Keterangan:
Q = berat bahan yang dilarutkan (mg, gram)
V = volume pelarut/ aquadest (mL, L)
P = volume penggunaan dalam media kultur (mL/L)
K = konsentrasi pupuk yang akan digunakan (ppm, mg/L)
C. Penebaran Bibit S. Platensis
122
S. platensis murni diperoleh dari Balai Besar Budidaya Air Payau
Situbondo. Bibit S. platensis dimasukkan ke dalam toples kaca dengan kepadatan
10.000 unit/ml. Suryati (2002) mengemukakan, kepadatan optimum untuk kultur
Spirulina sp. adalah 10.000 unit/ml. Unit Spirulina sp. yaitu 1 panjang gelombang
(1 lembah 1 gunung). Jika dalam akhir penghitungan terdapat jumlah pecahan
maka dibuat patokan bahwa pecahan diatas 0,5 dibulatkan menjadi 1 dan pecahan
dibawah 0,5 tidak ikut dihitung. Penghitungan jumlah bibit (pengenceran) S.
platensis untuk kultur menggunakan rumus (Edhy et al., 2003):
Keterangan:
V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)
N1 = Kepadatan bibit/ stock S. platensis (unit/ml)
V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (L)
N2 = Kepadatan bibit S. platensis yang dikehendaki (unit/ml)
D. Kultur
Kultur diawali dengan menghitung kepadatan stok bibit S. platensis yang
dimiliki. Setelah diketahui, dilakukan penghitungan jumlah bibit (pengenceran)
yang diinginkan, jumlah bibit yang dibutuhkan dikurangi jumlah media kultur
yang diinginkan yaitu 0,5 liter, sehingga didapatkan jumlah air laut yang
dibutuhkan. Media kultur yang digunakan dalam penelitian adalah air laut (32
ppt). Air alut yang dibutuhkan dimasukkan dalam toples kaca kemudian
ditambahkan larutan limbah ampas kecap sesuai dengan konsentrasi yang
ditentukan. Selanjutnya, media kultur diletakkan di rak kultur lalu diberi aerasi
dan siap dimasukkan bibit S. platensis dengan kepadatan yang diinginkan. Rak
kultur ditutup dengan plastik hitam, upaya suhu ruang stabil, menghindari
123
kontaminan dan mengatur photoperiode. Lingkungan kultur dapat mempengaruhi
pertumbuhan S. platensis, oleh karena itu lingkungan dikondisikan sama untuk
setiap perlakuan. Lingkungan kultur S. platensis yang diharapkan dalam
penelitian adalah suhu 28 - 32
o
C, salinitas 32 ppt, pH 8 - 9, intensitas cahaya 1800
- 1900 lux dan photoperiod 12 jam keadaan terang dan 12 jam keadaan gelap.
E. Perhitungan pertumbuhan populasi S. platensis
Pertumbuhan populasi dihitung dengan cara menghitung jumlah unit S.
platensis, tidak menghitung jumlah sel sebab sel S. platensis sulit diamati (ukuran
kecil dan saling bertumpuk-tumpukan). Penghitungan dilakukan dengan
menggunakan Sedgewick Raffter dan Handtally Counter untuk memudahkan
perhitungan. Pengamatan pertumbuhan S. platensis dilakukan setelah 24 jam
penebaran awal setiap hari. Weng et al. (2008) menyatakan bahwa pengamatan
pertumbuhan Dinophyceae (fitoplankton) dilakukan 24 jam setelah penebaran
awal setiap hari.
Perhitungan dilakukan dengan rumus (Ekawati, 2005):
Keterangan:
N = Kepadatan S. platensis (unit/ ml)
d = Diameter bidang pandang (mm)
n = Jumlah rata-rata S. platensis per bidang pandang (unit/ ml)
F. Klorofil a
Pengukuran kadar klorofil a menggunakan metode yang berasal dari
Vonshak (1997). Sebanyak 10 mL hasil kultur S. platensis disentrifuge pada
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Hasil supernatan sentrifuge
124
dibuang dan pellet S. platensis yang berada di dasar tube diekstraksi dengan 10
mL metanol absolut, didistrupsi dengan homogenezer dan diinkubasi pada suhu
70
o
C selama 2 menit. Setelah itu campuran disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit, filtrat yang diperoleh diukur serapannya pada panjang
gelombang 665 nm. *Koefisien absorbansi : 169. Rumus perhitungan kadar
klorofil a berasal dari Vonshak (1997) yaitu:
Klorofil (mg/L) = Koefisien Absorbansi x A
665
G. Pemeliharaan Mencit
Penelitian tahap ketiga ini terdiri dari dua perlakuan yaitu pemberian S.
platensis komersil dan S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap. Setia
perlakuan terdiri dari 12 ekor mencit. Mencit yang digunakan dalam penilitian
untuk keseragaman berjenis kelamin jantan, memiliki berat berkisar antara 12 - 14
gram. Tempat pemeliharaan mencit disebuah rak yang berada pada ruang tertutup
memiliki beberapa buah jendela sebagai tempat sumber cahaya dan sirkulasi
udara. Pakan yang diberikan berupa pellet komersil dan air minum berasal dari
PDAM diberikan secara ad libitum. Sertifikat kelaikan etik sebagai tanda
kelayakan dalam pemeliharaan hewan coba dapat dilihat dalam Lampiran 21.
H. Pemberian S. platensis komersil dan S. platensis Hasil Kultur dengan
Limbah Ampas Kecap yang telah Diberi Timbal (Pb) pada mencit
Pemberian S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap pada mencit
bertujuan untuk mengetahui aktifitas antioksidan dari S. platensis tersebut. S.
platensis klorofil a bermanfaat sebagai antioksidan (Kusmita and Limantara,
2009). Prangdimurti et al. (2006) menyatakan bahwa dosis klorofil pada
pengujian aktivitas antioksidan menggunakan tikus yaitu 0,2 mg klorofil/10 gram
125
berat badan. Dosis pada penelitian ini didapatkan setelah dilakukan penelitian
tahap 2 yaitu tahap pengujian kadar klorofil tertinggi dikonversikan dengan berat
S. platensis kering. Hasil penelitian diketahui bahwa empat liter S. platensis yang
diambil dari media kultur menghasilkan 1,6 gram berat S. platensis kering. S.
platensis yang diambil dari media kultur sebanyak 10 mL mengandung klorofil a
0,35 mg (pellet S. platensis dilarutkan ke dalam 10 mL metanol sehingga
didapatkan hasil 0,035 mg/mL). Klorofil a 0,2 mg dapat diperoleh pada S.
platensis sebanyak 2,2 mg S. platensis kering.
S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap serbuk diberikan pada
mencit dengan dosis 2,2 mg/10 gram berat badan. Sebagai pembanding digunakan
serbuk S. platensis komersil dengan dosis sesuai S. platensis hasil kultur dengan
limbah ampas kecap dosis 2,2 mg/10 g berat badan secara oral menggunakan
jarum oral/gavage setiap hari selama 7 hari.
Pengujian kadar antioksidan pada mencit diperlukan suatu zat yang dapat
meningkatkan kadar radikal bebas sehingga dengan penambahan S. platensis
dapat menurunkan kadar radikal bebas di dalam tubuh mencit. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah timbal (Pb). Hasil penelitian Mardiani
(2008) bahwa pemberian timbal (Pb) dengan rentang konsentrasi terendah 0,05
gram/10 g berat badan ternyata sudah dapat meningkatkan peroksidasi lipid yang
diukur dengan kadar MDA plasma. Timbal (Pb) diberikan secara oral
menggunakan jarum oral/gavage setiap hari selama tujuh hari.
I. Metode Malondialdehid (MDA)
Pengukuran kadar malondialdehid (MDA) dilakukan di Laboratorium
Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Prosedur pemeriksaan
126
malondialdehid (MDA) sebagai berikut, sampel yang berupa darah mencit
ditimbang sebanyak 1 g. Larutan PBS 9 mL dingin diambil lalu digerus kemudian
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Setelah itu diambil
supernatannya lalu supernatan tersebut ditambahkan 1 mL larutan Thiobarbituric
Acid (TCA) 0,37% dalam HCl 0,25 N. Setelah itu bahan tersebut dipanaskan
dalam waterbath 80
o
C selama 15 menit lalu didinginkan pada suhu ruang selama
60 menit. Setelah dingin, bahan tersebut dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan panjang
gelombang 532 nm.
J. Pengujian Histopatologi Hati Mencit
Pemeriksaan histopatologi sampel dilakukan terhadap hati mencit yang
diberi timbal (logam berat), klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah
ampas kecap ditambah timbal dan klorofil a S. platensis komersil ditambah timbal
dan tanpa diberi perlakuan (kontrol negatif). Sampel hati mencit diproses sebagai
blok parafin untuk pembuatan preparat histopatologi dan diwarnai dengan
Hematoxilin and Eosin. Selanjutnya preparat diperiksa secara mikroskopik untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada jaringan dari masing-masing sampel.
Cara pembuatan preparat histopatologi dapat dilihat pada Lampiran 4 (Bell and
Lightner, 1988 In Baumgartner et al. 2009). Preparat histopatologi hati mencit
normal (sehat), diberi timbal (logam berat), klorofil a S. platensis hasil kultur
dengan limbah ampas kecap plus timbal dan klorofil a S. platensis komersil plus
timbal diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x serta dilakukan
skoring untuk menentukan tingkat kerusakan pada jaringan. Penilaian kerusakan
127
jaringan hati berdasarkan Wulandari (2008) diklasifikasikan menjadi empat
kategori (Gambar terlampir pada Lampiran 10), yaitu:
0 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 0 - 5% pada satu lapang pandang
1 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 6 - 25% pada satu lapang pandang
2 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 26 - 50% pada satu lapang pandang
3 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar > 50% pada satu lapang pandang.
K. Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air pada kultur S. platensis dilakukan setiap hari.
Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH dan salinitas air.
Pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH
meter dan pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Rak kultur ditutupi
dengan plastik hitam, agar suhu ruang stabil dan untuk menghindari kontaminan.
4.3.3 Parameter Pengamatan
A. Parameter utama
Parameter utama dalam pada penelitian tahap I adalah pengukuran
kepadatan S. platensis. Parameter utama penelitian tahap II adalah pengukuran
kadar klorofil a S. platensis. Parameter utama penelitian tahap III adalah
pengukuran aktivitas antioksidan kadar malondialdehid (MDA) dengan metode
malondialdehid (MDA).
128
B. Parameter pendukung
Parameter pendukung dalam penelitian adalah pengamatan histopatologi
hati mencit, suhu, pH dan salinitas. Pengukuran suhu dilakukan tiga kali sehari
menggunakan termometer, pengukuran pH dilakukan tiga kali sehari
menggunakan pH meter dan pengukuran salinitas dilakukan tiga kali sehari
menggunakan refraktometer selama penelitian berlangsung. Parameter pendukung
digunakan untuk melengkapi data dari parameter utama.
4.3.4 Analisis data
Data penelitian utama penelitian tahap I dianalisis secara statistik dengan
menggunakan ANAVA. Data yang dihasilkan bila terdapat perbedaan dapat
dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan yang digunakan adalah Uji Jarak Berganda
Duncan (Duncans Multiple Range Test) (Kusriningrum, 1989). Data penelitian
utama penelitian tahap III dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji T
Independent. Hasil penelitian uji histopatologi hati mencit dilakukan skoring yang
dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis.
129
Tahap Penelitian Tahap I
Gambar 8. Bagan rancangan penelitian tahap I
Keterangan :
A : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0 mL/L
B : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0,9 mL/L
C : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 1,8 mL/L
D : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 2,7 mL/L
E : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 3,6 mL/L
F : Dosis pemberian pupuk Walne
Persiapan Alat dan Bahan
Kultur S. platensis
Penebaran Bibit S. platensis
Analisis data*
Pengamatan Kepadatan S. platensis dan parameter kualitas air
C B D A E F
130
Penelitian Tahap II
Gambar 9. Bagan rancangan penelitian tahap II
Persiapan Alat dan Bahan
Kultur S. platensis
Eksplorasi waktu produksi klorofil a S. platensis
Pengamatan harian terhadap klorofil a
131
Penelitian Tahap III
Gambar 10. Bagan rancangan penelitian tahap III (Metode MDA)
Keterangan :
a : Mencit yang diberi S. platensis komersil
b : Mencit yang diberi S. platensis hasil kultur dari limbah ampas kecap
Persiapan Alat dan Bahan
Pengujian kadar antioksidan dengan
menggunakan metode MDA
Analisis data
Persiapan Mencit
Perlakuan
a b
Perubahan patologi
anatomis dan
histopatologi hati
mencit
132
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Hasil pengamatan penelitian berupa kepadatan, kadar klorofil dan kadar
malondialdehid (MDA). Hasil tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh
pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk, dosis terbaik limbah ampas kecap,
eksplorasi waktu produksi untuk memperoleh kadar klorofil a S. platensis
tertinggi dan pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai antioksidan
(klorofil a) S. platensis dengan metode malondialdehid (MDA).
5.1.1 Kepadatan S. platensis
Hasil pengamatan penelitian berupa penghitungan kepadatan S. platensis
dari hari pertama sampai hari ketujuh. Data yang diperoleh pada hari kelima
(puncak kepadatan) kemudian dianalisis secara statistik (Lampiran 11).Data
pertumbuhan kepadatan S. platensis dapat dilihat pada Tabel 1. dan grafik
pertumbuhan kepadatan dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 1. Data kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/mL) setelah yang dikultur
pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari kedelapan
Keterangan: Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
Hasil analisis varian (ANAVA) pada hari kelima saat puncak kepadatan
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (p<0,05) terhadap kepadatan S. platensis. Kepadatan S. platensis
Perlakuan
Hari ke-
0
Hari ke-
1
Hari ke-
2
Hari ke-
3
Hari ke-
4
Hari ke-
5
Hari ke-
6
Hari ke-
7
Hari ke-
8
A (0 mL/L) 1
a
3,33
d
4,39
d
3,94
e
3,57
d
3,11
d
1,82
d
0,98
e
0,60
e
B (0,9 mL/L) 1
a
3,97
c
4,40
d
6,02
d
7,57
c
8,17
c
6,23
c
5,04
d
4,23
d
C (1,8 mL/L) 1
a
5,12
a
6,79
a
8,71
a
10,00
a
10,84
a
10,18
a
9,84
b
8,89
b
D (2,7 mL/L) 1
a
4,17
b
4,84
c
6,84
b
8,38
b
8,55
bc
7,48
b
6,33
c
5,28
c
E (3,6 mL/L) 1
a
3,88
c
4,86
c
6,26
cd
8,24
b
8,53
bc
6,47
c
5,02
d
4,35
d
F (pupuk Walne) 1
a
3,96
c
5,15
b
6,55
bc
7,58
c
9,20
b
10,46
a
11,56
a
11,08
a
133
masing-masing perlakuan terus meningkat mulai hari pertama hingga hari kelima
dan menurun pada hari keenam. Kepadatan S. platensis pada kontrol negatif
(tanpa perlakuan) mengalami penurunan mulai hari pertama kultur. Kepadatan S.
platensis pada perlakuan F (pupuk Walne) yang sebagai kontrol positif terus
meningkat mulai hari pertama hingga hari ketujuh dan menurun pada hari
kedelapan. Hari pertama hingga hari kedelapan kepadatan S. platensis tertinggi
diperoleh pada perlakuan F (pupuk Walne) kemudian perlakuan C (1,8 mL/L) dan
terendah pada perlakuan A (0 mL/L). Data kepadatan S. platensis dengan enam
perlakuan, dua diantaranya adalah kontrol positif menggunakan pupuk Walne dan
kontrol negatif (tanpa menggunakan pupuk) dan empat ulangan dapat dilihat di
Lampiran 6.
Gambar 11. Grafik kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/ml) setelah dikultur
pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari kedelapan
0
2
4
6
8
10
12
14
0 1 2 3 4 5 6 7 8
K
e
p
a
d
a
t
a
n
S
.
p
l
a
t
e
n
s
i
s
(
x
1
0
4
u
n
i
t
/
m
l
)
Hari Ke
Grafik kepadatan S. platensis (x 10
4
unit/ml)
A (0 mL/L)
B (0,9 mL/L)
C (1,8 mL/L)
D (2,7 mL/L)
E (3,6 mL/L)
F (Walne)
134
Data kepadatan S. platensis pada Tabel 1. dan grafik pertumbuhan populasi
pada Gambar 11. tampak bahwa hari kelima merupakan hari puncak pertumbuhan
populasi S. platensis pada perlakuan B (0,9 mL/L), C (1,8 mL/L), D (2,7 mL/L) dan
E (3,6 mL/L), sedangkan pada perlakuan F (pupuk Walne) hari ke tujuh adalah
puncak kepadatan. Kepadatan S. platensis tertinggi diperoleh pada perlakuan F
(pupuk Walne) kemudian diikuti oleh perlakuan C (1,8 mL/L) dan terendah
diperoleh pada perlakuan A (0 mL/L).
Hasil uji jarak berganda Duncan pada hari kelima menunjukkan bahwa
perlakuan C (1,8 mL/L) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan F
(Walne) tidak berbeda nyata dengan perlakuan D (2,7 mL/L) dan E (3,6 mL/L) namun
perlakuan D (2,7 mL/L) dan E (3,6 mL/L) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (0,9
mL/L). Perlakuan A (0 mL/L) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil uji
jarak berganda Duncan pada hari ketujuh menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi
pada perlakuan F (Walne) berbeda nyata dengan semua perlakuan, kemudian
diikuti oleh perlakuan C (1,8 mL/L) dan D (2,7 mL/L) yang berbeda nyata dengan
semua perlakuan. Perlakuan E (3,6 mL/L) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B
(0,9 mL/L). Perlakuan A (0 mL/L) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Gambar 11. menunjukkan bahwa S. platensis yang dipupuk dengan limbah
ampas kecap
terdiri dari 3 yaitu fase adaptasi, fase eksponensial dan kematian.
Fase adaptasi terjadi antara hari pemasukan inokulan hingga hari pertama. Fase
eksponensial terjadi pada hari pertama hingga hari kelima. Fase kematian terjadi
pada hari keenam. S. platensis yang diberi pupuk walne 3 yaitu fase adaptasi, fase
eksponensial dan kematian. Fase adaptasi terjadi antara hari pemasukan inokulan
dan hari pertama. Fase eksponensial terjadi pada hari pertama hingga hari ketujuh.
135
Fase kematian terjadi pada hari kedelapan. Sedangkan S. platensis yang tidak
diberi pupuk mengalami kematian mulai hari pertama.
5.1.2 Klorofil S. platensis
Hasil pengamatan penelitian berupa eksplorasi waktu produksi klorofil a S.
platensis dari hari pertama sampai hari keenam pada dosis pupuk limbah ampas
kecap 1,8 mL/L (perlakuan terbaik hasil analisis uji Duncan). Sebagai patokan kadar
klorofil a dibuat standar klorofil a yang berasal dari klorofil a spinach merek
nacalai-Japan. Standar klorofil a dapat dilihat di Lampiran 14. Data eksplorasi
waktu produksi klorofil a S. platensis dilihat pada Lampiran 7, rata-rata serta
standart deviasi kadar klorofil dapat dilihat pada Tabel 2. dan grafik eksplorasi
waktu produksi klorofil a S. platensis dapat dilihat pada Gambar 12.
Tabel 2. Data klorofil S. platensis setelah yang dikultur
pada media limbah ampas
kecap hari pertama hingga hari keenam
Pada penelitian tahap II (eksplorasi waktu produksi) terdiri dari empat
ulangan. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa pengukuran
klorofil a S. platensis berbeda nyata tiap hari. Pengukuran klorofil a S. platensis
tertinggi didapatkan pada hari ke lima yang berbeda nyata dengan hari lainnya. Hari
ke empat tidak berbeda nyata dengan hari ke enam. Hari ke tiga berbeda nyata dengan
hari ke dua dan hari pertama.
Perlakuan Rata-rata Klorofil a S. platensis (mg/mL) SD
Hari ke 1 0,0142 0,0003
d
Hari ke 2 0,0149 0,0003
d
Hari ke 3 0,0276 0,0004
c
Hari ke 4 0,0310 0,0004
b
Hari ke 5 0,0361 0,0008
a
Hari ke 6 0,0317 0,0007
b
136
Gambar 12. Grafik klorofil a S. platensis (mg/mL) setelah yang dikultur
pada
media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari keenam
Gambar 12. menunjukkan bahwa S. platensis yang dipupuk dengan limbah
ampas kecap dosis 1,8 mL/L
mengalami peningkatan kadar klorofil a mulai hari
pertama yang merupakan hari setelah dimasukkan inokulan pada media kultur.
Kadar klorofil a terus meningkat hingga hari ke lima yang merupakan puncak
eksponensial. Pada hari ke enam kadar klorofil menurun.
5.1.3 Metode Malondialdehid (MDA)
Hasil pengamatan penelitian berupa kadar malondialdehid (MDA) pada
darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas
kecap, klorofil a S. platensis komersil dan timbal (Pb) sebagai pembangkit radikal
bebas secara oral. Hasil penelitian diketahui bahwa 4 L S. platensis yang diambil
dari media kultur menghasilkan 1,6 gram berat S. platensis kering. S. platensis
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
0,04
1 2 3 4 5 6
K
a
d
a
r
K
l
o
r
o
f
i
l
a
S
.
p
l
a
t
e
n
s
i
s
(
m
g
/
m
L
)
Hari ke
Grafik klorofil a S. platensis (mg/mL)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
137
yang diambil dari media kultur sebanyak 10 mL mengandung klorofil a 0,35 mg
(pellet S. platensis dilarutkan ke dalam 10 mL metanol sehingga didapatkan hasil
0,035 mg/mL). Sehingga untuk memperoleh 0,2 mg klorofil a dibutuhkan S.
platensis sebanyak 2,2 mg S. platensis kering. Data kadar malondialdehid (MDA)
pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah
ampas kecap dan klorofil a S. platensis komersil dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 3. Rata-rata dan standart deviasi kadar malondialdehid (MDA) pada darah
mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas
kecap dan klorofil a S. platensis komersil
Klorofil a S. platensis hasil
kultur limbah ampas kecap
(nmol/L)
Klorofil a S. platensis
Komersil (nmol/L)
Rata-rata SD 5,07 1,02 5,10 0,50
Hasil analisis statistik terhadap kadar malondialdehid (MDA) pada darah
mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap
dan klorofil a S. platensis komersil dengan uji t independen menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan dengan p = 0,01 di antara dua perlakuan. Nilai rata-
rata menunjukkan bahwa kadar malondialdehid (MDA) pada darah mencit yang
sudah diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap (5,07
nmol/L) lebih kecil dibandingkan kadar malondialdehid (MDA) yang diberi
klorofil a S. platensis komersil (5,10 nmol/L). Rata-rata dan standar error kadar
malondialdehid (MDA) pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan klorofil a S. platensis komersil
berdasarkan uji t independen 5% dapat dilihat pada Tabel 3. Sebagai patokan
digunakan pengujiana pengamatan pengukuran absorbansi untuk kurva standard
MDA dan dapat dilihat pada Lampiran 15.
138
5.1.4 Histopatologi Hati Mencit
Uji histopatologi pada hati mencit dilakukan sebagai pembuktian terjadi
kerusakan hati setelah setelah diberi timbal (Pb) sebagai pembangkit radikal bebas
di dalam tubuh mencit. Organ hati diambil untuk pemeriksaan histopatologi
dengan menggunakan perwarnaan Hematoxilin and Eosin. Organ-organ tersebut
dimasukkan kedalam fiksatif formalin 10% dan selanjutnya dilakukan preparasi
sampel.
Tabel 4. Skoring kerusakan jaringan hati mencit
Ulangan Rata-rata SD
Kerusakan hati mencit yang diberi timbal (Pb) secara oral 2,17 0,15
Kerusakan hati mencit yang telah diberi klorofil a
S. platensis komersil dan timbal secara oral
1,760,36
Kerusakan hati mencit yang diberi klorofil a S. platensis hasil
kultur limbah ampas kecap dan timbal secara oral
1,940,24
Hati mencit yang tanpa diberi perlakuan 1,260,08
Pada pengujian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu mencit yang hanya diberi
timbal, mencit yang diberi timbal serta klorofil a S. platensis hasil kultur limbah
ampas kecap dan mencit yang diberi timbal serta klorofil a S. platensis komersil.
Hasil analisis uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p = 0,001 yang menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan signifikan di antara masing-masing perlakuan
(Lampiran 13). Nilai rata-rata menunjukkan, skoring kerusakan hati mencit yang
hanya diberi timbal (skoring 2,17) merupakan skoring tertinggi dibandingkan
skoring perlakuan yang lain (Tabel 4). Nilai rata-rata skoring kerusakan hati
mencit yang telah diberi klorofil a S. platensis komersil (skoring 1,76) lebih kecil
dibandingkan skoring kerusakan hati mencit yang telah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan timbal (skoring 1,94). Data skoring
139
1
kerusakan jaringan hati mencit dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Gambar
standart skoring kerusakan hati mencit dapat dilihat pada Lampiran 10.
Rata-rata dan standar error kerusakan hati mencit berdasarkan analisis uji
Kruskal Wallis dapat dilihat pada Tabel 4. Gambar histopatologi hati mencit yang
hanya diberi timbal maupun diberi timbal dan klorofil a S. platensis hasil kultur
limbah ampas kecap serta diberi timbal dan klorofil a S. platensis komersil dapat
dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13. Histopatologi hati mencit normal. Perbesaran 400x. (Nurlaili, 2010).
Panah biru: sel hati normal, 1. Sinusoid
Gambar 13. merupakan hasil penenitian Nurlaili (2010) mengenai
pengaruh ekstrak biji klabet (trigonella foenum-graecum linn.) terhadap kadar
transaminase (gpt dan got) dan gambaran histologi pada hepar mencit (mus
musculus) yang terpapar streptozotocin. Sel tampak normal yaitu inti terlihat bulat
berwarana kehitaman. Tidak ada sinusoid yang bengkak maupun tidak adanya
kongesti maupun haemorhargi.
1
140
1
Gambar 14. Histopatologi hati mencit diberi timbal dan klorofil a S. platensis
komersil perbesaran 1000 x. 1. Sel hati normal
Gambar 14. merupakan histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan
klorofil a S. platensis komersil. Sel tampak normal yaitu inti terlihat berwarana
kehitaman serta tersusun berderet beraturan. Tidak tampak adanya pembengkakan
sinusoid akibat radikal timbal yang merusak sel darah sehingga terjadi
penggumpalan. Sinusoid tidak mengalami pembengkakan sehingga sel tidak
saling terhimpit.
141
2
3 1
Gambar 15. Histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap. Perbesaran 1000x. 1.
Degenerasi sel. 2. Pembengkakan sinusoid. 3. Nekrosis
Pada Gambar 15. histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan klorofil a
S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap tampak sel hati mulai mengalami
degenerasi. Hal ini ditunjukkan dengan hilangnya struktur normal sel yaitu inti sel
yang mulai mengecil akibat masuknya air di dalam sel. Air yang masuk ke dalam
sel terlihat berwarna putih disebabkan tidak mampu menyerap pewarna
Hematoxilin and Eosin. Semakin besar degenerasi menyebabkan rusaknya
membran inti sehingga terjadilah nekrosis.
142
1 2 3
4
Gambar 16. Histopatologi hati mencit yang hanya diberi timbal. Perbesaran
1000x. (skoring 3). 1. Kongesti. 2. Nekrosis. 3. Degenerasi. 4.
Pembengkakan sinusoid
Gambar 16. merupakan histopatologi hati mencit yang hanya diberi timbal.
Tampak terjadi kongesti akibat peningkatan volume darah sehingga terjadinya
pembengkakan sinusoid. Penggumpalan darah serta pembengkakan sinusoid
menyebabkan sel hati saling tertindih satu sama lain. Pada Gambar 16. tampak
pula terjadinya degenerasi akut yang ditandai dengan pembengkakan sel.
Degenerasi sel bersifat reversible (dapat lembali menjadi sel normal) namun jika
degenerasi sel tidak dapat kembali normal maka terjadilah nekrosis yang ditandai
dengan kerusakan pada inti sel baik berupa rusaknya membran inti maupun inti
sel mengalami lisis.
143
5.1.5 Kualitas air
Penelitian tahap ke 1 berupa pengamatan kepadatan S. platensis dan
penelitian tahap ke 2 berupa eksplorasi waktu produksi klorofil a. S. platensis
selain dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien dan waktu juga dipengaruhi faktor
lingkungan. Ketersediaan nutrisi dapat berasal dari air laut dan nutrien yang
ditambahkan di dalam media kutur. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari
selama penelitian. Hasil pengukuran rata-rata kualitas air selama penelitian tahap
ke 1 dan ke 2 dapat dilihat pada Lampiran 16 - 19. Pengukuran suhu air selama
penelitian berkisar antara 28,6 30,5
o
C, suhu ruangan berkisar antara 28 32
o
C,
salinitas berkisar antara 32-34 ppt dan pH 8 - 9.
5.2 Pembahasan
Hasil ANAVA data kepadatan S. platensis hari pertama hingga hari ke
delapan pada Lampiran 11. menunjukkan bahwa pupuk limbah ampas kecap
dengan dosis yang berbeda dalam media kultur menghasilkan kepadatan S.
platensis yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan (p<0,05). Hasil
penelitian tahap 2 didapatkan kadar klorofil a S. platensis tertinggi dari eksplorasi
waktu produksi kultur dengan menggunakan pupuk limbah ampas kecap. Kaplan
et al. (1986) menyatakan bahwa unsur nutrien yang diperlukan untuk
pertumbuhan fitoplankton diantaranya adalah nitrogen, besi dan magnesium.
Kepadatan dan klorofil a S. platensis diduga disebabkan adanya pengaruh dari
nutrien yang terkandung di dalam limbah ampas kecap yang berupa nitrogen,
magnesium dan besi. Riyono (2007) menyatakan bahwa nitrogen, besi dan
magnesium berperan dalam sintesis klorofil. Hasil penelitian Abdo et al. (2010)
menyatakan, klorofil a merupakan indikator dari kepadatan alga.
144
Saeton and Traichaiyaporn (2005) menyatakan bahwa nitrogen merupakan
faktor pembatas kepadatan blue green alga. Nitrogen salah satu bagian dari
molekul klorofil sehingga defisiensi unsur nitrogen akan menghambat
pembentukan klorofil (Riyanto, 2007). Kaplan et al. (1986) menyatakan bahwa
besi memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit kemudian
mereduksi nitrit menjadi amonium. Amonium merupakan sumber nitrogen yang
mampu diserap oleh S. platensis untuk pertumbuhan kepadatan sel ataupun
klorofil a. Aminot and Rey (2000) menyatakan, magnesium merupakan struktur
dasar dari klorofil a. Hal ini dikarenakan magnesium adalah atom pusat dari
klorofil (Riyanto, 2007) sehingga defisiensinya akan menghambat sintesis klorofil
(Ihl et al., 2003). Studi Hrtensteiner and Krutler (2011) menjelaskan bahwa
sintesis klorofil a yang terhambat atau tidak sempurna menyebabkan rusaknya
klorofil a. Kerusakan klorofil a ini disebabkan tidak adanya magnesium yang
menempati posisi sentral pada molekul porfirin klorofil. Hal tersebut
dimungkinkan tidak ada atau hilangnya magnesium chelate (metal chelating
substance) atau adanya magnesium dechelatase (Mg-releasing proteins).
Magnesium juga merupakan kofaktor di ribosom kloroplas yang
bertanggung jawab pada proses biosintesis ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase
oxygenase (Rubisco). Rubisco merupakan enzim utama yang berperan dalam
reaksi gelap fotosintesis khususnya fiksasi karbon (Kiyoshi et al., 1999). Cakmak
and Marschner (1992) menyatakan bahwa defisiensi magnesium menyebabkan
biosintesis rubisco terhambat yang berpengaruh pada penurunan proses fiksasi
CO
2
sehingga kadar klorofil menurun (terjadi klorosis). Penurunan proses fiksasi
CO
2
juga
akan meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS). Produksi
145
ROS yang berlebih akan menyebabkan terjadinya proses peroksidasi pada
kloroplas. Scandalios (2005) dalam Ding et al. (2008) menyatakan bahwa ROS
bersifat sitotoksik oksigen dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada
biomolekul seperti membran lipid, protein dan asam nukleat sehingga dapat
mengakibatkan terganggunya metabolisme.
Studi lain menjelaskan bahwa magnesium memiliki fungsi penting dalam
rantai proses transport elektron pada kloroplas. Jika transfer energi dari fotosistem
II untuk nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP
+
) terhambat karena
perubahan tilakoid atau dan adanya penghambatan asimilasi karbon sehingga
akumulasi eksitasi energy yang berlebih akan mengurangi proses fotosistem dan
dapat menyebabkan stres oksidatif (Halliwell, 1987 di dalam Ding et al., 2008)
Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode malondialdehid
(MDA) secara statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa klorofil a S. platensis
hasil kultur dengan limbah ampas kecap dan komersil menghasilkan kadar
malondialdehid (MDA) berbeda nyata (p<0,05). Kadar malondialdehid (MDA)
setelah diberi timbal plus klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas
kecap adalah 5,07 nmol/L lebih rendah dibandingkan diberi timbal plus klorofil
a S. platensis komersil adalah 5,1 nmol/L. Kadar malondialdehid (MDA) yang
lebih rendah menunjukkan reaksi radikal bebas di dalam darah lebih rendah. Hasil
tersebut diduga disebabkan karena adanya pengaruh magnesium pada proses
kultur S. platensis. Limbah ampas kecap yang digunakan untuk memproduksi
klorofil a S. platensis mengandung magnesium sebesar 0,06 %. Pada klorofil a S.
platensis komersil tidak diketahui jenis pupuk yang digunakan, namun pupuk
Walne (pupuk kimia komersil terbaik dibandingkan pupuk Zarrouk dan pupuk
146
TMRL) yang digunakan sebagai kontrol positif pada penelitian ini tidak
mengandung magnesium.
Hasil penelitian Endo et al. (1984) diketahui bahwa magnesium juga
berfungsi dalam memperkuat aktifitas antioksidan yang dimiliki oleh klorofil.
Hasil penelitian Tewari et al. (2004) bahwa defisiensi magnesium pada daun
tanaman mulberry menyebabkan terjadinya penurunan kadar klorofil a dan
penurunan aktivitas antioksidan yang ditandai dengan meningkatnya kadar
malondialdehid (MDA). Peningkatan kadar malondialdehid (MDA) pada daun
tanaman mulberry yang diberi perlakuan defisiensi magnesium disebabkan
terbentuknya ROS pada kloroplas. Gechev et al. (2004) menyatakan bahwa ROS
selalu diproduksi pada proses metabolisme sel. ROS merupakan toksik hasil
metabolisme yang berperan dalam proses fisiologi seperti proses adaptasi,
resistensi patogen dan programmed cell death (PCD). Dalam jumlah berlebih
ROS dapat menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid. Produk hasil proses
peroksidasi lipid adalah malondialdehid (Ding et al., 2008). Penelitian mengenai
pengaruh defisiensi magnesium terhadap penurunan kadar klorofil a dan
penurunan aktivitas antioksidan telah banyak dilakukan (Candan and Tarhan,
2003; Chou et al, 2011) namun mekanisme magnesium dalam memperkuat
klorofil a sebagai antioksidan belum diketahui.
Klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan klorofil a S.
platensis komersil yang telah diberi timbal sebagai pemacu radikal menghasilkan
kadar malondialdehid (MDA) dengan rata-rata yang tidak jauh berbeda. Hasil
tersebut diduga karena klorofil a S. platensis memiliki kemampuan sebagai bahan
antioksidan. Marquez et al., (2005) menyatakan bahwa hasil penelitian (Endo et
147
al., 1985a, 1985b; Usuki et al,. 1984b; Usuki et al,. 1984) klorofil a memiliki
kemampuan sebagai bahan antioksidan. Endo et al. (1984) menyatakan bahwa
tahap awal mekanisme antioksidan yaitu klorofil a bereaksi dengan peroksi
radikal yang dihasilkan dari proses oksidasi minyak diubah kedalam bentuk kation
radikal klorofil. Kation radikal klorofil berikatan dengan (-) peroksi radikal
negatif membentuk ikatan kompleks radikal. Selanjutnya, ikatan kompleks
bereaksi dengan radikal peroksi lain menghasilkan produk yang inaktif. Rantai
reaksi yang melibatkan radikal bebas berhenti dengan reaksi ini.
Hasil uji histopatologi hati mencit diketahui bahwa hati mencit yang hanya
diberi timbal mengalami kerusakan lebih banyak dibandingkan mencit yang diberi
timbal serta klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap dan
timbal serta klorofil a S. platensis komersil. Hasil analisis uji Kruskal Wallis
dengan p = 0,001 menunjukkan adanya perbedaan tingkat kerusakan hati mencit
pada masing-masing perlakuan. Kerusakan pada hati mencit ini karena timbal
merupakan logam berat yang dapat memacu munculnya stress oksidatif dengan
meningkatkan radikal bebas di jaringan. Konsekuensi penting dari peroksidasi
lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan menganggu distribusi ion-
ion yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organela (Devlin, 2002).
Ogonovszky (2005) dalam Jawi et al. (2008) menyatakan bahwa peningkatan
radikal bebas yang tidak diikuti oleh peningkatan antioksidan akan menyebabkan
terjadinya stress oksidatif yang akan menimbulkan kerusakan sel dan komponen
jaringan lainnya.
Hasil uji histopatologi hati mencit yang diberi timbal plus S. platensis
(klorofil a) hasil kultur pada media limbah ampas kecap tampak nilai rata-rata
skoring kerusakan sebesar 1,76 sedangkan pada hati mencit yang hanya diberi
148
timbal nilai rata-rata skoring kerusakan sebesar 1,94. Klorofil a S. platensis hasil
kultur pada media limbah ampas kecap yang diberikan pada mencit mampu
mengurangi kerusakan histopatologi hati mencit tersebut. Klorofil a merupakan
zat antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal bebas penyebab awal
kerusakan sel.
Pada histopatologi tampak bahwa nekrosis dan kongesti terdapat pada hati
mencit yang hanya diberi timbal. Nekrosis terjadi karena terjadinya proses
degenerasi sel yang terjadi terus menerus akibat dikarenakan timbal (radikal
bebas). Degenerasi sel bersifat reversibel sehingga paparan zat toksik yang tidak
berlanjut maka sel dapat kembali normal, namun jika pengaruh zat toksik
berlangsung lama maka sel tidak dapat mentolerir kerusakan. Sel yang mengalami
degenerasi akan mengalami pembengkakan dikarenakan masuknya cairan ekstra
sel ke intra sel dalam jumlah yang melampaui batas. Keadaan ini terjadi karena
membran sel mengalami kerusakan akibat proses peroksidasi lipid.
Pembengkakan sel akan mengeluarkan materi sel keluar dari kemudian akan
terjadi nekrosis (Setyowati, 2010).
Kongesti merupakan suatu keadaan yang disertai peningkatan volume darah
dalam pembuluh darah yang melebar pada jaringan (Susanti, 2009). Darmono
(1995) menyatakan bahwa kerusakan hati dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang
dan berat. Pembengkakan sel termasuk dalam tingkat ringan. Tingkat kerusakan
sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel
atau nekrosis. Mekanisme kerusakan sel tersebut terjadi melalui jalur radikal
bebas. Molekul radikal bebas (timbal) menyebabkan kerusakan sel akibat proses
peroksidasi lipid. Radikal bebas dapat dinetralkan oleh antioksidan.
Pengamatan paramater penunjang yang berupa kualitas air menunjukkan
suhu air media kultur berkisar antara 28,6 30,5
o
C dan suhu ruangan berkisar
149
antara 28 32
o
C. Suhu air dan suhu ruangan dalam media pemeliharaan S.
platensis ini masih dalam kondisi baik untuk pertumbuhannya karena menurut
dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan, suhu optimal
untuk Spirulina skala laboratorium adalah 25 - 35
o
C. Suhu air mempunyai
pengaruh yang besar terhadap proses metabolisme. Kenaikan suhu sampai batas
tertentu dapat mempercepat proses metabolisme (Suriawiria, 1985).
Hasil pengukuran salinitas pada media pemeliharaan S. platensis berkisar
antara 32-34 ppt. Salinitas dalam media pemeliharaan S. platensis ini masih dalam
kondisi baik untuk pertumbuhannya karena menurut dengan pernyataan
Richmond (1986) bahwa salinitas yang optimal untuk pertumbuhan S. platensis
adalah berkisar antara 20 70 ppt. Darley (1982) menyatakan, salinitas sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan sebab berhubungan dengan aktifitas osmosis
sel. Hasil pengukuran pH pada media pemeliharaan S. platensis selama penelitian
adalah 8 - 9. Suryati (2002) menyebutkan bahwa pH yang baik untuk
pertumbuhan Spirulina berkisar antara 8,5-9,5. Kesimpulannya bahwa, pH selama
pemeliharaan masih dalam kondisi optimal untuk pertumbuhan Spirulina.
150
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
a. Pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kepadatan dan klorofil a S.
platensis. Pemberian limbah ampas kecap sebesar 1,8 mL/L dapat
menghasilkan kepadatan S. platensis sebesar 10,84 x 10
4
unit/mL dan
klorofil a sebesar 0,0361 mg/L pada hari ke lima.
b. Aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang dikultur pada media asal
limbah ampas kecap berbeda nyata (p<0,05) dengan S. platensis komersil.
Hasil pengujian didapatkan produk reaksi radikal berupa kadar MDA pada
darah mencit yang diberi klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah
ampas kecap sebesar 5,07 nmol/L lebih rendah dibandingkan klorofil a S.
platensis komersil sebasar 5,10 nmol/L
c. Hasil analisis Kruskal Wallis histopatologi hati mencit yang diberi timbal
dibandingkan mencit yang diberi timbal plus klorofil a S. platensis hasil
kultur limbah ampas kecap dan timbal plus klorofil a S. platensis komersil
menunjukkan terdapat perbedaan skor kerusakan hati mencit. Histopatologi
hati mencit yang hanya diberi timbal tampak adanya kerusakan berupa
nekrosis dan kongesti. Hati mencit yang diberi timbal plus klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan timbal plus klorofil a S.
platensis komersil menunjukkan kerusakan berupa degenerasi dan nekrosis.
151
6.2. Saran
Produksi klorofil a sebagai antioksidan dari S. platensis dapat dilakukan
pada media kultur limbah ampas kecap (1,8 mL/L) yang menghasilkan kadar
klorofil a (0,0361 mg/L) dan aktifitas antioksidan (kadar MDA 5,07 nmol/L).
152
DAFTAR PUSTAKA
Abdo, S. M., M. H. Hetta, R. A. S. E. Din and G. H. Ali. 2010. Growth Evaluation
and Bioproduct Characteristics of Certain Freshwater Algae Isolated from
River Nile, Egypt. J App Sci Res, 6(6): 642-652.
Achmadi, S. S, Jayadi dan T. Panji. 2002. Produksi Pigmen oleh Spirulina
platensis yang Ditumbuhkan pada Media Limbah Lateks Pekat. Hayati, 9
(3): 80-84 hal.
Aminot, A. and F. Rey. 2000. Standard procedure for the determination of
chlorophyll a by spectroscopic methods. International Council for the
Exploration of the Sea. Denmark. 25 hal.
Bell, T.A. and D.V. Lightner. 1988. A handbook of normal penaeid shrimp
histology. Allen Press. In W. A. Baumgartner, J. P. Hawke, K. Bowles, P.
W. Varner and K. W. Hasson. 2009. Primary diagnosis and surveillance of
white spot syndrome virus in wild and farmed crawfish (Procambarus
clarkii, P. zonangulus) in Louisiana, USA. Dis Aquat Org 85: 1522
Becker, E .W. 1994. Microalgae; Biotechnology and Microbiology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Bhowmik D., D. Jaishree and M. Sandeep. 2009. Probiotic Efficiency of Spirulina
platensis - Stimulating Growth of Lactic Acid Bacteria. Departemen Botani,
Labortary dari Phycology, Dr.HS Gour University, Sagar, M.P., India.
World Dairy. J. Food 4 (2): 160-163.
Cakmak, I. and H. Marschner. 1992. Magnesium Deficiency and High Light
Intensity Enhance Activities of Superoxide Dismutase, Ascorbate
Peroxidase and Glutathione Reductase in Bean Leaves. J. Plant Physiol. 98:
1222-1227
Candan, N. and L. Tarhan. 2003. Relationship among chlorophyll-carotenoid
content, antioxidant enzyme activities and lipid peroxidation levels by Mg
2+
deciency in the Mentha pulegium leaves. J. Plant Physiol and Biochem 41:
3540
Ciferri, O. 1983. Spirulina, The Edible Microorganism. Microbiol. Rev. 47 (4):
551-578
Chaudhari, P. R., K.P. Krishnamoorthi and M. V. Rao. 1980. Growth potential of
Spirulina, a blue green alga in sewage. India. J. Plant Sci 89 (3): 203-211
Choua, T-S., Y-Y. Chaoa,W-D. Huanga, C-Y. Hong and C. H. Kaoa. 2011. Effect
of magnesium deciency on antioxidant status and cadmium toxicity in rice
seedlings. J. Plant Physiol. 168: 10211030
153
Costa, J. A. V., M. C. Luciane and D. F. Paulo. 2002. Spirulina platensis Growth
in Open Raceway Ponds Using Fresh Water Supplemented With Carbon,
Nitrogen and Metal Ions. Deparmento de Quimica, Fundacao Universidade
Federal do Rio Grande. Brasil. pp. 76-80.
Dangeard, P. 1940. Sur Une Algue Blue Alimentaire Pour lhommer: Arthrospira
platensis (Nordstedt) Gomont, Actes Soc. Linn. Boreaux Extr. Proces-
verbaux, 91: 39-41.
Darley, W.M. 1982. Algal Biology: a Physiological Approach. Departement of
Bontany. The Univercity of Georgia. Blackwell Sientific Publications.
Oxford London. Edinburgh Boston Melbourne. pp. 97-98.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.
140 p.
Ding, Y-C, C-R. Chang, W. Luo, Y-S. Wu, X-L. Ren, P. Wang and G-H. Xu.
2008. High Potassium Aggravates the Oxidative Stress Inducedy by
magnesium Deciency in Rice Leaves. Pedosphere 18(3): 316327.
Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
205 hal.
Edhy, W. A, J. Pribadi dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT.
Centralpertiwi Bahari. Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton
dalam Budidaya Udang. Mitra Bahari. Lampung. hal. 3-29.
Ekawati, A. W. 2005. Diktat Kuliah Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya. Malang. hal. 3-48.
Endo Y., R. Usukii and T. Kaneda. 1985. Antioxidant Effects of Chlorophyll
and Pheophytin on the Autoxidation of Oils in the Dark. II. The
Mechanism of Antioxidative Action of Chlorophyll 2. Japan. JAOCS; 62-9
Ernawati, Y. 2010. Uji Kandungan Karbohidrat Pada Pembuatan Kecap dengan
Penambahan Air Kelapa Pada Berbagai Konsentrasi. Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Ercal N, Gurer-Orhan H and Aykin-Burns N. 2001. Toxic metals and oxidative
stress part I: mechanisms involved in metal-induced oxidative damage. Curr
Top Med Chem 1:529539.
Gechev, T., I. Gadjev, S. Dukiandjiev and I. Minkov. 2004. Handbook of
Photosynthesis Second Edition. Edited by Mohammad Pessarakli University
of Arizona Tucson, Arizona, U.S.A. CRC Press. pp. 222-270
154
Geitler, L. 1925. Cyanophyceae. In: Die Ssswasser-Flora Deutschlands,
sterreichs und der Schweiz. (Pascher, A. Eds). Jena: Gustav Fische 12, 1-
450.
Gil, H, S. Seok, D. Jeong, J. Yang, E. Lee and S. Hong. 2010. Plasma level of
malondialdehyde in the cases of acute paraquat intoxication. Clinical
Toxicology 48 (2): 115120
Granick, S. 1948. Magnesium Protoporphyrin an a Precursor of Chlorophyll is
Chlorella. New York. J. Biol. Chem. 333-342
Gurer-Orhan H, Sabir HU and H. Ozgne. 2004. Correlation between clinical
indicators of lead poisoning and oxidative stress parameters in controls and
lead-exposed workers. Toxicol (195): 147-154.
Habib M. A. B. and M. Parvin. 2008. A Review on Culture, Production and Use
of Spirulina as Food for Humans and Feeds for Domestic Animals and Fish.
Department of Aquaculture. Bangladesh Agricultural University.
Mymensingh, Bangladesh. Food and Agriculture Organization of the United
Nations.
Halliwell B. and J.M.C. Gutteridge 1999. Free Radicals in Biology and Medicine.
3th Edition. Oxford University Press New York.
Handoko, L. 2005. Pengaruh Ekstrak Daun Apium graviolens Terhadap
Perubahan SGOT/SGPT Tikus Wistar Jantan yang Dipapar Karbon
Tetraklorida. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Semarang
Hardie, L. P., D. L. Balkwill and J. S. E. Stevens. 1983. Effects of Iron Starvation
on the Physiology of the Cyanobacterium Agmenellum quadruplicatum.
Applied and Environmental Microbiology. Am Soc Microbiol, 3: 999-1006
Harrison, P. J. and J. A. Berges. 2005. Marine Culture Media. In : R.A. Andersen
(Eds). Algal Culturing Techniques. National Institute Enveronmental
Studies. Academic press. America. p. 21-60.
Harttig, U. and G.S. Bailey. 1998. Chemoprevention by natural chlorophylls in
vivo: Inhibition of dibenzo pyrene-DNA adducts in rainbow trout liver.
Carcinogenesis 19: 1323 - 1326.
Hrtensteiner, S. and B. Krutler. 2011. Chlorophyll breakdown in higher plants.
Biochimica et Biophysica Acta 1807: 977988
Hudson, B. J. F. 1990. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York.
155
Ihl, M. L. Aravena, E. Scheuermann, E. Uquiche, V. Bifani . 2003. Effect of
immersion solutions on shelf-life of minimally processed lettuce . J.
Technol 36: 591599
Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. hal. 34-85.
Jawi I M, Suprapta D N, Subawa AA N. 2008. Ubi Jalar Ungu Menurunkan
Kadar MDA dalam Darah dan Hati Mencit setelah Aktivitas fisik
Maksimal. J. Vet 9 (2), 65-71.
Kamat, J. P., K. K. Boloor and T. P.A. Devasagayam. 2000. Chlorophyllin as an
eective antioxidant against membrane damage in vitro and ex vivo. India.
Biophys Acta 1487: 113-127
Kaplan, D., A. E. Richmond, Z. Dubinsky and S. Aaronson. 1986. Alga Nutrition.
In : A. Richmond (Eds). CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC
Press, Inc. Florida. p. 147-198.
Kawachi, M and M. H Nol.. 2005. Strilization and Steril Technique. Alga
Culturing Technique. National Institute Enveronmental Studies. Academic
press. America. p. 65-82.
Kebede, E. 1997. Response of Spirulina platensis (Arthrospira fusiformis) from
Lake Chitu, Ethiopia, to salinity stress from sodium salts.Belgium.
J. Appl Phycol 9 : 551-558
Kikuzaki, K. and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effects of Some Ginger
Constituents. J. Food. Sci., 58(6), 1407-1410
Kl, E, S. Yazar and R. Saraymen. 2003. Lipid Peroxidation Level in Patients
with Blastocystosis. nn niversitesi Tp Fakltesi Dergisi 10(1): 1-3.
Kiyoshi, T., Y-G. Short z, S-H. Lee, H-Y. Kim, M-S. Moon and J-J. Lee. 1999.
The Response to Oxidative Stress Induce by Magnesium Deficiency in
Kidney Bean Plants. J. Plant Bio. 42 (4): 294-298
Klau, J. B. 2003. Pengaruh N-Urea Terhadap Laju Pertumbuhan dn Kandungan
Protein Spirulina sp. (skripsi). Fakultas Biologi. Universitas Atmajaya
Yogjakarta.
Kosakowska, A., J. Pempkowiak and M. Nedzi. 2006. Effect of Disolved Organic
Substances and Iron on the Growth of Cyanobacteria. VIII Ogolnopolska
Konferencja Naukowa. http://www.wbiis.tu.koszalin.pl. 14/04/2009.
p. 635-641.
156
Kurniasih. 2001. Komposisi Nutrisi dan Pigmen Spirulina platensis Galur Lokal
INK Pada Berbagai Konsentrasi Nitrogen. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
47 Hal.
Kurniawati, P. T., H. Soetjlpto and L. Limantara. 2007. Aktivitas Antioksidan dan
Antibakteri Pigmen Bixin Selaput Biji Kesumba (Bixa orellana L.). Indo. J.
Chem. 7 (1); 88 92
Kusmita, L. dan L. Limantara. 2009. The Influence of Strong and Weak Acid
Upon Aggregation and Pheophytinization of Chlorophyl a and b. Indonesia.
J. Chem., 9 (1). 70 - 76
Kusriningrum, R. 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga.
Surabaya. hal. 43-51.
Kutner, T. C. S. S and E. Ajdar. 1905. The Influence of osmotic shocks on the
growth rate and chlorophyll content of planktonic algae species. Bolm
Insl.occanogr 43(1):89-98.
Las, I. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Lawlor, D. W. 1993. Photosynthesis. Second Edition. Longman Group UK
Limited. London. p. 1-23.
Leonard, J. 1966. The 1964-1965 Belgian Trans-Saharan Expedition. Nature,
209:126-129
Lips S. H. and Y.L Avissar, in A. Richmond (Ed.), Handbook of Microalgal
Mass Culture, CRC
Mardiani, T. H. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Kadar
Malondialdehid (MDA) Plasma Mencit. Ilmu Biomedik. Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan. 96 hal.
Marquez U. M. L., R. M.C. Barros and P. Sinnecker. 2005. Antioxidant activity of
chlorophylls and their derivatives. Department of Food and Experimental
Nutrition, Faculty of Pharmaceutical Sciences, University of Sa o Paulo,
Brazil
McVey, J.P. 1983. CRC Handbook of Marine Culture Volume I. CRC Press Inc.
Boca Rton. Florida. p. 33-36.
Nishio, J. N., J. Abadia and N. Terry. 1985. Chlorophyll Proteins and Electron
Transport during Iron Nutrition Mediated Chlorophlast Development.
University of California. Berkeley. California. J. Plant Physiol, 04: 296-299.
157
Nybakken, J.M. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis (diterjemahkan
oleh H.M. Eidmar, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan D.
Sukardjo). Gramedia, Jakarta. 443 hal.
Nugroho, A., E. T. Setianti, H. Tabrany dan Surahmanto. 1998. Evaluasi Limbah
Padat kecap Sebagai Pakan Ruminansia Berdasarkan Uji Degradasi
Substansi Serat Terlarut Dalam Asam. Pusat Penelitian Pengembangan
Teknologi. Universitas Diponegoro. 10 Hal.
Nurlaili, E. 2010. Pengaruh Ekstrak Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum
Linn.) Terhadap Kadar Transaminase (GPT dan GOT) dan Gambaran
Histologi Pada Hepar Mencit (Mus Musculus) Yang Terpapar
Streptozotocin. Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas
Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Pelizer, L. H., J. C. M. Carvalho, S. Sato and I. Moraes. 2002. Spirulina platensis
Growth Estimation by pH Determination at Different Cultivation
Conditions. J. Biotechnol, 5 (3): 251-257.
Peng, L. S., H. Omar, A. S. Abdullah, R. Dahalan and M. Ismail. 2005. The Effect
of Calcium, Ascorbic Acid and Tannic Acid on Iron Availability from
Arthrospira Platensis by Caco-2 Cell Model. Mal. J. Nutr., 11(2): 177-188.
Prangdimurti, E. D. Muchtadi, M. Astawan dan F. R. Zakaria. 2006. Kapasitas
Antioksidan dan Hipokolesterolemik Ekstrak Daun Suji. Proseding Seminar
Nasional PATPI. Yogyakarta. ISBN: 979-95554-3-4.
Promya, J. Traichaiyaporn, S. Deming, R. 2008. Phytoremediation of Kitchen
Wastewater by Spirulina platensis (Nordstedt). Geiteler: Pigment content,
Production Variable Cost and Nutritonal Value. Maejo International.
J. Sci and Technol, 2 (02) :159 - 171.
Pokorny, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M., 2001, Antioxidant in Food:
Practical Application, CRC Press Cambridge, New York
Pujimulyani, D., 2003, Pengaruh Bleanching Terhadap Sifat Antioksidan Sirup
Kunir Putih (Curcuma mangga, Val.), Agritech., 23 (3), 137-141.
Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc.
Florida. p. 199-244.
Riyono, S. H.. 2007. Beberapa Sifat Umum dari Klorofil Fitoplankton.
J. Oseana, 32 (1) : 23-31
Rissler, H. M., E. Collakova, D. DellaPenna, J. Whelan, and B. J. Pogson. 2002.
Chlorophyll Biosynthesis. Expression of a Second Chl I Gene of
Magnesium Chelatase in Arabidopsis Supports Only Limited Chlorophyll
Synthesis1. J. Plant Physiol 128: 770779.
158
Rosales, M. 1982. Preparation of Various Culture Media and Stok Solutions.
SEAFDEC Aquaculture Department. In: R. D. Guerrero and C. T. Villegas
(Eds). Report of the Training Course on Growing Food Organism for Fish
Hatcheries. Tigbauan, Iloilo, Philippines.
Saeton, K. and S. Traichaiyaporn. 2007. Effect of Nitrogen and Phosphorus on
the Dynamics of Blue-green Algae in the Mae Ngat Somboonchol
Reservoir, Chiang Mai, Thailand. Chiang Mai J. Sci. 2007; 34(2) : 253-268.
Salisbury FB and CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diah R Lukman,
Ira Sumaryono, penerjemah. Bandung : ITB Press. Terjemahan dari:
Plant Physiology.
Sanchez, M., J. B. Castillo., C. Rozo., and I. Rodriguez. 2002. Spirulina
(Arthrospira): An Edible Microorganism A Review. Departamento de
Quimica, Facultad de Ciencias, Pontificia Universidad Javeriana. Bogota.
http://www.spirulina.co.nz. 13 pp.
Sandmann, G. and R. Malkin. 1983. Iron Sulfur Centers and Activities of the
Photosynthetic Electron Transpoert Chain in Iron Deficient Cultures of the
Blue Green Alga Aphanocapsa. Departement of Molecular Plant Biology.
University of California. Berkeley. California. Plant Physiol, 05: 724-728.
Schoefs B. and M. Bertrand. 2004. Handbook of Photosynthesis Second Edition.
Edited by Mohammad Pessarakli University of Arizona Tucson, Arizona,
U.S.A. CRC Press. pp. 54- 181
Setyowati, A. 2010. Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil Cephalus ) Di
Muara Sungai Aloo Sidoarjo. Tesis. Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Southorn PA, Powis G. 1988. Free Radicals in Medicine. I. Chemical Nature and
Biologic Reactions. Mayo Clin Proc 63.381-398.
Supyan, A.. 2008. Pemanasan Global (Global Warming), Industrilisasi dan
Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Manusia. www.stikku.ac.id.
28/02/2011. 8 hal
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung. 224 hal.
Suryati. 2002. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Gula (LCPG) Untuk
Pertumbuhan Spirulina sp.. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya. Malang.
159
Susanna, D., Zakianis, E. Hermawati, H. K. Adi. 2007. Pemanfaatan Spirulina
platensis Sebagai Suplemen Protein Sel Tunggal Mencit (Mus musculus).
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan
Program Pascasarjana, Pusat Studi Lingkungan Universitas Indonesia,
Depok 16424, Indonesia.
Susanti, D. R. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Pada Gambaran Histopatologi Ginjal Ayam Petelur.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. 45p.
Strickland, J. D. H. 1960. Measuring The Production of Marine Phytoplankton.
Fish. Res. Bull. 122: 1-171
Strohmeyer, C. 2008. Spirulina Algae; The Aquatic Health Benefits for Tropical,
Marine and Goldfish. http://www.americanaquariumproducts.com.
12/04/2009. 7 pp.
Tomaselli. L. 1997. Morphology, Ultrastuktur and Taxonomy of Arthospira
(Spirulina) maxima and Arthospira (Spirulina) platensis. In: A. Vonshak
(Eds). Spirulina platensis (Arthospira). Physiology, Cell-Biology and
Biotechnology. British Library. London. p. 1-16.
Vonshak, A. 1997. Spirulina platensis (Arthrospira). Physiology, Cell-Biology
and Biotechnology. Ben-Guion University of Negev. Israel. 43-66 pp.
Weissner, W. 1962. Inorganic Micronutirents. In : R. A. Lewin (Eds). Physiology
and Biochemistry of Algae. Academic Press. London. p. 145-148.
Weng, H., X. Sun, J. Weng, Y. Qin and H. Dong. 2008. Crucial Roles of Iron in
The Growth of Prorocentrum micans Ehreberg Dinophyceae. Forida.
J. Coastal Res, 24: 176-183.
Widianti, T. H. 2009. Pengaruh Tiga Jenis Komposisi Media Kultur Teknis
Terhadap Produksi dan Kandungan Nutrisi Spirulina platensis. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
109 hal.
Wulandari, S. 2008. Pengaruh Pemberian Curcuma Domestika Terhadap
Gambaran Histologi Hepar Mencit Balb/C Yang Diberi Parasetamol.
Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. 30 hal.
Zhao, Z., Li, R., Sun, L., Li, Z., Yang, R. 2004. Effect of lead exposure on the
immune function of lymphocytes and erythrocytes in preschool children.
J. Zhejiang Univ Sci. 5 (8): 1001-1004.
160
LAMPIRAN
Lampiran 1. Laporan Hasil Uji Limbah Ampas Kecap
161
Lampiran 2. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara
Tabel 5. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara
Komposisi Walne (gram)
NaH
2
PO
4
.2H
2
O
NaNO
3
Na
2
HPO
4
.12H
2
O
Na
2
EDTA
ZnCl2
MgSO
4
.7H
2
O
CoCl
2
.6H
2
O
(NH
4
)
6
.Mo
7
O
24
.4H
2
O
CuSO
4
.5H
2
O
FeCl
3
.6H
2
O
MnCl
2
.4H
2
O
H
3
BO
3
20
100
20
45
2,1
0,01
2,0
0,9
2,0
1,3
0,36
33,6
Lampiran 3. Konversi perhitungan nitrogen
162
Salah satu bahan kimia yang terkandung di dalam pupuk Walne adalah 100
g NaNO
3,
yang kemudian dilarutkan pada 1 L aquades. Hasil pengujian di
LPPMHP Surabaya diperoleh bahwa 100 g NaNO
3
mengandung nitrogen 2,3835
%. Pada penelitian ini menggunakan penyetaraan nitrogen pupuk Walne dengan
nitrogen limbah ampas kecap untuk menentukan dosis penggunaan pupuk limbah
ampas kecap. Hasil pengujian di LPPMHP Surabaya diperoleh bahwa 100 g
limbah ampas kecap
mengandung nitrogen 1,3172 %. Perhitungan penyetaraan
menggunakan rumus (Edhy dkk., 2003):
Keterangan:
V1 = Volume pupuk limbah ampas kecap (mL)
N1 = Kandungan nitrogen limbah ampas kecap (%)
V2 = Volume pupuk Walne (mL)
N2 = Kandungan nitrogen pupuk Walne (%)
= 1,8 mL
Lampiran 4. Teknik Pemeriksaan Histopatologi dengan Pewarnaan
Hematoxylin-Eosin (Bell and Lightner, 1988 In
Baumgartner et al., 2009)
163
1. Tahap fiksasi : Organ hati difiksasi didalam larutan 10% Neutral Buffered
Formalin Selama 24 jam
2. Tahap Dehidrasi dan Cleasing : Organ yang telah difiksasi dimasukkan ke
dalam cassete dan didehidrasi dengan menggunakan alcohol bertingkat :
70%, 80%, 85%, 90%, 95% alcohol absolut I dan II masing-masing selama
2jam. Clearing dengan menggunakan xylene I, II dan III
3. Tahap Impregnasi : Organ dimasukkan ke dalam paraffin cair I, II dan III
masing-masing selama 30 menit.
4. Tahap embedding : Organ dimasukkan ke dalam cetakan besi (base mold)
yang telah dipanaskan diatas hot plate dan sudah diisi dengan paraffin cair,
dibiarkan hingga paraffin membeku (mengeras).
5. Tahap Sectioning : Blok paraffin yang telah mengeras diiris dengan
menggunakan microtome dengan ketebalan 2-3 m, hasil irisan dicelupkan
ke dalam air hangat dengan suhu 42-45 C sampai jaringan mengembang.
Kemudian diletakkan diatas gelas obyek dan dikeringkan.
6. Tahap staining :`Jaringan yang telah tertempel pada glas obyek
dimasukkan ke dalam xylene I dan II selama 5 menit, masing-masing
selama 5 menit, alcohol absolut I, II dan 95% selama 1 menit. Kemudian
diwarnai dengan haematoxylin selama 10 menit, ke dalam aquades 4
celupan, acid alcohol 4 celupan dan air mengalir selama 10 menit.
Kemudian diwarnai dengan aeosin selama 2 menit, dimasukkan kedalam
alcohol 95%, I dan II masing-masing 2 celupan, alcohol absolut I dan II
masing-masing 1 menit, xylene II, II dan III masing-masing 2 menit.
7. Tahap pengamatan : pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya
dengan perbesaran 100x dan 400x.
Lampiran 5. Proses fotosintesis
Fotosintesis terdiri dari dua reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap.
Reaksi terang merupakan reaksi yang terjadi di grana menghasilkan ATP dan
164
NADPH. Reaksi gelap merupakan reaksi yang berlangsung pada stroma,
memerlukan ATP, NADPH dan menghasilkan karbohidrat. Reaksi terang terdiri
dari dua tahap yaitu fotosistem I dan II. Mekanisme reaksi terang diawali dengan
tahap fotosistem II yaitu proses menyerap cahaya dengan panjang gelombang
sekitar 680 nm oleh klorofil sehingga elektron klorofil pada PS II tereksitasi dan
menyebabkan muatan menjadi tidak stabil. PS II akan mengambil elektron dari
molekul H
2
O yang ada disekitarnya untuk menstabilkan electron klorofil (Lips
and Avissar, 1986). Molekul H
2
O akan dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang
bertindak sebagai enzim. Hal ini akan mengakibatkan pelepasan H
+
di tilakoid
(Raven et al. 2005). Dengan menggunakan elektron dari H
2
O, selanjutnya PS II
akan mereduksi plastokuinon (PQ) membentuk PQH
2
. Plastokuinon merupakan
molekul kuinon yang terdapat pada membran lipid bilayer tilakoid. Plastokuinon
ini akan mengirimkan elektron dari PS II ke suatu pompa H
+
yang disebut
sitokrom b6-f kompleks (Alberts et al. 2002). Reaksi keseluruhan yang terjadi di
PS II adalah:
2H
2
O + 4 foton + 2PQ + 4H- 4H+ + O
2
+ 2PQH
2
Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke
PS I dengan mengoksidasi PQH
2
dan mereduksi protein kecil yang sangat mudah
bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC) (Lips and
Avissar, 1986). Raven et al. 2005 menyatakan bahwa kejadian ini juga
menyebabkan terjadinya pompa H
+
dari stroma ke membran tilakoid. Reaksi yang
terjadi pada sitokrom b6-f kompleks adalah :
2PQH
2
+ 4PC(Cu
2+
) 2PQ + 4PC(Cu
+
) + 4 H
+
(lumen)
165
Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem I.
Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tapi mengandung
kompleks inti terpisah, yang menerima elektron yang berasal dari H
2
O melalui
kompleks inti PS II lebih dahulu. Sebagai sistem yang bergantung pada cahaya,
PS I berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan elektron ke
protein Fe-S larut yang disebut feredoksin. Reaksi keseluruhan pada PS I adalah:
Cahaya + 4PC(Cu
+
) + 4Fd(Fe
3+
) 4PC(Cu
2+
) + 4Fd(Fe
2+
)
Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir
pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP
+
dan membentuk NADPH. Reaksi
ini dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP
+
reduktase. Lips and
Avissar (1986) menyatakan reaksinya sebagai berikut:
4Fd (Fe
2+
) + 2NADP
+
+ 2H
+
4Fd (Fe
3+
) + 2NADPH
Ion H
+
yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke
dalam ATP sintase. ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP
dengan pengangkutan elektron dan H
+
melintasi membran tilakoid. Masuknya H
+
pada ATP sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan fosfat
anorganik (Pi) menjadi ATP. Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang
adalah sebagai berikut:
Sinar + ADP + Pi + NADP
+
+ 2H
2
O ATP + NADPH + 3H+ + O
2
Mekanisme reaksi gelap dimulai dengan fiksasi CO
2
melewati proses
karboksilasi untuk menghasilkan glukosa. Sintesis glukosa membutuhkan 6 CO
2
bersama dengan 6 ribolose 1,5 biphosphate (RBP) dan 6 H
2
O membentuk 12 3-
phosphogliserate. Bassham (1965) menyatakan bahwa proses karboksilasi
166
melibatkan CO
2
, H
2
O dan RuBP membentuk dua molekul 3-fosfogliserat (3-
PGA).
6 CO
2
+ 6 RBP 12 3PGA
Kemudian 12 3-PGA dan 12 ATP membentuk 12 3-phosphogliserol
phosphate dan 12 ADP. 12 3-phosphogliserol phosphate, 12 NADPH dan 12 H
+
membentuk 12 glyceraldehide
3 phosphat, 12 NADPH dan 12 Pi (fosfat organik).
5 dari 12 glyceraldehide
3 phosphat digunakan untuk membentuk 5
dihydroxyacetone phosphate. 3 dari 12 glyceraldehide
3 phosphat dan 3
dihydroxyacetone phosphate dengan bantuan aldolase membentuk 3 fructose 1,6-
biphosphate. 3 fructose 1,6-biphosphate dan 3 H
2
O membentuk 3 fructose 6
phosphate dan 3 fosfat organik. 3 fructose 6 phosphate membentuk glucose 6-
phosphate kemudian dengan tanbahan H
2
O membentuk glucose dan fosfat
organik.
167
Lampiran 6. Data kepadatan S. platensis
Data Kepadatan S. platensis
Hari I
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 33057,3248 39235,6688 51528,6624 40636,9427 40063,6943 41082,8025 245605,096
2 33248,4076 40127,3885 51019,1083 44394,9045 37770,7006 39490,4459 246050,955
3 33121,0191 39554,1401 50254,7771 41082,8025 38280,2548 38343,9490 240636,943
4 33885,3503 39872,6115 52101,9108 40636,9427 38917,1975 39617,8344 245031,847
Total 133312,1019 158789,8089 204904,4586 166751,5924 155031,8471 158535,0318 977324,841
Standart deviasi 329,0442 335,1523 679,1359 1573,4547 856,3267 972,6419
Rata-Rata 33328,0255 39697,4522 51226,1146 41687,8981 38757,9618 39633,7580
Data Kepadatan S. platensis
Hari II
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 43949,0446 43694,2675 68089,1720 48917,1975 48343,9490 50636,9427 303630,573
2 44076,4331 43949,0446 68216,5605 48216,5605 48598,7261 51783,4395 304840,764
3 43312,1019 44012,7389 67452,2293 48726,1146 48471,3376 51082,8025 303057,325
4 44076,4331 44331,2102 68025,4777 47643,3121 49108,2803 52356,6879 305541,401
Total 175414,0127 175987,2611 271783,4395 193503,1847 194522,2930 205859,8726 1217070,06
Standart deviasi 316,8750 226,8759 293,1840 494,4005 290,1412 657,3174
Rata-Rata 43853,5032 43996,8153 67945,8599 48375,7962 48630,5732 51464,9682
168
Data Kepadatan S. platensis
Hari III
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 39745,2229 59235,6688 87197,4522 70318,4713 61082,8025 66560,5096 384140,127
2 40063,6943 60509,5541 86942,6752 70509,5541 63885,3503 64267,5159 386178,344
3 38853,5032 59235,6688 86560,5096 70382,1656 64012,7389 64012,7389 383057,325
4 38789,8089 61719,7452 87515,9236 62292,9936 61337,5796 67070,0637 378726,115
Total 157452,2293 240700,6369 348216,5605 273503,1847 250318,4713 261910,8280 1532101,91
Standart deviasi 553,4442 1032,3336 349,9564 3512,5815 1373,1249 1352,6599
Rata-Rata 39363,0573 60175,1592 87054,1401 68375,7962 62579,6178 65477,7070
Data Kepadatan S. platensis
Hari IV
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 35732,4841 74076,4331 100318,4713 81401,2739 80191,0828 72929,9363 444649,682
2 35605,0955 75796,1783 99681,5287 81337,5796 80445,8599 73184,7134 446050,955
3 35031,8471 80063,6943 99299,3631 81847,1338 79490,4459 76560,5096 452292,994
4 36242,0382 72802,5478 100509,5541 90573,2484 89617,8344 80636,9427 470382,166
Total 142611,4650 302738,8535 399808,9172 335159,2357 329745,2229 303312,1019 1813375,8
Standart deviasi 430,5257 2742,3230 485,8645 3921,3380 4160,9898 3124,4294
Rata-Rata 35652,8662 75684,7134 99952,2293 83789,8089 82436,3057 75828,0255
Lampiran 6. Data Kepadatan S. platensis (lanjutan)
169
Data Kepadatan S. platensis
Hari V
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 30573,2484 78343,9490 99363,0573 87898,0892 84076,4331 99363,0573 479617,834
2 37261,1465 76433,1210 105095,5414 83121,0191 82165,6051 84076,4331 468152,866
3 28662,4204 83121,0191 115605,0955 80254,7771 86942,6752 89808,9172 484394,904
4 27707,0064 88853,5032 113694,2675 90764,3312 87898,0892 94585,9873 503503,185
Total 124203,8217 326751,5924 433757,9618 342038,2166 341082,8025 367834,3949 1935668,79
Standart deviasi 3731,0110 4800,8960 6567,3856 4081,5305 2278,5172 5667,4254
Rata-Rata 31050,9554 81687,8981 108439,4904 85509,5541 85270,7006 91958,5987
Data Kepadatan S. platensis
Hari VI
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 10509,5541 60191,0828 94585,9873 76433,1210 65923,5669 103184,7134 410828,025
2 20063,6943 63057,3248 113694,2675 78343,9490 61146,4968 100318,4713 436624,204
3 18152,8662 61146,4968 106050,9554 70700,6369 63057,3248 108917,1975 428025,478
4 23885,3503 64968,1529 92675,1592 73566,8790 68789,8089 106050,9554 429936,306
Total 72611,4650 249363,0573 407006,3694 299044,5860 258917,1975 418471,3376 1705414,01
Standart deviasi 4871,6747 1834,6686 8585,4462 2895,9448 2895,9448 3204,5560
Rata-Rata 18152,8662 62340,7643 101751,5924 74761,1465 64729,2994 104617,8344
Lampiran 6. Data Kepadatan S. platensis (lanjutan)
170
Data Kepadatan S. platensis
Hari VII
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 11464,9682 50636,9427 99363,0573 66878,9809 52547,7707 118248,4076 362834,395
2 8598,7261 53503,1847 94585,9873 64012,7389 48726,1146 113694,2675 331528,662
3 12420,3822 50636,9427 97452,2293 62101,9108 46815,2866 115605,0955 355414,013
4 6687,8981 46815,2866 102229,2994 60191,0828 52547,7707 109872,6115 336305,733
Total 39171,9745 201592,3567 393630,5732 253184,7134 200636,9427 457420,3821 1386082,8
Standart deviasi 2278,5172 2376,5623 2785,4866 2470,7198 2482,2384 3051,6280
Rata-Rata 9792,9936 50398,0892 98407,6433 63296,1783 50159,2357 114355,0955
Data Kepadatan S. platensis
Hari VIII
Ulangan
Perlakuan
Total
A B C D E F
1 7643,3121 42038,2166 94585,9873 53503,1847 46815,2866 113694,2675 358280,255
2 3821,6561 37261,1465 76433,1210 58280,2548 42038,2166 113694,2675 331528,662
3 4777,0701 48726,1146 93630,5732 52547,7707 40127,3885 115605,0955 355414,013
4 2866,2420 41082,8025 90764,3312 46815,2866 44904,4586 100318,4713 326751,592
Total 19108,2803 169108,2803 355414,0127 211146,4968 173885,3503 443312,1019 1371974,52
Standart deviasi 1787,4159 4130,1632 7307,5120 4074,5355 2572,5310 6117,6346
Rata-Rata 4777,0701 42277,0701 88853,5032 52786,6242 43471,3376 110828,0255
Lampiran 6. Data Kepadatan S. platensis (lanjutan)
171
Lampiran 7. Data klorofil a S. platensis menggunakan spektrofotometer
Data Klorofil a S. platensis
Ulangan
Hari Total
1 2 3 4 5 6
1 0,0139 0,0154 0,0274 0,0306 0,0375 0,0306 0,155311
2 0,0139 0,0145 0,0284 0,0309 0,0358 0,0319 0,15548
3 0,0144 0,0149 0,0274 0,0308 0,0357 0,0321 0,155142
4 0,0145 0,0149 0,0274 0,0316 0,0355 0,0323 0,156156
Total 0,0566 0,0597 0,1105 0,1239 0,1445 0,1269 0,622089
Standart deviasi 0,0003 0,0003 0,0004 0,0004 0,0008 0,0007
Rata-Rata 0,0142 0,0149 0,0276 0,0310 0,0361 0,0317
172
Lampiran 8. Kadar MDA pada darah mencit yang telah diberi klorofil a S.
platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan klorofil a S.
platensis komersil
Tabel 6. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis
hasil kultur limbah ampas kecap
No. Absorbansi
Klorofil a S. platensis hasil kultur limbah
ampas kecap (nmol/L)
1. 0,037 5,304
2.
0,039 5,574
3. 0,047 6,652
4. 0,032 4,474
5. 0,030 4,204
6. 0,031 4,326
7.
0,027 3,822
8. 0,044 6,248
Tabel 7. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis
komersil
No. Absorbansi Klorofil a S. platensis komersil (nmol/L)
1. 0,035 5,013
2. 0,036 5,079
3.
0,035 4,9
4. 0,041 5,844
5. 0,038 5,417
6. 0,037 5,17
7. 0,037 5,304
8. 0,029 4,091
173
Lampiran 9. Skoring histopatologi kerusakan hati mencit yang telah diberi
klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan
klorofil a S. platensis komersil serta diberi timbal sebagai
pemicu radikal bebas.
Tabel 8. Skoring kerusakan jaringan hati mencit
Ulangan
Kerusakan
hati mencit
yang diberi
timbal (Pb)
secara oral
Kerusakan hati
mencit yang telah
diberi klorofil a
S. platensis
komersil dan
timbal secara oral
Kerusakan hati
mencit yang diberi
klorofil a S. platensis
hasil kultur limbah
ampas kecap dan
timbal secara oral
Hati
mencit
yang
tanpa
diberi
perlakuan
1 2,1 1,9 1,6 1,1
2 1,9 1,6 1,6 1,3
3 2,1 2,2 2,2 1,3
4 2,1 1,3 1,7 1,3
5 2,2 1,4 1,9 1,3
6 2,4 2,2 1,9 1,2
7 2,4 2,1 2,1 1,3
8 2,1 1,4 2,2 1,4
9 2,2 1,5 2,2 1,2
10 2,2 2 2 1,2
Rata-rata
SD
2,170,15 1,760,36 1,940,24 1,260,08
Penilaian kerusakan jaringan hati berdasarkan Wulandari (2008) diklasifikasikan
menjadi empat kategori, yaitu:
0 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 0 - 5% pada satu lapang pandang
1 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 6 - 25% pada satu lapang pandang
2 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar 26 - 50% pada satu lapang pandang
3 : Kerusakan histopatologi hati mencit yang berupa degenerasi dan nekrosis
sebesar > 50% pada satu lapang pandang
174
Lampiran 10. Gambar standart skoring kerusakan hati mencit
Gambar 17. Standart skoring. A. nilai skoring 0, B. nilai skoring 1, C. nilai
skoring 2, D. nilai skoring 3. Perbesaran 400x. (Wulandari, 2008)
Keterangan:
: Sel hepatosit normal
: Nekrosis
175
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari pertama
Deskriptif
N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.332803 x 10
4
379.9475671 1.8997378 x 10
2
3.3057 x 10
4
3.3885 x 10
4
2 4 3.969745 x 10
4
387.0005465 1.9350027 x 10
2
3.9236 x 10
4
4.0127 x 10
4
3 4 5.122611 x 10
4
784.1985935 3.9209930 x 10
2
5.0255 x 10
4
5.2102 x 10
4
4 4 4.168790 x 10
4
1.8168690 x 10
3
9.0843450 x 10
2
4.0637 x 10
4
4.4395 x 10
4
5 4 3.875796 x 10
4
988.8009615 4.9440048 x 10
2
3.7771 x 10
4
4.0064 x 10
4
6 4 3.963376 x 10
4
1.1231101 x 10
3
5.6155507 x 10
2
3.8344 x 10
4
4.1083 x 10
4
Total 24 4.072187 x 10
4
5.5461474 x 10
3
1.1321026 x 10
3
3.3057 x 10
4
5.2102 x 10
4
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
6.881 x 10
8
5 1.376 x 10
8
128.039 .000
Within Groups 1.935 x 10
7
18 1074868.946
Total 7.075 x 10
8
23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 3.332803 x 10
4
5 4 3.875796 x 10
4
6 4 3.963376 x 10
4
2 4 3.969745 x 10
4
4 4 4.168790 x 10
4
3 4 5.122611 x 10
4
Sig. 1.000 .241 1.000 1.000
176
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari kedua
Deskriptif
N Mean
Std.
Deviation
Std. Error Minimum Maximum
1 4 4.385350 x 10
4
365.8957080 1.8294785 x 10
2
4.3312 x 10
4
4.4076 x 10
4
2 4 4.399682 x 10
4
261.9737399 1.3098687 x 10
2
4.3694 x 10
4
4.4331 x 10
4
3 4 6.794586 x 10
4
338.5396758 1.6926984 x 10
2
6.7452 x 10
4
6.8217 x 10
4
4 4 4.837580 x 10
4
570.8844933 2.8544225 x 10
2
4.7643 x 10
4
4.8917 x 10
4
5 4 4.863057 x 10
4
335.0262276 1.6751311 x 10
2
4.8344 x 10
4
4.9108 x 10
4
6 4 5.146497 x 10
4
759.0047965 3.7950240 x 10
2
5.0637 x 10
4
5.2357 x 10
4
Total 24 5.071125 x 10
4
8.3457281 x 10
3
1.7035646 x 10
3
4.3312 x 10
4
6.8217 x 10
4
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1.598 x 10
9
5 3.196 x 10
8
1.440 x 10
3
.000
Within Groups 3994076.941 18 221893.163
Total 1.602 x 10
9
23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 4.385350 x 10
4
2 4 4.399682 x 10
4
4 4 4.837580 x 10
4
5 4 4.863057 x 10
4
6 4 5.146497 x 10
4
3 4 6.794586 x 10
4
Sig. .672 .454 1.000 1.000
177
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari ketiga
Deskriptif
N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.936306 x 10
4
639.0622976 3.1953115 x 10
2
3.8790 x 10
4
4.0064 x 10
4
2 4 6.017516 x 10
4
1.1920361 x 10
3
5.9601806 x 10
2
5.9236 x 10
4
6.1720 x 10
4
3 4 8.705414 x 10
4
404.0948129 2.0204741 x 10
2
8.6561 x 10
4
8.7516 x 10
4
4 4 6.837580 x 10
4
4.0559797 x 10
3
2.0279899 x 10
2
6.2293 x 10
4
7.0510 x 10
4
5 4 6.257962 x 10
4
1.5855481 x 10
2
7.9277405 x 10
2
6.1083 x 10
4
6.4013 x 10
4
6 4 6.547771 x 10
4
1.5619171 x 10
3
7.8095857 x 10
2
6.4013 x 10
4
6.7070 x 10
4
Total 24 6.383758 x 10
4
1.4409176 x 10
4
2.9412607 x 10
2
3.8790 x 10
4
8.7516 x 10
4
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
4.705 x 10
9
5 9.410 x 10
8
241.320 .000
Within Groups 7.019 x 10
7
18 3899527.150
Total 4.775 x 10
9
23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
1
4
3.936306 x
10
4
2
4
6.017516 x
10
4
5
4
6.257962 x
10
4
6.257962 x
10
4
6
4
6.547771 x
10
4
6.547771 x
10
4
4
4
6.837580 x
10
4
3
4
8.705414 x
10
4
Sig. 1.000 .102 .053 .053 1.000
178
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari keempat
Deskriptif
N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.565287E4 497.1282256 2.4856411E2 3.5032E4 3.6242E4
2 4 7.568471E4 3.1665619E3 1.5832809E3 7.2803E4 8.0064E4
3 4 9.995223E4 561.0279925 2.8051400E2 9.9299E4 1.0051E5
4 4 8.378981E4 4.5279711E3 2.2639855E3 8.1338E4 9.0573E4
5 4 8.243631E4 4.8046972E3 2.4023486E3 7.9490E4 8.9618E4
6 4 7.582803E4 3.6077804E3 1.8038902E3 7.2930E4 8.0637E4
Total 24 7.555732E4 2.0229360E4 4.1293009E3 3.5032E4 1.0051E5
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
9.211E9 5 1.842E9 164.494 .000
Within Groups 2.016E8 18 1.120E7
Total 9.412E9 23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 3.565287E4
2 4 7.568471E4
6 4 7.582803E4
5 4 8.243631E4
4 4 8.378981E4
3 4 9.995223E4
Sig. 1.000 .952 .574 1.000
179
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari kelima
Deskriptif
N Mean
Std.
Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 3.105096E4 4.3082004E3 2.1541002E3 2.7707E4 3.7261E4
2 4 8.168790E4 5.5435972E3 2.7717986E3 7.6433E4 8.8854E4
3 4 1.084395E5 7.5833636E3 3.7916818E3 9.9363E4 1.1561E5
4 4 8.550955E4 4.7129454E3 2.3564727E3 8.0255E4 9.0764E4
5 4 8.527070E4 2.6310051E3 1.3155025E3 8.2166E4 8.7898E4
6 4 9.195860E4 6.5441792E3 3.2720896E3 8.4076E4 9.9363E4
Total 24 8.065287E4 2.4813456E4 5.0650254E3 2.7707E4 1.1561E5
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1.362E10 5 2.725E9 91.463 .000
Within Groups 5.363E8 18 2.979E7
Total 1.416E10 23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 3.105096E4
2 4 8.168790E4
5 4 8.527070E4 8.527070E4
4 4 8.550955E4 8.550955E4
6 4 9.195860E4
3 4 1.084395E5
Sig. 1.000 .361 .117 1.000
180
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari keenam
Deskriptif
N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 1.815287E4 5.6253254E3 2.8126627E3 1.0510E4 2.3885E4
2 4 6.234076E4 2.1184928E3 1.0592464E3 6.0191E4 6.4968E4
3 4 1.017516E5 9.9136194E3 4.9568097E3 9.2675E4 1.1369E5
4 4 7.476115E4 3.3439490E3 1.6719745E3 7.0701E4 7.8344E4
5 4 6.472930E4 3.3439491E3 1.6719745E3 6.1146E4 6.8790E4
6 4 1.046178E5 3.7003026E3 1.8501513E3 1.0032E5 1.0892E5
Total 24 7.105892E4 2.9854486E4 6.0940215E3 1.0510E4 1.1369E5
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1.999E10 5 3.998E9 140.706 .000
Within Groups 5.114E8 18 2.841E7
Total 2.050E10 23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
1 4 1.815287E4
2 4 6.234076E4
5 4 6.472930E4
4 4 7.476115E4
3 4 1.017516E5
6 4 1.046178E5
Sig. 1.000 .534 1.000 .457
181
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari ketujuh
Deskriptif
N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 9.792994E3 2.6310051E3 1.3155025E3 6.6879E3 1.2420E4
2 4 5.039809E4 2.7442178E3 1.3721089E3 4.6815E4 5.3503E4
3 4 9.840764E4 3.2164028E3 1.6082014E3 9.4586E4 1.0223E5
4 4 6.329618E4 2.8529416E3 1.4264708E3 6.0191E4 6.6879E4
5 4 5.015924E4 2.8662421E3 1.4331210E3 4.6815E4 5.2548E4
6 4 1.143551E5 3.5237166E3 1.7618583E3 1.0987E5 1.1825E5
Total 24 6.440154E4 3.5075583E4 7.1597733E3 6.6879E3 1.1825E5
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
2.814E10 5 5.627E9 630.273 .000
Within Groups 1.607E8 18 8928227.319
Total 2.830E10 23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
1 4 9.792994E3
5 4 5.015924E4
2 4 5.039809E4
4 4 6.329618E4
3 4 9.840764E4
6 4 1.143551E5
Sig. 1.000 .911 1.000 1.000 1.000
182
Lampiran 11. Analisis statistik kepadatan S. platensis (lanjutan)
Analisis statistik kepadatan S. platensis hari kedelapan
Deskriptif
N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
1 4 4.777070E3 2.0639302E3 1.0319651E3 2.8662E3 7.6433E3
2 4 4.227707E4 4.7691016E3 2.3845508E3 3.7261E4 4.8726E4
3 4 8.885350E4 8.4379881E3 4.2189940E3 7.6433E4 9.4586E4
4 4 5.278662E4 4.7048684E3 2.3524342E3 4.6815E4 5.8280E4
5 4 4.347134E4 2.9705029E3 1.4852514E3 4.0127E4 4.6815E4
6 4 1.108280E5 7.0640360E3 3.5320180E3 1.0032E5 1.1561E5
Total 24 5.716561E4 3.5363975E4 7.2186412E3 2.8662E3 1.1561E5
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
2.823E10 5 5.645E9 189.163 .000
Within Groups 5.372E8 18 2.984E7
Total 2.876E10 23
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
1 4 4.777070E3
2 4 4.227707E4
5 4 4.347134E4
4 4 5.278662E4
3 4 8.885350E4
6 4 1.108280E5
Sig. 1.000 .761 1.000 1.000 1.000
183
Lampiran 12. Analisis statistik metode MDA
Group Statistics
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Coba 1
8
8
5.075500
5.102250
1.0292265
0.5023646
0.3638865
0.1776127
2
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
F Sig. Lower Upper
Coba Equal variances assumed
Equal variances not
assumed
7.155 0.018
-.066
-.066
14
10.156
0.948
0.949
-.0267500
-.0267500
.4049193
.4049193
-.8952156
-.9270889
.8417156
.8735889
184
Lampiran 13. Analisis statistik skoring histopatologi hati mencit
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Skor 40 1.7825 .40566 1.10 2.40
Perlakuan 40 2.50 1.132 1 4
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Skor 1 10 31.30
2 10 20.20
3 10 24.55
4 10 5.95
Total 40
Test Statistics
a,b
Skor
Chi-Square 25.660
df 3
Asymp.
Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Perlakuan
Lampiran 14. Standart Klorofil A
185
Tabel 8. Standart klorofil a
Konsentrasi klorofil a (mg/L) Absorbansi (%)
0,000 0,000
0,001 0,010
0,002 0,015
0,003 0,025
0,004 0,034
0,005 0,041
0,006 0,056
0,007 0,059
0,008 0,065
0,009 0,072
0,01 0,087
0,02 0,128
0,03 0,187
0,04 0,247
0,05 0,297
0,06 0,356
0,07 0,441
0,08 0,496
0,09 0,547
0,1 0,607
Lampiran 14. Standart Klorofil A (lanjutan)
186
Gambar 18. Grafik kurva baku klorofil a
Lampiran 15. Standart malondialdehid (MDA)
y = 5,9679x + 0,011
R = 0,9983
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
p
a
d
a
p
a
n
j
a
n
g
g
e
l
o
m
b
a
n
g
6
6
5
n
m
(
%
)
Klorofil a (mg/mL)
187
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN BIOKIMIA KEDOKTERAN
Kampus A Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, 5030252-3
ext 139,140,177 Faks. 031-5022472
Website: http://www.fk.unair.ac.id E-mail: biokimia@fk.unair.ac.id
Tabel 9. Hasil Pengamatan Pengukuran Absorbansi Untuk Kurva Standard MDA
Standard
Kadar MDA
(nmol/L)
Absorbansi
1 1 0,007
2 2,5 0,018
3 5 0,035
4 7,5 0,053
5 10 0,071
Gambar 19. Kurva Kadar MDA Standard
Kurva standard dibuat setelah pengukuran absorbansi sampel untuk
mengetahui range absorbansi sampel sehingga dapat ditentukan konsentrasi yang
digunakan, yang nilai absorbannya dapat mencakup nilai absorban sampel. Kurva
standard yang diperoleh dari persamaan kurva melalui titik nol adalah y = 0,0071x
+ 0,0002, R = 0,9547
Lampiran 16. Data Suhu Ruang C S. platensis
y = 0,0071x + 0,0002
R = 0,9547
0,000
0,010
0,020
0,030
0,040
0,050
0,060
0,070
0,080
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
Kadar
188
Tabel 10. Data Suhu Ruang (C) S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
08.00 12.30 03.00
1 29 31 29
2 28 31 29
3 28 32 29
4 28,5 31 29
5 28 31 30
6 28 31 30
7 28 31 30
8 28 31 30
Rata-rata SD 28,188 0,3720 31,125 0,3536 29,500 0,5345
Lampiran 17. Data alkalinitas (pH) media kultur S. platensis
189
Tabel 11. Data pH pagi hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 8,4 8,0 8,2 8,3 8,2 8,0
2 8,2 8,1 8,2 8,2 8,2 8,0
3 8,8 8,8 9,0 9,0 8,8 9,0
4 8,7 9,0 9,0 8,8 8,7 8,4
5 8,7 9,0 8,9 8,8 8,7 8,4
6 8,7 8,9 8,9 8,8 8,7 8,4
7 9,0 9,0 8,9 8,8 9,0 8,9
8 9,0 9,0 8,9 8,8 9,0 8,9
Rata-rata SD
8,68
0,27
8,72
0,42
8,75
0,34
8,68
0,27
8,66
0,31
8,50
0,39
Tabel 12. Data pH siang hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 8,4 8,0 8,2 8,3 8,2 8,0
2 8,2 8,1 8,1 8,1 8,2 8,1
3 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
4 8,7 9,0 9,0 8,8 8,9 8,7
5 9,0 9,0 9,0 8,8 8,9 8,7
6 9,0 9,0 9,0 8,8 8,9 8,7
7 9,0 9,0 9,0 8,8 8,9 9,0
8 9,0 9,0 9,0 9,1 8,9 9,0
Rata-rata SD
8,78
0,32
8,76
0,44
8,78
0,39
8,71
0,33
8,73
0,33
8,65
0,39
Tabel 13. Data pH sore hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 8,0 8,4 8,4 8,3 8,3 8,3
2 8,1 8,3 8,1 8,3 8,3 8,2
3 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
4 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
5 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0
6 9,0 8,9 9,0 9,0 9,0 9,0
7 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,1
8 8,9 8,9 9,0 9,0 9,0 9,1
Rata-rata SD
8,75
0,43
8,81
0,29
8,81
0,35
8,82
0,32
8,82
0,32
8,83
0,36
Lampiran 18. Data salinitas (ppt) media kultur S. platensis
Tabel 14. Data salinitas pagi hari media kultur S. platensis
190
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 32 32 32 32 32 32
2 32 32 32 32 32 32
3 32 32 33 32 32 32
4 33 33 33 33 32 33
5 33 33 33 33 33 33
6 33 33 33 33 33 33
7 33 33 33 33 33 34
8 34 33 33 33 34 34
Rata-rata SD
32,75
0,70
32,62
0,51
32,75
0,46
32,62
0,51
32,62
0,74
32,87
0,83
Tabel 15. Data salinitas siang hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 32 32 32 32 32 32
2 32 32 32 32 32 32
3 33 32 33 32 32 33
4 33 33 33 33 32 33
5 33 33 33 33 33 33
6 33 33 33 33 33 33
7 33 33 33 33 33 34
8 34 33 33 33 34 34
Rata-rata SD
32,87
0,64
32,62
0,51
32,75
0,46
32,62
0,51
32,62
0,74
33,00
0,75
Tabel 16. Data salinitas sore hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 32 32 32 32 32 32
2 32 32 33 32 32 32
3 33 32 33 33 32 33
4 33 33 33 33 33 33
5 33 33 33 33 33 33
6 33 33 33 33 33 33
7 33 33 33 33 33 34
8 34 33 33 33 34 34
Rata-rata SD
32,87
0,64
32,62
0,51
32,87
0,35
32,75
0,46
32,75
0,70
33,00
0,75
Lampiran 19. Data Suhu air (C) media kultur S. platensis
Tabel 17. Data Suhu air C pagi hari media kultur S. platensis
191
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
2 28,6 28,6 28,5 28,6 28,6 28,8
3 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
4 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
5 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
6 29,0 28,9 29,0 29,0 28,8 29,0
7 29,0 29,0 29,0 29,0 28,9 29,0
8 29,0 29,0 29,0 29,0 28,9 29,0
Rata-rata SD
28,95
0,14
28,93
0,14
28,93
0,17
28,95
0,14
28,90
0,14
28,97
0,07
Tabel 18. Data Suhu air C siang hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
2 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
3 30,5 30,5 30,5 30,5 30,5 30,5
4 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
5 30,0 30,0 30,3 30,0 30,0 30,0
6 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
7 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
8 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
Rata-rata SD
30,06
0,17
30,06
0,17
30,10
0,19
30,06
0,17
30,06
0,17
30,06
0,17
Tabel 19. Data Suhu air C sore hari media kultur S. platensis
Hari Ke
Perlakuan
A B C D E F
1 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
2 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
3 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
4 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0
5 29,0 29,1 29,0 29,1 29,1 29,0
6 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
7 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0
8 29,0 29,1 29,0 29,3 29,1 29,0
Rata-rata SD
29,50
0,53
29,52
0,50
29,50
0,53
29,55
0,48
29,52
0,50
29,50
0,53
192
Lampiran 20. Laporan Hasil Uji Kadar Nitrogen Pupuk Walne dan Limbah Ampas Kecap
193
Lampiran 21. Sertifikat Kelaikan Etik