PG JATITUJUH
DISUSUN OLEH :
NIM : 14.01.008
2017
i
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Lembar PengesahanKampus
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG III
PG JATITUJUH
Oleh :
NIM : 14.01.008
PS : Teknik Kimia
Mengetahui, Menyetujui,
ii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Lembar PengesahanPabrik
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG III
PGJATITUJUH
Oleh :
NIM : 14.01.008
PS : TEKNIK KIMIA
iii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
iv
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
LEMBAR PERNYATAAN
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
FERDY OKTABRIONO
v
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
ABSTRAK
Sebagai negara yang mengandalkan sumber dana dari devisa negera maka
pabrik gula berperan penting dalam menyumbang anggaran belanja negara,
sehingga perkembangan pabrik gula harus ditingkatkan agar mampu bersaing di
era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pabrik gula yang ada di Indonesia
memiliki kompleksitas masalah yang harus segera dipecahkaan sehingga penulis
termotivasi untuk belajar mengenai pengolahan tebu. Manajeman pabrik gula
dibagi beberapa bidang antara lain tanaman, pengolahan, quality control,
administrasi dan instalasi alat yang semuanya memiliki peran dan hubungan yang
saling terikat.
vi
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
KATA PENGANTAR
vii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan
ilmu dan pengalaman yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca
pada umumnya.
Penulis,
Ferdy Oktabriono
viii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ix
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3.3.3 Sulfitator.......................................................................................... 31
x
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
xi
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
DAFTAR GAMBAR
ix
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
DAFTAR TABEL
x
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
BAB I
PENDAHULUAN
1
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
laporan PKL 3 berisi gambaran secara umum proses pengolahan gula, spesifikasi
alat yang ada di pabrik gula, dan evaluasi kinerja sesuai dasar ilmu yang dimiliki.
2
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
4
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
1.1. Sejarah
Pada tahun 1971, Pemerintah Indonesia mengadakan kerjasama dengan
Bank Dunia membentuk Sugar Study (ISS) dalam rangka swasembada gula. Salah
satu program adalah mencari areal baru yang berorientasi pada lahan kering.
Hasil Survey yang dilakukan pada tahun 1972-1975, menyatakan areal
BPKPH Jatitujuh, Kerticala, Cibenda, dan Jatimunggul cocok untuk pertanaman
tebu sehingga pada tanggal 9 Agustus 1975 dikeluarkan SK Mentan
No.795/VI/1975 tentang izin prinsip pendirian pabrik gula di Jatitujuh yang
dikenal dengan nama “PROYEK GULA JATITUJUH” dan diikuti SK Mentan
No. 654/Kpts/UM/76 tanggal 9 Agustus 1976 berisi tentang dikeluarkannya
kawasan hutan Jatitujuh, Kerticala, Cibenda dan Jtimunggul seluas 12.022,50
hektar untuk dicadangkan kepada PT. Perkebunan XIV guna penanaman tebu dan
pendirian bangunan serta fasilitas dalam rangka pembangunan Proyek Pabrik
Gula Jatitujuh.
Pada tahun 1977-1978 dibangun pabrik gula yang ditangani kontraktor
Perancis Fives Cail Babcock (FCB) dan diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia H. M Soeharto pada tanggal 5 September 1980 dengan pengelola PT.
Perkebunan XIV (PNP XIV). Pada tahun 1989, dengan tujuan untuk
meningkatkan produksi dan manajemen, PG Jatitujuh yang berlokasi di Desa
Sumber, Majalengka atau 78 Km dari Kota Cirebon ke arah barat, diambil alih
oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia.
1.2. Lokasi Pabrik
PG. Jatitujuh terletak ditengah kebun tebu yang berada di Desa Sumber,
Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat
1.3. Struktur Organisasi
Strukutur organisasi merupakan bentuk manajemen suatu perusahaan
dimana ada fungsi-fungsi dan tanggung jawab masing-masing bagian yang ada,
sehingga suatu perusahaan tersebut dapat berjalan dan terkoordinasi dengan baik.
Berikut merupakan strukutur organisasi yang ada di PG Jatitujuh:
5
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
ADM
Kep. Bagian Kep. Bagian Kep. Bagian Kep. Bagian Kep. Bagian
Tanaman TUK Instalasi Pengolahan QC
Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian dari bagan strukutur
organisasi diatas adalah :
1. ADM
ADM bertugas menjalankan keputusan dan kebijakan dalam
pengelolaan pabrik gula yang diterapkan direksi, menjamin dan mengelola
semua faktor yang menjadi tanggung jawab secara terus menerus. Dalam
melaksanakan tugas manajerial secara keseluruhan administratur
bertanggung jawab kepada direksi RNI IICirebon.
2. Kepala Tanaman
Kepala bagian tanaman membawahi Sinder Kebun Kepala, Sinder
kebun, dan Kepala Tebang dan Angkut.
3. Kepala TUK
Bertugas mengkoordinasi, mengatur dan mengawasi dalam bidang
pembukuan, keuangan, sumberdaya manusia, rencana kerja dan anggaran
perusahaan (RKAP) dan pengendalian biaya.
4. Kepala Instalasi
Secara umum bagian ini mempunyai tugas :
a. Merencanakan penggunaan peralatan / pesawat kerja untuk
pengoperasian pabrik
b. Mempertahankan kondisi operasional peralatan untuk menjaga
kontinuitas penyediaan jasa untuk memenuhi kebutuhan pabrik
c. Melakukan pengelolaan untuk pemeliharaan perumahan dan bangunan
d. Bertanggung jawab melakukan pengelolaan perawatan dan reparasi
kendaraan
6
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
7
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Halaman Pabrik
Setiap pabrik gula memiliki emplasemen atau halaman pabrik yang
difungsikan sebagai tempat penerimaan tebu, penimbangan, maupun antrian tebu
sebelum digiling. Dihalaman pabrik PG Jatitujuh juga menjalankan fungsi
tersebut dimana sebelum tebu ditimbang, setiap tebu yang akan masuk ke pabrik
dinilai kualitasnya, biasanya disebut Pos MBS (manis, bersih, segar). Apabila tebu
tidak memenuhi standar maka biasanya dilakukan peringatan atau sanksi.
3.1.1 Penimbangan Tebu
Tebu yang memenuhi standar dari Pos Gawang kemudian dilakukan
penimbangan, sopir truck membawa SPTA (Surat Perintah Tebang dan
Angkut) kepada petugas timbangan, kemudian dilakukan penimbangan.
Kemudian tebu dipindahkan dari truk ke ke Cane Yarddengan HILO dan
diatur menggunakan Cane Stacker sesuai urutan untuk
digiling.Penimbangan di PG. Jatitujuh menggunakan Jembatan Timbang.
3.1.2 Perhitungan Kapasitas
Luas dan kapasitas halaman pabrik harus mampu menampung 140 %
dari kapasitas giling (KES) pabrik, dimana KES PG Jatitujuh 4500 TCD
sehingga perhitungan kapasitasnya sebagai berikut :
Kapasitas giling = 4500 TCD = 45.000 Ku
Daya tampung halaman pabrik seharusnya
= 140 % x 45.000 Ku
= 63.000 Ku
Perhitungan kapasitas halaman jika standar: kapasitas giling + 10
% kapasitas giling.
Kapasitas teoritis = 45.000 ku + 0,10 (45.000) ku
= 45.000 ku + 4.500 ku
= 49.500 ku
8
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Kesimpulan :
Dari hasil perhitungan kapasitas Cane Yard secara garis besar, Cane
Yard PG Jatitujuh sudah mencukupi untuk menampung kebutuhan giling
tebu tanpa ada truck yang mengantri, sehingga tebu yang masuk ke PG
Jatitujuh keseluruhan sudah bisa ditampung di Cane Yard.
9
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
10
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Air
Nira Gula
Brix
Bukan
Tebu gula
Sabut
Ampas Pol
Kadar air
11
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Hillo I
Merk Ex. FCB
Type 10 - 84
Kapasitas Angkat 420 Ku Feeding/jam
Reducer H-222, 1/87,20m22m1500,1413987
Bearing SKF - SNH 524 - 620
Hillo II
Merk Ex. FCB
Type 10 - 84
Kapasitas Angkat 6000 Ku feeding/jam
Reducer H-222,1/89,29,2,1500,14139897
Bearing SKF - SNH 524 - 620
Hillo III
Merk Cameco
Type 10 - 84
Kapasitas Angkat 600 Ku feeding/jam
Reducer -
Bearing -
12
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
13
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
d. Unigrator
Alat kerja pendahuluan berupa unigrator di PG. Jatitujuh
dioperasikan sebelum tebu masuk ke unit rol gilingan dengan penggerak
berupa turbin uap, tebu dari cane table bergerak jatuh ke cane carrier
kemudian masuk ke unigrator, akan terlempar ke anvil atau landasan
yang berlekuk-lekuk dan kemudian akan terpukul oleh hammer yang
berputar sehingga tebu akan pecah dan terpotong.Dengan adanya anvil
tersebut tebu juga akan terserut menjadi ukuran kecil seperti serabut,
sedangkan ukuran potongan atau serabut tebu sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan yaitu dengan menyetel jarak anvil/landasan.Gerak
unigrator berputar berlawanan dengan gerak cane carrier.
Perhitungan
a. Cane table
Luas meja tebu (S) = p x l = ( 12000 x 8000) m2
= 96.000.000 m2
3 3
Kapasitas alat (A) = 2 x S = 2 x 96000000 m2
= 144.000.000 TCH
(E. Hugot) = 144000000 TCH x 24
= 3.456.000.000 TCD
Kecepatan meja tebu (Toat S)
𝑄
V = 22 𝑥 60 𝑥 𝐿 𝑥 𝑇 𝑥 ᵟ𝑥 ɳ
Dimana,
V = Kecepatan meja tebu (m/menit)
Q = Kapasitas giling (TCD)
L = Lebar meja tebu (m)
T = Tinggi meja tebu (m)
ᵟ = Berat jenis tebu (0,28 ton/m3)
ɳ = Effisiensi meja tebu ( 80%)
4500 𝑇𝐶𝐷
V = 𝑡𝑜𝑛
22 𝑥 60 𝑥 3,25 𝑚 𝑥 2,84 𝑚 𝑥 0,28 𝑥 0,8
𝑚3
= 1,61 m/menit
14
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 25,57 tfh
Menurut (Hugot) kebutuhan power = 25 kw/tfh
Maka daya yang dibutuhkan = 25 kw/tfh x 25.57 tfh
= 642,5 kw
Perhitungan kapasitas alat yang ada
Power terpasang = 700 pk/jam (asumsi)
Kadar sabut = 12,5 %
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
Kapasitas unigrator = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑡 𝑥 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 x 24
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
= 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑡 𝑥 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 x 24
700 𝑝𝑘
= 0,125 𝑥 55 𝑝𝑘/𝑡𝑓ℎ 𝑥 24
= 2.445,41 TCD
3.2.3 Pengoperasian dan Pengawasan
Pengawasan alat kerja pendahuluan di PG. Jatitujuh dilakukan dengan
melihat angka PI (Preparation Index), dan nilai HPB1.
3.2.4 Evaluasi Alat Kerja Pendahuluan
Alat kerja pendahuluan yang tersedia di PG.Jatitujuhberupa unigrator
dan cane cutter, namun penggunaan alat yang belum maksimal sehingga
nilai standar yang diinginkan belum dapat tercapai.
15
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
16
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
17
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 129,74 TCH x 24
= 3113,87 TCD
Gilingan III dan Gilingan IV
Diameter rol (D) = 980 mm = 0,98 m
Panjang rol (L) = 2134 mm = 2,13 m
Jumlah rol (N) = 3 buah
Putaran rol (n) = 5,5 rpm
Sabut % tebu (f) = 12,5 % (misal)
c ( 1 shredder) = 1,1
0,9 𝑥 𝑐 𝑥 𝑛 𝑥 𝐿 𝑥 𝐷 2 𝑥 (1−0,06 𝑥 𝑛 𝑥𝐷) 𝑥√𝑁
A = 𝑓
= 60,55 TCH x 24
= 1453,13 TCD
Power gilingan
Berikut adalah Tabel kebutuhan power gilingan (tabel 14.3 E.Hugot)
Tabel 3. 9 Kebutuhan Power Gilingan
Mesin Kebutuhan power (Hp/tfh) Rata-rata Hp/tfh
Chrusher 8-35 17
Gilingan 1 15-51 28
Gilingan 2 14-38 24
Gilingan 3 11-31 19
Gilingan 4 10-28 18
18
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 25,57 tfh
Kebutuhan power
Gilingan 1 = 25,57 tfh x 28 Hp/tfh = 715,96 Hp
Gilingan 2 = 25,57 tfh x 24 Hp/tfh = 613,68 Hp
Gilingan 3 = 25,57 tfh x 19 Hp/tfh = 485,83 Hp
Gilingan 4 = 25,57 tfh x 18 Hp/tfh = 460,26 Hp
2. Evaluasi
Jumlah ampas yang masuk pada rol gilingan harus
mempunyai ketebalan yang merata, preparationindex tinggi, dan
keajegan kapasitas giling. Apabila hal-hal tersebut tidak
terpebuhi maka akan terjadi kerusakan pada rol gilingan bisa
terjadi buffer, slip, maupun unbalance.
3.2.6 Imbibisi
Tujuan pemerahana nira salah satunya meminimalisir kehilangan gula
dalam ampas, cara yang digunakan dengan penambahan air dan
pengembalian nira ke unit gilingan sebelumnya.
Imbibisi air yang digunakan di PG. Jatitujuh adalah air kondensat yang
masih mengandung gula, dengan suhu 60 – 90 ℃ tujuannya agar pelarutan
gula lebih cepat sehingga dapat menyerap gula semaksimal mungkin, selain
itu untuk mendekatkan suhu nira dengan juice heater 1 sehingga uap
pemanas yang dibutuhkan lebih sedikit.
Proporsi pemberian air imbibisi sebanyak 30 % dari kadar sabut
tebu, berikut perhitungan jumlah air imbibisi yang diberikan :
Kapasitas giling = 4500 TCD = 187,5 TCH
Kadar sabut = 12,5 % (misal)
Air imbibisi % tebu = 30 %
Nira mentah % tebu = 100 %
Jumlah air imbibisi
19
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
0,3 x 187,5
= = 56,25ton/jam
1
⋋∑g+1−g1 −1
bn2 = bnpp x ⋋∑g+1 −1
2,4 4+1−1 −1
= 13,48 x 2,4 4+1 −1
2,4 4 −1
= 13,48 x 2,4 5−1
33,18 −1
= 13,48 x 79,63−1
32,18
= 13,48 x 78,63
= 5,52 %
20
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
2,4 4+1−2 −1
bn3 = 13,48 x 2,4 4+1 −1
2,4 3 −1
= 13,48 x 2,4 5−1
13,824−1
= 13,48 x 79,63 −1
12,824
= 13,48 x 78,63
= 2,16 %
2,4 4+1−3 −1
bn4 = 13,48 x 2,4 4+1 −1
2,4 2 −1
= 13,48 x 2,4 5−1
5,76−1
= 13,48 x
79,63 −1
4,76
= 13,48 x 78,63
= 0,81 %
Tabel 3. 10 Tabel Brix Gilingan
Gilingan I II III IV
Brix Analisa 13,48 5,84 3,68 2,50
Brix Teoritis 13,48 5,52 2,16 0,81
Evaluasi :
21
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Dari data brix analisa dan brix teoritis diperoleh kesimpulan bahwa brix
analisa lebih besar dari pada brix teoritis hal ini menunjukan pencampuran
imbibisi belum rata.
Perhitungan pengawasan
Tabel 3. 11 Data Analisa Periode II
Bahan Bobot (ton) % brix % pol HK Zka
T 733,92 - - - -
NMK 642,64 - - - -
I 220,18 - - - -
Fnmk 0,5% - - - -
NM 639,43 9,80 6,41 65,41 -
NPP - 13,48 9,35 69,36 -
NPL - 5,84 3,64 62,33 -
N3 - 3,68 2,18 59,24 -
N4 - 2,50 1,39 55,60 -
Nnga - 1,59 0,79 49,69
A 128,9 4,43 2,20 - 49,00
= 93,52 %
bnm-bnpl 9,80 - 5,84
b. NPP =b x NM = 13,48 - 5,84 x 639,43 ton = 331,43ton
npp-bnpl
bnpp 13,49
Bnpp = x NPP = x 331,43 ton = 44,71 ton
100 100
b
a 4,43
Ba = 100 xA = x 128,9 ton = 5,71 ton
100
b
nm 9,80
Bnm = 100 x NM = x 639,43 ton = 62,66 ton
100
22
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 65,39 %
Bnm 62,66
c. HPBT = x 100 = 68,37 x 100
Bt
= 91,65 %
(1,4 x HKnm)-40
d. PSHK nm/npp = [(1,4 x Hknpp)-40] x 100
(1,4 x 65,41)-40
= [(1,4 x 69,36)-40] x 100
91,57-40
= [97,10-40] x 100
51,57
= 57,10 x 100 = 90,31 %
= 19,90 %
Tabel 3. 12 Angka Pengawasan
Normal Jatitujuh
HPBI >60 65,39
HPBtot 91 – 95 91,65
HPG 92 – 96 93,52
PSHK 95 – 97 90,31
Pa <2 2,20
Faktor Campur ±50 19,90
3.2.8 Evaluasi kinerja stasiun gilingan
Kinerja stasiun gilingan dipengaruhi beberapa faktor antara lain :
a. Hasil kerja dari cane preparation.
b. Bukaan rol gilingan.
c. Ukuran dan kecepatan rol gilingan.
d. Alur rol gilingan.
23
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
e. Tekanan hidrolik.
f. Kadar sabut tebu.
g. Suhu air imbibisi dan factor campur.
h. Fluktuasi kapasitas giling.
i. Waktu kontak antara cairan imbibisi dan ampas
Pada proses pemerahan nira ada kondisi dimana kehilangan dan rusaknya
gula dapat terjadi antara lain :
a. Hilang di dalam ampas
Semakin banyak sabut maka akan semakin banyak pula akan kehilangan
gula, cara untuk dapat menekan kehilangan gula dalam ampas adalah
dengan pemakaian imbibisi baik air maupun nira dengan memperhatikan
kadar zat kering ampas karena ampas nantinya akan digunakan sebagai
bahan bakar ketel.
b. Perpecahan gula
Sifat gula (sukrosa) tidak tahan terhadap suasana asam. Sementara itu
sifat nira memang asam, apalagi nira yang diperoleh dari tebu wayu derajat
keasamannya lebih besar dibanding nira dari tebu segar. Cara mengurangi
kerusakan gula karena proses ini dengan mengusahakan tidak terlalu lama di
stasiun gilingan dengan cara memperkecil pemberhentian, misal menekan
jumlah bak penampung. Selain itu juga bisa dengan cara penambahan susu
kapur pada nira gilingan.
c. Hilang karena jasad renik
Jasad renik dapat dijumpai dimana saja, setelah nira keluar dari sel
tebu akan terjadi kontak dengan udara berarti dapat pula bertemu
dengan jasad renik. Lebih lagi tebu yang sejak dari kebun telah
terserang jasad renik yang masuk lewat luka potongan akibat adanya
hama sehingga jasad renik ini dapat berkembang biak secara cepat.
Karena hal-hal diatas setiap ada nira berhenti maka jasad renik akan
segera timbul.
Usaha menekan pengaruh adanya jasad renik adalah dengan :
24
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
25
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
ST. PEMURNIAN
∑ = 3 ppm
T = 75 0C T = 1000C
Floculant
NM
SO2
Ca(OH)2 Bagacilo
6oBe6 0Be
Nikot
pH= 8,6
pH = 7,2
pH = 7,2
t=±39
t= ±3
t =± 3 menit
T = 1050C
ST. PENGUAPAN
26
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
27
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
28
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
29
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
𝑃.𝑐 𝑇− 𝑡𝑜
S = 𝑙𝑛 (E.Hugot)
𝑘 𝑇− 𝑡
𝑘𝑔
225000 .0,9352 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 110− 40
𝑗𝑎𝑚
= 𝑙𝑛 110 − 75
717,42 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑚2.℃.𝑗𝑎𝑚
= 293,30 x 0,6931
= 203,29 m2
(Toat.S) hasilnya dikalikan faktor pengaman 1,15
LP = 203,29 m2 x 1,15
= 233,78 m2
Jadi, total luas pemanas yang dibutuhkan dengan giling
4500 TCD sebesar 237,78 m2, sedangkan LP yang tersedia
300 m2 sehingga masih mampu menampung kapasitas
giling.
30
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
𝑘𝑔
225000 𝑥 0,937𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 𝑥 (75−40)℃
𝑗𝑎𝑚
= 563,3 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔
= 13099,37 kg/jam
1.3.2.2. Pelaksanaan dan pengawasan
Nira masuk pada lubang pemasukkan atas (double afsluiter),
dan turun ke bawah. Setalah sampai di bawah akan berbentuk
aliran karena adanya sekat-sekat pembagian, naik ke atas kembali
sampai mencapai ruang sirkulasi bagian atas. Di bagian atas nira
akan turun kembali, demikian seterusnya.
31
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
32
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
33
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
34
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
35
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
36
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
37
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 20,45 ton/jam
= 20454,54 kg/jam
c = 1 – (0,006 x brix)
= 1 – (0,006 x 10,80)
= 0,9352 kcal/kg.℃
𝑢
k = 6. T. (1,8)0,8
2,0
= 6. 110. (1,8)0,8
=
6.110.1,087
= 717,42 kcal/m2.℃.jam
𝑃.𝑐 𝑇− 𝑡𝑜
S = 𝑘
𝑙𝑛 𝑇− 𝑡
(E.Hugot)
𝑘𝑔
20454 .0,9352 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 110− 70
𝑗𝑎𝑚
= 𝑙𝑛 110 − 105
717,42 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑚2.℃.𝑗𝑎𝑚
= 115,54 x 2,079
= 552, 72 m2
(Toat.S) hasilnya dikalikan faktor pengaman 1,15
LP =552,72 m2 x 1,15
=635,63 m2
Jadi, total luas pemanas yang dibutuhkan dengan giling
4500 TCD sebesar 635,63 m2, sedangkan jumlah badan
pemanas yang beroperasi sebanyak 2 unit dengan total
kapasitas 200 m2 dan 200 m2 dengan begitu maka
operasional badan pemanas seharusnya ditambahin untuk
mencukupi kebutuhan operasional.
Perhitungan kebutuhan uap
Kapasitas giling = 1400 TCD
Nira mentah % tebu = 100 %
Brix nira kental = 10,5
Suhu awal nira (t1) = 70℃
Suhu akhir nira (t2) = 105℃
Tekanan uap nira = 0,2 kg/cm2
38
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 204,54 ton/jam
=20454 kg/jam
𝑄𝑛 𝑥 𝑐 𝑥 (𝑡2−𝑡1)
Gmp = (Toat. S)
𝑃𝐼
𝑘𝑔
20454 𝑥 0,937𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 𝑥 (105−70)℃
𝑗𝑎𝑚
= 563,3 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔
= 1531,05 kg/jam
3.3.5.4. Pelaksanaan dan pengawasan
Proses memulai pemanasan sama halnya dengan pemanas
pendahuluan pertama, nira masuk melalui double afsluiter
kemudian bersirkulasi turun-naik sebanyak dua kali jumlah
komparteman yang ada di masing-masing badan, pengeluaran nira
tersulfitir juga melalui double afsluiter baru diteruskan untuk
melewati flash tank baru masuk ke peti pengendapan. Bahan
pemanas di PP 2 menggunakan uap nira evaporator badan 1 jika
memungkinkan untuk bledding bagi PP 1 dan 2 jika tidak maka
biasanya uap nira yang dibleeding hanya untuk PP 1 dan satu unit
PP 2, sisanya menggunakan uap bekas. Pengawasan bagi pemanas
pendahuluan yang terpenting tidak ada kebocoran pipa,
pengeluaran air kondensat lancar, suhu nira tercapai, dan pipa-
pipa yang digunakan bersih.
3.3.6 Pengendapan
3.3.6.1.Bejana pengembang
Bejana pengembang merupakan konstruksi yang ada di
stasiun pemurnian, jenis yang digunakan di PG.Jatitujuh berupa
flash tank, kegunaan dari bejana ini untuk mengeluarkan gas-gas
yang tidak terembunkan agar tidak mengganggu proses
39
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
40
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
41
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
42
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
43
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
NM = NMK – Fnmk
= 34.481 ku – 189,64 ku
= 34.291,36 ku
𝑁𝑀
NM % tebu = 𝑘𝑢 𝑡𝑒𝑏𝑢 x 100
34291,36
= x 100 = 104,94 %
32677
𝑝𝑛𝑚
Pnm = x NM
100
7,63
= x 34.291,36 = 2.616,43 ku
100
𝑏𝑛𝑚
Bnm = x NM
100
10,04
= x 34.291,36 = 3.442,85 ku
100
44
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
2,5
= 100 x 1.242,6 = 31,06 ku
= 20,31 %
Tabel 3. 23 Hasil Analisa Stasiun Pemurnian
Keterangan Hasil analisa Standar
HK nm (%) 75,98 75
HK ne (%) 79,70 79
Kenaikan HKnm-ne 4 point -
Kadar kapur ne (ppm) 1022 <1000
Turbidity ne (ntu) 137 <150
pol blotong (%) 2,5 <2
Efek pemurnian (%) - 12-16
Flokulan (ppm) 3 1-3
Warna (IU) - 650
Phospat (ppm) - 100-300
Kadar phospat ne (ppm) - 20-50
45
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
46
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
mungkin maka proses dilakukan pada suhu dan tekanan yang rendah, yaitu
dengan mengatur tekanan disetiap badan penguapan.
Tabel 3. 25 Spesifikasi Badan Penguap
BP Type Tahun Ukuran Pipa Volume Jlh Pipa Pemanas Tebal Plat body
1 Shell & Tube 2016 Ø 35/38 x 3080 mm 17800 L 6220 Batang 16 mm
2 Pipa ditengah 1977 Ø 35/38 x 3080 mm 14240 L 4647 Batang 12 mm
3 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 3080 mm 14240 L 4647 Batang 12 mm
4 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 3080 mm 14240 L 4647 Batang 12 mm
5 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 2320 mm 8900 L 3854 Batang 16 mm
6 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 2320 mm 8900 L 3855 Batang 16 mm
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh
9,95
Jumlah air diuapkan ( W ) = 3376,41 x ( 1 − 61,87 )
= 2836,18 ton/jam
= 2836184,4 kg/jam
Distribusi Tekanan :
∆P Total = P Ube – P Vacuum BP Akhir
47
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 0,9 – 0,82
= 0,08 kg/cm2
Tekanan abs = ( 0,9 + 1 ) x 76 CmHg
= 144,4 CmHg
Tekanan abs badan akhir = 76 – 62 = 14 CmHg
Penurunan Tekanan
144,4 – 14 = 130,4 CmHg
∆P I = 144,4 - ( 11/40 x 130,4 )
= 108,54 CmHg
= 108,54 : 76 = 1,43 kg/cm2
48
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 299.094,18 kg/jam
= 299,09 ton/jam
Air yang diuapkan di 4 badan:
IV =X
III =X
II =X
I = X + 299.094,18
49
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
9,95 𝑥 3.376.410
Badan 2 = (3.376.410−637.993,06)−634.272,55 = 15,97 oBe
9,95 𝑥 3.376.410
Badan 3 = (3.376.410−637.993,06)−(2 𝑥634.272,55) = 22,86 oBe
9,46 𝑥 3.376.410
Badan 4 = (3.376.410−637.993,06)−(3 𝑥634.272,55) = 40,20 oBe
50
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
6) Pengerakan intensif.
7) Pembersihan kerak.
8) Inversi tinggi.
9) Pembentukan warna kuat.
10) Turbidity meningkat tajam.
b. Faktor operasional yang dikendalikan
1) Tekanan uap bekas.
2) Hampa BP terakhir.
3) Pengeluaran kondensat.
4) Pengeluaran air embun.
5) Pengeluaran gas tak terembunkan.
6) Pembersihan kerak.
7) Desain proses penguapan.
8) Kecepatan giling.
c. Pembentukan warna
1) Terbentuk terutama di BP I, di BP akhir sangat kecil
2) Makin tinggi suhu dan waktu tinggal pembentukan
warna makin besar.
3) Jika pemurnian baik, pH ke 7,0 – 7,2, suhu nira BP I <
105 °C, waktutinggal normal, maka pembentukan
warna < 15 % dari aslinya.
4) Suhu nira di BP I dapat mencapai 118 °C dengan
pewarnaan yang kecil apabila waktu < 2 menit.
5) Pewarnaan di evaporator meliputi: pewarnaan oleh
senyawa Fe, Maillard reaction, karamelisasi.
d. Turbidity
1) Dalam proses pemekatan nira selalu terjadi peningkatan
kadar zat tersuspensi.
2) Komposisi zat penyebab kekeruhan dalam NE.
3) Perubahan zat tersuspensi dari NE ke NK.
4) Perubahan zat tersuspensi anorganik.
51
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
52
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Dimana :
tu : suhu uap
ta : suhu air jatuhan
ti : suhu air injeksi
Diasumsikan bahwa 1 kg uap menguapkan 1 kg air
Kapasitas giling : 4.500 TCD
NE % tebu : 100%
Brix nira encer : 9,95
Brix nira kental : 61,87
Suhu uap ( 62 CmHg ) : 58 oC
Suhu air jatuhan : 45 o C
53
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 3.780 ton/hari
3.4.2.1 Pelaksanaan dan pengawasan
Pengembunan uap dapat terjadi apabila uap jenuh pada suhu
tertentu bersinggungan dengan bahan atau ruang yang suhunya
lebih rendah, oleh sebab itu digunakan bejana yang disebut
kondensor. Pada alat ini pada dinding bagian dalam juga bagian
tengah terdapat sekat-sekat sehingga apabila air dialirkan dari atas
dapat mengalirkebawah merupakan tabir-tabir air yang
menimbulkan atau menjadi ruang kondensasi untuk
mendinginkan uap nira yang masuk. Panas kondensasi yang
keluar dari uap nira harus dikeluarkan, dengan demikian air
embun dan air injeksi (sebagai pendingin) harus dikeluarkan
melalui bagian tengah dari dasar bejana dan dialirkan kesebuah
pipa yang merupakan air jatuhan. Air pendingin harus dapat
mengalir denganlancar, maka dilakukan pengeluaran berdasarkan
gravitasi, sehingga bejana ditempatkan minimal 10,3 m diatas
permukaan air tanah.
Kondensor merupakan alat penukar panas menggunakan air
pendingin sebagai penyerap panas latent dari uap nira, maka baik
buruknya kerja alat dapat diketahui dari air jatuhannya. Suhu air
jatuhan yang ideal adalah sama atau mendekati suhu air injeksi.
54
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Agar uap nira dapar mengalir ke bejana, maka harus ada beda
tekanan sebelum penguapan dijalankan ini harus dibuat vaccum
dengan jalan menghisap udara yang ada didalamnya dengan
menggunakan pompa penghisap udara (pompa vaccum) dengan
adanya tekanan yang lebih rendah pada kondensor, uap nira dari
badan penguapan terakhir akan tertarik masuk kedalam bejana
pengembunan. Dengan adanya pengembunan ini akan terjadi
penurunan tekanan uap (vaccum), hal ini terjadi karena adanya
pengecilan volume. Dari volume molekul uap yang besar menjadi
air dengan volume yang lebih kecil, sehingga timbul ruang
hampa/vaccum. Untuk menghilangkan gas-gas yang tak
terembunkan, maka pompa hisap udara/gas dijalankan terus agar
gas-gas tersebut dapat dibuang keluar akibat terhisap oleh
pompatadi. Dengan demikian vacuum didalam kondensor dapat
stabil. Selain hal tersebut diatas untuk menghindari penurunan
tekanan vacuum, maka suplesi atau penambahan debit air injeksi
perlu dilakukan.
55
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
56
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
57
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
58
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
1. Rencana masak
Dari hasil analisa bahan di stasiun masakan tanggal
04 Agustus 2017, diperoleh data bahan sebagai berikut :
HK nira kental = 79,97
HK enwuift A = 83,19
HK klare SHS = 96,03
HK stroop A = 72,38
HK klare D = 59,33
HK stroop C = 50,78
HK magma C = 92,59
HK magma D = 93,33
Perhitungan rencana masak masakan D jika diharapkan
HK masakan D turun 62 volume 450 HL maka
banyaknya bahan yang dibutuhkan jika menggunakan
stroop C dan klare D.
V1 x HK1 + V2 x HK2 = Vcamp x HKcamp
V1 x 50,78 + (400 – V1) x 59,33 = 400 x 59
50,78V1 + 23.732 – 59,33V1 = 23.600
-8,55 V1 = 23.600–23.732
V1 = 15.43 HL ~ 15 HL
V2 = 400 – V1
= 400 – 385
= 385 HL
Jadi untuk klare D bahan yang dibutuhkan 15 HL dan
stroop C 385 HL.
Perhitungan rencana masakan C diharapkan HK turun 70
volume 400 HL dengan menggunakan bahan stroop A dan
klare D.
V1 x HK1 + V2 x HK2 = Vcamp x HKcamp
V1 x 72,38 + (400 – V1) x 59,33 = 400 x 70
72,38V1 + 23.732 – 59,33V1 = 28.000
59
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
60
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
2. Neraca brix
Tabel 3. 31 Data Bahan
Bahan % Brix HK
Nira kental 61,87 79,97
Masakan A 93,30 86,78
Masakan C 94,30 74,97
Masakan D 94,90 64,10
Stroop A 79,30 72,38
Melases 84,10 34,36
Klare SHS 70,05 96,03
Klare D 77,60 59,33
Stroop C 83,10 50,78
Magma C 87,70 92,59
Magma D 88,50 93,33
Gula A 98,90 98,79
Gula C 97,60 96,00
Gula D1 94,20 87,26
Gula DII 95,60 94,87
Gula SHS 99,98 99,95
Bm = BNK − BSHS
= 100 – 69,54
= 30,46 ton
HKglDI− HKm
Bmsk D =Bm × HK
glDI − HKmsk D
87,26 −34,36
= 84,10 x87,26 −64,10
61
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
52,90
= 84,10 x 23,16 = 192,09 ton
BglDI = Bmsk D − Bm
= 192,09 – 84,10
= 107,99 ton
HKglDI−HK
klD
Bgl DII =HK × Bgl DI
glDII −HKklD
87,26 -59,33
= 94,87 -59,33 x 107,99
= 84,26 ton
Bkl D = Bgl DI – Bgl DII
= 107,99 – 84,26
= 23,73ton
Bst A untuk masakan D = (Bmsk D – Bkl D)
= 192,09 – 23,73
= 168,36 ton
HKgl A− HKst A
Bmsk A = Bst A utuh x HK
gl A − HKmsk A
98,79 −72,38
= 79,30 x 98,79 −86,78
26,41
= 79,30 x 12.01
= 174,38 ton
Masakan C
62
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
= 52,20
𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑟𝑖𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
Kristal % pol masakan A = x 100%
𝐻𝐾 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
52,20
= 86,78 x 100%
= 60,15%
Kristal % pol masakan C
𝐻𝐾 𝑚𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶−𝐻𝐾 𝑠𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
Kristal % brix masakan C = x 100%
100−𝐻𝐾 𝑠𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
74,97−50,78
= x 100%
100−50.78
= 49,15%
𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑟𝑖𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
Kristal % pol masakan A = x 100%
𝐻𝐾 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
49,15
= 74,97 x 100%
= 65,56 %
Kristal % pol masakan D
𝐻𝐾 𝑚𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷−𝐻𝐾 𝑡𝑒𝑡𝑠
Kristal % brix masakan C = x 100%
100−𝐻𝐾 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠
64,10−34.36
= x 100%
100−34.36
= 45,31 %
𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑟𝑖𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷
Kristal % pol masakan A = x 100%
𝐻𝐾 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷
63
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
45,31
= 64,10 x 100%
= 70,69%
3.5.2.2 Kesulitan dan cara mengatasi
a. HK bahan yang digunakan dibawah standar sehingga bahan
masak digunakan harus berganti – ganti.
b. HK masakan turun tidak sesuai norma sehingga tidak
diperoleh warna dan kualitas gula yang putih.
c. Kurangnya air injeksi yang dibutuhkan di kondensor individu
yang mengakibatkan hampa dipan masak turun, gangguan
hampa tersebut akan sangat berpengaruh pada suhu masakan,
dimana kemungkinan gangguan suhu larutan akan memasuki
daerah encer yang akan melarutkan kristal atau sulit untuk
membesarkan kristal (kristal lembut) cara mengatasi
mengurangi salah satu pan yang aktif.
3.5.3 Palung Pendingin
Proses kristalisasi lanjut sebagai akibat dari pendinginan lanjut dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa kemungkinan lahirnya kristal-kristal baru,
yang harus dilakukan dengan membuat masa selalu bergerak atau
bersirkulasi agar terjadi pencampuran yang merata dari larutan
disampingnya dan terjadi gerakan dari butir-butir kristal.
64
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
65
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
1. Operasional alat
a. High grade fugal
Pemutaran masakan A menggunakan high grade fugal
dengan rpm putaran yang tinggi, high grade fugal ada dua jenis
yaitu high grade fugal yang menghasilkan gula A, dan high
grade fugal yang menghasilkan gula produk (SHS). Air siraman
yang digunakan merupakan air hangat dengan suhu 50-60oC.
b. Low grade fugal
Pemutaran menggunakan low grade fugal biasanya untuk
masakan C atau D tergantung sistem masak, di PG.
Jatitujuhuntuk low grade fugal sudah berjalan secara kontinyu
type BMA. Masakan D diputar dua tahap yaitu dihasilkan gula
D1 dan gula D2 dengan air siraman untuk D1 berupa air dingin,
66
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
67
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
68
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3.6.2 Penyelesaian
Tahap penyelesaian di pabrik gula merupakan langkah
pengkondisian hasil produksi, kristal gula produk yang telah dihasilkan di
dalam proses pemutaran gula masih mengandung air sehingga belum
memenuhi syarat penyimpanan. Gula hasil puteran tadi suhunya masih
cukup tinggi dan masih basah sebagai akibat adanya pemberian air panas
dan uap baru selama diputar. Kadar basah dari suatu hasil produksi,
merupakan salah satu syarat, kalau kadar basah tersebut terlampaui maka
hasil akan menjadi rusak.Untuk menurunkan kandungan air yang masih
ada di dalam kristal gula tersebut diperlukan unit alat pengeringan.Maksud
pengeringan, agar air yang terkandung dalam hasil tidak melampaui
ketentuan.
1. Operasional alat
Unit penyelesaian dipabrik gula meliputi sugar dryer dan
pengemasan, gula yang keluar dari putaran terakhir jatuh ke
grasshoper dan bergerak menuju bucket elevator (tangga yacoob),
kemudian masuk ke alat pengering gula/sugar dryer. Dalam
pengeringan gula diberikan hembusan udara panas dari bawah
lewat plat yang berlubang-lubang dengan suhu 80ºC - 90ºC. Udara
panas diperoleh dari udara yang tersaring dan dialiri uap baru
dengan tekanan 3 kg/cm2. Dengan gerakan pegas gula terus
berjalan sampai daerah pendinginan dan diberi hembusan udara
kering dengan suhu 30ºC - 40ºC. Debu gula dihisap oleh
penangkap debu dan disemprot dengan air sedangkan udara panas
yang bebas dari debu gula akan keluar melalui cerobong.
Gula yang telah dingin kemudian akan melewati saringan gula
untuk mendapatkan hasil gula produk yang bersih dan BJB yang
sesuai dengan standar dan selera pasar maka, agar antara gula
kotor, gula seperti debu, gula krikilan dan gula kristal produk dapat
terpisah- pisahkan.
69
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
70
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
71
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3.7 LABORATORIUM
Laboratorium adalah tempat untuk melaksanakan analisa. Hasil dari
analisa tersebut nantinya akan dipakai untuk pengawasan proses pabrikasi serta
penilaian hasil kerja dari stasiun-stasiun di pabrik gula. Data yang diperoleh akan
menjadi dasar pengawasan terhadap jalannya proses dan dapat segera mengambil
langkah-langkah yang dianggap perlu untuk dilakukan, dengan
mempertimbangkan angka-angka standart yang telah ditetapkan dan
membandingkan dengan angka-angka pengawasan yang diperoleh, maka dapat
diketahui adanya penyimpangan-penyimpangan dalam proses.
Untuk mendapatkan hasil analisa yang tepat, maka dalam cara
pengambilan contoh harus benar-benar mewakili bahan yang akan dianalisis. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan analisa adalah :
a. Tempat pengambilan contoh.
b. Cara pengambilan contoh.
c. Perlakuan terhadap contoh.
Laboratorium adalah suatu ruangan yang dilengkapi dengan bahan-bahan
kimia dan peralatan - peralatan yang digunakan untuk melakukan analisis. Hasil
analisis dipergunakan sebagai dasar proses perhitungan dan pengawasan pabrikasi
serta penilaian kinerja stasiun-stasiun di PG. Jatitujuh. Pengambilan contoh untuk
analisis harus mewakili keseluruhan bahan sehingga diperoleh hasil analisis yang
tepat dan benar.Tujuan diadakannya analisa :
a. Untuk mengetahui seberapa besar gula yang diperoleh dari bahan baku
yang masuk, sehingga kehilangan gula dapat ditekan.
b. Untuk mengetahui apakah proses yang dilakukan sudah memenuhi
ketentuan sehingga apabila terjadi penyimpangan segera dapat
diketahui dan diatasi.
c. Menjaga agar kwalitas produksi sesuai yang diharapkan, sehingga dari
hasil analisa tersebut juga akan diketahui efektivitas alat yang
digunakan.
72
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
73
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Penentuan rendemen tebu dapat dilakukan dengan dua cara dengan analisa
atau menghitung kadar kristal gula secara nyata.
1. Rendemen sementara
Untuk mengetahui rendemen tebu secara cepat yaitu
dengan metode analisa NPP, dimana perahan dari gilingan pertama
diambil sampelnya untuk dianalisa pol dan brixnya.
Setelah dianalisa pol dan brixnya maka rendemen sementara dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Rendemen = NPP x Faktor Rendemen (FR)
NPP = pol – 0,4 (pol – brix)
74
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3. Rendemen efektif
Untuk menghitung rendemen efektif dilaksanakan setiap
hari, rendemen efektif didapat perbandingan antara rendemen
sementara dengan rendemen nyata. Semua hasil baik rendemen
sementara maupun nyata dihitung secara kumulatif, kuintal kristal
yang didapat dari analisa npp dihitung dan diketahui jumlahnya,
begitu juga kristal nyata yang dihitung setiap hari. Kristal nyata
dan kristal sementara beratnya berbeda sehingga diperlukan adanya
koreksi.
Perbedaan antara kristal nyata dan sementara disebut faktor koreksi
Jumlah kristal nyata
Faktor koreksi = Jumlah kristal sementara
75
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Contoh perhitungan
Berat tebu = 7339,2 ku
%pol = 9,35
%brix = 13,48
NPP = pol – 0,4 (brix – pol)
= 9,35 – 0,4 (13,48 – 9,35)
= 9,35 – 1,652
= 7,698
FR = 0,68
Rendemen = NPP x FR
= 7,698 x 0,68
= 5,235 %
5,235
Kristal = x 7339,2 ku
100
= 384,21 ku
4. Faktor yang berpengaruh
Faktor yang berpengaruh pada nilai rendemen terdiri dari faktor
didalam dan diluar yang saling terkait.
a. Faktor dalam pabrik adalah kurang primanya kinerja
pemerahan dan proses pengolahan sehingga menurunkan
nilai faktor rendemen
b. Faktor luar pabrik seperti jenis tebu, mutu pekerjaan kebun
dan tebang angkut
3.7.4 Faktor rendemen
Faktor rendemen ditentukan oleh Hommes sebagai beikut :
𝐾𝑁𝑇 𝐻𝑃𝐵 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑆𝐻𝐾 𝑊𝑅
FR = x x x 100
100 100 100
76
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
Bt = Bnm + Ba
Bt
NT = 𝑏𝑛𝑝𝑝 x 100
Angka ini akan sangat didukung oleh kinerja alat preparasi dan
unit-unit gilingan, untuk hal tersebut perlu koreksi setiap periodik
yaitu preparation index, bukaan kerja gilingan, monitoring kurva
brix setiap hari.
4. PSHK (Perbandingan Setara Hasil Kemurnian)
(1,4 x HKnm)-40
PSHK = [(1,4 x Hknpp)-40] x 100
77
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
5. WR (Winter Rendemen)
Kristal diperoleh
WR = Kristal dalam nira mentah x 100
78
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
79
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3.8 LIMBAH
Hasil kebun, yaitu tebu sebagai bahan baku, ditambah dengan bahan
membantu, diolah di pabrik gula menjadi gula, tetes, dan limbah. Pada saat ini,
gula dan tetes dijual dengan syarat mutu tertentu. Demikian pula limbah yang
dibuang, baik padat, cair, gas, dan B3 harus mempunyai syarat mutu tertentu pula.
Limbah PG dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan jika tidak
ditangani secara tepat, karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein,
lemak, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan baik dalam pengolahan dan
pembersihan. Maka diperlukan pengelolaan limbah baik padat, cair, gas, dan B3
tidak mencemari lingkungan. Segala upaya perlu dilakukan, agar perusahaan kita
didalam PROPER mendapat peringkat emas.
Tujuan dari penanganan limbah adalah untuk menjaga keseimbangan rantai
kehidupan. Ekosistem yang tidak seimbang akan menyebabkan terputusnya rantai
makanan dan terjadinya pencemaran.
Dasar hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup adalah
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup (UULH). Adapun tujuan dari pengelolaan limbah lingkungan
hidup adalah :
a. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungannya
sebagian dari penciptaan manusia Indonesia seutuhnya.
b. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya yang bijaksana.
80
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
81
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
82
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
b. Secondary treatment
Metode pengolahan limbah dengan bahan-bahan kimia agar
senyawa-senyawa pencemar dalam limbah diikat melalui reaksi
kimia. Karena itu sistemnya operasinya disebut dengan cara
kimia.
Bahan-bahan pencemar yang dapat dihilangkan atau
dikurangi dengan penambahan bahan kimia, adalah:
1) Padatan tersuspensi dalam limbah ccair baik dari bahan
organik maupun anorganik.
2) Phospat terlarut dapat direduksi bila kadar kurang dari 1
mg/l, dengan bahan pengendap alum, ferry, sulfat.
3) Ca, Mg, Si, dapat dihilangkan dengan kapur Ca(OH)2
khusus untuk Calsium dan Magnesium efisiensi lebih tinggi
tercapai bila kapur dalam air buangan terdiri dari carbonat
yang tinggi.
4) Beberapa logam berat dapat dihilangkan dapat dihilingkan
dengan penambahan kapur (lime) seperti dalam
pengendapan cadium, chromium, cooper nikel, plumbum.
5) Pengurangan bakteri dan virus dapat dicapai dengan kapur
pada kondisi pH 10,5-11,5 dengan cara penggumpalan dan
sedimentasi.
c. Tertiary treatment
Metode ini digunakan bagi pengolahan limbah dengan
konsentrasi bahan pencemaran tinggi. Salah satu bentuk
perlakukan terhadap limbah metode ini adalah menggunakan
organisme perombak limbah. Pengolahan limbah dengan cara
biologi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aerob dan anaerob.
Proses aerob membutuhkan oksigen, sedang anaerob
meminimumkan oksigen sesedikit mungkin agar perombakan
limbah dapat sempurna.
83
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
3. Limbah gas
Ketel uap dipabrik gula menggunakan bahan bakar ampas dan
kayu, sehingga gas asap mengandung arang atau ampas yang setengah
terbakar, bermacam-macam alat untuk menangkap abu tersebut:
a. Spray tower
Mampu mengurangi jumlah partikel debu sampai 90%.
Kecepatan spray air harus lebih cepat dari kecepatan gas (2-5
ft/detik) untuk mencegah terjadinya carry over atau percikan air.
Umunya efektif untuk ukuran partikel 10m atau lebih. Kebutuhan
air 5-10 gallon/1000ft3gas/menit.
b. Electrostatic precipitator
Alat ini menggunakan gaya elektrostatic untuk memisahkan
partikel atau aerosol terhadap gas. Dasar operasinya adalah
partikel diberi muatan listrik, partikel bermuatan tersebut
dimasukkan kedalam medan listrik dan dipisahkan dari gas
dengan dikumpulkan pada salah satu elektrodanya, pembuangan
partikel yang telah terkumpul ketempat penampungan.
c. Cyclone
Memisahkan partikel dari gas/udara dengan cara
memasukkan aliran tersebut menurut gerakan rotari, dan
membentuk vortex sehingga menimbulkan gaya sentrifugal yang
akan melempar partikel secara radial kearah dinding.
3.8.3 Pengelompokan Limbah
1. Limbah yang tercemar berat
Di dalam PG. Jatitujuh limbah yang dikategorikan dalam limbah
yang tercemar berat adalah limbah yang termasuk dalam B3 (Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun).
Limbah B3 terdiri dari :
a. Kertas saring terkontaminasi limbah.
b. Oli bekas
c. Lampu penerangan (neon) yang sudah mati
84
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari Praktek Kerja Lapangan III
di Pabrik Gula Jatitujuh antara lain :
1. Kapasitas giling pabrik periode 2017 sebesar 4000 TCD
2. Sistem pemurnian yang digunakan yaitu sulfitasi
3. Produktivitas giling PG.Jatitujuh sering berhenti giling disebabkan
penyediaan tebu yang tidak sesuai kapasitas dan kondisi peralatan yang
terganggu.
4. Analisa bahan baku, bahan pembantu proses, dan hasil samping sudah
berjalan baik namun masih ada beberapa data yang diperoleh tidak sesuai
kenyataan dilapangan.
5. Pabrik Gula Jatitujuh belum menjalankan sistem K3 dengan baik.
4.2 Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan selama menimba ilmu
dan pengalaman di Pabrik Gula Jaitujuhyaitu :
1. Untuk menjaga kelangsungan proses pabrik gula maka beberapa hal harus
menjadi perhatian antara lain:
a. Ketersediaan tebu diusahakan sesuai kapasitas, sehingga pabrik
mencapai kondisi steady state
b. Kebutuhan uap bekas harus terpenuhi sehingga kecepatan penguapan
air dibadan evaporator tinggi mencegah kerusakan warna pada nira
kental
2. Kondisi mutu tebu diharapkan ada peningkatan rendemen, sehingga kristal
yang diperoleh tinggi, HK masakan tinggi dan warna gula dapat lebih
putih.
85
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
86
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh
DAFTAR PUSTAKA
87