Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa,
sedangkan alkalimteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku
asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa. Titrasi adalah proses
mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret (titran) yang ditambahkan ke dalam larutan
lain yang diketahui volume atau molaritasnya sampai terjadi reaksi sempurna pada titer yang
belum diketahui konsentrasinya. Pada percobaan ini, titrasi yang dilakukan menggunakan metode
asidimetri karena menggunakan basa sebagai larutan baku dan asam sebagai sampel.
Percobaan yang dilakukan adalah penetapan kadar senyawa asam borat dan asam salisilat
dalam suatu sediaan obat. Hal ini dilakukan karena asam borat yang merupakan zat tambahan yang
digunakan sebagai pengawet dalam sediaan sampel harus diketahui kadarnya. Suatu pengawet
dalam sediaan obat harus sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan, tidak kurang dan tidak lebih
atau harus sesuai dengan peraturan yang tertera pada Farmakope. Jika kadarnya berlebih maka
akan merugikan dan membahayakan orang yang mengkonsumsi obat tersebut. Begitupula dengan
asam salisilat, asam salisilat penggunaanya dalam bidang farmasi yaitu sebagai analgetik dan
antipiretik atau penghilang rasa sakit dan penurun panas (demam). Jika kadarnya kurang maka
obat tersebut tidak akan mencapai efek terapi atau dengan kata lain tidak mempan, dan jika
berlebih maka akan bersifat toksik atau racun bagi tubuh, sehingga perlu dilakukannya penetapan
kadar asam borat dan asam salisilat.
Pada penetapan asam borat digunakan gliserol. Gliserol merupakan kosolven yaitu zat yang
berfungsi meningkatkan kelarutan. Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu sistem
untuk membantu melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatu zat. Kosolven dapat
meningkatkan kelarutan dan stabilitas suatu bahan Kosolven mempunyai dua sifat yaitu hidrofilik
(suka akan air) dan hidrofobik (tidak suka akan air). Kedua sifat ini yang akan membantu dalam
peningkatan kelarutan suatu larutan. Setelah itu, sampel dititrasi dengan NaOH. NaOH digunakan
sebagai larutan baku karena senyawa sampel bersifat asam sehingga jika dititrasi larutan baku yang
digunakan harus bersifat basa. Titrasi ini menggunakan indikator fenol merah, akan tetapi
dipercobaan ini digunakan indikator fenolftalein, karena rangenya masih sama dengan fenol
merah. Indikator fenolftalein merupakan larutan basa atau asam lemah yang berfungsi untuk
mengetahui titik ekuivalen dalam titrasi. Titik ekuivalen merupakan titik dimana senyawa tepat
habis bereaksi. Titik akhir titrasi merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya perubahan
warna larutan dan titrasi dihentikan. Setelah titik akhir titrasi, diperoleh volume NaOH yang
digunakan yaitu 10,8 ml. Reaksi yang terjadi antara asam borat dan NaOH yaitu :
H3BO3 + NaOH NaH2O3 + H2O
Pada penetapan kadar asam salisilat sama halnya dengan gliserol, etanol juga merupakan
kosolven yang berfungsi dalam peningkatan kelarutan. Pada percobaan ini, seharusnya air yang
digunakan adalah air bebas CO2 tetapi tidak digunakan karena tidak tersedianya air bebas
CO2tersebut. Digunakannya air bebas CO2 dimaksudkan karena NaOH merupakan basa kuat yang
mudah menyerap CO2 atau bersifat higroskopis sehingga diperlukan untuk melarutkan basa.
Pembuatan air bebas CO2 yaitu dengan mendidihkan air, kemudian didiamkan, lalu disemprot
dengan inert nitrogen, dan terakhir ditutup dengan alumunium foil. Dari hasil titrasi asam salisilat
diperoleh volume NaOH sebanyak 3,1 ml. reaksi yang terjadi antara asam salisilat dan NaOH yaitu
:

Dari hasil perhitungan kadar asam borat dan asam salisilat diperoleh hasil kadar asam borat
dalam sediaan obat adalah 6,67 % dan kadar asam salisilat adalah 4,28 %. Kadar asam borat sesuai
syarat yang tertera dalam Farmakope Indonesia yaitu tidak kurang dari 99,0%. Sedangkan kadar
asam salisilat yaitu tidak kurang dari 99,5%. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa
kadar asam borat dan asam salisilat sangat jauh di bawah syarat yang telah ditentukan. Hal ini
kemungkinan dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain tidak digunakannya air bebas CO2,
bahan atau indikator yang dipergunakan sudah tidak steril, bahan yang digunakan sudah lama, dan
lain sebagainya.

H. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar asam borat dalam sampel adalah sebesar 6,67 %.
2. Kadar asam salisilat dalam sampel adalah sebesar 4,28 %.

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. (Hal. 1 dan 10)

K. Rao, Purushotham, Khaliq K., Kharat S. S., Sagare P., dan Patil S. K., 2010, Preparation
And Evaluation O/W Cream For Skin Psoriasis, International Journal of Pharma and Bio
Sciences, Vol. 1, No. 3, ISSN : 0975 6299, India.

Kumar, G. dan N. Srivastava, 2011, Genotoxic Effects Of Two Commonly


Used Food Additives Of Boric Acid And Sunset Yellow In Root Meristems
Of Trigonella Foenum Graecum, Iran Journal Environment Health Science English, Vol. 8,
No. 4, India.

Marushin, N., Warnety M., dan Nila S., 2004, Pengaruh Asam Borat Terhadap Ovarium Mencit Putih (Mus musculus
L), Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 9, No. 2, ISSN : 1124 0177, Andalas.

Panjaitan, Elman, 2007, Karakterisasi Fisik Liposom Asam Salisilat Menggunakan


Mikroskop Elektron Transmisi, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 9, No. 3, ISSN : 1411
1098, Tanggerang.
Pembahasan

Titrasi asam basa merupakan suatu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya.
Begitu pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang
telah diketahui kadarnya.
Pada percobaan titrasi asam basa, titran ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai
batas ekivalen. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam basa tepat ekivalen atau secara stoikiometri
tepat habis bereaksi. Titik ekivalen ini merupakan suatu kondisi dimana terdapat kesetaraan mol
titrat dengan mol titran. Pada saat tercapai titik ekivalen, proses titrasi dihentikan kemudian kita
mencatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.
Pada percobaan titrasi asam-basa yang telah dilakukan, digunakan sebuah indikator yakni
indikator fenolftalein (pp). Indikator ini ditambahkan pada titran sebelum titrasi dilakukan.
Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi dan pada saat itulah proses titrasi
dihentikan. Titik akhir titrasi yaitu pH pada saat indikator berubah warna. Fenolftalein merupakan
indikator yang sering digunakan. Saat terjadi titik ekivalen, terjadi perubahan warna menjadi
merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan berada pada pH asam atau basa. Indikator
fenolftalein ini mempunyai warna tertentu pada trayek pH atau rentang pH tertentu yang
ditunjukkan dengan perubahan dari warna tersebut. Fenolftalein tidak bereaksi hanya saja saat
keadaan basa ia berwarna merah. Oleh sebab itulah, pada percobaan ini digunakan indikator
fenolftalein karena indikator ini pada suasan asam tidak berwarna dan pada titik ekivalen berubah
warna menjadi merah muda.
Dalam proses titrasi, untuk mengetahui kemolaran asam (titran) dapat diketahui setelah
mengetahui volume titrat yang berkurang sampai proses akhir titrasi. Pada saat itu, mol asam dan
mol basa sama, sehingga kemolaran titrat dapat dicari.
Percobaan ini menggunakan asam borat sebanyak 100 mg sebagai titrannya. Asam borat
ini dilarutkan dalam air dan kemudian dicampurkan dengan gliserol didalam erlenmeyer. Larutan
ini kemudian dititrasi dengan natrium hidroksida sebagai titratnya. Pada saat titrasi berlangsung
dan natrium hidroksida mencapai volume 34 mL, larutan tersebut berubah warna menjadi warna
pink seulas. Hal ini kemudian yang menjadi petunjuk agar titrasi dihentikan. Semakin muda warna
pink yang terbentuk, maka akan menunjukkan kesalahan yang relatif kecil. Untuk itulah,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam melakukan titrasi. Setelah diperoleh volume natrium
hidroksida, maka konsentrasi asam boratpun dapat segera diketahui.

G. Kesimpulan

Dari hasil percobaan asidi-alkalimetri yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
kadar asam borat yang digunakan sebesar 21%.
DAFTAR PUSTAKA

Mukhlish, Hendra Cordova. Perancangan Kontrol pH Pada Proses Titrasi Asam-Basa. Jurusan Teknik Fisika Fakultas
Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya.

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suirta, I.W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator dalam Titrasi.
Jurusan Kimia F-MIPA Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol. 4(1). : 27-34

Widihati, I Gede. 2008. Adsorpsi Anion Cr(VI) Oleh Batu Pasir Teraktivasi Asam dan Tersalut
Fe2O3. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol. 2 (1):
25-30 ISSN 1907-985025.
. Pembahasan
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam
yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar dengan titrasi asam yang terbentuk dari
hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar. Bersenyawanya ion
hydrogen dan ion hidriksida untuk membentuk air merupaka akibat reaksi reaksi tersebut.
Proses penambahan larutan standar sampai tepat lengkap disebut titrasi. Titik (saat) dimana
reaksi itu tepat lengkap disebut titik ekuivalen atau titik akhir titrasi. Lengkapnya titrasi lazimnya
harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang telah disalah lihat oleh mata. Yang hasilnya oleh
larutan standar ( biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret ) itu sendiri, atau lebih lazim lagi
oleh penembahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indicator.
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang digunakan adalah
pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan indikator p.p dititrasi dengan titran
yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam borat atau asam
benzoat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga
larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik
ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang berasal dari
reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator pp perubahan warna ini disebut titik akhir
titrasi. Perubahan warna merah muda pada larutan disebabkan akibat adanya kelebihan NaOH pada
larutan, sehingga larutan tersebut akan bersifat basa. Indikator fenolftalein akan berubah menjadi
warna merah muda apabila dalam keadaan basa.
Pada percobaan ini di Pada percobaan Asam Borat, sebelum di mulai titrasi adalah
berwarna bening kekuning-kuningan. Namun, setelah dititrasi dengan penambahan larutan NaOH
sekitar 20 ml dengan konsentrasi 0,1 N maka larutan kemudian berubah menjadi warna Merah
muda. Hal ini disebabkan oleh penambahan indicator fenolftalein tergolong asam yang sangat
lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Namun, Jika dalam
lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena
anionnya.
NaOH + H3BO3 --> NaH2BO3 + H2O

F. Pembahasan

Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang

ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna.

Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik

ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama.

Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau

titik akhir stoikometri.

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar asam lemah dengan menggunakan

sampel Asam Borat (H3BO3) dan Asam salisilat (C7H6O3) yang kemudian akan dititrasikan

dengan NaOH 0,1 N.

Pada percobaan Asam Borat, sebelum di mulai titrasi adalah berwarna bening kekuning-

kuningan. Namun, setelah dititrasi dengan penambahan larutan NaOH sekitar 20 ml dengan

konsentrasi 0,1 N maka larutan kemudian berubah menjadi warna Merah muda. Hal ini

disebabkan oleh penambahan indicator fenolftalein tergolong asam yang sangat lemah dalam

keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Namun, Jika dalam lingkungan

basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya.

Hal serupa juga terjadi pada percobaan asam Salisilat, sebelum dititrasi Larutan Asam

salisilat berwarna bening. Namun, setelah dititrasi dengan Larutan NaOH sekitar 11,4 ml maka

terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh penambahan

indicator fenolftalein.

Dari hasil perhitungan di peroleh konsentrasi Asam Borat sebesar 0,066 M dan

konsentrasi Asam salisilat sebesar 0,065 M. Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam

dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran

konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Prinsip titrasi asidi-alkalimetri adalah
penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu senyawa dengan cara mereaksikannya

dengan suatu larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat.

G. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa besarnya konsentrasi

Asam borat adalah 0,066 M. sedangkan besarnya konsentrasi Asam Salisilat adalah 0,065 M.

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM.1979.Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Khopkar, S.M., (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta: UI press.


Lukum, Astin P. 2005. Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai