Anda di halaman 1dari 123

EFEKTIVITAS KLOROFIL A Spirulina platensis YANG DIPRODUKSI

DALAM MEDIA KULTUR DARI LIMBAH AMPAS KECAP


SEBAGAI ANTIOKSIDAN



Tesis

























Oleh:

LUTHFIANA APRILIANITA SARI
KARANGANYAR - JAWA TENGAH






S-2 BIOTEKNOLOGI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2012

72

EFEKTIVITAS KLOROFIL A Spirulina platensis YANG DIPRODUKSI
DALAM MEDIA KULTUR DARI LIMBAH AMPAS KECAP
SEBAGAI ANTIOKSIDAN


Tesis sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sain pada Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga



Oleh :

LUTHFIANA APRILIANITA SARI
NIM. 140941001




Menyetujui,
Komisi Pembimbing



Pembimbing Pertama




Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.
NIP. 19690912 199702 2 001
Pembimbing Kedua




Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.
NIP. 19700116 199503 1 002




Mengetahui,
Ketua Program Studi S2
Bioteknologi Perikanan dan Kelautan


Dr. Ir. Gunanti Mahasri, M.Si.
NIP. 19600912 198603 2 001
73

Setelah mempelajari dan menguji,kami berpendapat bahwa tesis ini, baik ruang
lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Magister Sain.


Tanggal Ujian : 23 Februari 2012


Menyetujui,
Ketua Penguji




Prof. Dr, Noor Erma Sugiyanto, Apt. MS.
NIP. 195211281980022001

Sekretaris




Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.
NIP. 19520517 197803 2 001
Anggota




A. Shofy Mubarak, S.Pi., M.Si.
NIP. 19731101 200112 1 002


Anggota





Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.
NIP. 19690912 199702 2 001
Anggota





Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.
NIP. 19700116 199503 1 002



Surabaya, 23 Februari 2012

Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,




Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S., DEA
NIP. 19520517 197803 2 001
74



Yang bertanda tangan di bawah ini :

N A M A : Luthfiana Aprilianita Sari
N I M : 140941001
Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 14 April 1987
Alamat : Pokoh, RT 007 RW 008, Ngijo, Tasikmadu, Karanganyar,
Surakarta
Judul Tesis : Efektivitas Klorofil A Spirulina platensis yang Diproduksi
dalam Media Kultur dari Limbah Ampas Kecap sebagai
Antioksidan
Pembimbing : 1. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.
2. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Tesis yang saya buat
adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana
Penelitian : Mandiri / Proyek Dosen / Hibah / PKM (coret yang tidak perlu).
Di dalam Tesis / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami
bersedia :
1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;
2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan Tesis /
karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing Tesis;
3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk
pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur
di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 42),
apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan
menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran
saya sendiri
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 16 Februari 2012
Yang membuat pernyataan,




Luthfiana Aprilianita Sari
NIM. 140941001
75


RINGKASAN

LUTHFIANA APRILIANITA SARI. Efektivitas Klorofil a
Spirulina platensis yang Diproduksi dalam Media Kultur dari Limbah
Ampas Kecap sebagai Antioksidan. Dosen Pembimbing I Dr. Endang Dewi
Masithah, Ir., MP. dan Dosen Pembimbing II Moch. Amin Alamsjah, Ir.,
M.Si., Ph.D.

S. platensis merupakan salah satu suplemen kesehatan yang bermanfaat
sebagai antioksidan bersumber dari klorofil a S. platensis. Kestabilan produksi
klorofil a S. platensis dapat ditunjang dengan kelimpahan nutrien. Salah satu
alternatif media kultur S. platensis adalah dengan memanfaatkan limbah ampas
kecap sebagai pupuk. Limbah ampas kecap mengandung magnesium yang
merupakan prekursor sintesis klorofil a dan dapat memperkuat aktifitas
antioksidan yang dimiliki oleh klorofil. Klorofil a sebagai antioksidan merupakan
senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Antioksidan
dapat menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas. Hasil produk
oksidasi malondialdehid (MDA) secara in vivo dapat digunakan sebagai ukuran aktivitas
suatu bahan antioksidan. Proses oksidasi di dalam tubuh hewan coba (mencit) dipacu dengan
menggunakan timbal untuk mengaktifkan radikal bebas didalam tubuh hewan coba.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan dosis terbaik pemberian
limbah ampas kecap sebagai pupuk organik terhadap kepadatan dan klorofil a S.
platensis. Kemudian untuk mengetahui aktifitas antioksidan (klorofil a) S.
platensis yang dikultur pada media asal limbah ampas kecap dibandingkan dengan
S. platensis komersil. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pendidikan Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran
dan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
dan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan,
Universitas Hang Tuah.
Penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu pengujian untuk memperoleh dosis
terbaik limbah ampas kecap, eksplorasi waktu produksi untuk memperoleh kadar
klorofil a S. platensis tertinggi dan pengaruh pemberian limbah ampas kecap
sebagai antioksidan (klorofil a) S. pletensis dengan malondialdehid (MDA) serta
76

uji histopatologi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Analisis yang digunakan penelitian tahap I menggunakan
ANAVA. Data yang dihasilkan bila terdapat perbedaan dapat dilakukan uji
lanjutan yaitu Uji Jarak Berganda Duncan (Duncans Multiple Range Test).
Penelitian tahap III dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji t
Independent. Hasil penelitian uji histopatologi hati mencit dilakukan skoring yang
dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis.
Tahap penelitian I terdiri dari enam perlakuan dengan empat ulangan. Pada
penelitian tahap II (eksplorasi waktu produksi) terdiri dari empat ulangan. Pada
penelitian tahap III terdiri dari dua perlakuan dengan delapan ulangan. Parameter
utama adalah pengukuran kepadatan, klorofil a S. platensis dan kadar
malondialdehyde (MDA) serta uji histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah ampas kecap dapat digunakan
sebagai pupuk organik dengan dosis sebesar 1,8 mL/L pada media kultur S.
platensis yang menghasilkan klorofil a sebesar 0,0361 mg/L. Aktifitas antioksidan
(klorofil a) S. platensis hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap yang
diberikan secara oral pada mencit kemudian diuji dengan metode MDA memiliki
kadar malondialdehid sebesar 5,07 nmol/L. Hasil uji histopatologi menujukkan
klorofil a hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap mampu menghambat
kerusakan jaringan hati mencit akibat timbal. Parameter kualitas air selama
penelitian masih berada dalam batas toleransi untuk pertumbuhan S. platensis,
yaitu suhu air media kultur berkisar antara 28,6 - 30,5
o
C, pH 8 - 9, suhu ruangan
berkisar antara 28 - 32
o
C dan salinitas berkisar antara 32 - 34 ppt.












77

SUMMARY

LUTHFIANA APRILIANITA SARI. The Effectivety of Chlorophyll A
Spirulina platensis which is Produced in Culture Media from Ketchup Waste
as an antioxidant. Academic Advisor I Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.
And Academic Advisor II. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Sc., Ph.D.

S. platensis is a health supplement as an antioxidant, sourced from
chlorophyll a of S. platensis. The stability of S. platensis chlorophyll a production
can be supported with an abundance of nutrients. One alternative could be used
for the culture media of S. platensis is ketchup waste as fertilizer. Ketchup waste
contains magnesium acts as precursors for the synthesis of chlorophyll a and
sustains the antioxidant activity which is owned by the chlorophyll. Chlorophyll a
as an antioxidant is a compound that may slow or prevent the oxidation process.
Antioxidants can inhibit the rate of oxidation when reacting with free radicals.
The results of oxidation product malondialdehyde (MDA) in vivo represent the
antioxidants activity. Oxidation processes in the body of experimental animals
(Mus musculus) stimulated with the use of lead to activate the body's free radicals
experimental animals.
The purpose of this study was to determine the effects and the best dose of
ketchup waste as organic fertilizer for the density and chlorophyll a of S.
platensis. Also, to determine antioxidant activity (chlorophyll a) of S. platensis
which is produced in culture media from ketchup waste compared to S. platensis
commercial. The study was conducted in the Fisheries Education Laboratory,
Fisheries and Marine Faculty, Laboratory Biochemistry Faculty of Medicine and
Laboratory Pathology Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University and
Aquaculture Laboratory, Engineering and Marine Sciences Faculty, Hang Tuah
University.
The study consisted of three phases examination to obtain the best dose of
ketchup waste, exploration of production time in order to obtain the highest value
of chlorophyll a of S. pletensis and the effect of ketchup waste as an antioxidant
(chlorophyll a) of S. pletensis by malondialdehyde method (MDA). The design of
this study is a Completely Randomized Design. ANAVA is used in the first step.
Duncans Multiple-Range-Test then applied when the resulting data showed the
78

differences. Third step were statistically analyzed using Independent t Test. For
histopathology analysis of mice liver, scoring data was analized by Kruskal Wallis
Test.
The first step in this research consisted of six treatments with four
replications. The second step (exploration production time) consisted of four
replications. The third phase consisted of two treatments with eight replications.
The main parameters are the measurement of the density of S. platensis,
chlorophyll a of S. platensisand malondialdehyde content(MDA).
The results showed that the ketchup waste can be used as organic fertilizer
with 1.8 mL/L in dose, respectively, placed in the culture media of S. platensis
which produces 0.0361 mg/L in chlorophyll a. Antioxidant activity (chlorophyll a)
of S. platensis cultured in the waste residue of ketchup waste media which is
administered orally in mice and then tested by MDA method shows 5.07 nmol/L
in malondialdehyde content. Histopathologic test results showed chlorophyll a in
the culture ketchup waste media can inhibit murine liver tissue damage caused by
lead. Water quality parameters during the study is within tolerance for the growth
of S. platensis, the culture media ranged from 28.6 to 30.5 C in water
temperature, 8-9 in pH, 28-32 C in room temperature ranged and 32-34 ppt in
salinity.


















79

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga yang telah memberi
saya kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 Bioteknologi Perikanan
dan Kelautan.
2. Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S., DEA selaku Dekan Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
3. Dr. Ir. Endang Dewi Mashitah, MP. selaku dosen pembimbing pertama
4. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. selaku dosen pembembing kedua.
5. Prof. Dr, Noor Erma Sugiyanto, Apt. MS. selaku ketua penguji.
6. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. selaku sekretaris penguji.
7. A. Shofy Mubarak, S.Pi., M.Si. selaku anggota penguji.
8. Kedua orang tua Ir. Sumijarto, MP. dan Dra. Siti Khumaidah serta adekku
Tomi Ahmad Farobi yang telah memberikan bantuan, motivasi serta doa.
9. Keluarga besar Surabaya Simbah Indun, Simbah Karimin, Tante Jili, Om
Wahib, Tante Alfiah, Om Sumali, Yuma Bella Saiful Islam AlFarobi, Yuma
Darulloh Saiful Islam, Immamatunnisa dan Ayuma Qubaila Putri Madinah.
10. Keluarga Karanganyar Bude, Pakde, Bulek, Om, Mbak-mbak, Mas-mas,
Adek-adek serta Ponakan-ponakanku yang telah memotivasi.
11. Fahruddin Rosyadi yang selalu mensuport dan mendampingi dalam
kelangsungan proses tesis ini.
12. Bapak / Ibu dosen Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
13. Bapak Kustiawan Tri Pursetyo dan Bapak Budi (Karantina Perak)yang telah
membantu saya dalam menunjang tesis ini.
14. Teman dan sahabat yang selalu mensuport Irene Rahmawati, Nenli Prabowo
Putri Desi Wulansari dan Fitria Dwi Ratna Mahesti
15. Adek adek kelas yang turut membantu.
16. Semua pihak yang telah mendukung hingga selesainya Tesis ini.


80

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis tentang Efektivitas Klorofil A
Spirulina platensis yang Diproduksi dalam Media Kultur dari Limbah
Ampas Kecap sebagai Antioksidan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan Tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis
ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi
mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya
demi kemajuan dan perkembangan teknologi dalam bidang perikanan.

Surabaya, Februari 2012
Penulis




.


81

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. iv
SUMMARY ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat ..................................................................................... 4
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 Biologi S. platensis.................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi S. platensis .......................... 5
2.1.2 Habitat S. platensis ........................................................ 6
2.1.3 Reproduksi S. platensis ................................................. 6
2.1.4 Pertumbuhan S. platensis .............................................. 7
2.1.5 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan S. platensis .............................................. 8
2.2 Kebutuhan Nutrien S. platensis ................................................. 9
2.2.1 Nitrogen ......................................................................... 10
2.2.2 Magnesium .................................................................... 11
2.2.3 Besi (Fe) ........................................................................ 11
2.3 Kandungan gizi dan manfaat S. platensis ................................. 12
2.4 Limbah ampas kecap ................................................................. 13
2.5 Proses fotosintesis ..................................................................... 14
2.6 Klorofil a ................................................................................... 15
2.7 Klorofil sebagai antioksidan ..................................................... 18
82

2.8 Pengujian antioksidan Metode Malondialdehid (MDA) ........... 21
2.9 Timbal ....................................................................................... 22
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 24
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ............................................... 24
3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................... 28
IV MATERI DAN METODE PENELITIAN ......................................... 29
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 29
4.2 Materi Penelitian ....................................................................... 29
4.3 Metode Penelitian...................................................................... 30
4.3.1 Rancangan Penelitian .................................................... 30
4.3.2 Prosedur Kerja Penelitian .............................................. 32
A. Sterilisasi peralatan dan media kultur ..................... 32
B. Persiapan limbah ampas kecap................................ 33
C. Penebarab bibit ........................................................ 34
D. Kultur ...................................................................... 34
E. Kepadatan S. platensis ............................................ 35
F. Klorofil A ................................................................ 36
G. Ekstraksi S. platensis komersil dan
S. platensis hasil kultur dengan limbah
ampas kecap ............................................................ 36
H. Pemeliharaan mencit ............................................... 38
I. Pemberian S. platensis komersil dan S. platensi
hasil kultur dengan limbah ampas kecap yang telah
diberi timbal (Pb) pada mencit ................................ 38
J. Metode malandialdehyde (MDA) ........................... 39
K. Perhitungan pertumbuhan populasi S. platensis ..... 40
L. Pengujian histopatologi hati mencit ........................ 40
M. Pengukuran kualitas air ........................................... 41
4.3.3 Parameter pengamatan .................................................. 41
A. Parameter utama ...................................................... 41
B. Parameter pendukung .............................................. 42
4.3.4 Analisis data .................................................................. 42
V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 46
5.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 46
5.1.1 Kepadatan S. platensis .................................................. 46
5.1.2 Klorofil S. platensis ....................................................... 49
5.1.3 Metode Malondialdehyde (MDA) ................................. 47
5.1.4 Histopatologi hati mencit .............................................. 49
5.1.5 Kualitas Air ...................................................................... 54
5.2 Pembahasan ............................................................................... 54
83

VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 61
6.1 Simpulan.... ............................................................................... 61
6.2 Saran......... ................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63
LAMPIRAN ................................................................................................ 71




















84

DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data kepadatan Spirulina platensis (x 10
4
unit/ml) setelah yang
dikultur

pada media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari
kedelapan............................................................................................... 43

2. Data Klorofil S. platensis setelah yang dikultur

pada media limbah
ampas kecap hari pertama hingga hari ketujuh ..................................... 46

3. Data kadar malondialdehyde (MDA) pada darah mencit yang sudah
diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan
klorofil a S. platensis komersil .............................................................. 48

4. Skoring kerusakan jaringan hati mencit ................................................ 49

5. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara ........................................ 72

6. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap .......................................... 83

7. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S.
platensis komersil ................................................................................. 83

8. Skoring kerusakan jaringan hati mencit ................................................ 84

9. Standart klorofil a ................................................................................ 96

10. Standart MDA ...................................................................................... 98

11. Data Suhu Ruang (C) S. platensis ..................................................... 99

12. Data pH pagi hari media kultur S. platensis........................................ 100

13. Data pH siang hari media kultur S. platensis ....................................... 100

14. Data pH sore hari media kultur S. platensis ......................................... 100

15. Data salinitas pagi hari media kultur S. platensis ................................ 101

16. Data salinitas siang hari media kultur S. platensis ............................... 101

17. Data salinitas sore hari media kultur S. platensis ................................. 101

18. Data Suhu air C pagi hari media kultur S. platensis ........................... 102

85

19. Data Suhu air C siang hari media kultur S. platensis ......................... 102

20. Data Suhu air C sore hari media kultur S. platensis ........................... 102












































86

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. S. platensis ............................................................................................ 5
2. Siklus hidup S. platensis ................................................................. 7
3. Pembentukan glutamat ................................................................. 16
4. Mekanisme sintesis klorofil ............................................................... 17
5. Klorofil a ................................................................. 18
6. Bagan rancangan penelitian .................................................................. 26
7. Desain penelitian ................................................................. 30
8. Bagan rancangan penelitian tahap I ...................................................... 40
9. Bagan rancangan penelitian tahap II ..................................................... 41
10. Bagan rancangan penelitian tahap III (Metode MDA) ......................... 42
11. Grafik kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/ml) setelah yang dikultur

pada media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari kedelapan . 44
12. Grafik klorofil a S. platensis (mg/mL) setelah yang dikultur

pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari keenam .............. 47
13. Histopatologi hati mencit normal .......................................................... 50
14. Histopatologi hati mencit diberi timbal dan klorofil a S. platensis
komersil ................................................................. 51
15. Histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap ............................................ 52
16. Histopatologi hati mencit yang hanya diberi timbal ............................. 53
17. Standart skoring .................................................................................... 85
18. Grafik standart kurva baku klorofil a .................................................... 97
87

19. Grafik standart kurva baku malondialdehid (MDA) ............................. 98
























88

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Laporan hasil uji limbah ampas kecap ................................................ 71
2. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara ...................................... 72
3. Konversi perhitungan nitrogen ............................................................ 73
4. Teknik Pemeriksaan Histopatologi dengan Pewarnaan
Hematoxylin-Eosin ............................................................................. 74
5. Proses fotosintesis ............................................................................... 75
6. Data kepadatan S. platensis ................................................................. 78
7. Data klorofil a ..................................................................................... 82
8. Kadar MDA pada darah mencit yang telah diberi
klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap
dan klorofil a S. platensis komersil .................................................... 83
9. Skoring histopatologi kerusakan hati mencit yang telah diberi
klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan
klorofil a S. platensis komersil serta diberi timbal
sebagai pemicu radikal bebas ............................................................. 84
10. Gambar standart skoring kerusakan hati mencit .................................
11. Analisis statistik kepadatan S. platensis ............................................. 86
12. Analisis statistik metode MDA ........................................................... 94
13. Analisis statistik skoring histopatologi hati mencit ............................ 95
14. Standart klorofil a ................................................................................ 97
15. Standart malondialdehid (MDA)......................................................... 98
16. Data Suhu Ruang (C) S. platensis..................................................... 99
89

17. Data alkalinitas (pH) media kultur S. platensis .................................. 100
18. Data salinitas (ppt) media kultur S. platensis ..................................... 101
19. Data Suhu air (C) media kultur S. platensis ..................................... 102
20. Laporan Hasil Uji Kadar Nitrogen Pupuk Walne dan
Limbah Ampas Kecap ........................................................................ 103
21. Sertifikat Kelaikan Etik ....................................................................... 104























I PENDAHULUAN
90


1.1 Latar Belakang

Pertambahan populasi manusia diiringi perkembangan pembangunan di
segala macam bidang menciptakan suatu dampak negatif bagi manusia itu sendiri.
Manusia beraktivitas tanpa mengenal waktu, sehingga pola makan dan kesehatan
tubuh mudah terganggu. Aktivitas manusia juga menciptakan suatu manipulasi
lingkungan sehingga muncul berbagai pencemaran yang berakibat pada kesehatan
tubuh manusia (Supyan, 2008). Permasalahan yang muncul menyebabkan muncul
berbagai penelitian untuk menciptakan suatu suplemen yang bermanfaat sebagai
sumber protein, peningkat daya imun tubuh dan antioksidan. Salah satu suplemen
alami yang mudah untuk dibudidayakan adalah S. platensis (Susanna et al., 2007).
S. platensis merupakan salah satu jenis alga yang memiliki kandungan gizi
seperti protein berkisar antara 70 78 persen, karbohidrat berkisar antara 15 25
persen, lemak berkisar antara 4 7 persen, serat berkisar antara 8 10 persen dan
mineral berkisar antara 6 13 persen (Bhowmik et al., 2009). Selain itu juga
mengandung S. platensis 1,6% klorofil a, 18% fikosianin, 17 % -Carotene
(Promya et al., 2008). Klorofil a (Kusmita and Limantara, 2009) bermanfaat
sebagai antioksidan. Pernyataan bahwa Klorofil a bermanfaat sebagai antioksidan
dinyatakan pula oleh beberapa peneliti bahwa klorofil a juga bermanfaat sebagai
senyawa anti kanker dan antioksidan (Harttig and Bailey, 1998).
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda atau menghambat
reaksi oksidasi (Pokorny et al., 2001). Reaksi oksidasi berkaitan dengan stres
oksidatif, melalui pembentukan molekul reactive oxygen species akibat pengaruh
buruk radikal bebas. Radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker,
arteriosklerosis dan penuaan, disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi
91

(Kikuzaki and Nakatani, 1993). Radikal bebas dapat berasal dari pemaparan
ultraviolet, polusi udara, senyawa berbahaya (insektisida), logam berat dan stress
secara berlebihan. Manfaat dari antioksidan membuat produsen berupaya
menghasilkan antioksidan sintetis. Antioksidan sintetis memiliki efektifitas yang
tinggi namun kurang aman bagi kesehatan sehingga pengunaannya diawasi secara
ketat (Pujimulyani, 2003).
Tingginya kandungan nutrien dan manfaat yang didapat dari S. platensis
memacu terjadinya peningkatan produksi spirulina untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Hal yang dapat mendorong peningkatan produksi Spirulina adalah
peningkatkan pertumbuhan, yaitu meningkatkan jumlah sel (Isnansetyo and
Kurniastuti, 1995). Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa salah satu cara
untuk meningkatkan pertumbuhan fitoplankton adalah mengontrol kandungan
nutrien baik makro maupun mikro pada media kultur.
Salah satu alternatif untuk membuat media S. platensis dari bahan alami
dengan biaya murah serta memiliki unsur makro dan mikro yang optimal adalah
dengan memanfaatkan limbah ampas kecap. Ampas kecap berasal dari sisa hasil
penyaringan kedelai yang telah difermentasi oleh Aspergillus oryzae.
Pemanfaatan limbah ampas kecap sebagai pupuk akan mengurangi penggunaan
pupuk kimia. Las (2006) menyatakan bahwa pupuk kimia telah mencemari
sebagian sumber daya lahan, air, dan lingkungan. Penggunaan pupuk kimia
meningkat enam kali lipat setiap tahun.
Hasil pengujian PT. Lombok Gandaria (2009) pada limbah ampas kecap
hasil buangan produksi menyebutkan bahwa ampas kecap tersebut mengandung
nitrogen 1,98%, fosfor 0,28%, kalium 0,59%, kalsium 0,16%, magnesium 0,06%,
92

besi 0,01%, natrium 2%, mangan 11,26 ppm, seng 26,71 ppm, belerang 7,15ppm,
klor 8,12% dan karbon organik 38%. Habib and Parvin (2008) menyatakan bahwa
unsur hara yang dibutuhkan S. platensis terdiri dari unsur hara N, P, K, S, Mg, Ca,
Na, Cl, Fe, Zn, Cu, Ni, Co dan Mo.
Salah satu unsur yang penting dalam sintesis klorofil dan meningkatkan
aktifitas antioksidan dari klorofil a (C
55
H
72
O
5
N
4
Mg) adalah magnesium.
Magnesium merupakan komponen unsur logam utama sebagai atom pusat dari
klorofil a dan defisiensi magnesium akan menghambat pembentukan klorofil a
(Riyono, 2007). Hasil penelitian Granick (1948) pada sel Chlorella diketahui
bahwa proses pembentukan klorofil terjadi setelah sintesis protoporfirin kemudian
disisipkan magnesium. Hasil penelitian Endo et al., (1984) diketahui bahwa
magnesium juga berfungsi dalam memperkuat aktifitas antioksidan yang dimiliki
oleh klorofil. Berdasarkan hal inilah perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
limbah ampas kecap sebagai pupuk terhadap pertumbuhan S. platensis.

1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik dapat
mempengaruhi kepadatan dan klorofil a dari S. platensis?
b. Apakah aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang dikultur pada
media asal limbah ampas kecap berbeda dengan S. platensis komersil?
c. Apakah histopatologi hati mencit yang telah diberi secara oral S. platensis
(klorofil a) hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap berbeda
dengan S. platensis komersil?

1.3 Tujuan
93

a. Mengetahui pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk
organik terhadap kepadatan dan klorofil a dari S. platensis.
b. Mengetahui aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang dikultur pada
media asal limbah ampas kecap dibandingkan dengan S. platensis komersil.
c. Mengetahui histopatologi hati mencit yang telah diberi secara oral S.
platensis (klorofil a) hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap
dibandingkan dengan S. platensis komersil.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah tentang
pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik dapat
mempengaruhi kepadatan dan klorofil a dari S. platensis.. Hal tersebut disebabkan
karena limbah ampas kecap memiliki nutrien kebutuhan yang dibutuhkan S.
platensis . Selain itu manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis
terbaik dari pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap untuk mendapatkan
kepadatan dan klorofil a dari S. platensis tertinggi. Hasil S. platensis dari
penelitian tersebut digunakan untuk diuji kadar antioksidan. Diharapkan
antioksidan yang dikultur pada media kultur asal limbah ampas kecap lebih baik
dibandingkan dengan S. platensis komersil.






II TINJAUAN PUSTAKA
94

2.1 Biologi Spirulina platensis
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi S. platensis
Geitler (1925) menyatakan, klasifikasi S. platensis adalah:
Empire : Prokaryota
Kingdom : Bacteria
Subkingdom : Negibacteria
Phylum : Cyanobacteria
Class : Cyanophyceae
Subclass : Synechococcophycideae
Order : Pseudanabaenales
Family : Pseudanabaenaceae
Subfamily : Spirulinoideae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina platensis (Gambar 1.)
1 2


a b c

Gambar 1. S. platensis a. S. platensis perbesaran 400x. b. S. platensis diamati
mikroskop elektron (Tomaselli, 1997). c. S. platensis perbesaran 1000x

Keterangan:
1. Filamen
2. Sel
A. Unit

Habib and Parvin (2008) menyatakan bahwa S. platensis merupakan
cyanobacteria yang memiliki dinding sel yang mirip dengan bakteri gram negatif
yaitu mengandung peptidoglikan. S. platensis berbentuk filamen (Pelizer et al.,
2002) berupa rangkaian trichome yang tersusun atas banyak sel berbentuk silidris
(Richmond, 1986). Snchez et al. (2002) mengemukakan, panjang trichome 500
m dengan lebar antara 6 - 12 m. Sel S. platensis yang berukuran kecil
95

berdiameter berkisar antara 1 - 3 m dan yang berukuran besar berdiameter antara
3 - 12 m (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995). Strohmeyer (2008) menyebutkan,
Spirulina mempunyai pigmen fikosianin (biru), klorofil a (hijau) dan karotenoid
(kuning kemerahan).

2.1.2 Habitat S. platensis
Spirulina merupakan fitoplankton yang dapat ditemukan di lingkungan yang
berbeda, yaitu tanah, rawa, air tawar, air payau, air laut hingga danau garam
(Habib and Parvain, 2008). Richmond (1986) menyatakan bahwa spirulina dapat
bertahan hidup pada kadar garam berkisar antara 20 70 ppt. Lingkungan yang
baik untuk pertumbuhan Spirulina adalah lingkungan yang kaya sinar matahari,
curah hujan sedang, alkalinitas tinggi dan pH berkisar antara 7,2 - 9,5 (Isnansetyo
and Kurniastuti, 1995). Akan tetapi, S. platensis dapat ditemukan di Danau
Aranguadi Ethiopia dengan pH mencapai 10,3 (Richmond, 1986).

2.1.3 Reproduksi S. platensis
S. platensis berkembangbiak secara aseksual, yaitu membelah diri (Snchez
et al., 2002). Ciferri (1983) menyatakan bahwa siklus reproduksi S. platensis
berlangsung melalui pembentukan hormogonium. Pembentukan homogonium
dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat ditengah trichoma
mengalami kematian dan membentuk badan yang disebut cakram pemisah
berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nikridia tersebut akan putus.
Trichoma kemudian terfragmentasi menjadi koloni sel yang terdiri atas 2 - 4 sel
yang disebut hormogonium dan memisahkan diri dari filamen induk untuk
menjadi trichoma baru. Hormogonium memperbanyak sel dengan pembelahan
96

pada sel terminal. Pada tahap akhir proses pendewasaan sel yang ditandai
terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau
kebiruan. Siklus hidup S. platensis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus hidup S. platensis (Richmond, 1986)


2.1.4 Pertumbuhan S. platensis
S. platensis merupakan salah satu golongan fitoplankton yang dalam
pertumbuhannya dapat ditandai dengan bertambah banyaknya jumlah sel yang
secara langsung akan berpengaruh terhadap kepadatan fitoplankton (Habib and
Parvin, 2008). Edhy et al. (2003) menjelaskan bahwa pertumbuhan fitoplankton
terdiri atas empat fase, yaitu istirahat, eksponensial, stasioner dan kematian. Fase
istirahat merupakan masa adaptasi setelah penambahan inokulum ke dalam media
kultur. Pada fase istirahat ini terjadi peningkatan ukuran sel, tetapi populasi tidak
mengalami perubahan karena belum terjadi pembelahan sel.
Fase eksponensial diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan
terus meningkat kemudian setelah itu, laju pertumbuhan menurun, namun jumlah
populasi masih yang terus meningkat. Pada fase stasioner, jumlah populasi tidak
97

mengalami perubahan dibandingkan dengan puncak fase eksponensial. Laju
pertumbuhan sama atau seimbang dengan laju kematian, sehingga kepadatan
fitoplankton tetap. Fase kematian merupakan fase dimana terjadi penurunan
kepadatan fitoplankton karena laju kematian lebih cepat daripada laju
pertumbuhan (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995).

2.1.5 Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan S. platensis
Pertumbuhan S. platensis sangat tergantung kondisi lingkungan, untuk
mendapatkan jumlah pertumbuhan populasi dan berat biomassa yang tinggi,
dibutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung. Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton antara lain cahaya, suhu, pH, dan
salinitas (McVey, 1983). Cahaya mutlak diperlukan sebagai sumber energi. Pada
budidaya fitoplankton di laboratorium, cahaya matahari dapat digantikan dengan
sinar lampu TL. Spirulina membutuhkan cahaya 1900 lux (lampu TL 40 W)
selama 12 jam (Costa et al., 2002).
Suhu optimum S. platensis untuk dapat tumbuh dengan baik, yaitu berkisar
antara 25 - 35
o
C (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995). Suriawiria (1985)
menjelaskan, suhu sangat berpengaruh terhadap reaksi kimia. Jika reaksi kimia
mengalami kenaikan suhu maka, kecepatan reaksi akan naik. Setiap kenaikan suhu
10C dapat mempercepat reaksi 2 - 3 kali lipat, karena di dalam proses
metabolisme terjadi suatu rangkaian reaksi kimia, maka kenaikan suhu sampai pada
batas nilai tertentu dapat mempercepat proses metabolisme. Suhu tinggi yang
melebihi suhu maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim serta
akan menyebabkan terhentinya proses metabolisme dalam sel.
98

Derajat keasaman merupakan titik sensitif pada mikroalga yang diukur pada
skala satuan pH. Pada pH tertentu suatu enzim mengubah substrat menjadi hasil
akhir, maka perubahan pH dapat membalik aktifitas enzim dengan mengubah hasil
akhir kembali menjadi substrat (Dwidjoseputro, 1986). Isnansetyo and Kurniastuty
(1995) menyatakan, pH optimum untuk S. platensis agar dapat tumbuh dengan baik,

yaitu berkisar antara 7,2 9,5.
Darley (1982) menyatakan, salinitas sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan distribusi fitoplakton. Hal ini bisa diketahui dari aktifitas
osmosis sel dalam penyerapan cairan. Sel akan menyerap segala macam cairan
yang ada di luar membran sel yang memiliki kadar lebih rendah dibandingkan di
dalam sel. Sebaliknya, sel akan mengeluarkan cairan jika kadar cairan di dalam
sel lebih rendah dibandingkan di luar sel. Hasil penelitian Kebede (1997)
menyatakan, salinitas yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina adalah berkisar
antara 30 40 ppt.

2.2 Kebutuhan Nutrien S. platensis
Pertumbuhan S. platensis memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari
lingkungannya. Secara umum, nutrien yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh
digolongkan menjadi dua, yaitu makro dan mikro nutrien (Edhy et al., 2003).
Makro dan mikro nutrien tersebut berperan dalam sintesa klorofil, unsur tersebut
adalah nitrogen, magnesium, besi. Defisiensi unsur tersebut akan mencegah
terjadinya sintesa klorofil yang disebut chlorosis (Riyono, 2007). Pada budidaya
fitoplankton, media kultur digunakan sebagai tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, sehingga ketersediaan unsur nutrien, baik makro maupun mikro
99

nutrien mutlak diperlukan dalam media kultur (Isnansetyo and Kurniastuty,
1995).

2.2.1 Nitrogen.
Nitrogen merupakan salah satu molekul pembentuk klorofil, maka tidak
mengherankan bila defisiensi unsur ini akan menghambat pembentukan klorofil
(Riyono, 2007). Hasil penelitian Chaudhari et al., (1980) diketahui bahwa
kebutuhan nitrogen yang dibutuhkan S. platensis untuk memperoleh pertumbuhan
optimal adalah 2 g/L dari sampah segar yang ada di Environmental Engineering
Research Institute India.
Kaplan et al. (1986) menyatakan bahwa sumber nitrogen yang mudah
diserap oleh S. platensis adalah dalam bentuk ammonium (NH
4
+
), sedangkan
Nybakken (1988) menyatakan bahwa nutrien anorganik utama yang paling
dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak ialah nitrogen dalam
bentuk nitrat. Ammonium dapat mudah diserap oleh cyanobacteria sebab
memiliki bilangan oksidasi nitrogen -3
.
. Proses reduksi nitrat tersebut terjadi saat
nitrat dengan bilangan oksidasi +5 tereduksi menjadi nitrit yang memiliki
bilangan oksidasi nitrogen +3

kemudian nitrit tereduksi menjadi ammonium yang
memiliki bilangan oksidasi nitrogen -3 (Kaplan et al., 1986).
Nitrogen juga salah satu unsur dalam pembentukan klorofil, sehingga
dengan peningkatan jumlah nitrogen maka akan meningkatkan jumlah klorofil
(Nishio et al., 1985) sebab salah satu unsur pembentuk klorofil adalah nitrogen.
Klorofil yang terdapat pada S. platensis adalah klorofil a dengan rumus kimia
C
55
H
72
O
5
N
4
Mg. Peningkatan jumlah klorofil maka akan meningkatkan laju proses
fotosintesis (Weissner, 1962). Lawlor (1993) menyatakan bahwa proses
100

fotosntesis mempengaruhi pertumbuhan organisme yang melakukan proses
fotosintasis. Pada kondisi perairan yang kaya nitrogen, alga mensintesis protein
yang berhubungan dengan struktur fungsional sel, sementara apabila kekurangan
nitrogen sel-sel alga akan mengalihkan produk hasil fotosintesisnya menjadi
senyawa-senyawa yang tidak mengandung nitrogen, seperti karbohidrat dan
lemak (Klau, 2003).

2.2.2 Magnesium
Magnesium memegang peranan amat penting dalam proses kehidupan
hewan dan tumbuhan. Magnesium (Mg) adalah satu-satunya unsur logam yang
merupakan komponen utama, karena merupakan atom pusat dari klorofil dan
defisiensinya akan menghambat (Riyono, 2007). Magnesium terdapat di dalam
klorifil, yaitu yang digunakan oleh tumbuhan hijau untuk fotosintesis. Hasil
penelitian Chaudhari et al., (1980) diketahui bahwa kebutuhan magnesium yang
dibutuhkan S. platensis untuk memperoleh pertumbuhan optimal adalah 0,1 g/L
dari sampah segar (daun dan sampah organik lainnya) di Environmental
Engineering Research Institute India. Magnesium terdapat di klorofil dan juga
bergabung dengan ATP (menjadikan ATP berfungsi dalam berbagai reaksi),
mengaktifkan enzim yang diperlukan dalam fotosintesis mempercepat reaksi
kimia, respirasi dan pembentukan DNA serta RNA (Salisbury and Ross, 1995).

2.2.3 Besi (Fe)
Besi merupakan nutrien yang penting di laut, selain itu juga merupakan
komponen zat kimia penting yang sulit diukur dan dikontrol di media kultur
(Harrison and Berges, 2005). Sandmann and Malkin (1983) menyatakan, besi
101

mempengaruhi pertumbuhan alga hijau biru. Hasil penelitian Hardie et al. (1982)
diketahui bahwa terjadi penurunan pertumbuhan cyanobacteria Agmenellum
quadruplicatum saat kadar besi di dalam media kultur menurun.
Besi berperan dalam mempercepat proses reduksi nitrat (Kosakowska et al.,
2006). Hasil penelitian Hardie et al. (1982) menyebutkan bahwa terjadi proses
reduksi nitrat (NO
3
-
) akan menghasilkan nitrit (NO
2
-
) dan Kaplan et al. (1986)
mengemukakan, reduksi nitrit (NO
2
-
) akan menghasilkan ammonium (NH
4
+
).
Proses reduksi adalah hasil kerjasama antara besi sebagai kofaktor dengan enzim
nitrat reduktase yang terjadi di membran thylakoid.

2.3 Kandungan Gizi dan Manfaat S. platensis
Dangeard (1940) dalam Snchez et al. (2003) melaporkan bahwa di daerah
Afrika para penduduk mengkonsumsi sejenis alga. Leonard (1966) melaporkan
bahwa alga yang dikonsumsi di daerah tersebut adalah spirulina. Sanchez et al.
(2008) menyatakan bahwa pada tahun 1967 The International Association of
Applied Microbiology menyatakan bahwa spirulina merupakan sumber makanan
bagi masa depan. S. platensis telah dianalisa secara kimia memiliki kandungan
nutrien yang sangat tinggi. Peng et al. (2005) mengemukakan bahwa kandungan
dari Spirulina berupa protein berkisar antara 55 - 70 persen, karbohidrat berkisar
antara 15 25 persen, asam lemak esensial 18 persen, vitamin dan mineral dua
persen.
Hasil penelitian Endo et al. (1985) diketahui bahwa klorofil menunjukkan
aktifitas antiokasidan pada metil linoleat. Hasil penelitian Handoko (2005)
menyatakan bahwa terjadi penurunan nilai Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) dari
102

hati tikus wistar jantan yang telah dipapar karbon tetraklorida sebagai pemacu
radikal bebas setelah diberi ekstrak daun Apium graviolens yang mengandung
klorofil. Hasil penelitian Prangdimurti et al. (2006) menyatakan bahwa terjadi
aktifitas antioksidan yang ditandai dengan penurunan kadar MDA serta
peningkatan aktivitas enzim katalase dan superoksida dismutase (SOD) pada hati
tikus Sprague Dawley jantan setelah diberi daun suji yang mengandung klorofil.

2.4 Limbah Ampas Kecap
Limbah ampas kecap merupakan sisa hasil buangan proses produksi kecap
yang berbentuk padat. Kecap merupakan salah satu jenis bumbu khas Indonesia,
baik di perdesaan maupun di perkotaan sehingga produsen terus mengembangkan
usahanya (Nugroho et al., 1998). Peningkatan tersebut menyebabkan peningkatan
pula pada limbah hasil sisa produksi (ampas kecap). Proses pembuatan kecap
diawali dengan memfermentasi kedelai yang telah dicuci bersih kemudian diberi
Aspergillus oryzae. Setelah proses fermentasi selesai dilakukan pemasakan
kemudian setelah matang disaring. Hasil saringan padat merupakan limbah ampas
kecap, sedangkan yang cair diolah lagi menjadi kecap dengan dengan
penambahan gula dan bumbu. Pembuatan kecap secara fermentasi pada
prinsipnya yaitu pemecahan protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa
yang lebih sederhana sehingga diperoleh pula ampas kecap yang memiliki
senyawa sederhana (Ernawati, 2010). Limbah ini terus meningkat seiring dengan
peningkatan kebutuhan manusia terhadap kecap sebagai bahan tambahan dalam
mengolah masakan.
Hasil uji PT. Lombok Gandaria (2009) terhadap limbah ampas kecap hasil
produksinya (Lampiran 1), disebutkan bahwa limbah ampas kecap tersebut
103

mengandung nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg),
besi (Fe), natrium (Na), mangan (Mn), seng (Zn), belerang (Zn), klor (Cl) dan
karbon organic (C). Kandungan nutrien tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk alternatif pengganti pupuk kimia yang saat ini digalakan untuk dikurangi
penggunaannya. Las (2006) menyatakan bahwa pupuk kimia telah mencemari
sebagian sumber daya lahan, air dan lingkungan. Penggunaan pupuk kimia
meningkat enam kali lipat setiap tahun.
Limbah ampas kecap mengandung magnesium sebesar 0,06 %. Aminot and
Rey (2000) menyatakan bahwa magnesium merupakan prekursor dalam
pembentukan klorofil a dalam proses fotosintesis. Pernyataan tersebut telah
dibuktikan dari hasil penelitian Granick (1948) pada isolasi magnesium
protoporphyrin dari Chlorella diketahui bahwa sintesis klorofil diawali dengan
sintesis protoporphyrin, tahap selanjutnya adalah penyisipan magnesium.
Klorofil berfungsi sebagai antioksidan (Kamat et al., 2000). Hasil penelitian
Endo et al., (1984) diketahui bahwa magnesium berfungsi dalam memperkuat
aktifitas antioksidan yang dimiliki oleh klorofil.

2.5 Proses fotosintesis
Fotosintesis merupakan suatu proses pembentukan glukosa dari senyawa
anorganik dengan bantuan energi cahaya. Pembentukan molekul glukosa
memerlukan bahan anorganik (H
2
O dan CO
2
) dan energi sekitar 2000 kkal per
mol glukosa. Selain bahan anorganik (CO
2
dan H
2
O) diperlukan alat (antena)
yang digunakan untuk menangkap energi cahaya disebut pigmen. Strickland
(1960) menyatakan bahwa pigmen S. platensis berupa klorofil yang merupakan
pusat penyerap energi cahaya. Lips and Avissar (1986) juga menyatakan bahwa
104

fikosianin dan karotenoid yang membantu penyerapan energi cahaya tersebut.
Klorofil a yang dengan kuat mengabsorbsi cahaya biru dan merah dengan panjang
gelombang (670 nm). Karotenoid yang mengabsorbsi cahaya hijau dan biru
dengan panjang gelombang antara 400 - 540 nm dan fikosianin yang
mengabsorbsi cahaya hijau dengan panjang gelombang antara 545 650 nm (Lips
and Avissar, 1986).
Proses fotosintesis terjadi pada kloroplas yang memiliki tumpukan kantung
tipis disebut grana. Setiap kantung tipis pada satu grana disebut tilakoid. Tilakoid
dikelilingi oleh membran yang merupakan tempat untuk menyimpan klorofil.
Didalam kloroplas terdapat pula matriks seperti gel yang disebut stroma. Grana
dan stroma yang berperan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis terdiri dari dua
reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Reaksi terang merupakan reaksi yang
mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Reaksi terang ini terjadi di grana
menghasilkan ATP dan NADPH. Reaksi gelap merupakan reaksi yang
berlangsung pada stroma, memerlukan ATP, NADPH dan menghasilkan
karbohidrat. Proses fotosintesis terdapat pada Lampiran 5.

2.6 Klorofil a
Struktur klorofil terdiri atas cincin porfirin dan rantai fitol. Elektron pada cincin berada dalam sistem
terkonjugasi, sehingga dapat bergerak bebas. Akibatnya, cincin berpotensi menangkap atau melepaskan
elektron, dan memberikannya pada molekul lain (Kurniasih, 2001)
Kandungan klorofil alga berkisar 0,5-1,5 % bobot keringnya. Klorofil merupakan pigmen utama bagi
alga dan merupakan pusat reaksi fotosintesis. Spirulina hanya memiliki klorofil a dari lima jenis klorofil
yang ada pada tumbuhan; yaitu klorofil a, b, c, d, dan e. Keberadaan jenis klorofil lain selain klorofil a pada
kultur Spirulina menunjukkan adanya kontmninasi oleh alga lain (Becker, 1994).
Proses sintesis klorofil a diawali dengan proses pembentukan glutamat yang
105

terbetuk dari bahan cadangan karbohidrat bersama dengan NH
4
+
. Proses
pembentukan tersebut dapat pada Gambar 2. Proses ini terjadi di plastid (stroma
kloroplas). Glutamat diaktifkan ke dalam bentuk Glu-tRNAGlu. Glutamat
direduksi oleh Gluta-reduktase myl-tRNA (Glu-R) membentuk asam glutamat 1-
semialdehid (GSA) yang kemudian dibentuk menjadi d-aminolevulinic acid
(ALA) dengan bantuan enzim GSA amino trasferase.








Gambar 3. Pembentukan glutamat (Kaplan et al., 1986)

Dua molekul d-aminolevulinic acid (ALA) digunakan untuk membentuk
por-phobilinogen (PBG). Empat molekul PBG membentuk menjadi tetrapyrrole
linear, biasa disebut dengan hydroxymethylbilane, kemudian dibentuk menjadi
uroporphyrinogen (uro) III. Uroporphyrinogen (uro) III direduksi menjadi
kelompok metil, menghasilkan coproporphyrinogen (Copro) III dengan bantuan
Uro III decarboxylase. Lalu, coproporphyrinogen (Copro) III direduksi
membentuk protoporphyrinogen (Protogen) IX, yang kemudian dioksidasi
menjadi protoporfirin (Proto) IX. Kemudian terjadi penyisipan sebuah Ion Mg
2

di pusat Proto-IX menjadi Mg-Proto-IX. Mg-Proto-IX merupakan alkohol untuk
menghasilkan monomethyl ester Mg-Proto-IX (Mg-Proto-IX-Mme).

COOH COOH

CH
2
+ NH
3
+ NADPH + H
+
CH
2
+ NADP
+
+ NH
2
+ H
2
O

CH
2
CH
2


CO CHNH
2


COOH COOH

106


Gambar 4. Mekanisme sintesis klorofil (Schoefs and Bertrand, 2004)

Setelah monomethyl ester Mg-Proto-IX terbentuk proses selanjutnya terjadi
di membrane kloroplas. Langkah berikutnya adalah terbentuk cincin isocyclic
sehingga menjadi protochlorophyl- LiDE (Pchlide) sintesis. Pchlide direduksi
menjadi kloro-phyllide (Chlide), yang baik esterifikasi membentuk klorofil a
(CHL) atau dioksidasi menjadi Chlide b (klorofil b). Mekanisme sintesis klorofil
dapat diliahat pada Gambar 3 dan struktur kimia klorofil a dapat dilihat pada
gambar 4.
107


Gambar 5. Klorofil a (Barr and Crane, 2005)

2.7 Klorofil Sebagai Antioksidan
Antioksidan adalah bahan untuk menangkal radikal bebas. Radikal bebas
merupakan molekul yang mempunyai elektron pada orbit luarnya yang tidak
berpasangan sehingga cenderung menarik elektron (Southorn and Powis. 1988).
Molekul ini mempunyai reaktifitas tinggi dan cenderung membentuk radikal baru,
sehingga terjadi reaksi rantai (chain reaction). Radikal bebas ini tidak stabil,
kadar rendah, dan waktu paruh pendek sehingga sulit dideteksi. Radikal bebas
secara normal terbentuk dalam jumlah kecil pada metabolisme normal karena
untuk melawan mikroorganisme patogen. Pada keadaan tertentu misalnya
terpapar sinar ultraviolet, menyebabkan konsentrasi radikal bebas meningkat
sampai 300 kali. Keadaan ini dapat merusak membran sel, mengubah bentuk
DNA, serta mengganggu proses metabolisme di dalam tubuh (Halliwell and
Gutteridge, 1999). Efek radikal bebas dalam tubuh akan dinetralisir oleh
antioksidan (electron donor) yang dibentuk oleh tubuh sendiri dan suplemen dari
luar melalui makanan, minuman atau obat-obatan, seperti klorofil (Kamat et al., 2000).
108

Mekanisme antioksidan dalam menghambat proses oksidasi atau
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dikelompokkan menjadi dua
yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer
merupakan antioksidan yang mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi
radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid radikal.
Antioksidan sekunder merupakan antioksidan yang dapat menghilangkan
penginisiasi oksigen maupun radikal atau bereaksi dengan komponen atau enzim
yang menginisiasi reaksi radikal antara lain dengan menghambat enzim
pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa
membentuk spesies radikal yang reaktif.
Klorofil a sebagai antioksidan berperan sebagai pemecahan rantai radikal
bebas dengan mendonorkan hidrogen. Radikal bebas Reaksi klorofil sebagai
sebagai antioksidan (Endo et al., 1984) adalah:



Tahap awal mekanisme antioksidan yaitu klorofil bertemu dengan radikal
peroksi yang dihasilkan dari proses oksidasi minyak diubah kedalam bentuk
kation radikal klorofil. Kation radikal klorofil berikatan dengan (-) radikal peroksi
negatif membentuk ikatan kompleks radikal. Selanjutnya, ikatan kompleks
bereaksi dengan radikal peroksi lain menghasilkan produk yang inaktif. Rantai
reaksi yang melibatkan radikal bebas berhenti dengan reaksi ini.






ROO + Klorofil ROO
(-)
+ Klorofil
(+)


ROO
(-)
+ Klorofil
(+)
+ ROO Inaktif produk
109

2.8 Pengujian Antioksidan
Metode Malondialdehid (MDA)
Malondialdehid (MDA) kadang disebut malonaldehid, merupakan salah satu
golongan aldehid yang dihasilkan akibat peroksidasi asam lemak poli tak jenuh
yang mempunyai ikatan rangkap lebih. Peningkatan kadar MDA dalam suspensi
lazim digunakan sebagai salah satu indikator untuk peroksidasi lipid membran
(Halliwell and Gutteridge, 1999). Asam lemak tak jenuh ganda yang mengandung
dua atau lebih ikatan rangkap sangat rentan terhadap oksidasi oleh radikal bebas
atau molekul-molekul reaktif lainnya. Molekul reaktif seperti radikal hidroksil
menarik atom hidrogen dari ikatan rangkap asam lemak tak jenuh dan membentuk
radikal peroksil lipid. Radikal ini kemudian bereaksi dengan asam lemak tak
jenuh lainnya membentuk hidroperoksida lipid dan radikal peroksil lipid yang
baru, yang kemudian meneruskan reaksi oksidasi terhadap lipid lainnya, biasa
disebut dengan auto-oksidasi lipid atau peroksidasi lipid. Proses tersebut juga
akan membentuk endoperoksida siklik yang akan terurai menjadi malondialdehida
(Kl et al., 2003).
Malondialdehid (MDA) mempunyai berat molekul rendah merupakan satu
dari beberapa molekul hasil penguraian endoperoksida lipid yang terbentuk
selama proses peroksidasi lipid. MDA menjadi alat ukur yang paling banyak
digunakan sebagai indikator peroksidasi lipid. Pengukuran kadar MDA dilakukan
dengan dasar reaksi MDA dengan asam tiobarbiturat yang membentuk senyawa
berwarna dan mengabsorbsi sinar dengan panjang gelombang 532 nm (Mardiani,
2008). Senyawa berwarna tersebut dapat diukur konsentrasinya berdasarkan
absorbansi warna yang terbentuk, dengan membandingkannya pada absorbansi
110

warna larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya menggunakan
spektrofotometer.

2.9 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan senyawa yang berasal dari pembakaran bahan bakar
kendaraan bermotor, emisi industri, penggunaan cat bangunan dan lain-lain yang
banyak ditemui di lingkungan sekitar dalam bentuk gas dan partikel. Sifat
toksikologi timbal saat ini banyak diteliti terutama efek karsinogeniknya. Telah
diketahui bahwa timbal dapat menyebabkan stres oksidatif dengan meningkatkan
pembentukan radikal bebas dan menurunkan sistem antioksidan dijaringan. Stres
oksidatif ini dapat menyebabkan kerusakan molekul-molekul dalam sel.
Molekul lipid yang mengalami stres oksidatif akan mengalami autooksidasi atau
yang lebih dikenal dengan peroksidasi lipid. Protein yang mengalami oksidasi
menjadi tidak berfungsi dan DNA yang teroksidasi menjadi mutagen, karsinogen
atau menyebabkan kematian sel (Ercal et al., 2001).
Sel darah merah memiliki affinitas yang tinggi terhadap timbal (Pb). Setelah
diresorbsi dari saluran pencernaan, timbal (Pb) masuk ke sirkulasi darah dan lebih
dari 99% akan berikatan dengan eritrosit. Pada eritrosit 80% timbal (Pb) terdapat
di sitoplasma sel dan 20% sisanya terdapat pada membran (Zhao et al., 2004).
Beberapa faktor seperti konsentrasi oksigen tinggi, autooksidasi Hb dan kepekaan
komponen membran terhadap peroksidasi lipid menyebabkan eritrosit peka
terhadap stres oksidatif oleh karena timbal (Pb) (Gurer-Orhan et al., 2003).
Kepekaan komponen membran disebabkan adanya asam lemak tak jenuh
peroksidasi lipid yang ada pada membran tersebut.
111

Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi rantai radikal bebas yang diawali
dengan terbebasnya hidrogen dari suatu asam lemak tak jenuh ganda oleh radikal
bebas. Radikal lipid yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi-lipid dan lipid peroksida serta malondialdehyde (MDA) yang
larut dalam air dan dapat dideteksi dalam darah. Konsekuensi penting dari
peroksidasi lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan menganggu
distribusi ion-ion yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organela (Devlin,
2002).





















112

III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
S. platensis merupakan salah satu jenis alga yang sangat diminati sebagai
suplemen kesehatan manusia sejak akhir tahun 1970 (Vonshak, 1997). Salah satu
manfaat dari suplemen S. platensis adalah sebagai sumber antioksidan yang
berasal dari klorofil a S. platensis. Peningkatan kebutuhan S. platensis akan terus
terjadi seiring dengan peningkatan populasi manusia sehingga para produsen
berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan hasil produksinya.
Usaha yang dapat mendorong peningkatan produksi Spirulina adalah
dengan meningkatkan pertumbuhan yang akan memacu peningkatan klorofil a
(Kutner and Ajdar, 1905). Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa salah
satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan adalah dengan mengoptimalkan
kandungan nutrien baik makro maupun mikro pada media kultur. Salah satu
alternatif untuk membuat media kultur S. platensis dari bahan alami dengan biaya
murah serta memiliki unsur makro dan mikro yang optimal adalah dengan
memanfaatkan limbah ampas kecap.
Pemanfaatan limbah ampas kecap sebagai pupuk akan mengurangi
penggunaan pupuk kimia. Hasil pengujian PT. Lombok Gandaria (2009) pada
limbah ampas kecap hasil buangan produksi menyebutkan bahwa ampas kecap
tersebut mengandung nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, besi,
natrium, mangan, seng, belerang, klor dan karbon organik yang merupakan unsur
penunjang pertumbuhan. Magnesium yang dimiliki limbah ampas kecap
merupakan unsur penting dalam sintesis klorofil (Rissler et al., 2002).
113

Sntesis klorofil diawali dengan proses fotosintesis yang merupakan reaksi
Fotosintesis merupakan suatu proses oksidasi air dan reduksi CO
2
untuk
membentuk karbohidrat (Salisbury and Ross, 1995). Cadangan karbohidrat dan
NH
3
membentuk glutamat kemudian menjadi protoporfirin. Setelah terbentuk
protoporfirin terjadi penyisipan sebuah Ion Mg
2
menjadi magnesium
protoporfirin. Langkah berikutnya adalah terbentuk cincin isocyclic sehingga
menjadi pchlide. Pchlide direduksi menjadi kloro-phyllide (Chlide), yang
diesterifikasi membentuk klorofil a (Schoefs and Bertrand, 2004).
Penyisipan magnesium dalam proses sintesis klorofil merupakan bukti
pentingnya unsur tersebut. Hasil penelitian Granick (1948) pada sel Chlorella
diketahui bahwa proses pembentukan klorofil terjadi setelah sintesis protoporfirin
kemudian disisipkan magnesium. Magnesium merupakan komponen unsur logam
utama sebagai atom pusat dari klorofil a dan defisiensi magnesium akan
menghambat pembentukan klorofil a (Riyono, 2007).
Klorofil a sebagai antioksidan merupakan senyawa yang dapat
memperlambat atau mencegah proses oksidasi (Hudson, 1990). Antioksidan dapat
menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas. Proses oksidasi
mudah terjadi pada asam lemak tidak jenuh biasa disebut dengan reaksi
peroksidasi lipid. Reaksi peroksidasi lipid dimulai dengan keluarnya atom
hidrogen dari asam lemak tidak jenuh. Radikal lipid yang terbentuk kemudian
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil. Akan terjadi reaksi rantai
radikal, ketika radikal peroksil ini menarik atau mengeluarkan atom hidrogen dari
molekul asam lemak yang lain. Rantai reaksi ini terus berlanjut jika radikal bebas
114

yang terbentuk bereaksi dengan molekul-molekul lain disekitarnya (Mardiani,
2008).
Mekanisme antioksidan klorofil yaitu klorofil bertemu dengan radikal
peroksil yang dihasilkan dari proses oksidasi lemak diubah kedalam bentuk kation
radikal klorofil. Kation radikal klorofil berikatan dengan (-) radikal peroxy negatif
membentuk ikatan kompleks radikal. Selanjutnya, ikatan kompleks bereaksi
dengan radikal peroxy lain menghasilkan produk yang inaktif. Rantai reaksi yang
melibatkan radikal bebas berhenti dengan reaksi ini. Hasil penelitian Endo et al.
(1984) diketahui bahwa magnesium juga berfungsi dalam memperkuat aktifitas
antioksidan yang dimiliki oleh klorofil.
Pengujian kadar antioksidan dapat dilakukan dengan metode
malondialdehid (MDA). Metode MDA adalah metode dengan mengukur kadar
malondialdehid yang merupakan produk hasil reaksi peroksidasi lipid pada darah
sehingga akan terukur aktivitas antioksidan secara in vivo. Gil et al. (2010)
menyatakan bahwa malondialdehid (MDA) merupakan produk hasil reaksin lipid
peroksida. Mardiani (2008) menyatakan bahwa pengukuran kadar malondialdehid
diawali dengan memacu kadar radikal bebas yang ada didalam tubuh hewan coba,
salah satunya dengan logam berat (timbal). Uji histopatologi digunakan untuk
melihat kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Hasil pengujian tersebut
diharapkan S. platensis sebagai antioksidan dapat menghambat proses radikal
sehingga dapat menurunkan kadar lipid perosida (malondialdehid).



115





















Mg
2











Bahan antioksidan alami
Menstabilkan elektron
tunggal akibat radikal
bebas (Pb)
Diuji dengan metode
Malondialdehid
Kadar lipid peroksida
Klorofil
a
Kebutuhan bahan alami untuk meningkatkan antioksidan tubuh manusia
Bahan alami (S. platensis)
Protoporfirin (Proto)
Kultur S. platensis
Nutrien (memanfaatan limbah ampas kecap sebagai
pupuk organik untuk proses fotosintesis)
Hasil fotosintesis (karbohdirat) dan NH
3
Glutamat
Bereaksi dengan komponen atau enzim yang
menginisiasi reaksi radikal
1. Inisiasi, 2. Propagasi, 3. Terminasi
Diperkuat
dengan uji
Histopatologi
Mg
2

116




Gambar 6. Bagan kerangka konseptual penelitian

3.2 Hipotesis Penelitian (H
1
)
a. Terdapat pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik
terhadap kepadatan dan klorofil a dari S. platensis.
b. Terdapat perbedaan aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang
dikultur pada media asal limbah ampas kecap dibandingkan S. platensis
komersil.
c. Terdapat perbedaan histopatologi hati mencit yang telah diberi secara oral S.
platensis (klorofil a) hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap
dibandingkan dengan S. platensis komersil.























117

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 Agustus sampai
dengan 30 Desember 2011 di Laboratorium Pendidikan Perikanan Fakultas
Perikanan dan Kelautan, Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran,
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga,
Laboratorium Budidaya Perikanan, Universitas Hang Tuah dan Balai Karantina
Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Surabaya 1.

4.2 Materi Penelitian
Materi penelitian yang digunakan terdiri atas bahan dan alat penelitian.
Bahan penelitian yang digunakan adalah S. platensis, limbah ampas kecap (PT.
Lombok Gandaria Karanganyar), pupuk Walne (BBPAP Jepara) komposisi pada
Lampiran 2, air laut (situbondo dan pasar ikan Gunung sari), aquades (Brataco),
khlorin (Brataco), Na Thiosulfat (Brataco), alkohol (Brataco), klorofil a standart
(nacalai-Japan), metanol absolut (Cat), etanol (1.06009.2500 dietil eter), buffer
fosfat (Lab. Kimia, LPPMHP Surabaya), metanol KOH (Cat), Thiobabituric acid
(Lab. Biokimia FK), larutan PBS (Lab. Biokimia FK) dan HCl (Sigma).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah steroform, toples kaca
volume 800 mL, aerator set, selang aerator, gabus, gelas ukur, erlenmeyer, pipet
tetes, pipet volume, mikroskop, homogenezer, handtally counter, autoclave
American 25X, haemacytometer, spectrophotometer 788B, sentrifuge Hettich
EBA-20, stirer hot plate, refraktometer, pH paper, termometer, timbangan digital
Ohaus PA 2102, timbangan digital OHAUS Analytical Balance PA413, lampu TL
40 watt, kapas, corong air, kasa, aluminium foil, waterbath dan kertas saring.
118

4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan
untuk mendapatkan dosis pupuk limbah ampas kecap terbaik untuk menunjang
pertumbuhan S. platensis. Penentuan dosis perlakuan pada penelitian tahap I,
berdasarkan kesetaraan konsentrasi nitrogen dalam media antara media dari
limbah ampas kecap dengan media Walne (Lampiran 3). Penetilian tahap kedua
bertujuan untuk mengetahui waktu hari diproduksi klorofil a S. platensis tertinggi
(Hari ke berapa). Dosis pupuk yang digunakan pada penelitian tahap II,
berdasarkan hasil penelitian tahap I.
Penelitian tahap III betujuan untuk mengetahui efek pemberian S. platensis
hasil kultur dengan menggunakan pupuk limbah ampas kecap dibandingkan
dengan S. platensis komersil terhadap pengaruh radikal bebas yang dinyatakan
dalam (parameter metode MDA). Dosis pupuk limbah kecap yang digunakan
untuk produksi S. platensis pada penelitian tahap III, berdasar pada hasil
penelitian tahap I. Umur kultur S. platensis yang diberikan pada mencit,
berdasarkan hasil penelitian tahap II, yang menghasilkan ketiga pigmen klorofil a
paling tinggi.
Penelitian tahap III pada metode malondialdehid (MDA), pengujian aktifitas
antioksidan S. platensis menggunakan hewan coba mencit secara oral yang
sebelumnya telah diberi timbal (Pb) secara oral. Fauzi (2008) menyatakan, timbal
(Pb) mampu sebagai pemacu peningkat kadar radikal bebas di dalam tubuh mencit
yang diukur dengan metode malondialdehid (MDA). Desain penelitian
ditampilkan pada Gambar 7.
119

Kultur S. platensis
D A E B D C
B F A E C A
F B E C E F
D C F D A B
(PenelitianTahap I)
Eksplorasi waktu produksi klorofil a
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8
(Penelitian Tahap II)

Perlakuan pada Mencit (Mus musculus)
b a b b a b a b
a a b a b a b a
(Penelitian Tahap III)
Gambar 7. Desain penelitian
Keterangan :
A : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0 mL/L
B : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0,9 mL/L
C : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 1,8 mL/L
D : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 2,7 mL/L
E : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 3,6 mL/L
F : Dosis pemberian pupuk Walne
aa : Mencit yang diberi S. platensis komersil
bb : Mencit yang diberi S. platensis hasil kultur dari limbah ampas kecap

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL), sebab dalam penelitian ini semua dikondisikan sama kecuali perlakuan
(Kusriningrum, 2008). Pada penelitian tahap I terdiri dari 6 perlakuan dengan 4
ulangan. Pada penelitian tahap II (eksplorasi waktu produksi) terdiri dari 4
ulangan. Pada penelitian tahap III terdiri dari 2 perlakuan dengan 8 ulangan.
Dosis yang digunakan dalam penelitian tahap I berdasarkan kesetaraan
konsentrasi nitrogen dalam media antara media dari limbah ampas kecap dengan
media Walne (Lampiran 3). Hasil pengukuran nitrogen di Laboratorium Kimia,
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)
Provinsi Jawa Timur bahwa 100 g/L pupuk limbah ampas kecap mengandung
nitrogen 1,3172 % dan pupuk Walne mengandung nitrogen 2,3835 %
120

(Lampiran 20). Pupuk Walne merupakan salah pupuk yang dapat memberikan
pertumbuhan terbaik dari S. pletensis. Pernyataan ini sesuai dengan hasil
penelitian Widianti (2009) bahwa pupuk Walne berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan S. platensis dibandingkan pupuk Zarrouk dan pupuk
TMRL.

4.3.2 Prosedur Kerja
A. Sterilisasi Peralatan dan Media Kultur
Kultur skala laboratorium merupakan kultur yang murni atau monospesies
sehingga diperlukan kesterilan media kultur dan peralatan dengan proses
sterilisasi. Kawachi and Nol (2005) mengemukakan, sterilisasi merupakan suatu
proses untuk menjaga kondisi aseptik dengan cara menghilangkan atau membunuh
mikroorganisme. Air laut yang akan digunakan untuk kultur dengan salinitas 32
ppt disterilisasi menggunakan larutan khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring
dengan kapas yang diletakkan dalam corong air, kemudian disterilkan dengan
khlorin 60 ppm selama 24 jam. Sisa-sisa khlorin dihilangkan dengan memberikan
Na Thiosulfat 20 ppm dan diaerasi sampai khlorin hilang yang ditandai dengan
bau khlorin sudah tidak ada. Air laut yang sudah steril disimpan dalam wadah
yang tidak tembus cahaya dan tertutup rapat (Ekawati, 2005).
Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci sampai bersih kemudian
dibilas air tawar dan dikeringkan. Peralatan yang terbuat dari kaca tahan panas
harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian peralatan tersebut dibungkus
dengan aluminium foil. Setelah peralatan terbungkus, disterilisasi menggunakan
autoclave pada suhu 121
o
C selama 15 menit. Peralatan yang tidak tahan panas
121

disterilkan dengan larutan klorin 150 ppm selama 24 jam, kemudian peralatan
tersebut dibilas dengan air tawar hingga bersih dan bau khlorin hilang.

B. Persiapan Limbah Ampas Kecap
Limbah ampas kecap yang akan digunakan sebagai pupuk dalam
penelitian diperoleh dari PT. Kecap Gandaria, jalan Raya Jaten Km. 7,
Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah. Konsentrasi media kultur limbah ampas
kecap yang akan digunakan dalam penelitian tahap I adalah 0,9 - 3,6 mL/L. Proses
pembuatan media kultur limbah ampas kecap dimulai dengan pengeringan limbah
ampas kecap menggunakan oven dengan suhu berkisar antara 60 - 70
o
C selama 24
jam. Limbah ampas kecap yang sudah kering kemudian digiling menjadi serbuk.
Serbuk limbah ampas kecap kemudian ditimbang sebanyak 10 g lalu
dilarutkan dalam 100 mL aquades. Larutan limbah ampas kecap kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer sambil disaring dengan kertas saring.
Erlenmeyer yang berisi larutan limbah ampas kecap kemudian ditutup dengan
gause (kapas yang balut dengan kasa) dan dibalut dengan aluminium foil lalu
disterilkan menggunakan autoclave. Pembuatan larutan limbah ampas kecap
kering untuk kultur Spirulina platensis menggunakan rumus (Rosales, 1982):


Keterangan:
Q = berat bahan yang dilarutkan (mg, gram)
V = volume pelarut/ aquadest (mL, L)
P = volume penggunaan dalam media kultur (mL/L)
K = konsentrasi pupuk yang akan digunakan (ppm, mg/L)

C. Penebaran Bibit S. Platensis
122

S. platensis murni diperoleh dari Balai Besar Budidaya Air Payau
Situbondo. Bibit S. platensis dimasukkan ke dalam toples kaca dengan kepadatan
10.000 unit/ml. Suryati (2002) mengemukakan, kepadatan optimum untuk kultur
Spirulina sp. adalah 10.000 unit/ml. Unit Spirulina sp. yaitu 1 panjang gelombang
(1 lembah 1 gunung). Jika dalam akhir penghitungan terdapat jumlah pecahan
maka dibuat patokan bahwa pecahan diatas 0,5 dibulatkan menjadi 1 dan pecahan
dibawah 0,5 tidak ikut dihitung. Penghitungan jumlah bibit (pengenceran) S.
platensis untuk kultur menggunakan rumus (Edhy et al., 2003):




Keterangan:
V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)
N1 = Kepadatan bibit/ stock S. platensis (unit/ml)
V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (L)
N2 = Kepadatan bibit S. platensis yang dikehendaki (unit/ml)

D. Kultur
Kultur diawali dengan menghitung kepadatan stok bibit S. platensis yang
dimiliki. Setelah diketahui, dilakukan penghitungan jumlah bibit (pengenceran)
yang diinginkan, jumlah bibit yang dibutuhkan dikurangi jumlah media kultur
yang diinginkan yaitu 0,5 liter, sehingga didapatkan jumlah air laut yang
dibutuhkan. Media kultur yang digunakan dalam penelitian adalah air laut (32
ppt). Air alut yang dibutuhkan dimasukkan dalam toples kaca kemudian
ditambahkan larutan limbah ampas kecap sesuai dengan konsentrasi yang
ditentukan. Selanjutnya, media kultur diletakkan di rak kultur lalu diberi aerasi
dan siap dimasukkan bibit S. platensis dengan kepadatan yang diinginkan. Rak
kultur ditutup dengan plastik hitam, upaya suhu ruang stabil, menghindari
123

kontaminan dan mengatur photoperiode. Lingkungan kultur dapat mempengaruhi
pertumbuhan S. platensis, oleh karena itu lingkungan dikondisikan sama untuk
setiap perlakuan. Lingkungan kultur S. platensis yang diharapkan dalam
penelitian adalah suhu 28 - 32
o
C, salinitas 32 ppt, pH 8 - 9, intensitas cahaya 1800
- 1900 lux dan photoperiod 12 jam keadaan terang dan 12 jam keadaan gelap.

E. Perhitungan pertumbuhan populasi S. platensis
Pertumbuhan populasi dihitung dengan cara menghitung jumlah unit S.
platensis, tidak menghitung jumlah sel sebab sel S. platensis sulit diamati (ukuran
kecil dan saling bertumpuk-tumpukan). Penghitungan dilakukan dengan
menggunakan Sedgewick Raffter dan Handtally Counter untuk memudahkan
perhitungan. Pengamatan pertumbuhan S. platensis dilakukan setelah 24 jam
penebaran awal setiap hari. Weng et al. (2008) menyatakan bahwa pengamatan
pertumbuhan Dinophyceae (fitoplankton) dilakukan 24 jam setelah penebaran
awal setiap hari.
Perhitungan dilakukan dengan rumus (Ekawati, 2005):


Keterangan:
N = Kepadatan S. platensis (unit/ ml)
d = Diameter bidang pandang (mm)
n = Jumlah rata-rata S. platensis per bidang pandang (unit/ ml)


F. Klorofil a
Pengukuran kadar klorofil a menggunakan metode yang berasal dari
Vonshak (1997). Sebanyak 10 mL hasil kultur S. platensis disentrifuge pada
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Hasil supernatan sentrifuge
124

dibuang dan pellet S. platensis yang berada di dasar tube diekstraksi dengan 10
mL metanol absolut, didistrupsi dengan homogenezer dan diinkubasi pada suhu
70
o
C selama 2 menit. Setelah itu campuran disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit, filtrat yang diperoleh diukur serapannya pada panjang
gelombang 665 nm. *Koefisien absorbansi : 169. Rumus perhitungan kadar
klorofil a berasal dari Vonshak (1997) yaitu:
Klorofil (mg/L) = Koefisien Absorbansi x A
665


G. Pemeliharaan Mencit
Penelitian tahap ketiga ini terdiri dari dua perlakuan yaitu pemberian S.
platensis komersil dan S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap. Setia
perlakuan terdiri dari 12 ekor mencit. Mencit yang digunakan dalam penilitian
untuk keseragaman berjenis kelamin jantan, memiliki berat berkisar antara 12 - 14
gram. Tempat pemeliharaan mencit disebuah rak yang berada pada ruang tertutup
memiliki beberapa buah jendela sebagai tempat sumber cahaya dan sirkulasi
udara. Pakan yang diberikan berupa pellet komersil dan air minum berasal dari
PDAM diberikan secara ad libitum. Sertifikat kelaikan etik sebagai tanda
kelayakan dalam pemeliharaan hewan coba dapat dilihat dalam Lampiran 21.

H. Pemberian S. platensis komersil dan S. platensis Hasil Kultur dengan
Limbah Ampas Kecap yang telah Diberi Timbal (Pb) pada mencit

Pemberian S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap pada mencit
bertujuan untuk mengetahui aktifitas antioksidan dari S. platensis tersebut. S.
platensis klorofil a bermanfaat sebagai antioksidan (Kusmita and Limantara,
2009). Prangdimurti et al. (2006) menyatakan bahwa dosis klorofil pada
pengujian aktivitas antioksidan menggunakan tikus yaitu 0,2 mg klorofil/10 gram
125

berat badan. Dosis pada penelitian ini didapatkan setelah dilakukan penelitian
tahap 2 yaitu tahap pengujian kadar klorofil tertinggi dikonversikan dengan berat
S. platensis kering. Hasil penelitian diketahui bahwa empat liter S. platensis yang
diambil dari media kultur menghasilkan 1,6 gram berat S. platensis kering. S.
platensis yang diambil dari media kultur sebanyak 10 mL mengandung klorofil a
0,35 mg (pellet S. platensis dilarutkan ke dalam 10 mL metanol sehingga
didapatkan hasil 0,035 mg/mL). Klorofil a 0,2 mg dapat diperoleh pada S.
platensis sebanyak 2,2 mg S. platensis kering.
S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap serbuk diberikan pada
mencit dengan dosis 2,2 mg/10 gram berat badan. Sebagai pembanding digunakan
serbuk S. platensis komersil dengan dosis sesuai S. platensis hasil kultur dengan
limbah ampas kecap dosis 2,2 mg/10 g berat badan secara oral menggunakan
jarum oral/gavage setiap hari selama 7 hari.
Pengujian kadar antioksidan pada mencit diperlukan suatu zat yang dapat
meningkatkan kadar radikal bebas sehingga dengan penambahan S. platensis
dapat menurunkan kadar radikal bebas di dalam tubuh mencit. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah timbal (Pb). Hasil penelitian Mardiani
(2008) bahwa pemberian timbal (Pb) dengan rentang konsentrasi terendah 0,05
gram/10 g berat badan ternyata sudah dapat meningkatkan peroksidasi lipid yang
diukur dengan kadar MDA plasma. Timbal (Pb) diberikan secara oral
menggunakan jarum oral/gavage setiap hari selama tujuh hari.

I. Metode Malondialdehid (MDA)
Pengukuran kadar malondialdehid (MDA) dilakukan di Laboratorium
Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Prosedur pemeriksaan
126

malondialdehid (MDA) sebagai berikut, sampel yang berupa darah mencit
ditimbang sebanyak 1 g. Larutan PBS 9 mL dingin diambil lalu digerus kemudian
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Setelah itu diambil
supernatannya lalu supernatan tersebut ditambahkan 1 mL larutan Thiobarbituric
Acid (TCA) 0,37% dalam HCl 0,25 N. Setelah itu bahan tersebut dipanaskan
dalam waterbath 80
o
C selama 15 menit lalu didinginkan pada suhu ruang selama
60 menit. Setelah dingin, bahan tersebut dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan panjang
gelombang 532 nm.

J. Pengujian Histopatologi Hati Mencit
Pemeriksaan histopatologi sampel dilakukan terhadap hati mencit yang
diberi timbal (logam berat), klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah
ampas kecap ditambah timbal dan klorofil a S. platensis komersil ditambah timbal
dan tanpa diberi perlakuan (kontrol negatif). Sampel hati mencit diproses sebagai
blok parafin untuk pembuatan preparat histopatologi dan diwarnai dengan
Hematoxilin and Eosin. Selanjutnya preparat diperiksa secara mikroskopik untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada jaringan dari masing-masing sampel.
Cara pembuatan preparat histopatologi dapat dilihat pada Lampiran 4 (Bell and
Lightner, 1988 In Baumgartner et al. 2009). Preparat histopatologi hati mencit
normal (sehat), diberi timbal (logam berat), klorofil a S. platensis hasil kultur
dengan limbah ampas kecap plus timbal dan klorofil a S. platensis komersil plus
timbal diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x serta dilakukan
skoring untuk menentukan tingkat kerusakan pada jaringan. Penilaian kerusakan
127

jaringan hati berdasarkan Wulandari (2008) diklasifikasikan menjadi empat
kategori (Gambar terlampir pada Lampiran 10), yaitu:
0 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 0 - 5% pada satu lapang pandang
1 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 6 - 25% pada satu lapang pandang
2 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 26 - 50% pada satu lapang pandang
3 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar > 50% pada satu lapang pandang.

K. Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air pada kultur S. platensis dilakukan setiap hari.
Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH dan salinitas air.
Pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH
meter dan pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Rak kultur ditutupi
dengan plastik hitam, agar suhu ruang stabil dan untuk menghindari kontaminan.

4.3.3 Parameter Pengamatan
A. Parameter utama
Parameter utama dalam pada penelitian tahap I adalah pengukuran
kepadatan S. platensis. Parameter utama penelitian tahap II adalah pengukuran
kadar klorofil a S. platensis. Parameter utama penelitian tahap III adalah
pengukuran aktivitas antioksidan kadar malondialdehid (MDA) dengan metode
malondialdehid (MDA).
128


B. Parameter pendukung
Parameter pendukung dalam penelitian adalah pengamatan histopatologi
hati mencit, suhu, pH dan salinitas. Pengukuran suhu dilakukan tiga kali sehari
menggunakan termometer, pengukuran pH dilakukan tiga kali sehari
menggunakan pH meter dan pengukuran salinitas dilakukan tiga kali sehari
menggunakan refraktometer selama penelitian berlangsung. Parameter pendukung
digunakan untuk melengkapi data dari parameter utama.

4.3.4 Analisis data
Data penelitian utama penelitian tahap I dianalisis secara statistik dengan
menggunakan ANAVA. Data yang dihasilkan bila terdapat perbedaan dapat
dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan yang digunakan adalah Uji Jarak Berganda
Duncan (Duncans Multiple Range Test) (Kusriningrum, 1989). Data penelitian
utama penelitian tahap III dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji T
Independent. Hasil penelitian uji histopatologi hati mencit dilakukan skoring yang
dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis.








129

Tahap Penelitian Tahap I














Gambar 8. Bagan rancangan penelitian tahap I


Keterangan :
A : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0 mL/L
B : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0,9 mL/L
C : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 1,8 mL/L
D : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 2,7 mL/L
E : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 3,6 mL/L
F : Dosis pemberian pupuk Walne





Persiapan Alat dan Bahan
Kultur S. platensis
Penebaran Bibit S. platensis
Analisis data*
Pengamatan Kepadatan S. platensis dan parameter kualitas air
C B D A E F
130

Penelitian Tahap II









Gambar 9. Bagan rancangan penelitian tahap II













Persiapan Alat dan Bahan
Kultur S. platensis
Eksplorasi waktu produksi klorofil a S. platensis
Pengamatan harian terhadap klorofil a
131

Penelitian Tahap III











Gambar 10. Bagan rancangan penelitian tahap III (Metode MDA)

Keterangan :
a : Mencit yang diberi S. platensis komersil
b : Mencit yang diberi S. platensis hasil kultur dari limbah ampas kecap



















Persiapan Alat dan Bahan
Pengujian kadar antioksidan dengan
menggunakan metode MDA
Analisis data
Persiapan Mencit
Perlakuan
a b
Perubahan patologi
anatomis dan
histopatologi hati
mencit

132

V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Hasil pengamatan penelitian berupa kepadatan, kadar klorofil dan kadar
malondialdehid (MDA). Hasil tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh
pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk, dosis terbaik limbah ampas kecap,
eksplorasi waktu produksi untuk memperoleh kadar klorofil a S. platensis
tertinggi dan pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai antioksidan
(klorofil a) S. platensis dengan metode malondialdehid (MDA).

5.1.1 Kepadatan S. platensis
Hasil pengamatan penelitian berupa penghitungan kepadatan S. platensis
dari hari pertama sampai hari ketujuh. Data yang diperoleh pada hari kelima
(puncak kepadatan) kemudian dianalisis secara statistik (Lampiran 11).Data
pertumbuhan kepadatan S. platensis dapat dilihat pada Tabel 1. dan grafik
pertumbuhan kepadatan dapat dilihat pada Gambar 11.

Tabel 1. Data kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/mL) setelah yang dikultur

pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari kedelapan
Keterangan: Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)

Hasil analisis varian (ANAVA) pada hari kelima saat puncak kepadatan
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (p<0,05) terhadap kepadatan S. platensis. Kepadatan S. platensis
Perlakuan
Hari ke-
0
Hari ke-
1
Hari ke-
2
Hari ke-
3
Hari ke-
4
Hari ke-
5
Hari ke-
6
Hari ke-
7
Hari ke-
8
A (0 mL/L) 1
a
3,33
d
4,39
d
3,94
e
3,57
d
3,11
d
1,82
d
0,98
e
0,60
e
B (0,9 mL/L) 1
a
3,97
c
4,40
d
6,02
d
7,57
c
8,17
c
6,23
c
5,04
d
4,23
d
C (1,8 mL/L) 1
a
5,12
a
6,79
a
8,71
a
10,00
a
10,84
a
10,18
a
9,84
b
8,89
b
D (2,7 mL/L) 1
a
4,17
b
4,84
c
6,84
b
8,38
b
8,55
bc
7,48
b
6,33
c
5,28
c
E (3,6 mL/L) 1
a
3,88
c
4,86
c
6,26
cd
8,24
b
8,53
bc
6,47
c
5,02
d
4,35
d
F (pupuk Walne) 1
a
3,96
c
5,15
b
6,55
bc
7,58
c
9,20
b
10,46
a
11,56
a
11,08
a
133

masing-masing perlakuan terus meningkat mulai hari pertama hingga hari kelima
dan menurun pada hari keenam. Kepadatan S. platensis pada kontrol negatif
(tanpa perlakuan) mengalami penurunan mulai hari pertama kultur. Kepadatan S.
platensis pada perlakuan F (pupuk Walne) yang sebagai kontrol positif terus
meningkat mulai hari pertama hingga hari ketujuh dan menurun pada hari
kedelapan. Hari pertama hingga hari kedelapan kepadatan S. platensis tertinggi
diperoleh pada perlakuan F (pupuk Walne) kemudian perlakuan C (1,8 mL/L) dan
terendah pada perlakuan A (0 mL/L). Data kepadatan S. platensis dengan enam
perlakuan, dua diantaranya adalah kontrol positif menggunakan pupuk Walne dan
kontrol negatif (tanpa menggunakan pupuk) dan empat ulangan dapat dilihat di
Lampiran 6.

Gambar 11. Grafik kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/ml) setelah dikultur

pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari kedelapan
0
2
4
6
8
10
12
14
0 1 2 3 4 5 6 7 8
K
e
p
a
d
a
t
a
n

S
.

p
l
a
t
e
n
s
i
s

(
x

1
0
4

u
n
i
t
/
m
l
)

Hari Ke
Grafik kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/ml)
A (0 mL/L)
B (0,9 mL/L)
C (1,8 mL/L)
D (2,7 mL/L)
E (3,6 mL/L)
F (Walne)
134

Data kepadatan S. platensis pada Tabel 1. dan grafik pertumbuhan populasi
pada Gambar 11. tampak bahwa hari kelima merupakan hari puncak pertumbuhan
populasi S. platensis pada perlakuan B (0,9 mL/L), C (1,8 mL/L), D (2,7 mL/L) dan
E (3,6 mL/L), sedangkan pada perlakuan F (pupuk Walne) hari ke tujuh adalah
puncak kepadatan. Kepadatan S. platensis tertinggi diperoleh pada perlakuan F
(pupuk Walne) kemudian diikuti oleh perlakuan C (1,8 mL/L) dan terendah
diperoleh pada perlakuan A (0 mL/L).
Hasil uji jarak berganda Duncan pada hari kelima menunjukkan bahwa
perlakuan C (1,8 mL/L) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan F
(Walne) tidak berbeda nyata dengan perlakuan D (2,7 mL/L) dan E (3,6 mL/L) namun
perlakuan D (2,7 mL/L) dan E (3,6 mL/L) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (0,9
mL/L). Perlakuan A (0 mL/L) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil uji
jarak berganda Duncan pada hari ketujuh menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi
pada perlakuan F (Walne) berbeda nyata dengan semua perlakuan, kemudian
diikuti oleh perlakuan C (1,8 mL/L) dan D (2,7 mL/L) yang berbeda nyata dengan
semua perlakuan. Perlakuan E (3,6 mL/L) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B
(0,9 mL/L). Perlakuan A (0 mL/L) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Gambar 11. menunjukkan bahwa S. platensis yang dipupuk dengan limbah
ampas kecap

terdiri dari 3 yaitu fase adaptasi, fase eksponensial dan kematian.
Fase adaptasi terjadi antara hari pemasukan inokulan hingga hari pertama. Fase
eksponensial terjadi pada hari pertama hingga hari kelima. Fase kematian terjadi
pada hari keenam. S. platensis yang diberi pupuk walne 3 yaitu fase adaptasi, fase
eksponensial dan kematian. Fase adaptasi terjadi antara hari pemasukan inokulan
dan hari pertama. Fase eksponensial terjadi pada hari pertama hingga hari ketujuh.
135

Fase kematian terjadi pada hari kedelapan. Sedangkan S. platensis yang tidak
diberi pupuk mengalami kematian mulai hari pertama.

5.1.2 Klorofil S. platensis
Hasil pengamatan penelitian berupa eksplorasi waktu produksi klorofil a S.
platensis dari hari pertama sampai hari keenam pada dosis pupuk limbah ampas
kecap 1,8 mL/L (perlakuan terbaik hasil analisis uji Duncan). Sebagai patokan kadar
klorofil a dibuat standar klorofil a yang berasal dari klorofil a spinach merek
nacalai-Japan. Standar klorofil a dapat dilihat di Lampiran 14. Data eksplorasi
waktu produksi klorofil a S. platensis dilihat pada Lampiran 7, rata-rata serta
standart deviasi kadar klorofil dapat dilihat pada Tabel 2. dan grafik eksplorasi
waktu produksi klorofil a S. platensis dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 2. Data klorofil S. platensis setelah yang dikultur

pada media limbah ampas
kecap hari pertama hingga hari keenam






Pada penelitian tahap II (eksplorasi waktu produksi) terdiri dari empat
ulangan. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa pengukuran
klorofil a S. platensis berbeda nyata tiap hari. Pengukuran klorofil a S. platensis
tertinggi didapatkan pada hari ke lima yang berbeda nyata dengan hari lainnya. Hari
ke empat tidak berbeda nyata dengan hari ke enam. Hari ke tiga berbeda nyata dengan
hari ke dua dan hari pertama.

Perlakuan Rata-rata Klorofil a S. platensis (mg/mL) SD
Hari ke 1 0,0142 0,0003
d
Hari ke 2 0,0149 0,0003
d
Hari ke 3 0,0276 0,0004
c
Hari ke 4 0,0310 0,0004
b
Hari ke 5 0,0361 0,0008
a
Hari ke 6 0,0317 0,0007
b
136


Gambar 12. Grafik klorofil a S. platensis (mg/mL) setelah yang dikultur

pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari keenam

Gambar 12. menunjukkan bahwa S. platensis yang dipupuk dengan limbah
ampas kecap dosis 1,8 mL/L

mengalami peningkatan kadar klorofil a mulai hari
pertama yang merupakan hari setelah dimasukkan inokulan pada media kultur.
Kadar klorofil a terus meningkat hingga hari ke lima yang merupakan puncak
eksponensial. Pada hari ke enam kadar klorofil menurun.

5.1.3 Metode Malondialdehid (MDA)
Hasil pengamatan penelitian berupa kadar malondialdehid (MDA) pada
darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas
kecap, klorofil a S. platensis komersil dan timbal (Pb) sebagai pembangkit radikal
bebas secara oral. Hasil penelitian diketahui bahwa 4 L S. platensis yang diambil
dari media kultur menghasilkan 1,6 gram berat S. platensis kering. S. platensis
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
0,04
1 2 3 4 5 6
K
a
d
a
r

K
l
o
r
o
f
i
l

a

S
.

p
l
a
t
e
n
s
i
s

(
m
g
/
m
L
)


Hari ke
Grafik klorofil a S. platensis (mg/mL)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
137

yang diambil dari media kultur sebanyak 10 mL mengandung klorofil a 0,35 mg
(pellet S. platensis dilarutkan ke dalam 10 mL metanol sehingga didapatkan hasil
0,035 mg/mL). Sehingga untuk memperoleh 0,2 mg klorofil a dibutuhkan S.
platensis sebanyak 2,2 mg S. platensis kering. Data kadar malondialdehid (MDA)
pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah
ampas kecap dan klorofil a S. platensis komersil dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 3. Rata-rata dan standart deviasi kadar malondialdehid (MDA) pada darah
mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas
kecap dan klorofil a S. platensis komersil

Klorofil a S. platensis hasil
kultur limbah ampas kecap
(nmol/L)
Klorofil a S. platensis
Komersil (nmol/L)
Rata-rata SD 5,07 1,02 5,10 0,50

Hasil analisis statistik terhadap kadar malondialdehid (MDA) pada darah
mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap
dan klorofil a S. platensis komersil dengan uji t independen menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan dengan p = 0,01 di antara dua perlakuan. Nilai rata-
rata menunjukkan bahwa kadar malondialdehid (MDA) pada darah mencit yang
sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap (5,07
nmol/L) lebih kecil dibandingkan kadar malondialdehid (MDA) yang diberi
klorofil a S. platensis komersil (5,10 nmol/L). Rata-rata dan standar error kadar
malondialdehid (MDA) pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan klorofil a S. platensis komersil
berdasarkan uji t independen 5% dapat dilihat pada Tabel 3. Sebagai patokan
digunakan pengujiana pengamatan pengukuran absorbansi untuk kurva standard
MDA dan dapat dilihat pada Lampiran 15.
138

5.1.4 Histopatologi Hati Mencit
Uji histopatologi pada hati mencit dilakukan sebagai pembuktian terjadi
kerusakan hati setelah setelah diberi timbal (Pb) sebagai pembangkit radikal bebas
di dalam tubuh mencit. Organ hati diambil untuk pemeriksaan histopatologi
dengan menggunakan perwarnaan Hematoxilin and Eosin. Organ-organ tersebut
dimasukkan kedalam fiksatif formalin 10% dan selanjutnya dilakukan preparasi
sampel.

Tabel 4. Skoring kerusakan jaringan hati mencit

Ulangan Rata-rata SD
Kerusakan hati mencit yang diberi timbal (Pb) secara oral 2,17 0,15
Kerusakan hati mencit yang telah diberi klorofil a
S. platensis komersil dan timbal secara oral
1,760,36
Kerusakan hati mencit yang diberi klorofil a S. platensis hasil
kultur limbah ampas kecap dan timbal secara oral
1,940,24
Hati mencit yang tanpa diberi perlakuan 1,260,08

Pada pengujian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu mencit yang hanya diberi
timbal, mencit yang diberi timbal serta klorofil a S. platensis hasil kultur limbah
ampas kecap dan mencit yang diberi timbal serta klorofil a S. platensis komersil.
Hasil analisis uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p = 0,001 yang menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan signifikan di antara masing-masing perlakuan
(Lampiran 13). Nilai rata-rata menunjukkan, skoring kerusakan hati mencit yang
hanya diberi timbal (skoring 2,17) merupakan skoring tertinggi dibandingkan
skoring perlakuan yang lain (Tabel 4). Nilai rata-rata skoring kerusakan hati
mencit yang telah diberi klorofil a S. platensis komersil (skoring 1,76) lebih kecil
dibandingkan skoring kerusakan hati mencit yang telah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan timbal (skoring 1,94). Data skoring
139

1
kerusakan jaringan hati mencit dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Gambar
standart skoring kerusakan hati mencit dapat dilihat pada Lampiran 10.
Rata-rata dan standar error kerusakan hati mencit berdasarkan analisis uji
Kruskal Wallis dapat dilihat pada Tabel 4. Gambar histopatologi hati mencit yang
hanya diberi timbal maupun diberi timbal dan klorofil a S. platensis hasil kultur
limbah ampas kecap serta diberi timbal dan klorofil a S. platensis komersil dapat
dilihat pada Gambar 14.



Gambar 13. Histopatologi hati mencit normal. Perbesaran 400x. (Nurlaili, 2010).
Panah biru: sel hati normal, 1. Sinusoid

Gambar 13. merupakan hasil penenitian Nurlaili (2010) mengenai
pengaruh ekstrak biji klabet (trigonella foenum-graecum linn.) terhadap kadar
transaminase (gpt dan got) dan gambaran histologi pada hepar mencit (mus
musculus) yang terpapar streptozotocin. Sel tampak normal yaitu inti terlihat bulat
berwarana kehitaman. Tidak ada sinusoid yang bengkak maupun tidak adanya
kongesti maupun haemorhargi.
1
140

1



Gambar 14. Histopatologi hati mencit diberi timbal dan klorofil a S. platensis
komersil perbesaran 1000 x. 1. Sel hati normal

Gambar 14. merupakan histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan
klorofil a S. platensis komersil. Sel tampak normal yaitu inti terlihat berwarana
kehitaman serta tersusun berderet beraturan. Tidak tampak adanya pembengkakan
sinusoid akibat radikal timbal yang merusak sel darah sehingga terjadi
penggumpalan. Sinusoid tidak mengalami pembengkakan sehingga sel tidak
saling terhimpit.




141

2
3 1


Gambar 15. Histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap. Perbesaran 1000x. 1.
Degenerasi sel. 2. Pembengkakan sinusoid. 3. Nekrosis

Pada Gambar 15. histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan klorofil a
S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap tampak sel hati mulai mengalami
degenerasi. Hal ini ditunjukkan dengan hilangnya struktur normal sel yaitu inti sel
yang mulai mengecil akibat masuknya air di dalam sel. Air yang masuk ke dalam
sel terlihat berwarna putih disebabkan tidak mampu menyerap pewarna
Hematoxilin and Eosin. Semakin besar degenerasi menyebabkan rusaknya
membran inti sehingga terjadilah nekrosis.



142

1 2 3
4



Gambar 16. Histopatologi hati mencit yang hanya diberi timbal. Perbesaran
1000x. (skoring 3). 1. Kongesti. 2. Nekrosis. 3. Degenerasi. 4.
Pembengkakan sinusoid

Gambar 16. merupakan histopatologi hati mencit yang hanya diberi timbal.
Tampak terjadi kongesti akibat peningkatan volume darah sehingga terjadinya
pembengkakan sinusoid. Penggumpalan darah serta pembengkakan sinusoid
menyebabkan sel hati saling tertindih satu sama lain. Pada Gambar 16. tampak
pula terjadinya degenerasi akut yang ditandai dengan pembengkakan sel.
Degenerasi sel bersifat reversible (dapat lembali menjadi sel normal) namun jika
degenerasi sel tidak dapat kembali normal maka terjadilah nekrosis yang ditandai
dengan kerusakan pada inti sel baik berupa rusaknya membran inti maupun inti
sel mengalami lisis.
143

5.1.5 Kualitas air
Penelitian tahap ke 1 berupa pengamatan kepadatan S. platensis dan
penelitian tahap ke 2 berupa eksplorasi waktu produksi klorofil a. S. platensis
selain dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien dan waktu juga dipengaruhi faktor
lingkungan. Ketersediaan nutrisi dapat berasal dari air laut dan nutrien yang
ditambahkan di dalam media kutur. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari
selama penelitian. Hasil pengukuran rata-rata kualitas air selama penelitian tahap
ke 1 dan ke 2 dapat dilihat pada Lampiran 16 - 19. Pengukuran suhu air selama
penelitian berkisar antara 28,6 30,5
o
C, suhu ruangan berkisar antara 28 32
o
C,
salinitas berkisar antara 32-34 ppt dan pH 8 - 9.

5.2 Pembahasan
Hasil ANAVA data kepadatan S. platensis hari pertama hingga hari ke
delapan pada Lampiran 11. menunjukkan bahwa pupuk limbah ampas kecap
dengan dosis yang berbeda dalam media kultur menghasilkan kepadatan S.
platensis yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan (p<0,05). Hasil
penelitian tahap 2 didapatkan kadar klorofil a S. platensis tertinggi dari eksplorasi
waktu produksi kultur dengan menggunakan pupuk limbah ampas kecap. Kaplan
et al. (1986) menyatakan bahwa unsur nutrien yang diperlukan untuk
pertumbuhan fitoplankton diantaranya adalah nitrogen, besi dan magnesium.
Kepadatan dan klorofil a S. platensis diduga disebabkan adanya pengaruh dari
nutrien yang terkandung di dalam limbah ampas kecap yang berupa nitrogen,
magnesium dan besi. Riyono (2007) menyatakan bahwa nitrogen, besi dan
magnesium berperan dalam sintesis klorofil. Hasil penelitian Abdo et al. (2010)
menyatakan, klorofil a merupakan indikator dari kepadatan alga.
144

Saeton and Traichaiyaporn (2005) menyatakan bahwa nitrogen merupakan
faktor pembatas kepadatan blue green alga. Nitrogen salah satu bagian dari
molekul klorofil sehingga defisiensi unsur nitrogen akan menghambat
pembentukan klorofil (Riyanto, 2007). Kaplan et al. (1986) menyatakan bahwa
besi memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit kemudian
mereduksi nitrit menjadi amonium. Amonium merupakan sumber nitrogen yang
mampu diserap oleh S. platensis untuk pertumbuhan kepadatan sel ataupun
klorofil a. Aminot and Rey (2000) menyatakan, magnesium merupakan struktur
dasar dari klorofil a. Hal ini dikarenakan magnesium adalah atom pusat dari
klorofil (Riyanto, 2007) sehingga defisiensinya akan menghambat sintesis klorofil
(Ihl et al., 2003). Studi Hrtensteiner and Krutler (2011) menjelaskan bahwa
sintesis klorofil a yang terhambat atau tidak sempurna menyebabkan rusaknya
klorofil a. Kerusakan klorofil a ini disebabkan tidak adanya magnesium yang
menempati posisi sentral pada molekul porfirin klorofil. Hal tersebut
dimungkinkan tidak ada atau hilangnya magnesium chelate (metal chelating
substance) atau adanya magnesium dechelatase (Mg-releasing proteins).
Magnesium juga merupakan kofaktor di ribosom kloroplas yang
bertanggung jawab pada proses biosintesis ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase
oxygenase (Rubisco). Rubisco merupakan enzim utama yang berperan dalam
reaksi gelap fotosintesis khususnya fiksasi karbon (Kiyoshi et al., 1999). Cakmak
and Marschner (1992) menyatakan bahwa defisiensi magnesium menyebabkan
biosintesis rubisco terhambat yang berpengaruh pada penurunan proses fiksasi
CO
2
sehingga kadar klorofil menurun (terjadi klorosis). Penurunan proses fiksasi
CO
2
juga

akan meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS). Produksi
145

ROS yang berlebih akan menyebabkan terjadinya proses peroksidasi pada
kloroplas. Scandalios (2005) dalam Ding et al. (2008) menyatakan bahwa ROS
bersifat sitotoksik oksigen dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada
biomolekul seperti membran lipid, protein dan asam nukleat sehingga dapat
mengakibatkan terganggunya metabolisme.
Studi lain menjelaskan bahwa magnesium memiliki fungsi penting dalam
rantai proses transport elektron pada kloroplas. Jika transfer energi dari fotosistem
II untuk nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP
+
) terhambat karena
perubahan tilakoid atau dan adanya penghambatan asimilasi karbon sehingga
akumulasi eksitasi energy yang berlebih akan mengurangi proses fotosistem dan
dapat menyebabkan stres oksidatif (Halliwell, 1987 di dalam Ding et al., 2008)
Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode malondialdehid
(MDA) secara statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa klorofil a S. platensis
hasil kultur dengan limbah ampas kecap dan komersil menghasilkan kadar
malondialdehid (MDA) berbeda nyata (p<0,05). Kadar malondialdehid (MDA)
setelah diberi timbal plus klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas
kecap adalah 5,07 nmol/L lebih rendah dibandingkan diberi timbal plus klorofil
a S. platensis komersil adalah 5,1 nmol/L. Kadar malondialdehid (MDA) yang
lebih rendah menunjukkan reaksi radikal bebas di dalam darah lebih rendah. Hasil
tersebut diduga disebabkan karena adanya pengaruh magnesium pada proses
kultur S. platensis. Limbah ampas kecap yang digunakan untuk memproduksi
klorofil a S. platensis mengandung magnesium sebesar 0,06 %. Pada klorofil a S.
platensis komersil tidak diketahui jenis pupuk yang digunakan, namun pupuk
Walne (pupuk kimia komersil terbaik dibandingkan pupuk Zarrouk dan pupuk
146

TMRL) yang digunakan sebagai kontrol positif pada penelitian ini tidak
mengandung magnesium.
Hasil penelitian Endo et al. (1984) diketahui bahwa magnesium juga
berfungsi dalam memperkuat aktifitas antioksidan yang dimiliki oleh klorofil.
Hasil penelitian Tewari et al. (2004) bahwa defisiensi magnesium pada daun
tanaman mulberry menyebabkan terjadinya penurunan kadar klorofil a dan
penurunan aktivitas antioksidan yang ditandai dengan meningkatnya kadar
malondialdehid (MDA). Peningkatan kadar malondialdehid (MDA) pada daun
tanaman mulberry yang diberi perlakuan defisiensi magnesium disebabkan
terbentuknya ROS pada kloroplas. Gechev et al. (2004) menyatakan bahwa ROS
selalu diproduksi pada proses metabolisme sel. ROS merupakan toksik hasil
metabolisme yang berperan dalam proses fisiologi seperti proses adaptasi,
resistensi patogen dan programmed cell death (PCD). Dalam jumlah berlebih
ROS dapat menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid. Produk hasil proses
peroksidasi lipid adalah malondialdehid (Ding et al., 2008). Penelitian mengenai
pengaruh defisiensi magnesium terhadap penurunan kadar klorofil a dan
penurunan aktivitas antioksidan telah banyak dilakukan (Candan and Tarhan,
2003; Chou et al, 2011) namun mekanisme magnesium dalam memperkuat
klorofil a sebagai antioksidan belum diketahui.
Klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan klorofil a S.
platensis komersil yang telah diberi timbal sebagai pemacu radikal menghasilkan
kadar malondialdehid (MDA) dengan rata-rata yang tidak jauh berbeda. Hasil
tersebut diduga karena klorofil a S. platensis memiliki kemampuan sebagai bahan
antioksidan. Marquez et al., (2005) menyatakan bahwa hasil penelitian (Endo et
147

al., 1985a, 1985b; Usuki et al,. 1984b; Usuki et al,. 1984) klorofil a memiliki
kemampuan sebagai bahan antioksidan. Endo et al. (1984) menyatakan bahwa
tahap awal mekanisme antioksidan yaitu klorofil a bereaksi dengan peroksi
radikal yang dihasilkan dari proses oksidasi minyak diubah kedalam bentuk kation
radikal klorofil. Kation radikal klorofil berikatan dengan (-) peroksi radikal
negatif membentuk ikatan kompleks radikal. Selanjutnya, ikatan kompleks
bereaksi dengan radikal peroksi lain menghasilkan produk yang inaktif. Rantai
reaksi yang melibatkan radikal bebas berhenti dengan reaksi ini.
Hasil uji histopatologi hati mencit diketahui bahwa hati mencit yang hanya
diberi timbal mengalami kerusakan lebih banyak dibandingkan mencit yang diberi
timbal serta klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap dan
timbal serta klorofil a S. platensis komersil. Hasil analisis uji Kruskal Wallis
dengan p = 0,001 menunjukkan adanya perbedaan tingkat kerusakan hati mencit
pada masing-masing perlakuan. Kerusakan pada hati mencit ini karena timbal
merupakan logam berat yang dapat memacu munculnya stress oksidatif dengan
meningkatkan radikal bebas di jaringan. Konsekuensi penting dari peroksidasi
lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan menganggu distribusi ion-
ion yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organela (Devlin, 2002).
Ogonovszky (2005) dalam Jawi et al. (2008) menyatakan bahwa peningkatan
radikal bebas yang tidak diikuti oleh peningkatan antioksidan akan menyebabkan
terjadinya stress oksidatif yang akan menimbulkan kerusakan sel dan komponen
jaringan lainnya.
Hasil uji histopatologi hati mencit yang diberi timbal plus S. platensis
(klorofil a) hasil kultur pada media limbah ampas kecap tampak nilai rata-rata
skoring kerusakan sebesar 1,76 sedangkan pada hati mencit yang hanya diberi
148

timbal nilai rata-rata skoring kerusakan sebesar 1,94. Klorofil a S. platensis hasil
kultur pada media limbah ampas kecap yang diberikan pada mencit mampu
mengurangi kerusakan histopatologi hati mencit tersebut. Klorofil a merupakan
zat antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal bebas penyebab awal
kerusakan sel.
Pada histopatologi tampak bahwa nekrosis dan kongesti terdapat pada hati
mencit yang hanya diberi timbal. Nekrosis terjadi karena terjadinya proses
degenerasi sel yang terjadi terus menerus akibat dikarenakan timbal (radikal
bebas). Degenerasi sel bersifat reversibel sehingga paparan zat toksik yang tidak
berlanjut maka sel dapat kembali normal, namun jika pengaruh zat toksik
berlangsung lama maka sel tidak dapat mentolerir kerusakan. Sel yang mengalami
degenerasi akan mengalami pembengkakan dikarenakan masuknya cairan ekstra
sel ke intra sel dalam jumlah yang melampaui batas. Keadaan ini terjadi karena
membran sel mengalami kerusakan akibat proses peroksidasi lipid.
Pembengkakan sel akan mengeluarkan materi sel keluar dari kemudian akan
terjadi nekrosis (Setyowati, 2010).
Kongesti merupakan suatu keadaan yang disertai peningkatan volume darah
dalam pembuluh darah yang melebar pada jaringan (Susanti, 2009). Darmono
(1995) menyatakan bahwa kerusakan hati dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang
dan berat. Pembengkakan sel termasuk dalam tingkat ringan. Tingkat kerusakan
sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel
atau nekrosis. Mekanisme kerusakan sel tersebut terjadi melalui jalur radikal
bebas. Molekul radikal bebas (timbal) menyebabkan kerusakan sel akibat proses
peroksidasi lipid. Radikal bebas dapat dinetralkan oleh antioksidan.
Pengamatan paramater penunjang yang berupa kualitas air menunjukkan
suhu air media kultur berkisar antara 28,6 30,5
o
C dan suhu ruangan berkisar
149

antara 28 32
o
C. Suhu air dan suhu ruangan dalam media pemeliharaan S.
platensis ini masih dalam kondisi baik untuk pertumbuhannya karena menurut
dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan, suhu optimal
untuk Spirulina skala laboratorium adalah 25 - 35
o
C. Suhu air mempunyai
pengaruh yang besar terhadap proses metabolisme. Kenaikan suhu sampai batas
tertentu dapat mempercepat proses metabolisme (Suriawiria, 1985).
Hasil pengukuran salinitas pada media pemeliharaan S. platensis berkisar
antara 32-34 ppt. Salinitas dalam media pemeliharaan S. platensis ini masih dalam
kondisi baik untuk pertumbuhannya karena menurut dengan pernyataan
Richmond (1986) bahwa salinitas yang optimal untuk pertumbuhan S. platensis
adalah berkisar antara 20 70 ppt. Darley (1982) menyatakan, salinitas sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan sebab berhubungan dengan aktifitas osmosis
sel. Hasil pengukuran pH pada media pemeliharaan S. platensis selama penelitian
adalah 8 - 9. Suryati (2002) menyebutkan bahwa pH yang baik untuk
pertumbuhan Spirulina berkisar antara 8,5-9,5. Kesimpulannya bahwa, pH selama
pemeliharaan masih dalam kondisi optimal untuk pertumbuhan Spirulina.














150

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
a. Pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kepadatan dan klorofil a S.
platensis. Pemberian limbah ampas kecap sebesar 1,8 mL/L dapat
menghasilkan kepadatan S. platensis sebesar 10,84 x 10
4
unit/mL dan
klorofil a sebesar 0,0361 mg/L pada hari ke lima.
b. Aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang dikultur pada media asal
limbah ampas kecap berbeda nyata (p<0,05) dengan S. platensis komersil.
Hasil pengujian didapatkan produk reaksi radikal berupa kadar MDA pada
darah mencit yang diberi klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah
ampas kecap sebesar 5,07 nmol/L lebih rendah dibandingkan klorofil a S.
platensis komersil sebasar 5,10 nmol/L
c. Hasil analisis Kruskal Wallis histopatologi hati mencit yang diberi timbal
dibandingkan mencit yang diberi timbal plus klorofil a S. platensis hasil
kultur limbah ampas kecap dan timbal plus klorofil a S. platensis komersil
menunjukkan terdapat perbedaan skor kerusakan hati mencit. Histopatologi
hati mencit yang hanya diberi timbal tampak adanya kerusakan berupa
nekrosis dan kongesti. Hati mencit yang diberi timbal plus klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan timbal plus klorofil a S.
platensis komersil menunjukkan kerusakan berupa degenerasi dan nekrosis.




151

6.2. Saran
Produksi klorofil a sebagai antioksidan dari S. platensis dapat dilakukan
pada media kultur limbah ampas kecap (1,8 mL/L) yang menghasilkan kadar
klorofil a (0,0361 mg/L) dan aktifitas antioksidan (kadar MDA 5,07 nmol/L).








































152

DAFTAR PUSTAKA
Abdo, S. M., M. H. Hetta, R. A. S. E. Din and G. H. Ali. 2010. Growth Evaluation
and Bioproduct Characteristics of Certain Freshwater Algae Isolated from
River Nile, Egypt. J App Sci Res, 6(6): 642-652.

Achmadi, S. S, Jayadi dan T. Panji. 2002. Produksi Pigmen oleh Spirulina
platensis yang Ditumbuhkan pada Media Limbah Lateks Pekat. Hayati, 9
(3): 80-84 hal.

Aminot, A. and F. Rey. 2000. Standard procedure for the determination of
chlorophyll a by spectroscopic methods. International Council for the
Exploration of the Sea. Denmark. 25 hal.

Bell, T.A. and D.V. Lightner. 1988. A handbook of normal penaeid shrimp
histology. Allen Press. In W. A. Baumgartner, J. P. Hawke, K. Bowles, P.
W. Varner and K. W. Hasson. 2009. Primary diagnosis and surveillance of
white spot syndrome virus in wild and farmed crawfish (Procambarus
clarkii, P. zonangulus) in Louisiana, USA. Dis Aquat Org 85: 1522

Becker, E .W. 1994. Microalgae; Biotechnology and Microbiology. Cambridge:
Cambridge University Press.

Bhowmik D., D. Jaishree and M. Sandeep. 2009. Probiotic Efficiency of Spirulina
platensis - Stimulating Growth of Lactic Acid Bacteria. Departemen Botani,
Labortary dari Phycology, Dr.HS Gour University, Sagar, M.P., India.
World Dairy. J. Food 4 (2): 160-163.

Cakmak, I. and H. Marschner. 1992. Magnesium Deficiency and High Light
Intensity Enhance Activities of Superoxide Dismutase, Ascorbate
Peroxidase and Glutathione Reductase in Bean Leaves. J. Plant Physiol. 98:
1222-1227

Candan, N. and L. Tarhan. 2003. Relationship among chlorophyll-carotenoid
content, antioxidant enzyme activities and lipid peroxidation levels by Mg
2+
deciency in the Mentha pulegium leaves. J. Plant Physiol and Biochem 41:
3540

Ciferri, O. 1983. Spirulina, The Edible Microorganism. Microbiol. Rev. 47 (4):
551-578

Chaudhari, P. R., K.P. Krishnamoorthi and M. V. Rao. 1980. Growth potential of
Spirulina, a blue green alga in sewage. India. J. Plant Sci 89 (3): 203-211

Choua, T-S., Y-Y. Chaoa,W-D. Huanga, C-Y. Hong and C. H. Kaoa. 2011. Effect
of magnesium deciency on antioxidant status and cadmium toxicity in rice
seedlings. J. Plant Physiol. 168: 10211030
153

Costa, J. A. V., M. C. Luciane and D. F. Paulo. 2002. Spirulina platensis Growth
in Open Raceway Ponds Using Fresh Water Supplemented With Carbon,
Nitrogen and Metal Ions. Deparmento de Quimica, Fundacao Universidade
Federal do Rio Grande. Brasil. pp. 76-80.

Dangeard, P. 1940. Sur Une Algue Blue Alimentaire Pour lhommer: Arthrospira
platensis (Nordstedt) Gomont, Actes Soc. Linn. Boreaux Extr. Proces-
verbaux, 91: 39-41.

Darley, W.M. 1982. Algal Biology: a Physiological Approach. Departement of
Bontany. The Univercity of Georgia. Blackwell Sientific Publications.
Oxford London. Edinburgh Boston Melbourne. pp. 97-98.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.
140 p.

Ding, Y-C, C-R. Chang, W. Luo, Y-S. Wu, X-L. Ren, P. Wang and G-H. Xu.
2008. High Potassium Aggravates the Oxidative Stress Inducedy by
magnesium Deciency in Rice Leaves. Pedosphere 18(3): 316327.

Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
205 hal.

Edhy, W. A, J. Pribadi dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT.
Centralpertiwi Bahari. Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton
dalam Budidaya Udang. Mitra Bahari. Lampung. hal. 3-29.

Ekawati, A. W. 2005. Diktat Kuliah Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya. Malang. hal. 3-48.

Endo Y., R. Usukii and T. Kaneda. 1985. Antioxidant Effects of Chlorophyll
and Pheophytin on the Autoxidation of Oils in the Dark. II. The
Mechanism of Antioxidative Action of Chlorophyll 2. Japan. JAOCS; 62-9

Ernawati, Y. 2010. Uji Kandungan Karbohidrat Pada Pembuatan Kecap dengan
Penambahan Air Kelapa Pada Berbagai Konsentrasi. Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.

Ercal N, Gurer-Orhan H and Aykin-Burns N. 2001. Toxic metals and oxidative
stress part I: mechanisms involved in metal-induced oxidative damage. Curr
Top Med Chem 1:529539.

Gechev, T., I. Gadjev, S. Dukiandjiev and I. Minkov. 2004. Handbook of
Photosynthesis Second Edition. Edited by Mohammad Pessarakli University
of Arizona Tucson, Arizona, U.S.A. CRC Press. pp. 222-270

154

Geitler, L. 1925. Cyanophyceae. In: Die Ssswasser-Flora Deutschlands,
sterreichs und der Schweiz. (Pascher, A. Eds). Jena: Gustav Fische 12, 1-
450.

Gil, H, S. Seok, D. Jeong, J. Yang, E. Lee and S. Hong. 2010. Plasma level of
malondialdehyde in the cases of acute paraquat intoxication. Clinical
Toxicology 48 (2): 115120

Granick, S. 1948. Magnesium Protoporphyrin an a Precursor of Chlorophyll is
Chlorella. New York. J. Biol. Chem. 333-342

Gurer-Orhan H, Sabir HU and H. Ozgne. 2004. Correlation between clinical
indicators of lead poisoning and oxidative stress parameters in controls and
lead-exposed workers. Toxicol (195): 147-154.

Habib M. A. B. and M. Parvin. 2008. A Review on Culture, Production and Use
of Spirulina as Food for Humans and Feeds for Domestic Animals and Fish.
Department of Aquaculture. Bangladesh Agricultural University.
Mymensingh, Bangladesh. Food and Agriculture Organization of the United
Nations.

Halliwell B. and J.M.C. Gutteridge 1999. Free Radicals in Biology and Medicine.
3th Edition. Oxford University Press New York.

Handoko, L. 2005. Pengaruh Ekstrak Daun Apium graviolens Terhadap
Perubahan SGOT/SGPT Tikus Wistar Jantan yang Dipapar Karbon
Tetraklorida. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Semarang

Hardie, L. P., D. L. Balkwill and J. S. E. Stevens. 1983. Effects of Iron Starvation
on the Physiology of the Cyanobacterium Agmenellum quadruplicatum.
Applied and Environmental Microbiology. Am Soc Microbiol, 3: 999-1006

Harrison, P. J. and J. A. Berges. 2005. Marine Culture Media. In : R.A. Andersen
(Eds). Algal Culturing Techniques. National Institute Enveronmental
Studies. Academic press. America. p. 21-60.

Harttig, U. and G.S. Bailey. 1998. Chemoprevention by natural chlorophylls in
vivo: Inhibition of dibenzo pyrene-DNA adducts in rainbow trout liver.
Carcinogenesis 19: 1323 - 1326.

Hrtensteiner, S. and B. Krutler. 2011. Chlorophyll breakdown in higher plants.
Biochimica et Biophysica Acta 1807: 977988

Hudson, B. J. F. 1990. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York.

155

Ihl, M. L. Aravena, E. Scheuermann, E. Uquiche, V. Bifani . 2003. Effect of
immersion solutions on shelf-life of minimally processed lettuce . J.
Technol 36: 591599

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. hal. 34-85.

Jawi I M, Suprapta D N, Subawa AA N. 2008. Ubi Jalar Ungu Menurunkan
Kadar MDA dalam Darah dan Hati Mencit setelah Aktivitas fisik
Maksimal. J. Vet 9 (2), 65-71.

Kamat, J. P., K. K. Boloor and T. P.A. Devasagayam. 2000. Chlorophyllin as an
eective antioxidant against membrane damage in vitro and ex vivo. India.
Biophys Acta 1487: 113-127

Kaplan, D., A. E. Richmond, Z. Dubinsky and S. Aaronson. 1986. Alga Nutrition.
In : A. Richmond (Eds). CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC
Press, Inc. Florida. p. 147-198.

Kawachi, M and M. H Nol.. 2005. Strilization and Steril Technique. Alga
Culturing Technique. National Institute Enveronmental Studies. Academic
press. America. p. 65-82.

Kebede, E. 1997. Response of Spirulina platensis (Arthrospira fusiformis) from
Lake Chitu, Ethiopia, to salinity stress from sodium salts.Belgium.
J. Appl Phycol 9 : 551-558

Kikuzaki, K. and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effects of Some Ginger
Constituents. J. Food. Sci., 58(6), 1407-1410

Kl, E, S. Yazar and R. Saraymen. 2003. Lipid Peroxidation Level in Patients
with Blastocystosis. nn niversitesi Tp Fakltesi Dergisi 10(1): 1-3.

Kiyoshi, T., Y-G. Short z, S-H. Lee, H-Y. Kim, M-S. Moon and J-J. Lee. 1999.
The Response to Oxidative Stress Induce by Magnesium Deficiency in
Kidney Bean Plants. J. Plant Bio. 42 (4): 294-298

Klau, J. B. 2003. Pengaruh N-Urea Terhadap Laju Pertumbuhan dn Kandungan
Protein Spirulina sp. (skripsi). Fakultas Biologi. Universitas Atmajaya
Yogjakarta.

Kosakowska, A., J. Pempkowiak and M. Nedzi. 2006. Effect of Disolved Organic
Substances and Iron on the Growth of Cyanobacteria. VIII Ogolnopolska
Konferencja Naukowa. http://www.wbiis.tu.koszalin.pl. 14/04/2009.
p. 635-641.



156

Kurniasih. 2001. Komposisi Nutrisi dan Pigmen Spirulina platensis Galur Lokal
INK Pada Berbagai Konsentrasi Nitrogen. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
47 Hal.

Kurniawati, P. T., H. Soetjlpto and L. Limantara. 2007. Aktivitas Antioksidan dan
Antibakteri Pigmen Bixin Selaput Biji Kesumba (Bixa orellana L.). Indo. J.
Chem. 7 (1); 88 92

Kusmita, L. dan L. Limantara. 2009. The Influence of Strong and Weak Acid
Upon Aggregation and Pheophytinization of Chlorophyl a and b. Indonesia.
J. Chem., 9 (1). 70 - 76

Kusriningrum, R. 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga.
Surabaya. hal. 43-51.

Kutner, T. C. S. S and E. Ajdar. 1905. The Influence of osmotic shocks on the
growth rate and chlorophyll content of planktonic algae species. Bolm
Insl.occanogr 43(1):89-98.

Las, I. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Lawlor, D. W. 1993. Photosynthesis. Second Edition. Longman Group UK
Limited. London. p. 1-23.

Leonard, J. 1966. The 1964-1965 Belgian Trans-Saharan Expedition. Nature,
209:126-129

Lips S. H. and Y.L Avissar, in A. Richmond (Ed.), Handbook of Microalgal
Mass Culture, CRC

Mardiani, T. H. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Kadar
Malondialdehid (MDA) Plasma Mencit. Ilmu Biomedik. Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan. 96 hal.

Marquez U. M. L., R. M.C. Barros and P. Sinnecker. 2005. Antioxidant activity of
chlorophylls and their derivatives. Department of Food and Experimental
Nutrition, Faculty of Pharmaceutical Sciences, University of Sa o Paulo,
Brazil

McVey, J.P. 1983. CRC Handbook of Marine Culture Volume I. CRC Press Inc.
Boca Rton. Florida. p. 33-36.

Nishio, J. N., J. Abadia and N. Terry. 1985. Chlorophyll Proteins and Electron
Transport during Iron Nutrition Mediated Chlorophlast Development.
University of California. Berkeley. California. J. Plant Physiol, 04: 296-299.

157

Nybakken, J.M. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis (diterjemahkan
oleh H.M. Eidmar, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan D.
Sukardjo). Gramedia, Jakarta. 443 hal.

Nugroho, A., E. T. Setianti, H. Tabrany dan Surahmanto. 1998. Evaluasi Limbah
Padat kecap Sebagai Pakan Ruminansia Berdasarkan Uji Degradasi
Substansi Serat Terlarut Dalam Asam. Pusat Penelitian Pengembangan
Teknologi. Universitas Diponegoro. 10 Hal.

Nurlaili, E. 2010. Pengaruh Ekstrak Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum
Linn.) Terhadap Kadar Transaminase (GPT dan GOT) dan Gambaran
Histologi Pada Hepar Mencit (Mus Musculus) Yang Terpapar
Streptozotocin. Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas
Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Pelizer, L. H., J. C. M. Carvalho, S. Sato and I. Moraes. 2002. Spirulina platensis
Growth Estimation by pH Determination at Different Cultivation
Conditions. J. Biotechnol, 5 (3): 251-257.

Peng, L. S., H. Omar, A. S. Abdullah, R. Dahalan and M. Ismail. 2005. The Effect
of Calcium, Ascorbic Acid and Tannic Acid on Iron Availability from
Arthrospira Platensis by Caco-2 Cell Model. Mal. J. Nutr., 11(2): 177-188.

Prangdimurti, E. D. Muchtadi, M. Astawan dan F. R. Zakaria. 2006. Kapasitas
Antioksidan dan Hipokolesterolemik Ekstrak Daun Suji. Proseding Seminar
Nasional PATPI. Yogyakarta. ISBN: 979-95554-3-4.

Promya, J. Traichaiyaporn, S. Deming, R. 2008. Phytoremediation of Kitchen
Wastewater by Spirulina platensis (Nordstedt). Geiteler: Pigment content,
Production Variable Cost and Nutritonal Value. Maejo International.
J. Sci and Technol, 2 (02) :159 - 171.

Pokorny, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M., 2001, Antioxidant in Food:
Practical Application, CRC Press Cambridge, New York

Pujimulyani, D., 2003, Pengaruh Bleanching Terhadap Sifat Antioksidan Sirup
Kunir Putih (Curcuma mangga, Val.), Agritech., 23 (3), 137-141.

Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc.
Florida. p. 199-244.

Riyono, S. H.. 2007. Beberapa Sifat Umum dari Klorofil Fitoplankton.
J. Oseana, 32 (1) : 23-31

Rissler, H. M., E. Collakova, D. DellaPenna, J. Whelan, and B. J. Pogson. 2002.
Chlorophyll Biosynthesis. Expression of a Second Chl I Gene of
Magnesium Chelatase in Arabidopsis Supports Only Limited Chlorophyll
Synthesis1. J. Plant Physiol 128: 770779.
158

Rosales, M. 1982. Preparation of Various Culture Media and Stok Solutions.
SEAFDEC Aquaculture Department. In: R. D. Guerrero and C. T. Villegas
(Eds). Report of the Training Course on Growing Food Organism for Fish
Hatcheries. Tigbauan, Iloilo, Philippines.

Saeton, K. and S. Traichaiyaporn. 2007. Effect of Nitrogen and Phosphorus on
the Dynamics of Blue-green Algae in the Mae Ngat Somboonchol
Reservoir, Chiang Mai, Thailand. Chiang Mai J. Sci. 2007; 34(2) : 253-268.

Salisbury FB and CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diah R Lukman,
Ira Sumaryono, penerjemah. Bandung : ITB Press. Terjemahan dari:
Plant Physiology.

Sanchez, M., J. B. Castillo., C. Rozo., and I. Rodriguez. 2002. Spirulina
(Arthrospira): An Edible Microorganism A Review. Departamento de
Quimica, Facultad de Ciencias, Pontificia Universidad Javeriana. Bogota.
http://www.spirulina.co.nz. 13 pp.

Sandmann, G. and R. Malkin. 1983. Iron Sulfur Centers and Activities of the
Photosynthetic Electron Transpoert Chain in Iron Deficient Cultures of the
Blue Green Alga Aphanocapsa. Departement of Molecular Plant Biology.
University of California. Berkeley. California. Plant Physiol, 05: 724-728.

Schoefs B. and M. Bertrand. 2004. Handbook of Photosynthesis Second Edition.
Edited by Mohammad Pessarakli University of Arizona Tucson, Arizona,
U.S.A. CRC Press. pp. 54- 181

Setyowati, A. 2010. Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil Cephalus ) Di
Muara Sungai Aloo Sidoarjo. Tesis. Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.

Southorn PA, Powis G. 1988. Free Radicals in Medicine. I. Chemical Nature and
Biologic Reactions. Mayo Clin Proc 63.381-398.

Supyan, A.. 2008. Pemanasan Global (Global Warming), Industrilisasi dan
Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Manusia. www.stikku.ac.id.
28/02/2011. 8 hal

Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung. 224 hal.

Suryati. 2002. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Gula (LCPG) Untuk
Pertumbuhan Spirulina sp.. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya. Malang.



159

Susanna, D., Zakianis, E. Hermawati, H. K. Adi. 2007. Pemanfaatan Spirulina
platensis Sebagai Suplemen Protein Sel Tunggal Mencit (Mus musculus).
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan
Program Pascasarjana, Pusat Studi Lingkungan Universitas Indonesia,
Depok 16424, Indonesia.

Susanti, D. R. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Pada Gambaran Histopatologi Ginjal Ayam Petelur.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. 45p.

Strickland, J. D. H. 1960. Measuring The Production of Marine Phytoplankton.
Fish. Res. Bull. 122: 1-171

Strohmeyer, C. 2008. Spirulina Algae; The Aquatic Health Benefits for Tropical,
Marine and Goldfish. http://www.americanaquariumproducts.com.
12/04/2009. 7 pp.

Tomaselli. L. 1997. Morphology, Ultrastuktur and Taxonomy of Arthospira
(Spirulina) maxima and Arthospira (Spirulina) platensis. In: A. Vonshak
(Eds). Spirulina platensis (Arthospira). Physiology, Cell-Biology and
Biotechnology. British Library. London. p. 1-16.

Vonshak, A. 1997. Spirulina platensis (Arthrospira). Physiology, Cell-Biology
and Biotechnology. Ben-Guion University of Negev. Israel. 43-66 pp.

Weissner, W. 1962. Inorganic Micronutirents. In : R. A. Lewin (Eds). Physiology
and Biochemistry of Algae. Academic Press. London. p. 145-148.

Weng, H., X. Sun, J. Weng, Y. Qin and H. Dong. 2008. Crucial Roles of Iron in
The Growth of Prorocentrum micans Ehreberg Dinophyceae. Forida.
J. Coastal Res, 24: 176-183.

Widianti, T. H. 2009. Pengaruh Tiga Jenis Komposisi Media Kultur Teknis
Terhadap Produksi dan Kandungan Nutrisi Spirulina platensis. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
109 hal.

Wulandari, S. 2008. Pengaruh Pemberian Curcuma Domestika Terhadap
Gambaran Histologi Hepar Mencit Balb/C Yang Diberi Parasetamol.
Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. 30 hal.

Zhao, Z., Li, R., Sun, L., Li, Z., Yang, R. 2004. Effect of lead exposure on the
immune function of lymphocytes and erythrocytes in preschool children.
J. Zhejiang Univ Sci. 5 (8): 1001-1004.




160

LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Hasil Uji Limbah Ampas Kecap




161

Lampiran 2. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara

Tabel 5. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara
Komposisi Walne (gram)
NaH
2
PO
4
.2H
2
O
NaNO
3

Na
2
HPO
4
.12H
2
O
Na
2
EDTA
ZnCl2
MgSO
4
.7H
2
O
CoCl
2
.6H
2
O
(NH
4
)
6
.Mo
7
O
24
.4H
2
O
CuSO
4
.5H
2
O
FeCl
3
.6H
2
O
MnCl
2
.4H
2
O
H
3
BO
3

20
100
20
45
2,1
0,01
2,0
0,9
2,0
1,3
0,36
33,6



























Lampiran 3. Konversi perhitungan nitrogen
162

Salah satu bahan kimia yang terkandung di dalam pupuk Walne adalah 100
g NaNO
3,
yang kemudian dilarutkan pada 1 L aquades. Hasil pengujian di
LPPMHP Surabaya diperoleh bahwa 100 g NaNO
3
mengandung nitrogen 2,3835
%. Pada penelitian ini menggunakan penyetaraan nitrogen pupuk Walne dengan
nitrogen limbah ampas kecap untuk menentukan dosis penggunaan pupuk limbah
ampas kecap. Hasil pengujian di LPPMHP Surabaya diperoleh bahwa 100 g
limbah ampas kecap

mengandung nitrogen 1,3172 %. Perhitungan penyetaraan
menggunakan rumus (Edhy dkk., 2003):



Keterangan:
V1 = Volume pupuk limbah ampas kecap (mL)
N1 = Kandungan nitrogen limbah ampas kecap (%)
V2 = Volume pupuk Walne (mL)
N2 = Kandungan nitrogen pupuk Walne (%)



= 1,8 mL













Lampiran 4. Teknik Pemeriksaan Histopatologi dengan Pewarnaan
Hematoxylin-Eosin (Bell and Lightner, 1988 In
Baumgartner et al., 2009)

163

1. Tahap fiksasi : Organ hati difiksasi didalam larutan 10% Neutral Buffered
Formalin Selama 24 jam
2. Tahap Dehidrasi dan Cleasing : Organ yang telah difiksasi dimasukkan ke
dalam cassete dan didehidrasi dengan menggunakan alcohol bertingkat :
70%, 80%, 85%, 90%, 95% alcohol absolut I dan II masing-masing selama
2jam. Clearing dengan menggunakan xylene I, II dan III
3. Tahap Impregnasi : Organ dimasukkan ke dalam paraffin cair I, II dan III
masing-masing selama 30 menit.
4. Tahap embedding : Organ dimasukkan ke dalam cetakan besi (base mold)
yang telah dipanaskan diatas hot plate dan sudah diisi dengan paraffin cair,
dibiarkan hingga paraffin membeku (mengeras).
5. Tahap Sectioning : Blok paraffin yang telah mengeras diiris dengan
menggunakan microtome dengan ketebalan 2-3 m, hasil irisan dicelupkan
ke dalam air hangat dengan suhu 42-45 C sampai jaringan mengembang.
Kemudian diletakkan diatas gelas obyek dan dikeringkan.
6. Tahap staining :`Jaringan yang telah tertempel pada glas obyek
dimasukkan ke dalam xylene I dan II selama 5 menit, masing-masing
selama 5 menit, alcohol absolut I, II dan 95% selama 1 menit. Kemudian
diwarnai dengan haematoxylin selama 10 menit, ke dalam aquades 4
celupan, acid alcohol 4 celupan dan air mengalir selama 10 menit.
Kemudian diwarnai dengan aeosin selama 2 menit, dimasukkan kedalam
alcohol 95%, I dan II masing-masing 2 celupan, alcohol absolut I dan II
masing-masing 1 menit, xylene II, II dan III masing-masing 2 menit.
7. Tahap pengamatan : pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya
dengan perbesaran 100x dan 400x.






Lampiran 5. Proses fotosintesis
Fotosintesis terdiri dari dua reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap.
Reaksi terang merupakan reaksi yang terjadi di grana menghasilkan ATP dan
164

NADPH. Reaksi gelap merupakan reaksi yang berlangsung pada stroma,
memerlukan ATP, NADPH dan menghasilkan karbohidrat. Reaksi terang terdiri
dari dua tahap yaitu fotosistem I dan II. Mekanisme reaksi terang diawali dengan
tahap fotosistem II yaitu proses menyerap cahaya dengan panjang gelombang
sekitar 680 nm oleh klorofil sehingga elektron klorofil pada PS II tereksitasi dan
menyebabkan muatan menjadi tidak stabil. PS II akan mengambil elektron dari
molekul H
2
O yang ada disekitarnya untuk menstabilkan electron klorofil (Lips
and Avissar, 1986). Molekul H
2
O akan dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang
bertindak sebagai enzim. Hal ini akan mengakibatkan pelepasan H
+
di tilakoid
(Raven et al. 2005). Dengan menggunakan elektron dari H
2
O, selanjutnya PS II
akan mereduksi plastokuinon (PQ) membentuk PQH
2
. Plastokuinon merupakan
molekul kuinon yang terdapat pada membran lipid bilayer tilakoid. Plastokuinon
ini akan mengirimkan elektron dari PS II ke suatu pompa H
+
yang disebut
sitokrom b6-f kompleks (Alberts et al. 2002). Reaksi keseluruhan yang terjadi di
PS II adalah:
2H
2
O + 4 foton + 2PQ + 4H- 4H+ + O
2
+ 2PQH
2

Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke
PS I dengan mengoksidasi PQH
2
dan mereduksi protein kecil yang sangat mudah
bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC) (Lips and
Avissar, 1986). Raven et al. 2005 menyatakan bahwa kejadian ini juga
menyebabkan terjadinya pompa H
+
dari stroma ke membran tilakoid. Reaksi yang
terjadi pada sitokrom b6-f kompleks adalah :
2PQH
2
+ 4PC(Cu
2+
) 2PQ + 4PC(Cu
+
) + 4 H
+
(lumen)
165

Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem I.
Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tapi mengandung
kompleks inti terpisah, yang menerima elektron yang berasal dari H
2
O melalui
kompleks inti PS II lebih dahulu. Sebagai sistem yang bergantung pada cahaya,
PS I berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan elektron ke
protein Fe-S larut yang disebut feredoksin. Reaksi keseluruhan pada PS I adalah:
Cahaya + 4PC(Cu
+
) + 4Fd(Fe
3+
) 4PC(Cu
2+
) + 4Fd(Fe
2+
)
Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir
pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP
+
dan membentuk NADPH. Reaksi
ini dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP
+
reduktase. Lips and
Avissar (1986) menyatakan reaksinya sebagai berikut:
4Fd (Fe
2+
) + 2NADP
+
+ 2H
+
4Fd (Fe
3+
) + 2NADPH
Ion H
+
yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke
dalam ATP sintase. ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP
dengan pengangkutan elektron dan H
+
melintasi membran tilakoid. Masuknya H
+

pada ATP sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan fosfat
anorganik (Pi) menjadi ATP. Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang
adalah sebagai berikut:
Sinar + ADP + Pi + NADP
+
+ 2H
2
O ATP + NADPH + 3H+ + O
2
Mekanisme reaksi gelap dimulai dengan fiksasi CO
2
melewati proses
karboksilasi untuk menghasilkan glukosa. Sintesis glukosa membutuhkan 6 CO
2
bersama dengan 6 ribolose 1,5 biphosphate (RBP) dan 6 H
2
O membentuk 12 3-
phosphogliserate. Bassham (1965) menyatakan bahwa proses karboksilasi
166

melibatkan CO
2
, H
2
O dan RuBP membentuk dua molekul 3-fosfogliserat (3-
PGA).
6 CO
2
+ 6 RBP 12 3PGA
Kemudian 12 3-PGA dan 12 ATP membentuk 12 3-phosphogliserol
phosphate dan 12 ADP. 12 3-phosphogliserol phosphate, 12 NADPH dan 12 H
+
membentuk 12 glyceraldehide

3 phosphat, 12 NADPH dan 12 Pi (fosfat organik).
5 dari 12 glyceraldehide

3 phosphat digunakan untuk membentuk 5
dihydroxyacetone phosphate. 3 dari 12 glyceraldehide

3 phosphat dan 3
dihydroxyacetone phosphate dengan bantuan aldolase membentuk 3 fructose 1,6-
biphosphate. 3 fructose 1,6-biphosphate dan 3 H
2
O membentuk 3 fructose 6
phosphate dan 3 fosfat organik. 3 fructose 6 phosphate membentuk glucose 6-
phosphate kemudian dengan tanbahan H
2
O membentuk glucose dan fosfat
organik.










167

Lampiran 6. Data kepadatan S. platensis

Data Kepadatan S. platensis


Hari I

Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 33057,3248 39235,6688 51528,6624 40636,9427 40063,6943 41082,8025 245605,096
2 33248,4076 40127,3885 51019,1083 44394,9045 37770,7006 39490,4459 246050,955
3 33121,0191 39554,1401 50254,7771 41082,8025 38280,2548 38343,9490 240636,943
4 33885,3503 39872,6115 52101,9108 40636,9427 38917,1975 39617,8344 245031,847
Total 133312,1019 158789,8089 204904,4586 166751,5924 155031,8471 158535,0318 977324,841
Standart deviasi 329,0442 335,1523 679,1359 1573,4547 856,3267 972,6419
Rata-Rata 33328,0255 39697,4522 51226,1146 41687,8981 38757,9618 39633,7580



Data Kepadatan S. platensis

Hari II

Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 43949,0446 43694,2675 68089,1720 48917,1975 48343,9490 50636,9427 303630,573
2 44076,4331 43949,0446 68216,5605 48216,5605 48598,7261 51783,4395 304840,764
3 43312,1019 44012,7389 67452,2293 48726,1146 48471,3376 51082,8025 303057,325
4 44076,4331 44331,2102 68025,4777 47643,3121 49108,2803 52356,6879 305541,401
Total 175414,0127 175987,2611 271783,4395 193503,1847 194522,2930 205859,8726 1217070,06
Standart deviasi 316,8750 226,8759 293,1840 494,4005 290,1412 657,3174
Rata-Rata 43853,5032 43996,8153 67945,8599 48375,7962 48630,5732 51464,9682
168


Data Kepadatan S. platensis


Hari III


Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 39745,2229 59235,6688 87197,4522 70318,4713 61082,8025 66560,5096 384140,127
2 40063,6943 60509,5541 86942,6752 70509,5541 63885,3503 64267,5159 386178,344
3 38853,5032 59235,6688 86560,5096 70382,1656 64012,7389 64012,7389 383057,325
4 38789,8089 61719,7452 87515,9236 62292,9936 61337,5796 67070,0637 378726,115
Total 157452,2293 240700,6369 348216,5605 273503,1847 250318,4713 261910,8280 1532101,91
Standart deviasi 553,4442 1032,3336 349,9564 3512,5815 1373,1249 1352,6599
Rata-Rata 39363,0573 60175,1592 87054,1401 68375,7962 62579,6178 65477,7070



Data Kepadatan S. platensis

Hari IV


Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 35732,4841 74076,4331 100318,4713 81401,2739 80191,0828 72929,9363 444649,682
2 35605,0955 75796,1783 99681,5287 81337,5796 80445,8599 73184,7134 446050,955
3 35031,8471 80063,6943 99299,3631 81847,1338 79490,4459 76560,5096 452292,994
4 36242,0382 72802,5478 100509,5541 90573,2484 89617,8344 80636,9427 470382,166
Total 142611,4650 302738,8535 399808,9172 335159,2357 329745,2229 303312,1019 1813375,8
Standart deviasi 430,5257 2742,3230 485,8645 3921,3380 4160,9898 3124,4294
Rata-Rata 35652,8662 75684,7134 99952,2293 83789,8089 82436,3057 75828,0255
Lampiran 6. Data Kepadatan S. platensis (lanjutan)
169


Data Kepadatan S. platensis


Hari V


Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 30573,2484 78343,9490 99363,0573 87898,0892 84076,4331 99363,0573 479617,834
2 37261,1465 76433,1210 105095,5414 83121,0191 82165,6051 84076,4331 468152,866
3 28662,4204 83121,0191 115605,0955 80254,7771 86942,6752 89808,9172 484394,904
4 27707,0064 88853,5032 113694,2675 90764,3312 87898,0892 94585,9873 503503,185
Total 124203,8217 326751,5924 433757,9618 342038,2166 341082,8025 367834,3949 1935668,79
Standart deviasi 3731,0110 4800,8960 6567,3856 4081,5305 2278,5172 5667,4254
Rata-Rata 31050,9554 81687,8981 108439,4904 85509,5541 85270,7006 91958,5987



Data Kepadatan S. platensis

Hari VI


Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 10509,5541 60191,0828 94585,9873 76433,1210 65923,5669 103184,7134 410828,025
2 20063,6943 63057,3248 113694,2675 78343,9490 61146,4968 100318,4713 436624,204
3 18152,8662 61146,4968 106050,9554 70700,6369 63057,3248 108917,1975 428025,478
4 23885,3503 64968,1529 92675,1592 73566,8790 68789,8089 106050,9554 429936,306
Total 72611,4650 249363,0573 407006,3694 299044,5860 258917,1975 418471,3376 1705414,01
Standart deviasi 4871,6747 1834,6686 8585,4462 2895,9448 2895,9448 3204,5560
Rata-Rata 18152,8662 62340,7643 101751,5924 74761,1465 64729,2994 104617,8344
Lampiran 6. Data Kepadatan S. platensis (lanjutan)
170


Data Kepadatan S. platensis


Hari VII


Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 11464,9682 50636,9427 99363,0573 66878,9809 52547,7707 118248,4076 362834,395
2 8598,7261 53503,1847 94585,9873 64012,7389 48726,1146 113694,2675 331528,662
3 12420,3822 50636,9427 97452,2293 62101,9108 46815,2866 115605,0955 355414,013
4 6687,8981 46815,2866 102229,2994 60191,0828 52547,7707 109872,6115 336305,733
Total 39171,9745 201592,3567 393630,5732 253184,7134 200636,9427 457420,3821 1386082,8
Standart deviasi 2278,5172 2376,5623 2785,4866 2470,7198 2482,2384 3051,6280
Rata-Rata 9792,9936 50398,0892 98407,6433 63296,1783 50159,2357 114355,0955


Data Kepadatan S. platensis

Hari VIII

Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 7643,3121 42038,2166 94585,9873 53503,1847 46815,2866 113694,2675 358280,255
2 3821,6561 37261,1465 76433,1210 58280,2548 42038,2166 113694,2675 331528,662
3 4777,0701 48726,1146 93630,5732 52547,7707 40127,3885 115605,0955 355414,013
4 2866,2420 41082,8025 90764,3312 46815,2866 44904,4586 100318,4713 326751,592
Total 19108,2803 169108,2803 355414,0127 211146,4968 173885,3503 443312,1019 1371974,52
Standart deviasi 1787,4159 4130,1632 7307,5120 4074,5355 2572,5310 6117,6346
Rata-Rata 4777,0701 42277,0701 88853,5032 52786,6242 43471,3376 110828,0255

Lampiran 6. Data Kepadatan S. platensis (lanjutan)
171

Lampiran 7. Data klorofil a S. platensis menggunakan spektrofotometer

Data Klorofil a S. platensis

Ulangan
Hari Total
1 2 3 4 5 6

1 0,0139 0,0154 0,0274 0,0306 0,0375 0,0306 0,155311
2 0,0139 0,0145 0,0284 0,0309 0,0358 0,0319 0,15548
3 0,0144 0,0149 0,0274 0,0308 0,0357 0,0321 0,155142
4 0,0145 0,0149 0,0274 0,0316 0,0355 0,0323 0,156156
Total 0,0566 0,0597 0,1105 0,1239 0,1445 0,1269 0,622089
Standart deviasi 0,0003 0,0003 0,0004 0,0004 0,0008 0,0007

Rata-Rata 0,0142 0,0149 0,0276 0,0310 0,0361 0,0317








172

Lampiran 8. Kadar MDA pada darah mencit yang telah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan klorofil a S.
platensis komersil

Tabel 6. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis
hasil kultur limbah ampas kecap

No. Absorbansi
Klorofil a S. platensis hasil kultur limbah
ampas kecap (nmol/L)
1. 0,037 5,304
2.
0,039 5,574
3. 0,047 6,652
4. 0,032 4,474
5. 0,030 4,204
6. 0,031 4,326
7.
0,027 3,822
8. 0,044 6,248

Tabel 7. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis
komersil

No. Absorbansi Klorofil a S. platensis komersil (nmol/L)
1. 0,035 5,013
2. 0,036 5,079
3.
0,035 4,9
4. 0,041 5,844
5. 0,038 5,417
6. 0,037 5,17
7. 0,037 5,304
8. 0,029 4,091














173

Lampiran 9. Skoring histopatologi kerusakan hati mencit yang telah diberi
klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan
klorofil a S. platensis komersil serta diberi timbal sebagai
pemicu radikal bebas.

Tabel 8. Skoring kerusakan jaringan hati mencit
Ulangan
Kerusakan
hati mencit
yang diberi
timbal (Pb)
secara oral
Kerusakan hati
mencit yang telah
diberi klorofil a
S. platensis
komersil dan
timbal secara oral
Kerusakan hati
mencit yang diberi
klorofil a S. platensis
hasil kultur limbah
ampas kecap dan
timbal secara oral
Hati
mencit
yang
tanpa
diberi
perlakuan
1 2,1 1,9 1,6 1,1
2 1,9 1,6 1,6 1,3
3 2,1 2,2 2,2 1,3
4 2,1 1,3 1,7 1,3
5 2,2 1,4 1,9 1,3
6 2,4 2,2 1,9 1,2
7 2,4 2,1 2,1 1,3
8 2,1 1,4 2,2 1,4
9 2,2 1,5 2,2 1,2
10 2,2 2 2 1,2
Rata-rata
SD
2,170,15 1,760,36 1,940,24 1,260,08


Penilaian kerusakan jaringan hati berdasarkan Wulandari (2008) diklasifikasikan
menjadi empat kategori, yaitu:
0 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 0 - 5% pada satu lapang pandang
1 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 6 - 25% pada satu lapang pandang
2 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 26 - 50% pada satu lapang pandang
3 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar > 50% pada satu lapang pandang

174

Lampiran 10. Gambar standart skoring kerusakan hati mencit



Gambar 17. Standart skoring. A. nilai skoring 0, B. nilai skoring 1, C. nilai
skoring 2, D. nilai skoring 3. Perbesaran 400x. (Wulandari, 2008)

Keterangan:
: Sel hepatosit normal
: Nekrosis







175

Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari pertama
Deskriptif

N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.332803 x 10
4
379.9475671 1.8997378 x 10
2
3.3057 x 10
4
3.3885 x 10
4

2 4 3.969745 x 10
4
387.0005465 1.9350027 x 10
2
3.9236 x 10
4
4.0127 x 10
4

3 4 5.122611 x 10
4
784.1985935 3.9209930 x 10
2
5.0255 x 10
4
5.2102 x 10
4

4 4 4.168790 x 10
4
1.8168690 x 10
3
9.0843450 x 10
2
4.0637 x 10
4
4.4395 x 10
4

5 4 3.875796 x 10
4
988.8009615 4.9440048 x 10
2
3.7771 x 10
4
4.0064 x 10
4

6 4 3.963376 x 10
4
1.1231101 x 10
3
5.6155507 x 10
2
3.8344 x 10
4
4.1083 x 10
4

Total 24 4.072187 x 10
4
5.5461474 x 10
3
1.1321026 x 10
3
3.3057 x 10
4
5.2102 x 10
4



ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
6.881 x 10
8
5 1.376 x 10
8
128.039 .000
Within Groups 1.935 x 10
7
18 1074868.946
Total 7.075 x 10
8
23


Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 3.332803 x 10
4

5 4 3.875796 x 10
4

6 4 3.963376 x 10
4

2 4 3.969745 x 10
4

4 4 4.168790 x 10
4

3 4 5.122611 x 10
4

Sig. 1.000 .241 1.000 1.000








176

Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari kedua
Deskriptif
N Mean
Std.
Deviation
Std. Error Minimum Maximum
1 4 4.385350 x 10
4
365.8957080 1.8294785 x 10
2
4.3312 x 10
4
4.4076 x 10
4

2 4 4.399682 x 10
4
261.9737399 1.3098687 x 10
2
4.3694 x 10
4
4.4331 x 10
4

3 4 6.794586 x 10
4
338.5396758 1.6926984 x 10
2
6.7452 x 10
4
6.8217 x 10
4

4 4 4.837580 x 10
4
570.8844933 2.8544225 x 10
2
4.7643 x 10
4
4.8917 x 10
4

5 4 4.863057 x 10
4
335.0262276 1.6751311 x 10
2
4.8344 x 10
4
4.9108 x 10
4

6 4 5.146497 x 10
4
759.0047965 3.7950240 x 10
2
5.0637 x 10
4
5.2357 x 10
4

Total 24 5.071125 x 10
4
8.3457281 x 10
3
1.7035646 x 10
3
4.3312 x 10
4
6.8217 x 10
4



ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1.598 x 10
9
5 3.196 x 10
8
1.440 x 10
3
.000
Within Groups 3994076.941 18 221893.163
Total 1.602 x 10
9
23


Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 4.385350 x 10
4

2 4 4.399682 x 10
4

4 4 4.837580 x 10
4

5 4 4.863057 x 10
4

6 4 5.146497 x 10
4

3 4 6.794586 x 10
4

Sig. .672 .454 1.000 1.000








177

Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari ketiga
Deskriptif

N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.936306 x 10
4
639.0622976 3.1953115 x 10
2
3.8790 x 10
4
4.0064 x 10
4

2 4 6.017516 x 10
4
1.1920361 x 10
3
5.9601806 x 10
2
5.9236 x 10
4
6.1720 x 10
4

3 4 8.705414 x 10
4
404.0948129 2.0204741 x 10
2
8.6561 x 10
4
8.7516 x 10
4

4 4 6.837580 x 10
4
4.0559797 x 10
3
2.0279899 x 10
2
6.2293 x 10
4
7.0510 x 10
4

5 4 6.257962 x 10
4
1.5855481 x 10
2
7.9277405 x 10
2
6.1083 x 10
4
6.4013 x 10
4

6 4 6.547771 x 10
4
1.5619171 x 10
3
7.8095857 x 10
2
6.4013 x 10
4
6.7070 x 10
4

Total 24 6.383758 x 10
4
1.4409176 x 10
4
2.9412607 x 10
2
3.8790 x 10
4
8.7516 x 10
4



ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
4.705 x 10
9
5 9.410 x 10
8
241.320 .000
Within Groups 7.019 x 10
7
18 3899527.150
Total 4.775 x 10
9
23



Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
1
4
3.936306 x
10
4


2
4
6.017516 x
10
4


5
4
6.257962 x
10
4

6.257962 x
10
4


6
4
6.547771 x
10
4

6.547771 x
10
4


4
4
6.837580 x
10
4


3
4
8.705414 x
10
4

Sig. 1.000 .102 .053 .053 1.000
178



Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari keempat
Deskriptif

N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.565287E4 497.1282256 2.4856411E2 3.5032E4 3.6242E4
2 4 7.568471E4 3.1665619E3 1.5832809E3 7.2803E4 8.0064E4
3 4 9.995223E4 561.0279925 2.8051400E2 9.9299E4 1.0051E5
4 4 8.378981E4 4.5279711E3 2.2639855E3 8.1338E4 9.0573E4
5 4 8.243631E4 4.8046972E3 2.4023486E3 7.9490E4 8.9618E4
6 4 7.582803E4 3.6077804E3 1.8038902E3 7.2930E4 8.0637E4
Total 24 7.555732E4 2.0229360E4 4.1293009E3 3.5032E4 1.0051E5


ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
9.211E9 5 1.842E9 164.494 .000
Within Groups 2.016E8 18 1.120E7
Total 9.412E9 23


Duncan

N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 3.565287E4
2 4 7.568471E4
6 4 7.582803E4
5 4 8.243631E4
4 4 8.378981E4
3 4 9.995223E4
Sig. 1.000 .952 .574 1.000




179



Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari kelima
Deskriptif

N Mean
Std.
Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.105096E4 4.3082004E3 2.1541002E3 2.7707E4 3.7261E4
2 4 8.168790E4 5.5435972E3 2.7717986E3 7.6433E4 8.8854E4
3 4 1.084395E5 7.5833636E3 3.7916818E3 9.9363E4 1.1561E5
4 4 8.550955E4 4.7129454E3 2.3564727E3 8.0255E4 9.0764E4
5 4 8.527070E4 2.6310051E3 1.3155025E3 8.2166E4 8.7898E4
6 4 9.195860E4 6.5441792E3 3.2720896E3 8.4076E4 9.9363E4
Total 24 8.065287E4 2.4813456E4 5.0650254E3 2.7707E4 1.1561E5


ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1.362E10 5 2.725E9 91.463 .000
Within Groups 5.363E8 18 2.979E7
Total 1.416E10 23


Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 3.105096E4
2 4 8.168790E4
5 4 8.527070E4 8.527070E4
4 4 8.550955E4 8.550955E4
6 4 9.195860E4
3 4 1.084395E5
Sig. 1.000 .361 .117 1.000




180



Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari keenam
Deskriptif

N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 1.815287E4 5.6253254E3 2.8126627E3 1.0510E4 2.3885E4
2 4 6.234076E4 2.1184928E3 1.0592464E3 6.0191E4 6.4968E4
3 4 1.017516E5 9.9136194E3 4.9568097E3 9.2675E4 1.1369E5
4 4 7.476115E4 3.3439490E3 1.6719745E3 7.0701E4 7.8344E4
5 4 6.472930E4 3.3439491E3 1.6719745E3 6.1146E4 6.8790E4
6 4 1.046178E5 3.7003026E3 1.8501513E3 1.0032E5 1.0892E5
Total 24 7.105892E4 2.9854486E4 6.0940215E3 1.0510E4 1.1369E5


ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1.999E10 5 3.998E9 140.706 .000
Within Groups 5.114E8 18 2.841E7
Total 2.050E10 23


Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 1.815287E4
2 4 6.234076E4
5 4 6.472930E4
4 4 7.476115E4
3 4 1.017516E5
6 4 1.046178E5
Sig. 1.000 .534 1.000 .457




181



Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari ketujuh

Deskriptif

N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 9.792994E3 2.6310051E3 1.3155025E3 6.6879E3 1.2420E4
2 4 5.039809E4 2.7442178E3 1.3721089E3 4.6815E4 5.3503E4
3 4 9.840764E4 3.2164028E3 1.6082014E3 9.4586E4 1.0223E5
4 4 6.329618E4 2.8529416E3 1.4264708E3 6.0191E4 6.6879E4
5 4 5.015924E4 2.8662421E3 1.4331210E3 4.6815E4 5.2548E4
6 4 1.143551E5 3.5237166E3 1.7618583E3 1.0987E5 1.1825E5
Total 24 6.440154E4 3.5075583E4 7.1597733E3 6.6879E3 1.1825E5


ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
2.814E10 5 5.627E9 630.273 .000
Within Groups 1.607E8 18 8928227.319
Total 2.830E10 23


Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
1 4 9.792994E3
5 4 5.015924E4
2 4 5.039809E4
4 4 6.329618E4
3 4 9.840764E4
6 4 1.143551E5
Sig. 1.000 .911 1.000 1.000 1.000



182



Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari kedelapan

Deskriptif

N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 4.777070E3 2.0639302E3 1.0319651E3 2.8662E3 7.6433E3
2 4 4.227707E4 4.7691016E3 2.3845508E3 3.7261E4 4.8726E4
3 4 8.885350E4 8.4379881E3 4.2189940E3 7.6433E4 9.4586E4
4 4 5.278662E4 4.7048684E3 2.3524342E3 4.6815E4 5.8280E4
5 4 4.347134E4 2.9705029E3 1.4852514E3 4.0127E4 4.6815E4
6 4 1.108280E5 7.0640360E3 3.5320180E3 1.0032E5 1.1561E5
Total 24 5.716561E4 3.5363975E4 7.2186412E3 2.8662E3 1.1561E5


ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
2.823E10 5 5.645E9 189.163 .000
Within Groups 5.372E8 18 2.984E7
Total 2.876E10 23


Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
1 4 4.777070E3
2 4 4.227707E4
5 4 4.347134E4
4 4 5.278662E4
3 4 8.885350E4
6 4 1.108280E5
Sig. 1.000 .761 1.000 1.000 1.000



183

Lampiran 12. Analisis statistik metode MDA
Group Statistics
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Coba 1
8
8
5.075500
5.102250
1.0292265
0.5023646
0.3638865
0.1776127
2

Independent Samples Test

Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
F Sig. Lower Upper
Coba Equal variances assumed
Equal variances not
assumed
7.155 0.018
-.066
-.066
14
10.156
0.948
0.949
-.0267500
-.0267500
.4049193
.4049193
-.8952156
-.9270889
.8417156
.8735889






184

Lampiran 13. Analisis statistik skoring histopatologi hati mencit



Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Skor 40 1.7825 .40566 1.10 2.40
Perlakuan 40 2.50 1.132 1 4


Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Skor 1 10 31.30
2 10 20.20
3 10 24.55
4 10 5.95
Total 40



Test Statistics
a,b


Skor
Chi-Square 25.660
df 3
Asymp.
Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Perlakuan









Lampiran 14. Standart Klorofil A
185


Tabel 8. Standart klorofil a
Konsentrasi klorofil a (mg/L) Absorbansi (%)
0,000 0,000
0,001 0,010
0,002 0,015
0,003 0,025
0,004 0,034
0,005 0,041
0,006 0,056
0,007 0,059
0,008 0,065
0,009 0,072
0,01 0,087
0,02 0,128
0,03 0,187
0,04 0,247
0,05 0,297
0,06 0,356
0,07 0,441
0,08 0,496
0,09 0,547
0,1 0,607

















Lampiran 14. Standart Klorofil A (lanjutan)

186


Gambar 18. Grafik kurva baku klorofil a








Lampiran 15. Standart malondialdehid (MDA)
y = 5,9679x + 0,011
R = 0,9983
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

p
a
d
a

p
a
n
j
a
n
g

g
e
l
o
m
b
a
n
g

6
6
5

n
m

(
%
)

Klorofil a (mg/mL)
187



UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN BIOKIMIA KEDOKTERAN
Kampus A Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, 5030252-3
ext 139,140,177 Faks. 031-5022472
Website: http://www.fk.unair.ac.id E-mail: biokimia@fk.unair.ac.id


Tabel 9. Hasil Pengamatan Pengukuran Absorbansi Untuk Kurva Standard MDA

Standard
Kadar MDA
(nmol/L)
Absorbansi
1 1 0,007
2 2,5 0,018
3 5 0,035
4 7,5 0,053
5 10 0,071



Gambar 19. Kurva Kadar MDA Standard

Kurva standard dibuat setelah pengukuran absorbansi sampel untuk
mengetahui range absorbansi sampel sehingga dapat ditentukan konsentrasi yang
digunakan, yang nilai absorbannya dapat mencakup nilai absorban sampel. Kurva
standard yang diperoleh dari persamaan kurva melalui titik nol adalah y = 0,0071x
+ 0,0002, R = 0,9547
Lampiran 16. Data Suhu Ruang C S. platensis
y = 0,0071x + 0,0002
R = 0,9547
0,000
0,010
0,020
0,030
0,040
0,050
0,060
0,070
0,080
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Kadar
188


Tabel 10. Data Suhu Ruang (C) S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
08.00 12.30 03.00
1 29 31 29
2 28 31 29
3 28 32 29
4 28,5 31 29
5 28 31 30
6 28 31 30
7 28 31 30
8 28 31 30
Rata-rata SD 28,188 0,3720 31,125 0,3536 29,500 0,5345












Lampiran 17. Data alkalinitas (pH) media kultur S. platensis
189

Tabel 11. Data pH pagi hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 8,4 8,0 8,2 8,3 8,2 8,0
2 8,2 8,1 8,2 8,2 8,2 8,0
3 8,8 8,8 9,0 9,0 8,8 9,0
4 8,7 9,0 9,0 8,8 8,7 8,4
5 8,7 9,0 8,9 8,8 8,7 8,4
6 8,7 8,9 8,9 8,8 8,7 8,4
7 9,0 9,0 8,9 8,8 9,0 8,9
8 9,0 9,0 8,9 8,8 9,0 8,9
Rata-rata SD
8,68
0,27
8,72
0,42
8,75
0,34
8,68
0,27
8,66
0,31
8,50
0,39

Tabel 12. Data pH siang hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 8,4 8,0 8,2 8,3 8,2 8,0
2 8,2 8,1 8,1 8,1 8,2 8,1
3 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
4 8,7 9,0 9,0 8,8 8,9 8,7
5 9,0 9,0 9,0 8,8 8,9 8,7
6 9,0 9,0 9,0 8,8 8,9 8,7
7 9,0 9,0 9,0 8,8 8,9 9,0
8 9,0 9,0 9,0 9,1 8,9 9,0
Rata-rata SD
8,78
0,32
8,76
0,44
8,78
0,39
8,71
0,33
8,73
0,33
8,65
0,39

Tabel 13. Data pH sore hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 8,0 8,4 8,4 8,3 8,3 8,3
2 8,1 8,3 8,1 8,3 8,3 8,2
3 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
4 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
5 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
6 9,0 8,9 9,0 9,0 9,0 9,0
7 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,1
8 8,9 8,9 9,0 9,0 9,0 9,1
Rata-rata SD
8,75
0,43
8,81
0,29
8,81
0,35
8,82
0,32
8,82
0,32
8,83
0,36
Lampiran 18. Data salinitas (ppt) media kultur S. platensis
Tabel 14. Data salinitas pagi hari media kultur S. platensis
190

Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 32 32 32 32 32 32
2 32 32 32 32 32 32
3 32 32 33 32 32 32
4 33 33 33 33 32 33
5 33 33 33 33 33 33
6 33 33 33 33 33 33
7 33 33 33 33 33 34
8 34 33 33 33 34 34
Rata-rata SD
32,75
0,70
32,62
0,51
32,75
0,46
32,62
0,51
32,62
0,74
32,87
0,83

Tabel 15. Data salinitas siang hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 32 32 32 32 32 32
2 32 32 32 32 32 32
3 33 32 33 32 32 33
4 33 33 33 33 32 33
5 33 33 33 33 33 33
6 33 33 33 33 33 33
7 33 33 33 33 33 34
8 34 33 33 33 34 34
Rata-rata SD
32,87
0,64
32,62
0,51
32,75
0,46
32,62
0,51
32,62
0,74
33,00
0,75

Tabel 16. Data salinitas sore hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 32 32 32 32 32 32
2 32 32 33 32 32 32
3 33 32 33 33 32 33
4 33 33 33 33 33 33
5 33 33 33 33 33 33
6 33 33 33 33 33 33
7 33 33 33 33 33 34
8 34 33 33 33 34 34
Rata-rata SD
32,87
0,64
32,62
0,51
32,87
0,35
32,75
0,46
32,75
0,70
33,00
0,75
Lampiran 19. Data Suhu air (C) media kultur S. platensis
Tabel 17. Data Suhu air C pagi hari media kultur S. platensis
191

Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
2 28,6 28,6 28,5 28,6 28,6 28,8
3 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
4 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
5 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
6 29,0 28,9 29,0 29,0 28,8 29,0
7 29,0 29,0 29,0 29,0 28,9 29,0
8 29,0 29,0 29,0 29,0 28,9 29,0
Rata-rata SD
28,95
0,14
28,93
0,14
28,93
0,17
28,95
0,14
28,90
0,14
28,97
0,07

Tabel 18. Data Suhu air C siang hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
2 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
3 30,5 30,5 30,5 30,5 30,5 30,5
4 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
5 30,0 30,0 30,3 30,0 30,0 30,0
6 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
7 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
8 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
Rata-rata SD
30,06
0,17
30,06
0,17
30,10
0,19
30,06
0,17
30,06
0,17
30,06
0,17

Tabel 19. Data Suhu air C sore hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
2 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
3 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
4 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
5 29,0 29,1 29,0 29,1 29,1 29,0
6 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
7 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
8 29,0 29,1 29,0 29,3 29,1 29,0
Rata-rata SD
29,50
0,53
29,52
0,50
29,50
0,53
29,55
0,48
29,52
0,50
29,50
0,53

192

Lampiran 20. Laporan Hasil Uji Kadar Nitrogen Pupuk Walne dan Limbah Ampas Kecap

193

Lampiran 21. Sertifikat Kelaikan Etik

Anda mungkin juga menyukai