Riyanto, S.Pd., M.Si., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia.

iii
3. Dr. Dwiarso Rubiyanto, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi Kimia
Universitas Islam Indonesia.
4. Argo Khoirul Anas, S.Si., M.Sc., selaku dosen wali yang selalu memberikan
saran dan nasehatnya selama perkuliahan
5. Eko Priyono, selaku Kepala Laboratorium Pengujian PT Pertamina
(Persero) RU VI Balongan.
6. Bapak Yanto bagian administrasi HC Training Center / PKL PT Pertamina
(Persero) RU VI Balongan yang telah memberikan dukungan, nasehat serta
bantuan selama pelaksanaan praktik kerja.
7. Bapak Wahyu bagian administrasi Laboratorium PT Pertamina (Persero)
RU VI Balongan yang telah memberikan dukungan, nasehat serta bantuan
selma kerja praktik.
8. Staff karyawan Laboratorium PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan atas
bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan.
9. Seluruh karyawan control room unit UTL, HSC, RCC, DHC, OM, POC.
10. Ibu Iah yang telah memberi tempat tinggal selama berlangsungnya PKL.
11. Teman-teman seperjuangan Andri Ramadhani, dan Renaldi Daffa Hutama
yang selalu memberi motivasi dan semangat.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
motivasinya.

Penulis menyadari bahwa Laporan Praktik Kerja ini masih harus


disempurnakan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak sebagai penyempurnaan di masa mendatang. Akhir kata dengan segala
harapan dan do’a semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
maupun pembaca pada umumnya. Aamiin Ya Rabbal’alamiin

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Balongan, 8 Februari 2019

Muhamad Ridwanto

iv
ANALISIS KUALITAS BAHAN BAKAR PERTAMAX
TANKI 42-T-301B
PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI BALONGAN
INDRAMAYU, JAWA BARAT
Disusun oleh :
Muhamad Ridwanto

16612071

INTISARI

Pertamax merupakan salah satu jenis Motor Gasoline (MOGAS) hasil


produksi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan yang saat ini
paling banyak digunakan oleh masyarakat dengan angka oktan yang cukup tinggi
(92) dan harga pasar yang terjangkau. Untuk menjaga kualitas mutu produk
sebelum diproses lebih lanjut, produk Pertamax sangat penting untuk dijaga
kualitasnya dengan mengacu kepada batasan Dirjen Migas. Pada Praktek Kerja
Lapangan ini, dilakukan analisis kualitas terhadap produk Pertamax di
Laboratorium RU VI dengan menggunakan metode ASTM (American Society for
Testing Materials) dan IP (Institute of Petroleum) sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan oleh Dirjen Migas. Analisis kualitas merupakan suatu analisis yang
dilakukan untuk mengetahui pemenuhan sepesifikasi sesuai dengan standar dengan
melakukan uji secara fisika dan kimia. Analisis kualitas dilakukan pada produk
Pertamax pada tanki 42-T-301B. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa produk Pertamax hasil produksi PT. Pertamina (Persero)
RU VI Balongan telah memenuhi standar spesifikasi sesuai dengan Surat
Keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas No. 3674 K/24/DJM 2006 dan
Memorandum Manager Planning & Controlling No. 006/E20110/2017-S2.

v
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Intisar................................................................................................................ iv
Daftar Isi........................................................................................................... vi
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................. xii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Praktikum ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Praktikum ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4
2.1 Profil Instansi ............................................................................................. 4
2.1.1 Tinjauan Umum PT. Pertamina (PERSERO) ......................................... 4
2.1.1.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (PERSERO) ....................................... 4
2.1.1.2 Logo dan Slogan PT. Pertamina (PERSERO) ..................................... 8
2.1.1.3 Visi dan Misi ........................................................................................ 10
2.1.1.4 Perkembangan PT. Pertamina (PERSERO) ......................................... 10
2.1.2 Tinjauan Umum PT. Pertamina (PERSERO) RU VI Balongan ............. 11
2.1.2.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (PERSERO) RU VI Balongan ........... 11
2.1.2.2 Logo PT. Pertamina (PERSERO) RU VI Balongan ............................ 13
2.1.2.3 Visi dan Misi ........................................................................................ 14
2.1.2.4 Struktur Organisasi .............................................................................. 15
2.1.2.5 Lokasi PT. Pertamina (PERSERO) RU VI Balongan .......................... 20
2.1.2.6 Unit Kerja ............................................................................................. 23

vi
2.1.2.6.1 Unit Kerja Utama .............................................................................. 24
2.1.2.6.1.1 CDU (Crude Distillation Unit) ....................................................... 24
2.1.2.6.1.2 ARHDM (Atmospheric Residue Hydrometalization).................... 24
2.1.2.6.1.3 HTU (Hydrotreating Unit) ............................................................. 24
2.1.2.6.1.4 RCC (Residue Catalytic Cracking) ................................................ 24
2.1.2.6.1.5 NHT (Naptha Hydroteater) ............................................................ 25
2.1.2.6.1.6 Platformer ...................................................................................... 25
2.1.2.6.1.7 Pennex ............................................................................................ 25
2.1.2.6.2 Unit Pendukung................................................................................. 25
2.1.2.6.2.1 Ultilities .......................................................................................... 25
2.1.2.6.2.2 ITD (Instalasi Tangki dan Perkapalan) .......................................... 26
2.1.2.6.2.3 Laboratorium .................................................................................. 26
2.1.2.7 Bahan Baku .......................................................................................... 30
2.1.2.7.1 Bahan Baku Utama ........................................................................... 30
2.1.2.7.2 Bahan Baku Pendukung .................................................................... 30
2.2 Teori Pendukung ........................................................................................ 32
2.2.1 Minyak Bumi .......................................................................................... 32
2.2.2 Komponen Minyak Bumi........................................................................ 33
2.2.2.1 Komponen Hidrokarbon ...................................................................... 34
2.2.2.2 Komponen Non-Hidrokarbon .............................................................. 37
2.2.3 Proses Pengolahan Minyak Bumi ........................................................... 38
2.2.3.1 Proses Distilasi ..................................................................................... 38
2.2.3.2 Perengkahan ......................................................................................... 40
2.2.3.3 Polimerisasi .......................................................................................... 41
2.2.3.4 Alkilasi ................................................................................................. 41
2.2.3.5 Reformasi ............................................................................................. 42
2.2.3.6 Isomerisasi ........................................................................................... 42
2.2.4 Gasoline .................................................................................................. 42

vii
2.2.5 Motor Gasoline (Mogas) ......................................................................... 43
2.2.6 Uraian Proses Produksi Pertamax ........................................................... 48
2.2.7 Metode Pengujian Kualitas ..................................................................... 50
2.2.8 Spesifikasi Kualitas Produk Pertamax .................................................... 51
2.2.8.1 Sampling .............................................................................................. 52
2.2.8.2 Research Octane Number (RON)......................................................... 52
2.2.8.3 Induction Period ................................................................................... 53
2.2.8.4 Sulphur Content ................................................................................... 53
2.2.8.5 Lead Content ........................................................................................ 53
2.2.8.6 PONA Analysis .................................................................................... 54
2.2.8.7 Distillation ............................................................................................ 54
2.2.8.8 Sediment............................................................................................... 54
2.2.8.9 Existent Gum........................................................................................ 54
2.2.8.10 Reid Vapor Pressure (RVP) ............................................................... 55
2.2.8.11 Density ............................................................................................... 55
2.2.8.12 Copper Strip Corrosion ...................................................................... 55
2.2.8.13 Doctor Test ......................................................................................... 56
2.2.8.14 Merchaptan Sulfur (RSH) .................................................................. 56
2.2.8.15 Apperance & Colour Visual ............................................................... 56
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ........................................................ 57
3.1 Bahan dan Alat yang digunakan ................................................................ 57
3.1.1 Alat yang digunakan ............................................................................... 57
3.1.2 Bahan yang digunakan ............................................................................ 57
3.2 Cara Kerja .................................................................................................. 57
3.2.1 Sampling ................................................................................................. 53
3.2.2 Research Octane Number (RON)............................................................ 58
3.2.3 Induction Period ...................................................................................... 59
3.2.4 Sulphur Content ...................................................................................... 59

viii
3.2.5 Lead Content ........................................................................................... 60
3.2.6 PONA Analysis ....................................................................................... 60
3.2.7 Distillation ............................................................................................... 60
3.2.8 Sediment.................................................................................................. 61
3.2.9 Existent Gum........................................................................................... 61
3.2.10 Reid Vapor Pressure (RVP) .................................................................. 62
3.2.11 Density .................................................................................................. 62
3.2.12 Copper Strip Corrosion ......................................................................... 63
3.2.13 Doctor Test ............................................................................................ 63
3.2.14 Merchaptan Sulfur (RSH) ..................................................................... 63
3.2.15 Apperance & Colour Visual .................................................................. 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 65
4.1 Data Pengamatan ........................................................................................ 65
4.2 Pembahasan Data ....................................................................................... 66
4.2.1 Sampling ................................................................................................. 66
4.2.2 Research Octane Number (RON)............................................................ 66
4.2.3 Induction Period ...................................................................................... 70
4.2.4 Sulphur Content ...................................................................................... 71
4.2.5 Lead Content ........................................................................................... 72
4.2.6 PONA Analysis ....................................................................................... 74
4.2.7 Distillation ............................................................................................... 75
4.2.8 Sediment.................................................................................................. 77
4.2.9 Existent Gum........................................................................................... 79
4.2.10 Reid Vapor Pressure (RVP) .................................................................. 81
4.2.11 Density .................................................................................................. 82
4.2.12 Copper Strip Corrosion ......................................................................... 84
4.2.13 Doctor Test ............................................................................................ 85
4.2.14 Merchaptan Sulfur (RSH) ..................................................................... 86

ix
4.2.15 Apperance & Colour Visual .................................................................. 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 89
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 89
5.2 Saran ........................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 91
LAMPIRAN ..................................................................................................... 92

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Pertamina .................................................. 5

Tabel 2.2 Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero) ..................... 8

Tabel 2.3 Bahan baku utama di PT. Pertamina (Persero) RU VI ......................... 30

Tabel 2.4 Bahan baku pendukung di PT. Pertamina (Persero) RU VI ................. 31

Tabel 2.5 Komponen Minyak Bumi (Crude Oil) .................................................. 34

Tabel 2.6 Fraksi yang dihasilkan dari distilasi minyak bumi dan pengunaannya . 40

Tabel 2.7 Spesifikasi Produk Pertamax ................................................................ 51

Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan ......................................................................... 65

Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Bilangan Oktan .......................................................... 69

Tabel 4.3 Hasil Analisis Unwashed gum .............................................................. 80

Tabel 4.4 Hasil Analisis Washed gum .................................................................. 81

Tabel 4.5 Konversi densitas dari 60°F ke 15°C .................................................... 83

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo PT. Pertamina (Persero) ........................................................... 9

Gambar 2.2 Logo PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ............................... 13

Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ........ 15

Gambar 2.4 Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ............................ 21

Gambar 2.5 Alur Proses Unit Kerja ...................................................................... 23

Gambar 2.6 Struktur Organisasi Laboratorium RU VI Balongan......................... 27

Gambar 2.7 Fraksi – fraksi pengolahan metode distilasi bertingkat


minyak bumi mentah ............................................................................................. 39

Gambar 2.8 Skema proses produksi mogas .......................................................... 50

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Alat ............................................................................. 92

Lampiran 2. Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi &
Memorandum Manager Planning & Controlling No. 006/E20110/2017-S2 ....... 94

Lampiran 3. Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin ............................................. 95

Lampiran 4. Tabel Specific Gravity 60/60˚F ........................................................ 96

Lampiran 5. Tabel Konversi Specific Gravity 60/60˚F ke Density at 15˚C ........ 96

Lampiran 6. Tabel Konversi Pembacaan Mikrometer Terhadap Angka Oktan.... 97

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebutuhan dalam memenuhi bahan bakar minyak di Indonesia saat ini sedang
dalam proses peningkatan yang sangat tinggi. Hal ini diakibatkan dari terus
perkembangnya jumlah masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor dan
pertumbuhan ekonomi masyarakat khususnya dalam industri yang membutuhkan
bahan bakar dalam proses produksinya. Berdasarkan hal tersebut, PT. Pertamina
(Persero) bertugas untuk memenuhi kebutuhan tersebut selaku produsen bahan
bakar minyak dan gas bumi di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3
dan UU No. 8 Tahun 1971. Untuk memenuhi tugas tersebut PT. Pertamina (Persero)
Refinery Unit VI Balongan juga memiliki peran yang penting selaku unit
pengolahan (Kilang) terbesar di bagian utara Pulau Jawa.

Sasaran utama pengadaan dan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan
non bahan bakar minyak dalam menunjang pembangunan nasional adalah
tersedianya BBM dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional
dengan kualitas yang sesuai terutama pada Motor Gasoline (MOGAS) sebagai
salah satu BBM yang keberadaannya sangat penting bagi masyarakat di Indonesia.
Maka kualitas mutu produk juga sangat perlu untuk diperhatikan agar tidak terjadi
kerugian oleh pengguna seperti kerusakan pada mesin kendaraan dan pencemaran
terhadap lingkungan.

Pertamax merupakan salah satu jenis MOGAS hasil produksi PT. Pertamina
yang saat ini paling banyak digunakan oleh masyarakat dikarenakan angka oktan
yang cukup tinggi (92) dengan harga pasar yang terjangkau. Maka dari itu produk
Pertamax sangat penting untuk dijaga kualitasnya dengan cara dilakukannya
analisis kualitas.

Untuk pengujian kualitas mutu dilakukan di Laboratorium dengan analisis


skala lab yang dapat memberikan acuan apakah produk yang dihasilkan telah
2

memenuhi spesifikasi produk Pertamax yang telah ditetapkan oleh Dirjen Migas.
Analisis yang dilakukan menggunakan metode ASTM (American Society for
Testing and Materials) dan IP (Institute of Petroleum) sesuai dengan SK. Dirjen
Migas No. 3674 K/24/DJM 2006 meliputi pengujian secara fisika dan kimia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Metode apa yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap suatu


produk Pertamax ?
2. Apakah manfaat melakukan pengujian kualitas produk Pertamax ?
3. Bagaimana ketentuan produk Pertamax yang baik untuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sesuai dengan peraturan Dirjen Migas No. 3674
K/24/DJM 2006 dan Memorandum Manager Planning & Controlling No.
006/E20110/2017-S2 ?

1.3 Tujuan Praktikum

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan adalah:

1. Menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan akademik yang didapatkan


pada perkuliahan secara utuh untuk mengatasi situasi nyata di lapangan kerja.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu bersaing di dunia
kerja.
3. Memperluas wawasan mahasiswa tentang dunia kerja yang akan dihadapi di
masa yang akan datang.
4. Meningkatkan partisipasi dan kepedulian dunia usaha dalam meningkatkan
pendidikan nasional.
5. Menciptakan hubungan yang sinergis antara perkuliahan dengan dunia kerja
yang akan menjadi outputnya.
3

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan yaitu:
1. Memahami metode dan hasil analisis yang digunakan untuk proses pengujian
kualitas produk bahan bakar Pertamax.hasil produksi PT. Pertamina (Persero)
RU VI Balongan.
2. Menguji kualitas Pertamax sebelum dipasarkan ke masyarakat sesuai dengan
peraturan Dirjen Migas No 3674 K/DJM 2006 hasil produksi di PT Pertamina
(Persero) RU VI Balongan.
3. Mengetahui kualitas Pertamax pada tangki 42-T-301B hasil produksi PT
Pertamina (Persero) RU VI Balongan dan memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan oleh Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi.

1.4 Manfaat

Manfaat yang didapatkan dari kegiatan analisis ini adalah:

1 Mengetahui keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan kerja sehingga


mahasiswa dapat mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja.

2 Memberikan pengetahuan yang luas yang tidak didapatkan selama masa


perkuliahan.

3 Memiliki pengalaman bersosialisasi dengan dunia kerja.

4 Mendapatkan sebuah gagasan atau ide dari tempat praktik kerja.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Instansi

2.1.1 Tinjauan Umum PT PERTAMINA (Persero)

2.1.1.1 Sejarah Singkat PT PERTAMINA (Persero)

Adanya peningkatan kebutuhan bahan bakar dalam negeri baik untuk


proses industri, transportasi, maupun kebutuhan domestik masyarakat
mendorong suatu upaya eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber energi
seperti minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar tersebut.

Tugas Pertamina adalah untuk menyediakan dan melayani kebutuhan


Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat luas. Tugas Pertamina ini
didasarkan pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan UU No. 8 Tahun 1971 yaitu
melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dengan memperoleh hasil
yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat negara. Minyak dan gas adalah
salah satu sumber devisa yang memegang peranan penting dalam pembangunan
nasional. Usaha pengeboran minyak di Indonesia pertama kali dilakukan oleh
Jan Raerink pada tahun 1871 di Cibodas dekat Majalengka Jawa Barat, namun
usaha tersebut mengalami kegagalan. Kemudian dilanjutkan oleh Aeilo Jan
Zykler yang melakukan pengeboran di Telaga Tiga Sumatra Utara dan pada
tanggal 15 Juni 1885 berhasil ditemukan sumber minyak komersial yang
pertama di Indonesia. Sejak itu berturut-turut ditemukan sumber minyak bumi
di Kruka Jawa Timur tahun 1887, Ledok Cepu Jawa Tengah pada tahun 1901,
Pramusia Taraka tahun 1905 dan di Talang Akar Pendopo Sumatra Selatan
tahun 1921. Penemuan-penemuan dari penghasil minyak yang lain mendorong
keinginan maskapai perusahaan asing seperti Royal Deutsche Company, Sheil,
Stanvac, Caltex dan maskapai-maskapai lainnya untuk turut serta dalam usaha
pengeboran minyak di Indonesia.
5

Setelah kemerdekaan Indonesia, terjadi beberapa perubahan pengelolaan


perusahaan minyak di Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1957, atas perintah
Mayjen Dr. Ibnu Soetowo, PT EMTSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak
Nasional (PT PERMINA). Kemudian dengan PP No. 198/1961 PT PERMINA
dilebur menjadi PN PERMINA. Pada tanggal 20 Agustus 1968 berdasarkan PP
No. 27/1968, PN PERMINA dan PN PERTAMINA dijadikan satu perusahaan
yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN
PERTAMINA). Sebagai landasan kerja baru, lahirlah UU No. 8/1971 pada
tanggal 15 September 1971. Sejak itu, nama PN PERTAMINA diubah menjadi
PT. PERTAMINA, dan dengan PP No. 31/2003 PT. PERTAMINA menjadi
(Persero), yang merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional yang
berwenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang industri perminyakan
di Indonesia.

Tabel 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Pertamina

Kronologi Uraian
1945 Berdirinya Perusahaan
minyak nasional pertama
di Indonesia yang terletak
di Tarakan bernama
Perusahaan Tambang
Minyak Negara Republik
Indonesia (PTMNRI).
April 1954 PTMNRI berubah nama
menjadi Tambang
Minyak Sumatera Utara
(TMSU).
10 Desember 1957 TMSU berubah menjadi
PT Perusahaan Minyak
Nasional (PT PERMINA)
6

1 Januari 1959 NVNIAM berubah


menjadi PT
Pertambangan Minyak
Indonesia (PT
PERMINDO).
Februari 1961 PT PERMINDO berubah
menjadi Perusahaan
Negara Pertambangan
Minyak (PN
PERTAMIN) yang
berfungsi sebagai satu-
satunya distributor
minyak di Indonesia
1 Juni 1961 PT PERMINA dijadikan
PN PERMINA (PP
No.198/1961)
20 Agustus 1968 Peleburan PN PERMINA
dan PN PERTAMIN
menjadi Perusahaan
Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi Nasional
(PN PERTAMINA)
sesuai PP No.27/1968
15 September 1971 PN PERTAMINA
berubah menjadi PT.
PERTAMINA
berdasarkan UU
No.8/1971
17 September 2003 PT. PERTAMINA
menjadi
7

PT.PERTAMINA
(Persero) sesuai PP
No.31/2003

Sesuai akta pendiriannya, maksud dari Perusahaan Perseroan adalah untuk


menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam
maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait dan menunjang
kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Adapun tujuan dari
perusahaan Perseroan adalah untuk:
1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan
secara efektif dan efisien.
2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, PT Pertamina (Persero)


melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil
olahan dan turunannya
2. Menyelengarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat
pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi perseroan
3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Lquified Natural Gas (LNG)
dan produk lai yang dihasilkan dari kilang LNG
4. Menyelenggarakan kegitan usaha lain yang terkait untuk menunjang
kegiatan usaha.

PT Pertamina (Persero) tidak lagi menjadi satu-satunya perusahan yang


memonopoli industri MIGAS dimana kegiatan usaha minyak dan gas bumi
diserahkan kepada mekanisme pasar. Dalam mengoperasikan kilang-kilang
dalam negeri, tiga kebijakan utama selalu mendasari langkah Pertamina, yaitu
8

kepastian dalam pengadaan, pertimbangan ekonomi pengadaan dan keluwesan


pengadaan. PT Pertamina (Persero) untuk memenuhi atau menjamin pengadaan
dan penyaluran BBM dalam jumlah yang cukup serta kulaitas yang sesuai
dengan spesifikasi dan aturan negara, melakukan pengembangan dengan
mendirikan unit-unit lainnya, hingga saat ini PT Pertamina (Persero) telah
mempunyai tujuh buah kilang (Unit Pengolahan), seperti pada tabel dibawah
ini:

Tabel 2.2 Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero)

Nama Kilang Kapasitas (BPSD)


RU-I P Brandan -
RU-II Dumai 170.000
RU-III Plaju 118.000
RU-IV Cilacap 348.000
RU-V Balikpapan 260.000
RU-VI Balongan 125.000
KLBB 52.000
RU-VII Kasim Sorong 10.000
Total 1.083.000

2.1.1.2 Logo dan Slogan PT. Pertamina (Persero)

Pemikiran perubahan logo sudah dimulai sejak 1979 setelah terjadi krisis
PERTAMINA. Pemikiran tersebut dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya dan
diperkuat melalui Tim Restrukturisasi PERTAMINA tahun 2000 (Tim Citra)
termasuk kajian yang mendalam dan komprehsensif samapai pada pembuatan
TOR dan perhitungan biaya. Akan tetapi, program tersebut tidak sempat
terlaksana karena adanya perubahan kebijakan atau pergantian direksi. Wacana
perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan terbentuknya PT Pertamina
(Persero) pada tahun 2003. Adapun pertimbangan pergantian logo yaitu agar
dapat membangun semangat baru, mendorong perubahan corporate culture
bagi seluruh pekerja, mendapatkan kesan yang baik diantara global oil dan gas
9

companies serta mendorong daya saing perusahaan dalam menghadapi


perubahanperubahan yang terjadi, antara lain:
1. Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi perseroan.
2. Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi persaingan pasca PSO
dan semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru di bidang Hulu dan
Hilir.
Slogan RENEWABELE SPIRIT yang diterjemahkan menjadi
“SEMANGAT TERBARUKAN”. Dengan slogan ini diharapkan perilaku
seluruh jajaran pekerja akan berubah menjadi entrepreneur dan customer
oriented, terkait dengan persaingan yang sedang dan akan dihadapi perusahaan.
Permohonan pendaftaran ciptaan logo baru telah disetujui dan dikeluarkan
oleh Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dan Rahasia Dagang, Departemen Hukum dan HAM dengan syarat pendaftaran
ciptaan No.0.8344 tanggal 10 Oktober 2005. Logo baru PERTAMINA sebagai
identitas perusahaan dikukuhkan dan diberlakukan terhitung mulai tanggal 10
Desember 2005. Selama masa transisi, lambang /tanda pengenal PERTAMINA
masih dapat tetap dipergunakan.

Gambar 2.1 Logo PT. Pertamina (Persero)

Arti Logo:

Elemen logo merupakan representasi huruf P yang secara keseluruhan


merupakan representasi bentuk panah, dimaksudkan sebagai Pertamina yang
bergerak maju dan progresif.

Warna-warna yang berani menunjukkan langkah besar yang progresif. Warna-


warna yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil Pertamina dan
aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis.
10

Warna-warna dari logo tertentu dan logo tersebut maknanya adalah:

1. Biru, mencerminkan andal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.


2. Hijau, mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.
3. Merah, mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam
menghadapi berbagai macam keadaan.
2.1.1.3 Visi dan Misi

Visi dan misi PT. PERTAMINA (Persero) adalah sebagai berikut:

a. Visi:
“Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”.

b. Misi:
Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

2.1.1.4 Perkembangan PT. Pertamina (Persero)

Sasaran utama pengadaan dan penyaluran BBM dalam menunjang


pembangunan nasional adalah tersedianya BBM dalam jumlah yang cukup
dengan kualitas yang memenuhi spesifikasi, suplai yang berkesinambungan,
terjamin, dan ekonomis. Pemenuhan kebutuhan BBM merupakan tugas yang
cukup berat bagi PT. Pertamina (Persero) karena peningkatan kapasitas
pengolahan minyak yang dimiliki Pertamina tidak seimbang dengan lonjakan
konsumsi BBM yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu. Kendala yang
dihadapi dalam meningkatkan kapasitas pengolahan minyak dalam negeri
adalah konsumsi yang meningkat sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir
ini sebagai dampak pesatnya kegiatan pembangunan. Disamping itu, kilang-
kilang yang dioperasikan masih menggunakan teknologi yang cukup tertinggal
sehingga hasil yang didapat tidak efisien. Oleh karena itu, dalam pembangunan
kilang-kilang baru dan memperluas kilang- kilang lama diterapkan teknologi
baru yang berwawasan lingkungan. Dalam mengoperasikan kilang dalam
negeri, tiga kebijakan utama selalu mendasari langkah Pertamina, yaitu
11

kepastian dalam pengadaan, pertimbangan ekonomi, pengadaan dan keluwesan


pengadaan.

2.1.2 Tinjauan Umum PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI


Balongan

2.1.2.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

Proyek pembangunan PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan ini mulai


dibangun pada tahun 1990, dengan nama proyek pembangunannya adalah
EXOR 1 (Export Oriented Revinery-1) namun dengan berjalannya waktu maka
EXOR-1 ini berubah nama menjadi PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan.
Beroperasinya PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan ini diharapkan agar di
masa yang akan datang dapat memberikan prospek pada pertumbuhan operasi
hilir yang berada di sekitar kilang yang akan berdampak pada operasi kilang,
pengolahan minyak mentah hasil produksi dari Laut Jawa dan sekitarnya dan
adanya master plant pipanisasi untuk distribusi Pulau Jawa. Dalam pencarian
lahan untuk proyek EXOR-1 ini PT Pertamina (Persero) juga melakukan studi
kelayakan. Karena pada saat itu permasalahan lingkungan sudah mulai muncul
dibicarakan, maka PT Pertamina (Persero) juga melihat lokasi dengan
mempertimbangkan dampaknya ke lingkungan.

Adapun tujuan-tujuan umumnya pembangunan PT. Pertamina (Persero) RU VI


Balongan ini adalah adalah:

1. Pemenuhan kebutuhan BBM/LPG, terutama untuk wilayah DKI Jakarta dan


Jawa Barat. Mensuplai kebutuhan BBM di Jawa Barat ± 40% atau 20% dari
kebutuhan nasional.
2. Peningkatan nilai tambah dengan memanfaatkan peluang ekspor di Asia
Pasifik.
3. Memecahkan kesulitan pemasaran minyak mentah Duri dan Minas
4. Pengembangan daerah sekaligus pertimbangan ekonomi.
12

Adapun pemilihan Balongan sebagai lokasi dan proyek kilang berdasarkan:


1. Letak lokasi yang relatif dekat dengan konsumen BBM terbesar, yaitu
Jakarta dan Jawa Barat.
2. Lokasi ini juga dekat dengan sumber air yaitu Waduk Salam Darma,
Rejasari. Pengangkutan air dilakukan pipanisasi ke kilang untuk digunakan
pada steam boiler, head exchangers, air minum dan kebutuhan perumahan.
3. Telah tersedianya sarana penunjang, yaitu Depot UPPDN II, Terminal UEP
III, Conventional Bouy Mooring (CBM), dan Single Bouy Mooring (SBM).
5. Dekat dengan sumber gas alam untuk bahan bakar dan bahan baku dari
Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, yaitu UEP III dan ARCO.
6. Selaras dengan proyek pipanisasi BBM di Jawa Barat.
7. Tersedianya sarana infrastruktur.

Start Up Kilang PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan


pada bulan Oktober 1994, diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 Mei
1995. Peresmian ini sempat tertunda dari perencanaan sebelumnya (30 Januari
1995) dikarenakan unit Residue Catalytic Cracking (RCC) di kilang mengalami
kerusakan. Unit RCC ini merupakan unit terpenting di kilang Pertamina RU VI
karena merupakan unit yang merubah residu menjadi minyak ringan yang lebih
berharga. Kapasitas unit ini merupakan yang terbesar di dunia untuk saat ini.
Kilang RU VI Balongan memiliki beberapa keunikan dan keunggulan, antara
lain:

1. Dirancang dengan Engineering Education yang memenuhi kebutuhan


operasional dengan tingkat fleksibilias tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
pada umumnya parameter operasional telah dicapai rata-rata berada di atas
unjuk kerja yang dirancang.
2. Merupakan unit RCC terbesar di dunia saat ini.
3. Fitur dari unit proses RCC baik berupa kemampuan peralatan untuk
mendukung pola operasi beyond design ataupun field product yang
13

dihasilkan merupakan produk konsep rekayasa dan rancang bangunnya


optimal.
4. Fleksibilitas feed yang tinggi terutama Unit CDU, yaitu rata-rata rasio feed
crude pada saat ini Duri:Minas = 50:50 dibanding desain awal (80:20),
sedangkan Unit RCC yang menyesuaikan kapasitas rasio feed dapat
dioperasikan, yaitu AR : DMAR = 45 : 55 dibandingkan dengan desain awal
35 : 65.
5. Peralatan utama Unit RCC, yaitu Main Air Blower dan Wet Gas
Compressor yang dioperasikan untuk menunjang operasi Unit RCC
kapasitas 115%. Rancangan konsep CO Boiler merupakan pertama di dunia
yang memiliki tiga fungsi, yaitu: sebagai CO Boiler, auxiliaries boiler dan
waste heat boiler.
6. Pada saat ini merupakan satu-satunya kilang dalam negeri yang
memproduksi premium (bensin) tanpa timbale (Kilang Langit Biru
Balongan).

2.1.2.2 Logo PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

Gambar 2.2 Logo PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

Arti dari logo tersebut adalah:


 Lingkaran: fokus ke bisnis inti dan sinergi
 Gambar: konstruksi regenerator dan reaktor di unit RCC yang menjadi
ciri khas dari PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan
 Warna:
a. Hijau: berarti selalu menjaga kelestarian lingkungan hidup
14

b. Putih: berarti bersih, profesional, proaktif, inovatif dan dinamis dalam


setiap tindakan yang selalu berdasarkan kebenaran
c. Biru: berarti loyal kepada visi PT Pertamina (Persero)
d. Kuning: berarti keagungan PT Pertamina (Persero) RU VI

Slogan dari PT Pertamina (Persero) adalah “Renewable Spirit” atau “Semangat


Terbarukan”. Slogan tersebut diharapkan mendorong seluruh jajaran pekerja
untuk memiliki sikap enterpreneurship dan costumer oriented yang terkait
dengan persaingan yang sedang dan akan dihadapi perusahaan.

2.1.2.3 Visi dan Misi

Dalam peranannya sebagai salah satu elemen penting dalam pemenuhan


kebutuhan BBM di Indonesia, PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI
mempunyai visi dan misi, yaitu:

1. Visi
“Menjadi Kilang Terkemuka di Asia tahun 2025”

2. Misi
a. Mengolah crude dan naphtha untuk memproduksi BBM, BBK, Residu,
NBBM dan Petkim secara tepat jumlah, mutu, waktu, dan berorientasi
laba serta berdaya saing tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar.
b. Mengoperasikan kilang berteknologi maju dan terpadu secara aman,
handal, efisien dan berwawasan lingkungan.
c. Mengelola aset RU VI secara profesional yang di dukung oleh sistem
manajemen yang tangguh berdasarkan semangat kebersamaan,
keterbukaan, dan prinsip saling menguntungkan.
15

2.1.2.4 Struktur Organisasi PT Pertamina (PERSERO) RU VI Balongan

Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

PT PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan mempunyai struktur


organisasi yang menerangkan hubungan kerja antar bagian yang satu dengan yang
lainnya dan juga mengatur hak dan kewajiban masing-masing bagian. Tujuan
dibuatnya struktur organisasi adalah untuk memperjelas dan mempertegas
kedudukan suatu bagian dalam menjalankan tugas sehingga akan mempermudah
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Maka biasanya struktur
organisasi dibuat sesuai dengan tujuan dari organisasi itu sendiri. Struktur
organisasi RU IV Balongan terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai fungsi
dan tanggung jawab masing-masing yaitu sebagai berikut:
16

1. General Manager

Tugas pokok General Manager adalah mengarahkan, memonitor, dan


mengevaluasi seluruh kegiatan di RUVI sesuai dengan visi misi unit bisnis yang
meliputi kegiatan pengembangan pengolahan, pengelolaan operasi kilang,
kehandalan kilang, pengembangan kilang, supply chain operation, procurement,
serta kegiatan pendukung lainnya guna mencapai target perusahaan di RU VI.

2. Senior Man. Op & Manufacturing

Tugas pokok Senior Man. Op & Manufacturing adalah mengarahkan,


memonitor, dan mengevaluasi penyusunan rencana operasi kilang, kegiatan
operasi kilang, assesment kondisi peralatan, pemeliharaan turn around /
overhoul, pemeliharaan rutin dan non-rutin, pengadaan barang dan jasa,
pengadaan bahan baku, intermedia, dan gas, penerimaan, penyaluran, storage
management, pengelolaan sistem akutansi arus minyak, dan operasional HSE
serta menunjukkan komitmen HSE dalam setiap aktivitas / proses bisnis agar
kegiatan operasi berjalan dengan lancar dan aman di RU VI.

3. Production I Manager

Tugas pokok Production I Manager adalah mengarahkan, memonitor,


dan mengevaluasi sistem dan tata kerja operasi kilang, rencana operasi dan
kegiatan operasi kilang, pengadaan produk, barang, dan jasa, pengelolaan
penerimaan, penyaluran, dan storage management, pengelolaan sistem arus
minyak, pengelolaan mutu, dan operasional program HSE dalam rangka
mendukung seluruh kegiatan operasional kilang dalam melakukan pengolahan
minyak mentah menjadi produk BBM/NBBM secara produktif, efisien, aman,
dan ramah lingkungan, serta menunjukkan komitmen HSE dalam setiap
aktivitas/proses bisnis sesuai dengan perencanaan perusahaan di
RUVI.Production-I Manager membawahi RCC, HSC, dan DHC.
17

4. Production II Manager

Tugas pokok Production II Manager adalah mengarahkan, memonitor,


dan mengevaluasi sistem dan tata kerja operasi kilang, rencana operasi dan
kegiatan operasi kilang, pengadaan produk, barang, dan jasa, pengelolaan
penerimaan, penyaluran, dan storage management, pengelolaan sistem arus
minyak, pengelolaan mutu, dan menunjukkan komitmen HSE dalam setiap
aktivitas/process business operasional program HSE dalam rangka mendukung
seluruh kegiatan operasional kilang dalam melakukan pengolahan minyak
mentah menjadi produk BBM, NBBM, secara produktif, efisien, aman, dan
ramah lingkungan sesuai dengan perencanaan perusahaan di Refinery UnitVI.
Production II Manager membawahi utilities, laboratorium, POC, dan OM.

5. Refinery Planning & Optimization Manager

Tugas pokok Refinery Planning& Optimization Manager adalah


mengarahkan, mengkoordinasikan, dan memonitor evaluasi perencanaan,
pengembangan/pengelolaan bahan baku, dan produk kilang berdasarkan kajian
keekonomian, kemampuan kilang serta kondisi pasar; evaluasi pengadaan,
penerimaan, dan penyaluran bahan baku; evaluasi kegiatan operasi kilang;
evaluasi pengembangan produk; pengelolaan linear programming serta
pengelolaan hubungan pelanggan dalam rangka mendukung kegiatan
operasional yang paling efektif, efisien, dan aman serta menunjukkan komitmen
HSE dalam setiap aktivitas/proses bisnis di Refinery Unit VI.

6. Maintenance Execution Manager

Tugas pokok Maintenance Execution Manager adalah mengarahkan,


memonitor, dan mengevaluasi kegiatan turn around dan overhaul(plant stop),
pemeliharaan peralatan kilang rutin& non-rutin, pembangunan dan
pemeliharaan aset bangunan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum lainnya, dan
heavy equipment, transportation, rigging, dan scaffolding, optimalisasi aset
pengelolaan mutu tools workshop, dan correction action saat operasi kilang
untuk memastikan peralatan kilang siap beroperasi dengan tingkat kehandalan,
18

kinerja peralatan yang paling optimal, menjadi role model, dan menunjukkan
komitmen HSE di setiap aktivitas dan memenuhi HSE excellence di RU VI.

7. Maintenance Planning & Support Manager

Tugas pokok Maintenance Planning& Support Manager adalah


mengarahkan, memonitor, dan mengevaluasi kegiatan pemeliharaan serta
menunjukkan komitmen HSE dalam setiap aktivitas / process business peralatan
kilang yang meliputi rencana strategi perusahaan, pengelolaan mutu, strategi dan
rencana dan kehandalan, assesment kondisi kilang, kegiatan pemeliharaan,
vendor management, anggaran, dan pemeliharaan data seluruh peralatan kilang
untuk memberikan jaminan kelayakan operasi peralatan sesuai peraturan
pemerintah dan / atau standar & code serta aspek HSE yang belaku agar
peralatan dapat dioperasikan sesuai jadwal untuk memenuhi target produksi
yang direncanakan di RU VI.

8. Realibility Manager

Tugas pokok Realibility Manager adalah mengkoordinir, merencanakan,


memonitor, dan mengevaluasi pelaksanaan kehandalan kilang meliputi
penetapan strategi pemeliharaan kilang (anggaran, strategi dan rencana),
pengembangan teknologi, assessment/inspeksi kondisi kilang, pemeliharaan
kilang terencana (termasuk TA dan OH) serta pengadaan barang dan jasa yang
berkaitan dengan kebutuhan operasi pemeliharaan kilang serta menunjukkan
komitmen HSE dalam setiap aktivitas/process business dalam upaya mencapai
tingkat kehandalan kilang dan safety yang optimal sesuai dengan prosedur kerja
yang berlaku di RU.

9. T-A (Turn-Around) Manager.

Tugas pokok T/A Manager adalah mengkoordinir, mengarahkan,


mengendalikan, memonitor, dan mengevaluasi seluruh tahapan proses kerja
turn-around dan over-haul (OH) equipment, mulai dari tahap persiapan /
perencanaan, pelaksanaan & proses start-up, hingga post TA-OH yang sesuai
best practice / pedoman TA, pedoman pengadaan barang & jasa, peraturan
19

pemerintah, standard & code yang berlaku dalam upaya mendukung kehandalan
pengoperasian peralatan kilang hingga seluruh peralatan yang telah diperbaiki
dan di-overhaul tersebut dapat beroperasi dengan aman dan handal sampai
dengan jadwal TA-OH berikutnya, untuk mendukung pemenuhan target
produksi yang direncanakan di RU VI.

10. Engineering & Development Manager

Tugas pokok Engineering& Development Manager adalahmengarahkan,


memonitor, mengendalikan, dan mengevaluasi penyusunan sistem tata kerja
operasi kilang apabila ada modifikasi/revamp/unit baru, kegiatan pengembangan
kilang pengembangan teknologi, pengembangan produk, pengelolaan kegiatan
operasi kilang, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, pengelolaan program
HSE, pengelolaan anggaran investasi guna mendukung kegiatan operasi
pengolahan berdasarkan hasil identifikasi potensi risiko sehingga dapat terkelola
suatu kinerja excellent yang memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dan
berorientasi kepada pelanggan, produktivitas, dan keamanan kilang RU VI.

11. Healthy Safety Environment(HSE) Manager

Tugas pokok HSE Manager adalah mengarahkan, memonitor, dan


mengevaluasi penerapan aspek HSE di RUVI yang meliputi penyusunan,
sosialisasi& rekomendasi kebijakan&STK HSE, identifikasi risiko HSE,
mitigasi risiko HSE, peningkatan budaya HSE, implementasi operasional
program HSE, investigasi HSE, penyediaan peralatan dan fasilitas HSE, HSE
regulation&standard code compliance serta HSE audit agar kegiatan pencegahan
dan penanggulangan keadaan darurat, pelestarian lingkungan, keselamatan dan
kesehatan kerja dapat tercapai sesuai dengan rencana dalam upaya mencapai
HSE excellence.

12. Procurement Manager

Tugas pokok Procurement Manager adalah mengarahkan, memonitor, dan


mengevaluasi sistem tata kerja procurement, pengadaan barang dan jasa, vendor
management, penerimaan barang dan jasa, distribusi, warehouse management,
20

perjanjian kerjasama pengadaan jasa, dan facility support serta menunjukkan


komitmen HSE dalam setiap aktivitas di fungsi Procurement Refinery Unit VI.

13. GeneralAffairs

Tugas pokok General Affairs adalah mengarahkan, memonitor, dan


mengevaluasi kegiatan terkait relasi dengan pihak regulator, media, dan
stakeholder, hubungan pelanggan (internal & eksternal), kredibilitas perusahaan,
komunikasi eksternal dan internal, corporate social responsibility (CSR),
community development (CD)/community relation (CR), dokumen dan literatur
perusahaan, corporate activity, manajemen security, budaya security,
operasional program security, emergency program, pengelolaan peralatan dan
fasilitas security, juga security regulation compliance untuk mendukung
kegiatan operasional agar berjalan efektif dan optimal di fungsi RU VI.

2.1.2.5 Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan


Pabrik PT Pertamina (Persero) RU VI didirikan di Balongan, yang
merupakan salah satu daerah kecamatan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Untuk penyiapan lahan kilang, yang semula sawah tadah hujan, diperlukan
pengurukan dengan pasir laut yang diambil dari pulau Gosong Tengah.
Kegiatan penimbunan ini dikerjakan dalam waktu empat bulan. Transportasi
pasir dari tempat penambangan ke area penimbunan dilakukan dengan kapal
yang selanjutnya dipompa kearah kilang. Berikut adalah peta lokasi dari PT.
Pertamina (Persero) RU VI.
21

Gambar 2.4 Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

1. Utara: Laut Jawa

2. Barat: Sungai Prawiro Kepolo

3. Timur: Sungai Gebeng Sawit

4. Selatan: Jalan Negara Indramayu-Cirebon

Sejak tahun 1970, minyak dan gas bumi dieksplorasi di daerah ini.
Sebanyak 224 buah sumur berhasil digali. Di antara sumur-sumur tersebut,
sumur yang berhasil produksi adalah sumur Jatibarang, Cemara, Kandang Haur
Barat, Kandang Haur Timur, Tugu Barat, dan lepas pantai. Sedangkan produksi
minyak buminya sebesar 239,65 MMSCFD disalurkan ke PT Krakatau Steel,
PT Pupuk Kujang, PT Indocement, Semen Cibinong, dan Palimanan. Depot
UPPDN III sendiri baru dibangun pada tahun 1980 untuk mensuplai kebutuhan
bahan bakar di daerah Cirebon dan sekitarnya.

Tata letak pabrik disusun sedemikian rupa hingga memudahkan jalannya


proses produksi serta turut mempertimbangkanaspek keamanan dan
lingkungan. Untuk mempermudah jalannya proses produksi, unit-unit dalam
kilang disusun sedemikian rupa sehingga unit yang saling berhubungan
jaraknya berdekatan. Dengan demikian pipa yang digunakan dapat sependek
22

mungkin dan energi yang dibutuhkan untuk mendistribusikan aliran dapat


diminimalisir. Untuk keamanan, area perkantoran terletak cukup jauh dari unit-
unit yang memiliki resiko bocor atau meledak, seperti RCC, ARHDM, dll. Unit-
unit yang berisiko diletakkan di tengah-tengah kilang. Unit terdekat dengan area
perkantoran adalah unit utilitas dan tangki-tangki yang berisi air sehingga relatif
aman.

Area kilang terdiri dari:

• Sarana kilang : 250 ha daerah konstruksi kilang

: 200 ha daerah penyangga

• Sarana perumahan : 200 ha

Ditinjau dari segi teknis dan ekonomis, lokasi ini cukup strategis dengan
adanya faktor pendukung, antara lain:

a. Bahan Baku
Sumber bahan baku yang diolah di PT Pertamina (Persero) RU VI
Balongan adalah pada tahun 1990an berasal dari Duri dan Minas namun
sekarang sumber bahan baku yang diolah di PT. Pertamina (Persero) RU VI
Balongan berasal dari beberapa tempat diiantaranya Aseng, Duri, Minas, SWR
low sulphur, Ketapang Crude Oil, BUCO (Banyu Urip Crude Oil), Tiung Biru
dan lain lain.

b. Air
Sumber air terdekat terletak di Waduk Salam Darma, Rejasari, kurang ±65
km dari Balongan ke arah Subang. Pengangkutan dilakukan secara pipanisasi
dengan pipa berukuran 24 inci dan kecepatan operasi normal 1.100 m3 serta
kecepatan maksimum 1.200 m3. Air tersebut berfungsi untuk steam boiler, heat
exchangers (sebagai pendingin), air minum, dan kebutuhan perumahan. Dalam
pemanfaatan air, kilang Balongan ini mengolah kembali air buangan dengan
sistem wasted water treatment, di mana air keluaran di-recycle ke sistem ini.
Secara spesifik tugas unit ini adalah memperbaiki kualitas efluen parameter
NH3, fenol, dan COD sesuai dengan persyaratan lingkungan.
23

c. Transportasi
Lokasi kilang RU VI Balongan berdekatan dengan jalan raya dan lepas
pantai utara yang menghubungkan kota-kota besar sehingga memperlancar
distribusi hasil produksi, terutama untuk daerah Jakarta dan Jawa Barat. Marine
facilities adalah fasilitas yang berada di tengah laut untuk keperluan bongkar
muat crude oil dan produk kilang. Fasilitas ini terdiri dari area putar tangker,
SBM, rambu laut, dan jalur pipa minyak. Fasilitas untuk pembongkaran
peralatan dan produk (propilen) maupun pemuatan propilen dan LPG dilakukan
dengan fasilitas yang dinamakan jetty facilities.

d. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dipakai di PT. PERTAMINA RU VI Balongan terdiri
dari dua golongan, yaitu golongan pertama, dipekerjakan pada proses pendirian
Kilang Balongan yang berupa tenaga kerja lokal non-skill sehingga
meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, sedangkan golongan kedua, yang
dipekerjakan untuk proses pengoperasian, berupa tenaga kerja PT.
PERTAMINA (Persero) yang telah berpengalaman dari berbagai kilang minyak
di Indonesia.
2.1.2.6 Unit Kerja
Premium
40,6%
DURI KeroHTU Pertamax
MINAS 15.000 4,6%
UOP Pertamax +
CDU
0,87%
125.000
GOHTU Kerosene
Foster Wheeler
ARHDM
32.000 11,5%
58.000 UOP
Chevron PRU Gasoil
7.150
21,9%
LPG Trt UOP

RCC 22.500 Propylene


83.000 UOP 4,9%
Gas UOP
LPG
CCU
Alam Gasoline Trt 8,4%
13.000
H2 Plant 47.500 UOP IDF
UOP
76 MMSCFD 4,2%
Foster Wheeler
MFO
Naphtha 2,3%
Penex
DCO
23.000
7,8%
NHDT UOP

52.000 Platformer Sulfur


UOP 29.000 0,04%
UOP

Gambar 2.5 Alur Proses Unit Kerja


24

2.1.2.6.1 Unit Kerja Utama

2.1.2.6.1.1 CDU (Crude Distillation Unit)


Unit 11 yaitu CDU merupakan primary processing, yang didesain
untuk mengolah 125000 BPSD (Barrel Stream Per Day). CDU
memisahkan minyak mentah menjadi beberapa produk melalui proses
pemisahan fisik berdasarkan perbedaan titik didih dengan proses yang
dikenal sebagai distilasi. Produk yang dihasilkan adalah Straight Run
Naptha, Herosene, Gasoil dan Atmospheric Residue (AR).

2.1.2.6.1.2 ARHDM (Atmospheric Residue Hydrometalizzation)


Unit 12 – 13 yaitu ARHDM merupakan secondary processing dan
didesain untuk mengolah Atmospheric Residue (AR) dari CDU untuk
mengurangi senyawa – senyawa yang terkadung di dalamnya seperti
Nickel, Vanadium, Carbon Residue, Nitrogen Compounds dan
Sulphur Compounds. ARHDM terdiri dari 2 train reactor dan satu
train fractinator yang menghasilkan produk Naptha, Kerosene, Gas
Oil dan Treated Residue (DMAR).

2.1.2.6.1.3 HTU (Hydrotreating Unit)


Unit 14 yaitu unit HTU ini terdiri dari 3 sub unit, yaitu GO-HTU (Gas
Oil Hydrotreating Unit) untuk mengurangi kandungan pengotor dari
produk solar, Kero-HTU (Kerosene Hydrotreating Unit) untuk
mengurangi kandungan pengotor dari produk Kerosene dan H2 Plant
untuk menghasilkan gas H2 murni (min 99,99% vol) untuk keperluan
operasi kilang.

2.1.2.6.1.4 RCC (Residue Catalytic Cracking)


Unit 15 yaitu RCC juga merupakan secondary processing dengan
kapasitas 83 BSPD (505,408 T/H) merupakan salah satu unit RCC
yang terbesar di dunia. Unit ini didesain untuk mengolah Treated
Residue (DMAR) dari ARHDM dan AR dari CDU dengan bantuan
katalis. Produk yang dihasilkan dari unit RCC ini merupakan produk
25

dengan nilai ekonomi yang tinggi seperti LPG, Propylene,


Polygasoline (mogas dengan RON 98), Naptha (RON 92), Light Sycle
Oil (LCO) serta Decant Oil (DCO).

2.1.2.6.1.5 NHT (Naptha Hydroteater)


Unit ini berfungsi untuk menghilangkan pengotor yang terkandung di
dalam Straight Run Naptha sebelum diproses unit Platformer dan
Pennex. Produk yang dihasilkan adalah Light dan Heavy Naptha.

2.1.2.6.1.6 Platformer
Unit ini berfungsi untuk mengkonveksikan Heavy Naptha melalui
proses Naptha Reforming menjadi produk Platformate yang beroktan
98 serta LPG sebagai produk samping.

2.1.2.6.1.7 Pennex
Unit 33 yaitu unit penex ini berfungsi untuk mengkonversikan Light
Naptha melalui proses Isomerasi menjadi produk isomerat yang
beroktan 87 serta LPG sebagai produk samping.

Unit NHT, Platformer, dan Pennex tersebut merupakan terobosan /


breakthrough Pertamina dalam mendukung program Pemerintah
untuk menghapuskan penggunaan timbal (Pb) pada bensin yang
dikenal dengan Program Langit Biru Balongan (PLBB). Campuran
produk Platformer dan Produk Isomerate menghasilkan produk
HOMC dengan oktan 92 yang digunakan sebagai komponen blending
bensin tanpa timbal.

2.1.2.6.2 Unit Kerja Pendukung

2.1.2.6.2.1 Utilities
Unit Utilities menyediakan beberapa kebutuhan kilang seperti air,
listrik, steam, udara bertekanan dan nitrogen. Selain digunakan untuk
kebutuhan kilang, air, dan listrik digunakan pula untuk keperluan
perumahan dan perkantoran. Dalam rangka memenuhi kebutuhan air
yang dipergunakan untuk operasional kilang dan Perumahan Bumi
26

Patra, Pertamina RU VI Balongan mengambil air dari Water Intake


facilities Salam Darma dengan menggunakan pipa sepanjang 60 km.

2.1.2.6.2.2 ITP (Instalasi Tangki dan Perkapalan)


ITP terdiri atas unit 41 (Marine facility), Unit 42 (Tankage/Tank
Farm), Unit 43 (Piping facility), Unit 63 (Effluent Water Treatment /
EWT).

ITP berfungsi menunjang kegiatan berikut:

- Bongkar muat Crude Oil, Neptha Feed Kilang Langit Biru Balongan
(KLBB) dan produk – produk Kilang seperti Premium, Solar,
Kerosene, HOMC 92 dan DCO.
- Pengaturan tanki Crude Oil (minyak mentah), tanki intermediate
product (produk antara) dan tanki finished product (produk jadi).
- Penyaluran produk ke depot Balongan dan Terminal Transit Utama
Balongan (TTUB)
- Pengolahan Limbah Cair buangan dari unit – unit proses sebelum
dibuang ke Laut Terbuka.

2.1.2.6.2.3 Laboratorium
Laboratorium ini mendukung operasional kilang dengan melakukan
analisis – analisis skala lab terhadap parameter – parameter penting
untuk setiap Stream di unit operasi, baik pada oil system, gas system
maupun water system. Dengan berbekal Sertifikat ISO 17025,
Laboratorium menjamin akurasi analisa produk BBM yang dihasilkan
oleh Kilang RU VI Balongan.
27

Gambar 2.6 Struktur Organisasi Laboratorium RU VI Balongan

Jenis-jenis kegiatan yang terdapat di laboratorium PT Pertamina


(Persero) RU VI Balongan terbagi menjadi dua seksi yaitu bagian
kimia fisik dan bagian kimia dan gas.
1. Bagian laboratorium kimia fisik
Peranan bagian kimia fisik yakni untuk melakukan pengamatan dan
analisis yang berkaitan dengan sifat fisik pada produk (produk
setengah jadi dan produk akhir) dan bahan baku minyak mentah yang
akan diproduksi oleh PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan.
Kualitas bahan baku harus diketahui melalui serangkaian pengujian
untuk menentukan proses pengolahan yang akan dijalankan.
Begitupun dengan produk yang dihasilkan dari pengolahan, melalui
pengujian di laboratorium, produk yang akan dilepas telah mempunyai
sertifikat analisis yang dapat menjamin dan memberi kepercayaan
pada konsumen.
2. Bagian laboratorium kimia dan gas
Peran laboratorium kimia dan gas ini bereran dalam pemeriksaaan
terhadapa sifat-sifat kimia dari bahan baku penunjang proses pada
produk setengah jadi dan produk akhir, bahan kimia yang digunakan
28

serta analisis gas stream dari tanki (termasuk LPG, propillen, dan gas
lainnya). Selain itu juga melakukan pemeriksaan terhadapa limbah
yang dihasilkan selama proses pengolahan berlangsung. Hal ini
dilakukan agar limbah yang dihasilkan agar tetap terkontrol. Output
atau produk dari suatu Laboratorium adalah berupa data
analisis/pengujian yang dituangkan sebagai Certificate of Analysis
maupun Certificate of Quality.

Data-data yang dihasilkan dari pengujian/analisis Laboratorium oleh


para pengguna data dapat dipakai sebagai:
1. Kontrol kualitas (Pedoman Operasi)
2. Jaminan kualitas (Persyaratan Pemasaran)
3. Perhitungan kuantitas (Pada waktu transaksi jual/ beli)
4. Penelitan dan percobaan serta pengembangan (untuk intern
Laboratorium maupun Process Engineering).
Secara umum peranan Laboratorium didalam pengendalian mutu
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Keperluan Intern
Didalam mengendalikan kilang, data-data hasil analisis akan ikut
dijadikan acuan. Ada 2 (dua) persyaratan utama yang harus dipenuhi
oleh Laboratrium dalam hal penyajian data analisis tersebut yaitu
akurat dan cepat (tepat hasil dan tepat waktu). Keakuratan/kebenaran
hasil analisis adalah merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh
Laboratorium, sebab data hasil uji Laboratorium akan dijadikan
pedoman, didalam pengoperasian kilang.
Pengajian data analisis yang tidak akurat atau bahkan salah akan
memberikan andil berinterpretasi kurang benar atau salah terhadap
sistem pengoperasian kilang. Disamping akurat, data Laboratorium
harus disajikan secara cepat atau tepat waktu. Hal ini perlu
diperhatikan karena data analisis dipakai untuk suatu kegiatan operasi
29

yang sedang jalan, yang setiap saat atau periode tertentu harus
dikontrol.
Adanya penyimpangan proses yang dapat diindikasikan dengan
adanya penyimpangan/perubahan hasil analisis harus segera
diinformasikan sedini mungkin agar pihak operasi segera dapat
mengatur kondisi operasi sehingga kerugian bisa diminimalisasi.

2. Keperluan Ekstern
Di dalam kegiatan pemasaran produk diperlukan data-data untuk
penentuan kuantitas dan kualitas. Data analisis Laboratorium ikut
berperan didalam penentuan nilai jual produk. Sesuai dengan
ketentuan organisasi yang berlaku sekarang di PT Pertamina (Persero)
RU VI kewenangan penentuan kualitas produk yang dipasarkan ada
pada bagian Laboratorium. Diberikannya hak dan tanggung jawab
untuk mengeluarakan/ membuat Certificate Of Quality adalah
merupakan kepercayaan intern manajemen PT Pertamina (Persero)
RU VI kepada Laboratorium sebagai penjamin kualitas produk.
Laboratorium ini mendukung operasional kilang dengan melakukan
analisis – analisis laboratorium terhadap parameter – parameter
penting untuk setiap Stream di unit operasi, baik pada oil system, gas
system amupun pada water system. Dengan berbekal Sertifikat ISO
17025, Laboratorium menjami akurasi analisa produk BBM yang
dihasilkan oleh kilang RU VI Balongan. Adapun tugas dan fungsi
yang terdapat dalam laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Quality Control
Pengendalian mutu dengan melaksanakan kontrol di setiap tahapan
proses (feed, stream, intermediate dan produk jadi)
2. Quality Assurance
Penjamin mutu kualitas produk, kewenangan untuk membuat
certificate of quality: memberikan jaminan mutu atau kualitas produk
yang dipasarkan telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
30

2.1.2.7 Bahan Baku


2.1.2.7.1 Bahan Baku Utama
Minyak mentah yang diolah di PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan
adalah minyak minas dan duri dengan perbandingan Duri : Minas = 50% : 50%.
Spesifikasi umpan minyak mentah yang masuk ke CDU dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 2.3 Bahan baku utama di PT. Pertamina (Persero) RU VI


Karakteristik Minas Duri
API 35.2 21.1
Densitas (gr/ml) @15˚C 0.8485 0.927
Viskositas (cSt):
@30˚C - 691
@40˚C 23.6 274.4
@50˚C 11.6 -
Sulphur (%-Weight) 0.08 7.4
Carbon (%-Weight) 2.8 7.4
Titik tuang (˚C) 3.6 2.4
Asphalt (%-Weight) 0.5 0.4
Vanadium (ppm wt) <1 1
Nickel (ppm wt) 8 32
Total Asam (mg KOH) <0.05 1.19
Salt (lb/1000 bbl) 11 5
Water (%-Volume) 0.6 0.3
Sumber: PERTAMINA, 2004

2.1.2.7.2 Bahan Baku Pendukung


Di PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan, selain bahan baku utama
digunakan juga bahan baku pendukung berupa bahan kimia, katalis, dan resin
yang dipergunakan pada masing – masing unit beserta aplikasi dan fungsinya.
31

Tabel 2.4 Bahan baku pendukung di PT. Pertamina (Persero) RU VI


Unit Jenis Aplikasi Fungsi
Cairan Overhead 11- Menetralisir
Amonia C-105 HCl
Suction Feed Mencegah
Pump (11-P- terjadinya
Anti Foulant
101 A/B) dan fouling pada
Unit Desalter HE
Corrosive Overhead 11- Mencegah
Inhibitor V-101 korosi
Suction Feed
Memisahkan
Demulsifier Pump dan
emulsi
Unit Desalter
Preparasi Membantu
11 Wetting
larutan pada mempercepat
Agent
11-V-114 pemisahan
15-B-101, 15- Mengatasi
Kalgen
E-104 A/B kesadahan
Injeksi pada
air dari
cooling water
untuk 16-E- Pencegah
Kurilex
103 A/B, E- korosi
104 A/B, E-
105 A/B, E-
111 A/B
15,16, Oksidasi
18-A-202,
17,18, Katalis Sodium
206
19,20 mercaptide
32

11-V-101,
102, 103, 106 Mengikat
Kaustik
dan 18-V- H2S
102,104
Anti Aliran produk
Anti oksidan
Oksidan 18-V-104
Preparasi
larutan
Mengikat
DIPA dilakukan
H2S
pada 23-V-
102
Injeksi pada
kolom RCC
(24-C-201)
23,24 dan kolom
Mencegah
Anti Foam NH2 stripper
foaming
(24-C-102)
dan aliran
masuk 23-V-
102
24-V-302, 24-
Menetralisir
Soda V-303, 24-Z-
kaustik
301
Sumber: PERTAMINA, 2004

2.2 Teori Pendukung


2.2.1 Minyak Bumi

Minyak bumi, yang secara harfiah berarti "minyak batu" adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan cairan kaya hidrokarbon yang telah
terakumulasi dalam reservoir bawah tanah. Minyak bumi (juga disebut minyak
33

mentah) bervariasi dalam warna, bau, dan sifat aliran yang mencerminkan
keragaman asal-usulnya (Speight, 2002).

Minyak bumi adalah campuran hidrokarbon yang terbentuk berjuta-juta


tahun yang lalu, sebagai dekomposisi bahan-bahan organik dari hewan dan
tumbuhan. Minyak bumi berupa cairan kental berwarna hitam yang terdapat di
dalam cekungan-cekungan kerak bumi dan merupaka campuran yang
komplekdari senyawa-senyawa hidrokarbon dan bukan hidrokarbon (Marsaoli,
2004). Terdapat 500 senyawa yang pernah dideteksi dalam sejumlah minyak
bumi yang terdiri atas minyak bumi fraksi ringan dan fraksi berat. Minyak bumi
fraksi ringan, penyusun utamanya adalah n-alkana dengan atom C15-17,
sedangkan minyak bumi fraksi berat penyusun utamanya adalah fraksi
hidrokarbon dengan titik didih tinggi (Farrington et al, 1982).

Minyak bumi diperoleh dari bahan organik, diantaranya hewan,


tumbuhan, maupun plankton yang mengendap dalam bagian sedimen yang
selanjutnya mengalami dekomposisi akibat pengaruh sifat kimia (tekanan
tinggi, suhu tinggi, dan waktu yang lama serta dibantu oleh bakteri anaerob) dan
akhirnya menjadi minyak bumi. Minyak bumi berasal dari senyawa organik
sehingga merupakan campuran hidrokarbon yang terdapat dalam fase cair pada
tekanan atmosfer (Hardjono, 2001).
2.2.2 Komponen Minyak Bumi
Pengeboran sumber minyak bumi akan menghasilkan minyak bumi dalam
bentuk minyak mentah, yaitu cairan kental yang berwarna hitam. Minyak
mentah merupakan campuran yang mengandung ratusan senyawa hidrokarbon,
misalnya senyawa alkana, alkena, alkuna, aromatik, dan naptalena. Jumlah
atom karbon dan titik didih senyawa – senyawa hidrokarbon dalam minyak
mentah berbeda – beda. Selain minyak mentah, terdapat juga air, sulfur,
nitrogen, oksigen, logam, dan garam (Muchtaridi, 2007).

Pada tabel di bawah ini menunjukkan komponen minyak bumi atau yang
biasa disebut dengan crude oil yang didapat dari beberapa wilayah yaitu
diantaranya yang terbesar dari Minas dan Dumai.
34

Tabel 2.5 Komponen Minyak Bumi (Crude Oil) (Koesoemadinata, 1980).

Minyak
Komponen mentah (%
berat)
Karbon 82,2-87,1
Hidrogen 11,7-14,7
Belerang 0,1-5,5
Oksigen 0,1-4,5
Nitrogen 0,1-1,5

2.2.2.1 Komponen Hidrokarbon


Minyak bumi sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon.
Terdapat 3 kelas utama dari hidrokarbon (Fahim et al, 2010) yaitu:

- Hidrokarbon jenuh berisi hanya karbon – karbon ikatan tunggal yang


dikenal sebagai parafin (atau alkana) jika berbentuk asiklik atau napthan
(atau sikloalkana) jika berbentuk siklik.

Parafin
Parafin, yang juga dikenal sebagai alkana adalah senyawa jenuh yang
memilik rumus umum CnH2n+2, dimana n adalah angka dari atom karbon.
Alkana yang paling sederhana adalah metana (CH4), yang juga dinyatakan
sebagai C1. Normal parafin (n-parafin atau n alkana) adalah molekul rantai
lurus yang tidak bercabang. Untuk parafin dalam kisaran C5 – C12,
terdapat lebih dari 600 isomer dengan hanya 200 – 400 yang
teridentifikasi sebagai fraksi minyak bumi. Karena perbedaan strukturnya,
isomer ini mempunya karakteristik yang berbeda juga. Seperti contoh,
keberadaan isoparafin dalam gasoline dibutuhkan untuk meningkatkan
angka oktan pada bahan bakar gasoline.
35

Napthan (sikloalkana)
Napthan, yang juga dikenal sebagai sikloalkana, adalah hidrokarbon jenuh
yang memiliki paling sedikit satu cicin atom karbon. Rumus umumnya
ialah CnH2n. Contoh yang umum yaitu sikloheksana (C6H12)

Napthan yang secara umum berada dalam minyak mentah yaitu cincin
dengan 5 atau 6 atom karbon. Multi-ring napthan berada pada bagian yang
berat dari minyak mentah.

- Hidrokarbon tak jenuh berisi kabron – karbon dengan banyak ikatan


(rangkap dua, rangkap tiga atau keduanya). Ketidakjenuhan ini
dikarenakan kandungan hidrogen lebih sedikit dibandingkan dengan
parafin. Hidrokarbon tak jenuh ini dikenal sebagai olefin. Olefin
mengandung karbon – karbon rangkap dua (alkena) dan karbon – karbon
rangkap tiga (alkin).

Olefin
Olefin, yang juga dikenal sebagai alkena adalah hidrokarbon tak jenuh
yang mengandung karbon – kabron ikatan rangkap dua. Senyawa yang
mengandung karbon – karbon ikatan rangkap tiga disebut asetilen, yang
36

juga dikenal sebagai biolefin atau alkin. Rumus umum dari olefin adalah
CnH2n(R-CH=CH-R’). Olefin tidak secara alami ada dalam minyak
mentah tetapi terbentuk ketika proses konversi. Olefin lebih reaktif
dibandingkan dengan parafin. Alkena yang paling ringan yaitu etilen
(C2H4) dan propilen (C3H6), yang berperan penting sebagai bahan baku
untuk industri petrokimia.

- Hidrokarbon aromatik adalah kelas dari senyawa siklik yang


berhubungan dengan struktur dari benzena.
Aromatik
Aromatik adalah senyawa siklik tak jenuh yang terdiri dari 1 atau lebih
cincin benzen. Cincin benzen memiliki 3 ikatan rangkap dua dengan
susunan elektron yang unik yang membuatnya stabil.

Minyak mentah dari sumber yang beragam mengandung tipe senyawa


aromatik yang berbeda dan konsentrasi yang berbeda juga. Fraksi ringan
minyak bumi mengandung mono-aromatik, yang mempunya 1 cincin
benzen dengan 1 atau lebih atom hidrogen yang tersubtitusi oleh atom atau
grup alkil lainnya. Contohnya yaitu, toluen dan xilen. Bersama dengan
benzen, senyawa seperti ini sangat penting sebagai bahan baku petrokimia
dan keberadaannya dalam gasoline dapat meningkatkan angka oktan.
37

2.2.2.2 Komponen Non-Hidrokarbon


Selain senyawa hidrokarbon, didalam minyak bumi juga terkandung
sejumlah kecil senyawa non-hidrokarbon. Senyawa ini terdiri atas senyawa
organik non-hidrokarbon yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan
logam.
Komponen non-hidrokarbon dalam minyak bumi (Atlas, 1992) adalah:

1. Sulfur
Kandungan sulfur dalam minyak bumi sebesar 1-4 wt%. Sulfur terdapat
dalam bentuk senyawa sulfida, merkaptan dan tiofena. Merkaptan
terbentuk dari rantai alkil dengan gugus –SH diujungnya. Contoh
merkaptan dan sulfida yaitu (Fahim, et al, 2010):

2. Oksigen
Dalam minyak bumi terdapat senyawa oksigen dalam konsentrasi
rendah sekitar kurang dari 2 wt%. Senyawa ini dapat berbentuk asam
naftenik, fenol, keton, ester dan anhidrida. Kehadiran senyawa ini
menyebabkan minyak bumi menjadi asam dengan konsekuensi
permasalahan dalam proses pengolahan seperti korosi.

3. Nitrogen
Pada umumnya nitrogen sangat sedikit dalam minyak bumi. Senyawa
yang mengandung nitrogen antara lain piridin, kuinolin, iso-kuinolin,
pirol, indol dan karbazol. Walaupun kandungannya sangat sedikit,
nitrogen sangat penting dalam operasi kilang minyak. Senyawa ini
bertanggung jawab untuk meracuni katalis untuk cracking, selain itu
nitrogen juga berkontribusi dalam pembentukan gum pada produk akhir.
38

4. Logam
Senyawa logam dalam minyak bumi antara lain berupa garam anorganik
dan senyawa komplek logam organik. Garam anorganik dapat berupa
natrium klorida, kalium klorida, magnesium klorida, kalsium klorida,
natrium sulfat, kalium sulfat, magnesium sulfat dan kalsium sulfat.
Senyawa komplek logam organik dalam minyak bumi mengandung
salah satu dari logam berikut, yaitu vanadium (V), nikel (Ni), besi (Fe),
dan Kobal (Co). konsentrasi senyawa ini harus dikurangi untuk
menghindari permasalahan operasional dan mencegah logam
mengkotaminasi produk. Logam mempengaruhi peningkatan proses.
Logam meracuni katalis untuk hydroprocessing dan cracking.

2.2.3 Proses Pengolahan Minyak Bumi


Untuk menghasilkan produk-produk minyak bumi dilakukan berbagai
macam pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan.
Proses pengolahan tersebut terdiri dari beberapa proses pemisahan fisik maupun
kimia.

2.2.3.1 Proses Distilasi


Distilasi merupakan salah satu teknik pemisahan yang didasarkan
atas perbedaan volatitilas atau titik didih dari senyawa-senyawa
hidrokarbon di dalam suatu bahan bakar minyak pada tekanan atmosfir.
Proses distilasi ini mencakup kegiatan proses penguapan dan
pengembunan (Kardjono, 2000).
39

Gambar 2.7 Fraksi – fraksi pengolahan metode distilasi bertingkat minyak bumi
mentah (Sumber: Chemistry (Chang, 2000)).

Komponen-komponen minyak mentah harus dipisahkan berdasarkan


fraksi titik didihnya agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Metode yang digunakan adalah distilasi bertingkat. Pemilihan metode
tersebut berdasarkan pada kandungan minyak mentah yang terdiri atas
beberapa senyawa hidrokarbon seperti senyawa alkana, aromatik,
naftalena, alkena, dan alkuna. Minyak metah mula-mula dipanaskan
hingga suhunya mencapai sekitar 500-600oC. Pemanasan minyak mentah
tersebut dilakukan dalam pemanas (boiler) dengan menggunakan uap air
bertekanan tinggi. Hasil pemanasan berupa uap minyak dialirkan ke dasar
menara distilasi. Selanjutnya uap minyak akan bergerak naik melewati
pelat-pelat yang terdapat dalam menara. Pada saat mencapai suhu tertentu
sesuai dengan titik didihnya, uap minyak mentah akan berubah menjadi
zat cair disebut kondensasi.
Zat cair hasil kondensasi tersebut merupakan fraksi minyak. Fraksi
minyak bumi tersebut tercantum pada tabel (Muchtaridi & Sandri, 2007)
40

Tabel 2.6 Fraksi yang dihasilkan dari distilasi minyak bumi dan pengunaannya

Jangka titik didih (oC) Jumlah


Jenis Penggunaan
karbon
Bahan bakar
Dibawah 30 1-4 Fraksi gas
pemanas
Bahan bakar
30-80 5-10 Bensin
motor
180-230 11-12 Kerosene Bahan bakar jet
Bahan bakar
230-305 13-17 Solar
diesel
Bahan bakar
305-405 18-25 Minyak gas
pemanas
Diatas 405 Diatas 25 Residu Aspal

Sisa distilasi:
1. Minyak yang mudah menguap, minyak pelumas, lilin dan vaselin.
2. Bahan yang tidak mudah menguap, aspal dan kokas dari minyak bumi.

2.2.3.2 Perengkahan (Cracking)


Proses perengkahan (Cracking) merupakan reaksi yang
mengkonversikan (pemecahan) rantai hidrokarbon panjang menjadi rantai
hidrokarbon yang lebih pendek yang selanjutnya dapat dihasilkan produk
yang diinginkan. Jenis perengkahan sebagai berikut:

1. Perengkahan Termal
Perengkahan termal adalah perengkahan yang terjadi hanya karena
pemanasan dan dilakukan untuk mendapatkan nafta hasil distilasi
atmosferik.
41

2. Perengkahan Katalitik
Perengkahan katalitik adalah perengkahan yang terjadi karena adanya
bantuan katalis padat yang bersifat asam dan terbuat dari bahan silika
dan alumina (Koesoemadinata, 1980).

Proses yang paling sering digunakan adalah perengkahan


menggunakan katalis karena banyak keuntungannya anatara lain
perengkahan dapat dilakukan pada suhu dan tekanan rendah, dapat
berlangsung cepat dan dapat menekan seminimal mungkin reaksi-reaksi
samping yang menghasilkan zat yang tidak diinginkan seperti gas-gas
perengkahan dan kokas. Perengkahan dengan menggunakan katalis juga
dapat meningkatkan mutu dan kualitas bensin yang dihasilkan (Jasjfi,
1966).

2.2.3.3 Polimerisasi
Proses perengkahan selain menghasilkan bahan-bahan dengan berat
molekul yang diinginkan, juga menghasilkan bahan-bahan yang terlalu
berat dan terlalu ringan. Polimerisasi merupakan penggabungan dua atau
lebih molekul- molekul kecil untuk membentuk molekul kompleks.
Polimerisasi dapat dilakukan dengan mengatur suhu dan secara lebih baik
menggunakan katalis yang tepat.
Proses dengan katalis yang dilakukan antara lain:
1. Proses polimerisasi dengan asam sulfat
2. Polimerisasi dengan asam folat (Kardjono, 2000)

2.2.3.4 Alkilasi
Alkilasi dapat diartikan sebagai reaksi penambahan gugus alkil ke
suatu senyawa tertentu. Tetapi didalam industri pengolahan mimyak bumi
istilah tersebut mengacu pada reaksi diantara olefin dan isoparafin yang
rantainya lebih panjang. Dalam proses ini terbentuk rantai parafin yang
42

jenuh yang tidak sama. Alkilasi dapat dilakukan dengan mengontrol


tekanan panas dan katalisator. Proses ini terdiri dari (Kardjono, 2000):
a. Proses alkilasi dengan asam sulfat
Sebagai katalisator adalah asam sulfat 98%. Kondisi reaksi pada suhu
7oC selama 30 menit. Umpan adalah fraksi butana-butilena yang
mengandung isobutana dan butilena (5:1).
b. Proses alkilasi dengan asam florida
Sebagai katalisator adalah asam florida dengan kondisi reaksi pada suhu
24-45oC.

2.2.3.5 Reformasi
Reformasi adalah proses yang mengubah struktur molekul,
disamping juga merupakan proses perengkahan. Dalam reformasi terjadi
berbagai reaksi kimia, hasil utamanya adalah pembentukan parafin
pendek dan olefin dari suatu rantai panjang dan pembentukan cincin
naftalen. Proses ini menggunakan gas terutama oksigen (Jasjfi, 1996).

2.2.3.6 Isomerisasi
Dalam proses ini, susunan dasar atom dalam molekul diubah tanpa
menambah atau mengurangi bagian asal. Hidrokarbon garis lurus diubah
menjadi hidrokarbon garis bercabang yang memiliki angka oktan lebih
tinggi, dengan proses ini n-butana dapat diubah menjadi isobutana untuk
proses alkilasi (Jasjfi, 1966).

2.2.4 Gasoline
Gasoline atau lebih dikenal dengan bensin adalah campuran hidrokarbon
cair yang mudah terbakar dan mudah terbakar yang berasal dari minyak bumi
yang digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin pembakaran internal seperti
yang terjadi pada kendaraan bermotor, tidak termasuk pesawat. Bensin terdiri
dari sejumlah besar hidrokarbon yang berbeda-beda. Komposisi bensin paling
43

baik dinyatakan dalam bentuk tipe hidrokarbon (jenuh, olefin, dan aromatik).
Sifat-sifat bensin cukup beragam, dan sifat-sifat utama yang mempengaruhi
kinerja bensin adalah volatilitas dan karakteristik pembakaran. Sifat ini
disesuaikan dengan topografi dan iklim negara di mana bensin akan digunakan.
Sebagai contoh, daerah pegunungan akan membutuhkan bensin dengan
volatilitas dan karakteristik ketukan yang sedikit berbeda dari negara bagian
yang lebih datar atau sedikit di atas permukaan laut. Demikian pula, daerah
yang menunjukkan suhu iklim ekstrem, seperti provinsi utara Kanada, di mana
suhu 30°C (86°F) di musim panas sering diikuti oleh suhu serendah -40°C (-
40°F) di musim dingin, membutuhkan pertimbangan khusus, khususnya yang
berkaitan dengan volatilitas (Speight, 2002).

Gasoline dibedakan oleh angka oktan (konvensional, oksigenat dan


direformulasi) menjadi tiga tingkatan: Reguler, Tingkat Tengah, dan Premium
(Fahim, 2010).

- Gasoline reguler: Gasoline yang memiliki index antiknock pada angka oktan,
lebih besar atau sama dengan 85 dan kurang dari 88.

- Gasoline tingkat tengah: Gasoline yang memiliki angka oktan lebih besar atau
sama dengan 88 dan kurang atau sama dengan 90.

- Gasoline premium: Gasoline yang memiliki angka oktan lebih besar dari 90.

2.2.5 Motor Gasoline (MOGAS)


Mogas (motor gasoline) atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan
bensin adalah campuran dari fraksi ringan minyak bumi terdiri dari hidrokarbon
yang memiliki titik didih dalam kisaran sekitar 30°C sampai 215°C, atau dengan
kata lain minyak bumi cair yang difraksinasi terutama digunakan sebagai bahan
bakar dalam pembakaran internal mesin. Dengan menjalankan aliran dari Unit
Distilasi Minyak mentah (CDU) dan aliran cracking dari Unit Cracker Fluidized
Catalytic (FCCU) dengan rentang titik didih di atasnya dicampur untuk
mendapatkan motor gasoline yang diperlukan. Dengan menambahkan sedikit
bahan kimia untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini sebagian besar terdiri dari
44

senyawa organik yang diperoleh distilasi fraksional dari minyak bumi,


ditingkatkan dengan berbagai aditif (Kardjono, 2000).
Adapun sifat-sifat penting dari mogas adalah sebagai berikut:
1. Sifat Pembakaran
Karakteristik utama yang diperlukan dalam mogas adalah sifat
pembakarannya. Sifat pembakaran ini biasanya diukur dengan angka oktan.
Nama oktan berasal dari golongan alkana yaitu oktana (C8), karena dari
seluruh molekul penyusun bahan bakar mogas, maka oktana memiliki sifat
kompresi paling baik, yaitu dapat dikompres hingga volume terkecil tanpa
mengalami pembakaran spontan. Angka oktan merupakan ukuran
kecendrungan gasoline untuk melakukan pembakaran tidak normal yang
timbul sebagai ketukan mesin. Semakin tinggi angka oktan suatu bahan
bakar, maka semakin berkurang kecendrungannya untuk mengalami
ketukan dan semakin tinggi kemampuannya untuk digunakan pada rasio
kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan. Angka oktan diukur dengan
menggunakan mesin standar baku, yaitu CFR (Cooperative Fuel
Reasearch) yang dioperasikan pada kondisi tertentu, dimana bahan bakar
gasoline dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n-
heptana (angka oktan 0) dan isooktana (angka oktan 100). Misalnya bensin
dengan nilai oktan 87, berarti bensin tersebut terdiri dari 87% isooktana dan
13% n-heptana. Bensin ini akan terbakar secara spontan pada angka tingkat
kompresi tertentu yang diberikan sehingga hanya diperuntukan untuk mesin
kendaraan yang memiliki rasio kompresi yang tidak melebihi angka
tersebut. Angka oktan bensin yang diukur didefinisikan sebagai persentase
isooktan dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan
yang sama pada mesin uji (Anam, 2003).
Ada dua macam angka oktan, yaitu angka oktan riset (RON) yang
memberikan gambaran mengenai untuk kerja dalam kondisi pengendara
biasa dan angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai
untuk kerja dalam kondisi pengendara yang lebih berat.
45

Kecendrungan bahan bakar mengalami ketukan bergantung pada struktur


kimia hidrokarbon yang menjadi penyusun bensin pada umumnya.
Hidrokarbon olefin dan isoparafin mempunyai sifat antiketuk yang relatif
baik, sedangkan n-parafin mempunyai sifat antiketuk yang lebih buruk,
kecuali untuk parafin yang mempunyai berat molekul rendah. Untuk
mendapatkan mogas dengan angka oktan yang cukup tinggi dapat dilakukan
cara sebagai berikut (Anam, 2003):
a. Memilih minyak bumi yang mempunyai kandungan aromatik tinggi
dalam trayek didih bensin.
b. Meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi atau
alkane bercabang atau olefina bertitik didih rendah.
c. Menambah aditif peningkat oktan seperti TEL (Tetra Ethyl Lead), TML
(Tetra Methyl Lead), dan MTBE (Methyl Tersier-Buthyl Eter).
d. Menggunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai campuran
misalnya alkohol dan eter.

2. Sifat Pengetukan (Knocking)


Pengukuran pada mesin timbul karena terjadi pembakaran abnormal,
dimana bahan bakar terbakar sendiri dalam waktunya didalam ruang
pembakaran. Pengetesan itu sendiri adalah suara yang timbul dari logam
dan mengakibatkan kerugian tenaga dan getaran mesin yang akibatnya lebih
lanjut seperti melubangi piston. Campuran isooktana dengan n-heptana
dalam % volume dipakai sebagai campuran pembanding terhadap sifat
pengetukan. Isooktana murni (100%) dinyatakan mempunyai angka oktan
100 dan 100% n-heptana bernilai 0 (nol). Sifat pengetukan ini diuji pada
mesin yang dibuat menurut standar ASTM CFR. Makin tinggi kualitas
antiketukan bensin maka semakin tinggi kemampuan bensin untuk menahan
terjadinya ketukan dan semakin tinggi pula daya maksimum yang dapat
dihasilkan (Anam, 2003).
Penyebab terjadinya knocking adalah (Anam, 2003):
46

a. Perbandingan kompresi terlalu tinggi sehingga suhu dan tekanan dari


campuran udara bakar cukup tinggi dapat menyala dalam sendiri.
b. Kualitas bahan bakar. Angka oktan yang rendah cenderung akan
meningkatkan terjadinya knocking. Untuk auto mobil digunakan bahan
bakar bensin dengan oktan 89-93.
c. Pembakaran tidak sempurna dan bentuk ruang bakar. Ruang bakar yang
kompak lebih disukai. Ruang bakar yang datar dan lebar pada motor
pembakaran dengan katup sisi, penyalaan spontan cenderung
meningkatkan terjadinya knocking karena penyebaran api memerlukan
waktu.
d. Pada motor dengan perbandingan udara cenderung terjadinya knocking
dibanding dengan motor dengan pendingin air, karena pendinginan
kurang baik.
e. Pada kecepatan rendah dan beban berat knocking cenderung akan terjadi
karena suhu menjadi tinggi tidak cukup berputar dan bergerak.

3. Sifat Penguapan
Sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi mogas antara lain
kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan vapor/liquid. Kurva distilasi
dihasilkan dari distilasi gasoline, kurva ini berkaitan dengan masalah
operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. Bagian ujung depan kurva ini
berikatan dengan kemudahan bahan bakar gasoline dinyatakan dalam
keadaan dingin, penyalaan pada keadaan panas, dan kecendrungan
mengalami pembentukan es pada karburator. Bagian ujung belakang
berikatan dengan masalah pembentukan getah gasoline, pembentukan
endapan di ruang bakar dan busi, serta pengenceran pada minyak pelumas,
sedangkan kurva bagian tengah berikatan dengan daya dan percepatan,
kelancaran operasi, serta konsumsi bahan bakar. Beberapa sifat bagian
kurva distilasi yang disebutkan diatas berkaitan dengan ukuran kedua
penguapan, yaitu tekanan uap. Pada spesifikasi gasoline digunakan
pengukuran tekanan uap yang lebih khusus yaitu tekanan uap reid/ Reid
47

Vapor Pressure (RVP), dimana tekanan uap diukur dalam tabung tekanan
udara pada suhu 100oF (Anam, 2003).

4. Sifat Pengkaratan
Minyak bumi mengandung senyawa belerang dalam jumlah kecil. Senyawa
belerang ini ada yang bersifat korosif dan semuanya dapat terbakar didalam
mesin dan menghasilkan belerang oksida yang korosif dan dapat merusak
bagian-bagian mesin. Selain itu, juga beracun dan dapat menimbulkan
kerusakan pada lingkungan, karena itu kandungan belerang pada mogas
dibatasi dalam suatu spesifikasi (Anam, 2003).

5. Sifat Stabilitas dan Kebersihan


Gasoline harus lebih bersih, aman, tidak rusak, dan tidak merusak
penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan
dengan sifat ini adalah zat getah, korosi, dan berbagai uji tentang
kandungan senyawa belerang yang bersifat korosif. Mogas yang bisa
diuapkan, biasanya meninggalkan sisa berbentuk getah padat yang melekat
pada permukaan saluran dan bagian-bagian mesin. Apabila pengendapan
getah terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat terganggu. Oleh
karena itu, kandungan getah dalam mogas harus dibatasi dalam spesifikasi
(Anam, 2003).
Syarat – syarat yang harus dipenuhi mogas adalah (Chefron, 2009):
a. Titik Didih
Makin rendah titik didih awalnya menunjukkan bahwa dalam bensin
banyak komponen ringan karena terjadi kehilangan komponen pada saat
penyimpanan yang disebabkan oleh penguapan, sedangkan jika titik
didih awalnya tinggi berarti makin sukar terbakar pada permulaan dan
sisa pembakaran akan mengencerkan minyak pelumas.
b. Angka Oktan
Menunjukkan mutu bahan bakar bensin. Semakin tinggi angka oktan
makin baik karena detonasi semakin berkurang sehingga pembakaran
48

teratur. Angka oktan bensin menunjukkan % iso-oktan dalam campuran


dengan n-heptana sehingga mempunyai sifat pembakaran yang sama.
c. Kadar belerang
Kadar belerang harus berada dalam kadar rendah agar mesin tidak
menimbulkan korosif.
d. Stabil
Bensin harus stabil agar tidak terjadi perubahan komponen pada
saat bensin disimpan dalam waktu lama. Komponen yang menyebabkan
bensin tidak stabil adalah senyawa tidak jenuh karena senyawa ini
mudah dioksidasi atau mengalami polimerisasi sehingga terjadi gum.
e. Warna dan bau khas
Warna dan bau yang khas pada bensin disebabkan oleh belerang dan
senyawa tidak jenuh.

2.2.6 Uraian Proses Produksi Pertamax


Proses produksi pertamax berawal dari feed yang berupa crude oil yang
kemudian diolah di CDU (Crude Distillation Unit) dimana unit ini merupakan
primary processing yang digunakan untuk mengolah campuran minyak mentah
yang menghasilkan fuel gas, LPG, Naphta, Kerosene, LGO ( Light Gas Oil),
HGO (Heavy Gas Oil), dan residu (short residue). Produk yang dihasilkan pada
unit ini memiliki angka oktan sekitar 60. Produk yang dihasilkan selanjutnya
diolah di unit AHU (Atmospheric Hydrotreating Unit) dan sebagiannya ke unit
NPU (Naphta Processing Unit). Naptha yang di hasilkan dari CDU masuk ke
NPU (Naphta Processing Unit) dimana NPU merupakan unit pengolahan
naptha yang mempunyai oktan rendah ke naptha yang mempunyai oktan tinggi,
yaitu dari 60 menjadi 85 dilakukan dengan cara Platfoming yang sebelumnya
sudah dilakukan cara untuk menghilangkan Impurities pada naptha seperti;
Sulfur, Oksigen, Nitrogen.
AHU merupakan unit yang mengolah Atmospheric Residue dari CDU
menjadi produk Demetallized Atmospheric Residue (DMAR) yang disiapkan
sebagai umpan (feed) untuk unit Residue Catalytic Cracker (RCC). Selain
49

DMAR, juga dihasilkan produk lain seperti off gas, naphtha, kerosene, dan gas
oil. AHU selain mengolah residu, unit ini juga berfungsi untuk mengurangi
pengotor yang tidak diinginkan seperti sulfur, nitrogen, Micro Carbon Residue
(MCR), dan terutama logam nikel (Ni) dan vanadium (V) yang dibawa oleh
residu dari unit CDU. Kedua logam berat tersebut dapat mematikan katalis
secara permanen. Selain menyingkirkan pengotor, di unit ini pun terjadi reaksi-
reaksi perengkahan sehingga minyak yang dihasilkan memiliki titik didih dan
viskositas yang lebih rendah. Pada reaktor-reaktor di unit ini terjadi reaksi-
reaksi hidrogenisasi dan perengkahan. Reaksi tersebut terjadi dengan bantuan
katalis. Katalis yang digunakan berbentuk pellet kecil, terbuat dari alumina base
yang mengandung logam aktif seperti cobalt, nikel dan molybdenum. Tipe
katalis yang digunakan di unit AHU adalah katalis hydrodemetallization, yaitu
katalis yang dapat mentoleransi kandungan logam dalam jumlah besar. Katalis
tersebut tidak dapat diregenerasi melainkan harus diganti dalam jangka waktu
tertentu.
Selanjutnya, hasil dari AHU diteruskan ke RCU (Residu Catalytic Unit)
dimana pada unit ini berfungsi sebagai kilang minyak lebih lanjut (Secondary
Processing) untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu dengan
cara perengkahan memakai katalis, katalis yang digunakan terdiri dari zeolit,
silica, dll. Reaksi cracking merupakan reaksi eksotermis.
Hasil dari NPU akan diolah di LEU (Light End Unit) pada GTU (Gasoline
Treater Unit) yang berfungsi untuk mengolah produk naphta agar produk yang
dihasilkan memenuhi standar kualitas komponen blending mogas. Produk yang
dihasilkan pada unit ini adalah Treated Gasoline. Produk yang didapat dari unit
ini selanjutnya diolah kembali pada RPU (Propylene Recovery Unit) menjadi
feed untuk CCU (Catalytic Condensation Unit). Pada unit ini, terjadi reaksi
alkilasi dan polimerisasi dari senyawa olefin menjadi produk dengan fraksi
tinggi dengan katalisator asam fosfat padat. Unit ini mengolah campuran
butilena dan butana dari PRU menjadi gasoline dengan angka oktan yang tinggi
disebut Polygasoline dan butana. Produk Polygasoline ini dibentuk dari
campuran senyawa-senyawa C4 tak jenuh dan butan dari RCC kompleks.
50

Untuk memperoleh produk mogas yang diminta, dilakukan blending


terhadap beberapa produk yang dihasilkan. Berikut ini adalah skema prosesnya:

Gambar 2.8 Skema proses produksi mogas

2.2.7 Metode Pengujian Kualitas


Metode yang digunakan dalam pengujian kualitas produk Pertamax ini
yaitu ASTM, American Society for Testing and Materials sesuai dengan
peraturan yang disetujui oleh Dirjen Migas. ASTM Internasional merupakan
organisasi internasional sukarela yang mengembangkan standarisasi teknik
untuk material, produk, system dan jasa. ASTM Internasional berpusat di
Amerika Serikat. ASTM dibentuk pertama kali pada tahun 1898 oleh
sekelompok insinyur dan ilmuwan.
Sekarang ini, ASTM mempunyai lebih dari 12.000 buah standar. Standar
ASTM banyak digunakan pada negara – negara maju maupun berkembang
dalam penelitian akademisi maupun industri. Tujuan dari ASTM ini adalah
untuk meningkatkan kualitas produk, meningkatkan keamanan, memfasilitasi
akses pasar dan perdagangan, dan membangun kepercayaan konsumen.
Anggota ASTM memberikan metode pengujian, spesifikasi, panduan, dan
praktek – praktek yang mendukung industri dan pemerintah di seluruh dunia
(Bphmigas, 2005)
51

2.2.8 Spesifikasi Kualitas Produk Pertamax

Tabel 2.7 Spesifikasi Produk Pertamax


52

2.2.8.1 Sampling
Pengambilan contoh atau lebih populer disebut sebagai ‘sampling’ adalah
suatu prosedur tertentu yang harus diikuti bila suatu substansi, bahan atau
produk diambil untuk keperluan pengujian contoh yang representatif dari
keseluruhannya. Suatu substansi, bahan atau produk diambil contohnya untuk
berbagai alasan tergantung pada kepentingannya:

Dalam penerimaan: untuk meyakinkan bahwa produk memenuhi spesifikasi.

Selama penyimpanan dan penanganan: untuk penjagaan serah terima dan


penetapan harga, untuk memonitor kondisi dan kualitas produk (Kemendikbud,
2015).

Berbagai metode sampling standar dapat dipilih sesuai dengan tujuan dan
kegunaan pengambilan contoh. Sedangkan bahan wadah (container, vessel) dan
ukuran volume sangat tergantung pada jenis contoh yang akan diambil. Praktik
ini mencakup prosedur secara manual untuk memperoleh sampel yang mewakili
dari petroleum product yang berupa cairan, semi liquid atau padatan yang
mempunyai tekanan ambien dibawah 101 kPa (14.7 psi). Sampel yang mewakili
dari minyak mentah dan produk minyak diperlukan untuk penentuan sifat kimia
dan fisika, digunakan untuk menetapkan standar volume, harga, dan pemenuhan
terhadap kebijakan/regulasi komersial dan spesifikasinya.

Pada pengambilan sampel Pertamax, digunakan metode Bottle/Beaker


Spot Sampling. Prosedur sampling ini digunakan untuk sampling liquid (cairan)
yang mempunyai RVP 101 kPa (14.7 psia) atau endapan yang ada dalam tangki-
tangki penyimpanan, tangki mobil, tangki truk, kapal dan tangki-tangki
perahu/tongkang (Kemendikbud, 2015).
2.2.8.2 Research Octane Number (RON)
Untuk mengetahui angka oktan, digunakan metode ASTM D-2699 yaitu
menentukan angka oktan berdasarkan perbandingan tendensi ketukan sampel
dengan ketukan suatu pembanding (reference fuel) yang diketahui angka
53

oktannya pada kondisi standar dengan menggunakan mesin CFR-F1


(Cooperative Fuel Research).

2.2.8.3 Induction Period


Induction period menyatakan waktu yang dibutuhkan oleh produk mogas
untuk mengetahui kestabilan minyak ringan dalam mesin, semakin lama waktu
yang dibutuhkan maka semakin sulit minyak ringan tersebut bereaksi dengan
oksigen (teroksidasi). Metode yang digunakan dalam uji ini yaitu ASTM D-
525.

2.2.8.4 Sulphur Content


Analisis kandungan sulfur ini bertujuan untuk mengetahui kandungan
sulfur di dalam suatu bahan bakar. Hal ini diperlukan untuk mengurangi
korosifitas pada mesin. Prinsip pengujian ini berdasarkan ASTM D-2622
menggunakan instrumen WDXRF (Wavelenght Dispersice X-ray Fluorosence
Spectrometer) dimana dispersi sinar-X didapat dari difraksi dengan
menggunakan analyzer yang berupa cristal yang berperan sebagai grid. Kisi
kristal yang spesifik memilih panjang gelombang yang sesuai dengan hukum
bragg (PANalytical, 2009).
Dengan menggunakan WDXRF spektrometer (PANalytical, 2009):
 aplikasinya luas dan beragam.
 Kondisi pengukuran yang optimal dari tiap – tiap elemen dapat diprogram.
 Analisa yang sangat bagus untuk elemen berat.
 Sensitivitas yang sangat tinggi dan limit deteksi yang sangat rendah
2.2.8.5 Lead Content
Lead content diuji dengan menggunakan instrumen AAS (Atomic
Absorbtion Spectroscopy) sesuai dengan metode ASTM D-3237. Prinsip
kerjanya berdasarkan hukum Lambert Beer. Timbal merupakan unsur yang
termasuk golongan logam berat yang dapat mencemari lingkungan karena sifat
toksiksitasnya yang tinggi. Kandungan timbal dalam bahan bakar dapat
menimbulkan keruskan pada mesin yang dipicu oleh pembentukan gum pada
mesin yang dapat menimbulkan deposit. Timbal juga dapat merusak sistem
54

katalitik konverter yang ada pada mesin kendaraan, sehingga kandungan timbal
di dalam bahan bakar diregulasi sekecil mungkin saat ini.

2.2.8.6 PONA Analysis


Metode pengujian ini mencakup penentuan kuantitatif senyawa jenuh,
olefin, aromatik, dan oksigenat dalam bahan bakar mesin dengan kromatografi
gas multikolom. Setiap jenis hidrokarbon dapat dilaporkan baik dengan jumlah
atau total karbon. Metode pengujian ini secara khusus dikembangkan untuk
analisis bensin motor otomotif yang mengandung oksigenat, tetapi juga berlaku
untuk aliran hidrokarbon lainnya memiliki rentang didih yang sama, seperti
nafta dan reformat.

2.2.8.7 Distillation
Distilasi adalah proses pemisahan suatu komponen atau beberapa
komponen dari suatu campuran yang homogen (satu fase) dengan berdasarkan
pada perbedaan titik didih antar komponen. Uji ini menggunakan metode
ASTM D-86 hingga diperoleh komponen fraksi-fraksi yang terdapat didalam
sampel.

2.2.8.8 Sediment
Sediment merupakan pengotor yang terdapat pada produk mogas dan
menjadi indikasi awal kemurnian dari mogas yang digunakan. Pelaksanaan uji
sediment ini yaitu dilakukan melalui pengambilan sampel dengan menyediakan
botol / wadah sampel yang bersih kapasitas antara 3.8 ~ 4 liter, ambil sampel
dari aliran pipa (flowing line), jaga sampel agar tidak terkontaminasi sebelum
pemeriksaan. Metode yang digunakan dalam uji ini yaitu ASTM D 5452.

2.2.8.9 Existent Gum


Metode pengujian ini mencakup penentuan dari kandungan getah purwa
(gum) pada bahan bakar penerbangan dan mogas. Existent gum merupakan
salah satu uji kebersihan bahan bakar, parameter untuk mengetahui sisa
penguapan dari mogas yang juga mengindikasikan adanya campuran atau
55

pencampuran oleh fraksi yang lebih berat atau kotoran lainnya. Metode yang
digunakan dalam uji ini yaitu ASTM D-381.

2.2.8.10 Reid Vapor Pressure (RVP)


Salah satu performa volatility bahan bakar motor gasoline adalah tekanan
uap. Tekanan uap motor gasoline diukur pada suhu 38 °C. Uji tekanan uap juga
merupakan indikasi dari bahan bakar motor gasoline yang mengalami vapor
lock. Metode untuk mengukur uji tekanan uap ini dikenal dengan Tekanan Uap
Reid (RVP) ASTM D 323. Selain itu uji tekanan uap juga bisa digunakan
sebagai faktor keamanan penyimpanan bahan bakar motor gasoline dalam
tangki timbun (Kemendikbud, 2015).

2.2.8.11 Density
Kerapatan (massa cairan per satuan volume pada 15°C) dan istilah terkait
berat jenis (rasio massa volume cairan yang diberikan pada 15°C hingga massa
volume air murni yang sama pada suhu yang sama) dan kerapatan relatif (sama
dengan berat jenis) adalah sifat penting produk minyak bumi karena merupakan
bagian dari spesifikasi penjualan produk, meskipun mereka hanya memainkan
peran kecil dalam studi komposisi produk. Densitas atau kerapatan diperoleh
dengan menggunakan uji standar baku ASTM D-1298. Metode uji ini
mencakup penentuan laboratorium menggunakan hidrometer kaca dalam
hubungannya dengan serangkaian perhitungan, kerapatan, kerapatan relatif,
atau gravitasi API dari minyak mentah, produk minyak bumi, atau campuran
produk minyak dan non-minyak yang biasanya ditangani sebagai cairan, dan
memiliki tekanan uap Reid dari 101,325 kPa (14,696 psi) atau kurang. Nilai
ditentukan pada suhu yang ada dan dikoreksi hingga 15°C atau 60°F dengan
menggunakan serangkaian perhitungan dan tabel standar internasional.

2.2.8.12 Cooper Strip Corrosion


Metode ini menentukan tingkat korosi pada tarnish yang disebabkan
adanya senyawa sulfur dalam produk minyak (aviation gasoline, aviation
turbine fuel,automotive gasoline, cleaners (Stoddard) solvent, kerosine,diesel
fuel, distillate fuel oil, lubricating oil, natural gasoline atau hidrokarbon lainnya
56

yang mempunyai tekanan uap kurang dari 124 kPa (18 psi) pada suhu 37.8oC.
Uji ini penting dilakukan menggunakan bilah tembaga, metode yang digunakan
ASTM D 130.
2.2.8.13 Doctor Test
Uji ini bertujuan untuk menentukan secara kualitatif adanya senyawa
mercaptan (thiols), hydrogen sulphide, peroxide atau elemen sulphur dengan
cara melihat perubahan warna sampel. Sampel dikocok dengan larutan natrium
plumbite (Larutan Doctor test) campuran yang diamati. Dari hasil pengocokkan
dapat terlihat ada atau tidak adanya merkaptan (tiol), hidrogen sulfida,
peroksida atau unsur sulfur. Mercaptans dapat dikonfirmasikan dengan
penambahan belerang, pengocokan dan pengamatan dari penampilan campuran
akhir. Metode yang digunakan dalam uji ini yaitu IP-30.

2.2.8.14 Merchaptan Sulfur (RSH)


Penentuan terhadap mercaptan sulfur merupakan pengujian lebih lanjut
terhadap kandungan jumlah sulfur yang telah bersenyawa menjadi mercaptan
sulfur (R-SH). Analisis ini menggunakan ASTM D 3227, berdasarkan kepada
reaksi titrasi antara mercaptan sulfur dengan senyawa perak standar yang diukur
secara potensiometri sehingga dihasilkan endapan Ag2S yang akan menaikkan
potensial larutan sampai didapat titik equilibrium dari titrasi.

2.2.8.15 Appearance & Colour Visual


Analisis ini dilakukan secara visual menggunakan panca indera untuk
mengamati keadaan fisik, warna, dan bau untuk produk hingga diperoleh
kesimpulan apakah produk layak diperjual belikan atau tidak. Selain itu, dari uji
ini juga dapat terlihat apakah adanya kontaminan atau kesalahan dari produksi
secara fisik.
57

BAB III

Metodologi Praktikum

3.1 Bahan dan Alat yang digunakan

3.1.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi alat-alat non-


instrumen dan instrumen. Alat-alat non-instrumen yang digunakan diantaranya
peralatan gelas kimia, water bath, desikator, hidrometer, krustang, stopwatch,
termometer ASTM, viscometer tube, temperatur control bath, rubber bulb,
constant temperature bath, pengaduk/stirring road, bath / cooling bath, test
jar, ring gasket, batalan gabus (disk cork), pemanas / heater, pendingin /
condenser, glass still/labu gelas, sample cells. Sedangkan alat-alat instrumen
yang digunakan diantaranya Wavelength Dispersive X-Ray Fluorescence
Spectrometer ( WDXRF), X-Ray Transparent Film, Pensky Martens Closed
Cup apparatus, dan ICP Spectrometer iCAP 7000 Series, Destilation Aparatus.

3.1.2 Bahan yang digunakan


Bahan yang digunakan pada pengujian Pertamax ini adalah sampel
Pertamax dari tanki 42-T 301B, larutan Naptha, Karborundum, AgNO3, dan
lempengan tembaga (Cu)

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Sampling (ASTM D 4057)


Pada pengambilan sampel Pertamax, digunakan metode Bottle/Beaker
Spot Sampling. Prosedur sampling ini digunakan untuk sampling liquid (cairan)
yang mempunyai RVP 101 kPa (14.7 psia) atau endapan yang ada dalam tangki-
tangki penyimpanan, tangki mobil, tangki truk, kapal dan tangki-tangki
perahu/tongkang (Kemendikbud, 2015).
Botol sampling dan wadah dibersihkan dan dikeringkan. Kemudian
pemberat dipasang pada botol atau pasangkan botol pada keranjang sampling
58

(cage). Pada kecepatan yang seragam, rangkaian botol sampling diturunkan


sampai batas dasar atau outlet tangki dan tanpa keraguan naikkan sehingga
botol kira-kira terisi ¾ bagian saat keluar dari cairan. Cairan sampel dituang
kedalam wadah dan ditutup dengan rapat. Wadah sampel diberi label sesuai
dengan sampel yang diambil.
3.2.2 Research Octane Number (RON) (ASTM D 2699)
Metode yang digunakan merupakan metode Compression ratio (C.R) dan
Bracketing Procedures. Untuk metode C.R, mula-mula mesin CFR-F1
dijalankan hingga mencapai kondisi standar yang ditetapkan sampai stabil.
Sampel dituang ke dalam salah satu tangki karburator dan selector valve diputar
untuk mengoperasikan fuel ini. Kemudian cylinder height (micrometer) diatur
agar pembacaan knockmeter menjadi sekitar 40-50. Fuel level diatur untuk
memperoleh intensitas knockmeter mencapai 50. Jika fuel level sudah diatur,
namun pembacaan knockmeter belum mencapai angka yang diharapkan, maka
micrometer dapat terus diatur hingga didapatkan pembacaan knockmeter 50.
Saat knockmeter mencapai angka 50, pembacaan micrometer dicatat dan
digunakan tabel teoritis untuk menentukan bilangan oktan. Satu reference fuel
blends yang angka oktannya diketahui dioperasikan dalam mesin. Angka oktan
akan diperoleh dengan pembacaan tabel teoritis yang disesuaikan dengan tabel
konversi micrometer.
Sedangkan untuk Bracketing Procedures, digunakan 2 standar dengan
angka oktan yang berbeda yaitu standar atas dengan angka oktan yang lebih
besar dari sampel yang akan diuji dan standar bawah dengan angka oktan yang
lebih rendah dari sampel. Standar yang digunakan juga mewakili perkiraan
angka oktan pada sampel. Sama halnya dengan metode C.R angka pada
micrometer diperhatikan ketika mesin CFR-F1 dioperasikan untuk memperoleh
data yang akan diinterpolasikan kemudian dihitung untuk hasil angka oktan dari
sampel yang dianalisis.
59

3.2.3 Induction Periode (ASTM D 525)


Mula-mula sampel pertamax didinginkan pada suhu 15oC-25oC.
Kemudian sebanyak 50 mL sampel pertamax dimasukkan kedalam glass
sample container dan ditutup dengan erat. Oxydation Pressure Vessel ditutup
dengan ketat dan dimasukkan kedalam bak pendingin yang mempunyai suhu
15-25oC. Selang koneksi oksigen dipasang ke Oxydatoin Pressure Vessel dan
dari rotary clock ke oxydation Pressure Vessel. Kemudian kran oksigen dibuka
secara perlahan - lahan hingga mencapai tekanan 690- 705 kPa, lalu kran
ditutup. Selang koneksi oksigen ke bomb oxidation ditutup dan kran Oxydation
Pressure Vessel dibuka secara perlahan untuk mengeluarkan udara yang
terperangkap didalam bejana dan sampel. Selang konektor oksigen dipasang ke
Oxydation Pressure Vessel dan beri tekanan 690–705 kPa, kemudian ditutup
dan dimasukkan kedalam Oxydation Bath Diperiksa kebocoran dengan cara
melihat tekanan jarum clock pada kertas chart dalam beberapa menit, jika tidak
ada kebocoran analisis dapat dilakukan. Pengujian dimulai dengan menekan
tombol pengaturan. Break Point terjadi ketika terdapat penurunan tekanan 14
kPa dalam waktu 15 menit. Waktu dicatat dalam menit mulai dari Oxydation
Pressure Vessel ditempatkan dalam Oxydation Bath hingga Break Point. Jika
analisis telah selesai maka bejana tekanan oksidasi diangkat dari dalam bak
pendingin. Hasil yang diperoleh berupa catatan waktu dan grafik yang terprint-
out secara otomatis.

3.2.4 Sulphur Content (ASTM D 2622)


Pertama-tama disiapkan plastik mylar dan cup bersih yang akan
digunakan, lalu pasang mylar pada cup. Setelah itu sampel pertamax
dimasukkan kedalam cup, kemudian dilapisi dengan plastik. Pertamax pada
chamber tersebut diletakkan pada tempat sampel dalam alat Wavelength
Dispersive X-ray Fluorescence (WDXRF). Pada Personal Computer hasil
analisis akan muncul secara otomatis dan dicatat hasil analisis tersebut sebagai
kandungan sulfur.
60

3.2.5 Lead Content (ASTM D 3237)


Sebanyak 30 ml Larutan MIBK dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL,
lalu ditambahkan sampel sebanyak 5 mL(mix), larutan iodin sebanyak 0,10 ml,
larutan aliquot 336 1% sebanyak 5 mL, dan ditambahkan kembali larutan MIBK
hingga tanda batas. Kemudian larutan dikocok hingga homogen. Absorbansi
larutan kemudian diukur dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang
283.3 nm. Konsentrasi Pb dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi
pada kurva baku larutan standar.

3.2.6 PONA Analysis (ASTM D 6839)


Sampel pertamax yang representatif dimasukkan ke dalam sebuah botol
vial yang kemudian akan dimasukkan ke dalam sistem kromatografi gas yang
terkontrol oleh computer (GC Agilent M4) yang terdiri dari Automatic sampler,
injector, kolom, dan detector FID, semuanya beroperasi pada berbagai
temperatur. Dengan menggunakan method gasoline, automatic sampler pada
waktu yang telah ditentukan akan mengarahkan sampel yang di telah ditentukan
ke dalam injector. Sebagai hasil analisis berupa chromatograph, kolom
memisahkan komponen sampel secara berurutan ke dalam kelompok jenis
hidrokarbon berdasarkan jenis kolom yang digunakan. Hasil pembacaan berupa
komponen PONA, Benzen dan oksigen.

3.2.7 Distillation (ASTM D 86)


Pertama sampel Pertamax didinginkan dalam lemari pendingin pada suhu
18-23oC. Peralatan distilasi disiapkan dalam keadaan bersih dan kering. Bak
kondensor diisi dengan media pendingin yaitu es. Sampel pertamax dimasukkan
100 mL ke dalam gelas ukur, kemudian dituangkan kedalam labu distilasi.
Penempatan thermometer pada labu destilasi, posisi ujung mercury diletakkan
tepat di pipa pertigaan labu distilasi. Selanjutnya labu distilasi ditempatkan
diatas pemanas dengan dihubungkan condenser. Receiver Cylinder 100 mL
diletakan pada receiver batah with temp 18-23C.

Tahap awal diberikan pemanasan dengan memperhatikan 3.atau IBP


(initial boiling point) dicapai dalam waktu 5-10 menit, IBP-5% dengan waktu
61

50-100 detik dan dilanjutkan dengan pengaturan tetesan destilat 4-5 mL


permenit sampai dengan 95% Volume. Tahap akhir diberikan pemanasan penuh
agar interval waktu antara 95% recovery dengan FBP (Final Boiling Point)
maksimal 5 menit hingga diperoleh EP (End Point). Setelah distilasi selesai,
labu distilasi dibiarkan dingin. Setelah itu volume residu distilasi diukur
sehingga didapatkan data residu. Pencatatan hasil analias dilakukan dengan
memperhatikan tekanan diferent pressure barometer dengan data IBP, 5,
10,20,30,40,50,60,70,80,90,95, FBP, LOSS, Residue.

3.2.8 Sediment (ASTM D 5452)


Persiapan Alat dengan mencuci semua peralatan seperti petri dishes beserta
tutupnya, glas segitiga, corong penyaring dengan air hangat + detergent, bilas
dengan distillated water, bilas dengan Isopropyl alcohol, terakhir keringkan
dengan angin atau masukkan dalam oven .
Kemudian untuk pelaksanaannya dengan menggunakan forcep, ambil
membran filter 1 (sampel membrane filter) dari dalam petri dishes, letakkan
ditengah-tengah alat penyaring, kemudian diatasnya letakkan membrane filter
2 (test membrane filter).Pasangkan corong penyaring beserta jepitannya,
namun tutup plastiknya jangan dibuka dahulu sebelum penyaringan
dimulai.Tuangkan sampel dalam corong penyaring, jalankan pompa vakum
dan atur vakum secukupnya, lakukan penyaringan hingga seluruh sampel dan
catat jumlah sampel yang telah disaring.Hati-hati buka jepitan, bilas pinggiran
membrane dengan cara menyemprotkan Iso propyl alcohol yang telah disaring,
biarkan pompa vakum tetap berjalan beberapa saat, kemudian matikan.Dengan
hati-hati angkat membrane filter dengan forcep, letakkan diatas glass segitiga
yang berada dalam petri dishes, keringkan dalam oven pada temperatur 90 ±
5°C selama 30 menit, angkat dari oven diamkan selama 30 menit, kemudian
ditimbang

3.2.9. Existent Gum (ASTM D 381)


Gelas kimia dicuci dengan pelarut gum lalu direndam dalam asam kromat
selama ± 6 jam kemudian dibilas dan dikeringkan dalam oven pada suhu
62

150°C/1 jam. Didinginkan gelas kimia tersebut pada desikator selama 2 jam
kemudian ditimbang beaker glass untuk sampel dan blanko dengan
menggunakan neraca analitis. Dituangkan pertamax sebanyak 50 mL ke dalam
beaker glass sampel. Ditempatkan beaker glass sampel dan blanko dalam
lubang uji lalu dipasang conical jet tepat ditengah beaker glass sampel dan
blanko. Dialirkan udara melalui conical jet selama 30 menit 600 kg/cm3.
Setelah itu diangkat beaker glass sampel dan blanko lalu didinginkan didalam
desikator agar hasil penimbangan setabil. Catat hasil penimbangan kedua
beaker glass sampel dan blanko serta lakukan perhitungan sebagai unwashed
gum content. Setelah itu ditambahkan kedalam kedua beaker glass tersebut 25
mL n-heptana lalu digoyangkan selama 30 detik dan dibiarkan selama 10 menit.
Dibuang n-heptana secara pelahan dan hati-hati. Diulangi pencucian dengan n-
heptan maksimal 2 kali. Ditempatkan kembali kedua beaker glass pada lubang
uji tanpa conical jet. Dipanaskan selama 5 menit lalu didinginkan pada
desikator selama 1 jam. Catat hasil penimbangan dan lakukan perhitungan
dengan pelaporan sebagai washed gum.

3.2.10 Reid Vapor Pressure (RVP) (ASTM D 5191)


Sebelum dilakukan analisis menggunakan instrument HVP, sampel
Pertamax dimasukkan ke dalam suatu wadah (chamber) transparan dengan
volume 70-80% dan kemudian didinginkan terlebih dahulu di dalam cooling
bath hingga temperatur 0˚C - 1˚C. Set instrumen pada suhu 37.8˚C, kemudian
masukin pipa injeksi kedalam sampel. Tunggu 10-15 menit hingga diperoleh
hasil dari proses analisis yang telah dilakukan oleh instrumen.
3.2.11 Density (ASTM D 1298-12)
Sampel Pertamax dituangkan ke dalam suatu silinder 500 ml secara hati-
hati untuk menghindari adanya gelembung udara.kemudian letakkan silinder
yang telah berisi sampel tersebut pada temapt yang datar dan bebas aliran angin
serta guncangan, suhu sampel juga dijaga agar perubahan suhunya tidak
melebihi 2oC. Masukkan hidrometer secara perlahan-lahan dan biarkan
hidrometer terapung bebas, lalu masukkan termometer dan larutan diaduk agar
63

suhunya homogen. Suhu pada larutan bagian bawah dan atas harus sama atau
mendekati sama. Jika jika temperaturnya selisih 0,5oC maka pengadukkan
diulang kembali. Hasil pembacan hidrometer dicatat dicocokkan dengan tabel
standar (23A - Petroleum products) yang berlaku untuk mendapatkan data
specifik Gravity yang kemudian dikonversi dalam bentuk density (kg/m3)
menggunakan table 4.1.

3.2.12 Cooper Strip Corrosion (ASTM D 130)


Tarnish digosok dengan menggunakan kapas dan karborandum hingga
bersih. Kemudian bilas tarnish ke dalam larutan isooktana dan digosok lagi
dengan menggunakan kapas dan karborandum hingga semua bercak/noda dari
ke enam sisi menjadi bersih. Dikeringkan tarnish dari sisa isooktana
menggunakan kapas kering. Kemudian sampel Pertamax sebanyak 30 mL
dimasukkan kedalam test tube, masukan kedalam pressure Vessel dilanjutkan
dengan pemanasan 50˚C selama 3 jam didalam water bath. Proses pengambilan
tanish dengan krustang dan dibersihkan dengan larutan isooktana murni
dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan acetone. Pembacaan hasil
analisis dilakukan dengan membandingkan warna tarnish dengan standard
ASTM D130/IP154.

3.2.13 Doctor Test (IP 30)


Sebanyak 10 mL pertamax dimasukkan ke dalam gelas ukur yang tertutup,
kemudian larutan doctor dimasukkan sebanyak 5 mL dan dikocok. Amati
larutan tersebut. Jika terdapat endapan hitam, hal tersebut mengindikasikan
adanya kandungan H2S. Apabila larutan tidak berwarna maka larutan
ditambahkan serbuk belerang dan dikocok kembali, jika terjadi perubahan
warna, hal tersebut mengindikasikan adanya kandungan RSH dan dilaporkan
positif. Namun jiika tidak ada maka dilaporkan negatif.

3.2.14 Merchaptan Sulfur (RSH) (ASTM D 3227)


Sampel Pertamax dimasukan sebanyak ±35 gram ke dalam gelas kimia
250 mL yang mengandung 100 mL pelarut titrasi yang sesuai. Ditempatkan
gelas kimia pada posisi titrasi. Posisi elektroda diatur setengah terbenam, buret
64

diisi dengan larutan AgNO3-IPA 0,01M dan ujung buret ditempatkan kira-kira
1 inchi di bawah permukaan cairan dalam piala gelas. Kecepatan stirrer diatur
dengan kuat tanpa menimbulkan percikan. Pembacaan buret awal dan sel
potensial dicatat. Biasanya pembacaan meter untuk kehadiran merkaptan berada
di kisaran 250-350 mV. Menjalankan potensiometer dan titrasi dengan larutan
AgNO3-IPA, tunggu pembacaan potensial sampai konstan, catat pembacaan
buret dan meter. Mempertimbangkan potensial konstan jika berubah kurang
dari 6 mV/menit. Larutan titrasi dipindahkan, elektroda dibilas dengan
menggunakan alkohol dan aliri dengan akuades.

3.2.15 Appearance & Colour (Visual)


Penentuan Colour and Appearance ini tidak terlalu signifikan sehingga
dilakukan secara konvensional dengan menggunakan panca indera secara
fisik. Penentuan dilakukan secara visual menggunakan mata.
65

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan

No Karakteristik Units Limits *) Results Metode Uji


Research Octane ASTM D
1 - Min. 92.0 **) 92.4
Number 2699
Min. 480.0
2 Induction Period Minutes >480 ASTM D 525
***)
ASTM D
3 Sulphur Content % m/m Max 0.05 0.005
2622
ASTM D
4 Lead Content g/l Max 0.013 < 0.0025
3237
PONA :
5 Oxygen Content % m/m Max 2.7 Nil
ASTM D
Olefin Content % v/v - 17.75
6839
Aromatic
% v/v Max 50.0 31.14
Content
Benzene
% v/v Max 5.0 2.08
Content
Distillation:
6 Initial Boiling
˚C - 38
Point ASTM D 86
10 % vol. evap. ˚C Max 70.0 54
50 % vol. evap. ˚C 77.0 - 110.0 91
90 % vol. evap. ˚C Max 180.0 168
End Point (FBP) ˚C Max 215.0 210
Residue
% v/v Max 2.0 1

ASTM D
7 Sediment mg/l Max 1.0 0.50
5452
Existent Gum mg/100
8 Max 70.0 1.2
Unwashed ml ASTM D 381
Existent Gum mg/
9 Max 4.0 0.4
Washed 100 ml
Reid Vapor
10 kPa 45.0 - 60.0 60 ASTM D 323
Pressure 37.8˚C
ASTM D
11 Density at 15˚C kg/m3 715.0 - 770.0 736.3
1298-12
66

Copper Strip
12 Corrosion at 3 class Class 1 1 ASTM D 130
hrs/50˚C
13 Doctor Test - Negative Negative IP 30
Merchaptan ASTM D
14 % m/m
Sulphur (RSH) Max 0.002 0.001 3227
Clear & Clear &
15 Appearance -
Bright Bright VISUAL
16 Colour - - Yellow
ASTM D
17 Sampling Method
4057
Date of Sampling 21/01/19

*) Mengacu pada SK. Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret
2006.
**) Mengacu pada Memorandum Manager Planning & Controlling No.
006/E20110/2017-S2 tanggal 6 Juni 2017.
***) Apabila kandungan Olefin diatas 20% hasil pengujian Induction Period min.
1000 menit.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Sampling (ASTM D 4057)


Sebelum melakukan analisis, sampel yang dibutuhkan harus yang
representative karena akan mempengaruhi hasil analisis yang diperoleh. Pada
proses pengambilan sampel Pertamax pada tanki 42-T-301B keadaan tanki
berada pada level 4 m sehingga pengambilan sampel dilakukan pada upper, dan
lower level pada satu titik pengambilan yang diulangi beberapa kali sehingga
diperoleh composite sample yang representative.

4.2.2 Research Octane Number (RON) (ASTM D 2699)


Tujuan dari penentuan bilangan oktan adalah untuk menentukan bilangan
oktan dari sampel pertamax dilihat dari nilai ketukan yang dihasilkan. Prinsip
kerja dari analisis ini adalah berdasarkan pada perbandingan nilai ketukan dari
sampel dengan nilai ketukan dari campuran standar. Bilangan oktana
merupakan parameter kualitas bensin yang berfungsi sebagai indikator
67

kecenderungan terjadinya knocking pada mesin motor. Semakin tinggi bilangan


oktan maka semakin rendah kecenderungan bensin untuk terjadi knocking.
Knocking atau ketukan adalah terbakarnya bensin secara spontan dalam
bentuk gas pada tekanan tinggi yang dihasilkan oleh tekanan piston sampai
volume yang sangat kecil sebelum percikan api keluar. Bahan bakar tidak akan
mudah menimbulkan ketukan dalam mesin apabila terjadi proses pembakaran
bahan bakar yang tepat, yaitu pembakaran dari busi akan merambat secara cepat
ke seluruh ruang pembakaran. Ketukan pada mesin menimbulkan suara yang
tidak enak dan membuang energi bahan bakar. Terjadinya ketukan yang lama
menyebabkan piston dan busi terlalu panas sehingga dapat memperpendek
umur mesin. Terjadinya ketukan pada mesin tergantung pada angka oktan dari
bahan bakar yang digunakan.
Bila bahan bakar yang digunakan memenuhi kebutuhan angka oktan dari
motor bensin, maka tidak akan terjadi ketukan. Nilai dari angka oktan adalah
relatif terhadap standar isooktana, yaitu dengan angka oktan isooktan 100, dan
n-heptana yang mempunyai bilangan oktan 0.
Penentuan angka oktan dilakukan dengan menggunakan mesin CFR
(Cooperation Fuel Research) F-1 sesuai dengan uji pertamax dengan standar
metode ASTM D 2699. Prinsip yang digunakan yaitu berdasarkan
perbandingan tendensi ketukan sampel dengan ketukan suatu campuran
pembanding (reference fuel) yang diketahui nilai oktannya pada kondisi operasi
standar. Cara yang digunakan yaitu Compression ratio dan Bracketing
Procedures.
Untuk Compression ratio, hal yang perlu diperhatikan keadaan standar
dan sampel berada dalam keadaan yang sama ditandai dengan pembacaan
knockmeter berada pada angka 50. Pengaturan dilakukan dengan mengatur
micrometer hingga mencapai keadaan tersebut yaitu pada level 761. Angka
oktan dapat ditentukan dengan melihat tabel konversi dan diperoleh hasil angka
oktan untuk pertamax sebesar 92.4.
Untuk Bracketing Procedures hal yang pertama dilakukan dengan
menyiapkan dua campuran reference fuel dengan beda bilangan oktan
68

maksimum 2, dimana diharapkan pembacaan knockmeternya akan mengapit


pembacaan knockmeter dari sampel pada kondisi rasio tekanan yang tetap.
Pertama disiapkan campuran Reference Fuel Blending (RFB) dengan
beda bilangan oktana maksimum 2. Larutan RFB ini terdiri dari campuran
isooktana dan n-heptana dimana campuran keduanya dibuat berdasarkan pada
bilangan oktana sampel yang akan dianalisis. Standar bilangan oktana pertamax
adalah 92 maka dibuat dua larutan standar yakni larutan O.N.LRF dan O.N.HRF
dimana larutan O.N.LRF mempunyai bilangan oktan sama dengan sampel
pertamax dan larutan standar O.N.HRF mempunyai bilangan oktana lebih tinggi
dari pertamax. Pada analisis kali ini untuk larutan standar O.N.LRF dibuat dengan
bilangan oktana 92 dan larutan standar O.N.HRF dibuat dengan bilangan oktana
93. Bilangan oktana 92 terdiri dari campuran 92% isooktan dan 8% n-heptana
sedangkan bilangan oktan 93 terdiri dari campuran 93% isooktan dan 7% n-
heptana. Metode yang digunakan adalah Bracketing dengan O.N.LRF = 92,
O.N.HRF = 93 dan ON sample yang akan dicari. Larutan O.N.LRF, O.N.HRF, dan
sample dimasukan kedalam tanki karburator (bowl). Mesin CFR-F1
distandarisasi menggunakan O.N.LRF dengan counter reading 756 dengan
pembacaan KI 50 dengan tinggi level Bowl 1.1. Setelah mesin distandardkan
dilanjutkan dengan optimalisasi O.N.HRF dengan mengatur level bowl sehingga
didapatkan nilai KI yang optimal. Selanjutnya melakukan pembacaan sample
dengan cara mengoptimalkan pembacaan dengan mengatur level bowl hingga
KI menunjukan angka paling tinggi. Setelah didapatkan nilai optimal pada
sample (<50) dilanjutkan dengan pengaturan digital counter sehingga nilai KI
sample = 50. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan standard tanpa
mengubah semua parameter mesin dan didapatkan pembacaan KI.LRF = 56 dan
KI.HRF = 40. Selanjutnya angka-angka tersebut dimasukan kedalam rumus
perhitungan bilangan oktan. Dari perhitungan ini maka diperoleh angka otan
sampel pertamax sebenarnya.
69

Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Bilangan Oktan


No Sampel Angka Oktan Knockmeter
1 Pertamax 92 50
2 Standar O.N.LRF 92 56
3 Standar O.N.HRF 93 40

Perhitungan:

(56−50)
O.N.S = 92 + (56−40)(93-92)
6
O.N.S = 92 +(16)(1)

O.N.S = 92 + 0,37
O.N.S = 92,37 = 92,4

Keterangan:
O.N.s : octane number of the sample fuel
O.N.LRF : octane number of the low PRF
O.N.HRF : octane number of the high PRF
K.I.s : knock intensity (knockmeter reading) of the sample
K.I.LRF : knock intensity of the low PRF,
K.I.HRF : knock intensity of the high PRF

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, didapatkan bilangan oktan


dari sampel pertamax pada tangki 42-T-301B dengan 2 metode penentuan yang
berbeda yaitu sebesar 92,4. Hal tersebut menunjukkan bahwa angka oktan
sampel telah memenuhi persyaratan penjualan dimana angka oktan standar
yang dapat dipasarkan adalah 92,0.
70

4.2.3 Induction Periode (ASTM D 525)


Tujuan dari uji periode induksi ini adalah untuk menguji sifat kestabilan
dari bahan bakar mogas agar tidak mengalami perubahan komposisi kimia yang
dapat menurunkan mutunya. Prinsip kerja periode induksi adalah berdasarkan
lamanya waktu dari minyak teroksidasi.
Periode induksi merupakan uji untuk menyatakan waktu yang dibutuhkan
oleh Pertamax untuk mengetahui kestabilan minyak dalam penyimpanan,
semakin lama waktu yang diperlukan semakin sulit minyak tersebut bereaksi
dengan oksigen (teroksidasi). Komposisi minyak yang berikatan rangkap
(alkena) lebih reaktif dibandingkan dengan lurus(alkana), dimana akan sangat
mudah bereaksi dengan oksigen. Hal ini menyebabkan mesin menjadi mudah
berkarat dan korosif. Apabila kandungan olefin diatas 20% maka hasil analisis
induction period (Break Point) harus lebih dari 1000 menit dan perlu
ditambahkan antioksidan. Sebagian besar motor gasoline mengandung additive
khusus (antioksidan) guna mencegah terjadinya oksidasi.
Periode Induksi dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan antara
start penempatan pressure vessel pada water bath sampai break point terjadi
pada suhu 100oC. Vessel yang digunakan terbuat dari material anti korosif. Hal
ini dikarenakan gas oksigen yang digunakan dalam percobaan ini bersifat
korosif (oksidator). Sebelum melakukan percobaan, pressure vessel dan sampel
disimpan terlebih dahulu di lemari pendingin bersuhu 15oC-25oC yang
bertujuan untuk meminimalisir kehilangan atau menguapnya fraksi ringan
sebelum percobaan dilakukan. Pressure vessel dimasukkan ke dalam bath dan
diberi tekanan oksigen murni sebesar 690-705 kPa. Recorder akan secara
otomatis mencatat data yang diperlukan hingga breakpoint tercapai. Breakpoint
tercapai apabila telah terjadi penurunan tekanan secara berkala dengan interval
tidak kurang dari 14 kPa selama 15 menit.
Berdasarkan hasil uji periode induksi produk Pertamax pada tanki 42-T-
301B hasil produksi PT. Pertamina RU VI diperoleh hasil lebih dari 480 menit
dengan nilai olefin 17,75% Vol. Periode induksi ini menyatakan waktu yang
dibutuhkan oleh bahan bakar untuk mengetahui kestabilan minyak dalam
71

mesin. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka minyak tersebut semakin
sulit bereaksi dengan oksigen (sulit teroksidasi).
4.2.4 Sulphur Content (ASTM D 2622)
Komponen belerang merupakan suatu hal yang umum yang terdapat
dalam minyak bumi, tidak dapat dianggap sebagai kontaminan karena dtruktur
dari komponen-komponen belerang sangatlah kompleks sehingga perlu
dilakukan perhitungan kadar belerangnya tanpa perlu mengetahui senyawa
belerang yang terkandung di dalamnya. Komponen-komponen belerang dalam
minyak bumi sewaktu-waktu dapat berubah menjadi suatu komponen dan
berbau tidak sedap. Sulfur dapat menyebabkan polusi udara karena apabila
sulfur terbakar dapat menghasilkan senyawa SO ataupun SO2. Sulfur
merupakan suatu gas yang beracun dan korosif. Oleh sebab itu, pembatasan
belerang dalam bahan bakar perlu diperhartikan.
Analisis ini bertujuan untuk menentukan total kandungan sulfur di dalam
minyak mentah dan produknya yang berfase tunggal dan cairan lainnya. Metode
yang digunakan adalah metode ASTM D 2622 dengan menggunakan
Wavelength Dispersice X-ray Fluorosence Spectrometer (WDXRF). Teknik ini
digunakan untuk menentukan konsentrasi unsur berdasarkan pada panjang
gelombang dan jumlah sinar X yang dipancarkan kembali setelah suatu material
ditembaki sinar X berenergi tinggi.
Prinsip kerja XRF adalah radiasi foton elektromagnetik ditembakkan pada
material yang akan dianalisis, kemudian radiasi elektromagnetik tersebut akan
berinteraksi dengan electron yang berada di kulit K suatu unsur, sehingga
electron yang berada di kulit tersebut memiliki energy yang cukup untuk
melepaskan diri dari suatu atom tersebut sehingga electron itu akan terpental
keluar. Hilangnya satu electron tersebut menyebabkan struktur elektronik dari
atom tidak stabil dan electron yang berada di orbital yang lebih tinggi energinya
mengisi kekosongan dengan menempati orbital yang lebih rendah yang telah
ditinggalkan electron sebelumnya. Pada saat itu energy akan dilepaskan dalam
bentuk foton dengan nilai energy yang sama dengan selisih perbedaan energy
72

dari dua orbital yang terlibat. Istilah fluresensi digunakan karena radiasi yang
diserap dengan energy yang diemisikan bernilai berbeda (umunya rendah).
Adanya kandungan sulfur dalam mogas dapat menyebabkan korosifitas
sehingga mengurangi kinerja mesin. Pembakaran bensin yang mengandung
sulfur akan menghasilkan gas SOx yang beracun dan akan menyebabkan emisi
gas buang. Oleh sebab itu, kandungan sulfur dalam bensin harus dibatasi sekecil
mungkin.
Sampel pertamax dimasukan ke dalam cup yang dilapisi plastik mylar
berukuran tipis, Plastik mylar digunakan karena dapat ditembus oleh sinar X
sehingga konsentrasi sampel dapat ditentukan. Kemudian sampel yang telah
siap dianalisis tersebut diletakkan pada tempat sampel di alat WDXRF dimana
pada dasarnya prinsip kerja alat WDXRF ini berdasarkan pada panjang
gelombang dan jumlah sinar X yang dipancarkan kembali setelah suatu material
ditembaki sinar-x berenergi tinggi. Adapun panjang gelombang yang digunakan
untuk analisis kandungan sulfur ini adalah 0,52-0,55 mm. Menurut spesifikasi
bahan bakar Pertamax kandungan sulfur dibatasi yaitu 0,05% m/m.
Berdasarkan uji kadar sulfur produk Pertamax pada tanki 42-T-301B
menggunakan metode ASTM D-2622 diperoleh hasil sebesar 50 ppmWt atau
0,005 %m/m . Nilai tersebut masih jauh diatas batas maksimumnya yaitu 0,05%
m/m, sehingga mutu produk Pertamax aman dapat digunakan oleh konsumen.
Kandungan sulfur yang sangat kecil ini mebuat bahan bakar pertamax sedikit
lebih ramah lingkungan, mengurangi polusi udara. Selain itu mesin kendaraan
tidak korosif.
4.2.5 Lead Content (ASTM D 3237)
Pengujian kandungan timbal pada sampel pertamax bertujuan untuk
menentukan jumlah timbal total dalam pertamax secara kuantitatif. Timbal
merupakan logam yang dapt mencemari lingkungan dan sisa hasil
pembakarannya bersifat racun. Awalnya, timbal digunakan sebagai zat aditif
pada bensin yang berupa TEL (Tetra Etil Lead). Fungsi penambahan TEL
tersebut untuk menghentikan rantai radikal bebas dalam bensin sehingga dapat
menurunkan ketukan dan menaikkan bilangan oktan. Seiring dengan
73

berkembangnya penelitian kandungan timbal ini dapat mencemari lingkungan


dan berbahaya sehingga penggunaan timbal sebagai zat aditif ini digantikan
dengan sistem plat forming untuk menaikkan bilangan oktan pada bensin
dengan mengubah minyak dari rantai lurus menjadi ikatan rangkap.
Pengujian kandungan timbal ini dilakukan menggunakan instrumen AAS.
Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan adanya
kandungan logam dalam suatu bahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pengukurannya berdasarkan pada radiasi yang diserap oleh atom yang tidak
tereksitasi dalam bentuk uap. Selain itu, berdasarkan pada hukum Lambert yaitu
bila suatu sinar monokromatis melewati medium transparan makan intensitas
sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengadsorbsi dan hukum Beer yaitu intensitas sinar yang diteruskan akan
berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang
menyerap sinar.
Pada proses pengujian ini dilakukan preparasi sampel dimana sampel
pertamax dilarutkan dengan pelarut metil isobutil keton (MIBK) pada labu ukur.
Zat MIBK digunakan sebagai pelarut untuk fraksi yang cukup berat hasil dari
distilasi yang sukar larut dalam pelarut non polar biasa, seperti pertamax.
Setelah larut maka campuran ditambahkan sedikit larutan iodin lalu didiamkan
selama 1 menit dan ditambahkan larutan aliquat 336/MIBK 1% setelah itu
dikocok lalu ditambahkan lagi larutan MIBK sampai tanda batas dan
dihomogenkan. Fungsi penambahan larutan iodin dan aliquat untuk
menstabilkan larutan agar mempermudah pembacaan pada instrumen AAS.
Setelah itu kandungan timbalnya dianalisis menggunakan AAS. Jumlah energi
yang diserap sebagai suatu fungsi konsentrasi unsur dalam nyala merupakan
dasar dari AAS.
Berdasarkan uji kandungan timbal pada produk Pertamax pada tanki 42-
T-301B menggunakan metode ASTM D-3227 didapatkan hasil kurang dari
0,0025 g Pb/Liter yang merupakan spesifikasi standar maksimal yang telah
ditetapkan, hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas mutu produk sudah sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh Dirjen Migas.
74

4.2.6 PONA Analysis (ASTM D 6839)


Kandungan dalam mogas dapat teranalisis secara kuantitatif
menggunakan metode analisis ASTM D 6839. Uji ini penting untuk dilakukan
karena menggambarkan kualitas dari produk yang dianalisis. Senyawa yang
dapat terbaca yaitu parafin, olefin, napthan, senyawa aromatic, dan total
oksigen. Terdapat 2 jenis analisis PONA yaitu manual dan otomatis.
Perbedaannya yaitu jika manual, kandungan senyawa dilihat dari perbedaan
warnanya sedangkan untuk yang otomatis pembacaan kandungan lebih spesifik
dan dibedakan berdasrkan titik didih. Metode yang digunakan dalam analisis
Pertamax tanki 42-T-301B yaitu metode yang otomatis dengan menggunakan
instrumen GC (Gas Chromatography) dengan suhu tertentu yang memiliki
kontrol terhadap komponen didalamnya dan langsung terhubung dengan
komputer. Dalam analisis gasoline digunakan metode M4 Gasoline yang
bertujuan untuk menyesuaikan dengan produk yang akan dianalisis. Preparasi
sampel dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam sebuah botol vial yang
nantinya akan menjadi wadah sampel untuk diinjeksikan secara otomatis ke
dalam GC.

Pada pengujian diperoleh hasil kandungan olefin sampel pertamax sebesar


17.75 % (v/v). Berdasarkan pada spesifikasi, tidak ada batasan kandungan
olefin namun apabila kandungan olefin lebih dari 20% maka nilai periode induksi
minimum 1000 menit dimana periode induksi ini merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh pertamax untuk mengetahui kestabilan minyak ringan dalam
mesin.
Aromatik merupakan komponen yang dapat menigkatkan angka oktan
tinggi. Kandungan aromatik dalam gasoline diharapkan sedikit karena pada
pembakarannya dapat menghasilkan karsinogen benzen pada gas buang yang
akan menjadi emisi beracun. Selain itu juga dapat meningkatkan pembentukan
endapan kerak pada ruang bakar dan meningkatkan emisi HC, CO dan NOx pada
gas buang. Minyak bumi sangat sedikit mengandung senyawa aromatik yang
sangat dibutuhkan pada bensin sebagai bahan anti-knocking. Pada pengujian ini
diperoleh kandungan aromatik dari sampel pertamax sebesar 31.14% v/v. hasil
75

ini masih jauh di bawah standar dari ketetapan dirjen migas yaitu maksimal 50%
v/v. Kemudian pada pengujian kandungan benzen dari sampel pertamax sebesar
2.08% v/v. hasil ini masih jauh di bawah standar dari ketetapan dirjen migas yaitu
maksimal 5.0% v/v. Selanjutmya pada pengujian kandungan total oxygen dari
sampel pertamax diperoleh hasil nil yang menandakan kandungannya terlalu
sedikit sehingga tidak terdeteksi. Standar dari ketetapan dirjen migas yaitu
maksimal 2.7% m/m. Sehingga dari pengujian kandungan olefin, aromat, benzene
dan total oxygen dari sampel tersebut menunjukkan bahwa hasil beberapa
kandungan tersebut telah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
4.2.7 Distillation (ASTM D 86)
Tujuan analisis distilasi adalah untuk menetukan sifat penguapan dari
sampel Pertamax berdasarkan rentang titik didinya. Prinsip kerja distilasi
atmosferik adalah berdasarkan proses pemisahan suatu komponen atau atau
beberapa komponen dari suatu campuran yang homogen (satu fasa) dengan
menggunakan perbedaan titik didih diantara komponen tersebut pada tekanan
kerja sebesar 1 atm.
Pertama-tama sampel pertamax didinginkan terlebih dahulu pada cooling
bath sampai suhu 13oC. Tujuan pendinginan ini adalah untuk meminimalisir
penguapan sampel pertamax sebelum proses distilasi berlangsung. Setelah itu
pertamax yang telah dingin tersebut dimasukan kedalam labu distilasi kemudian
didistilasi pada suhu tertentu. Saat proses distilasi berlangsung suhu yang
digunakan tidak boleh terlalu tinggi karena bila terlalu tinggi pada bensin ini
akan menyebabkan cracking atau perengkahan didalam labu distilasi yang
kemudian berkelanjutan membentuk coke yang efeknya dapat menghambat
transfer panas dan bahkan dapat merusak labu distilasi. Pada proses distilasi
berlangsung dicatat suhu pada saat IBP (Initial Boiling Point), suhu 10%
volume sampai 90% volume setiap kenaikan 10 mL, dan suhu Final Boiling
Point (FBP) yaitu suhu tertinggi suatu bahan bakar selama pengujian.
Pada pemeriksaan distilasi ada yang disebut dengan titik didih awal,
dimana hal ini berkaitan dengan sifat volatilitas terendah yang dimiliki oleh
bahan bakar tersebut. Volatilitas adalah penentu utama kecenderungan
76

campuran hidrokarbon menghasilkan uap yang berpotensi meledak. Sehingga


dengan mengetahui rentang titik didih terendahnya, penyimpanan yang aman
dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya ledakan akibat kesalahan kondisi
penyimpanan.
Pada tekanan uap yang tinggi dan rendahnya temperatur saat 10 % volume
tertampung diperoleh, mengindikasikan bahwa mesin mudah di nyalakan pada
kondisi dingin, tetapi bila pada kondisi panas maka cenderung akan membentuk
vapor lock, sehingga akan terbentuk uap yang berlebihan di tangki bahan bakar,
karburator dan fuel injector. Uap yang berlebihan pada sistem aliran bahan
bakar akan menyebabkan berkurangnya aliran bahan bakar keruang bakar. Agar
mesin mudah menyala dan cepat memanas maka spesifikasi teruapkan 10%
dibatasi pada temperatur maksimum 70oC.
Temperatur saat 50 % volume tertampung mengindikasikan performa dari
warming up dan akselerasi mesin pada kondisi penyalaan dingin. Semakin
rendah temperatur saat 50 % volume yang tertampung, maka semakin baik
performa dari motor gasoline, artinya akselerasi mesin semakin baik. Dan bila
semakin rendah temperatur saat 50 % volume tertampung, maka semakin
rendah pula emisi gas buang hidrokarbon.
Temperatur dimana 90 % volume yang tertampung dan End Point untuk
mengindikasikan adanya komponen dengan boiling pointyang tinggi (fraksi
berat) dalam motor gasoline. Bila diperoleh temperatur yang tinggi saat 90 %
volume yang tertampung dan atau End Point, maka kemungkinannya adalah
motor gasoline tercampur fraksi yang lebih berat, dan umumnya diikuti dengan
meningkatnya density dari motor gasoline tersebut. Tingginya temperatur saat
90 % volume yang tertampung dan atau End Point juga bisa sebagai indikasi
adanya komponen-komponen yang memiliki angka octane tinggi pada motor
gasoline yang kita uji. Tetapi bila temperatur yang
diperoleh terlalu tinggi saat 90 % volume yang tertampung dan atau End Point
maka akan mengakibatkan distribusi campuran bahan bakar-udara pada intake
manifold dan di ruang bakar akan berkurang, sehingga meningkatkan emisi gas
buang hidrokarbon, deposit. Distilasi 90% volume teruapkan dalam spesifikasi
77

harus terjadi pada temperatur maksimum 180oC. Titik didih akhir (FBP)
Pertamax menurut spesifikasi dibatasi maksimum yaitu 215oC. Keadaan ini
dimaksudkan agar semua bahan bakar diruang bakar terbakar habis. Apabila
suhu FBP melewati batas tersebut maka fraksi berat bahan bakar ini akan jatuh
kedalam carter sehingga dapat merusak pelumas. Selain itu kandungan residu
dalam bahan bakar Pertamax juga dibatasi maksimum 2,0% volume yang
bertujuan agar pada aplikasinya tidak terjadi pengotoran yang berlebih pada
mesin motor.
Berdasarkan hasil analisis distilasi diperoleh titik didih awal sebesar 38oC
kemudian dari hasil pengamatan dapat dilihat adanya kenaikan temperatur
seiring dengan bertambahnya volume penguapan, hal tersebut dikarenakan
telah berkurangnya fraksi ringan dan menyisakan fraksi berat, sehingga titik
didih menjadi lebih tinggi. Hasil distilasi sampel produk Pertamax pada 10%
volume penguapan pada 54oC bahwa nilai tersebut masih dibawah batas
maksimum yaitu 70oC. Pada 50% volume penguapan yaitu 91oC, nilai tersebut
masih dibawah batas maksimum yaitu 110oC. Pada 90% volume teruapkan pada
168oC nilai ini masih dalam batas maksimum yaitu 180oC. Sedangkan untuk
titik didih akhir (FBP) diperoleh pada 210oC, nilai tersebut masih dibawah nilai
maksimum titik didih akhir pada pertamax yaitu 215oC. Kemudian pada
kandungan residu dari hasil destilasi tersebut diperoleh kandungannya sebesar
1.0% v/v, nilai tersebut masih dibawah nilai maksimum pada pertamax yaitu
2.0% v/v. Adanya penambahan fraksi berat dari tempat penyimpanan dapat
menyebabkan tingginya titik didih akhir yang tercapai. Hal itu dapat
diperhatikan sebagai indikasi bahwa produk mengalami degradasi waktu yang
cukup signifikan sehingga berpengaruh pada mutu produk tersebut.
4.2.8 Sediment (ASTM D 5452)
Tujuan analisis ini adalah untuk menetukan adanya kandungan
kontaminan yang terdapat dalam sampel Pertamax. Prinsip kerjanya adalah
Berdasarkan ASTM D – 5452 yaitu untuk penentuan kandungan kontaminan
dari mogas dan hasilnya berupa berat kontaminan yang terdapat pada kertas
78

saring setelah dilakukan proses penyaringan dan penimbangan dilakukan secara


Gravimetri.
Kontaminan merupakan pengotor yang terdapat pada produk mogas,
dimana pelaksanaan uji sediment ini yaitu pengambilan sampel dengan
menyediakan botol / wadah sampel yang bersih kapasitas antara 3.8 ~ 4 liter,
ambil sampel dari aliran pipa (flowing line), jaga sampel agar tidak
terkontaminasi sebelum pemeriksaan. Untuk perhitungan kontaminan dapat
dilakukan menggunakan persamaan berikut ini :

Hasil analisis yang didapatkan dari sampel Pertamax yaitu W2 sebesar


0.1080 gram,W1 sebesar 0.1024 gram,W4 sebesar 0.1057 gram,W3 sebesar
0.1020 gram,dan volume sampel sebesar 3.9 liter.Dengan perhitungan sebagai
berikut :
P = [(0.1080 – 0.1024) – (0.1057 – 0.1020)] / 3.9
P = 0.50 mg/l
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka didapatkan nilai
kontaminan dari sampel Pertamax adalah sebesar 0.50 mg/l dan angka ini masih
dibawah standar maksimalnya yaitu 1,maka Pertamax dari tanki 42-T-301B ini
dapat di pasarkan ke masyarakat karena kandungan kontaminan yang masih
dibawah batas maksimumnya.
79

4.2.9 Existent Gum (ASTM D 381)


Tujuan analisis ini adalah untuk menetukan adanya kandungan gum yang
terdapat dala sampel Pertamax. Prinsip kerjanya adalah Berdasarkan ASTM D-
381 yaitu untuk penentuan kandungan gum dari mogas dan hasil penyulingan
lainnya yang mudah menguap dalam bentuk akhirnya.
Gum atau getah purwa pada mogas adalah tanda dari ketidakmurnian dari
mogas tersebut. Gum ini merupakan sisa dari penguapan mogas yang tidak larut
dalam n-heptana dan juga merupakan senyawa polimer tak jenuh. Gum adalah
suatu zat dengan bentuk seperti kerak yang terbentuk akibat reaksi polimerisasi
olefin dalam bahan bakar. Adanya gum dalam mogas ini dapat mempengaruhi
penyimpanan gasoline itu sendiri didalam tanki. Gum yang terbentuk ini
terdapat dua jenis yaitu washed gum atau getah yang dapat larut dan unwash
gum atau getah yang tidak dapat larut, unwash gum inilah yang nantinya akan
mengerak. Bahan bakar yang memiliki getah purwa yang tinggi dapat
menyebabkan adanya endapan pada system induksi dan melekat pada katub
masuknya bahan bakar.
Prosedur pengerjaan analisis washed dan unwash gum ini pertama-tama
disiapkan gelas kimia yang dipanaskan terlebih dahulu di dalam furnace dengan
suhu 540˚C yang bertujuan untuk mensterilkan gelas dari kontaminan yang
dapat mempengaruhi hasil analisis gum. Dalam metode ASTM, gelas direndam
dengan asam kromat, namun cara tersebut dinilai kurang efektif karena
menggunakan larutan yang cukup banyak, maka dari itu pemanasan dilakukan.
Kemudian gelas tersebut didinginkan didesikator untuk menghilangkan
molekul air agar gelas kimia kering sempurna, digunakan desikator mengingat
dalam desikator terdapat silika aktif yang dapat menyerap molekul air. Setelah
bersih dan kering lalu gelas kimia kosong ditimbang terlebih dahulu sebagai
perbandingan selisih nantinya. Kemudian tuangkan sampel pertamax lalu
dianalisis kandungan gumnya.
Unwash gum adalah sisa penguapan (residu) produk atau komponen
mogas pada kondisi pengujian, tanpa penangan lebih lanjut sedangkan washed
80

gum adalah residue yang tertinggal ketika sisa penguapan (residu) dicuci
dengan n-heptana dan pencucinya dibuang.
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil Unwashed gum sebesar 1.2
mg/100mL sedangkan Washed gum sebesar 0.4 mg/100 mL. Pada Washed Gum
dengan n- heptana diperoleh hasil yang lebih kecil daripada Unwashed Gum hal
ini karena n – heptana dapat melarutkan Gum tersebut. Menurut Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi, besarnya parameter Unwashed gum pada
mogas maksimum sebesar 70mg/100mL dan Washed Gum maksimum sebesar
5 mg/100mL. Sehingga dapat dikatakan bahwa produk Pertamax tersebut
memiliki mutu yang baik karena memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Semakin kecilnya jumlah getah purwa akan menujukkan bahwa baiknya tingkat
kebersihan pada mogas.

a. Unwashed Gum
Berdasarkan analisis unwashed gum diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Analisis Unwashed gum


Berat awal Berat akhir
Gelas
(g) (g)
Sampel 55.2520 55.2523
Blanko 55.1236 55.1233

Perhitungan:
𝑈 = 2000 {(𝐵 − 𝐷) + (𝑋 − 𝑌)}
𝑈 = 2000 {(55.2523 – 55.2520) + (55.1236 – 55.1233)}
𝑈 = 2000 {0,0006}
𝑈 = 1.2 𝑚𝑔/100
81

b. Washed Gum
Berdasarkan analisis washed gum diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Analisis Washed gum
Gelas Berat awal (g) Berat akhir (g)
Pertamax 55.2520 55.2518
Blanko 55.1236 55.1231

Perhitungan:
𝑆 = 2000 {(𝐶 − 𝐷) + (𝑋 − 𝑍)}
𝑆 = 2000 {(55.2518 – 55.2520) + (55.1236 – 55.1231)}
𝑆 = 2000 {0,0002}
𝑆 = 0.4 𝑚𝑔/100

Keterangan:
C : Massa Gelas kimia + Gum (Unwash/Washed)
D : Massa Gelas kimia + Contoh Kosong
X : Massa Gelas kimia Blanko Sebelum Pemanasan
Y : Massa Gelas kimia Blanko Setelah Pemanasan (Unwashed)
Z : Massa Gelas kimia Blanko Setelah Pemanasan (Washed)

4.2.10 Reid Vapor Pressure (RVP) (ASTM D 5191)


Tekanan uap adalah sifat fisik yang sangat penting dari cairan yang mudah
menguap seperti bahan bakar bensin. Hal ini berkaitan dengan kemudahan
menyalakan mesin pada saat awal, akselerasi mesin dan tentunya safety pada
penyimpanan bahan bakar. Spesifikasi untuk produk minyak bumi yang mudah
menguap umumnya termasuk batas tekanan uap untuk memastikan produk
kinerja volatilitas yang cocok. Standar Dirjen Migas untuk tekanan uap produk
Pertamax yaitu 45.0-60.0 kPa. Diluar batas spesifikasi yang ditentukan dengan
terlalu rendahnya tekanan uap dari bahan bakar menyebabkan sulitnya suatu
bahan bakar membentuk campuran di dalam bahan bakar dengan oksigen dalam
udara dan sulit untuk dibakar di dalam mesin sehingga dapat menimbulkan
82

deposit yang dapat merugikan mesin. Selain itu, jika tekanan uapnya terlalu
tinggi, weigh loss bahan bakar menjadi tinggi yang dapat mengakibatkan vapor
lock pada karburator. Alat yang digunakan dalam analisis ini berupa automatic
vapour pressure yang dihubungkan dengan chamber yang berisi sampel
pertamax.

Untuk preparasi sampel digunakan cooling bath untuk menurunkan suhu


sampel yang bertujuan untuk mendinginkan ikatan sebelum pengukuran untuk
memudahkan pemecehan dan mengurangi jumlah uap hidrokarbon yang
dilepaskan ke dalam ruangan. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan RVP
pada sampel pertamax sebesar 60 kPa. Sedangkan spesifikasi dari RVP adalah
45-60 kPa. Hasil yang didapatkan masih berada pada range spesifikasi.

4.2.11 Density (ASTM D 1298-12)


Tujuan analisis densitas ini adalah untuk menentukan nilai densitas dari
sampel Pertamax pada suhu 15oC. Prinsip kerjanya Berdasarkan ASTM D –
1298 yaitu menetukan specific grafity dari minyak mentah atau produk-
produknya. Specific Gravity (SG) adalah suatu uji terhadap gasoline yang
bertujuan untuk mengetahui harga densitas suatu gasoline. Massa jenis atau
densitas minyak merupakan perbandingan antara rapat minyak pada suhu
tertentu dengan rapat air pada suhu tertentu. Untuk minyak bumi, suhu yang
digunakan adalah 15oC atau 60oC. Perhitungan massa jenis ini sangat penting
dalam penentuan tangki kargo dan kekuatan pemompaan. Selain itu,
perhitungan massa jenis ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui
sifat-sifat lainnya dari minyak tersebut dan untuk mengetahui apakah produk
yang dihasilkan benar-benar merupakan produk yang diinginkan untuk
dilakukan analisis/uji lebih lanjut terhadap produk tersebut. SG dapat
menunjukkan jenis dan jumlah fraksi yang terkandung pada minyak tertentu
jenis minyak pertamax. Nilai SG yang rendah mengindikasikan bahwa didalam
minyak tersebut banyak terdapat fraksi ringan sedangkan nilai SG yang tinggi
mengindikasikan bahwa didalam minyak tersebut banyak mengandung fraksi
berat sehingga untuk proses distilasi pada bahan bakar rendah menunjukkan
83

bahwa kandungan fraksi pada bahan bakar tersebut rendah sehingga mudah
diuapkan dan suhu distilasinya menjdai lebih rendah. Pemeriksaan nilai SG
juga dapat di gunakan untuk melihat mutu produk, di mana SG adalah sebagai
kontrol dan salah satu indikator awal bila terjadi adanya kontaminasi. Spesific
Grafity (SG) sebagai suatu penentu mutu dan harga minyak mentah. Ketepatan
pengukuran SG 60/60oF atau density 15oC dari minyak bumi dan produk –
produknya diperlukan untuk konversi volume terukur ke volume massa pada
suhu acuan standar selama pelaksanaan transfer. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan transaksi jual beli.
Pengerjaan analisis densitas ini pertama-tama pertamax dimasukkan
dalam gelas ukur 1000 mL, kemudian termometer dan hidrometer yang sesuai
direndamkan ke dalam sampel dan dibiarkan stabil. Arti stabil disini adalah
posisi dimana hidrometer dalam keadaan terapung dimana permukaan cairan
tepat menyentuh permukaan hidrometer tidak tenggelam ataupun terapung
bebas. Setelah suhu mencapai kesetimbangan maka catat suhu dan baca
penunjukan hidrometer. Pada saat analisis menggunakan hidrometer
menggunakan suhu yang ditunjukan oleh thermometer fahrenheit yakni 76oF
namun hasil analisis ini harus berada pada suhu 15oC atau sekitar 60oF sehingga
hasil pembacaan hydrometer dikonversikan pada tabel 23 B Konversi Spesific
Grafity 60/60oF ke Densitas pada 15 oC sehingga diperoleh nilai SG, dan
densitasnya.
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 = (𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑 𝑆𝐺) − (Faktor Konversi)
Tabel 4.5 Konversi densitas dari 60oF ke 15oC
Spesific Report
Gravity Dikurangi
0,700 – 0,738 0,0002
0,738 – 0,792 0,0003
0,793 – 0,860 0,0004
0,861 – 0,954 0,0005
0,955 – 1,000 0,0006
84

Berdasarkan percobaan pada produk Pertamax padat anki 42 T 301B


diperoleh hasil sebagai berikut: Temperatur observed 80°F, SG observed
0,7365, setelah dikonversikan ke dalam tabel diperoleh corrected SG 60/60°F
0,7363. Kemudian setelah dihitung sesuai tabel diperoleh densitasnya 736,3
kg/m3. Menurut Spesifikasi Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, besarnya
densitas pada mogas yaitu sekitar 715 kg/m3 hingga 770 kg/m3. Sehingga dapat
dikatakan sampel tersebut memenuhi syarat kualitas mutu yang telah ditentukan
oleh Dirjen Migas.
4.2.12 Cooper Strip Corrosion (ASTM D 130)
Korosi pada tarnish merupakan uji kuantitatif terhadap bensin yang
bertujuan untuk mendeteksi korosifitas bensin. Korosi minyak bumi terhadap
berbagai macam logam disebabkan karena senyawa belerang korosif yang
terdapat dalam produk minyak bumi, tetapi tidak semua senyawa belerang yang
terdapat dalam fraksi minyak bumi bersifat korosif hal ini bergantung pada sifat
kimia dari sulfurnya.
Langkah pertama yang dilakukan adalah merendam tarnish yang telah
dibersihkan ke dalam larutan sampel. Tarnish dibersihkan menggunakan wash
solvent yaitu isooktan, lalu diangkat dengan pinset dan digosok searah dengan
kapas yang telah diberi karborandum (silicon carbide) agar bersih dari senyawa
sulfur yang menempel pada tarnish. Setelah itu tarnish dibersihkan kembali
sampai tidak ada serbuk karborandum yang menempel pada bilah. Tarnish
dijaga agar tidak tersentuh oleh tangan karena akan mengganggu proses
pengujian. Setelah dilakukan preparasi pada tarnish lalu dimasukkan ke dalam
tabung uji korosi yang berisi 30 mL sampel pertamax dan direndam selama 3
jam dalam penangas air dengan suhu 50˚C dikarenakan pertamax termasuk jenis
mogas yang memiliki tekanan yg cukup tinggi, sehingga untuk menghindari
exploding karena suhu yang telalu tinggi ketika pemanasan menyebabkan
tekanan meningkat. Setelah 3 jam tabung uji diangkat dari penangas air, tabung
uji dimiringkan kemudian diambil tarnish dengan pinset lalu dicuci kembali
dengan isooktan, dan diangkat kemudian dikeringkan dengan kertas saring
tanpa digosok. Hasil perlakuan tarnish dibandingkan dengan ASTM standard
85

copper strip corrosion. Tarnish digunakan karena tembaga lebih mudah


membentuk warna dan juga ekonomis. Selain itu bagian tertentu pada peralatan
yang digunakan pada kendaraan bermotor memakai tembaga, sehingga mudah
bereaksi. Tembaga merupakan logam yang mudah tereduksi sehingga apabila
terjadi reaksi mudah dilihat.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan bahan bakar
pertamax berada pada Copperstrip Standard (D130/IP154) No.1 hal ini
menunjukkan bahwa hasil percobaan terhadap pertamax masuk dalam batas
spesifikasi produk yang telah ditetapkan. Hasil pengujian ini diartikan derajat
korosifitas dari pertamax turbo masih rendah, sehingga aman bagi sistem
penyaluran bahan bakar yang terbuat dari tembaga, kuningan, dan perunggu.
4.2.13 Doctor Test (IP 30)
Tujuan analisis ini adalah untuk menetukan sifat korosifitas dari sampel
Pertamax. Prinsip kerjanya berdasarkan perubahan warna yang terjadi pada
sampel saat direaksikan dengan pereaksi doctor test. Doctor test merupakan satu
parameter uji terhadap bensin untuk mengetahui adanya senyawa sulfur dan
merkaptan secara kualitatif.
Pertama, tabung uji dibersihkan dan dikeringkan. Hal ini dikarenakan
selama pengujian sampel tidak terkontaminasi oleh sisa analisa sebelumya.
Selanjutnya sampel sebesar 10 mL dimasukkan ke dalam tabung dan
dimasukkan larutan doctor solution sebanyak 5 mL. Larutan doctor solution
merupakan larutan Na2PbO2 yang pembuatannya dilakukan dengan melarutkan
125 gram NaOH dan 60 gram PbO dalam 1 L aquades kemudian dikocok
selama 15 menit. Setelah itu, didiamkan selama 1 hari dan larutan tersebut
disaring. Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2 NaOH + PbO → Na2PbO2 + H2S (doctor solution)

Setelah dimasukkan larutan doctor test, dikocok agar pengotor yang


terdapat pada sampel turun kebawah dan bercampur dengan larutan doktor
setelah pendiaman kurang lebih 2 menit. Bila terjadi perubahan warna menjadi
86

coklat maka sampel positif mengandung hidrogen sulfida (H2S). Persamaan


reaksi yang terjadi sebagai berikut:

H2S + Na2PbO2 → PbS + 2NaOH (coklat)

Kemudian uji dilanjutkan dengan penambahan padatan yang berupa


bubuk sulfur kedalam campuran larutan tersebut dan dikocok lagi. Setelah
didiamkan amati kembali. Bila terjadi perubahan warna menjadi coklat maka
sampel tersebut mengandung merkaptan. Reaksi yang terjadi:

RSH + Na2PbO2 → Pb(RS)2 + 2NaOH

Pb(RS)2 + S → PbS + RSSR (coklat)

Beberapa gasoline terkadang juga mengandung metal deactivator.


Peroksida adalah komponen yang tidak diinginkan pada setiap gasoline karena
bahan ini dapat menyebabkan kerusakan pada fuel system elastomer dan copper
commutator pada fuel pump. Peroksida dapat mengendap dan mengalami
autocatalytic sehingga akan mengubah peroksida menjadi polimer yang keras.
Peroksida juga menyebabkan turunnya angka oktan pada motor gasoine.
Berdasarkan hasil uji doctor test pada sampel menunjukkan hasil yang
negatif karena tidak terjadi perubahan warna layer kecoklatan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa produk pertamax yang dihasilkan PT. Pertamina (Persero) RU
VI pada tanki 42 T 301B sesuai dengan spesifikasi Direktur Jenderal Minyak
dan Gas Bumi.
4.2.14 Merchaptan Sulfur (RSH) (ASTM D 3227)
Tujuan analisis ini adalah untuk menetukan sifat korosifitas dari sampel
Pertamax. Prinsip kerjanya Berdasarkan ASTM D – 3227 yaitu untuk
menentuan kandungan merkaptan sulfur dalam mogas yang mengandung
0.0003 - 0.01% massa merkaptan. Kandungan merkaptan pada bahan bakar
akan menyebabkan korosifitas terhadap tangki penyimpanan bahan bakar pada
kendaraan. Oleh karena itu, kandungan merkaptan haruslah dibatasi
87

keberadaannya. Merkaptan adalah komponen merkaptan organic, secara


kimiawi dia berupa komponen yang terdiri dari senyawa hidrokarbon yang
mengikat gugus -SH. Merkaptan adalah salah satu komponen yang tidak
diinginkan dalam gasoline karena baunya dalam konsentrasi rendah saja
merkaptan dapat menimbulkan aroma yang tidak enak. Tidak hanya bau,
merkaptan juga bersifat toksik / beracun. Merkaptan dapat mengiritasi mata,
kulit, mengganggu sistem syaraf.
Apabila uji doktor merupakan uji kualitatif untuk mengidentifikasi ada
atau tidaknya senyawa mercaptan dalam gasoline, uji merkaptan sulfur ini
merupakan uji kuantitatif untuk menentukan konsentrasi merkaptan sulfur yang
terdapat dalam gasoline khususnya pertamax.
Analisis merkaptan sulfur ini menggunakan metode titrasi potensiometrri.
Adapun prinsipnya berdasarkan angka yang dihasilkan berdasarkan pada
lonjakan perbedaan potensial. Penitran yang digunakan adalah AgNO3 in IPA
(Argentum nitrat didalam Isopropil Alkohol) 0,1159 N karena sampel yang
digunakan adalah minyak. Berdasarkan hasil uji, bahwa sampel produk
Pertamax dan didapatkan kadar merkaptan sulfur sebanyak 0,001 % m/m. Nilai
tersebut masih dibawah spesifikasi standar yang telah ditetapkan yaitu 0,002%
m/m. Hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut aman untuk digunakan
sebagai bahan bakar.
4.2.15 Appearance & Colour Visual
Tujuan dari analisis ini untuk melihat apakah produk pertamax yang
diproduksi layak dijual atau tidak dilihat dari sifat fisik warna dan penampilan
yang dimiliki sampel pertamax. Selain itu, dari uji ini dapat dilihat apakah
adanya kontaminan atau kesalahan dari produksinya yang mengindikasikan
keabnormalan secara fisik dari produk di luar uji-uji yang dilakukan
sebelumnya. Sifat appearance sangat penting untuk petugas di lapangan dalam
melakukan pengawasan mutu terhadap kebersihan pertamax dari kontaminasi
dan pengotor seperti partikel padat dan air bebas.
Dari hasil analisis Colour and Appearance secara visual dalam temperatur
ruang didapatkan sampel pertamax yang tampak jernih dan memiliki warna
88

kuning karena sampel yang digunakan berasal dari tanki yang belum mengalami
proses pewarnaan, biasanya pertamax akan diberi warna biru pada kapal atau
pipa penyaluran sehingga secara fisik pertamax tersebut layak untuk disalurkan
ke MOR untuk dipasarkan.
89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pada produk Pertamax, analisis kualitas dilakukan dengan metode yang
telah disetujui oleh Dirjen Migas yaitu ASTM (American Society for Testing
and Materials) dan IP (Institute of Petroleum). Dari hasil analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa produk Pertamax pada tanki 42-T-301B
telah memenuhi (lulus) syarat sesuai dengan standar yang telah diterbitkan oleh
Dirjen Migas dan Memorandum Manager Planning & Controlling No.
006/E20110/2017-S2 sehingga produk memperoleh COQ (Certificate of
Quality) dan dapat diproses lebih lanjut untuk selanjutnya dipasarkan.

5.2 Saran
Adapun saran untuk kemajuan dalam proses produksi dan analisis yaitu
perlu adanya peningkatan kualitas pengolahan yang dilakukan oleh PT. Pertamina
RU VI Balongan terhadap produk bahan bakar yang dihasilkan agar dapat bersaing
dengan bahan bakar luar negeri sehingga dapat dilakukannya ekspor bahan bakar
yang akan meningkatkan ekonomi negara. Selain itu penyimpanan sampel juga
perlu diperhatikan agar hasil analisis mutu produk tidak terganggu akibat dari
adanya peningkatan suhu, kontak dengan udara serta kontaminasi dari lingkungan.

Untuk kemajuan proses analisis, perawatan dan pembaharuan instrumentasi


di dalam Laboratorium juga penting untuk dilakukan untuk menunjang proses
analisis mutu produk.
90

DAFTAR PUSTAKA

American Society for Testing and Materials.1992. Annual book of ASTM


Standard. Philadelphia : Petroleum Products and Lubricants.
Anam, M.S. 2000. Produk Migas. Cepu: Pusat Pengembangan Tenaga
Perminyakan dan Gas Bumi.
Atlas, R. M. 1992. Petroleum Microbiology. Encyclopedia of Microbiology, Vol 3.
California: Academic Press. Inc.
BP Migas. 2005. Laporan Sumber Daya Energi. Jakarta: BP Migas.
Chang, R. (2000). Kimia Dasar Konsep – Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Fahim, Mohamed A. et al. 2010. Fundamentals of Petroleum Refining. Amsterdam:
Elsevier.
Farrington, J.W., Davis, A.C., Frew, N.M., Rabin, K.S. 1982. No.2 Fuel Oil
Compounds in Mytilus edulis. Marine Biology, Vol. 66. Springer-Verlag.
Massachusetts. USA: 15-26
Jasjfi, E. 1966. Pengolahan Minyak Bumi. Jakarta: Lemigas.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015. Produk Migas
dan Storage Handling. Jakarta: KEMENDIKBUD.
Kardjono, S.A.2000. Proses Pengolahan Migas. Cepu: Pusat Pengembangan
Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi.
Koesoemadinata, R.P.1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Edisi Kedua.
Bandung: ITB Press.
Marsaoli, Muhajir. 2004. Kandungan Bahan Organik, N-Alkana, Aromatik, dan
Total Hidrokarbon dalam Sedimen di Perairan Raha Kabupaten Muna,
Sulawesi tenggara. Makara, Sains, Vol. 8, No. 3, Desember 2004: 116-
122.
Muchtaridi&J, Sandri. 2007. Kimia Dasar I. Yogyakarta: Yudhistira.
PANalytical. 2009. X-ray Fluorescence Spectrometry.
[online]. http://www.panalytical.com/index.cfm?pid=130 diakses pada 16
Agustus 2018.
Speight, James G. 2002. Handbook of Petroleum Product Analysis. New Jersey:
John Wiley & Sons. Inc.
91

LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Alat

Sampel Pertamax Instrumen RVP ASTM D 323

Instrumen Induction Period Instrumen PONA ASTM 6839

Alat kerja Specific Gravity Standar Copper Strip Corrosion

Instrumen Distilasi Instrumen WDXRF


92

Instrumen Existent Gum Instrumen RON CFR-F1

Instrumen AAS Instrumen autotritator untuk


untuk Lead Content Merchaptan Sulfur
93

Lampiran 2. Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi &
Memorandum Manager Planning & Controlling No.
006/E20110/2017-S2
94

Lampiran 3. Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin 91


95

Lampiran 4. Tabel Specific Gravity 60 / 60˚F

Lampiran 5. Tabel Konversi Specific Gravity 60/60˚F ke Density at 15˚C


96

Lampiran 6. Tabel Konversi Pembacaan Mikrometer Terhadap Angka


Oktan

Anda mungkin juga menyukai