ADSORPSI ISOTERMIS
I.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati peristiwa adsorpsi suatu larutan
II.
Prinsip Kerja
Memasukan setiap karbon aktif yang sudah dipanaskan ke dalam setiap labu erlenmeyer yang
berisi larutan asam yang sudah diketahui konsentrasinya,mengocok dan menunggu agar
terjadinya proses adsorpsi.
III.
Teori
Peristiwa Adsorpsi
Adsorpsi merupakan salah satu proses yang terjadi pada permukaan. Proses adsorpsi
dapat dipelajari dengan mengetahui komposisi permukaan adsorben, misal dengan
spektroskopi photoelektron yang diinduksi dengan sinar-X. Secara sederhana adsorpsi juga
dapat dipelajari melalui pengukuran daya adsorpsi suatu adsorben. Daya adsorpsi suatu
adsorben dapat diukur melalui pengukuran konsentrasi adsorbat sebelum dan setelah
perlakuan. Dengan mengubah-ubah faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi, maka
kita dapat mempelajari hal- hal yang mempengaruhi proses adsorpsi, yang berarti juga
mampengaruhi proses adsorpsi.
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam
fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau
molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair,
mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi.
Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi.
Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam absorbens
sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya (Sukardjo,
1990).
Suatu adsorben dengan bahan dan jenis tertentu, banyaknya gas yang dapat diserap,
makin besar bila temperatur kritis semakin tinggi atau gas tersebut mudah dicairkan. Semakin
luas permukaan dari suatu adsorben yang digunakan, maka semakin banyak gas yang dapat
diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya serap dihitung tiap satuan
massa adsorben. Daya serap zat padat terhadap gas tergantung dari jenis adsorben, jenis gas,
luas permukaan adsorben, temperatur dan tekanan gas (Atkins, 1990).
Proses adsorpsi yang terjadi pada kimisorpsi, partikel melekat pada permukaan dengan
membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang
memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan substrat. Peristiwa adsorpsi disebabkan
oleh gaya tarik molekul-molekul di permukaan adsorbens. Dimana adsorben yang biasa
digunakan dalam percobaan adalah kabon aktif, sedangkan zat yang diserap adalah asam
asetat (Keenan, 1999).
Peristiwa adsorpsi yang terjadi jika berada pada permukaan dua fasa yang bersih
ditambahkan komponen ketiga, maka komponen ketiga ini akan sangat mempengaruhi sifat
permukaan. Komponen yang ditambahkan adalah molekul yang teradsorpsi pada permukaan
(dan karenanya dinamakan surface aktif). Jumlah zat yang terserap setiap berat adsorbens,
tergantung konsentrasi dari zat terlarut. Namun demikian, bila adsorbens sudah jenuh,
konsentrasi tidak lagi berpengaruh. Adsorpsi dan desorpsi (pelepasan) merupakan
kesetimbangan (Atkins, 1990).
Secara umum analisis kinetika adsorpsi terbagi atas tiga bagian yaitu orde satu, orde
dua dan orde tiga. Peristiwa kinetika adsorpsi dapat dipelajari hubungan konsentrasi spesies
terhadap perubahan waktu. Kinetika adsorpsi karbon aktif terhadap asam asetat dapat
ditentukan dengan mengukur perubahan konsentrasi asam asetat sebagai fungsi waktu dan
menganalisisnya dengan analisis harga k (konstanta kesetimbangan adsorpsi) atau dengan
grafik. Ketiga analisis kinetika adsorpsi tersebut adalah:
Orde satu
ln C
= kt + ln Co
Dari persamaan tersebut, diperoleh grafik hubungan antara ln C dengan t, yang merupakan
garis lurus dengan slope k dan intersep ln Co.
Orde dua
ln C = kt
Dari persamaan diatas diperoleh grafik hubungan antara 1/C dengan t, yang merupakan garis
lurus dengan slope k dan intersep 1/Co.
Orde tiga
Ln C = kt
Dari persamaan diatas, maka grafik hubungan antara 1/C2 dengan t, yang merupakan garis
lurus dengan slope 2 k dan intersep 1/Co2 (Tony, 1987).
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas)
terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada
permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida terserap oleh fuida
lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Arang Aktif
Arang aktif biasanya disebut karbon aktif yang dapat menyerap beberapa jenis zat di
dalam cairan ataupun gas. Berarti arang aktif dapat digunakan sebagai bahan penjernih
ataupun untuk menghilangkan bau busuk. Pada arang aktif terdapat banyak pori (zone)
berukuran nano hingga mikrometer. Sedemikian banyaknya pori sehingga dalam satu gram
arang aktif bila semua dinding rongga pori direntangkan, luas permukaannya dapat mencapai
ratusan hingga ribuan meter persegi.
Pori-pori didalam Arang Aktif Polikristal :
A. Zone atau pori antar kristal.
B. Kristal kecil dan bidang-bidang Kristal
C. Atom karbon
Arang yang atom-atomnya merupakan atom-atom karbon dapat berfungsi sebagai
bahan penyerap, bila atom-atom arang tersebut dapat diubah dari bentuk amort menjadi
bentuk poli kristal. Supaya terjadi arang aktif, proses aktivasi harus dilakukan, yaitu dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Dengan pemanasan tersebut, maka atom-atom karbon akan
mengatur diri sedemikian rupa sehingga terjadi poli kristal. Rongga-rongga atau pori-pori
(zone-zone) antar kristal berukuran nano hingga mikrometer. Proses aktivasi atau kristalisasi
arang dari bentuk amort menjadi poli kristal dilakukan dalam tanur suhu tinggi .Proses
produksi ini merupakan proses fisika dan hasil produksinya merupakan arang dengan karbon
berkadar tinggi. Arang aktif dapat dibuat dari berbagai janis bahan, seperti : kertas, kulit padi,
gambut, tulang, serbuk gergaji, kayu, biji kelapa sawit, batok kelapa, ubi kayu, tapioca dan
sebagainya.
Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk menghimpun
lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat ketidakseimbangan
gaya-gaya
pada
permukaan.
Adsorpsi
kimia
menghasilkan
pembentukan
lapisan
monomolekular adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekulmolekul pada permukaan. Adsorpsi fisika diakibatkan kondensasi molekular dalam kapilerkapiler dari padatan. Secara umum, unsur-unsur dengan berat molekul yang lebih besar akan
lebih mudah diadsorpsi. Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan konsentrasi
antar-muka, diikutl dengan difusi lambat ke dalam partikel-partikei karbon. Laju adsorpsi
keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-moleku zat 'terlarut dalam poripori kapiler dari partikel karbon. Kecepatan itu berbanding terbalik dengan kuadrat diameter
partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat terlarut, bertambah dengan kenaikan
temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat molekul zat terlarut.
Morris dan Weber menemukan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring dengan akar
pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga meningkat dengan
menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan karbon. Kapasitas adsorpsi dari
karbon terhadap suatu zat terlarut tergantung pada dua-duanya, karbon dan zat terlarutnya.
Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam hal kemampuan adsopsi dari
campuran-campuran yang ada. Struktur molekul, kelarutan, dsb, semuanya berpengaruh
terhadap kemampuan adsorpsi. Derajat I kemungkinan adsorpsi akan terjadi dan
menghasilkan hubungan kesetimbangan berkorelasi menurut hubungan empiris dari
Freundlich, dan turunan Langmuir.
maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang
diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya
bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan
dengan komponen yang kurang polar. Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keraslemahnya dari adsorbat maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan
istilah polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion
dalam suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung
bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan
ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat polarizing power cation yang
rendah dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga
diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan
istilah polarisabilitas anion yaitu, kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat
medan listrik dari kation. Anion bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatan besar
dan elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lemah dimiliki oleh anion dengan ukuran
besar, muatan kecil dan elektronegatifitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat
dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah (Atkins at al.
1990).
Pearson (1963) mengklasifikasikan asam-basa Lewis menurut sifat keras dan lemahnya.
Menurut Pearson, situs aktif pada permukaan padatan dapat dianggap sebagai ligan yang
dapat mengikat logam secara selektif. Logam dan ligan dikelompokkan menurut sifat keras
dan lemahnya berdasarkan pada polarisabilitas unsur. Pearson (1963) mengemukakan suatu
prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB). Ligan-ligan dengan atom yang sangat
elektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa keras, sedangkan ligan-ligan dengan atom
yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa
lemah. Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil namun bermuatan positip besar,
elektron terluarnya tidak mudah dipengaruhi oleh ion dari luar, ini dikelompokkan ke dalam
asam keras, sedangkan ion-ion logam yang berukuran besar dan bermuatan kecil atau nol,
elektron terluarnya mudah dipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah.
Menurut prinsip HSAB, asam keras akan berinteraksi dengan basa keras untuk
membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan basa lemah. Interaksi asam keras
dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi asam lemah dengan basa
lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen. Ion krom (Cr3+) merupakan kation yang bersifat
asam keras, sehingga akan berinteraksi secara kuat dengan anion-anion yang bersifat basa
keras seperti dengan OH-. Selulosa mempunyai banyak gugus -OH, dengan demikian
selulosa akan mengikat ion krom secara kuat. Ikatan antara ion Cr3+ dengan -OH pada
selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi, di mana pasangan elektron bebas dari O
pada -OH akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh Cr3+, sehingga terbentuk
kompleks terkoordinasi.
Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorpsi dari suatu adsorben. Adsorben
dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menjerap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan adsorben yang memilki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas
dapat dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap air panas ke
dalam pori-pori adsorben, atau mengaktivasi secara kimia. Salah satu cara mengaktivasi
adsorben secara kimia adalah aktivasi selulosa melalui penggantian gugus aktif -OH pada
selulosa dengan gugus HSO3- melalui proses sulfonasi. Selulosa yang teraktivasi dengan cara
sulfonasi memberikan daya adsorpsi yang meningkat dua kali lipat dibandingkan daya
adsorpsi selulosa yang tidak diaktivasi (Setiawan et al. 2004) Jumlah zat yang diadsorpsi
pada permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan, sebab laju peristiwa adsorpsi
disertai dengan terjadinya desorpsi. Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan
dibandingkan dengan peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu
tertentu peristiwa adsorpsi cendung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi
cendrung meningkat. Waktu ketika laju adsorpsi adalah sama dengan laju desorpsi sering
disebut sebagai keadaan berkesetimbangan. Pada keadaan berkesetimbangan tidak teramati
perubahan secara makroskopis. Waktu 10 tercapainya keadaan setimbang pada proses
adsorpsi adalah berbeda-beda, Hal ini dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara
adsorben dengan adsorbat. Secara umum waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui
mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat dibandingkan dengan melalui mekanisme kimia atau
kemisorpsi (Castellans 1982).
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu
molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekulmolekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut: selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme adsorpsi
pada molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang
teradsorpsi. Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah
sebagai berikut: A(g) + S AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan
adsorpsi.
Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben dan pada
lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c. Lapisan adsorbat akan
terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari gas yang teradsorpsi. Pada
tahap ini, permukaan dapat dikatakan basah (wet). Bila V menyatakan volume gas
teradsorpsi, Vm menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan
monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai :
v
vm
cx
(1-x) (1-x+cx)
......................................
(1)
Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan
dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan menggunakan
analogi persamaan Clausius Clapeyron, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan
kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi adsorpsi.
Penjelasan mengenai alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ada pada tabel di
bawah.
-Peralatan
Alat
Gambar
Fungsi
Kertas Saring
Berfungsi untuk
memisahkan partikel
suspensi dengan cairan
,atau untuk memisahkan
antara zat terlarut dengan
zat padat (filtrasi)
Labu Erlenmeyer
Cawan Porselin
digunakan untuk
menguapkan larutan.
Cawan porselen
digunakan untuk
menguapkan cairan pada
suhu yang tidak terlalu
tinggi
Corong
Untuk menyaring
campuran kimia dengan
gravitasi.
Pipet Ukur
Digunakan untuk
mengambil larutan
dengan volume tertentu
sesuai dengan label yang
tertera pada bagian pada
bagian yang
menggembung.
Buret
Statif/klem
Sebagai penjepit,
misalnya:
Untuk menjepit soklet
pada proses ekstraksi
Menjepit buret dalam
proses titrasi
Untuk menjepit
kondensor pada proses
destilasi
Perangkat untuk
Kasa
pembakaran / pemanasan /
penguapan larutan.
Gelas Arloji
Ukur
mengencerkan larutan
dengan ketelitian yang
tinggi.
-Bahan
Bahan
Gambar
Keterangan
NaoH 0,1 N
Asam Asetat
IV.
No
Prosedur
Hasil Pengamatan
Gambar
berupa
karbon
lepatnya
1 gram
dengan
berat
berwarna
masing-masing 1 gram.
berbau
Larutan
asam
dibuang
Membuat
larutan
asam
yang
adalah
dengan CH2COOH.
Warna
menyengat.
menggunakan aquades
yang juga berwarna
bening.
berwarna
dan
aktif.
Tidak
mata
reaksi
yang
terjadi
antara
keduanya.
Ketika
dikocok
warna
CH2COOH
agak
keruh.
Tingkat
kekeruhan bertambah
seiring
sedikitnya
konsentrasi
CH2COOH.
Setelah
didiamkan
larutan
jam,
CH2COOH
ada
yang
bereaksi.
Setelah
dilakukan
filtrasi,
pada
saring
Menyaring
memakai
5
masing-masing
kertas
saring
kertas
terdapat
larutan butiran-butiran
halus, yaitu
karbon
hitam
yang
hasil
CH2COOH
filtrat
yang
menjadi
bening.
6
NaOH
bening,
Indikator
tajam.
PP
juga
berwarna bening. PP
diteteslan pada larutan
CH2COOH
tidak
Titrasi
dilakukan
sampai
CH2COOH
berubah
V.
Pengolahan Data
A. Perhitungan Konsentrasi
1. Larutan CH3COOH 0,03 M (larutan kontrol).
Pengenceran dari larutan CH3COOH 6 M.
M V = M V
6M. V = 0,03 M. 100 mL
6M. V = 3 MmL
V =
3 MmL
= 0,5 mL 10 tetes
6M
0,6 MmL
= 0,024 M
25 mL
V =
1,5 MmL
= 16,67 mL 17 mL
0,09M
0,93 MmL
= 0,0372 M
25 mL
3 MmL
= 33,33 mL 33 mL
0,09M
0,68 MmL
= 0,0272 M
25 mL
6 MmL
= 66,67 mL 67 mL
0,09M
M =
3,6 MmL
= 0,144 M
25 mL
9 MmL
= 1,5 mL 30 tetes
6M
1,4 MmL
= 0,056 M
25 mL
12 MmL
= 2 mL 40 tetes
6M
2 MmL
= 0,08 M
25 mL
V =
15 MmL
= 2,5 mL 50 tetes
6M
2,5 MmL
= 0,1 M
25 mL
Catatan:
M1 pada konsentrasi setelah titrasi adalah konsentrasi NaOH.
V1 pada konsentrasi setelah titrasi adalah volume NaOH yang digunakan (titrasi).
M2 pada konsentrasi setelah titrasi adalah konsentrasi akhir CH3COOH.
V2 pada konsentrasi setelah titrasi adalah volume CH3COOH yang digunakan (titrasi).
B. Perhitungan Mol
Jumlah mol sebelum adsorbsi
1. Larutan CH3COOH 0,03 M (larutan kontrol).
Mol sebelum adsorbsi.
n
M=
V
n
0,03 M =
n = 0,03 M .100 mL = 3 mmol
100 mL
n = 3 mmol
M=
n
V
0,03 M =
n
100 mL
n = 3 mmol
Catatan:
Jumlah mol sebelum reaksi adalah jumlah mol CH3COOH murni.
Catatan:
Jumlah mol sesudah adsorbsi adalah jumlah mol CH3COOH setelah dilakukan titrasi.
Jumlah mol yang telah adsorbsi
1. Larutan CH3COOH 0,03 M (larutan kontrol).
Mol yang telah teradsorbsi.
Mol teradsorbsi = Mol sebelum teradsorbsi Mol sesudah teradsorbsi
Mol teradsorbsi = 3 mmol 0,6 mmol
Mol teradsorbsi = 2,4 mmol
Mol yang teradsorbsi per gram karbon aktif pada masing masing tabung
Jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif
(Nm)
Catatan:
Dalam perhitungan kali ini, digunakan persamaan teoritis dari Langmuir.
=
Keterangan:
N
: konstanta Langmuir.
Nm
: jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon
aktif.
Dalam menentukan nilai Nm juga dibutuhkan untuk mengetahui nilai K. Akan
tetapi, karena ada 2 nilai yang besarnya belum diketahui yaitu Nm dan K. Maka
digunakanlah Metode Regresi Linear.
No.
C (x)
C / N (y)
x2
y2
xy
1.
0,0372
0,00138384
0,004225
0,002418
2.
0,0272
0,00073984
0,000144
0,0003264
3.
0,144
0,020736
0,0036
0,00864
4.
0,050
0,003136
0,000049
0,000392
5.
0,08
0,08 / 10 = 0,008
0,0064
0,000064
0,00064
6.
0,1
0,01
0,000064
0,0008
0,444
0,16
0,04239568
0,008146
0,0132164
m=
n (xy) xy
n x ( x)
m=
(6)(0,0132164) (0,444)(0,16)
(6)(0,04239568) 0,19749136
m = 0,144057808768638
m 0,144
m=
1
Nm
0,144 =
1
Nm
Nm = 6,9252077562
Nm 6,925
c=
x y x (xy)
n x ( x)
c=
(0,04239568)(0,16) (0,444)(0,0132164)
(6)(0,04239568) 0,19749136
c = 0,0159967849638695
c 0,016
1
Nm
K
1
0,016 = (6,925)
K
c=
0,016 K = (6,925)
K = 432,8125
K 432,813
Jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif adalah
6,925 Nm.
C/ N
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
1
VI.
Analisis
Kemudian, ke enam buah labu erlemeyer (tanpa larutan kontrol) ditutup dengan
menggunakan plastik. Hal tersebut berfungsi agar tidak ada udara yang masuk ke dalam
larutan tersebut dan agar larutan tersebut tidak terkontaminasi oleh zat zat, unsur unsur
atau senyawa senyawa lain (yang dapat mempengaruhi hasil percobaan). Enam buah labu
erlenmeyer tersebut dikocok secara periodik selamka 30 menit, sehingga karbon aktif dapat
tercampur dengan larutan asam asetat. Lalu, enam buah labu erlenmeyer tersebut didiamkan
selama kurang lebih 1 jam agar terjadi kesetimbangan. Pada saat keadaan setimbang, maka
tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
Kemudian, larutan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring halus. Kertas
saring berfungsi untuk memisahkan zat padat yang terlarut dan zat padat yang tersuspensi.
Penyaringan tersebut bertujuan untuk filtrasi karbon aktif. Kertas saring yang digunakan
sebelumnya dibasahi dengan aquades terlebih dahulu dengan alasan bahwa memudahkan
pemisahan zat padat yang terlarut. Untuk menghindari kesalahan adsorbsi yang terjadi akibat
kertas saring yang digunakan, maka dibuanglah 10 mL pertama dari filtrat.
Langkah terakhir adalah melakukan titrasi 25 mL larutan filtrat dengan 0,1 M NaOH
baku (titer) dengan indikator PP. Titrasi ini dilakukan untuk menentukan molaritas dari suatu
larutan. Sementara, penggunaan indikator PP adalah untuk mengetahui terjadinya suatu titik
ekuivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan.
6.2
Perhitungan untuk mencari nilai mol sebelum adsorbsi dan sesudah adsorbsi adalah
sama. Keduanya menggunakan rumus
mol (nilai yang dicari), dan V adalah volume. Perbedaan dari ke dua perhitungan mencari
nilai mol (sebelum adsorbsi dan sesudah adsorbsi) adalah pada konsentrasi (molaritas) dan
volume yang digunakan. Pada saat mencari nilai mol sebelum adsorbsi, konsentrasi dan
volume yang digunakan adalah pada saat larutan CH3COOH dalam keadaan murni (belum
dipengaruhi oleh apapun seperti penambahan karbon aktif ke dalam larutan CH3COOH).
Lalu, pada saat mencari nilai mol sesudah adsorbsi, konsentrasi dan volume yang digunakan
adalah pada saat larutan CH3COOH telah dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH.
Perhitungan untuk mencari nilai mol yang telah teradsorbsi dapat dilakukan dengan
mengurangkan mol sebelum adsorbsi dan mol sesudah adsorbsi. Perhitungan untuk mencari
nilai mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif pada masing masing tabung dengan
sederhana dapat dilakukan dengan pembagian secara langsung antara mol yang telah
teradsorbsi dengan massa karbon aktif.
Perhitungan untuk mencari jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tinggal
pada karbon aktif (Nm) dapat dilakukan dengan menggunakan rumus persamaan teoritis dari
Langmuir yaitu
adalah mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif. K adalah konstanta Langmuir. Nm
adalah jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif. Dalam
menentukan nilai Nm, maka harus diketahui terlebih dahulu nilai K. Akan tetapi, karena nilai
K sendiri juga belum diketahui, maka digunakanlah regresi linear untuk mengetahui nilai
keduanya.
6.3
Analisis Grafik
Grafik diperoleh dengan menggunakan metode Least Square y = mx b dimana y
adalah
, x adalah C , m adalah 1
, dan b adalah
menggunakan aplikasi Ms. Excel maka diperoleh persamaan garis yyang diperoleh memiliki
persamaan garis y = 0,144x + 0,016. Gradien garis menunjukan hasil yang positif, maka
relasi antara keduanya dapat dinyatakan bahwa makin besar nilai dari
pula nilai dari C .
6.4
Analisis Kesalahan
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan ini murni berasal dari praktikan yaitu
0,06 M,
indikator yang diteteskan terlalu sedikit sehingga saat dilakukan titrasi dengan menggunakan
NaOH 0,1 M sebagai titran, warna dari larutan
padahal volume NaOH yang diteteskan sudah sangat banyak. Seharusnya perubahan yang
terjadi adalah larutan
Akibat tidak adanya oerubahan warna pada titran, dan juga dikarenakan sudah
banyaknya NaOH yang terbuang maka praktikan menghentikan titrasi dan mengasumsikan
volume NaOH yang terpakai. Berdasarkan hal demikian titik akhir titrasi tidak dapat
ditentukan dan oleh karena itu maka titik ekuivalen antara reaksi tersebut juga tidak dapat
diketahui.
Kesalahan lain yang terjadi adalah kurangnya waktu pendiaman larutan sesaat setelah
pengocokan. Seharusnya larutan didiamkan paling sedikit selama 1 jam, akan tetapi praktikan
hanya mendiamkan larutan selama 45 menit, bisa jadi kesetimbangan reaksi yang terjadi
tidak sempurna antara larutan
6.5
1. Alat
Kertas Saring
Alat yang digunakan dalam proses filtrasi, yaitu proses
pemisahan campuran heterogen yang mengandung cairan
dan partikel padat. Alat ini hanya meloloskan cairan dan
menahan partikel padat. Dalam percobaan ini digunakan
untuk menyaring karbon aktif dari campuran karbon aktif
dan
Labu Erlenmeyer
Alat ini berfungsi untuk menampung larutan, bahan atau
cairan, dan juga dapat digunakan sebagai tempat peracikan
dan menghomogenkan bahan. Dalam percobaan ini
digunakan untuk pengenceran
karbon aktif dengan
dan mereaksikan
.
Cawan Porselin
Alat ini digunakan untuk memecah ataupun menghaluskan
padatan. Dalam percobaan ini alat ini tidak digunakan
karena karbon aktif telah dihaluskan sebelumnya.
Corong
Alat ini digunakan untuk memasukan zat ke dalam wadah.
Dalam percobaan ini alat ini dilapisi dengan kertas saring
terlebih dahulu sehingga
dalam wadah.
Pipet Ukur
Alat in digunakan untuk mengambil zat atau larutan
dengan volum yang diinginkan. Dalam percobaan ini
digunakan untuk mengambil larutan standar
yang diperlukan untuk pengenceran.
Buret
Alat in digunakan untuk meneteskan zat cair dalam
eksperimen yang menggunakan presisi. Dalam percobaan
buret diisi dengan larutan NaOH 0,1 M yang dilakukan
dalam titrasi, dengan titran
Statif
Alat ini digunakan sebagai alat bantu tegaknya buret.
Dalam percobaan ini alat ini diperlukan saat titrasi.
Bunsen
Alat in digunakan untuk memanaskan suatu zat. Dalam
percobaan ini sebenarnya digunakan untuk memanaskan
karbon aktif, namun karena karbon aktifnya telah siap
Gelas Arlogi
Alat ini digunakan sebagai tempat zat yang akan
ditimbang. Dalam percobaan ini zat tersebut adalah karbon
aktif yang akan ditimbang seberat 1 gram.
2. Bahan
merupakan
basa
kuat.
Larutannya
tidak
keseimbangan.
Asam Asetat (
Karbon Aktif
Karbon akatif adalah karbon yang diproses sedemikian
rupa sehingga por-porinya terbuka dan berdaya serap
tinggi. Karbon aktif berbentuk padatan, berwarna hitam,
. Karbon dipakai
sebanyak 6 dram.
Indikator PP
PP berfungsi untuk mengetahui titik akhir titrasi. PP
tidak berwarna. Dalam percobaan ini PP yang
dimasukan ke dalam titran sebanyak 5 tetes.
VII. Kesimpulan
1. Adsorpsi adalah peristiwa terserapnya suatu zat (adsorbat) pada permukaan adsorben.
2. Saat larutan dimasukan karbon aktif, permukaan karbon aktif menyerap laruta
CH3COOH meskipun tidak terlihat reaksi yang signifikan.
3. Terdapat perbedaan molaritas larutan CH3COOH sebelum ditambahkan karbon
dengan seudah ditambahkan karbon.
4. Tidak adanya perubahan warna adsorpsi (penambahan karbon aktif)
IX.
Jawaban Pertanyaan
2. Hitunglah jumlah mol sebelum dan sesudah adsorbs dan hitung pula jumlah mol yang
telah teradsorbsi!
Jawab:
Jumlah mol
Jumlah
sesudah
mol
adsorbsi
teradsorbsi
3 mmol
0,6 mmol
2,40 mmol
b CH3COOH 0,015 M
1,5 mmol
0,93 mmol
0,57 mmol
c CH3COOH 0,030 M
3 mmol
0,68 mmol
2,32 mmol
d CH3COOH 0,060 M
6 mmol
3,61 mmol
2,39 mmol
e CH3COOH 0,090 M
9 mmol
1,4 mmol
7,60 mmol
f CH3COOH 0,120 M
12 mmol
2 mmol
10,0 mmol
g CH3COOH 0,150 M
15 mmol
2,5 mmol
12,5 mmol
Larutan
Jumlah mol
sebelum adsorbsi
3. Hitunglah mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif pada masing-masing
tabung!
Jawab:
a. Mol asam yang teradsorsi per 1 gram karbon aktif (CH3COOH 0,015 M) = 0,57 mmol
b. Mol asam yang teradsorsi per 1 gram karbon aktif (CH3COOH 0,030 M) = 2,32 mmol
c. Mol asam yang teradsorsi per 1 gram karbon aktif (CH3COOH 0,060 M) = 2,39 mmol
d. Mol asam yang teradsorsi per 1 gram karbon aktif (CH3COOH 0,090 M) = 7,60 mmol
e. Mol asam yang teradsorsi per 1 gram karbon aktif (CH3COOH 0,120 M) = 10,0 mmol
f. Mol asam yang teradsorsi per 1 gram karbon aktif (CH3COOH 0,150 M) = 12,5 mmol
4. Hitunglah jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon
aktif (Nm).
Jawab:
Jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif (Nm)
adalah 6,225 mmol.
X.
1. Bagaimana membuat larutan 0,15 M asam asetat dari asam asetat absolut?
Jawab:
= 0,15
100
100
= 1,5
= 50
6
Cara membuatnya adalah dengan memasukkan 50 tetes CH3COOH 6 M ke dalam gelas
=
0,15
2. Bagaimana membuat larutan 0,12M, 0,09M, 0,06M, 0,03M, 0,015M dari larutan 0,15M
asam asetat dengan volume masing-masing 100 ml
Jawab:
a.
0,15
=
= 0,12
0,12
100
0,15
100
= 80
b.
0,15
=
0,09
= 0,09
100
0,15
100
= 60
c.
0,15
=
= 0,06
0,06
100
0,15
100
= 40
d.
0,15
=
= 0,03
0,03
100
0,15
100
= 20
e.
0,15
=
= 0,015
0,015
100
0,15
100
= 10
3. Tuliskanlah rumus pH larutan yang terdiri dari campuran asam lemah dengan basa kuat!
Jawab:
pH larutan yang terdiri atas campuran asam lemah dengan basa kuat:
[
]=
= log[
= 14
[ ] [ ]=
]
4. Mengapa kita pilih larutan NaOH untuk menitrasi larutan filtrat pada prosedur no. 6 dan
bukan larutan NH4OH yang basa lemah?
Jawab:
Larutan NaOH dipilih untuk menitrasi larutan filtrat pada prosedur no. 6 dan bukan
larutan NH4OH yang basa lemah karena pada titrasi ini digunakan larutan CH3COOH
(yang berfungsi sebagai titran). Larutan CH3 COOH merupakan asam yang lemah
sehingga untuk menentukannya diperlukan basa yang kuat (salah satu contohnya adalah
NaOH).