Anda di halaman 1dari 69

PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN BAKU DAN PELARUT

TERHADAP EKSTRAKSI OLEORESIN DAUN KEMANGI


(Ocimum Canum) DENGAN METODE SOKLETASI
MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT

SKRIPSI

Oleh

HAGAINA KASIH BR GINTING


120405076

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
JULI 2017

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN BAKU DAN PELARUT
TERHADAP EKSTRAKSI OLEORESIN DAUN KEMANGI
(Ocimum Canum) DENGAN METODE SOKLETASI
MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT

SKRIPSI

Oleh

HAGAINA KASIH BR GINTING


120405076

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
JULI 2017

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN BAKU DAN PELARUT


TERHADAP EKSTRAKSI OLEORESIN DAUN KEMANGI
(Ocimum Canum) DENGAN METODE SOKLETASI
MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada


Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Sejauh yang
saya ketahui, skripsi ini bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang
sudah dipubikasikan atau yang pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan
di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi
manapun, kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila kemudian hari terbukti bahwa karya ini
bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai dengan aturan yang berlaku

Medan, Juli 2017

Hagaina Kasih br Ginting


NIM 120405076

i
Universitas Sumatera Utara
PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang Berjudul:

PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN BAKU DAN


PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI OLEORESIN
DAUN KEMANGI (Ocimum Canum) DENGAN
METODE SOKLETASI MENGGUNAKAN
PELARUT ETIL ASETAT

Dibuat Untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen


Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah
diujikan pada sidang ujian skripsi pada 26 Juli 2017 dan dinyatakan memenuhi
syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, 2017


Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Ir. Bambang Trisakti, M.T Dr.Eng. Rondang Tambun, S.T., M.T


NIP. 19660925 199103 1 003 NIP. 19720412 200012 1 004

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc., Ph.D Dra. Siswarni, M.Z. M.S


NIP. 19600916 198811 2 001 NIP. 19570725 198701 2 001

ii
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Perbandingan Pelarut dan Bahan Baku
Terhadap Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi (Ocimum canum) dengan Metode
Ekstraksi Sokletasi Mengunakan Pelarut Etil Asetat”, berdasarkan hasil penelitian
yang Penulis lakukan di Laboratorium Departemen Kimia, Fakultas MIPA,
Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Penelitian ini memberikan informasi mengenai proses ekstraksi yang berbahan baku
daun kemangi menggunakan metode sokletasi dengan etil asetat sebagai pelarut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai
proses ekstraksi.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, S.T., M.T. selaku Pembimbing Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan
proposal penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc., Ph.D selaku Penguji yang telah banyak memberikan
ilmu dan masukan penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. Siswarni, M.Z. M.S selaku Penguji yang telah banyak memberikan ilmu
dan masukan penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.Si selaku Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Ir. Fatimah, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik
6. Ibu Ir. Maya Sarah, ST, MT, Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia
7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik
Kimia

iii

Universitas Sumatera Utara


8. Roger R.H. Purba selaku partner dalam penelitian ini yang telah menemani dari
awal pembuatan sampai selesainya skripsi ini
9. Sahabat-sahabat di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara stambuk 2012
khususnya team Wali Songo Rika Ariska, Putri Defriska, Adelina S. Purba,
Elfrida Margareta S., Astri Devi, Anita T. Hutagalung, dan Grace Angelin yang
selalu mendukung dan menghibur penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2017

Penulis,
Hagaina Kasih br Ginting

iv

Universitas Sumatera Utara


DEDIKASI

Skripsi dipersembahkan untuk :


Kedua orang tua tercinta
Bapak Drs. Darwin Ginting dan Ibu Tina Melinda br Tarigan
Serta kepada saudara/I ku
Prima Hero Dana Ginting dan Imelda Lestari br Ginting

Terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang telah


membesarkan, mendidik, memberikan motivasi dan doa
serta materil dengan usaha yang tidak kenal lelah.

Mereka adalah motivasi terbesar bagiku. Kekuatan cinta dan kasih


sayang tak terhingga yang diberikan kepadaku
tiada mungkin dapat kubalas
melainkan hanya diwakili oleh kata terima kasih
melalui selembar kertas yang memberikan
penghormatan terbesar bagi mereka.
Sekiranya Tuhan Yesus Kristus selalu memberikan berkat kesehatan dan
kebahagiaan yang melimpah bagi mereka.

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Hagaina Kasih br Ginting


NIM : 120405076
Tempat, tanggal lahir : Medan/ 27 Agustus 1994
Nama orang tua : Drs. Darwin Ginting dan Tina
Melina br Tarigan
Alamat orang tua : Dusun III Desa Durin Jangak
Kec. Pancur Batu

Asal Sekolah:
 TK Tunas Harapan Tanjung Anom tahun 1999-2000
 SD Tunas Harapan Tanjung Anom tahun 2000-2006
 SMP Negeri 1 Pancur Batu tahun 2006-2009
 SMA Negeri 1 Pancur Batu tahun 2009-2012

Pengalaman Kerja dan Organisasi:


1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2015/2016 sebagai Anggota Bidang Sosial dan Rohani.
2. Panitia Natal Teknik Kimia 2015 sebagai anggota Seksi Publikasi, dekorasi
dan dokumentasi.
3. Kerja praktek PT. Perkebunan Nusantara II. Pabrik Gula Kuala Madu
(2015)

Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal Materials Science and Engineering
Conference Proceedings Series dipublikasikan oleh IOP Publisher di UK yang
telah terindeks scopus:
Rondang Tambun, Roger R.H Purba, Hagaina Kasih br Ginting
“Extraction of Basil Leaves (Ocimum canum) Oleoresin with Ethyl Acetate Solvent
by Using Soxhletation Method”

vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Kemangi (Ocimum canum) merupakan tanaman yang sering digunakan dalam
kuliner sebagai lalapan. Kemangi memiliki kandungan minyak atsiri dan oleoresin
yang digunakan sebagai penambah cita rasa pada industri makanan dan minuman
dan sebagai ramuan pada industri. Metode ekstraksi yang umum digunakan untuk
oleoresin adalah metode maserasi. Permasalahan metode ini adalah diperlukan
pelarut yang banyak dan waktu yang cukup lama untuk dapat mengekstraksi bahan
baku. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka digunakan metode ekstraksi
sokletasi dengan kombinasi perlakuan rasio bahan dengan pelarut dan waktu
ekstraksi agar dapat menghasilkan oleoresin yang paling efisien. Analisis yang
dilakukan meliputi rendemen, densitas, indeks bias, dan kandungan minyak atsiri.
Perlakuan terbaik ekstraksi oleoresin daun kemangi dengan menggunakan metode
sokletasi yang paling efisien yaitu pada perlakuan perlakuan rasio bahan dengan
pelarut 1:6 (b/v) dengan waktu ekstraksi 8 jam yang menghasilkan rendemen
oleoresin kemangi sebesar 20,152 %. Densitas yang didapatkan yaitu 0,9688 g/ cm3.
Nilai indeks bias yang didapatkan yaitu 1,5020, warna dari oleoresin daun kemangi
yang dihasilkan yaitu gelap dan pekat (coklat tua).

Kata kunci : ekstraksi, kemangi, oleoresin, pelarut, sokletasi

vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Abstract. Basil (Ocimum canum) commonly used in culinary as fresh vegetables.
Basil contains essential oils and oleoresin that are used as flavouring agent in food, in
cosmetic and ingredient in traditional medicine. The extraction method commonly
used to obtain oleoresin is maceration. The problem of this method is many solvents
necessary and need time to extract the raw material. To resolve the problem and to
produce more oleoresin, we use soxhletation method with a combination of
extraction time and ratio from the material with a solvent. The analysis consists of
yield, density, refractive index, and essential oil content. The best treatment of basil
leaves oleoresin extraction is at ratio of material and solvent 1: 6 (w / v) for 6 hours
extraction time. In this condition, the yield of basil oleoresin is 20.152%, 0.9688
g/cm3 of density, 1.502 of refractive index, and the colour of oleoresin product is
dark-green.

Keywords : extraction, basil, oleoresin, solvent, soxhletation

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
RIWAYAT HIDUP vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR SINGKATAN xiv
DAFTAR SIMBOL xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Kemangi 6
2.2 Oleoresin dan Minyak Atsiri Daun Kemangi 8
2.3 Sokletasi 10
2.4 Faktor-Faktor yang Ekstraksi Soklet 11
2.5 Kromatografi Gas 14
2.6 Parameter Pengujian Minyak Atsiri 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15
3.1 Bahan dan Peralatan 15
3.2 Variasi Penelitian 17

ix
Universitas Sumatera Utara
3.3 Prosedur Penelitian 17
3.4 Flowchart Penelitian 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22
4.1 Analisa Rendemen Oleoresin 22
4.2 Analisa Indeks Bias Oleoresin 24
4.3 Analisa Densitas Oleoresin 26
4.4 Karakteristik Oleoresin Daun Kemangi 28
4.5 Komposisi Minyak Atsiri pada Oleoresin Daun Kemangi 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 31
5.1 KESIMPULAN 31
5.2 SARAN 31
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN 39
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 42
LAMPIRAN 3 FOTO HASIL PENELITIAN 43
LAMPIRAN 4 HASIL KROMATOGRAM ANALISIS GC/MS 47

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kemangi 6
Gambar 3.1 Peralatan Utama Soklet ………………. 16
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Serbuk Daun Kemangi 20
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi 21
Gambar 4.1 Pengaruh Rasio Bahan Baku dan Pelarut (b/v) terhadap
Rendemen Oleoresin Daun Kemangi 22
Gambar 4.2 Pengaruh Rasio Bahan Baku dan Pelarut (b/v) terhadap
Indeks Bias Oleoresin Daun Kemangi 24
Gambar 4.3 Pengaruh Rasio Bahan dan Pelarut (b/v) terhadap
Densitas Oleoresin Daun Kemangi 26
Gambar 4.4 Kromatogram GC/ MS Oleoresin Daun Kemangi 30

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu tentang Ekstraksi Oleoresin ........................... 3
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi pada Kemangi 7
Tabel 2.2 Kandungan Kimia Daun Kemangi 7
Tabel 2.3 Klasifikasi Kemangi 8
Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Atsiri Daun Kemangi 9
Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat 12
Tabel 2.6 Penggunaan Aditif Makanan dengan Etil Asetat 13
Tabel 4.1 Karakteriistik Oleoresin Daun Kemangi 28
Tabel 4.2 Komponen Minyak Esensial yang terkandung dalm Oleoresin 29
Tabel L1.1 Data Rendemen Oleoresin Kemangi Dengan Pelarut Etil Asetat 39
Tabel L1.2 Data Densitas Oleoresin Kemangi Dengan Pelarut Etil Asetat 40
Tabel L1.3 Indeks Bias Oleoresin Kemangi Dengan Pelarut Etil Asetat 41
Tabel L1.4 Perbandingan Oleoresin Daun Kemangi Berdasarkan Jenis
Pelarut pada Variasi Bahan dan Pelarut 1:6 & waktu 6 jam 41

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 39
L1.1 DATA RENDEMEN OLEORESIN DAUN KEMANGI 39
L1.2 DATA DENSITAS OLEORESIN DAUN KEMANGI 40
L1.3 DATA INDEKS BIAS OLEORESIN DAUN KEMANGI 41
L1.4 DATA PERBANDINGAN PELARUT OLEORESIN
DAUN KEMANGI 41
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 42
L2.1 CONTOH PERHITUNGAN RENDEMEN
OLEORESIN DAUN KEMANGI 42
L2.2 CONTOH PERHITUNGAN DENSITAS
OLEORESIN DAUN KEMANGI 42
LAMPIRAN 3 FOTO HASIL PENELITIAN 43
L3.1 FOTO PERSIAPAN BAHAN BAKU
DAUN KEMANGI 43
L3.2 FOTO PERLAKUAN EKSTRAKSI
DAUN KEMANGI 44
L3.3 FOTO OLEORESIN DAUN KEMANGI 45
L3.2 FOTO ANALISA INDEKS BIAS OLEORESIN
DAUN KEMANGI 45
LAMPIRAN 4 HASIL KROMATOGRAM ANALISIS GC/MS 46
L4.1 HASIL KROMATOGRAM ANALISIS GC/MS 46

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

FAO Food and Agriculture Organization


WHO World Health Organization
PPKS Pabrik Penelitian Kelaapa Sawit
GCMS Gas Cromatografy Mass Spectrometry
0
C Celcius
atm Atmosfir
Kg Kilogram
kJ Kilo Joule
b/v Berat per Volume
RT Retension Time

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan


Cp Panas jenis J/kg.K
ρ Massa jenis kg/m3
T Temperatur K, oC
mo massa oleoresin kg
ms massa sampel kg
V volume oleoresin Liter

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dengan hutan tropis yang begitu luas menyimpan ribuan spesies
tumbuhan, termasuk yang berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri. Tercatat tidak
kurang dari 70 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar dunia.
Sekitar 40 jenis diantaranya ternyata bisa diproduksi di Indonesia karena tanaman
penghasil minyak atsiri mampu dibudidayakan di negeri yang subur dan beriklim
tropis ini. Salah satu sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal
adalah kemangi. Kemangi tidak asing lagi bagi kita dan sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari [1]. Umumnya kemangi digunakan sebagai penambah cita rasa
makanan dan sebagai lalapan pendamping makanan bersambal [2]. Kemangi
mengandung komposisi kimia alami antara lain, minyak atsiri, oleoresin, lilin, zat
warna, karbohidrat, vitamin, protein dan air [3].
Menggali potensi yang dimiliki oleh kemangi agar bernilai jual lebih tinggi
sangat diperlukan agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Salah satunya
dengan mengubahnya kedalam bentuk olahan, misalnya oleoresin kemangi
dikarenakan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan mudah dalam
pendistribusiannya dibandingkan dengan kemangi segar yang diharapkan mampu
menjawab kebutuhan industri pangan dan kesehatan yang semakin meningkat.
Oleoresin telah lama diproduksi secara tradisional dengan ekstraksi pelarut
organik. Oleoresin menghasilkan cita rasa yang banyak diaplikasikan dalam
makanan, kosmetik dan farmasi [4]. Minyak atsiri biasanya digunakan pada bidang
farmasi untuk antioksidan, antikarsinogenik, antiinflamasi, dan analgesik. Daun
kemangi sendiri memiliki kandungan terpenoid yang bersifat sebagai antimikroba
dan antioksida [5].
Oleoresin berasal dari kata “oleo” yang berarti minyak dan “resin” yang berarti
damar. Jadi oleoresin adalah minyak dan damar yang merupakan campuran minyak
atsiri sebagai pembawa aroma dan sejenis damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin
berbentuk padat ataupun semi padat yang biasanya bersifat lengket. Oleoresin
merupakan minyak yang berwarna cokelat tua sampai hitam [6]. Minyak atsiri adalah

1
Universitas Sumatera Utara
minyak yang dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada
suhu kamar. Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan
uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Cina, Brazil, dan Indonesia termasuk
produsen utama dari oleoresin [7]. Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia
menunjukkan nilai ekspor minyak atsiri Indonesia melebihi USD 124 juta pada tahun
2010 [8].
Cara untuk mendapatkan oleoresin yang terkandung di dalam daun kemangi
salah satunya dengan metode sokletasi, merupakan teknik standar di mana pelarut
segar dikontakkan dengan sampel secara berkala [9]. Sokletasi terbukti menjadi
teknik yang menjanjikan untuk operasi karena kesederhanaan proses, hemat dalam
penggunaan pelarut, kebutuhan energi yang rendah, dan murah [10,11].
Proses ekstraksi merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan
oleoresin. Kesempurnaan proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain ukuran bahan baku, pemilihan pelarut, waktu proses ekstraksi, suhu ekstraksi
dan lain-lain. Ukuran bahan makin kecil dapat meningkatkan rendemen oleoresin,
karena menurut Heath dan Reineccius (1986) mengatakan bahwa semakin kecil
ukuran bahan maka semakin banyak sel-sel yang pecah sehingga semakin luas
bidang kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga minyak atsiri akan lebih mudah
dan lebih banyak terekstrak [12]. Apalagi ditunjang dengan pemakaian pelarut yang
selektif terhadap minyak atsiri dibandingkan terhadap pengotor lainnya, maka
minyak atsiri akan lebih banyak terekstrak. Menurut Lau et al. (2006) peningkatan
suhu dapat meningkatkan hasil ekstraksi [13].
Pelarut yang digunakan hendaknya mempunyai titik didih yang tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah, karena hal ini akan mempersulit pemisahan pelarut.
Pada pelarut yang mempunyai titik didih rendah, pelarut akan mudah diperoleh
kembali dan dapat melarutkan oleoresin dengan cepat dan sempurna. Dalam
pertimbangan ekonomi, diupayakan pemilihan pelarut yang murah harganya dan
mudah didapat. Dalam hal pemisahan pelarut juga harus dipertimbangkan titik
didihnya karena semakin rendah titik didih pelarut maka semakin mudah pula dalam
pemisahannya[14]. Etil asetat memiliki banyak kegunaan serta pasar yang cukup luas
seperti pemberi aroma dan rasa, bahan baku pada industri tinta cetak, polimer cair

2
Universitas Sumatera Utara
dalam industri kertas, bahan baku bagi pabrik parfum dan sebagainya [15]. Berikut
ini merupakan penelitian yang telah dilakukan tentang ekstraksi oleoresin.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Tentang Ekstraksi Oleoresin.


No Judul Penelitian Metode/Variasi Hasil
1 Solvent extraction of Berat sampel : 50 gram Rendemen
ginger oleoresin using Pelarut : etanol oleoresin 7,81 %
ultrasound [16] Volume pelarut : 150 mL pada waktu 300
menit
Suhu ekstraksi : 60 oC

2 Extraction of Oleor Ekstraksi dengan variasi Rata-rata untuk:


esin from Waste of ukuran partikel bahan (10, rendemen oleoresin
Nutmeg Oil Refining by 40, dan 60 mesh); dan suhu 4,61 %; bobot jenis
Using Ultrasonic [17]. ekstraksi (40, 50, dan 60 oleoresin 1,139;
o
C) dan indeks bias
1,453
3 The Effect of Different Metode Sokletasi dan % Capsaicin (max)
Methods Of Extractions Maserasi; sampel dari 18,88 untuk
Of Capsaicin On Its berbagai spesies Capsicum Sokletasi dan 8,03
Content In The Capsicum untuk Maserasi
Oleoresins [18]
4 Extraction of Oleoresin Jenis Pelarut : etanol, Rendemen : 3,15 %
from Pungent Red metanol & heksana
Paprika Under Different Suhu ekstraksi:
Conditions [19] 30,40,50,60 dan 70 oC
Waktu ekstraksi :
60,120,180,300 menit
Suhu pengeringan : 40 oC
Enzyme-assisted Ukuran Partikel 40 mesh
5 Rendemen : 13,7 %
extraction for enhanced Berat sampel : 50 gram
yields of turmeric Pelarut : air
oleoresin and its Suhu : 60,70,60,80 oC
constituents [20]

Bersama komite ahli FAO ataupun WHO pada food additives telah diizinkan
menggunakan enam food grade pelarut untuk ekstraksi yaitu aseton, etanol, metanol,
isopropanol dan etil asetat [21,22]. Tingginya rendemen dapat dipengaruhi oleh
penambahan jumlah pelarut karena mampu mengekstrak lebih banyak minyak oleh

3
Universitas Sumatera Utara
karena itu pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap variabel rasio pelarutnya
dimana rasio merupakan salah satu faktor penting yang menentukan jumlah
komposisi dari minyak hasil ekstraksi [23]. Atas dasar pemikiran yang telah
dipaparkan, maka penulis ingin melakukan penelitian pengaruh perbandingan bahan
baku dan pelarut terhadap ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan metode
sokletasi dengan pelarut etil asetat.

1.2 Perumusan Masalah


Pemanfaatan daun kemangi di Indonesia saat ini masih sebatas sebagai lalapan
pendamping makanan bersambal dan obat-obatan tradisional, yang menyebabkan
nilai jual dari daun kemangi menjadi rendah. Perlu dilakukan pengolahan kemangi
lebih lanjut, salah satunya menjadi oleoresin agar nilai jual kemangi meningkat dan
berdampak pada perekonomian masyarakat. Atas dasar pemikiran yang telah
dipaparkan maka penulis melakukan penelitian untuk melihat pengaruh
perbandingan bahan baku dan pelarut terhadap ekstraksi oleoresin daun kemangi
dengan metode sokletasi menggunakan pelarut etil asetat untuk mendapatkan
informasi penting terkait sifat-sifat kimia dan perbandingan pelarut dari bahan baku,
sehingga metode ini nantinya dapat dikembangkan untuk skala industri.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh perbandingan pelarut
terhadap bahan baku pada ekstraksi oleoresin dari daun kemangi dengan
menggunakan metode sokletasi dengan pelarut etil asetat dan mengkaji kondisi
terbaik ekstraksi oleoresin dari daun kemangi serta menganalisis komposisi kimia
minyak atsiri yang terkandung dalam oleoresin daun kemangi yang dihasilkan.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memahami prosedur ekstraksi oleoresin dari daun kemangi dengan
metode sokletasi.
2. Meningkatkan nilai kegunaan dari daun kemangi.
3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan penelitian.

4
Universitas Sumatera Utara
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen
Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan dan Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan.
2. Bahan baku untuk ekstraksi oleoresin adalah daun kemangi.
3. Ekstraksi oleoresin dilangsungkan dengan memvariasikan variabel seperti
berikut:
Variabel Berubah :
- Bahan : Pelarut (b/v) : 1:5; 1:6; 1:7; 1:8 [24]
Sedangkan variabel tetapnya adalah
- Waktu Ekstraksi : 6 jam [14]
- Suhu Ekstraksi : 77 oC [25]
- Jenis pelarut : Etil asetat [26]
Etanol (sebagai pelarut pembanding)
- Jenis sampel : Daun Kemangi (Ocimum canum) [27]
- Massa sampel : 50 gram [14]
- Konsentrasi pelarut : 98,8 % [26]
- Ukuran partikel : 40 mesh [28]
4. Analisis yang dilakukan adalah :
- Analisis kualitatif (densitas dan dndeks bias).
- Analisis kuantitatif (rendemen dan GCMS).

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemangi (Ocimum canum)


Kemangi termasuk salah satu dari family Lamiaceae. Kemangi tergolong
dalam genus Ocimum, yang memiliki lebih kurang 65-150 spesies. Tanaman ini
tumbuh di wilayah tropis seperti Asia, Afrika, dan Amerika termasuk Indonesia.
Kemangi telah dikomersialkan menjadi minyak esensial dan tanaman salad di dunia
sehingga telah dikulturkan diberbagai negara [29]. Kemangi adalah tanaman herba
tahunan, bunga berwarna putih sampai ungu, tinggi batang sekitar 20-60 cm,
daunnya lebar, berbentuk oval, dan panjangnya (5-8) cm. Daunnya berwarna kuning
kehijauan hingga hijau terang atau merah berwarna. Benih bunganya menghasilkan
biji yang berbentuk lonjong mulai dari warna coklat hingga hitam. Kemangi terutama
dibudidayakan untuk daun aromatiknya yang digunakan segar atau dikeringkan
untuk penyulingan minyak esensial atau untuk digunakan sebagai penyedap rasa [2].
Kemangi adalah salah satu tanaman yang paling sering digunakan untuk
kuliner dan farmasi yang mengandung sejumlah besar komponen biologis dengan
sifat pengobatan yang kuat [30]. Secara tradisional, kemangi telah digunakan sebagai
tanaman obat dalam pengobatan sakit kepala, batuk, diare, kutil, cacing, malfungsi
ginjal, masalah jantung dan nyeri perut [31].

Gambar 2.1 Kemangi [32]

6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi pada Kemangi [27]
Konten Komposisi (g/kg)
Carbohydrates 639.6 ± 30.9
Crude protein 0.4 ± 0.1
Ash 120.0 ± 28.3
Crude fiber 170.0 ± 14.2
Crude fat 70.0 ± 14.1

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Daun Kemangi [33]


Komponen Unit Daun Kemangi
Nutrisi Nilai tiap 100 g
Air g 10,35
Energi kcal 233,00
Protein g 22,98
Total lemak g 4,07
Karbohidrat g 47,75
Serat g 37,70
Gula g 1,71
Mineral
Kalsium mg 2240,00
Besi mg 89,80
Magnesium mg 711,00
Phosphor mg 274,00
Potasium mg 2630,00
Sodium mg 76,00
Zinc mg 7,10
Vitamin
Vitamin C mg 0,80
Thiamin mg 0,08
Riboflavin mg 1,20
Niacin mg 4,90
Vitamin B-6 mg 1,34
Folat μg 310,00
Vitamin B-12 μg 0,00
Vitamin A μg 37,00
Vitamin D μg 0,00
Vitamin K μg 1714,50
Lemak
Asam lemak g 3,90
kolesterol mg 0,00

7
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Klasifikasi Kemangi [34]
Klasifikasi Keterangan
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Subkelas Asteridae
Ordo Lamiales
Famili Lamiaceae
Genus Ocimum
Spesies Ocimum canum
Nama lokal Kemangi

2.2 Oleoresin dan Minyak Atsiri Daun Kemangi


Oleoresin merupakan bentuk ekstraktif rempah yang didalamnya terkandung
komponen-komponen berupa zat-zat volatil (minyak atsiri) yang berperan dalam
memberikan aroma dan non-volatil (resin dan gum) yang berperan dalam
memberikan rasa [35]. Kelebihan pengolahan tanaman menjadi oleoresin antara lain
adalah produk menjadi lebih tahan lama dan mudah dalam pendistribusiannya [36].
Oleoresin mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan minyak atsiri
hasil distilasi, terutama pada proses pengolahan makanan. Pada proses distilasi
umumnya dibutuhkan suhu yang tinggi, sedangkan minyak atsiri merupakan zat
volatil yang dapat menguap dan hilang bila dilakukan pemanasan pada suhu tinggi
dan waktu yang lama. Oleoresin mengandung senyawa berupa resin yang tidak
mudah menguap, memberikan rasa khas dari sumber tanaman, dan berguna
mengikat senyawa minyak atsiri yang terkandung pada tanaman tersebut agar tidak
mudah menguap [37].
Komposisi yang dihasilkan dan banyaknya komponen oleoresin yang dapat
terekstrak tergantung dari jenis bahan baku dan pelarut yang dipergunakan selamat
proses ekstraksi. Ekstraksi dengan pelarut non polar akan menghasilkan oleoresin
dengan kandungan lemak yang tinggi, sedangkan ekstraksi dengan menggunakan
pelarut polar akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang rendah
[38, 39].
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar,
batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji. Minyak esensial berkonsentrasi tinggi dan
mudah menguap dalam suhu kamar. Bertentangan dengan minyak dalam hal nama,

8
Universitas Sumatera Utara
minyak esensial tidak terasa berminyak sama sekali [8]. Sifat minyak atsiri yang
menonjol antara lain mudah menguap, mempunyai rasa getir, berbau aromatik sesuai
dengan sumber tanaman, sebagian besar minyak atsiri tidak larut dalam air dan pada
umumnya larut dalam pelarut organik [40].
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari berbagai campuran yang rumit
serta kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma yang sangat spesifik. Hal ini tidak
lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda. Jadi,
penentuan komponen penyusun dan komposisi masing-masing komponen tersebut di
dalam minyak atsiri merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan
kegunaan, kualitas ataupun mutu dari suatu minyak atsiri. Sebagian besar minyak
atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat
larut dalam minyak (lipofil). Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini, berarti
tanaman tersebut memiliki potensi untuk dijadikan minyak atsiri. Zat inilah yang
mengeluarkan aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman [41].
Komponen kimia minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua golongan,
yaitu hydrocarbon, dan oxygenated hydrocarbon. Persenyawaan yang termasuk
golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur hidrogen (H), dan karbon (C). Jenis
hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri terutama terdiri dari persenyawaan
terpen, parafin, olefin, dan hidrokarbon aromatik, sedangkan persenyawaan yang
termasuk dalam golongan oxygenated hydrocarbon terbentuk dari unsur karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O), yaitu persenyawaan alkohol, aldehida, keton, ester,
eter, fenol, alkana, dan oksida [42]. Sifat fisika dan kimia yang terdapat dalam
minyak atsiri daun kemangi dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Atsiri Daun Kemangi [43]
Karakter EOA standar
Kadar atsiri -
Warna minyak Kuning muda
Bobot jenis 0.950-0,973
Indeks bias 1.512-1,5190
Putaran optik 0-2
Kelarutan dalam alkohol 4:1
Bilangan ester tanpa asetilasi -
Bilangan asam <1

9
Universitas Sumatera Utara
Beberapa manfaat dari komponen kimia minyak atsiri yaitu flavonoid sebagai
antioksidan dan antitumor, tanin sebagai antimikroba, saponin sebagai antifungi,
ester sebagai antifungal dan isektisida, aldehid sebagai bahan baku parfum dan
antifungal, serta terpenoid sebagai pemberi aroma khas [44,45,46]. Diperkirakan
rendemen minyak atsiri kira-kira 10-20 kg minyak/ha. Rendemen minyak atsiri
antara 0,2-1,3 [47]. Kadar minyak atsiri pada tanaman kemangi paling banyak pada
daun diikuti oleh bunga baru kemudian pada batangnya [48].

2.3 Sokletasi
Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan
dengan tiga cara yaitu penyulingan menggunakan uap air, ekstraksi menggunakan
pelarut, dan pengempaan. Dari ketiga cara ini, penyulingan menggunakan uap air
dan ekstraksi menggunakan pelarut merupakan dua cara terpenting [49]
Ekstraksi menggunakan pelarut cocok untuk mengambil minyak yang kurang
stabil dan dapat rusak oleh panas uap air. Ekstraksi menggunakan pelarut adalah cara
pengambilan minyak yang lebih halus daripada penyulingan menggunakan uap air.
Sampai sekarang teknik ini masih dipakai, dengan menggunakan pelarut organik
yang mudah menguap [50].
Sokletasi adalah suatu prosedur ekstraksi kontinu yang memerlukan suatu
peralatan yang khusus. Prosedurnya sangat umum yaitu mengekstraksi bahan baku
dengan menggunakan pelarut organik yang dikontakkan secara berkala. Sokletasi
dapat diaplikasikan pada bahan baku berwujud padat atau semi-padat [51]. Sokletasi
telah digunakan sejak lama sebagai teknik standar dan referensi utama untuk
mengevaluasi kinerja dari metode ekstraksi padat-cair (leaching) [52]. Pada 1879,
von Soxhlet mengembangkan suatu sistem ekstraksi yang baru (Soxhlet Extractor)
yang mana dipakai secara luas pada teknik leaching [53]. Efisiensi metode sokletasi
dapat ditentukan oleh beberapa faktor seperti ukuran rata-rata partikel, waktu
ekstraksi dan penggunaan pelarut polar dan non-polar [54].
Keuntungan pemakaian dari sokletasi konvensional karena metode ini cukup
sederhana dan murah. Untuk ekstraksi, material padatan diekstrak dan diletakkan di
dalam suatu thimble yang terbuat dari kertas saring yang tebal atau di dalam suatu
tabung yang terdapat di tengah bagian dari soklet. Sampel yang digunakan harus

10
Universitas Sumatera Utara
dihancurkan untuk menghasilkan partikulat yang baik dengan luas permukaan yang
besar sebelum melakukan sokletasi. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
ditambahkan pada bagian tengah dari soklet sampai batas dari siphon ke dalam
bagian bawah round-bottom flask. Pelarut didistilasi dari bottom flask dengan
menggunakan suatu peralatan panas umum laboratorium yaitu hot plate. Pelarut
dikondensasikan kembali ke dalam bagian tengah dari peralatan. Suhu dari
kondenser harus rendah untuk menghindari banyak pelarut yang hilang. Proses
diulang dalam sejumlah proses ekstraksi, pelarut terakumulasi di bagian tengah dari
peralatan secara berkala dikembalikan kembali ke dalam flask dimana pelarut
dipanaskan [51].

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi


Pemilihan perlengkapan untuk proses ekstraksi dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang manasebagai pembatas laju reaksi. Ada 4 faktor penting yang harus
dipertimbangkan pemilihan pelarut, suhu, pengadukan, dan ukuran partikel [55].

2.4.1 Pemilihan Pelarut


Pemilihan pelarut yang tepat untuk ekstraksi harus dipilih dari target dengan
menggunakan metode sokletasi. Pelarut yang berbeda akan menghasilkan ekstrak
yield dan komposisi ekstrak yang berbeda [52]. Penggunaan pelarut dengan titik
didih rendah dapat menyebabkan kehilangan banyak pelarut pada saat evaporasi.
Penggunaan pelarut dengan titik didih tinggi akan mempersulit pemisahan dan
kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan oleoresin pada saat pemisahan [56].
Pelarut yang dipilih seharusnya adalah sebuah pelarut yang selektif dan
kekentalannya harus rendah untuk tersirkulasi secara bebas. Pada umumnya, pelarut
yang murni akan digunakan, ketika ekstraksi diperoses konsentrasi zat terlarut akan
meningkat dan laju ekstraksi akan menurun pertama disebabkan gradien konsentrasi
akan dihilangkan, dan kedua karena larutan akan akan menjadi lebih kental [55].
Oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi mempergunakan pelarut organik, sehingga
mengandung resin yang tidak mudah menguap. Resin itulah yang menentukan rasa
khas pada rempah tersebut [57]. Kelarutan suatu zat terlarut didalam pelarut
tergantung pada tingkat kepolaran pelarut dan zat terlarut atau komponen polar akan

11
Universitas Sumatera Utara
larut dalam pelarut polar serta komponen non polar akan larut dalam pelarut non
polar [22].
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat. Etil asetat
digunakan sebagai pelarut di dalam sintesis kimia dan baik digunakan di dalam
makanan dengan konsentrasi yang rendah. Etil asetat memiliki titik didih 77 0C
sehingga memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses destilasi.
Berdasarkan penelitian terdahulu pelarut etil asetat memberikan rendemen lebih
besar dibandingkan dengan pelarut alkohol maupun dengan aseton. Hal ini
kemungkinan besar terkait dengan sifat minyak atsiri yang non polar, sehingga
minyak atsiri cenderung larut kepelarut yang bersifat non polar juga [58].

Etil asetat telah dievaluasi oleh FAO (Food and Agriculture Organization)
tentang penggunaannya dalam makanan dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini:

Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat [59]


Parameter Etil asetat
Nama Umum Etil asetat, Acetic ether, ethyl
ester, ethyl ethanoate, vinegar,
naphta
Rumus molekul CH3COOC2H5
Warna Tidak berwarna
Berat molekul 88,1 kg/kmol
Titik didih 77 ºC
Flash point -5 ºC
Titik cair - 84 ºC
Suhu kritis 250 ºC
Densitas ( 20ºC) 0,9
Tekanan kritis 38 atm
Kekentalan (25oC) 0,4303 cP
Specific grafity ( 20ºC) 0,883
Kelarutan dalam air 7,7 % berat pada 20C
Entalphy pembentukan (25ºC) gas -442,92 kJ/mol
Energi Gibbs pembentukan (25ºC) cair -327,40 kJ/mol
Wujud fisik cair

12
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Penggunaan Aditif Makanan dengan Etil Asetat [25]
Nama 21 CFR Penggunaan
Etil Asetat 173.228 Diizinkan sebagai zat aditif makanan untuk
konsumsi manusia-pelarut
Etil Asetat 182.60 Zat yang aman- sebagai zat pemberi rasa
buatan

Jumlah pelarut yang digunakan dalam ekstraksi akan mempengaruhi jumlah


kadar minyak atsiri yang diperoleh. Semakin banyak jumlah pelarut semakin banyak
pula kemungkinan terjadinya kontak atau tumbukan antar partikel minyak atsiri
dengan partikel pelarut. Kontak atau tumbukan inilah yang menjadi driving force
keluarnya minyak atsiri dari kelenjar minyak. Hal ini juga didukung oleh
penggunaan pelarut yang selektif terhadap minyak atsiri dibandingkan pengotor
lainnya. Jadi, semakin banyak pelarut yang digunakan, akan meningkatkan perolehan
kadar minyak atsiri. Peningkatan rasio pelarut terhadap bahan baku dapat
menyebabkan peningkatan kadar minyak atsiri yang cukup signifikan [49].

2.4.2 Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang penting pada proses ekstraksi menggunakan
pelarut. Rendemen yang diperoleh berbanding lurus dengan suhu yang digunakan
selama ekstraksi. Pada umumnya, kelarutan material yang diekstraksi akan
meningkat seiring meningkatnya suhu selama ekstraksi [55].

2.4.3 Pengadukan
Pengadukan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pada ekstraksi
menggunakan pelarut karena akan meningkatkan difusi dan terjadi perpindahan
material dari permukaan partikel material ke pelarut [55].

2.4.4 Ukuran partikel


Ukuran parikel berpengaruh terhadap hasil ekstraksi menggunakan metode
sokletasi. Semakin kecil ukuran dari partikel akan semakin luas permukaan kontak
dari pelarut terhadap bahan baku yang menyebabkan semakin banyak zat yang terikat
dengan pelarut sehingga semakin meningkat pula rendemen yang diperoleh [55].

13
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kromatografi Gas
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan, dimana komponen-komponen
yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, salah satu fasa tersebut adalah
suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang mengalir lembut di
sepanjang landasan stasioner [60]. Penggunaan secara umum kromatografi gas
spektrometri masa adalah untuk mengidentifikasi senyawa volatil organik dan
semivolatil dalam campuran kompleks. Kromatrografi gas spektrometri masa dapat
digunakan untuk identifikasi secara kualitatif dan kuantitatif untuk memastikan
komponen senyawa dalam campuran yang kompleks. Untuk pengukuran kuantitatif
didasarkan pada luas puncak dari kromatografi masa atau dari ion target yang
diinginkan [61].

2.6 Parameter Pengujian Minyak Atsiri


Parameter diperlukan untuk mengetahui apakah hasil percobaan telah
memenuhi standar mutu yang ada. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting
dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Besarnya bobot jenis suatu
minyak merupakan hasil perbandingan berat suatu volume minyak pada suhu 25oC
dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Besar bobot jenis suatu minyak
bisa dipengaruhi oleh jenis dan jumlah komponen kimia didalam minyak [62].
Pengujian indeks bias digunakan untuk mengetahui kemurnian dari kandungan
kimia dalam oleoresin daun kemangi. Sama halnya dengan berat jenis dimana
komposisi oleoresin dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Nilai indeks bias akan
semakin besar dengan meningkatnya kerapatan oleoresin [63]. Oleoresin dengan
nilai indeks bias yang besar memiliki kualitas lebih baik dibandingkan oleoresin
dengan indeks bias kecil karena peningkatan nilai indeks bias mengindikasikan
peningkatan komponen-komponen senyawa kimia yang memiliki susunan rantai
karbon panjang atau ikatan rangkap yang banyak [64]. Faktor yang mempengaruhi
nilai indeks bias yaitu kandungan air dalam minyak tersebut. Semakin banyak
kandungan air dalam minyak, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal tersebut
disebabkan karena sifat air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang [65].

14
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Dan Peralatan


3.1.1 Bahan Penelitian
1. Daun kemangi
2. Etil Asetat (C4H8O2)
3. Etanol (Pembanding)

3.1.2 Peralatan
3.1.2.1 Peralatan Penelitian
1. Beaker glass
2. Gelas ukur
3. Erlenmeyer
4. Pipet tetes
5. Oven
6. Blender
7. Ayakan mesh
8. Corong gelas
9. Timbangan elektrik
10. Statif dan klem
11. Hot plate
12. Piknometer
13. Stopwatch
14. Termometer
15. Refraktometer
16. GC-MS

15

Universitas Sumatera Utara


3.1.2.3 Peralatan Utama

Water

Out
Condenser
Water

In

Siphon
Sample in the
thimble

Round bottom
flask

Heater

Gambar 3.1 Peralatan Utama Soklet

1. Kondensor: berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses


pengembunan.
2. Timbal: berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya.
3. Pipa F: berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses
penguapan.
4. Bypass sidearm merupakan bagian dari seperangkat alat ekstraktor Soxhlet yang
berfungsi sebagai penghubung labu pemanas dengan thimble yang tembus
langsung ke atas dengan kondensor, sehingga uap air dapat naik dari labu
pemanas menuju kondensor.
5. Sifon: berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh
kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus
6. Labu alas bulat: berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya
7. Heating mantle: berfungsi sebagai pemanas larut

16

Universitas Sumatera Utara


3.2 Variasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas yaitu perbandingan bahan dan
pelarut 1:5 ;1:6 ;1:7; dan 1:8. Dan variabel tetapnya adalah massa kemangi 50 gram,
ukuran partikel 40 mesh, konsentrasi pelarut (etil asetat) 98,8 %, suhu ekstraksi 77
0
C, waktu ekstraksi 6 jam.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Prosedur Pembuatan Serbuk Daun kemangi
1. Sampel daun kemangi dicuci bersih.
2. Sampel daun kemangi dikeringkan dibawah panas matahari.
3. Setelah dikeringkan, sampel dihaluskan mengunakan blender.
4. Sampel diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh hingga diperoleh
serbuk daun kemangi.

3.3.2. Prosedur Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi


Ekstraksi oleoresin daun kemangi dilakukan dengan peralatan soklet
menggunakan Etil Asetat pada suhu titik didih, yakni 77 oC selama 6 jam dengan
rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:5; 1:6; 1:7; dan 1:8
Prosedur ekstraksi oleoresin dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Sampel yang telah halus dimasukkan sebanyak 50 gram ke dalam thimble yang
terdapat di tengah bagian dari peralatan soklet.
2. Pelarut etil asetat digunakan untuk proses ekstraksi dimasukkan ke dalam labu
alas bulat dengan perbandingan antara bahan dan pelarut (b/v) adalah 1:5; 1:6;
1:7; dan 1:8
3. Oleoresin diekstraksi dengan peralatan soklet selama 6 jam pada suhu 77 0C.
4. Oleoresin disimpan di dalam botol untuk selanjutnya dianalisa.

17

Universitas Sumatera Utara


3.3.2 Prosedur Analisa
3.3.3.1 Rendemen Oleoresin
Prosedur analisa rendemen oleoresin dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Dihitung massa oleoresin yang didapat
2. Rendemen oleorsin diperoleh dengan persamaan:

mo
Rendemen (%) = ms × 100 % …………………………………… (3.1)

Dimana:
mo = massa oleoresin
ms = massa sampel

3.3.3.2 Analisa Densitas Oleoresin


Prosedur penentuan densitas oleoresin dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Dihitung volume hasik ektraksi oleoresin.
2. Dipisahkan oleoresin dengan pelarutnya.
3. Dicatat volume pelarut yang sudah terpisah.
4. Didapatlah volume oleoresin dari selisih antara volume hasil ekstraksi dengan
volume pelarut yang sudah terpisah.
5. Dicatat massa oleoresin.
6. Densitas oleorsin diperoleh dengan persamaan:

m
ρ= …………………………………………………………… (3.2)
V

Dimana: ρ = densitas oleoresin


m = massa oleoresin
V = volume oleoresin

18

Universitas Sumatera Utara


3.3.3.3 Analisa Indeks Bias Oleoresin
Untuk pengukuran indeks bias, menggunakan instrumen Refraktometer pada
Laboratorium Organik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera
Utara.

3.3.3.4 Analisa Kadar Minyak Atsiri


Minyak Atsiri dianalisa mnggunakan instrument GC/MS pada Pusat
Penelitian Kelapa Sawit.

19

Universitas Sumatera Utara


3.4 Flowchart Penelitian
3.4.1 Flowchart Pembuatan Serbuk Daun kemangi

Mulai

Sampel daun kemangi dikeringkan dibawah panas matahari

Sampel di haluskan menggunakan blender

Sampel diayak dengan ayakan 40 mesh hingga


diperoleh serbuk daun kemangi

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Serbuk Daun


kemangi

20

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Flowchart Prosedur Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi

Mulai

Sampel halus daun kemangi sebanyak 50 gram dimasukkan


ke dalam thimble

Pelarut etil asetat dimasukkan kedalam labuu leher 2

Proses ekstaksi

Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring


whatman no. 1

Pelarut dipisahkankan dari campuran


oleoresin dengan cara evaporasi di bawah
temperatur titik didih pelarut

Oleoresin disimpan ke dalam freezer untuk


selanjutnya dianalisa

Ya
Apakah masih ada
variasi lain?

Tidak
Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi

21

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Rendemen Oleoresin

25,0 Waktu Ekstraksi


5 jam
22,5 6 jam
Rendemen (%)

20,0

17,5

15,0
1:5 1:6 1:7 1:8
Rasio Bahan dan Pelarut

Gambar 4.1 Pengaruh Rasio Bahan dan Pelarut (b/v) terhadap Rendemen Oleoresin
Daun Kemangi

Gambar 4.1 menunjukkan pengaruh rasio pelarut (b/v) terhadap rendemen


oleoresin daun kemangi. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan,
rasio dan pelarut (b/v) memberikan pengaruh peningkatan terhadap rendemen
oleoresin. Hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk mendapatkan rendemen oleoresin
yang lebih banyak, diperlukan volume pelarut yang lebih besar pula agar pelarut
dapat mengkontakan lebih banyak komponen dalam daun kemangi sehingga
oleoresin dapat diekstrak secara maksimum. Menurut penelitian sebelumnya
peningkatan rendemen akan meningkatkan kadar minyak atsirinya [66].
Rendemen oleoresin yang diperoleh antara 18,5660% sampai 20,2664%.
Analisis variasi menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan rasio
bahan terhadap rendemen oleoresin. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan
adalah rasio pelarut, yaitu 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8 dengan variabel tetap yang telah

22
Universitas Sumatera Utara
ditentukan yakni waktu ekatraksi 6 jam, massa sampel 50 g untuk keseluruhan
variasi dan ukuran partikel yang dilewati dengan menggunakan saringan 40 mesh.
Pengecilan ukuran partikel ditujukan untuk memperluas ruang pengontakan antara
daun kemangi dan pelarut sehingga pelarut dapat berpenetrasi ke dalam daun dan
komponen yang ingin diekstrak terdifusi keluar dari daun dan waktu yang
dibutuhkan pelarut untuk berdifusi pada partikel kecil lebih sedikit daripada partikel
besar [55]. Pada percobaan sebelumnya dikatakan ukuran partikel 40 mesh dapat
menghasilkan oleoresin yang optimum [28]
Pada waktu 6 jam dengan rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:5; 1;6; 1;7 dan 1;8
diperoleh rendemen massing-masing sebesar 18,5660%; 20,1520%; 20,2664%; dan
20,4342%. Dari gambar 4.1 dapat dilihat juga bahwa rendemen yang dihasilkan dari
waktu 5 jam dengan rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:5; 1;6; 1;7 dan 1;8 adalah
16,0990%; 16,6248%; 18,5260%; dan 19,2978%. Pada waktu 4 jam dengan rasio
bahan dan pelarut (b/v) 1;7 dan 1;8 adalah 17,2912%; dan 17,4392. Tujuan
penambahan variasi waktu ekstraksi adalah untuk melihat pengaruh waktu ekstraksi
terhadap rendemen oleoresin yang dihasilkan. Dapat dilihat bahwa rendemen
oleoresin akan meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi.
Pada saat waktu ekstraksi yang tetap dengan peningkatan perbandingan pelarut
terhadap daun kemangi menyebabkan rendemen meningkat. Hal ini menunjukkan
bahwa perbandingan antara daun kemangi dengan pelarut mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam menghasilkan rendemen oleoresin. Peningkatan perbandingan
antara pelarut terhadap daun kemangi mempengaruhi pendifusian oleoresin dari daun
kemangi ke pelarut, semakin banyak pelarut membuat pendifusian oleoresin akan
semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke daun kemangi akan semakin besar.
Distribusi pelarut yang merata ke daun kemangi akan memperbesar rendemen
oleoresin yang dihasilkan. Semakin banyak pelarut yang digunakan akan mengurangi
tingkat kejenuhan pelarut sehingga pendifusian komponen yang diekstrak dapat
maksimal. Dari hasil yang didapat dapat dilihat secara keseluruhan, bahwa seiring
bertambahnya waktu, rendemen yang dihasilkan juga bertambah [54].
Rendemen yang terbaik didapat pada rasio bahan dan pelarut 1:6 pada waktu 6
jam dengan rendemen sebesar 20,1520 %. Padah rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan
waktu 6 jam dilakukan juga percobaan untuk pelarut etanol. Hal ini dilakukan

23
Universitas Sumatera Utara
sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat
keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Rendemen yang didapat dengan pelarut
etanol sebesar 17,1870 %. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut etil asetat memiliki
keefektifan yang lebih baik dibandingkan dengan etanol. Hal ini dapat dilihat bahwa
pelarut etil asetat mampu mengekstrak oleoresin daun kemangi lebih baik dengan
rendemen oleoresin sebesar 20,1520 %

4.2 Analisa Indeks Bias Oleoresin

Waktu Ekstraksi
1,516
5 jam
6 jam
1,507
Indeks Bias

1,498

1,489

1,480
1:5 1:6 1:7 1:8

Rasio Bahan dan


Pelarut
Gambar 4.2 Pengaruh Rasio Bahan dan Pelarut (b/v) terhadap Indeks Bias Oleoresin
Daun Kemangi

Dari Gambar 4.2 pada waktu ekstraksi 6 jam dengan rasio bahan dan pelarut
(b/v) 1:5 diperoleh nilai indeks bias 1,4977. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:6
diperoleh nilai indeks bias 1,5020. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:7 diperoleh
nilai indeks bias 1,5021. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:8 diperoleh nilai indeks
bias 1,5023. Pada gambar 4.3 dapat dilihat juga untuk Pada waktu ekstraksi 5 jam
dengan rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:5 diperoleh nilai indeks bias 1,4963. Pada
rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:6 diperoleh nilai indeks bias 1,5009. Pada rasio bahan
dan pelarut (b/v) 1:7 diperoleh nilai indeks bias 1,5016. Pada rasio bahan dan pelarut
(b/v) 1:8 diperoleh nilai indeks bias 1,5018. Pada waktu ekstraksi 4 jam dengan rasio

24
Universitas Sumatera Utara
bahan dan pelarut (b/v) 1:7 diperoleh nilai indeks bias 1,5009. Pada rasio bahan dan
pelarut (b/v) 1:8 diperoleh nilai indeks bias 1,5012. Tujuan penambahan variasi
waktu ekstraksi adalah untuk melihat pengaruh waktu ekstraksi terhadap indeks bias
oleoresin yang dihasilkan. Dapat dilihat bahwa nilai indeks bias oleoresin akan
meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi.
Pada penelitian ini, indeks bias yang dihasilkan berkisar antara 1,4963-
1,5023. Menurut Lluch Essence nilai yang dipersyaratkan antara 1,5010- 1,5210
[67]. Terdapat 2 perlakuan yang menghasilkan indeks bias yang sesuai menurut
Lluch Essence, yakni pada variasi rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:6 untuk waktu 6
jam diperoleh nilai indeks bias 1,5020, pada variasi rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:7
untuk waktu 6 jam diperoleh nilai indeks bias 1,5021, pada variasi rasio bahan dan
pelarut (b/v) 1:8 untuk waktu 6 jam diperoleh nilai indeks bias 1,5023, dan pada
variasi rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:8 untuk waktu 4 jam diperoleh nilai indeks
bias 1,5012.
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa dengan adanya perbedaan rasio bahan dan
pelarut (b/v) ternyata memberikan hasil nilai indeks bias yang berbeda pula. Dari
gambar 4.2 dapat dilihat bahwa meningkatnya volume pelarut menunjukkan
peningkatan nilai indeks bias yang tidak terlalu signifikan hal ini tidak sesuai dengan
teori yang ada, dimana menurut beberapa penelitian sebelumnya peningkatan rasio
pelarut terhadap bahan baku tidak memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap nilai
dari indeks bias. Sehingga seharusnya peningkatan rasio pelarut tidak mempengaruhi
nilai indeks bias dari oleoresin daun kemangi. Oleh karena itu dapat disimpulkan
penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh perbedaan kemurnian oleoresin akibat
tidak dapat dipastikannya waktu yang optimum saat melakukan evaporasi pelarut etil
asetat dari oleoresin.
Pada rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga
ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan pelarut etanol. Hal ini dilakukan
sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat
keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Indeks bias yang didapat dengan pelarut
etanol adalah 1,4522. Dapat dilihat bahwa hasil indeks bias oleoresin daun kemangi
dengan pelarut etil asetat lebih besar dibandingkan dengan pelarut etanol. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa oleoresin dengan menggunakan pelarut etil asetat lebih

25
Universitas Sumatera Utara
banyak mengekstrak komponen kimia kemangi dibandingkan oleoresin dengan
menggunakan etanol.

4.3 Analisa Densitas Oleoresin

1,3 Waktu Ekstraksi

1,2 5 jam
6 jam
1,1
Densitas (g/cm3)

0,9

0,8

0,7

0,6
1:5 1:6 1:7 1:8

Rasio Bahan dan Pelarut

Gambar 4.3 Pengaruh Rasio Bahan dan Pelarut (b/v) terhadap Densitas Oleoresin
Daun Kemangi

Densitas merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan
kemurnian oleoresin. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-
komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang
terkandung dalam oleoresin, maka semakin besar pula nilai densitasnya [62]. Pada
gambar 4.3 dapat dilihat bahwa peningkatan rasio pelarut terhadap bahan baku tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan densitas. Pada waktu 6
jam dengan rasio bahan dengan pelarut (b/v) 1:5 diperoleh densitas oleoresin sebesar
0.9570 g/cm3. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:6 diperoleh densitas oleoresin
sebesar 0.9688 g/cm3. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:7 diperoleh densitas
oleoresin sebesar 0.9698 g/cm3. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:8 diperoleh
densitas oleoresin sebesar 0.9731 g/cm3. Dari gambar 4.3 juga dapat dilihat untuk
waktu 5 jam dengan rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:5 diperoleh densitas oleoresin

26
Universitas Sumatera Utara
sebesar 0.9470 g/cm3. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:6 diperoleh densitas
oleoresin sebesar 0.9554 g/cm3. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:7 diperoleh
densitas oleoresin sebesar 0.9649 g/cm3. Pada rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:8
diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9649 g/cm3. Untuk waktu 4 jam dengan rasio
bahan dan pelarut (b/v) 1:7 diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9501 g/cm3. Pada
rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:8 diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9582 g/cm3.
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat Perlakuan ekstraksi dengan peningkatan rasio
volume pelarut terhadap massa bahan baku daun kemangi yang konstan
menghasilkan oleoresin dengan nilai densitas yang lebih meningkat. Hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada, dimana pada penelitian terdahulu dijelaskan bahwa
peningkatan rasio pelarut terhadap bahan baku tidak memiliki kolerasi terhadap
peningkatan nilai densitas. Oleh karena itu, pada penelitian ini dapat disimpulkan
terjadi penyimpangan pada penelitian dimana seharusnya peningkatan rasio pelarut
tidak mempengaruhi peningkaatan densitas. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan
kemurnian oleoresin akibat tidak dapat dipastikannya waktu yang optimum saat
melakukan evaporasi pelarut etil asetat dari oleoresin.
Pada penelitian ini, densitas oleoresin yang dihasilkan berkisar antara 0,9470
g/cm3 – 0,9731 g/cm3. Densitas oleoresin yang diperoleh pada penelitian ini
cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan densitas menurut Lluch
Essence,yaitu 1,000 [67]. Padah rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam
dilakukan juga ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan pelarut etanol. Hal
ini dilakukan sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk
melihat keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Densitas yang didapat dengan
pelarut etanol adalah 0,9522 g/cm3. Dapat dilihat bahwa hasil densitas oleoresin daun
kemangi dengan pelarut etil asetat lebih besar dibandingkan dengan pelarut etanol.
Hal ini mengidentifikasikan bahwa oleoresin dengan menggunakan pelarut etil
asetat lebih banyak mengekstrak komponen kimia kemangi dibandingkan dengan
etanol.

27
Universitas Sumatera Utara
4.4 Karakteristik Oleoresin Daun Kemangi
Setelah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat dirangkum
karakteristik oleoresin daun kemangi yang dapat dilihat pada tabel 4.1. Dari tabel
dapat dilihat bahwa dalam uji karakteristik oleoresin daun kemangi pada penelitian
ini belum memenuhi standar oleoresin daun kemangi karena terdapat beberapa
parameter yang masih belum memenuhi standar yang ditentukan.

Tabel 4.1 Karakteristik Oleoresin [67]


Parameter Hasil Oleoresin Oleoresin
Daun Kemangi Standar
Warna Hijau Gelap Hijau Gelap
Bentuk Cairan Kental Cairan Kental
Aroma Khas Kemangi Khas Kemangi
Densitas 0,9470-0,9731 g/cm3 1 g/ cm3
Indeks Bias 1,4938-1,5024 1,5010 – 1,5210

4.5 Komposisi Minyak Atsiri pada Oleoresin Daun Kemangi


Proses ekstraksi oleoresin daun kemangi dilakukan dengan menggunakan
pelarut etil asetat dengan metode sokletasi dengan variasi rasio bahan dan pelarut
1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8, waktu ekstraksi 6 jam, dan ukuran partikel 40 mesh. Identifikasi
komposisi minyak atsiri pada oleoresin daun kemangi yang diproses melalui proses
ekstraksi dengan metode sokletasi akan dilakukan dengan menggunakan hasil
analisis Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC/MS) Kromatogram hasil
GC/MS ditunjukkan pada Gambar 4.4 dan komponen yang terkandung dalam
oleoresin daun kemangi ditunjukkan pada Tabel 4.2.

28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Komponen Minyak Esensial dalam Oleoresin Daun Kemangi
Peak R. Time Area (%) Komponen
1 14,485 1,75 Trans-alpha-bisabolene
2 15,111 0,77 Undetected
3 17,908 6,69 Neophytadiene
4 17,981 1,17 Phytol
5 18,173 0,97 Phytol
6 18,374 1,35 Phytol
7 19,161 1,83 Octadecenoic acid
8 20,725 4,83 Phytol
9 20,794 1,05 Undetected
10 20,958 2,23 Methyl linolenate
11 21,710 0,82 Phytol
12 22,099 0,79 Flavone
13 23,133 2,15 Beta-pinene
14 23,512 1,18 Beta-pinene
15 25,750 1,80 Methyl linolenate
16 25,926 0,78 Undetected
17 26,736 4,12 Farnesol
18 27,181 1,90 Pentatriacontane
19 27,525 0,81 Farnesol
20 27,957 1,40 Tetracosane
21 28,825 9,88 Heptacosane
22 29,379 1,20 Vitamin E
23 29,508 0,97 Undetected
24 29,557 1,09 Octadecane
25 29,821 2,63 Tetratetracontane
26 30,607 3,53 Cholest-5-ene
27 30,986 27,72 Dotriacontane
28 31,742 12,23 Cholest-5-en-3-ol
29 32,367 1,14 Octadecane
30 33,057 1,23 Undetected
Jumlah 100

29
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Kromatogram GC/ MS Oleoresin Daun Kemangi

Pada tabel 4.2 menunjukkan data hasil analisis GCMS diperoleh dari ekstrak
oleoresin daun kemangi pada variasi percobaan rasio pelarut 1:6 dengan waktu
ekstraksi 6 jam, suhu ekstraksi 77 0C, dan ukuran partikel 40 mesh. Dari variasi ini
diperoleh rendemen oleoresin dengan kadar 20,1520%. Pada analisis GCMS minyak
atsiri pada oleoresin daun kemangi diperoleh hasil sebanyak 30 jenis senyawa kimia
dimana 4 senyawa diantaranya tidak dapat teridentifikasi. Senyawa penyusun minyak
atsiri dari oleoresin daun kemangi terdiri dari golongan monoterpenes (beta-pinene)
sebanyak 3,33%, sesquiterpenes (trans-alpha-bisabolene) sebanyak 1,75%,
sesquiterpenoids (flavone & farnesol) sebanyak 5,72%, diterpenes (neophytadiene)
sebanyak 6,69%, diterpenoids (phytol) sebayak 9,14%, ester (Octadeconoic acid &
methyl linolenate) sebanyak 5,86%, alkana (pentatriacontane, tetracosane,
heptacosane, oktadecane, tetracontane, & dotriacontane) sebanyak 45,76% dan tidak
teridentifikasi sebanyak 4,79%.

30
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah:
1. Daun kemangi berpotensi dijadikan sebagai sumber oleoresin.
2. Peningkatan rasio pelarut terhadap bahan baku berbanding lurus terhadap
peningkatan rendemen oleoresin yang diperoleh.
3. Pada penelitian yang dilakukan diperoleh rendemen berkisar 16,0990-
20,4342%, densitas berkisar 0,9470-0,9731 g/cm3, dan nilai indeks bias
1,4963-1,5023.
4. Kondisi optimum untuk ekstraksi oleoresin daun kemangi adalah pada rasio
bahan baku/pelarut = 1:6 dan waktu ekstraksi 6 jam dengan perolehan
rendeman sebesar 20,1520%, densitas 0,9688 g/cm3, dan nilai indeks bias
1,5020.
5. Kandungan minyak atsiri paling dominan dalam oleoresin daun kemangi
diperoleh pada kondisi optimum adalah golongan alkana yaitu dotriacontane
dengan konsentrasi korelatif 27,72%.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah :
1. Peningkatan rasio pelarut terhadap bahan baku tidak berpengaruh terhadap
peningkatan densitas dan nilai indeks bias, sehingga perlu dilakukan
penambahan variasi lain seperti waktu ektraksi ataupun suhu ekstraksi yang
memiliki korelasi terhadap peningkatan densitas dan nilai indeks bias.
2. Penambahan variasi pelarut lain untuk melihat pengaruh perbedaan jenis
pelarut terhadap hasil oleoresin yang diperoleh.

31
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

[1] Belong, Philippe, Patrick Akono Ntonga, Eric- Moïse Bakwo Fils,
GisèleAurelie Foko Dadji 4, Joseph Lebel Tamesse. 2013. Chemical
composition and residue activities of Ocimum canum Sims and
Ocimum basilicum L essential oils on adult female Anopheles funestus
ss. Vol. 19. Cameroon
[2] Özcan, Musa, Jean-Clause Chalchat. 2002. Essential Oil Composition of
Ocimum basilicum L. and Ocimum minimum L. in Turkey. Czech J.
Food Sci, Vol 20, No. 6.
[3] Dhale, Birari, & Dhulgande. 2010. Premliminary Screening of Antibacterial
and Phytochemical Studies of Ocimum americanum Linn. Journal of
Ecobiotechnology ISSN. 2077-0464.
[4] Dang, G. T. and Phan, N. N. 2014. Optimization of Supercritical CO2
Extraction of Oleoresin from Black Pepper and antioxidant capacity
of the Oleoresin. Internasional Food journal 21(4) : 1489-1493 (2014).
[5] Jayandran, M., M. Haneefa M., & Balasubramanian. 2015. Synthesis
Characterization and Comparative Studies of Turmeric Of Oleoresin
Derived From Selected Turmeric Plants. ISSN: Vol. 5 Issue 1(2015)
18-21.
[6] Ravindran, N & Nirmal B.K. 2005. Ginger: The Genus Zingiber. USA: CRC
Press.p. 87-97.
[7] Susaeta, A., Peter G.F., Hodges A.W. & Carter D.R. 2014. “Oleoresin tapping
planted slash pine adds value and management flexibility to
landowners in the sothern united states”. Biomasss and Bioenergy 68,
55-61.
[8] Soetanto, Herry. 2011. Indonesian Essensial Oil : The Scent of Natural Life.
Trade Policy Analysis and Development Agency Ministry of Trade,
Republic Of Indonesia (TRECYDA).
[9] Dasari, Swaroopa Rani, & Goud, Vaibhav V. “Research Article: Comparative
Extraction of Castor seed Oil Using Polar and Non Polar Solvents”.

32
Universitas Sumatera Utara
2013. International Journal of Current Engineering and Technology.
Special Issue1. ISSN: 2277-4106.
[10] Devi, P. 2009. “The compound maceliganisolated from Myristica
fragrans.European”. Journal of Pharmacy Research, 2(11): 1669–
1675.
[11] Kanadea, Resham & D. S. Bhatkhandeb. 2016. Extraction of ginger oil using
different method and effect of solvent, time, temperature to maximize
yield. Vishwakarma Institute of Technology, Pune, India. ISBN: 978-
93-86083-59-3.
[12] Heath, H.B. & Reineccius, G. 1986. Flavor Chemistry and Technology. AVI
Publ. co. Inc., Westport, Connecticut.
[13] Lau, H.L.N., Choo, Y.M., Ma, A.N., & Chuah, C.H., 2006. Quality of residual
oil from palm-pressed mesocarp fiber (elaeis guineensis) using
supercritical CO2 with and without ethanol. Journal of the American
Oil Chemists’ Society (JAOCS) 83(10), 893–898.
[14] Sabel, W. & J.D.F. Wamen. 1973. Theory and Practice of Oleoresin
Extraction. In Proceedings At The Conference On Spices. Tropical
Products Institut, London.
[15] Ketta, Mc.J.J. & Cunningham W.A. 1992. “Encyclopedia of Chemical
Processing and Design“. Vol. 40 Marcel Decker, Inc., NewYork.
[16] Supardan, Muhammad Dani, Anwar Fuadi, Pocut Nurul Alam, & Normalina
Arpi. 2011. Solvent Extraction Of Ginger Oleoresin Using
Ultrasound. Makara, Sains. Vol. 15. No. 2, 163-167.
[17] Arpi, Normalina., Satriana, & Kiki Rezekiah. 2013. Extraction of Oleoresin
from Waste of Nutmeg Oil Refining by Using Ultrasonic. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol. 9. No. 4. Hal: 180-187.
[18] Liljana, Koleva G., Maksimova Viktorija, Serafimovska D. Marija, Gulbovski
Rubin, Ivanovska J., & Emilija. 2013. The Effct Of Different Methods
Of Extractions Of Capsaicin On Its Content In The Capsicum
Oleorsins. Scientific Works Volume LX. Food Science, Engineering,
and Technology.

33
Universitas Sumatera Utara
[19] Rafajlovsca, Vesna., Renata S.R., Jana Klopcevska, & Marija Sribinoska.
2011. Extraction of Oleoresin from Pungent Red Paprika Under
Different Conditions. ISBN: 978-953-307-619-5.
[20] Kurmudle, Nilesh, Lalit D. Kagliwal, Sandip B. Bankar, Rekha S. Singhal.
2013. Enzyme-assisted extraction for enhanced yields of turmeric
oleoresin and its constituents. Food Bioscience 3 (2013) 36–41.
[21] EFSA Panel on Food Additives and Nutrient Sources added to Food (ANS).
2010. Scientific Opinion on the re-evaluation of curcumin as a food
additive. EFSA Journal 8(9):1679.
[22] Martin, A.M., Swarbrick, J & Cammarata, A. 1990. Physical pharmacy.
Translate by Yoshita. UI Press. Jakarta.
[23] Vogel, A.I. 1978. Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry. Longman
Group Ltd, England.
[24] Hamidah, Titin, Sri Kumalaningsih, & Ika Atsari Dewi. 2015. Production Of
Oleoresin Extracts From Gren Betel Leaf (Piper Betle Leaf) As A
Natural Preservative (Study of Temperature And Long Time
Extraction). Malang.
[25] Wagner, Pauline, Lois A. Rossi & Kathleen Martin. 2006. “Inert Reassesment-
Ethyl Acetate (CAS Reg No. 141-78-6) and Amyl Acetate (CAS Reg.
No.628-63-7)”. Action Memorandum. United States Environmental
Protection Agency; Washington DC.

[26] Haldar, Swarrna, Gautam C.M. & Hari N. Mishra. 2015. Modeling the kinetics

of extracting oleoresin from dried turmeric (Curcuma longa L.)


rhizome using acetone as solvent. Journal of Food Enginering 146
(2015) 116-121.
[27] Aluko, B.T., O.I. Oloyede & J. Afolayan. 2012. “Phytochemical and nutrient
compositions of Ocimum Canum Sims”. African Journal Of
Biotechnology, Vol. 11(63), pp. 12697-12701.
[28] Anam, Choirul. 2010. Ekstraksi Oleoresin Jahe Kajian Dari Ukuran Bahan,
Pelar, Waktu dan Suhu. Jurnal Pertanian MAPETA, ISSN : 1411-
2817, Vol. XII. No. 2. April 2010 : 72 – 144.

34
Universitas Sumatera Utara
[29] Kwee, E. M., & Niemeyer, E. D. 2011. “Variations in phenolic composition
and antioxidant properties among 15 basil (Ocimum basilicum L.)
cultivars”. Food Chemistry, 128(4), 1044–1050.
[30] Dzida, Katarzyna. 2010. Nutrients Contents in Sweet Basil Herb Depending on
Calcium Carbonate Dose and Cultivar. Acta Sci. Pol., Hortorum
Cultus 9(4) 2010, 143-151.
[31] Pirbalouti, A.G., Elahe M, & Lyle C. 2013. “Effects of drying methods on
qualitative and quantitative properties of essential oil of two basil
landraces”. Food Chemistry 141 (2013) 2440–2449
[32] Baroli, A.A., Joao H.G. Lago, Cristina V.D. Almeida, Marcilio D.A., Marcus,
T.S., Gabriela F.L., Marisi G.A.A.C. & Patricia S. 2016. “Variability
in essential oil composition produced by micropropagated (in vitro),
acclimated (ex vitro) and in-field plants of Ocimum basilicum
(Lamiaceae)”. Industrial Crops and Products 86 (2016) 180–185.
[33] Boggia, Raffaella, Paola Zunin, Vilma Hysenaj, Aldo Bottino & Antonio
Comite. 2012. “Dehydration of Basil Leaves and Impact of Processing
Composition”. Italy: University Of Genoa.
[34] Voight, R., 1995. “Pharmacy Technology Lesson Book”. Translated by
Soendari Noerono, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 566-567.
[35] Uhl, S.R. 2000. Handbook of Spices, Seasonings and Flavoring. Technomic
Publishing Co. Inc. Lancaster-USA.
[36] Sukarno, A., E.B. Hardiyanto, S.N. Marsoem, & M. Naiem. 2015. Oleoresin
Production, Turpentine Yield and Components of Pinus Merkusii fro
Various Indonesian Provenances. Journal of Tropical Forest Science,
Vol. 27, No.1, pp. 136-141.
[37] Cripps, M. H. 1973. Spice Oleoresin: The Process, The Market and The
Future. In Proceedings of The Conference On Spices. Tropical
Product Institute., London.
[38] Purseglove, J. W, E. G. Brown, C. L. Green & S. R. J. Robbins. 1981. Spices,
Volume II. Longman Inc., New York.
[39] Dutta, Sayantani & Paramita Bhattacharjee. 2015. Enzyme-assisted
supercritical carbon dioxide extraction of black pepper oleoresin for

35
Universitas Sumatera Utara
enhanced yield of piperine-rich extract. Journal of Bioscience and
Bioengineering Vol. 120 No. 1, 17 23.
[40] Parry E.J. 1922. The Chemistry Of Essential Oil and Artificial Perfumes. New
York: D. Van Nostrand Company.
[41] Wenqiang, G. & Shufen, L., 2007. Food Chemistry Comparison of essential
oils of clove buds extracted with supercritical carbon dioxide and
other three traditional extraction methods. Food Chemistry, 101 ,
pp.1558–1564.
[42] Kanadea, Resham & D. S. Bhatkhandeb. 2016. Extraction of ginger oil using
different method and effect of solvent, time, temperature to maximize
yield. Vishwakarma Institute of Technology, Pune, India. ISBN: 978-
93-86083-59-3.
[43] Peter, K.V. 2012. Handbook of herbs and spices. Woodhead Publishing
Limited. India.
[44] Bassole, I.H.N., Nebie R., Savadogo A., Ouattara CT., Barro N., & Traore
S.A. 2015. “Composition and antimicrobial activities of the leaf and
flower essensial oils of lippia chevalieri and ocimum canum from
Burkina Faso”. African Journal of Biotechnology Vol. 4(10), pp.
1156-1160. ISSN 1684-5315.
[45] Selvi,M.T., R. Thirugnanasampadan & S. Sundarammal. 2015. “Antioxidant
and cytotoxic activities of essential oil of Ocimum canum Sims. from
India”. Journal of Saudi Chemical Society (2015) 19, 97-100.
[46] Leong, S. G. 2002. “An investigation of antioxidant capacity of fruits in
Singapore markets”. Journal Food Chemistry (76): 69-75.
[47] Tahira, Riffat, Tauseef Rehan, Ata-ur-Rehman & M. Naeemullah. 2013.
”Variation in Bioactive Compounds in Different Plant Part of Lemon
Basil (Ocimum Basilicum Var Citriodorum”. International Journal Of
Science and Technology, Vol 17(2), 1184-1190.
[48] Essential Oil Corps. 2012. “Product Guidelines Basil Production”. South
Africa: Departement of Agriculture, Forestry and Fisheries.
[49] Barros, Nidia Alves, Robson Raposa Rocha, Andre von Randow de Assis, &
Marisa Fernandes Mendes. 2013. “Extraction Of Basil Oil (Ocimum

36
Universitas Sumatera Utara
basilicum L.) Using Supercritical Fluid. III Iberoamerican Conference
on Supercritical Fluids”. Cartagena de Indias, Colombia.
[50] Harris, B. 2006. Editorial. International Journal of Aromatherapy, 16 (2), p.55.
[51] Moldoveanu, Serban & David, VictoR. 2015. “Modern Sample Preparation for
Chromatoghraphy: Chapter 6 Solvent Extraction”. Elsevier; New
York.
[52] Wang, Lijun & Weller, Curtis L. 2006. “Recent advances in Extraction of
Nutraceuticals from Plants”. Trends in Food Science & Technology
17 (2006) 300-312.
[53] De Castro, M. D. Luque & Capote, F. Priego. 2010. “Review: Soxhlet
extraction: Past and Present Panacea”. Journal of Chromatoghrapy A,
1217 (2010) 2383-2389.
[54] Danlami, Jibrin Mohammed, Agus Arsad, Muhammad Abbas, & Ahmad Zaini.
2014. Characterization and Process Optimization of Castor Oil
(Ricinus communis L.) Extracted by the Soxhlet Method Using Polar
and Non-Polar Solvents. Journal of The Taiwan Institute of Chemical
Engineers, 10.012.
[55] Richardson, J.F., J. H. Harker & J.R Backhrust. 2002. ”Coulson and
Richardson’s Chemical Engineering, Volume 2, Fifth Edition, Particle
Technology and Separation Process”. Butterworth Heinemann; New
York.
[56] Kirk, R. E. & D. F. Othmer. 1952. Encyclopedia of Chemical Technology, Vol.
IX. The Interscience Encyclopedia Inc., New York.
[57] Stahl, W. H. 1973. Oleoresin Quality Analysis, Fact or Fancy. Proc of The
Conference of Spices Trop. Prod. Inst., London.
[58] Baser, K.H.C. & Gerhard B. 2016. Handbook of Essensial Oils Science,
Technology, and Application Second Edition. CRC Press Taylor &
Francis Group.
[59] Rhodia. 2012. Ethyl Acetate. Rhodia Global product Strategy (GPS) Safety
Summary.

37
Universitas Sumatera Utara
[60] Atkins, Peter & Jones, Loretta . 1997 . Chemistry Molekules Matters and
3rd
Change Edition . New York U.S.A : W. H Freeman and
Company.
[61] Gritter, R.J., Bobbit J.M., & Schwatting. 1985. Introduction of
Chromatography. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. (1991).
Pengantar Kromatografi. Edisi ke-3. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 36-
39.
[62] Adams, R.P. 1995. Identification of Essential Oil Components by Gas
Chromatography/ Mass Spectroscopy. Allured Pub. Co. Carol Stream,
USA.
[63] Formo, M.W., E. Jungermann, F.A. Norris and N. Sonntag. 1979. Bailey's
Industrial Oil and Fat Products. Vol I. John Wiley and Sons, Toronto
[64] Neidig, H.A, 1998, Isolating Clove Oil From Cloves Using Steam Distillation,
Modular Laboratory Program in Chemistry, Chemical Education
Resources,USA.
[65] Al-Shahib, Walid and Marshall, Richard J. 2003. “The Fruit of the date palm: its
possible use as the best food for the future?”. International Journal of
Food Sciences and Nutrition, Volume 54, Number 4:247-259.
[66] Earle, R.L. 1983. Unit Operations in Food Processing. 2nd edition. Pergamon
Press, Sidney.
[67] Lluch Essence. 2016. Essential Oils-Aromatic Chemicals-Flavours and
Fragrances. El Prat de Llobregat-Barcelona. Spain.

38
Universitas Sumatera Utara
L1MPIRAN I
DATA HASIL PENELITIAN

L1.1 DATA RENDEMEN OLEORESIN DAUN KEMANGI


Tabel L1.1 Data Rendemen Oleoresin Daun Kemangi Dengan PeLarut Etil Asetat

Rasio Rendemen
Massa Waktu
Bahan : Oleoresin
Bahan Baku Ekstraksi
PeL1rut (%)
(gram) (jam)
(b/v)
1:7 17,2912
4
1:8 17,4392
1:5 16,0990
1:6 16,6248
5
1:7 18,5260
50
1:8 19,2978
1:5 18,5660
1:6 20,1520
6
1:7 20,2664
1:8 20,4342

39
Universitas Sumatera Utara
L1.2 DATA DENSITAS OLEORESIN DAUN KEMANGI
Tabel L1.2 Data Densitas Oleoresin Daun Kemangi Dengan PeLarut Etil Asetat

Rasio Densitas
Massa Waktu
Bahan : Oleoresin
Bahan Baku Ekstraksi
PeL1rut (g/cm3)
(gram) (jam)
(b/v)
1:7 0,9501
4
1:8 0,9582
1:5 0,9470
1:6 0,9554
5
1:7 0,9649
50
1:8 0,9649
1:5 0,9570
1:6 0,9688
6
1:7 0,9698
1:8 0,9731

40
Universitas Sumatera Utara
L1.3 DATA INDEKS BIAS OLEORESIN DAUN KEMANGI
Tabel L1.3 Data Indeks Bias Oleoresin Daun Kemangi Dengan PeLarut Etil Asetat
Rasio Indeks Bias
Massa Waktu
Bahan : Oleoresin
Bahan Baku Ekstraksi
PeL1rut
(gram) (jam)
(b/v)
1:7 1,5009
4
1:8 1,5012
1:5 1,4963
1:6 1,5009
5
1:7 1,5016
50
1:8 1,5018
1:5 1,4977
1:6 1,5020
6
1:7 1,5021
1:8 1,5023

L1.4 DATA PERBANDINGAN PEL1RUT OLEORESIN DAUN KEMANGI


Tabel L1.4 Perbandingan Oleoresin Daun Kemangi Berdasarkan Jenis PeLarut Pada
Variasi Rasio Bahan Dan PeLarut 1:6, Waktu ekstraksi 6 jam.
Rendemen Densitas Indeks Bias
Jenis
Oleoresin Oleoresin Oleoresin
PeLarut 3
(%) (g/cm )
Etil Asetat 20,1520 0,9688 1,5020
Etanol 17,1870 0,9522 1,4522

41
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN II
CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 CONTOH PERHITUNGAN RENDEMEN OLEORESIN DAUN


KEMANGI
Rasio Bahan dan Pelarut (b/v) : 1:6
Waktu Ekstraksi : 6 jam
Massa Sampel Daun Kemangi : 50 gram
Massa Oleoresin Daun Kemangi : 10,0760 gram
Rendemen oleoresin (%) = Massa Oleoresin x 100 %
Massa Sampel
= 10,0760 gram x 100 %
50 gram
= 20,1520 %

L2.2 CONTOH PERHITUNGAN DENSITAS OLEORESIN DAUN


KEMANGI
Rasio Bahan dan Pelarut (b/v) : 1:6
Waktu Ekstraksi : 6 jam
Massa Oleoresin Daun Kemangi : 10,0760 gram
Volume Oleoresin Daun Kemangi : 10,4 ml
Densitas oleoresin (g/cm3) = Massa Oleoresin
Volume Oleoresin
= 10,0760 gram
10,4 ml
= 0,9688 g/cm3

42
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN III
FOTO HASIL PENELITIAN

L3.1 FOTO PERSIAPAN BAHAN BAKU DAUN KEMANGI

(a) (b)

Gambar L3.1 (a) Tanaman Daun Kemangi; (b) Daun Kemangi Sebelum
Dikeringkan;

(c) (d)

Gambar L3.2(c) Daun Kemangi Setelah Dikeringkan; (d) Daun Kemangi Dihaluskan
dengan Blender

43
Universitas Sumatera Utara
(e) (f)

Gambar L3.3 (e) Serbuk Daun Kemangi; (f) Serbuk Daun Kemangi Disaring dengan
ukuran 40 mesh

L3.2 FOTO PERLAKUAN EKSTRAKSI DAUN KEMANGI

(a) (b)

Gambar L3.4 (a) Proses Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi; (b) Proses Distilasi
Oleoresin Daun Kemangi

44
Universitas Sumatera Utara
L3.3 FOTO OLEORESIN DAUN KEMANGI

Gambar L3.5 Oleoresin Daun Kemangi

L3.4 FOTO ANALISA INDEKS BIAS OLEORESIN DAUN KEMANGI

Gambar L3.6 Analisa Indeks Bias Oleoresin Daun Kemangi

45
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN IV

HASIL KROMATOGRAM ANALISIS GC/MS

L4.1 HASIL KROMATOGRAM ANALISIS GC/MS

46
Universitas Sumatera Utara
Gambar L4.1 Hasil Kromatogram Analisis GC/MS pada Rasio Bahan dan Pelarut
(b/v) 1:5 dan Waktu Ekstraksi 5 Jam Dengan Menggunakan Pelarut Etil
Asetat

47
Universitas Sumatera Utara
48
Universitas Sumatera Utara
Gambar L4.2 Hasil Kromatogram Analisis GC/MS pada Rasio Bahan dan Pelarut
(b/v) 1:6 dan Waktu Ekstraksi 6 Jam Dengan Menggunakan Pelarut Etil
Asetat

49
Universitas Sumatera Utara
50
Universitas Sumatera Utara
51
Universitas Sumatera Utara
Gambar L4.3 Hasil Kromatogram Analisis GC/MS pada Rasio Bahan dan Pelarut
(b/v) 1:6 dan Waktu Ekstraksi 6 Jam Dengan Menggunakan Pelarut Etanol

52
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai