Oleh :
YORDI AFIQ SYAHRIZAL
NIS 166659
i
LAPORAN PRAKERIN DISUSUN BERDASARKAN PENELITIAN DI
LABORATORIUM DAN TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI PADA
TANGGAL: DESEMBER 2019
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Praktik Kerja Industri dan laporan PKL di PT. TÜV
NORD Indonesia. Sholawat dan salam tidak lupa dihaturkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan Insya Allah kepada kita.
Penulis menyadari jika Praktik Kerja Industri yang telah dilaksanakan dari tanggal 8
Juli hingga 8 Desember 2019 tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan
serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
berterimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Nasir, selaku Kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Padang
2. Ibu Tri Tresnawati, S.Si selaku Manajer laboratorium PT. TÜV NORD
Indonesia
3. Bapak Busro Wintolo selaku Asisten Manajer di PT. TÜV NORD Indonesia
4. Mas Ricky Prabowo selaku Supervisor Quality Control Laboratorium Kimia Commented [FJ1]: Ganti dengan : Laboratorium Kimia
sekaligus pembimbing di PT. TUV NORD Indonesia Formatted: Font: Not Italic
5. Ibu Farlina S.Pd, M.Hum selaku guru pembimbing dari SMK SMAK Padang
6. Ibu Barwita Yuniana, M.Si selaku Waka Hubim yang telah membantu
pengurusan segala kepentingan Praktik Kerja Industri
7. Bang Fajar yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya tentang analisis
dan penggunaan alat HPLC.
8. Mas jamal, Mas Adam, Kak Nur, Kak Rakha, Kak Lutfi, Bang Andre, Bang
Vandes, Kak Sandi, Mas Harry, Kak Ucul, Kak Faiq, Kak Cholis, Mas Iqbal,
Mas Jupe, Mas Fahmi, Kak Anam, Mas Raju, Kak Helbi, Mas Julhan, Mbak
Kiki, Mas Tian, terima kasih sebesar-besarnya telah memberikan pengarahan
dan bantuan selama penulis melakukan analisa di perusahaan.
9. Seluruh karyawan PT. TÜV NORD Indonesia yang telah memberikan bantuan
dan pengarahan selama kerja praktik berlangsung
10. Guru dan karyawan SMK-SMAK Padang atas semua ilmu, dukungan,
semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
iii
11. Kedua Orang tua tercinta dan keluarga yang telah memberikan dorongan, doa
dan dukungan baik berupa moril maupun materil.
12. Seluruh angkatan Aliansi Merak 52 (SMK SMAK Padang) yang telah
memberikan semangat selama penulis melakukan Prakerin.
13. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
Susu bubuk merupakan suatu produk hasil olahan susu susu segar yang Formatted: Font color: Text 1
dikeringkan sehingga menjadi serbuk. Susu jenis ini biasanya dikemas dengan kaleng
atau kardus yang didalamnya ada kemasan alumunium foilnya. BSusu bubuk adalah
susu jenis ini biasanya dikemas dengan kaleng atau kardus yang didalamnya ada
kemasan alumunium foilnya. Commented [FJ2]: Pbaiki !
Formatted: Font color: Text 1
Berdasarkan SNI 3752-2009, yang dimaksud Deputi MENLH (2006)
Formatted: Font color: Text 1
menyebutkan bahwa pembuatan susu bubuk merupakan salah satu upaya untuk
mengawetkan susu sehingga dapat tahan lebih lama. Susu jenis ini susu bubuk adalah
produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses
pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan
atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan
yang diizinkan.dapat langsung dibedakan dari bentuk dan penampilannya. Produk susu
bubuk merupakan hasil proses penguapan dan pengeringan dengan cara penyemprotan
dalam tekanan tinggi.
6
mengonsumsi pakan yang terkontaminasi aflatoksin B1 (AFB1) akan
mengekskresikan metabolit hidroksilasi berupa aflatoksin M1 (AFM1) ke dalam
susu yang dihasilkan (Prandini et al. 2009)
7
6. Memberikan peluang masuk penempatan tamatan dan kerja sama.
1.3 Manfaat
Manfaat dari Prakerin antara lain sebagai berikut :
1. Dapat mengenali suatu pekerjaan industri dilapangan sehingga setelah selesai
dari SMK SMAK Padang dan terjun ke lapangan kerja dapat memandang suatu
pekerjaan bukan hal asing.
2. Dapat menambah keterampilan dan wawasan siswa dalam dunia usaha yang
profesional dan handal.
3. Untuk mengasah keterampilan yang telah diberikan di sekolah dan juga sesuai
dengan Visi dan Misi SMK SMAK Padang.
4. Dapat menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas, yaitu tenaga kerja yang
memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan, etos kerja yang sesuai dengan
tuntutan lapangan pekerjaan.
5. Dapat mengetahui kadar Aflatoxin M1 pada sampel dan dapat mengetahui
apakah sampel mengandung toxin yang tinggi sehimgga berbahaya untuk
dikonsumsi.
8
BAB II Formatted: German (Germany)
PROFIL PERUSAHAAN
PT. TÜV NORD Indonesia adalah badan usaha yang didirikan pada tahun 2003
memiliki kegiatan pokok di bidang jasa yang melaksanakan kegiatan usaha dalam Formatted: German (Germany)
bidang jasa sertifikasi mutu, produk, lingkungan, laboratorium uji, kalibrasi dan K3
(Kesehatan dan Keselamatan Kerja), serta berbagai jenis sertifikasi lainnya yang
dikembangkan baik secara nasional maupun Internasional.
9
Hingga kini, sedikitnya tercatat 2000 Perusahaan menjadi klienklien PT.
TÜVNORD Indonesia. Pesatnya pertumbuhan klien dan semakin ketatnya regulasi
pengawasan makanan membuat PT. TÜV NORD Indonesia untuk senantiasa
mewujudkan komitmennya dalam memberikan layanan prima bagi semua klien klien Commented [FJ4]: Bahasi indonesi, tidak perlu miring
nya, melainkan juga tak henti berupaya meningkatkan kemampuan serta performance Formatted: German (Germany)
Formatted: German (Germany)
dalam proses layanannya.
10
Struktur Organisasi Laboratorium
PT. Tüv Nord Indonesia
11
2.3 Gambaran Proses Industri dan Komoditi Commented [FJ6]: Huruf warnanya biru ?
Sample Code
SPPC, COA
Lab Technician
Report LDA
Checked Approved
Technical Manager Assist Technical Manager
Administration Checked
Certificate Technical Manager
Approved
Quality Manager
12
2.3.2 Proses Kalibrasi.
Permohonan Kalibrasi
Customer Insitu
Receiving sample
Administration
Kalibrator
Report LDK
Checked Approved
Technical Supervisor Technical Manager
Administration
Certificate Checked
Technical Manager
Approved
Quality Manager
13
2.3.3 Proses Sertifikasi Produk
(1)
Certification
Procedure
(2)
Application by
Client
(3)
Certification Meeting
Scheme
NO
Decision,Agree?
(4)
Quotation
NO
Decision,Agree?
YES
(5) (8)
Product Sampling Preparation
(6) (9)
Product testing in ISO 17025 Factory Inspection
Accredited lab and appointed by
Minister Of Industry NO
Passed
NO
Passed YES
YES (10)
Factory Inspection
(7) Report
Lab Test
Report
(11)
Reports
Compilation
(12)
Technical Panel
Review
NO
Passed
YES
(13)
Certificate
Issuence
Gambar 6.
14
Sertifikasi Produk. Commented [FJ7]: Pindahkan keatas !
A. Laboratorium Penguji
15
B. Laboratorium Kalibrasi
Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan nilai kebenaran penunjukan alat ukur
konvensional dan mengukur bahan dengan membandingkannya dengan standar
pengukuran yang dapat dilacak ke standar nasional dan/internasional.
Tujuan kalibrasi alat ukur adalah untuk menentukan deviasi dan kebenaran
konvensional nilai penunjukan alat ukur dan pengukuran hasil dijamin
ketertelusurannya terhadap standar nasional dan international. Dengan demikian
kondisi alat ukur dan bahan dapat disimpan sesuai dengan spesifikasi. Sementara
manfaat kalibrasi adalah untuk menjaga kondisi alat ukur tetap sesuai dengan
spesifikasi.
16
Ruang lingkup LSPro PT. TÜV NORD Indonesia yaitu untuk kategori
17
BAB III
PELAKSANAAN PRAKERIN
18
Gizi yang tersedia dalam susu berupa protein, glukosida, lipida, garam-
garam mineral dan vitamin sangat cocok untuk pertumbuhan dan pertambahan
jumlah sel anak- anak dan mamalia muda lainnya. Sehubungan dengan itu
mikroorganisme menggunakan susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk
pertumbuhannya (Buckle et al. 1987). Komposisi kandungan gizi dari berbagai
jenis susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk
19
Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah
disusun kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan-
bahan unsur produk lainnya. Secara luas susu bubuk dapat digunakan untuk
produksi roti, biskuit, kue-kue, kopi krimer, sop, keju, susu coklat, es krim,
susu formula, nutrisi tambahan, rekombinan produk susu seperti susu
pasteurisasi, susu evaporasi, susu kental manis, keju lunak dan keju keras,
krem, whipping cream, yoghurt dan produk fermentasi lainnya (Pearce 2006;
Juergens et al. 2002).
Di Indonesia proses pembuatan susu bubuk oleh produsen pada
umumnya mencampur susu bubuk yang diimpor dengan perasa atau pun
tambahan bahan lainnya (emulsifier, lemak, vitamin dan lain-lainnya).
20
Tabel 2 Komposisi mikrobiologi, fisik dan kimia susu bubuk skim
Karakteristik lain :
Partikel abu 7,5 – 15.0 mg (spray dried)
≤ 22,5 mg (roller dried)
Kadar keasaman Daya 0,14 – 0,15%
larut ≤ 1,0 ml (instant)
≤ 1,25 ml (spray dried)
≤ 15,0 ml (roller dried)
Warna Rasa, putih jika terkena cahaya berwarna krem
bau bersih, berbau susu
Sumber : USDEC 2006
Susu bubuk skim adalah susu bubuk yang mengandung lemak maksimum
1,5% (Sudarwanto dan Lukman 1993), sedangkan menurut Williams (1979) susu
bubuk skim adalah susu bubuk rendah lemak (low fat dry milk) yang kandungan
lemaknya antara 0,5% sampai dengan nilai maksimum 2,0%. Produksi susu bubuk
skim melalui proses pasteurisasi, evaporasi, vakum dan spray drying dan
ditambahkan vitamin A dan vitamin D untuk menambah nilai kandungan nutrisinya
(Syarief dan Halid 1997).
Susu bubuk skim dapat digunakan untuk pembuatan coklat, es krim dan Formatted: German (Germany)
pembuatan permen. Susu bubuk skim dapat larut sempurna dalam air dingin
(Syarief dan Halid 1997).
21
kandungan kadar air dalam produk tersebut. Kerusakan susu bubuk akibat
pertumbuhan mikroorganisme sangat jarang terjadi karena mempunyai aktivitas air
(Aw) yang rendah (Sudarwanto dan Lukman 1993). Susu bubuk lebih tahan
terhadap bentuk kerusakan biologi, tetapi masih memungkinkan terhadap adanya
kerusakan kimia seperti oksidasi lemak dan reaksi browning nonenzimatik (Syarief
dan Halid 1997).
Kerusakan susu bubuk yang bersifat kimiawi biasanya disebabkan oleh O2,
sisa- sisa atau cemaran logam, suhu penyimpanan dan kadar air tepung susu.
Kerusakan ditunjukkan oleh adanya flavor seperti ketengikan yang terjadi karena
hidrolisis gliserida dan pelepasan asam lemak butirat dan kaproat, adanya oksidasi
asam lemak tidak jenuh, oksidasi fosfolipid, adanya bau amis karena oksidasi dan
reaksi hidrolisis. Mikroorganisme juga dapat merusak susu bubuk, antara lain
bakteri yang hidup pada susu seperti Bacillus subtilis, B. cereus, Pseudomonas
putrefaciens, P. ichthyoma, Proteus vulgaris dan Streptococcus lactis (Buckle et
al. 1987).
Susu bubuk dapat dikemas dalam kantong plastik (plastic milk powder bag)
atau kertas karton (multiwall paper) yang terdiri dari 3 lapis dengan ketebalan 5
milimeter. Lapisan luar terbuat dari bahan polypropylene (Farkye dan Obispo
2000). Susu bubuk dapat dikemas dalam plastik yang terbuat dari linen dan dilapisi
dengan kertas semen dan dikemas dengan ukuran 25 kg atau 600 kg, disimpan
dalam gas nitrogen untuk melindungi produk dari oksidasi sehingga aroma dan
kualitasnya tetap terjaga (Pearce 2006).
Susu bubuk mengandung laktosa sangat tinggi kira-kira 38% (Muchtadi dan
Sugiyono 1992). Selama pengemasan dan penyimpanan susu bubuk harus bebas
dari pengembunan karena laktosa dapat dengan cepat menyerap air yang
menyebabkan penggumpalan susu bubuk. Sebelum dikirim susu bubuk dikemas
secara vakum untuk meningkatkan daya tahannya (Juergens et al. 2002).
Susu bubuk dapat disimpan pada suhu dingin dan kering, ada ventilasi udara
dengan suhu tidak lebih dari 25 oC, kelembaban tidak kurang dari 65%, tidak terkena
sinar matahari secara langsung atau bau yang menyengat. Susu bubuk yang disimpan
pada suhu 4 oC – 20 oC memiliki daya tahan/keawetan selama satu tahun, sedangkan
pada suhu 37 oC daya tahan susu bubuk hanya selama tiga bulan (Anonim 2005).
Beberapa faktor perubahan fisik dan kimiawi dapat menurunkan daya
22
simpan susu bubuk dan nilai komersialnya, seperti terjadinya penggumpalan,
adanya oksidasi lemak, berbau karamel dan perubahan warna menjadi coklat
(Syarief dan Halid 1997). Berdasarkan hasil penelitian mengenai kondisi higiene
yang berbeda dari susu mentah yang diolah menjadi susu bubuk akan
mempengaruhi kualitas/mutu susu bubuk yang dihasilkannya. Suhu penyimpanan
dan transportasi mungkin juga dapat mempengaruhi kualitas dan sifat susu bubuk
khususnya index kelarutan dan kadar asamnya (Oliviera et al. 2000).
Karakteristik Susu
Susu yang biasa dikonsumsi adalah air susu yang dihasilkan induk hewan tanpa
penambahan apapun. Induk hewan penghasil susu biasanya hewan mamalia, terutama sapi.
Susu merupakan minuman bergizi tinggi, khususnya karena mengandung protein yang
bernilai poikmikm umumnya terdiri dari 3,3% protein, 3,8% lemak, 4,7% karbohidrat,
kalsium 0,12%, vitamin 0,58% serta kadar air yang tinggi sekitar 87,6% (Gaman dan
Sherrington 1994). Komposisi rata-rata susu sapi mengandung laktosa 4,8%, lemak 3,7%,
protein 3,4%, protein non nitrogen 0,19% dan abu 0,7% (Marshall 1993).
Susu dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang mempunyai daya
cerna tinggi dan kaya akan zat-zat gizi seperti protein, laktosa, mineral dan vitamin (Fardiaz
1989). Sifat fisik susu mempunyai pH 6,5 – 7,5, derajat keasaman 15 – 16 oD, berat jenis 1,027
– 1,035 dan titik beku -0,50 oC – -0,52 oC (Syarief dan Halid 1997).
Susu merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bermacam-macam bakteri,
baik patogen maupun non patogen. Jumlah mikroba pada susu segar sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti keadaan alat pemerahan, udara kandang, kebersihan ambing
dan suhu. Susu dapat tercemar mikroba pada saat melewati saluran kelenjar susu, kelenjar
sisterna dan saluran puting (Rahman et al. 1992). Hasil pemerahan susu yang dilakukan
dengan cara aseptis dan berasal dari ternak yang sehat, susu yang dihasilkan tidak steril,
mengandung bakteri antara 100 – 1000 cfu/ml yang berasal dari ambing (Saleh 1988).
Mikroorganisme yang terkandung pada susu segar akan mempengaruhi daya tahan
dan keamanan susu olahan atau produk susu lainnya. Pada umumnya bila jumlah bakteri di
dalam susu mencapai 10 7 cfu/ml, terjadi perubahan warna, rasa dan konsistensi (Thusita et
al. 2000). Susu mentah yang tidak dipanaskan mengandung mikroorganisme yang dapat
menyebabkan kerusakan kualitas susu yaitu susu menjadi asam dan kental. Kontaminasi
dapat berasal dari hewan yang diambil susunya, selama proses pemerahan,
23
Syarat Mutu Susuk Bubuk
Tabel 3 Syarat Mutu Susu Bubuk Berdasarlan SNI 2970:2015
Persyaratan
Protein (N x % (b/b)
4 2) min. 32 min. 32 min. 32
6,38)
Scorched maks. maks. disc
5 - maks. disc B
particles disc B B
Indeks ketidak maks.
6 mL maks. 1,0 maks. 1,0
larutan 1,0
Cemaran
7
logam
maks.
7.1 Timbal (Pb) 3) mg/kg maks. 0,02 maks. 0,02
0,02
maks.
7.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2
0,2
maks. 40,0 / maks. 40,0 / maks. 40,0 /
7.3 Timah (Sn) mg/kg
250,0 4) 250,0 4) 250,0 4)
24
Tabel 3 (Lanjutan)
Persyaratan
8.4 Merkuri (Hg) 3) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03 maks. 0,03
Cemaran arsen
9 mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 0,1
(As) 3)
Cemaran
10
mikroba
Angka lempeng maks. 5 x maks. 5 x
10.1 koloni/g maks. 5 x 104
total 104 104
3.3.2 Aflatoxin M1
Mikotoksin merupakan metabolit sekunder dari beberapa genus kapang
sebagai hasil dari pertumbuhan kapang (Sweeney danDobson 1998). Mikotoksin
dalam bahan pangan dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia yang
disebut dengan mikotoksikosis (Syarief et al. 2003). Mikotoksikosis terjadi apabila
toksin terkonsumsi oleh manusia dalam jumlah yang tidak dapat ditoleransi
oleh tubuh.Mikotoksin telah dilaporkan bersifat karsinogenik, teratoganik,
hepatotoksik, neurotoksik,dan nefrotoksik (Sengun etal. 2008). Mikotoksin penting Formatted: German (Germany)
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia antara lain aflatoksin,
okhratoksin, patulin, zearalenon, dan trikotesen (Syarief et al. 2003).
25
Mikotoksin dapat ditemukan dalam pangan asal hewanakibatkontaminasi
langsung dan kontaminasi tidak langsung (carry-over dari pakan). Kontaminasi
langsung terjadi akibat pertumbuhan kapang pada pangan karena
cemaran.Kontaminasi tidak langsung terjadi akibat hewan mengonsumsipakan
yang tercemar mikotoksindan mengekskresikan residu mikotoksinke dalam produk
hewan seperi daging, telur, dan susu (Sengun et al. 2008; Prandini et al. 2009).
Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang
Aspergillus flavus dan A. parasiticus (IARC 2002).
26
Aflatoksin yang banyak ditemukan pada bahan pakan seperti susu bubuk
dan bersifat toksik ialah AFB1(Sweeney dan Dobson 1998). Handajani dan
Setyaningsih (2006) melaporkan, aflatoksin B1 merupakan salah satu senyawa yang
dapat menyebabkan terjadinya kanker pada manusia.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada
produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan
metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur, dan daging
ayam. Selain itu, jagung, kacang tanah dan biji kapuk merupakan komoditi yang
beresiko tinggi terkontaminasi aflatoksin (Rachmawati et al., 2004).
Kerugian akibat pencemaran kapang dan aflatoksin merupakan masalah yang
utama karena pangan dan pakan banyak dirusak secara fisik dan kimiawi. Kerusakan
fisik terjadi oleh peningkatan pertumbuhan dan populasi kapang sehingga warna,
bentuk, dan bau bahan tersebut berubah, sedangkan kerusakan kimiawi terjadi akibat
adanya produksi aflatoksin dari kapang tersebut (Rachmawati et al., 2004).
Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang
berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus sebagai penghasil utama aflatoksin
umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) Sedangkan A.
parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2. A. flavus ini tumbuh pada
kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-120C sampai 42-430C dengan suhu
optimum 280-330C (Sudibyo, 2003). Sedangkan kisaran suhu minimal untuk
pertumbuhan A. parasiticus adalah 6-8oC, maksimal pada suhu 44-46oC, dan optimal
pada suhu 25-35oC (Suarni, 2008).
Aflatoksin bersifat stabil pada pemanasan. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar aflatoksin tidak akan hilang atau berkurang dengan
pemasakan atau pemanasan (Midio et al., 2001). Pada suhu pemanasan normal (100ºC)
aflatoksin belum terurai. Titik lebur aflatoksin relatif tinggi yaitu diatas 250ºC . Oleh
karena itu, bahan pangan yang terkontaminasi aflatoksin berbahaya untuk dikonsumsi
meskipun sudah diolah dengan pemanasan atau pemasakan.
27
penyebab kanker pada manusia, karsinogenitas AFB1dan AFM1diklasifikasikan ke
dalam grup 1 (carcinogenic to humans).
Aflatoksin M1 bersifat sitotoksik pada beberapa spesies, dengan tingkat
sitotoksik yang serupa dengan AFB1 (Prandini et al. 2009). Penelitian pada tikus
Fischer jantan yang diberi pakan AFM1 50 μg/kg mulai umur 7 minggu sampai
21 minggu menunjukkan 2 dari 37 tikus terdeteksi hepatoseluler karsinoma dan 6 dari
37 tikus terdeteksi neoplastic nodulespada umur 19-21 bulan, sedangkan 19 dari 20
tikus yang beri pakan AFB1 50 μg/kg terdeteksi hepatoseluler karsinoma pada umur
19 bulan (Cullen et al. 1987)
28
e) Kromatografi Afinitas
f) Kromatografi Kiral
Ada dua cara pengelusian dalam kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu elusi
isokratis dan elusi gradien. Elusi yang menggunakan pelarut tunggal dengan komposisi
tetap atau campuran beberapa pelarut ynag komposisinya dibuat tetap disebut elusi
isokratik. Sedangkan pada elusi gradien, digunakan dua (atau kadang lebih) pelarut
dalam suatu sistem yang memiliki perbedaan kepolaran yang besar / signifikan.
Perbandingan dari kedua atau lebih pelarut ini divariasikan melalui cara yang telah
ditentukan dengan program saat pemisahan berlangsung. Pengubahan perbandingan ini
kadang dilakukan secara terus-menerus dan kadang secara bertahap. Elusi gradien
seringkali meningkatkan efisiensi pemisahan, seperti halnya pemrograman suhu pada
GC. Instrumen HPLC modern biasanya dilengkapi dengan katup yan berpotongan
sehingga dapat memasukkan cairan dari dua atau lebih reservoir dengan perbandingan
yang dapat divariasikan secara terus menerus. (Skoog, 2004: 973-977)
Fasa gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau rasa gerak adalah salah
satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas
pada solven yang digunakan untuk KCKT/HPLC, tetapi ada beberapa sifat umum yang
sangat disukai, yaitu rasa gerak harus :
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tdak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan defektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki viskositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price)
Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang karena
prosedur pemumiannya kembali sangat membosankan dan mahal biayanya. Dari
semua persyaratan di atas, persyaratan 1) s/d 4) merupakan yang sangat penting.
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk
KCKT/HPLC yang menggunakan pompa bolak balik(reciprocating pump) sangat
diperlukan terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang
terlarut yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan yang besar di dalam
29
detektor sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan (the data may be useless).
Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik bila menggunakan kolom yang sangat
sensitif terhadap udara (contoh :kolom berikatan dengan NH2). (Effendy De Lux Putra,
2004: 7-8)
Komponen-komponen alat dalam HPLC diantaranya ialah:
• Reservoir (wadah pelarut / cairan)
• Pompa
• Sistem injeksi sampel
• Kolom, terdiri dari
1. Kolom Analitik / Kolom Utama
2. Kolom Guard
3. Termostat
• Detektor
• Komputer (Pengolah data)
30
Pelarut dimasukkan ke kolom melalui pipa atau selang menggunakan pompa.
Pelarut dipompa dari reservoir sehingga dapat membawa sampel menuju kolom. Pompa
yang digunkan dalam HPLC hatus memenuhi kriteria sebagai berikut:
3.1 Harus memiliki aliran terkontrol yang ‘reproducible’
3.2 Harus menghasilkan aliran yang ‘pulse-free’ (bebas pulsa, tidak
menghasilkan gelembung)
3.3 Hold-up volume (volume tampungan) kecil (R.P. Budhiraja, 2004: 172)
Karena HPLC menggunakan tekanan yang cukup tinggi, mustahil sampel dapat
diinjeksikan dengan cara yang sama seperti pada kromatografi gas. Maka dari itu,
sampel dimasukkan melalui loop injector. Sampling loop dapat diganti dan tersedia
pada volume 0,5 mikroliter sampai 2 mililiter. Pada posisi terisi, sampling loop
terisolasi dari fasa gerak dan terbuka terhadap atmosfer. Sebuah syringe dengan
kapasitas beberapa kali dari loop sampling digunakan untuk menempatkan sampel
kedalam loop.
Kolom yang paling umum digunakan untuk HPLC dibuat dari stainless steel
dengan diameter internal antara 2,1 mm dan 4,6 mm dengan panjang mulai dari sekitar
30 mm sampai 300 mm. kolom-kolom ini dipak dengan 3-10 mikrometer partikel-
partikel silika berpori yang dapat berbentuk irregular atau spherical. Kolom ini
berfungsi sebagai tempat pemisahan berlangsung.
Terdapat dua masalah yang menyebabkan kolom analitik berkurang masa
hidupnya. Pertama, zat terlarut yang mengikat fasa diam secara irreversibel
menurunkan performa kolom karena fasa diam yang tersedia menjadi berkurang.
Kedua, material partikulat yang diinjeksikan bersama sampel dapat menyumbat kolom
analitik. Maka dari itu, kolom guard ditempatkan sebelum kolom analitik untuk
meminimalisasi masalah-masalah tersebut. Kolom guard biasanya berisi material
partikulat packing dan fasa diam yang sama dengan kolom analitik, namun jauh lebih
pendek dan murah. Panjangnya 7,5 mm dan harganya satu persepuluh dari kolom
analitik. Hal ini dikarenakan kolom guard digunakan sebagai “tumbal” dan diganti
secara berkala.
Selanjutnya sampel yang telah terpisahkan dibawa menuju detektor. Detektor
ini berfungsi untuk memberikan sinyal sehingga data dapat diolah dan ditampilkan.
Detektor-detektor yang dapat digunakan dalam HPLC diantaranya:
• Detektor Spektroskopi (adsorpsi sinar UV)
• Detektor elektrokimia
31
Selain itu, ada juga detektor yang menggunakan pengukuran pada perubahan
index refraksi dari fasa gerak, namun kurang berguna untuk elusi gradien kecuali
komponen-komponen fasa gerak memiliki index refraksi yang mirip.
(Harvey David, 2000: 578-585)
Keuntungan KCKT/HPLC
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG). Dalam
banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh efek pemisahan yang
sama membaiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat
yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan
atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti
KCKT menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para
analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada KCKT karena teknik ini
dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV Visibel yang umumnya
digunakan.
KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair
klasik, antara lain:
Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari1 jam. Banyak analisis yang dapat
diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated),
waktu analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai.
Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana
interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan
zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan fasa diam. Kemampuan zat padat
berinteraksi secara selektif dengan fasa diam dan fasa gerak pada KCKT memberikan
parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.
Sensitivitas detektor: Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat
mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat.
Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai
picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks
Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT.
32
Kolom yang dapat digunakan kembali: Berbeda dengan kolom kromatografi
klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa
dilakukan dengan kolom yang sma sebelum darijenis sampel yang diinjeksi, kebersihan
dari solven dan jenis solven yang digunakan Ideal untuk zat bermolekul besar dan
berionik :zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas
rendah ,biasanya diderivatisasi untuk menganalisi spsesies ionik. KCKT dengan tipe
eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat –zat tersebut.
Mudah rekoveri sampel: Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT
tidak menyebabkan destruktif(kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh
karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah
melewati detector.Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk
kromatografi penukarion memerlukan prosedur khusus.
(Effendy De Lux Putra, 2004: 8)
33
Erlenmeyer 250 ml
Corong
Batang Pengaduk
Micropipet (10-100 µl dan 100-1000 µl)
Botol Vial 1,5 ml
Vortex
Sentrifuge
Vakum Manifold
Ultrasonic Hmogenizer
Waterbath
Tabung sentrifuge
Spatula
Hot Place
Penangas Air
HPLC Agillent seri 1200
Binary pump 61312 B
Auto sampler 61329 B
Coloumn pump 61316 A
Detektor FLD 61321 B
Kolom C18
b. Bahan Percobaan
Sampel Susu Bubuk
Aquabides
Methanol
Acetonitrile
Aquabides : Acetonitri (70 : 30)
Methanol : Acetonitril (3 : 2)
Standar Aflatoxin M1
Immuno Affinity Column
Kertas Saring Whatman No. 41
34
3.4.3 Prosedur Kerja Analisa
c. Pereparasi sampel
Timbang ±10 g contoh larutkan dengan air panas (T=30-40°C)
memasukkan ke dalam lanu takar 250 ml dan tera dengan aquabides.
Dipipet larutan sebanyak 50 ml ke dalam tabung sentrifuge.
35
Disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit.
Disaring untuk memisahkan fat dan skim milk.
Kemudian skim milk dilewwatkan ke dalam immune affinity column
Aflatoxin M1, kecepatan 1-2 tetes/detik
Cuci colum dengan aquabides sebanyak 10 ml
Dilute colum dengan campuran acetonitrile : methanol (3:2) sebanyak
1,25 ml dan ditampung hasil dilusi ke dalam tabung reaksi, kecepatan
1-2 tetes/detik.
Dilute colum dengan aquades sebanyak 1,25 ml dan ditampung hasil
dilusi ke dalam tabung reaksi, ekstrak ke vial untuk di Analisa ke
HPLC.
d. Cara Kerja
Siapkan instrument dengan kolom yang cocok
Kondisi HPLC
Kolom : C18 15 nm × 4,6 nm
Suhu kolom : 30°C
Mobil fase : 1.0 µl
Detektor : Detektor FLD
Garm : 18
Eksitasi dan emisi : 365 nm dan 436 nm
Volume injeksi : 60 µl
36
Pilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi
instrument.
Setelah injeksi standar amati kurva kalibrasi yang di peroleh. Bila r
dari Regresi > 0,995 lanjutkan Analisa dengan injeksi contoh.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Sampel A -4 -
2 Sampel B -4 -
38
Grafik deret standar Afkatoxin M1
39
4.2 Pembahasan
Aflatoxin M1 adalah senyawa kimia dari kelas aflatoksin, sekelompok
mikotoksin yang diproduksi oleh tiga spesies Aspergillus - Aspergillus
flavus,Aspergillus parasiticus, dan Aspergillus nomius yang langka - yang
mencemari tanaman dan produk tanaman. Aspergillus flavus hanya menghasilkan
aflatoksin tipe-B. Aflatoksin M1 adalah metabolit terhidroksilasi dari aflatoksin
B1 dan dapat ditemukan dalam susu atau produk susu yang diperoleh dari ternak
yang telah mencerna makanan yang terkontaminasi. Potensi karsinogenik dari
aflatoksin M1 dalam spesies sensitif adalah sekitar satu urutan besarnya kurang
dari aflatoksin B1. Aflatoksin M1 biasanya dianggap sebagai produk sampingan
detoksikasi aflatoksin B1. Sampel yang digunakan pada pengujian kali ini adalah
susu bubuk yaitu produk olahan dari susu sapi yaitu susu bubuk
Susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak
dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Alasan memilih sampel susu bubuk adalah untuk mengetahui kadar
aflatoxin M1 pada susu bubuk, dan untuk memastikan bahwa kadar aflatoxin M1
pada sampel tersebut tidak melebhihi batas maximum. Metoda yang digunnakan
pada pengujian ini yaitu Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
perbandingan 70 : 30. Sedangakan fase diam yang digunakan adalah kolom C-18 Commented [y10R9]: Maksudnya angkanya dibuat kecil
seperti ini mas?
yang bersifat non polar. Oleh karena itu pengujian kali ini menggunakan metoda
HPLC fase terbalik. Karena fase gerak yang digunakan bersifat polar sedangkan
fase diam yang digunakan bersifat non polar, dengan system elusi isokratik artinya
selama analisis digunakan fase gerak dengan perbandingan pelarut yang tetap.
40
dianalisa untuk penentuan aflatoxin M1. Skim milk diaplikasikan ke dalam
immuno affinity column Aflatoxin M1, dan setelah itu dialirkan beberapa
campuran. Kemudian diukur secara proporsional dengan HPLC.
Hasil percobaan yang dilakukan secara duplo tidak ditemukan atau tidak
terdeteksi kadar Aflatoxin M1 pada sampel yang dianalisa. Dengan data sebagai
berikut.
1 Sampel A 0
2 Sampel B 0
41
Detected ) Aflatoxin M1. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan kadar aflatoxin
M1 yang terdapat pada produk olahan susu sapi sangatlah kecil sekali. Sebisa
mungkin Aflatoxin M1 ini tidak boleh ada pada produk olahan, dikarenakan
Aflatoxin M1 memiliki siafat Toxin atau bracun dalam kadar yang tinngi dan dapat
menyebabkan penyakit serius seperti Kanker hati jika mengkonsumsi dengan
kadar tinggi sebesar 50 ppb.
Namun menurut ulasan baru-baru ini yang dilakukan oleh Institut Nasional
Belanda untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan (RIVM) atas nama
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), sekitar 60 negara telah menetapkan
Batasan spesifik untuk Aflatoxin M1. Negara – negara Uni Eropa umumnya
menerapkan tingkat maksimum 0.05 µg/kg aflatoxin M1 dalam susu, yang juga
merupakan batas MERCOSUR yang diharmonisasikan yang diterapkan di
Amerika Latin. Batas 0,5 µg/kg untuk aflatoxin M1. Dengan demikian, tingkat
maksimum aflatoxin M1 yang diizinkan dalam susu di UE adalah yang terendah
di dunia, dan didasarkan pada prinsip ALARA (As Low As Reasonably
Achievable). Mempertimbangkan carry-over ke dalam susu dan dampak buruk
yang ditimbulkan pada kesehatan hewan, sekitar 45 negara telah menetapkan
tingkat spesifik untuk aflatoxin B1 dalam pakan untuk hewan susu. Untuk
mendukun kepatuhan dengan tingkat maksimum dalam susu yang dimaksudkan
untuk konsumsi manusia, tingkat maksimum yang ketat juga ditetapkan di UE
untuk bahan makanan yang mungkin di konsumsi oleh sapi perah. Batas 0,005
mg/kg pakan untuk sapi perah diterapkan di negara-negara UE dan negara-negara
Uni Eropa, tetapi hanya dibeberapa negara di luar Eropa. Level ini di bawah level
tidak-efek pada hewan target.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Penulis berharap supaya analisis terhadap setiap parameter uji HPLC dapat
dilakukan secara lebih baik lagi, dan sesuai dengan metoda uji yang sudah ditetapkan.
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan secara rutin harus tetap dipertahankan untuk
selalu dijalankan di dalam Laboratorium seperti, proses audit yang bertujuan untuk
memperoleh bukti audit dan mengevaluasi secara objektif untuk menentukan sejauh
mana kriteria audit telah terpenuhi, validasi metode yang bertujuan untuk memastikan
dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut telah sesuai untuk peruntukannya,
kalibrasi peralatan yang merupakan proses dimana dilakukan untuk mengkonfirmasi
alat ukur sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Penulis juga berharap agar DI PT. TÜV NORD Indonesia untuk tetap menjalin
kerja sama dengan SMK – SMAK Padang mengingat betapa banyak ilmu yang dapat
dipelajari bagi pelajar – pelajar SMK – SMAK Padang selama prakerin di PT. TÜV
NORD.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
Lampiran 1
Diagram alir analisa aflatoksin M1 dengn metode KCKT
Pindahkan ke dalam labu ukur 250 ml, lalu Formatted: German (Germany)
diterakan
Menghomogenkan Sampel
45
Lampiran 2
Kromatogram Blanko Aflatoxin M1
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 1
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 41
Injection Date : 10/10/2019 8:54:51 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 4:22:33 PM by SYSTEM
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\041-0101.D)
LU
90
80
70
60
50
40
30
20
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 4:16:34 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
1 Warnings or Errors :
46
Warning : Calibrated compound(s) not found
=====================================================================
=====================================================================
Area Percent
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 4:16:34 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
Totals : 0.00000
1 Warnings or Errors :
=====================================================================
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
47
Area
Aflatoxin M1 at
300 5 exp. RT: 4.000
FLD1 A, Ex=365, Em=435
250
Correlation: 0.99983
200
150 4
100
3
50 2
1
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report ***
48
Lampiran 3
Kromatogram Standar Aflatoxin M1 0,1 ppb
=================================================================
====
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 1:56:08 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
49
=====================================================================
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
Area Aflatoxin M1 at exp. RT: 3.989
300 5 FLD1 A, Ex=365, Em=435
Correlation: 0.99983
250
200
150 4
100
3
50 2
1
Measured point: (0.102, 9.182)
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report *** LC FLD
10/10/2019 1:56:49 PM SYST
50
Lampiran 4
Kromatogram Standar Aflatoxin M1 0,5 ppb
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 3
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 43
Injection Date : 10/10/2019 9:17:15 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 1:56:47 PM by SYSTEM
(modified after loading)
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\043-0301.D)
LU
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 1:56:08 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
=====================================================================
51
LC FLD 10/10/2019 1:57:45 PM SYSTEM Page 1 of 2
Data File C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-
38\043-0301.D
Sample Name: std Af- M1 0.5 ppb
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
Area Aflatoxin M1 at exp. RT: 3.989
300 5 FLD1 A, Ex=365, Em=435
Correlation: 0.99983
250
200
150 4
100
3
50 2
1
Measured point: (0.515, 35.075)
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report *** LC FLD 10/10/2019
1:57:45 PM SYSTEM
52
Lampiran 5
Kromatogram Standar Aflatoxin M1 1 ppb
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 4
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 44
Injection Date : 10/10/2019 9:28:26 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 1:56:47 PM by SYSTEM
(modified after loading)
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\044-0401.D)
LU
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 1:56:08 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
=====================================================================
53
LC FLD 10/10/2019 1:57:56 PM SYSTEM Page 1 of 2
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
Area Aflatoxin M1 at exp. RT: 3.989
300 5 FLD1 A, Ex=365, Em=435
Correlation: 0.99983
250
200
150 4
100
3
50 2
1
Measured point: (0.993, 65.016)
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report *** LC FLD 10/10/2019
1:57:56 PM SYSTEM
54
Lampiran 6
Kromatogram Standar Aflatoxin M1 2 ppb
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 5
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 45
Injection Date : 10/10/2019 9:39:38 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 1:56:47 PM by SYSTEM
(modified after loading)
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\045-0501.D)
LU
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 1:56:08 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
=====================================================================
55
LC FLD 10/10/2019 1:58:06 PM SYSTEM Page 1 of 2 Data File
C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\045-
0501.D Sample Name: std Af- M1 2 ppb
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
Area Aflatoxin M1 at exp. RT: 3.989
300 5 FLD1 A, Ex=365, Em=435
Correlation: 0.99983
250
200
150 131.672 4
100
3
50 2
1
2.057
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report ** LC FLD 10/10/2019
1:58:06 PM SYSTEM
56
Lampiran 7
Kromatogram Standar Aflatoxin M1 5 ppb
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 6
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 46
Injection Date : 10/10/2019 9:50:52 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 1:56:47 PM by SYSTEM
(modified after loading)
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\046-0601.D)
LU
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 1:56:08 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
=====================================================================
57
LC FLD 10/10/2019 1:58:19 PM SYSTEM Page 1 of 2 Data File
C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\046-
0601.D Sample Name: std Af- M1 5 ppb
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
Area Aflatoxin M1 at exp. RT: 3.989
300 314.528 5 FLD1 A, Ex=365, Em=435
Correlation: 0.99983
250
200
150 4
100
3
50 2
1
4.977
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report *** LC FLD 10/10/2019
1:58:19 PM SYSTEM
58
Lampiran 8
Kromatogram Aflatoxin M1 Sampel 1
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 10
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 50
Injection Date : 10/10/2019 10:35:38 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 4:21:34 PM by SYSTEM
(modified after loading)
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\050-1001.D)
LU
90
80
70
60
50
40
30
20
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 4:16:34 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
1 Warnings or Errors :
59
Warning : Calibrated compound(s) not found
=====================================================================
=====================================================================
Area Percent
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 4:16:34 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
Totals : 0.00000
1 Warnings or Errors :
=====================================================================
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
60
Area
Aflatoxin M1 at
300 5 exp. RT: 4.000
FLD1 A, Ex=365, Em=435
250
Correlation: 0.99983
200
150 4
100
3
50 2
1
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report ***
61
Lampiran 9
Kromatogram Aflatoxin M1 Sampel 2
=====================================================================
Acq. Operator : SYSTEM Seq. Line : 11
Acq. Instrument : LC FLD Location : Vial 51
Injection Date : 10/10/2019 10:46:49 AM Inj : 1
Inj Volume : 60.000 µl
Acq. Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M
Last changed : 10/10/2019 8:53:38 AM by SYSTEM
Analysis Method : C:\CHEM32\3\DATA\10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-
10-10 08-53-38\AFLA_M1.
M (Sequence Method)
Last changed : 10/10/2019 4:21:34 PM by SYSTEM
(modified after loading)
Additional Info : Peak(s) manually integrated
FLD1 A, Ex=365, Em=435 (10102019_AF-M1_218-1336\AF-M1 2019-10-10 08-53-38\051-1101.D)
LU
90
80
70
60
50
40
30
20
0 2 4 6 8 10 12 14 min
=====================================================================
External Standard
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 4:16:34 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
1 Warnings or Errors :
62
Warning : Calibrated compound(s) not found
=====================================================================
=====================================================================
Area Percent
Report
=========================================
============================
Sorted By : Signal
Calib. Data Modified : 10/10/2019 4:16:34 PM
Multiplier : 1.0000
Dilution : 1.0000
Do not use Multiplier & Dilution Factor with ISTDs
Totals : 0.00000
1 Warnings or Errors :
=====================================================================
=====================================================================
Calibration Curves
=====================================================================
63
Area
Aflatoxin M1 at
300 5 exp. RT: 4.000
FLD1 A, Ex=365, Em=435
250
Correlation: 0.99983
200
150 4
100
3
50 2
1
0
0 2 4
Amount[ng/ul]
Residual Std. Dev.: 2.45038 Formula:
y = mx + b m: 62.63627 b:
2.80025 x: Amount y: Area
=====================================================================
*** End of Report ***
64