Anda di halaman 1dari 100

halaman Judul

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN III

PENGAWASAN PABRIKASI GULA

DI PT PG RAJAWALI NUSANTARA INDONESIA II

PG JATITUJUH

DISUSUN OLEH :

NAMA : FERDY OKTABRIONO

NIM : 14.01.008

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK LPP YOGYAKARTA

2017

i
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Lembar PengesahanKampus
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG III

PENGAWASAN PABRIK GULA

DI PT PG RAJAWALI NUSANTARA INDONESIA II

PG JATITUJUH

Oleh :

Nama : FERDY OKTABRIONO

NIM : 14.01.008

PS : Teknik Kimia

Telah diperiksa dan disetujui

Yogyakarta, September 2017

Mengetahui, Menyetujui,

ii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Lembar PengesahanPabrik
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG III

PENGAWASAN PABRIKASI GULA

DI PT PG RAJAWALI NUSANTARA INDONESIA II

PGJATITUJUH

Oleh :

Nama : FERDY OKTABRIONO

NIM : 14.01.008

PS : TEKNIK KIMIA

Mengetahui dan mengesahkan

Majalengka, September 2017

Kepala Bagian Quality Control Pembimbing Praktek

iii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

iv
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : FERDY OKTABRIONO
NIM : 14.01.008
Program Studi : Teknik Kimia
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Laporan Kerja Praktek yang telah
saya buat dengan judul “ PENGAWASAN PABRIK GULA” adalah :

1. Dibuat dan dilakukan sendiri, dengan menggunakan data-data hasil


pelaksanaan praktek di lokasi PKL.
2. Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang sudah dipublikasikan, kecuali
pada bagian-bagian sumber informasi dicantumkan dengan cara referensi
yang semestinya.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

FERDY OKTABRIONO

v
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

ABSTRAK

Sebagai negara yang mengandalkan sumber dana dari devisa negera maka
pabrik gula berperan penting dalam menyumbang anggaran belanja negara,
sehingga perkembangan pabrik gula harus ditingkatkan agar mampu bersaing di
era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pabrik gula yang ada di Indonesia
memiliki kompleksitas masalah yang harus segera dipecahkaan sehingga penulis
termotivasi untuk belajar mengenai pengolahan tebu. Manajeman pabrik gula
dibagi beberapa bidang antara lain tanaman, pengolahan, quality control,
administrasi dan instalasi alat yang semuanya memiliki peran dan hubungan yang
saling terikat.

Politeknik LPP Yogyakarta merupakan salah satu instansi pendidikan yang


terfokus pada dunia perkebunun, khususnya program studi teknik kimia yang
mengambil fokus studi di bidang pergulaan, sehingga untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan meningkatkan pengalaman mahasiswanya maka
dilaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) III selama 2,5 bulan yang berorientasi
pada pengolahan tebu di pabrik.

Bagian pengolahan yang memegang peranan untuk mengolah bahan baku


dengan kehilangan gula serendah mungkin agar diperoleh kualitas dan kuantitas
yang diharapkan, dibagian pengolahan terdiri dari beberapa unit kerja yaitu
gilingan, pemurnian, penguapan, masakan, putaran, dan gudang yang memiliki
fungsi dan kinerja masing-masing. Untuk mempelajari seluruh bagian pengolahan,
penulis melaksanakan kegiatan PKL di Pabrik Gula Jatitujuh yang berada di
Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat dan merupakan pabrik gula yang
beroperasi dibawah naungan direksi RNI II.

Kata Kunci : Gilingan, Pemurnian, Penguapan, Masakan, Putaran, dan Gudang

vi
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang III yang berjudul
“PENGAWASAN PABRIKASI GULA” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh nilai PKL III di semester VI dan sebagai salah satu syarat yudisium
program studi Teknik Kimia Politeknik LPP Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya Laporan Praktek Kerja Lapang III


bukan merupakan hasil dari penulis seorang melainkan berkat doa dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan rasa syukur dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ari Wibowo S.T., M.Eng, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta


2. Bapak Adang Sukendar Djuanda, S.T., MAB , selaku General Manager
Pabrik Gula Jatitujuh
3. Bapak Rony Kurniawan, S.TP, selaku Kepala Bagian Quality Control
Pabrik Gula Jatitujuh
4. Bapak Rony Kurniawan, S.TP,selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapang
III
5. Bapak Fathur Rahman Rifai, S.T, M.Eng. selaku Ketua Jurusan Program
Studi Teknik Kimia Politeknik LPP Yogyakarta
6. Ibu Ratna Sri Harjanti, S.T., M.Eng, selaku Pembimbing Laporan Praktek
Kerja lapang III
7. Seluruh Staf dan Karyawan Pabrik Gula Jatitujuh
8. Kedua Orang Tua saya Alm. Bapak Edy Suyono dan Ibu Nurianah serta
seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya
9. Teman – teman satu kelas yang telah memberikan dukungan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
10. Serta pihak–pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
namanya, yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

vii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan
ilmu dan pengalaman yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca
pada umumnya.

Yogyakarta, September 2017

Penulis,

Ferdy Oktabriono

viii
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i

Lembar PengesahanKampus ................................................................................... ii

Lembar PengesahanPabrik ..................................................................................... iii

SURAT KETERANGAN SELESAI PKL ............. Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Tujuan Praktek Kerja Lapangan ............................................................... 2

1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 2

1.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 2

1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................... 3

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ...................................................... 5

1.1. Sejarah ...................................................................................................... 5

1.2. Lokasi Pabrik ............................................................................................ 5

1.3. Struktur Organisasi ................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 8

3.1 Halaman Pabrik ........................................................................................ 8

3.1.1 Penimbangan Tebu ............................................................................ 8

ix
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.1.2 Perhitungan Kapasitas ....................................................................... 8

3.1.3 Pengaturan Tebu................................................................................ 9

3.1.4 Pengawasan Tebu .............................................................................. 9

3.1.5 Perhitungan Jumlah Tebu.................................................................. 9

3.1.6 Kesulitan dan Cara Mengatasi ........................................................ 10

3.2 STASIUN GILINGAN ........................................................................... 11

3.2.1 Alat Kerja Pendahuluan (Cane Preparation) ................................... 11

3.2.2 Operasional peralatan ...................................................................... 13

3.2.3 Pengoperasian dan Pengawasan ...................................................... 15

3.2.4 Evaluasi Alat Kerja Pendahuluan ................................................... 15

3.2.5 Unit Gilingan (Mill Unit) ................................................................ 16

3.2.6 Imbibisi ........................................................................................... 19

3.2.7 Perhitungan Pengawasan ................................................................. 20

3.2.8 Evaluasi kinerja stasiun gilingan ..................................................... 23

3.3 STASIUN PEMURNIAN ...................................................................... 25

3.3.1 Penimbangan ................................................................................... 26

3.3.2 Pemanas Pendahuluan ..................................................................... 28

3.3.3 Sulfitator.......................................................................................... 31

3.3.4 Pembuatan Susu Kapur ................................................................... 33

3.3.5 Pembuatan Gas SO2 ........................................................................ 35

3.3.6 Pengendapan ................................................................................... 39

3.3.7 Penapisan ........................................................................................ 42

3.3.8 Pengawasan Stasiun Pemurnian ...................................................... 44

3.4 STASIUN PENGUAPAN ...................................................................... 46

3.4.1 Penguapan ....................................................................................... 46

x
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.4.2 Pembuatan Hampa .......................................................................... 52

3.4.3 Pengeluaran Air Embun .................................................................. 56

3.5 STASIUN KRISTALISASI ................................................................... 57

3.5.1 Sulfitasi Nira Kental ........................................................................ 57

3.5.2 Pan Masak ....................................................................................... 57

3.5.3 Palung Pendingin ............................................................................ 64

3.6 STASIUN PEMUTARAN DAN PENYELESAIAN ............................. 65

3.6.1 Pemutaran ........................................................................................ 65

3.6.2 Penyelesaian .................................................................................... 69

3.7 LABORATORIUM ................................................................................ 72

3.7.1 Macam Analisa................................................................................ 73

3.7.2 Perhitungan dan Pembuatan Laporan 15 Harian ............................. 74

3.7.3 Penentuan Rendemen Tebu ............................................................. 74

3.7.4 Faktor rendemen.............................................................................. 76

3.7.5 Kemasakan Tebu ............................................................................. 78

3.7.6 Penetapan Bagi Hasil ...................................................................... 79

3.8 LIMBAH ................................................................................................ 80

3.8.1 Stasiun Penghasil Limbah..................................................................... 81

3.8.2 Pengelolaan Limbah ............................................................................. 82

3.8.3 Pengelompokan Limbah ....................................................................... 84

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 85

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 85

4.2 Saran ............................................................................................................ 85

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 87

xi
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Struktur Organisasi ..................................................... 6

GAMBAR 3.1 Neraca Bahan Stasiun Gilingan.................................. 11

GAMBAR 3.2 Kurva Brix Gilingan .................................................... 21

GAMBAR 3.3Alur Proses Stasiun Pemurnian ................................... 26

ix
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Spesifikasi Unigrator..................................................................................... 12


Tabel 3. 2 Spesifikasi Alat Pengangkut Tebu ............................................................... 12
Tabel 3. 3 Cane Table ..................................................................................................... 13
Tabel 3. 4 Spesifikasi Unit Gilingan .............................................................................. 16
Tabel 3. 5 Spesifikasi Pompa.......................................................................................... 16
Tabel 3. 6 Spesifikasi Turbine Uap Gilingan ................................................................ 17
Tabel 3. 7 Spesifikasi Saringan Nira Mentah ............................................................... 17
Tabel 3. 8 Spesifikasi Cane Carrier ............................................................................... 17
Tabel 3. 9 Kebutuhan Power Gilingan .......................................................................... 18
Tabel 3. 10 Tabel Brix Gilingan..................................................................................... 21
Tabel 3. 11 Data Analisa Periode II............................................................................... 22
Tabel 3. 12 Angka Pengawasan ..................................................................................... 23
Tabel 3. 13 Spesifikasi Timbangan Bolougne ............................................................... 27
Tabel 3. 14 Spesifikasi Pemanas Pendahuluan I dan II............................................... 29
Tabel 3. 15 Spesifikasi Sulfitator .................................................................................. 32
Tabel 3. 16 Spesifikasi Blower ....................................................................................... 32
Tabel 3. 17 Spesifikasi Alat Pemadam Susu Kapur ..................................................... 33
Tabel 3. 18 Spesifikasi Dapur Belerang ........................................................................ 35
Tabel 3. 19 Spesifikasi Flash Tank ................................................................................ 40
Tabel 3. 20 Spesifikasi Multi Tray Clarifier ................................................................. 40
Tabel 3. 21 Spesifikasi Flokulant Tank ......................................................................... 41
Tabel 3. 22 Spesifikasi Rotary Vacuum Filter .............................................................. 42
Tabel 3. 23 Hasil Analisa Stasiun Pemurnian .............................................................. 45
Tabel 3. 24 Parameter Pemurnian................................................................................. 45
Tabel 3. 25 Spesifikasi Badan Penguap......................................................................... 47
Tabel 3. 26 Data Uap ...................................................................................................... 49
Tabel 3. 27 Parameter Kinerja Penguapan .................................................................. 52
Tabel 3. 28 Spesifikasi Alat Pembantu Hampa ............................................................ 53
Tabel 3. 29 Spesifikasi Vacuum Pan.............................................................................. 58
Tabel 3. 30 Spesifikasi Alat Bantu Pan Masak ............................................................. 58
Tabel 3. 31 Data Bahan .................................................................................................. 61
Tabel 3. 32 Spesifikasi Palung Pendingin ..................................................................... 64
Tabel 3. 33 Spesifikasi High Grade Fugal..................................................................... 66
Tabel 3. 34 Tabel Low Grade Fugal .............................................................................. 66
Tabel 3. 35 Jenis Analisa Pabrik Gula .......................................................................... 73
Tabel 3. 36Stasiun Penghasil Limbah Pabrik Gula ..................................................... 81

x
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Industri berbasis tebu merupakan salah satu unit usaha perkebunan yang
sangat strategis karena mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sehingga
secara Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi pengolahan baik on farm maupun
off farm, dan manajeman harus terus diperbaiki guna memajukan pabrik gula
yang ada saat ini. Politeknik Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) sebagai
salah satu politeknik yang memfokuskan diri dibidang pergulaan melalui program
studi teknik kimia terus berupaya mencetak generasi yang intelek mengenai
pergulaan agar kedepannya diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
kemajuan industri berbasis tebu, untuk mendukung kemampuan dan menambah
ilmu pengetahuan maka salah satu cara dilakukan Praktek Kerja Lapang (PKL)
bagi seluruh mahasiswa teknik kimia selama menempuh pendidikan di Politeknik
LPP, PKL dibagi menjadi 3 tingkatan, untuk mahasiswa tingkat 1 orientasi PKL
untuk mengenali alat yang ada di pabrik gula, mahasiswa tingkat 2 berorientasi
pada pengolahan gula, sedangkan untuk mahasiswa tingkat 3 berorientasi pada
pengawasan baik proses, alat, maupun analisa. Dengan demikian, mahasiswa
teknik kimia yang akan lulus dari Politeknik LPP sudah mampu untuk terjun
kedunia kerja dengan bekal pengalaman dan ilmu yang diperoleh dilapangan.
Praktek Kerja Lapang (PKL) 3 mendorong mahasiswa untuk
menghubungkan ilmu mengenai alat, pengolahan, dan analisa sehingga dapat
menarik kesimpulan yang sesuai dengan dasar teori yang diperoleh diperkuliahan,
dan menilai kinerja suatu pabrik sesuai Standar Operasional Pengolahan (SOP)
atau belum. Pada akhirnya, mahasiswa diharapkan dapat memberikan masukan
yang baik bagi perusahaan dan dapat menambah pengalaman serta membentuk
mental kerja yang diperlukan dalam industri berbasis tebu.
Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) 3 disusun guna menyelesaikan
kewajiban sebagai salah satu syarat yudisium bagi mahasiswa semester akhir,

1
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

laporan PKL 3 berisi gambaran secara umum proses pengolahan gula, spesifikasi
alat yang ada di pabrik gula, dan evaluasi kinerja sesuai dasar ilmu yang dimiliki.

1.2. Tujuan Praktek Kerja Lapangan


Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) III memiliki maksud dan tujuan
antara lain:

1. Memahami pengaturan, dan pengawasan proses pengolahan gula.


2. Mampu menilai proses yang dilaksanakan di pabrik gula.
3. Memahami pengoperasian peralatan yang ada di pabrik gula.
4. Memahami tugas chemiker.

1.3. Batasan Masalah


Tujuan penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) III di PG. Jatitujuh
agar semakin terarah maka dilakukan pembatasan masalah yang meliputi:
1. Penjelasan umum mengenai fungsi dan tujuan masing-masing stasiun.
2. Spesifikasi alat yang beroperasi di PG. Jatitujuh dan operasionalnya.
3. Perhitungan kapasitas berguna dan pengawasan.
4. Evaluasi kinerja proses pengolahan tebu.

1.4. Metode Pengumpulan Data


Penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) III menggunakan metode
pengumpulan data berdasarkan:
1. Studi lapangan
Pengambilan data dengan cara mengadakan suatu praktek orientasi
lapangan (melihat, mengamati, dan membaca).
2. Studi wawancara
Pengambilan data dengan cara mengadakan diskusi, dan bertanya kepada
seluruh jajaran karyawan PG.Jatitujuh.
3. Studi Perpustakaan
Pengambilan data dengan cara mempelajari dan membandingkan beberapa
literatur yang ada.

2
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

1.5. Sistematika Penulisan


Penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) III terdiri dari empat bab
utama dan sepuluh sub bab yaitu :
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi sub bab latar belakang, tujuan, batasan masalah, metode pengumpulan data,
dan sistematika penulisan yang menggambarkan arah pelaksanaan praktek kerja
lapangan dan isi dari laporan praktek kerja lapangan.
BAB II TINJUAN UMUM PERUSAHAAN
Berisi sub bab sejarah, struktur organisasi, dan lokasi pabrik gula tempat
pelaksanaan praktek kerja lapangan.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang proses pengolahan pada pabrik gula yang dibagi dalam
beberapa stasiun
1.1. Halaman Pabrik
Menggambarkan tempat, dan cara penerimaan tebu di halaman pabrik berserta alat
yang digunakan juga mekanisme pengaturan tebu agar siap digiling.
1.2. Stasiun Gilingan
Menggambarkan alur proses pemerahan tebu menjadi nira dan ampas,
menjelaskan operasional proses yang berlaku di PG. Jatitujuh serta evaluasi
kinerja stasiun pemerahan dilihat dari perhitungan angka pengawasan.
1.3. Stasiun Pemurnian Nira
Menggambarkan alur, operasional, alat dan bahan pembantu proses yang
digunakan di stasiun pemurnian nira. Pengawasan hasil proses pemurnian dan
evaluasi kinerja secara keseluruhan.
1.4. Stasiun Penguapan
Menggambarkan sistem penguapan yang digunakan, pemakaian bahan pemanas,
distribusi tekanan, parameter keberhasilan stasiun penguapan, dan evaluasi kinerja
stasiun penguapan.
1.5. Stasiun Kristalisasi
Menjelaskan sistem masak yang digunakan di PG. Jatitujuh, cara masak, dan
operasional alat serta pengawasan bahan yang dipakai.

3
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

1.6. Stasiun Pemutaran dan Penyelesaian


Menggambarkan alat, dan cara memisahkan masakan dengan menggunakan HGF
ataupun LGF serta pengemasan gula sebagai hasil produksi pabrik gula.
1.7. Persiapan Awal dan Akhir Giling
Menjelaskan cara dan prosedur yang digunakan untuk memulai giling dan
mengakhiri masa giling.
1.8. Laboratorium
Menggambarkan macam analisa, standar hasil analisa, dan cara melakukan analisa
serta memperoleh data sebagai bahan pengawasan.
1.9. Pembangkit Uap
Menjelaskan proses yang terjadi dan bahan yang digunakan untuk beroperasinya
pembangkit uap serta distribusi uap yang dihasilkan dalam proses pabrikasi.
1.10. Penanganan Limbah
Menjelaskan jenis limbah yang dihasilkan di pabrik gula, penanganannya, dan
evaluasi dalam penanganan limbah yang sesuai standar pemerintah.

4
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
1.1. Sejarah
Pada tahun 1971, Pemerintah Indonesia mengadakan kerjasama dengan
Bank Dunia membentuk Sugar Study (ISS) dalam rangka swasembada gula. Salah
satu program adalah mencari areal baru yang berorientasi pada lahan kering.
Hasil Survey yang dilakukan pada tahun 1972-1975, menyatakan areal
BPKPH Jatitujuh, Kerticala, Cibenda, dan Jatimunggul cocok untuk pertanaman
tebu sehingga pada tanggal 9 Agustus 1975 dikeluarkan SK Mentan
No.795/VI/1975 tentang izin prinsip pendirian pabrik gula di Jatitujuh yang
dikenal dengan nama “PROYEK GULA JATITUJUH” dan diikuti SK Mentan
No. 654/Kpts/UM/76 tanggal 9 Agustus 1976 berisi tentang dikeluarkannya
kawasan hutan Jatitujuh, Kerticala, Cibenda dan Jtimunggul seluas 12.022,50
hektar untuk dicadangkan kepada PT. Perkebunan XIV guna penanaman tebu dan
pendirian bangunan serta fasilitas dalam rangka pembangunan Proyek Pabrik
Gula Jatitujuh.
Pada tahun 1977-1978 dibangun pabrik gula yang ditangani kontraktor
Perancis Fives Cail Babcock (FCB) dan diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia H. M Soeharto pada tanggal 5 September 1980 dengan pengelola PT.
Perkebunan XIV (PNP XIV). Pada tahun 1989, dengan tujuan untuk
meningkatkan produksi dan manajemen, PG Jatitujuh yang berlokasi di Desa
Sumber, Majalengka atau 78 Km dari Kota Cirebon ke arah barat, diambil alih
oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia.
1.2. Lokasi Pabrik
PG. Jatitujuh terletak ditengah kebun tebu yang berada di Desa Sumber,
Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat
1.3. Struktur Organisasi
Strukutur organisasi merupakan bentuk manajemen suatu perusahaan
dimana ada fungsi-fungsi dan tanggung jawab masing-masing bagian yang ada,
sehingga suatu perusahaan tersebut dapat berjalan dan terkoordinasi dengan baik.
Berikut merupakan strukutur organisasi yang ada di PG Jatitujuh:

5
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

ADM

Kep. Bagian Kep. Bagian Kep. Bagian Kep. Bagian Kep. Bagian
Tanaman TUK Instalasi Pengolahan QC

Gambar 2.1 Struktur Organisasi

Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian dari bagan strukutur
organisasi diatas adalah :

1. ADM
ADM bertugas menjalankan keputusan dan kebijakan dalam
pengelolaan pabrik gula yang diterapkan direksi, menjamin dan mengelola
semua faktor yang menjadi tanggung jawab secara terus menerus. Dalam
melaksanakan tugas manajerial secara keseluruhan administratur
bertanggung jawab kepada direksi RNI IICirebon.
2. Kepala Tanaman
Kepala bagian tanaman membawahi Sinder Kebun Kepala, Sinder
kebun, dan Kepala Tebang dan Angkut.
3. Kepala TUK
Bertugas mengkoordinasi, mengatur dan mengawasi dalam bidang
pembukuan, keuangan, sumberdaya manusia, rencana kerja dan anggaran
perusahaan (RKAP) dan pengendalian biaya.
4. Kepala Instalasi
Secara umum bagian ini mempunyai tugas :
a. Merencanakan penggunaan peralatan / pesawat kerja untuk
pengoperasian pabrik
b. Mempertahankan kondisi operasional peralatan untuk menjaga
kontinuitas penyediaan jasa untuk memenuhi kebutuhan pabrik
c. Melakukan pengelolaan untuk pemeliharaan perumahan dan bangunan
d. Bertanggung jawab melakukan pengelolaan perawatan dan reparasi
kendaraan

6
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

e. Mepersiapkan instalasi pabrik maupun instalasi lainnya tepat pada waktu


sebelum musim giling
5. Kepala Pengolahan
Bagian pengolahan bertanggung jawab atas jalannya produksi dari tebu
sampai menjadi gula. Diluar masa giling, bagian pabrikasi bertugas
mempersiapkan data administrasi, rencana giling, dan bahan pembantu
proses yang diperlukan. Di dalam masa giling bagian ini bertugas
melaksanakan segala kegiatan operasional produksi yang telah dipersiapkan
di luar masa giling. Dalam menjalankan tugasnya, kepala pengolahan
dibantu oleh chemiker dan beberapa pembantu chemiker.
6. Kepala QC
Bagian Quality Control (QC) dibagi menjadi 2, yaitu bagian On Farm
(tanaman) dan bagian Off Faram (Pabrik). Dibagian tanaman bertanggung
jawab untuk mengawasi seluruh aktivitas di kebun, dari mulai persiapan
tanam tebu hingga tebu siap untuk digiling. Dibagian Off Farm
Bertanggungjawab mengawasi seluruh proses pengolahan gula, dari tebu
digiling sampai menjadi gula.

7
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Halaman Pabrik
Setiap pabrik gula memiliki emplasemen atau halaman pabrik yang
difungsikan sebagai tempat penerimaan tebu, penimbangan, maupun antrian tebu
sebelum digiling. Dihalaman pabrik PG Jatitujuh juga menjalankan fungsi
tersebut dimana sebelum tebu ditimbang, setiap tebu yang akan masuk ke pabrik
dinilai kualitasnya, biasanya disebut Pos MBS (manis, bersih, segar). Apabila tebu
tidak memenuhi standar maka biasanya dilakukan peringatan atau sanksi.
3.1.1 Penimbangan Tebu
Tebu yang memenuhi standar dari Pos Gawang kemudian dilakukan
penimbangan, sopir truck membawa SPTA (Surat Perintah Tebang dan
Angkut) kepada petugas timbangan, kemudian dilakukan penimbangan.
Kemudian tebu dipindahkan dari truk ke ke Cane Yarddengan HILO dan
diatur menggunakan Cane Stacker sesuai urutan untuk
digiling.Penimbangan di PG. Jatitujuh menggunakan Jembatan Timbang.
3.1.2 Perhitungan Kapasitas
Luas dan kapasitas halaman pabrik harus mampu menampung 140 %
dari kapasitas giling (KES) pabrik, dimana KES PG Jatitujuh 4500 TCD
sehingga perhitungan kapasitasnya sebagai berikut :
Kapasitas giling = 4500 TCD = 45.000 Ku
Daya tampung halaman pabrik seharusnya
= 140 % x 45.000 Ku
= 63.000 Ku
Perhitungan kapasitas halaman jika standar: kapasitas giling + 10
% kapasitas giling.
Kapasitas teoritis = 45.000 ku + 0,10 (45.000) ku
= 45.000 ku + 4.500 ku
= 49.500 ku

8
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Kesimpulan :
Dari hasil perhitungan kapasitas Cane Yard secara garis besar, Cane
Yard PG Jatitujuh sudah mencukupi untuk menampung kebutuhan giling
tebu tanpa ada truck yang mengantri, sehingga tebu yang masuk ke PG
Jatitujuh keseluruhan sudah bisa ditampung di Cane Yard.

3.1.3 Pengaturan Tebu


Prinsip yang digunakan untuk pengaturan tebu yaitu FIFO (First In
First Out) dimana tebu yang masuk awal harus digiling terlebih dahulu, hal
ini dimaksudkan untuk menjaga kesegaran tebu. Tebu yang siap digiling
diurutkan tanggal kedatangannya, dan kemudian diletakkan di staple awal
melalui cane steaker.

3.1.4 Pengawasan Tebu


Pengawasan tebu yang dilakukan di PG. Jatitujuh berupa pengawasan
brix, kebersihan tebu, kesegaran tebu dan adanya tebu rempon yaitu tebu
yang jatuh ketanah dimana tebu tersebut sudah tertimbang namun tidak ikut
digiling.

3.1.5 Perhitungan Jumlah Tebu


Untuk mengetahui tebu yang masuk di pabrik dilakukan perhitungan
data tiap jam dan dikumpulkan, kemudian dihitung tiap satu shift yaitu 8
jam dan dilakukan perhitungan 3 shift sehingga didapat 24 jam dalam satu
hari.
1. Waktu dan cara menghitung tebu digiling
Perhitungan tebu digiling dapat dihitung setiap jam, setiap 8 jam dan
24 jam.
a. Untuk setiap jam dengan cara menghitung tebu yang digiling per
jam.
b. Untuk setiap 8 jam dengan cara menjumlah tebu yang digiling
perjam.
c. Untuk setiap 24 jam dengan menjumlah tebu yang digiling
setiap 8 jam.

9
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

2. Cara menghitung tebu yang digiling tiap 24 jam.


Perhitungan tebu yang digiling setiap hari dimaksudkan sebagai
perbandingan dengan hasil yang diperoleh. Tebu yang digiling setiap hari,
tutup buku dilakukan pada jam 06.00, jadi perhitungan dari jam 06.00
sampai jam 06.00 hari berikutnya.

3.1.6 Kesulitan dan Cara Mengatasi


Adapun kesulitan yang sering ditemui di halaman pabrik antara lain :
1. Faktor cuaca yang ada sangat berpengaruh baik bagi petugas tebang
maupun kualitas tebu yang ada, dimana saat hujan petugas tebang
biasanya enggan untuk bekerja dan medan yang dilalui truk untuk
mengangkut tebu ke halamn pabrik susah dilewati, sedangkan kerugian
bagi tebu yang ada adalah bertambahnya kadar air dalam batang tebu
ketika tebu tersebut sudah ditebang dan sedang menunggu giling, akan
memberatkan stasiun penguapan.
2. Jumlah tenaga tebang yang berkurang mempengaruhi pasokan tebu ke
pabrik karena akan menunda tebangan tebu padahal tebu sudah dalam
kondisi masak, selain berpengaruh pada keajegan giling juga
berpengaruh pada tebu yang nantinya akan kelewat masak.
3. Kondisi halaman pabrik yang kurang rindang sehingga menyumbang
kerusakan sukrosa dalam batang tebu selama menunggu giling.

10
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.2 STASIUN GILINGAN


Stasiun gilingan pada intinya, unit kerja yang bertugas memisahkan nira
(gula) sebanyak mungkin dari tebu tanpa terjadi kehilangan. Hasil dari stasiun
gilingan yaitu nira dan ampas. Berikut merupakan neraca bahan di stasiun
gilingan :

Air
Nira Gula
Brix
Bukan
Tebu gula
Sabut

Ampas Pol

Kadar air

Gambar 3. 1 Neraca Bahan Stasiun Gilingan

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya pemisahan antara


nira dengan ampas, ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian seperti
kualitas tebu, setelan gilingan, air imbibisi, tekanan hidrolik, power, putaran rol
gilingan, kapasitas giling, dan preparation index (PI).
Dari keseluruhan komponen di stasiun gilingan, dibagi 3 (tiga) sub unit
yaitu cane preparation unit (unit pengerjaan pendahuluan), prime mover unit (unit
penggerak mula), dan mill unit (unit penggilingan).
3.2.1 Alat Kerja Pendahuluan (Cane Preparation)
Tebu yang akan masuk ke unit gilingan sebelumnya harus melewati
alat pendahuluan (cane preparation) agar sel-sel tebu terbuka sehingga
proses pemerahan berjalan lebih ringan, ekstraksi lebih baik, kadar pol
ampas rendah, dan kadar zat kering ampas maksimal. Jadi unit pengerjaan
pendahuluan adalah pengerjaan pendahuluan yang dilakukan pada tebu
sebelum digiling oleh baterai gilingan dengan menggunakan peralatan
bantu. Umumnya peralatan bantu yang ada di pabrik adalah chruser, cane

11
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

knife, shredder, dan magnet penangkap besi. Sedangkan alat kerja


pendahuluan PG. Jatitujuh yang digunakan berupa shredder tipe unigrator
berikut spesifikasi alat yang dimiliki :

Tabel 3. 1 Spesifikasi Unigrator

Jumlah Shank Hammer 60 buah


Ukuran 19 x 150 x 560
Bahan Sekaf Fiting
Jumalah Baut Ø 8" x 3"
Kapasitas 6552
Tahun 1983
Sumber : Instalasi PG. Jatitujuh
Tebu sebelum masuk ke unigrator, sebelumnya dari truck diangkat
menggunakan hillo lalu diletakkan dicane yarddibawa oleh cane steaker
kecane table, setelah masuk ke cane table kemudian tebu dijatuhkan ke
cane carrier untuk dibawa ke unigrator, berikut merupakan spesifikasi hillo
dancane table yang ada di PG. Jatitujuh :

Tabel 3. 2 Spesifikasi Alat Pengangkut Tebu

Hillo I
Merk Ex. FCB
Type 10 - 84
Kapasitas Angkat 420 Ku Feeding/jam
Reducer H-222, 1/87,20m22m1500,1413987
Bearing SKF - SNH 524 - 620
Hillo II
Merk Ex. FCB
Type 10 - 84
Kapasitas Angkat 6000 Ku feeding/jam
Reducer H-222,1/89,29,2,1500,14139897
Bearing SKF - SNH 524 - 620
Hillo III
Merk Cameco
Type 10 - 84
Kapasitas Angkat 600 Ku feeding/jam
Reducer -
Bearing -

12
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Tabel 3. 3 Cane Table


Merk FCB
Type Panjang Duce no 7052
Panjang 12000
Lebar 8000
Jumlah 2 buah
Tahun 1978
Sumber : Instalasi PG. Jatitujuh
3.2.2 Operasional peralatan
a. Hillo
Merupakan alat yang biasanya digunakan dalam memindahkan tebu,
baik dari truck ke lori ataupun dari lori ke cane table. Sling dikaitkan
dengan rantai yang sudah terpasang di tumpukan tebu, kemudian secara
perlahan tebu diangkat dan dikendalikan dari control room, kemudian
dipindahkan ke cane yard.
b. Cane table
Komponen pertama yang ada di stasiun gilingan, yang berfungsi
sebagai penerimaan tebu dari lori/cane steaker, yang berguna untuk
mengatur banyak sedikitnya umpan ke gilingan, cane table digerakan
oleh elekomotor yang kecepatannya diatur sesuai kecepatan giling yang
diinstrusikan.
c. Cane carrier
Alat pembawa tebu menuju unigrator, atau juga biasanya digunakan
untuk membawa ampas dari satu unit gilingan ke unit gilingan berikutnya
yang dinamakan intermadiate carrier. Berbeda dengan cane carrier yang
berupa plat berjalan lurus, intermadiate carrier memiliki cakar untuk
mengambil ampas, dan pemasangannya seperti bidang miring yang
dihubungkan dengan unit gilingan satu dengan unit gilingan berikutnya,
arah berjalannya intermadiate carrier dari bawah ke atas, sehingga
ampas secara otomatis jatuh ke unit gilingan berikutnya.

13
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

d. Unigrator
Alat kerja pendahuluan berupa unigrator di PG. Jatitujuh
dioperasikan sebelum tebu masuk ke unit rol gilingan dengan penggerak
berupa turbin uap, tebu dari cane table bergerak jatuh ke cane carrier
kemudian masuk ke unigrator, akan terlempar ke anvil atau landasan
yang berlekuk-lekuk dan kemudian akan terpukul oleh hammer yang
berputar sehingga tebu akan pecah dan terpotong.Dengan adanya anvil
tersebut tebu juga akan terserut menjadi ukuran kecil seperti serabut,
sedangkan ukuran potongan atau serabut tebu sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan yaitu dengan menyetel jarak anvil/landasan.Gerak
unigrator berputar berlawanan dengan gerak cane carrier.
Perhitungan
a. Cane table
Luas meja tebu (S) = p x l = ( 12000 x 8000) m2
= 96.000.000 m2
3 3
Kapasitas alat (A) = 2 x S = 2 x 96000000 m2

= 144.000.000 TCH
(E. Hugot) = 144000000 TCH x 24
= 3.456.000.000 TCD
Kecepatan meja tebu (Toat S)
𝑄
V = 22 𝑥 60 𝑥 𝐿 𝑥 𝑇 𝑥 ᵟ𝑥 ɳ

Dimana,
V = Kecepatan meja tebu (m/menit)
Q = Kapasitas giling (TCD)
L = Lebar meja tebu (m)
T = Tinggi meja tebu (m)
ᵟ = Berat jenis tebu (0,28 ton/m3)
ɳ = Effisiensi meja tebu ( 80%)
4500 𝑇𝐶𝐷
V = 𝑡𝑜𝑛
22 𝑥 60 𝑥 3,25 𝑚 𝑥 2,84 𝑚 𝑥 0,28 𝑥 0,8
𝑚3

= 1,61 m/menit

14
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Power penggerak meja tebu (E. Hugot)


T1 = 0,25. S
= 0,25 . 96000000 m2
=24.000.000 HP
b. Unigrator
Daya yang dibutuhkan = 25 kw/tfh ( E.Hugot)
Kebutuhan power
Kapasitas giling = 4500 TCD
Kadar sabut = 12,5 %
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑔𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔
Ton sabut/jam = 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑡
22
4500
= 𝑥 0,125
22

= 25,57 tfh
Menurut (Hugot) kebutuhan power = 25 kw/tfh
Maka daya yang dibutuhkan = 25 kw/tfh x 25.57 tfh
= 642,5 kw
Perhitungan kapasitas alat yang ada
Power terpasang = 700 pk/jam (asumsi)
Kadar sabut = 12,5 %
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
Kapasitas unigrator = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑡 𝑥 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 x 24
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
= 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑡 𝑥 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 x 24
700 𝑝𝑘
= 0,125 𝑥 55 𝑝𝑘/𝑡𝑓ℎ 𝑥 24

= 2.445,41 TCD
3.2.3 Pengoperasian dan Pengawasan
Pengawasan alat kerja pendahuluan di PG. Jatitujuh dilakukan dengan
melihat angka PI (Preparation Index), dan nilai HPB1.
3.2.4 Evaluasi Alat Kerja Pendahuluan
Alat kerja pendahuluan yang tersedia di PG.Jatitujuhberupa unigrator
dan cane cutter, namun penggunaan alat yang belum maksimal sehingga
nilai standar yang diinginkan belum dapat tercapai.

15
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.2.5 Unit Gilingan (Mill Unit)


Unit gilingan merupakan bagian dari stasiun gilingan, yang bertugas
untuk memerah nira sebanyak mungkin, dengan memperhatikan setelan
gilingan, imbibisi, putaran rol, tekanan hidrolik, dan kapasitas giling, maka
hasil yang diharapkan akan mudah tercapai. Pabrik gula Jatitujuh memiliki
empat unit gilingan dengan imbibisi majemuk, masing-masing unit gilingan
terdiri dari tiga rol gilingan, yaitu rol atas, rol depan, dan rol belakang.
Selain komponen utama berupa rol, di unit gilingan didukung adanya
krepyak tebu (cane carrier), pipa imbibisi, dan pompa. Berikut merupakan
spesifikasi unit gilingan yang dimiliki PG. Jatitujuh :
Tabel 3. 4 Spesifikasi Unit Gilingan
Gilingan
Keterangan
I II III IV
Merk FCB FCB FCB FCB
Rpm 3,5 - 7 3,5 - 7 3,5 - 7 3,5 - 7
Ø roll atas 990 x 2140 990 x 2140 980 x 2134 980 x 2134
Lebar roll atas 50 50 50 50
Dalam roll atas 60 60 60 60
Sudut roll atas 50 50 45 45
Ø roll depan 980 x 2134 980 x 2134 980 x 2134 980 x 2134
Lebar roll depan 50 50 50 50
Dalam roll depan 60 60 60 60
Sudut roll depan 50 50 45 45
Ø roll belakang 1030 x 2134 1030 x 2134 1020 x 2134 1020 x 2134
Lebar roll belakang 50 50 50 50
Dalam roll belakang 60 60 60 60
Sudut roll belakang 50 50 45 45
Sumber : Instaa;asi PG. Jatitujuh

Tabel 3. 5 Spesifikasi Pompa


Spesifikasi Pompa
Nira Mentah Imbibisi
3
Kapasitas 310 m /jam 90 m3/jam
Sumber : Instalasi PG.Jatitujuh

16
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Tabel 3. 6 Spesifikasi Turbine Uap Gilingan


Rpm 9000
Daya (kw) 700
Dia uap masuk 5"
Dia uap keluar 14"
Tekanan kerja uap (bar) 25
Temperatur kerja uap 340 C
Sumber : Instalasi PG. Jatitujuh
Tabel 3. 7 Spesifikasi Saringan Nira Mentah
Panjang 1450
Lebar 200
Tahun 1978
Lubang 20 x 0,70 x 95
Sumber : Instalasi PG. Jatitujuh
Tabel 3. 8 Spesifikasi Cane Carrier
Cane Carrier
Spesifikasi
I II
Merk Barata Indonesia FCB
Type DV.CV
Panjang Bag.
Datar 10937 22100
Panjang Bag.
Miring 12500 23
Jumlah panjang 23437 44680
Lebar 2496 2134
Lebar tebal 2134 381
Tinggi Bak 1980 9
Banyak Krapyak 233 125
Sumber : Instalasi PG. Jatitujuh
1. Kapasitas Gilingan
Gilingan I dan Gilingan II
Diameter rol (D) = 990 mm = 0,99 m
Panjang rol (L) = 2134 mm = 2,13 m
Jumlah rol (N) = 5 buah
Putaran rol (n) = 5 rpm
Sabut % tebu (f) = 12,5 % (misal)
c ( 1 shredder) = 1,1 (Landher)

17
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

0,9 𝑥 𝑐 𝑥 𝑛 𝑥 𝐿 𝑥 𝐷 2 𝑥 (1−0,06 𝑥 𝑛 𝑥𝐷) 𝑥√𝑁


A = 𝑓

0,9 𝑥 1,1 𝑥 5 𝑥 2,13 𝑥 (0,99)2 𝑥 (1−0,06 𝑥 5 𝑥 0,99) 𝑥√5


= 0,125
10,33 𝑥 1,57
= 0,125

= 129,74 TCH x 24
= 3113,87 TCD
Gilingan III dan Gilingan IV
Diameter rol (D) = 980 mm = 0,98 m
Panjang rol (L) = 2134 mm = 2,13 m
Jumlah rol (N) = 3 buah
Putaran rol (n) = 5,5 rpm
Sabut % tebu (f) = 12,5 % (misal)
c ( 1 shredder) = 1,1
0,9 𝑥 𝑐 𝑥 𝑛 𝑥 𝐿 𝑥 𝐷 2 𝑥 (1−0,06 𝑥 𝑛 𝑥𝐷) 𝑥√𝑁
A = 𝑓

0,9 𝑥 1,1 𝑥 5,5 𝑥 2,13 𝑥 (0,98)2 𝑥 (1−0,06 𝑥 5,5 𝑥 0,98) 𝑥√3


= 0,125
11,13 𝑥 1,18
= 0,125

= 60,55 TCH x 24
= 1453,13 TCD
Power gilingan
Berikut adalah Tabel kebutuhan power gilingan (tabel 14.3 E.Hugot)
Tabel 3. 9 Kebutuhan Power Gilingan
Mesin Kebutuhan power (Hp/tfh) Rata-rata Hp/tfh
Chrusher 8-35 17
Gilingan 1 15-51 28
Gilingan 2 14-38 24
Gilingan 3 11-31 19
Gilingan 4 10-28 18

Kapasitas giling = 4500 TCD

18
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Kadar sabut = 12,5 %


4500 𝑇𝐶𝐷
Ton sabut/jam = x 0,125
22

= 25,57 tfh
Kebutuhan power
Gilingan 1 = 25,57 tfh x 28 Hp/tfh = 715,96 Hp
Gilingan 2 = 25,57 tfh x 24 Hp/tfh = 613,68 Hp
Gilingan 3 = 25,57 tfh x 19 Hp/tfh = 485,83 Hp
Gilingan 4 = 25,57 tfh x 18 Hp/tfh = 460,26 Hp

2. Evaluasi
Jumlah ampas yang masuk pada rol gilingan harus
mempunyai ketebalan yang merata, preparationindex tinggi, dan
keajegan kapasitas giling. Apabila hal-hal tersebut tidak
terpebuhi maka akan terjadi kerusakan pada rol gilingan bisa
terjadi buffer, slip, maupun unbalance.
3.2.6 Imbibisi
Tujuan pemerahana nira salah satunya meminimalisir kehilangan gula
dalam ampas, cara yang digunakan dengan penambahan air dan
pengembalian nira ke unit gilingan sebelumnya.
Imbibisi air yang digunakan di PG. Jatitujuh adalah air kondensat yang
masih mengandung gula, dengan suhu 60 – 90 ℃ tujuannya agar pelarutan
gula lebih cepat sehingga dapat menyerap gula semaksimal mungkin, selain
itu untuk mendekatkan suhu nira dengan juice heater 1 sehingga uap
pemanas yang dibutuhkan lebih sedikit.
Proporsi pemberian air imbibisi sebanyak 30 % dari kadar sabut
tebu, berikut perhitungan jumlah air imbibisi yang diberikan :
Kapasitas giling = 4500 TCD = 187,5 TCH
Kadar sabut = 12,5 % (misal)
Air imbibisi % tebu = 30 %
Nira mentah % tebu = 100 %
Jumlah air imbibisi

19
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

0,3 x 187,5
= = 56,25ton/jam
1

Pengaturan dan pengawasan imbibisi disesuaikan dengan kondisi pabrik


saat giling, diharapkan jika kondisi pabrik ajeg dan steady state imbibisi
yang diberikan sesuai perhitungan agar hasil pol ampas < 2 %, namun
terkadang jika kondisi tekanan uap bekas di evaporator tidak cukup,
imbibisi yang diberikan digilingan dikurangi agar air yang diuapkan di
evaporator tidak terlalu banyak dan Be nira kental dapat tercapai.
3.2.7 Perhitungan Pengawasan
1. Kurva brix
Kurva brix nira gilingan adalah pengawasan individual dengan cara
membandingkan brix teoritis dengan brix yang didapat, sehingga dapat
memberikan petunjuk mengenai gilingan yang mana bekerja kurang baik.
Semua brix gilingan secara teoritis dapat dihitung sebagai berikut :
Data analisa periode I
Imbibisi % tebu (ti) = 30 %
Sabut tebu (ft) = 12,5 %
brix nira gil 1 (bnpp) = 13,48 %
brix nira gil 2 (bnpl) = 5,84 %
brix nira gil 3 (bn3) = 3,68 %
brix nira gil 4 (bn4) = 2,50 %
brix nira gil 5 (bn5) = 1,59 %
𝑡 30
𝛌 = 𝑓𝑖 = 12,5 = 2,4
𝑡

⋋∑g+1−g1 −1
bn2 = bnpp x ⋋∑g+1 −1
2,4 4+1−1 −1
= 13,48 x 2,4 4+1 −1

2,4 4 −1
= 13,48 x 2,4 5−1
33,18 −1
= 13,48 x 79,63−1
32,18
= 13,48 x 78,63

= 5,52 %

20
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

2,4 4+1−2 −1
bn3 = 13,48 x 2,4 4+1 −1

2,4 3 −1
= 13,48 x 2,4 5−1
13,824−1
= 13,48 x 79,63 −1
12,824
= 13,48 x 78,63

= 2,16 %
2,4 4+1−3 −1
bn4 = 13,48 x 2,4 4+1 −1

2,4 2 −1
= 13,48 x 2,4 5−1
5,76−1
= 13,48 x
79,63 −1
4,76
= 13,48 x 78,63

= 0,81 %
Tabel 3. 10 Tabel Brix Gilingan
Gilingan I II III IV
Brix Analisa 13,48 5,84 3,68 2,50
Brix Teoritis 13,48 5,52 2,16 0,81

Kurva Brix Gilingan


16
14
12
10
8
6 Brix Analisa
4 Brix Teoritis
2
0
I II III IV
Gilingan

Gambar 3.2 Kurva Brix Gilingan

Evaluasi :

21
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Dari data brix analisa dan brix teoritis diperoleh kesimpulan bahwa brix
analisa lebih besar dari pada brix teoritis hal ini menunjukan pencampuran
imbibisi belum rata.
Perhitungan pengawasan
Tabel 3. 11 Data Analisa Periode II
Bahan Bobot (ton) % brix % pol HK Zka
T 733,92 - - - -
NMK 642,64 - - - -
I 220,18 - - - -
Fnmk 0,5% - - - -
NM 639,43 9,80 6,41 65,41 -
NPP - 13,48 9,35 69,36 -
NPL - 5,84 3,64 62,33 -
N3 - 3,68 2,18 59,24 -
N4 - 2,50 1,39 55,60 -
Nnga - 1,59 0,79 49,69
A 128,9 4,43 2,20 - 49,00

Perhitungan Angka Pengawasan Gilingan di PG. Jatitujuh :


p
nm 6,41
a. Pnm = 100 x NM = x 639,43 ton = 40,99 ton
100
p
a 2,20
Pa = 100 xA = x 128,9 ton = 2,84 ton
100

Pt = Pnm + Pa = 40,99 ton + 2,84 ton = 43,83 ton


Pnm 40,99
HPG = x 100 = 43,83 x 100
Pt

= 93,52 %
bnm-bnpl 9,80 - 5,84
b. NPP =b x NM = 13,48 - 5,84 x 639,43 ton = 331,43ton
npp-bnpl

bnpp 13,49
Bnpp = x NPP = x 331,43 ton = 44,71 ton
100 100
b
a 4,43
Ba = 100 xA = x 128,9 ton = 5,71 ton
100
b
nm 9,80
Bnm = 100 x NM = x 639,43 ton = 62,66 ton
100

22
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Bt = Bnm + Ba = 62,66 ton + 5,71 ton = 68,37 ton


Bnpp 44,71
HPB1 = x 100 = 68,37 x 100
Bt

= 65,39 %
Bnm 62,66
c. HPBT = x 100 = 68,37 x 100
Bt

= 91,65 %
(1,4 x HKnm)-40
d. PSHK nm/npp = [(1,4 x Hknpp)-40] x 100
(1,4 x 65,41)-40
= [(1,4 x 69,36)-40] x 100
91,57-40
= [97,10-40] x 100
51,57
= 57,10 x 100 = 90,31 %

e. fa = zka – ba = 49,00 – 4,43 = 44,57 %


(100-fa)
Faktor campur =( xpnga )
pa
100-44,57
= 𝑥 0,79
2,20

= 19,90 %
Tabel 3. 12 Angka Pengawasan

Normal Jatitujuh
HPBI >60 65,39
HPBtot 91 – 95 91,65
HPG 92 – 96 93,52
PSHK 95 – 97 90,31
Pa <2 2,20
Faktor Campur ±50 19,90
3.2.8 Evaluasi kinerja stasiun gilingan
Kinerja stasiun gilingan dipengaruhi beberapa faktor antara lain :
a. Hasil kerja dari cane preparation.
b. Bukaan rol gilingan.
c. Ukuran dan kecepatan rol gilingan.
d. Alur rol gilingan.

23
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

e. Tekanan hidrolik.
f. Kadar sabut tebu.
g. Suhu air imbibisi dan factor campur.
h. Fluktuasi kapasitas giling.
i. Waktu kontak antara cairan imbibisi dan ampas
Pada proses pemerahan nira ada kondisi dimana kehilangan dan rusaknya
gula dapat terjadi antara lain :
a. Hilang di dalam ampas
Semakin banyak sabut maka akan semakin banyak pula akan kehilangan
gula, cara untuk dapat menekan kehilangan gula dalam ampas adalah
dengan pemakaian imbibisi baik air maupun nira dengan memperhatikan
kadar zat kering ampas karena ampas nantinya akan digunakan sebagai
bahan bakar ketel.
b. Perpecahan gula
Sifat gula (sukrosa) tidak tahan terhadap suasana asam. Sementara itu
sifat nira memang asam, apalagi nira yang diperoleh dari tebu wayu derajat
keasamannya lebih besar dibanding nira dari tebu segar. Cara mengurangi
kerusakan gula karena proses ini dengan mengusahakan tidak terlalu lama di
stasiun gilingan dengan cara memperkecil pemberhentian, misal menekan
jumlah bak penampung. Selain itu juga bisa dengan cara penambahan susu
kapur pada nira gilingan.
c. Hilang karena jasad renik
Jasad renik dapat dijumpai dimana saja, setelah nira keluar dari sel
tebu akan terjadi kontak dengan udara berarti dapat pula bertemu
dengan jasad renik. Lebih lagi tebu yang sejak dari kebun telah
terserang jasad renik yang masuk lewat luka potongan akibat adanya
hama sehingga jasad renik ini dapat berkembang biak secara cepat.
Karena hal-hal diatas setiap ada nira berhenti maka jasad renik akan
segera timbul.
Usaha menekan pengaruh adanya jasad renik adalah dengan :

24
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

1) Membersihkan stasiun gilingan secara teratur (sanitasi gilingan)


minimal 2 kali dalam 1 shift.
2) Berusaha mematikan jasad renik dengan Blazer Steam bagian-bagian
dimana kemungkinan jasad renik berinkubasi.
3) Pemberian desinfektan.
4) Pengembalian tumpahan nira ke proses.
5) Menggunakan talang dari tembaga (sifat oligodinamik).
6) Penggunaan imbibisi panas di stasiun gilingan.

3.3 STASIUN PEMURNIAN


Nira mentah yang akan diproses di stasiun pemurnian masih banyak
mengandung bukan gula seperti air, bahan lilin, asam organik, protein, bahan
anorganik, serta kotoran, tanah dan pasir. Kandungan bukan gula tersebut harus
dihilangkan, dalam proses pemurnian terdapat tiga cara penghilangan kotoran
menurut Ir.Soejardi yaitu secara fisis dengan penyaringan atau pengendapan,
khemis dengan pemberian zat yang dapat bereaksi dengan kotoran dalam nira
mentah sehingga membentuk garam yang mengendap, atau dengan gabungan fisis
dan khemis dengan pemanasan kemudian zat yang ditambahkan ke bukan gula
diikuti penangkapan selama terbentuknya penyerapan, penempelan dan
penangkapan selama terbentuknya endapan. Ketiga cara penghilang kotoran
tersebut saling berkaitan sehingga membutuhkan kondisi yang optimal agar
diperoleh penghilangan yang maksimal, dengan pengaturan kondisi pH, waktu
tinggal, dan suhu selama proses pemurnian berlangsung.
Tujuan dari proses pemurnian adalah mencegah kerusakan sukrosa dan
menjaga kestabilan gula reduksi. Kerusakan sukrosa dan gula reduksi dipengaruhi
oleh pH, waktu tinggal, dan suhu. Sukrosa rusak pada suasana asam menjadi gula
invert, sedangkan gula reduksi pecah dalam suasana alkalis. Gula reduksi yang
rusak akan merugikan pabrik dalam peningkatan intensitas warna dan
bertambahnya jumlah kerak badan penguapan. Kerusakan sukrosa dan gula
reduksi akan semakin cepat dengan suhu yang tinggi dengan waktu tinggal yang
lama (P. Honig, 1963), sehingga tiga kondisi tersebut tidak boleh dalam kondisi

25
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

ektream secara bersamaan. Pabrik Gula Jatitujuh menggunakan proses pemurnian


sulfitasi dengan bahan pembantu yang digunakan berupa susu kapur, dan gas SO₂.
Berikut merupakan bagan perjalanan nira mentah di stasiun pemurnian :

ST. PEMURNIAN

∑ = 3 ppm
T = 75 0C T = 1000C
Floculant
NM

SO2
Ca(OH)2 Bagacilo
6oBe6 0Be

Nikot
pH= 8,6
pH = 7,2
pH = 7,2
t=±39
t= ±3
t =± 3 menit

Nira Encer Blotong


Filtrat

T = 1050C

ST. PENGUAPAN

Gambar 3.3 Alur Proses Stasiun Pemurnian


3.3.1 Penimbangan
Proses penimbangan di PG. Jatitujuh menggunakan timbangan
otomatis, fungsi penimbangan untuk menghitung debit nira mentah yang
dihasilkan unit penggilingan sehingga diperoleh berat nira mentah untuk
data pengawasan pabrikasi. Adapun spesifikasi timbangan otomatis yang
dimiliki PG. Jatitujuh adalah :

26
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Tabel 3. 13 Spesifikasi Timbangan Bolougne


Spesifikasi Keterangan
Merk AVERY WEILER
Tahun/no 1997/1989
Type Servo Duplek
No Seri 8904 / 11398
Ukuran 170 x 160 x 210 cm
Kapasitas 5000 Kg - 300 T/jam
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

3.3.1.1 Operasional alat


Timbangan otomatis langsung menghitung nira yang
tertimbang yang akan ditampilkan dilayar monitor.
Perhitungan peti nira mentah tertimbang
Nira mentah % tebu = 100 %
Kapasitas giling = 4500 TCD
Bj nira mentah = 1,03
Nira tapis % tebu = 10 %
Nira mentah didapat/jam
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑔𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑔𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔
=( x nm % tebu) + ( x nt % tebu)
22 22
4500 𝑇𝐶𝐷 100 4500 𝑇𝐶𝐷 10
=( x )+( x 100)
22 100 22

= (204,54 + 20,45) ton/jam


= 225 ton/jam
Debit nira mentah/ jam
225 𝑡𝑜𝑛/𝑗𝑎𝑚
= 1,03 𝑡𝑜𝑛/m3

= 67,96 m3/jam ~ 3,64 m3/menit

3.3.1.2 Pelaksanaan dan pengawasan


Satu siklus penimbangan dimulai saat nira masuk memenuhi
peti timbangan, klep pengatur keluarnya nira mentah tertutup saat
peti mulai terisi penuh kemudian klep pengatur akan bergeser
membuka jalur pengeluaran nira mentah, kemudian nira mentah

27
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

akan jatuh ke peti penampung nira mentah tertimbang, selanjutnya


dipompa ke pemanas nira I (juice heater).

3.3.1.3 Kesulitan dan cara mengatasi


a. Sistem otomatisasi yang digunakan rusak, sehingga
perhitungan banyaknya bak per jam tidak bisa terhitung.
b. Kebocoran pada pipa pengeluaran nira mentah, pipa dilakukan
perbaikan dan nira mentah yang keluar segera dikembalikan ke
proses.
3.3.2 Pemanas Pendahuluan
Proses pemurnian selalu membutuhkan pemanas untuk memanaskan
niranya, ada beberapa keuntungan adanya pemanasan nira yaitu
mendapatkan suhu optimal untuk pengendapan bukan gula, meningkatkan
reaktivitas bahan organik dan anorganik, dan jasad renik pengganggu gula
dapat dimatikan. Namun ada kerugian jika suhu yang digunakan terlalu
tinggi antara lain kerusakan sukrosa yang semakin besar baik karena
hidrolisis ataupun karamelisasi, dan terbentuknya zat warna (Ir.Soejardi).
Sehingga dibutuhkan suhu optimal agar kerugian sekecil mungkin dan
diperoleh keuntungan yang maksimal.
Pabrik Gula Jatitujuh mengoprasionalkan pemanas nira/juice heater/
van woormer I dengan suhu 75-80℃, tujuannya untuk mengkondisikan
nira mentah agar cepat bereaksi dengan ion Ca2+, menggumpalkan koloid,
dan membunuh jasad renik. Berikut data pemanas nira yang
dioperasionalkan sebagai pemanas pendahulaun (PP). Nira bersirkulasi
secara kontinous sebanyak dua kali jumlah komparteman masing-masing
konstruksi pemanas pendahuluan.

28
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Tabel 3. 14 Spesifikasi Pemanas Pendahuluan I dan II


Jumlah Diameter pipa Panjang Jumlah
JH LP (M2)
pipa (NT) (mm) pipa(LT) mm sirkulasi
1 464 35/38 6000 300 10
2 464 35/38 6000 300 10
3 464 35/38 6000 300 10
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh
*) Operasional : JH 3 sebagai cadangan untuk JH I dan JH II

3.3.2.1. Operasional alat


Pemanas pendahuluan I bertugas memanaskan nira mentah
dari suhu 40-50℃ menjadi 75-80℃.
Perhitungan luas pemanas
Kapasitas giling = 4500 TCD
Nira mentah % tebu = 100 %
Nira pengembalian = 10 %
Brix nira mentah = 10,80
Kecepatan nira dalam pipa (u)= 2,0 m/detik
Suhu Pemanas (T) = 110℃
Suhu nira masuk (to) = 40℃
Suhu nira keluar (t) = 75℃
4500 𝑇𝐶𝐷
P = x 100 % + 10% pengembalian
22

= (204,54 + 20,45) ton/jam


= 225 ton/jam ~ 225000 kg/jam
c = 1 – (0,006 x brix)
= 1 – (0,006 x 10,80)
= 0,9352 kcal/kg.℃
𝑢
k = 6. T. (1,8)0,8
2,0
= 6. 110. ( 1,8 )0,8
=
6.110.1,087
= 717,42 kcal/m2.℃.jam

29
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

𝑃.𝑐 𝑇− 𝑡𝑜
S = 𝑙𝑛 (E.Hugot)
𝑘 𝑇− 𝑡
𝑘𝑔
225000 .0,9352 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 110− 40
𝑗𝑎𝑚
= 𝑙𝑛 110 − 75
717,42 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑚2.℃.𝑗𝑎𝑚

= 293,30 x 0,6931
= 203,29 m2
(Toat.S) hasilnya dikalikan faktor pengaman 1,15
LP = 203,29 m2 x 1,15
= 233,78 m2
Jadi, total luas pemanas yang dibutuhkan dengan giling
4500 TCD sebesar 237,78 m2, sedangkan LP yang tersedia
300 m2 sehingga masih mampu menampung kapasitas
giling.

Perhitungan kebutuhan uap


Kapasitas giling = 4500 TCD
Nira mentah % tebu = 100 %
Nira pengembalian = 10 %
Brix nira kental (b) = 10,5
Suhu awal nira (t1) = 40℃
Suhu akhir nira (t2) = 75℃
Tekanan uap nira = 0,4 kg/cm2
PI = 563,3 kcal/kg (E.Hugot)
c = 1- (0,006 x b)
= 1 - (0,006 x 10,5)
= 0,937 kcal/kg.℃
4500 𝑇𝐶𝐷
Qn = x 100 % + 10% pengembalian
22

= 204,54 + 20,45 ton/jam


= 225 ton/jam ~ 225000 kg/jam
𝑄𝑛 𝑥 𝑐 𝑥 (𝑡2−𝑡1)
Gmp = (Toat. S)
𝑃𝐼

30
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

𝑘𝑔
225000 𝑥 0,937𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 𝑥 (75−40)℃
𝑗𝑎𝑚
= 563,3 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔

= 13099,37 kg/jam
1.3.2.2. Pelaksanaan dan pengawasan
Nira masuk pada lubang pemasukkan atas (double afsluiter),
dan turun ke bawah. Setalah sampai di bawah akan berbentuk
aliran karena adanya sekat-sekat pembagian, naik ke atas kembali
sampai mencapai ruang sirkulasi bagian atas. Di bagian atas nira
akan turun kembali, demikian seterusnya.

Proses pemanasan terjadi saat uap pemanas (uap bekas/uap


nira) masuk pada badan pemanas dan memanaskan pipa-pipa
yang berisi nira, sambil nira melakukan sirkulasi. Karena suhu
nira dalam pipa lebih rendah di banding dengan suhu ruang yang
diluar pipa pemanas, maka akan terjadi proses pemindahan panas
dan uap pemanas mengalami kondensasi. hasil peristiwa ini akan
mengakibatkan nira menjadi naik suhunya sedang pada hal lain
terbentuk air konden yang dapat digunakan untuk keperluan
imbibisi pada gilingan.

1.3.2.3. Kesulitan dan cara mengatasi


a. Tidak cukupnya tekanan uap nira untuk bahan pemanas,
sehingga harus menggunakan uap bekas. Oleh karena itu
penghematan uap tidak dapat dilakukan.
b. Skrap badan pemanas harus bersih, sehingga proses transfer
panas berjalan lancar.
3.3.3 Sulfitator
Pemurnian di PG. Jatitujuh menggunakan sistem sulfitasi, sehingga di
proses pemurnian ada penambahan bahan pembantu berupa gas belerang
(SO2) dengan tujuan menetralkan kelebihan kapur, membentuk garam
calcium sulfit yang bertujuan untuk menyelubungi endapan yang terbentuk
sebelumnya di proses defekasi. PG. Jatitujuh menggunakan sulfitator jenis

31
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

thomson sebagai bejana pencampuran antara nira terkapuri dengan gas


belerang. Berikut spesifikasi alat yang dimiliki PG. Jatitujuh :
Tabel 3. 15 Spesifikasi Sulfitator
Merk PG. Jaitujuh
Type Silinder Vertical
Ukuran Ø 1500 x 7000 mm
Kap. 300 m³/H
Jumlah 2 Buah
Tahun 2004/2006
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

Tabel 3. 16 Spesifikasi Blower


Merk PG. Jaitujuh
Type Centrifugal
Kap. 11000 m³udara/jam
Penggerak M 2,2 Kw, 1450 Rpm
Tahun 2004/2006
Jumlah 2 Buah
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh
1.3.3.1. Operasional alat
Sulfitator beroperasi dengan penambahan gas belerang
hingga pH nira terkapuri dari alkalis berubah menjadi netral 7,3.
Waktu reaksi antara nira dengan gas SO2 selama 7 menit dengan
nilai pengenceran 15 kali. Dan suhu gas SO2 yang diberika
berkisar 75℃, suhu reaksi 65-85℃.
Perhitungan kapasitas alat
Volume sulfitator = debit nira terkapuri x waktu tinggal
= 9 m3/menit x 7 menit
= 63 m3
Jadi, dengan kapasitas giling 4500 TCD dibutuhkan volume
bejana dengan kapasitas 63 m3.

1.3.3.2. Pengawasan dan pelaksanaan


Nira yang keluar dari defekator 2 kemudian dialirkan secara
kontinous dengan nira terkapuri melakukan sirkulasi 15 kali
karena adanya sekat parabolis hingga pH netral 7,0-7,3.

32
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Pengawasan dilakukan dengan pengecekan menggunakan


indikator BTB yang warnanya akan berubah menjadi hijau tua,
dan PP warna nira tidak berubah.
3.3.4 Pembuatan Susu Kapur
Bahan pembantu proses yang digunakan dalam pabrik sulfitasi selain
gas belerang adalah susu kapur Ca(OH)2, pembuatan susu kapur ini
menggunakan kapur tohor yang tealah menjadi bubuk, ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi antara lain :
- Kadar zat terlarut dalam asam keras max 2 %.
- Kadar asam silikat max 2 %.
- Asam belerang (SO3) max 0,2 %.
- Oksida besi dan oksida aluminium max 2 %.
- Karbondioksida (CO2), mangan oksida max 2%.
- Daya pemadaman kapur baik, dengan kadar residu max 2 %.
- Dipersitas baik, dengan waktu pengendapan (2 jam) min 75 %.
- Reaktivitas baik, dengan waktu reaksi 10 detik.
Kebutuhan banyaknya kapur tohor yang digunakan tergantung kandungan
bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam nira mentah.
Tabel 3. 17 Spesifikasi Alat Pemadam Susu Kapur
Merk FCB
Type Silinder Horisontal
Ukuran Ø 1,6 x 3,5 M
Kap. 1,5 ton / H
Tahun 1977
Penggerak M 1,1 Kw/ Rpm 1415
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh
1.3.4.1.Operasional alat
Kapur tohor akan dipadamkan dengan menggunakan air
panas dalam tromol dengan tujuan mengencerkan susu kapur agar
diperoleh bilangan kuantum yang tinggi, karena semakin encer
susu kapur ion Ca2+ yang dihasilkan juga banyak, baru untuk
membuat susu kapur dengan drajat baume tertentu menggunakan
air dingin. Reaksi yang terjadi pada pembuatan susu kapur :

33
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

CaCO3 + O2 CaO + CO2


CaO + H2O (panas) Ca(OH)2 + kalori
Ca(OH)2 Ca++ + 2 OH-
Berikut operasional yang seharusnya dilakukan dalam pembuatan
susu kapur :
1. Kapur fresh atau baru sebaiknya di suplai tiap 2 atau 4
minggu.
2. Stock pabrik dipabrik harus dijaga sesuai kebutuhan karena
kapur bereaksi dengan moisture dan CO2 di udara.
3. Berat air 3 kali berat kapur dan kontak dalam waktu 3 jam
menghasilkan hasil yang paling baik. (Manoff)
4. Lal Mathur : sebaiknya dipadamkan 3-4 jam sebelum
digunakan
5. Peti tunggu susu kapur
- Waktu reaksi 4 jam
- Rpm pengaduk 8-10 rpm
- Pengaduk paddle
- Bearing untuk menghandle susu kapur terbuat dari
castiron bukan bronze
- Kapasitas pompa 8-16 x kebutuhan
- Pompa centrifugal/plunger, liners, spherical/ball valve
terbuat dari cast iron
- Kecepatan aliran kapur 1 m/s
3.3.4.2.Pelaksanaan dan pengawasan
Kapur tohor dalam bentuk bubuk yang telah tertimbang
dimasukkan tromol pemadam sambil berputar dan air panas 60°C
dialirkan kedalam tromol sehingga kapur tohor akan terpecah
menjadi partikel yang sangat halus sebagai larutan susu kapur
dengan konsentrasi tinggi.Tromol pemadaman harus berputar
lambat. Kemudian susu kapur disaring dan diendapkan sementara
pada bak tampung. Larutan susu kapur kemudian diencerkan

34
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

dengan air dingin hingga konsetrasi 7°Be, hal ini dimaksudkan


untuk menurunkan suhu agar kelarutan kapur lebih tinggi,dan
ditampung pada bak tunggu yang dilengkapi dengan pengaduk
agar tidak terjadi pengendapan. Setelah itu diompa ke spliter box
untuk proses defekasi.
3.3.5 Pembuatan Gas SO2
`Gas SO2 digunakan sebagai sulfitir di nira mentah dan pemucatan
untuk nira kental, adapun syarat mutu belerang yang digunakan antara
lain:
- Kadar air max 1%
- Kadar abu max 0,1%
- Bituminous substance max 0,1%
- Arsenic max 0,05%
- Residu after inceneration max 1%
Sedangkan alat penyedia gas SO2 di PG. Jatitujuh berupa dapur belerang,
berikut spesifikasi alat yang dimiliki :
Tabel 3. 18 Spesifikasi Dapur Belerang
Merk PG. Jatitujuh
Type Silinder Horizontal
Ukuran Ø 850 x 2000 mm
Kap. 75 Kg / jam
Tahun 1977 dan 2008
Penggerak M 5 Kw / Rpm 1420
Jumlah 2
Sumber : Pengolahan PG Jatitujuh

3.3.5.1. Operasional alat


Tekanan udara masuk dapur belerang adalah 0,5 kg/cm2,
suhu pembakaran dijaga agar < 200°C dan suhu air pendingin
keluar 80°C. Dengan kapasitas giling 4500 TCD maka kebutuhan
belerang per 100 ton tebu
Kapasitas giling = 4500 TCD = 187,5 ton/jam
Belerang per shift = 250 kg = 31,25 kg/jam

35
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Kebutuhan belerang per 100 ton tebu


100 𝑡𝑜𝑛 𝑥 31,25 𝑘𝑔/𝑗𝑎𝑚
= 187,5 𝑡𝑜𝑛/𝑗𝑎𝑚
= 16,67 kg/100 ton tebu/jam

3.3.5.2.Pelaksanaan dan pengawasan


Pembuatan gas SO2dalam dapur belerang dimulai dengan
membakar belerang padat yang dilelehkan terlebih dahulu pada
tempat pelelehan kemudian dimasukkan pada ruang pembakaran.
Belerang cair yang dibakar dihembusi udara kering dari ketel
angin terjadilah reaksi dengan gas belerang menjadi gas SO2.
Reaksi gas belerang :
Spadat Scair Sgas
Sgas O2SO2 + 2217,7 kkal/kg
Dalam pembuatan gas SO2 tidak dapat dihindari terbentuknya
SO3 apabila gas SO2 bereaksi dengan H2O.
SO2 + H2O H2SO3 + 2217,7 kkal/kg
H2SO3 H+ + HSO2-
HSO3- H+ + SO3-
Untuk menahan terbentuknya H2SO3 segera dilakukan
pendinginan sampai suhu 800C, ini yang diharapkan gas yang
keluar dari sublimator. Dengan pendinginan tersebut segera SO3
yang terbentuk akan menyublim pada sublimator dan yang keluar
dari sublimator adalah gas SO2 saja. Demikian juga H2SO3 yang
tak bereaksi akan menyublim pada pipa-pipa yang kemudian akan
menyumbat saluran gas SO2. Untuk mengurangi hal tersebut
maka udara yang dipakai udara kering.
Udara dihisap lewat dehumidifier kekompresor dan
ditampung dalam ketel angin. Udara kering ini dihembuskan
kedalam dapur belerang untuk membantu reaksi pembakaran
belerang didapur belerang. Belerang yang akan dibakar dicairkan
terlebih dahulu dengan pemanas steam. Setelah terbentuk gas
udara kering yang dihembuskan dialirkan ke sublimator agar gas

36
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

selain SO2 menyublim. Pada dapur belerang dan sublimator


diselubungi dengan matel air pendingin agar suhu dalam dapur
belerang tidak melebihi 200°C dan pembentukan gas SO2 yang
terjadi sempurna. Air pendingin disirkulasikan dan suhu air
pendingin keluar maksimal sekitar 80°C.
Pemanasan Kedua
Pemanas pendahuluan kedua digunakan untuk memanaskan
nira tersulfitir sebelum masuk ke multi tray clarifier. Tujuan
adanya pemanas kedua adalah :
a. Mengeluarkan gas-gas yang tak terembunkan.
b. Mempercepat proses pengendapan.
c. Menurunkan viskositas karena kotoran akan sulit
mengendap jika dalam kondisi kental.
Pemanas pendahuluan beroperasional pada suhu 100-105℃,
jumlah pemanas pendahuluan yang digunakan sebanyak dua unit.
3.3.5.3. Operasional alat
Pemanas pendahuluan IIbertugas memanaskan nira mentah
terkapuri hingga suhu 100-105℃, luas pemanas yang tersedia di
PG. Jatitujuh sebagai pemanas kedua (total LP 2 unit) 200 m2 dan
200 m2. Sedangkan LP perhitungan yang dibutuhkan dengan
kapasitas 4500 TCD adalah :
Kapasitas giling = 4500 TCD
Nira mentah % tebu = 100 %
Brix nira mentah = 10,80
Brix nira encer = 11,46
Kecepatan nira dalam pipa (u)= 2,0 m/detik
Suhu Pemanas (T) = 110℃
Suhu nira masuk (to) = 70℃
Suhu nira keluar (t) = 105℃
4500 𝑇𝐶𝐷
P = x 100 %
22

37
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

= 20,45 ton/jam
= 20454,54 kg/jam
c = 1 – (0,006 x brix)
= 1 – (0,006 x 10,80)
= 0,9352 kcal/kg.℃
𝑢
k = 6. T. (1,8)0,8
2,0
= 6. 110. (1,8)0,8
=
6.110.1,087
= 717,42 kcal/m2.℃.jam
𝑃.𝑐 𝑇− 𝑡𝑜
S = 𝑘
𝑙𝑛 𝑇− 𝑡
(E.Hugot)
𝑘𝑔
20454 .0,9352 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 110− 70
𝑗𝑎𝑚
= 𝑙𝑛 110 − 105
717,42 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑚2.℃.𝑗𝑎𝑚

= 115,54 x 2,079
= 552, 72 m2
(Toat.S) hasilnya dikalikan faktor pengaman 1,15
LP =552,72 m2 x 1,15
=635,63 m2
Jadi, total luas pemanas yang dibutuhkan dengan giling
4500 TCD sebesar 635,63 m2, sedangkan jumlah badan
pemanas yang beroperasi sebanyak 2 unit dengan total
kapasitas 200 m2 dan 200 m2 dengan begitu maka
operasional badan pemanas seharusnya ditambahin untuk
mencukupi kebutuhan operasional.
Perhitungan kebutuhan uap
Kapasitas giling = 1400 TCD
Nira mentah % tebu = 100 %
Brix nira kental = 10,5
Suhu awal nira (t1) = 70℃
Suhu akhir nira (t2) = 105℃
Tekanan uap nira = 0,2 kg/cm2

38
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

PI = 563,3 kcal/kg (E.Hugot)


c = 1- (0,006 x b)
= 1 - (0,006 x 10,5)
= 0,937 kcal/kg.℃
4500 𝑇𝐶𝐷
Qn = x 100 %
22

= 204,54 ton/jam
=20454 kg/jam
𝑄𝑛 𝑥 𝑐 𝑥 (𝑡2−𝑡1)
Gmp = (Toat. S)
𝑃𝐼
𝑘𝑔
20454 𝑥 0,937𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔℃ 𝑥 (105−70)℃
𝑗𝑎𝑚
= 563,3 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔

= 1531,05 kg/jam
3.3.5.4. Pelaksanaan dan pengawasan
Proses memulai pemanasan sama halnya dengan pemanas
pendahuluan pertama, nira masuk melalui double afsluiter
kemudian bersirkulasi turun-naik sebanyak dua kali jumlah
komparteman yang ada di masing-masing badan, pengeluaran nira
tersulfitir juga melalui double afsluiter baru diteruskan untuk
melewati flash tank baru masuk ke peti pengendapan. Bahan
pemanas di PP 2 menggunakan uap nira evaporator badan 1 jika
memungkinkan untuk bledding bagi PP 1 dan 2 jika tidak maka
biasanya uap nira yang dibleeding hanya untuk PP 1 dan satu unit
PP 2, sisanya menggunakan uap bekas. Pengawasan bagi pemanas
pendahuluan yang terpenting tidak ada kebocoran pipa,
pengeluaran air kondensat lancar, suhu nira tercapai, dan pipa-
pipa yang digunakan bersih.
3.3.6 Pengendapan
3.3.6.1.Bejana pengembang
Bejana pengembang merupakan konstruksi yang ada di
stasiun pemurnian, jenis yang digunakan di PG.Jatitujuh berupa
flash tank, kegunaan dari bejana ini untuk mengeluarkan gas-gas
yang tidak terembunkan agar tidak mengganggu proses

39
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

pengendapan karena akan menahan kotoran untuk tidak


mengendap.
Tabel 3. 19 Spesifikasi Flash Tank
Merk PG Jatitujuh
Type Silinder Vertical
Ukuran Ø 172 x Ø 270 x 600 cm
Tahun 1977/1984
Kap. 6,5 m3
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

Nira yang keluar dari pemanas pendahuluan akan masuk ke


flash tank untuk pengeluaran gas yang tak terembunkan, nira
masuk dari bagian atas flash tank kemudian jatuh mengenai papan
horisontal yang ada didalamnya, nira akan kebawah sedangkan
gas akan keluar karena menabrak papan horisontal yang ada, baru
nira bisa masuk ke peti pengendapan
3.3.6.2.Bejana pengendapan
Bejana pengendapan yang ada terdiri dari dua jenis yaitu
door clarifier dan multi tray clarifier, konstruksi yang ada di PG.
Jatitujuh menggunakan jenis multi tray clarifier. Berikut
spesifikasi alat yang digunakan :
Tabel 3. 20 Spesifikasi Multi Tray Clarifier
Merk FCB
Type Pengendap Cepat
Ukuran Ø 7930 x 5000 mm
Tahun 1977
Kap. 280 m3 / 4200 TCD
Penggerak M5,5 Kw / Rpm 1500
Jumlah 2
Sumber : Pengolahan PG Jatitujuh

40
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Tabel 3. 21 Spesifikasi Flokulant Tank


Merk PG Jatitujuh
Type Silinder Vertical
Ukuran Ø 1300 x 1450 M
Kapasitas ± 2 m3
Tahun 1977/1985/2010
Penggerak M 1 Kw / Rpm 1430
Sumber : Pengolaha PG. Jatitujuh
Operasional alat
Nira masuk multi tray clarifier dilakukan penambahan
flokulan 3 ppm untuk mempercepat proses pengendapan dan
memperbesar kotoran agar saling menempel. Operasional MTC
seharusnya:
- Kecepatan pengendapan biasanya 10 cm/min.
- Luas permukaan 0,2 m2/tch.
- Tinggi dasar feed launder ke dasar 120 cm.
- Waktu tinggal 20 min.
Pelaksanaan dan pengawasan
Nira jernih dari bejana pengembang sebelum masuk ke multi
tray terlebih dahulu diberi flokulan yang berfungsi untuk
mengikat rantai endapan menjadi lebih besar. Nira masuk melalui
talang pembagi. Karena aliran nira maka nira beserta kotorannya
akan meluap dan jatuh pada sekat pembatas dan kecepatan
jatuhnya nira ditahan oleh deflector untuk menghindari mubalnya
endapan. Kotoran akan turun (mengendap) sedangkan nira
jernihnya akan mengisi talang nira jernih. Nira jernih dikeluarkan
kesaringan nira encer (DSM), sedangkan nira kotornya
mengendap menempati kerucut bagian bawah multi tray dan
dikeluarkan menuju saringan nira kotor (RVF). Kapasitas
ditentukan oleh waktu tinggal nira dalam ruang pengendap.
Faktor utama yang menentukan efisiensinya adalah luas ruang
pengendapnya, semakin cepat proses pengendapan dan bentuk
endapannya semakin kompak.Proses pengendapan ini dapat

41
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

terjadi bila densitas partikel lebih besar dari densitas cairan


(larutan) dan kecepatan pengendapan masih dipengaruhi oleh
ukuran partikel.
3.3.7 Penapisan
Proses penapisan dilakukan dengan menggunakan alat yang
dinamakan Rotary Vaccum Filter (RVF), nira kotor dipisahkan dengan
kotoran yang mengendap untuk diperoleh nira tapis, sehingga mengurangi
kerugian pabrik akibat kehilangan gula yang terikut dalam blotong.
3.3.7.1 Operasional alat
Keberhasilan RVF dalam bekerja dapat dilihat dari pol
blotong < 2 % ( sasaran Jatitujuh ) secara visual blotong kering
dan tebal, dan air jatuhan kondensor bebas dari nira tapis.
Washing dilakukan dengan menggunakan air panas dengan suhu
60 – 70℃. RVF yang digunakan sebanyak 2 buah dengan
spesifikasi yang sama.Berikut data alat RVF yang digunakan di
PG. Jatitujuh :
Tabel 3. 22 Spesifikasi Rotary Vacuum Filter
Merk Sanki Engineering Co.
Type CD 0818 Oliver Compbell Filter
Uk. Drum Ø 2440 x 5490 mm
No. Seri JA 4878
Kap. 42 m2
Penggerak M 1,5 Kw/Rpm 1430
Uk. Saringan 2250 x 450 x 0.3 mm
Tahun 1986
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh
Menurut Hugot 1986, bahwa kebutuhan luas penyaringan
= 0,45 m2/TCH
Kapasitas giling = 4500 TCD = 187,5 TCH
Kebutuhan Penyaringan = 0,45 x 187,5 TCH
= 84,37 m2
Kapasitas Penyaringan RVF tersedia = 42 m2

42
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Jadi, RVF yang dioperasikan saat ini belum mencukupi


kebutuhan operasional walaupun menggunakan 2 RVF.
3.3.7.2 Pelaksanaan dan pengawasan
Sebelum ditapis, nira kotor dicampur dengan ampas halus
(bagacillo) yang gunanya untuk membentuk media tapis kotoran
agar mempermudah proses penapisan, ditampung dengan bak nira
kotor yang dilengkapi dengan pengaduk agar nira kotor tidak
mengendap. Nira kotor diisikan pada RVF dan drum berputar,
sebagian drum tercelup didalam nira kotor pada saat drum
berputar didaerah low vacuum nira kotor akan menempel pada
saringan dan nira akan terserap, dan drum berputar masuk daerah
high vacuum di dareah ini diberi air siraman dengan suhu ± 70 °C
sehinga terjadi pencucian blotong, nira yang bercampur air
terserap karena adanya tarikan vacuum, putaran drum berlanjut
masuk daerah bebas vacuum maka blotong akan terlepas dan
yang masih menempel pada drum dibersihkan dengan scraper.
Hasil dari penapisan ini adalah nira tapis yang dialihkan kembali
ke tangki nira mentah tertimbang sedangkan blotong nya dibawa
belt conveyor untuk dibuang. Untuk pengaturan high vacuum dan
low vaccum pada rotary vacuum terdapat disc wear yaitu pusat
ujung-ujung pipa, pipa tersebut menempati sisi high dan low
vacuum. High vaccum operasional 40 cm Hg, sedangkan low
vaccum 20 cmHg.
3.3.7.3 Evaluasi
Kinerja rotary vaccum filter PG. Jatitujuhterkadang belum
optimal, dan pelaksanaan operasional belum konsisten. Dimana,
seringkali dalam proses penapisan tidak diberi air siraman
sehingga pol blotong > 2 %, dan juga vaccum yang digunakan
tidak tercapai sesuai operasional.

43
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.3.8 Pengawasan Stasiun Pemurnian


Perhitungan efek pemurnian :
Tebu digiling = 3.267,7 ton ~ 32.677 ku
bnm = 10,04 %
pnm = 7,63 %
HKnm = 75,98 %
bne = 9,95%
pne = 7,70 %
HKne = 79,70%
pbl = 2,5 %
Blotong % tebu = 3,80 %
NMK = 34.481 ku
fnmk = 0,55 %
𝑓𝑛𝑚𝑘
Fnmk = x NMK
100
0,55
= x 34.481 ku = 189,64 ku
100

NM = NMK – Fnmk
= 34.481 ku – 189,64 ku
= 34.291,36 ku
𝑁𝑀
NM % tebu = 𝑘𝑢 𝑡𝑒𝑏𝑢 x 100
34291,36
= x 100 = 104,94 %
32677
𝑝𝑛𝑚
Pnm = x NM
100
7,63
= x 34.291,36 = 2.616,43 ku
100
𝑏𝑛𝑚
Bnm = x NM
100
10,04
= x 34.291,36 = 3.442,85 ku
100

BGnm = Bnm – Pnm


= 3.442,85 – 2.616,43 = 826,42 ku
BL = 1242,6
𝑝𝑏𝑙
Pbl = 100 x BL

44
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

2,5
= 100 x 1.242,6 = 31,06 ku

Pne = Pnm – Pbl


= 2.616,43 – 31,06 = 2.585,37ku
𝑃𝑛𝑒
Bne = 𝐻𝐾𝑛𝑒 x 100
2.585,37 𝑘𝑢
= x 100 = 3.243,88 ku
79,70

BGne = Bne – Pne


= 3.243,88 – 2.585,3 = 658,58 ku
𝐵𝐺𝑛𝑚−𝐵𝐺𝑛𝑒
EP = x 100
𝐵𝐺𝑛𝑚
826,42−658,58
= x 100
826,42

= 20,31 %
Tabel 3. 23 Hasil Analisa Stasiun Pemurnian
Keterangan Hasil analisa Standar
HK nm (%) 75,98 75
HK ne (%) 79,70 79
Kenaikan HKnm-ne 4 point -
Kadar kapur ne (ppm) 1022 <1000
Turbidity ne (ntu) 137 <150
pol blotong (%) 2,5 <2
Efek pemurnian (%) - 12-16
Flokulan (ppm) 3 1-3
Warna (IU) - 650
Phospat (ppm) - 100-300
Kadar phospat ne (ppm) - 20-50

Tabel 3. 24 Parameter Pemurnian


Uraian Satuan Standar
Suhu JH 1 ℃ 75
Suhu JH 2 ℃ 100 – 105
pH Def. 1 - 7,0
pH Def. 2 - 9,5
pH Sul.NM - 7,0
Be Susu kapur Be 5-6
High Vaccum cmHg 40-50
Low Vaccum cmHg 15-30

45
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.4 STASIUN PENGUAPAN


3.4.1 Penguapan
Penguapan merupakan proses pemisahan antara air dan nira, karena
nira encer masih mengandung air sekitar 80-85 %. Air yang terkandung
bisa berasal dari tebu itu sendiri atau saat proses seperti penambahan air
imbibisi, air yang terkandung dalam susu kapur, atau air pencuci blotong.
Proses penguapan akan terjadi perubahan dari fase cair menjadi gas,
sehingga dibutuhkan energi atau tenaga panas. Penguapan terjadi karena
adanya perpindahan panas atau energi dari bahan pemanas kepada nira
sebagai daya dorong.
Panas yang dipindahkan adalah :
q = U. A . ∆𝑡
dimana,
q = panas yang dipindahkan (kcal/jam)
U = koefisien perpindahan panas (kcal/m2/jam/oC)
A = Luas bidang pemanas (m2)
∆t = selisih suhu pemanas dan nira (oC)
Proses penguapan ini mempunyai tujuan untuk menguapkan air
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang secepatnya, maka penguapan
diusahakan agar kecepatan penguapan tinggi (waktu pendek), tidak terjadi
kerusakan sukrosa, tidak menimbulkan kesukaran dalam proses
selanjutnya, dan biaya yang serendah-rendahnya. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka penguapan di pabrik gula dilakukan secara multiple effect,
yaitu beberapa badan dihubungkan secara seri. Teori dasar yang digunakan
adalah 1 kg uap pemanas dapat menguapkan 4 kg air.
Di pabrik gula proses penguapan kebanyakan dilakukan menggunakan
sistem quadrupple effect dimana, empat badan penguapan dihubungkan
secara seri. Disamping dapat menghemat uap pemanas juga meringankan
beban kondesor, karena jumlah uap yang masuk kondensor berkurang.
Untuk mengurangi kerusakan sukrosa dan peruraian gula reduksi sekecil

46
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

mungkin maka proses dilakukan pada suhu dan tekanan yang rendah, yaitu
dengan mengatur tekanan disetiap badan penguapan.
Tabel 3. 25 Spesifikasi Badan Penguap
BP Type Tahun Ukuran Pipa Volume Jlh Pipa Pemanas Tebal Plat body
1 Shell & Tube 2016 Ø 35/38 x 3080 mm 17800 L 6220 Batang 16 mm
2 Pipa ditengah 1977 Ø 35/38 x 3080 mm 14240 L 4647 Batang 12 mm
3 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 3080 mm 14240 L 4647 Batang 12 mm
4 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 3080 mm 14240 L 4647 Batang 12 mm
5 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 2320 mm 8900 L 3854 Batang 16 mm
6 Pipa ditekan 1977 Ø 35/38 x 2320 mm 8900 L 3855 Batang 16 mm
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

Data hasil tekanan :


Brix NM = 10,04
Pol NM = 7,63
Brix NE = 9,95
Pol NE = 7,70
Tek. UBE = 0,9 kg/cm2
Vacuum BP IV = 62 CmHg
Suhu nira masuk PP 1 (t1) = 30oC
Suhu nira keluar PP 1 (t2) = 75oC
Suhu uap nira dari badan eva 1 (tv) = 101oC
Panas laten (r) = 538,3 kcal/kg
NE = 3376410 kg/jam
Panas jenis nira = 1 – (0,006 x 9,95)
= 0,940 kcal/kg.oC
SO2 yang diserap = 90 %

9,95
Jumlah air diuapkan ( W ) = 3376,41 x ( 1 − 61,87 )

= 2836,18 ton/jam
= 2836184,4 kg/jam
Distribusi Tekanan :
∆P Total = P Ube – P Vacuum BP Akhir

47
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

= 0,9 – 0,82
= 0,08 kg/cm2
Tekanan abs = ( 0,9 + 1 ) x 76 CmHg
= 144,4 CmHg
Tekanan abs badan akhir = 76 – 62 = 14 CmHg
Penurunan Tekanan
144,4 – 14 = 130,4 CmHg
∆P I = 144,4 - ( 11/40 x 130,4 )
= 108,54 CmHg
= 108,54 : 76 = 1,43 kg/cm2

∆P II = 108,54 – ( 10,3/40 x 130,4 )


= 74,96 CmHg
= 74,96 : 76 = 0,99 kg/cm2

∆P III = 74,96 – ( 9,7/40 x 130,4 )


= 43,34 CmHg
= 43,34 : 76 = 0,57 kg/cm2

∆P IV = 43,34 – ( 9/40 x 130,4 )


= 14
= 14 : 76 = 0,18 kg/cm2
Quadraple : 1 Kg uap menguapkan 4 Kg air.
Kebutuhan uap untuk evaporato :
1/4 x W total
= 1/4 x 2836184,4 kg/jam
= 709046,1 kg/jam = 709, 05 ton/jam
Panas jenis nira = 1 – 0,0056 x 9,95
= 0,9443

48
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Tabel 3. 26 Data Uap


Uap Masuk Tek. Abs ( kg/cm2 ) Suhu ( OC ) r ( kkal/kg )
UBE 2,7 130 518,9
Unit I 1,43 109 533
Unit II 0,99 99 539,5
Unit III 0,57 84 548,8
Unit IV 0,18 58 564,4
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

Uap nira badan I = 109 OC


Panas jenis nira = 1 – 0,0056 x 9,95
= 0,9443
𝑚.𝑐𝑝.∆𝑇
Uap untuk JH = 𝑟
3.376.410.0,9443.(80−30)
= 533

= 299.094,18 kg/jam
= 299,09 ton/jam
Air yang diuapkan di 4 badan:
IV =X
III =X
II =X
I = X + 299.094,18

Total air diuapkan = 4X x 299.094,18


2.836.184,4 = 4X x 299.094,18
X = 634.272,55 kg/jam
Jadi air diuapkan di :
Badan IV = badan III = badan II = 634.272,55 kg/jam
Badan I = 634.272,55 + 3.720,51
= 637.993,06 kg/jam
Brix dalam masing-masing badan:
9,95 𝑥 3.376.410
Badan 1 = = 12,27 oBe
3.376.410 −637.993,06

49
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

9,95 𝑥 3.376.410
Badan 2 = (3.376.410−637.993,06)−634.272,55 = 15,97 oBe
9,95 𝑥 3.376.410
Badan 3 = (3.376.410−637.993,06)−(2 𝑥634.272,55) = 22,86 oBe
9,46 𝑥 3.376.410
Badan 4 = (3.376.410−637.993,06)−(3 𝑥634.272,55) = 40,20 oBe

Brix rata – rata :


Badan I = ( 9,95 + 12,27 ) : 2
= 11,11 oBe
Badan II = ( 12,27 + 15,97 ) : 2
= 14,12 oBe
Badan III = ( 15,97 + 22,86 ) : 2
= 19,41 oBe
Badan IV = ( 22,86 + 40,20 ) : 2
= 31,53 oBe
Nira yang akan didihkan harus seminimal mungkin mengalami
kerusakan sukrosa sehingga dalam pelaksanaannya harus pada suhu
dibawah titik didih maka diimbangi dengan adanya vaccum. Secara teoritis
bahwa air menguap jika tekanan dipermukaan air lebih besar dari tekanan
ruang disekitarnya. Hal tersebut dapat terjadi dengan menghubungkan
ruang uap nira ke alat pembuat hampa (kondensor).
Operasional badan penguapan berbeda-beda untuk sistem penguapan
yang dilaksanakan di PG. Jatiujuh yaitu quadrupple effect dengan 4
rangkaian badan penguapan. Dan badan 2A dan 2B diparalelkan. Tujuan
pelaksanaan penguapan secara multiple effect selain untuk penghematan
uap juga menghindari pemanasan nira pada suhu tinggi.
3.4.1.1 Pengawasan
a. Permasalahan
1) Brix nk tidak tercapai.
2) Angka penguapan rendah.
3) Kebutuhan LP/100 ton tebu tinggi.
4) Boros uap.
5) Kondensat mengandung gula.

50
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

6) Pengerakan intensif.
7) Pembersihan kerak.
8) Inversi tinggi.
9) Pembentukan warna kuat.
10) Turbidity meningkat tajam.
b. Faktor operasional yang dikendalikan
1) Tekanan uap bekas.
2) Hampa BP terakhir.
3) Pengeluaran kondensat.
4) Pengeluaran air embun.
5) Pengeluaran gas tak terembunkan.
6) Pembersihan kerak.
7) Desain proses penguapan.
8) Kecepatan giling.
c. Pembentukan warna
1) Terbentuk terutama di BP I, di BP akhir sangat kecil
2) Makin tinggi suhu dan waktu tinggal pembentukan
warna makin besar.
3) Jika pemurnian baik, pH ke 7,0 – 7,2, suhu nira BP I <
105 °C, waktutinggal normal, maka pembentukan
warna < 15 % dari aslinya.
4) Suhu nira di BP I dapat mencapai 118 °C dengan
pewarnaan yang kecil apabila waktu < 2 menit.
5) Pewarnaan di evaporator meliputi: pewarnaan oleh
senyawa Fe, Maillard reaction, karamelisasi.
d. Turbidity
1) Dalam proses pemekatan nira selalu terjadi peningkatan
kadar zat tersuspensi.
2) Komposisi zat penyebab kekeruhan dalam NE.
3) Perubahan zat tersuspensi dari NE ke NK.
4) Perubahan zat tersuspensi anorganik.

51
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

5) Perubahan zat tersuspensi organic.


e. Parameter kinerja penguapan
Tabel 3. 27 Parameter Kinerja Penguapan
Parameter Standar
Brix nira kental 60 %
Inversi ne-nk Maks 0,2 %
Glukosa ratio Turun 4 %
Warna ne-nk Naik 4 %
Turbidity ne-nk Naik 10 %
Penurunan pH 0,3 point
Gula dalam kondensat Nol
Angka penguapan 24-28 kg/m2/jam
3.4.1.2 Evaluasi
Kinerja badan penguapan PG.Jatitujuh sering kali
terkendala suplai uap bekas dibawah standar. SOP yang
dijalankan di PG. Jatitujuh uap bekas 1,2 kg/cm2 namun dalam
pelaksanaannya uap bekas tertinggi yang sering tercapai sebesar
1,0 kg/cm2. Upaya yang dilakukan agar brix nira kental tetap
tercapai maka jumlah air imbibisi di stasiun gilingan harus
dikendalikan, vaccum badan akhir harus tercapai setidaknya nira
dapat ditahan dibadan akhir agar air dapat diuapkan lebih banyak.
3.4.2 Pembuatan Hampa
Stasiun penguapan sangat membutuhkan alat pembuat hampa, karena
proses penguapan memerlukan suhu yang tinggi untuk dapat menguapkan
air sebanyak mungkin agar diperoleh Be nira kental 30o dengan kerusakan
sukrosa dan perpecahan gula reduksi yang minimal maka suhu pendidihan
nira harus dibuat vaccum agar nira tetap dapat mendidih jika dibawah suhu
pendidihannya.

52
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Pada umumnya peralatan pembuat hampa terdiri dari suatu bejana


pengembun serta pompa hampa, pada bejana pengembunan uap air diubah
menjadi embun sehingga tekanannya hilang, sedangkan pompa bertindak
mengeluarkan gas-gas atau udara yang terbawa bersama uap.
Tabel 3. 28 Spesifikasi Alat Pembantu Hampa

Merk PT. Trisula Abadi


Type Silinder Vertical
Ukuran Ø 2700 x 5400 mm
Tahun 1995
Kapasitas 30,9 m³
Tebal Plat 10 mm
Kondisi 70%
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

Perhitungan letak ketinggian kondensor dan operasional kondensor


1 atm = 76 CmHg
Bj air raksa = 13,6
Maka, tinggi kolom air = 76 x 13,6
= 1033,6 cm
= 10,4 m
Kebutuhan air injeksi dapat dihitung derngan rumus :
607+0,3 (𝑡𝑢−𝑡𝑎)
W= kg air/kg uap
𝑡𝑎−𝑡𝑖

Dimana :
tu : suhu uap
ta : suhu air jatuhan
ti : suhu air injeksi
Diasumsikan bahwa 1 kg uap menguapkan 1 kg air
Kapasitas giling : 4.500 TCD
NE % tebu : 100%
Brix nira encer : 9,95
Brix nira kental : 61,87
Suhu uap ( 62 CmHg ) : 58 oC
Suhu air jatuhan : 45 o C

53
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Suhu air injeksi :31 o C


607+0,3 (𝑡𝑢−𝑡𝑎)
W= kg air/kg uap
𝑡𝑎−𝑡𝑖
607+0,3 (58−45)
W= kg air/kg uap
45−31

= 43.64 kg air/kg uap


NE = 4.500 x 100 %
= 4.500 ton/hari
𝑏𝑛𝑒
W = NE x ( 1- )
𝑏𝑛𝑘
9,95
= 4.500 x ( 1- 61,87 )

= 3.780 ton/hari
3.4.2.1 Pelaksanaan dan pengawasan
Pengembunan uap dapat terjadi apabila uap jenuh pada suhu
tertentu bersinggungan dengan bahan atau ruang yang suhunya
lebih rendah, oleh sebab itu digunakan bejana yang disebut
kondensor. Pada alat ini pada dinding bagian dalam juga bagian
tengah terdapat sekat-sekat sehingga apabila air dialirkan dari atas
dapat mengalirkebawah merupakan tabir-tabir air yang
menimbulkan atau menjadi ruang kondensasi untuk
mendinginkan uap nira yang masuk. Panas kondensasi yang
keluar dari uap nira harus dikeluarkan, dengan demikian air
embun dan air injeksi (sebagai pendingin) harus dikeluarkan
melalui bagian tengah dari dasar bejana dan dialirkan kesebuah
pipa yang merupakan air jatuhan. Air pendingin harus dapat
mengalir denganlancar, maka dilakukan pengeluaran berdasarkan
gravitasi, sehingga bejana ditempatkan minimal 10,3 m diatas
permukaan air tanah.
Kondensor merupakan alat penukar panas menggunakan air
pendingin sebagai penyerap panas latent dari uap nira, maka baik
buruknya kerja alat dapat diketahui dari air jatuhannya. Suhu air
jatuhan yang ideal adalah sama atau mendekati suhu air injeksi.

54
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Agar uap nira dapar mengalir ke bejana, maka harus ada beda
tekanan sebelum penguapan dijalankan ini harus dibuat vaccum
dengan jalan menghisap udara yang ada didalamnya dengan
menggunakan pompa penghisap udara (pompa vaccum) dengan
adanya tekanan yang lebih rendah pada kondensor, uap nira dari
badan penguapan terakhir akan tertarik masuk kedalam bejana
pengembunan. Dengan adanya pengembunan ini akan terjadi
penurunan tekanan uap (vaccum), hal ini terjadi karena adanya
pengecilan volume. Dari volume molekul uap yang besar menjadi
air dengan volume yang lebih kecil, sehingga timbul ruang
hampa/vaccum. Untuk menghilangkan gas-gas yang tak
terembunkan, maka pompa hisap udara/gas dijalankan terus agar
gas-gas tersebut dapat dibuang keluar akibat terhisap oleh
pompatadi. Dengan demikian vacuum didalam kondensor dapat
stabil. Selain hal tersebut diatas untuk menghindari penurunan
tekanan vacuum, maka suplesi atau penambahan debit air injeksi
perlu dilakukan.

3.4.2.2 Kesulitan dan cara mengatasi


a. Hampa tidak tercapai yang disebabkan kurangnya jumlah air
injeksi, ada kebocoran pada pipa-pipa atau penyumbatan
pada pipa air injeksi (inlet). Cara mengatasinya dengan
menambah jumlah air injeksi, membersihkan penghambat
masuknya air injeksi, mencari kebocoran dan memperbaiki
pipa – pipa.
b. Pompa hampa tidak dapat bekerja maksimal karena tekanan
uap dari ketel tekanan rendah untuk menggerakkan Mesin
Uap kurang. Cara mengatasinya dengan memberikan suplesi
uap dari ketel tekanan tinggi.
c. Suhu air jatuhan terlalu tinggi, cara mengatasinya dengan
menambah air injeksi atau suhu air injeksi harus dipenuhi

55
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

dengan memanfaatkan air jatuhan yang didinginkan


menggunakan spray pond.
3.4.3 Pengeluaran Air Embun
Tujuan pengeluaran air kondens adalah agar tidak menghambat
perpindahan panas dari bahan pemanas ke nira di badan penguapan. Untuk
mengeluarkan air kondens pada stasiun penguapan digunakan tangki
penampung air kondens dan pompa sentrifugal.
Air embun dari masing-masing badan ditampung pada bak air
embun, di Pabrik Gula menggunakan pompa untuk pengeluaran air embun
badan penguap nomor 1 dan 2, pompa inidigerakkan olek electromotor,
sedangkan pada badan penguap nomor 3 menggunakan Michailispot, dan
badan nomor 4, 5 selain menggunakan michailispot juga menggunakan
electromotor, selanjutnya air embun dari badan penguap nomor 1, 2 dan 3
ditampung tersendiri dan dipompa ke tangki air pengisi ketel, sedangkan
untuk badan yang beroperasi selanjutnya dipompa ke tangki penampung
air embun (khusus yangmengandung gula) kemudian digunakan untuk
keperluan proses, terutama air imbibisi dan keperluan stasiun puteran.
Pada prinsipnya air embun dari badan penguap dianalisis, apabila
mengandung gula maka air embun tersebut digunakan untuk keperluan
proses, sedangkan jika tidak mengandung gula digunakan untuk keperluan
ketel.
3.4.3.1 Pelaksanaan dan pengawasan
Air embun dari badan penguapan harus dikeluarkan dengan
lancar karena akan mempengaruhi vacuum dan proses penguapan
tidak berjalan sesuai SOP, setiap badan pengeluaran air embun
harus dianalisa skarbloom terlebih dahulu. Untuk air embun
badan 1 digunakan untuk APK sedangkan badan selanjutnya
untuk air proses.
3.4.3.2 Kesulitan dan cara mengatasi
a. Pompa tarik tidak berfungsi dengan baik sehingga perlu
diganti cadangan terlebih dahulu.

56
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

b. Air embun tidak jatuh lancar akibat suhu belum tercapai,


diatasi dengan suplesi pada badan penguapan atau
pembenahan vacuum badan tersebut.

3.5 STASIUN KRISTALISASI


3.5.1 Sulfitasi Nira Kental
Pemberian gas SO2 pada nira kental selain untuk menurunkan pH ,
juga digunakan untuk menurunkan efek pewarnaan yang dihasilkan selama
proses penguapan. Agar warna nira kental yang akan mengalami
penguapan lanjutan tidak terlalu pekat dan gula hasil dapat lebih putih.
Nira kental dengan brix ± 60 yang keluar dari evaporator akan
mengalami pemucatan (bleaching). Proses pemucatan yaitu karamel dalam
garam ferri dengan gas SO2 akan menyebabkan terbentuknya garam ferro
yang tidak terlalu gelap. Pengawasan proses sulfitasi nira kental hanya
berdasarkan pH output. Apabila telah tercapai, maka proses dianggap telah
barjalan lancar, pH input nira kental masuk 8 dengan pH output keluar 7.
3.5.2 Pan Masak
Sasaran proses dari stasiun kristalisasi yaitu menghasilkan SHS
sebanyak-banyaknya yang memenuhi standar baik warna maupun ukuran
kristal, menekan sekecil mungkin kehilangan pol terbawa tetes, sirkulasi
brix yang rendah sehingga diperoleh keuntungan ekonomis,
penghematan kalori, kenaikan kapasitas giling, dan menekan kehilangan
secara chemis dan mekanis.
Pan masak difungsikan untuk menjalankan tugas pengkristalan
dimana pembentukan kristal terjadi mula-mula larutan nira encer jarak
antar molekul sukrosa jauh, diuapkan airnya sampai jenuh sehingga
jarak antar molekul semakin dekat, terjadi tabrakan semakin sering,
terjadi penggabungan, dan terbentuk rantai yang disebut submikron.
Diuapkan airnya sampai kelewat jenuh, submikron-submikron
bergabung menjadi satu membentuk inti kristal, penggabungan ini terjadi

57
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

pada konsentrasi yang tinggi, pembesaran kristal dengan menempelnya


sukrosa pada inti kristal dapat terjadi pada konsentrasi lebih rendah.
Vacuum pan PG.Jatitujuh berjumlah 6 unit dengan 3 unit vaccum pan
digunakan untuk masakan A, 1 unit vaccum pan untuk masakan C, dan 2
unit untuk masakan D. Berikut spesifikasi alat yang ada di PG.Jatitujuh.
Tabel 3. 29 Spesifikasi Vacuum Pan
No LP Volume Diameter Pipa Tinggi Pan Pemanas Jlh Pipa Jenis
Pan (m2) ( HL ) (mm) (mm) Pemanas Pan Masak
1 330 550 95/101 5694 1300 Tromol A
2 330 550 95/101 5694 1300 Tromol A
3 330 550 95/101 5694 1300 Tromol C
4 330 550 95/101 5694 1300 Tromol D
5 330 550 95/101 5694 1300 Tromol D
6 330 550 95/101 5694 1300 Tromol A
Sumber : PG. Jatitujuh

Tabel 3. 30 Spesifikasi Alat Bantu Pan Masak


Ø Ø Pipa Ø Pipa Ø Pipa Ø Pipa Air
Condensor Condensor Tinggi Uap Nira Vacuum Sentral Jatuhan
1 1675 mm 3500 mm 800 mm 10" 700 mm 700 mm
2 1680 mm 3560 mm 800 mm 10" 700 mm 700 mm
3 1656 mm 3550 mm 800 mm 10" 700 mm 700 mm
4 1509 mm 3680 mm 800 mm 10" 700.mm 700.mm
5 500 mm 3300 mm 800 mm 10" 700 mm 700 mm
6 1500 mm 3300 mm 820 mm 10" 700 mm 700 mm
Sumber : PG. Jatitujuh
3.5.2.1 Pengawasan
Variabel dari proses pengkristalan ialah suhu, vaccum,
kecepatan penguapan, kemurnian bahan dasar larutan induk, dan
keadaan lewat jenuh. Sedangkan kecepatan penguapan sendiri
dipengaruhi ukuran kristal, kejenuhan larutan, pemanas, suhu,
kemurnian. Pembersihan pan dilakukan dengan pendidihan air
tiap seminggu sekali. Pemasukan dan pengeluaran air harus lancar
agar tetap menjaga kebersihan bidang pemanas. Vaccum harus
diatur dan dipertahankan pada harga yang sudah ditentukan
minimal 79,8 cmHg untuk masakan terakhir.

58
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

1. Rencana masak
Dari hasil analisa bahan di stasiun masakan tanggal
04 Agustus 2017, diperoleh data bahan sebagai berikut :
HK nira kental = 79,97
HK enwuift A = 83,19
HK klare SHS = 96,03
HK stroop A = 72,38
HK klare D = 59,33
HK stroop C = 50,78
HK magma C = 92,59
HK magma D = 93,33
Perhitungan rencana masak masakan D jika diharapkan
HK masakan D turun 62 volume 450 HL maka
banyaknya bahan yang dibutuhkan jika menggunakan
stroop C dan klare D.
V1 x HK1 + V2 x HK2 = Vcamp x HKcamp
V1 x 50,78 + (400 – V1) x 59,33 = 400 x 59
50,78V1 + 23.732 – 59,33V1 = 23.600
-8,55 V1 = 23.600–23.732
V1 = 15.43 HL ~ 15 HL
V2 = 400 – V1
= 400 – 385
= 385 HL
Jadi untuk klare D bahan yang dibutuhkan 15 HL dan
stroop C 385 HL.
Perhitungan rencana masakan C diharapkan HK turun 70
volume 400 HL dengan menggunakan bahan stroop A dan
klare D.
V1 x HK1 + V2 x HK2 = Vcamp x HKcamp
V1 x 72,38 + (400 – V1) x 59,33 = 400 x 70
72,38V1 + 23.732 – 59,33V1 = 28.000

59
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

13,05 V1 = 28.000 - 23.732


V1 = 327,04 HL ~ 327 HL
V2 = 400 – V1
= 400 – 327
= 73 HL
Jadi untuk diperoleh HK masakan C turun 70 dengan
volume 400 HL maka stroop A yang dibutuhkan sebanyak
327 HL dan klare D 73 HL.
Perhitungan rencana masakan A diharapkan HK turun 83
volume 400 HL dengan menggunakan bahan nira kental
dan klare SHS.
V1 x HK1 + V2 x HK2 = Vcamp x HKcamp
V1 x 79,97 + (400 – V1) x 96,03 = 400 x 83
79,97V1 + 38.412– 96,03V1 = 33.200
-16,06 V1 = 33.200 -38.412
V1 = 324,53 HL ~ 324HL
V2 = 400 – V1
= 400 – 324
= 76 HL
Jadi untuk diperoleh HK masakan A turun 83 dengan
volume 400 HL maka nira kental yang dibutuhkan
sebanyak 324 HL dan klare SHS 76 HL.

60
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

2. Neraca brix
Tabel 3. 31 Data Bahan
Bahan % Brix HK
Nira kental 61,87 79,97
Masakan A 93,30 86,78
Masakan C 94,30 74,97
Masakan D 94,90 64,10
Stroop A 79,30 72,38
Melases 84,10 34,36
Klare SHS 70,05 96,03
Klare D 77,60 59,33
Stroop C 83,10 50,78
Magma C 87,70 92,59
Magma D 88,50 93,33
Gula A 98,90 98,79
Gula C 97,60 96,00
Gula D1 94,20 87,26
Gula DII 95,60 94,87
Gula SHS 99,98 99,95

Asumsi BNK = 100 ton


𝐻𝐾𝑛𝑘−𝐻𝐾𝑚
BSHS = 𝐵𝑁𝐾 × 𝐻𝐾𝑠ℎ𝑠−𝐻𝐾𝑚
79,97 - 34,36
= 100 x 99,95 -34,36
45,61
=100 x 65,59 = 69,54 ton

Bm = BNK − BSHS
= 100 – 69,54
= 30,46 ton
HKglDI− HKm
Bmsk D =Bm × HK
glDI − HKmsk D

87,26 −34,36
= 84,10 x87,26 −64,10

61
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

52,90
= 84,10 x 23,16 = 192,09 ton

BglDI = Bmsk D − Bm
= 192,09 – 84,10
= 107,99 ton
HKglDI−HK
klD
Bgl DII =HK × Bgl DI
glDII −HKklD

87,26 -59,33
= 94,87 -59,33 x 107,99

= 84,26 ton
Bkl D = Bgl DI – Bgl DII
= 107,99 – 84,26
= 23,73ton
Bst A untuk masakan D = (Bmsk D – Bkl D)
= 192,09 – 23,73
= 168,36 ton
HKgl A− HKst A
Bmsk A = Bst A utuh x HK
gl A − HKmsk A

98,79 −72,38
= 79,30 x 98,79 −86,78
26,41
= 79,30 x 12.01

= 174,38 ton

Bgl A = Bmsk A − Bst A utuh


= 174,38 – 79,30
= 95,08 ton
3. Purity Drop ( beda HK masakan dengan HK stroopnya )
Masakan A
Purity drop = HK masakan A – HK stroop A
= 86,78 – 72,34
= 14,44

Masakan C

62
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Purity drop = HK masakan C – HK Stroop C


= 74,97 – 50,78
= 24,19
Masakan D
Purity drop = HK masakan D – HK tetes
= 64,10 – 34,36
= 29,74
4. Pemerahan Masakan
Kristal % pol masakan A :
𝐻𝐾 𝑚𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴−𝐻𝐾 𝑠𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
Kristal % brix masakan A = x 100%
100−𝐻𝐾 𝑠𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
86,78−72,34
= x 100%
100−72,34

= 52,20
𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑟𝑖𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
Kristal % pol masakan A = x 100%
𝐻𝐾 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
52,20
= 86,78 x 100%

= 60,15%
Kristal % pol masakan C
𝐻𝐾 𝑚𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶−𝐻𝐾 𝑠𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
Kristal % brix masakan C = x 100%
100−𝐻𝐾 𝑠𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
74,97−50,78
= x 100%
100−50.78

= 49,15%
𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑟𝑖𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
Kristal % pol masakan A = x 100%
𝐻𝐾 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
49,15
= 74,97 x 100%

= 65,56 %
Kristal % pol masakan D
𝐻𝐾 𝑚𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷−𝐻𝐾 𝑡𝑒𝑡𝑠
Kristal % brix masakan C = x 100%
100−𝐻𝐾 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠
64,10−34.36
= x 100%
100−34.36

= 45,31 %
𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑟𝑖𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷
Kristal % pol masakan A = x 100%
𝐻𝐾 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷

63
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

45,31
= 64,10 x 100%

= 70,69%
3.5.2.2 Kesulitan dan cara mengatasi
a. HK bahan yang digunakan dibawah standar sehingga bahan
masak digunakan harus berganti – ganti.
b. HK masakan turun tidak sesuai norma sehingga tidak
diperoleh warna dan kualitas gula yang putih.
c. Kurangnya air injeksi yang dibutuhkan di kondensor individu
yang mengakibatkan hampa dipan masak turun, gangguan
hampa tersebut akan sangat berpengaruh pada suhu masakan,
dimana kemungkinan gangguan suhu larutan akan memasuki
daerah encer yang akan melarutkan kristal atau sulit untuk
membesarkan kristal (kristal lembut) cara mengatasi
mengurangi salah satu pan yang aktif.
3.5.3 Palung Pendingin
Proses kristalisasi lanjut sebagai akibat dari pendinginan lanjut dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa kemungkinan lahirnya kristal-kristal baru,
yang harus dilakukan dengan membuat masa selalu bergerak atau
bersirkulasi agar terjadi pencampuran yang merata dari larutan
disampingnya dan terjadi gerakan dari butir-butir kristal.

Tabel 3. 32 Spesifikasi Palung Pendingin


Palung Volume ( HL ) Jumlah
D 580 6
C 580 2
A 580 3
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

64
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.5.3.1 Operasional alat


Suhu masakan turun dari pan masakan 70oC, pendinginan
dipalung dibatasi hingga suhu 40-43oC lebih rendah dari pada itu
tidak berguna karena viskositas tinggi sukar diputar, sehingga
akan membutuhkan pemanasan kembali sebelum diputar agar
viskositas rendah. Masakan A tidak perlu selalu didinginkan
seperti masakan D, jika kadar kristal dalam pan sudah cukup
tinggi, pendinginan menaikan viskositas (malahan dapat
memadat), sehingga dibutuhkan pengenceran akhirnya
keuntungan menjadi tidak berarti.Pelaksanaan pendinginan di
PG.Jatitujuh dilaksanakan hanya untuk masakan D dengan
menggunakan 6 palung yang tersedia.

3.5.3.2 Kesulitan dan cara mengatasi


Suhu pendinginan masakan D masih diisyaratkan 40-43℃
(Soejardi, 1985). Menurut Jenkins menganjurkan 38 ℃. Foster
(Soejardi, 1985) mendapatkan setiap penurunan 4 ℃ akan
menurunkan HK masakan (HK moderloog) sebesar 1 point. Jadi
pendinginan sampai suhu optimal perlu dilakukan terutama untuk
masakan D. Dari kenyataan diatas suhu pendinginan yang masih
relatif pendek atau air pendinginan tidak cukup.

3.6 STASIUN PEMUTARAN DAN PENYELESAIAN


3.6.1 Pemutaran
Stasiun putaran merupakan tempat proses pemisahan butir kristal
dari larutan induknya. Masakan dari hasil proses pengkristalan dalam pan
merupakan suatu massa campuran terdiri dari larutan kristal sakarosa.
Sesudah mengalami pendinginan dalam palung pendingin, selanjutnya
dipisahkan antara kristal dengan larutan nya. Dengan gaya sentrifugal,
masakan yang ada didalam putaran terlempar keluar, kristal ditahan oleh
saringan, larutan induk menerobos saringan, maka masakan terpisahkan
menjadi kristal dan larutan induknya disebut stroop atau tetes.

65
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Alat pemutaran masakan dipabrik gula disesuaikan dengan sistem


masak, PG. Jatitujuh memiliki putaran HGF (High Grade Fugal) untuk
masakan A dan LGF (Low Grade Fugal) untuk masakan D. Berikut
spesifikasi alat yang ada di PG. Jatitujuh :

Tabel 3. 33 Spesifikasi High Grade Fugal


Spesifikasi Putaran A Putaran SHS
Jumlah 3 2
Ukuran 54" x 42" dan 50" x 40" 54" x 42"
Rpm Putaran 1200 dan 1473 1200
Kapasitas 22 ton/jam 22 ton/jam
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

Tabel 3. 34 Tabel Low Grade Fugal


Spesifikasi Putaran Gula D1 Putaran Gula D2 Putaran LG C
Jumlah 5 2 2
Ukuran 1130 1130 -
Rpm
Puteran 1900 1600 1480
Kapasitas 4 - 8 ton 4 - 8 ton 15 ton
Sumber : Pengolahan PG. Jatitujuh

1. Operasional alat
a. High grade fugal
Pemutaran masakan A menggunakan high grade fugal
dengan rpm putaran yang tinggi, high grade fugal ada dua jenis
yaitu high grade fugal yang menghasilkan gula A, dan high
grade fugal yang menghasilkan gula produk (SHS). Air siraman
yang digunakan merupakan air hangat dengan suhu 50-60oC.
b. Low grade fugal
Pemutaran menggunakan low grade fugal biasanya untuk
masakan C atau D tergantung sistem masak, di PG.
Jatitujuhuntuk low grade fugal sudah berjalan secara kontinyu
type BMA. Masakan D diputar dua tahap yaitu dihasilkan gula
D1 dan gula D2 dengan air siraman untuk D1 berupa air dingin,

66
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

dan D2 menggunakan air hangat suhu 50-60oC. rpm putaran


yang digunakan berkisar 200-1500 rpm.
2. Pelaksanaan dan pengawasan
a. High grade fugal
High grade fugal masakan A akan menghasilkan gula A dan
stroop A, sedangkan high grade fugal gula A akan menghasilkan
gula SHS dan klare SHS.
Bahan yang akan diputar masuk dalam saringan dan karena
adanya gaya sentrifugal bahan tersebut tertarik ke saringan
kemudian diberikan air pencuci agar stroop ataupun klare dapat
dipisahkan semaksimal mungkin sehingga bukan gula atau
penyebab warna dapat dihilangkan. Kemudian dilihat sudah
bersih gula yang menempel disaringan dilepas menggunakan
penggaruk.
Standar operasional untuk high grade fugal antara lain :
1) Nozzle berfungsi dengan baik
2) Rpm maksimum 1200
3) Pembersihan cover screen setiap 1 jam
4) Pengencer mixer dengan air bersih
5) Kehilangan pol seminimal mungkin
6) Tekanan pompa siraman 4 kg/cm2
Diupayakan dihasilkan gula A yang putih dengan kriteria:
1) Gula A (%) brix 99,0-99,5 HK95,5 -96
2) Stroop A (%) brix 83,5-84,5 HK62,5-63,5
b. Low grade fugal
Low grade fugal pada masakan D dilakukan dua tahap yaitu
masakan D diputar menghasilkan gula D1 dan tetes, kemudian
gula D1 diputar kembali menghasilkan gula D2 dan stroop D.
Low grade fugal secara prinsip sama dengan high grade
fugal yang membedakan adalah bahan putaran dilakukan secara
kontinyu.

67
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Standar operasional low grade fugal antara lain:


1) Pembersihan saringan setiap 1 jam
2) Rpm maksimum 2200
3) Gula D2 visual putih
4) Siraman dengan air bersih
5) HK tetes maksimum 32
6) Kehilangan pol seminimal mungkin
Optimalisasi pemberian air siraman terhadap kualitas
produk:
1) Gula D1(%) brix 97,5 -98,5 HK87-88
2) Tetes (%) brix 90,0 -93,0 HK30-32
3) Gula D2(%) brix 97,0-98,0 HK90-93
4) Klare D (%) brix 80,0-82,0 HK67-68
3. Kesulitan dan cara mengatasi
a. Saringan sobek terjadi karena banyaknya kotoran pada
masakan yang akan diputar sehingga banyaknya kristal yang
ikut terbawa dengan larutan induk.
Cara mengatasi : Mengganti saringan yang baru
b. Saringan buntu terjadi karena dalam masakan terdapat
banyak kristal palsu sehingga bila diputar stroop sulit lepas
dari kristal gula yang akan membuat hasil gula jelek.
Cara mengatasi : Lebih memperhatikan mutu masakan turun
c. Pemberian air siraman pada putaran yang terlalu banyak
dapat
menyebabkan kristal terkikis.
Cara mengatasi :
- Untuk putaran LGF dengan pemberian air sesuai dengan
pemasukan bahan masakan yang akan diputar
- Untuk putaran HGF dengan pemberian air sesuai dengan
mutu masakan yang akan diputar.

68
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.6.2 Penyelesaian
Tahap penyelesaian di pabrik gula merupakan langkah
pengkondisian hasil produksi, kristal gula produk yang telah dihasilkan di
dalam proses pemutaran gula masih mengandung air sehingga belum
memenuhi syarat penyimpanan. Gula hasil puteran tadi suhunya masih
cukup tinggi dan masih basah sebagai akibat adanya pemberian air panas
dan uap baru selama diputar. Kadar basah dari suatu hasil produksi,
merupakan salah satu syarat, kalau kadar basah tersebut terlampaui maka
hasil akan menjadi rusak.Untuk menurunkan kandungan air yang masih
ada di dalam kristal gula tersebut diperlukan unit alat pengeringan.Maksud
pengeringan, agar air yang terkandung dalam hasil tidak melampaui
ketentuan.
1. Operasional alat
Unit penyelesaian dipabrik gula meliputi sugar dryer dan
pengemasan, gula yang keluar dari putaran terakhir jatuh ke
grasshoper dan bergerak menuju bucket elevator (tangga yacoob),
kemudian masuk ke alat pengering gula/sugar dryer. Dalam
pengeringan gula diberikan hembusan udara panas dari bawah
lewat plat yang berlubang-lubang dengan suhu 80ºC - 90ºC. Udara
panas diperoleh dari udara yang tersaring dan dialiri uap baru
dengan tekanan 3 kg/cm2. Dengan gerakan pegas gula terus
berjalan sampai daerah pendinginan dan diberi hembusan udara
kering dengan suhu 30ºC - 40ºC. Debu gula dihisap oleh
penangkap debu dan disemprot dengan air sedangkan udara panas
yang bebas dari debu gula akan keluar melalui cerobong.
Gula yang telah dingin kemudian akan melewati saringan gula
untuk mendapatkan hasil gula produk yang bersih dan BJB yang
sesuai dengan standar dan selera pasar maka, agar antara gula
kotor, gula seperti debu, gula krikilan dan gula kristal produk dapat
terpisah- pisahkan.

69
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Gula yang keluar dari Sugar Cooler masuk ke saringan getar


(vibrating screen). Di dalam saringan ini gula akan dipisahkan
antara gula produk, gula kasar/krikilan dan gula halus. Gula
kasar/krikilan dan gula halus dilebur kemudian dipompa ke peti
nira kental, sedangkan gula produk menuju ke sugar bin yang
dilengkapi dengan alat pengeluaran otomatis yang setiap membuka
mengeluarkan gula 50 kg, selanjutnya dikemas dalam karung yang
dilapisi plastik (inner bag).
Di Pabrik Gula Jatitujuh susunan saringan gula ada 2 tingkat
yaitu:
a. Saringan atas : untuk memisahkan gula produk dengan
gula kasar/krikilan. Ukuran lubang 6 mesh.
b. Saringan bawah : untuk memisahkan gula produk dengan
gula halus. Ukuran lubang 32 mesh.
2. Gudang
Menjaga baik kualitas maupun kuantitas dari gula produk
serta agar dapat bertahan dalam waktu-waktu tertentu maka,
dibutuhkan tempat penyimpanan yang sering di sebut Gudang. PG.
Jatitujuh memiliki 2 gudang gula. Kapasitas 1 Gudang gula di PG
Jatitujuh adalah 90.000 kuintal.
a. Persyaratan gula
Penentuan gula yang harus dikarungi dan disimpan
di gudang hasil, hanya dilakukan pengawasan secara visual
terhadap warna dan kekeringan kristal. Kalau dalam
pengamatan tersebut ternyata ada kelainan, maka perlu
kiranya gula tersebut dilebur untuk dimasak kembali.
b. Syarat gudang gula
Untuk menghindari kerusakan gula selama penyimpanan,
maka perlu ditetapkan syarat-syarat gudang gula. Adapun
syarat-syarat gudang gula sebagai berikut :

70
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

1) Bebas dari kebocoran.


2) Kelembapan rendah.
3) Tinggi, lebar tanpa gangguan dari bangunan-
bangunan lain sehingga sehari penuh dapat disinari
dengan sinar matahari.
4) Suhu ± 30oC
5) Alas dan dinding tidak merembeskan air.
6) Dapat menampung semua hasil produksi.
7) Bebas dari bahaya banjir.
8) Lantai gudang harus selalu kering ( susunan lantai :
beton, gedeg, sesek, pasir, gedeg, sesek )
9) Tersedia alat pemadam kebakaran, hygrometer,
thermometer.
c. Operasi gudang gula
Agar gudang gula dapat menampung hasil produksi
sebanyak mungkin, maka perlu kiranya karung-karung
yang disusun dengan cara tersendiri seperti berikut :
1) Agar sebanyak mungkin dapat menyimpan gula
dalam ruang tertentu.
2) Tumpukan serapat mungkin, jadi dalam tumpukan
terdapat udara sedikit mungkin.
3) Agar karung-karung terletak pada bidang seluas
mungkin dan saling mendukung, sehingga
pecah/bocor dari karung dapat dihindarkan.
4) Tidak menjadikan karung dapat meluncur atau
terjatuh.
Gula yang telah dikemas dengan berat 50kg
selanjutnya ditimbun di penimbunan sementara. Ini
bertujuan agar dapat diketahui produk gula hari ini.
Setelah satu hari gula tersebut disimpan dalam gudang
gula.

71
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.7 LABORATORIUM
Laboratorium adalah tempat untuk melaksanakan analisa. Hasil dari
analisa tersebut nantinya akan dipakai untuk pengawasan proses pabrikasi serta
penilaian hasil kerja dari stasiun-stasiun di pabrik gula. Data yang diperoleh akan
menjadi dasar pengawasan terhadap jalannya proses dan dapat segera mengambil
langkah-langkah yang dianggap perlu untuk dilakukan, dengan
mempertimbangkan angka-angka standart yang telah ditetapkan dan
membandingkan dengan angka-angka pengawasan yang diperoleh, maka dapat
diketahui adanya penyimpangan-penyimpangan dalam proses.
Untuk mendapatkan hasil analisa yang tepat, maka dalam cara
pengambilan contoh harus benar-benar mewakili bahan yang akan dianalisis. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan analisa adalah :
a. Tempat pengambilan contoh.
b. Cara pengambilan contoh.
c. Perlakuan terhadap contoh.
Laboratorium adalah suatu ruangan yang dilengkapi dengan bahan-bahan
kimia dan peralatan - peralatan yang digunakan untuk melakukan analisis. Hasil
analisis dipergunakan sebagai dasar proses perhitungan dan pengawasan pabrikasi
serta penilaian kinerja stasiun-stasiun di PG. Jatitujuh. Pengambilan contoh untuk
analisis harus mewakili keseluruhan bahan sehingga diperoleh hasil analisis yang
tepat dan benar.Tujuan diadakannya analisa :
a. Untuk mengetahui seberapa besar gula yang diperoleh dari bahan baku
yang masuk, sehingga kehilangan gula dapat ditekan.
b. Untuk mengetahui apakah proses yang dilakukan sudah memenuhi
ketentuan sehingga apabila terjadi penyimpangan segera dapat
diketahui dan diatasi.
c. Menjaga agar kwalitas produksi sesuai yang diharapkan, sehingga dari
hasil analisa tersebut juga akan diketahui efektivitas alat yang
digunakan.

72
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.7.1 Macam Analisa


Jenis analisa yang ada dipabrik gula meliputi seluruh proses
pengolahan tebu dari awal hingga menjadi gula, analisa yang ada dibagi
menjadi beberapa waktu antara lain analisa yang dilakukan setiap jam
meliputi nira-nira gilingan, nira mentah, dan bahan yang jalannya kontinyu
dalam pabrikasi, kemudian ada analisa yang dilakukan tiap 2 jam, 8 jam,
dan saat turun. Untuk waktu-waktu tersebut disesuaikan dengan bahan
yang biasanya dalam proses terjadwal ada setiap jam tersebut. Berikut
jenis analisa yang dilakukan dalam proses pabrikasi di PG. Jatitujuh.
Tabel 3. 35 Jenis Analisa Pabrik Gula
Bahan yang dianalisa Jenis analisa
Tiap 1 jam
Nira Gilingan Brix, pol
Nira Mentah Brix, pol, pH, dan turbidyty
Air Pengisi Ketel
Tiap 2 Jam
Brix, pol, kadar kapur, pH, dan
Nira encer
turbidity
Blotong Pol dan zat kering
Ampas Pol dan zat kering
Nira kental penguapan Brix, pol
Nira kental sulfitasi Brix, pol
Klare D Brix, pol
Tetes Brix, pol
Klare SHS Brix, pol
Stroop A Brix, pol
Stroop C Brix, pol
Magma C Brix, pol
Magma D Brix, pol
Einwurf Brix, pol
Tiap 4 Jam
Nira Mentah Gula Reduksi
Nira Encer Gula Reduksi
Tiap 8 Jam
Gula A, D1, D2, dan SHS Brix, pol
Tiap Turun
Masakan A Brix, pol
Masakan C Brix, pol
Masakan D Brix, pol

73
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.7.2 Perhitungan dan Pembuatan Laporan 15 Harian


Laporan 15 harian atau disebut laporan periode merupakan
gambaran hasil yang dicapai setiap hari selama 15 hari. Hasil pengamatan,
pengukuran, dan perhitungan setiap hari dicacat dalam buku laporan
harian, setelah laporan harian terakumulasi selama 15 hari hasilnya
dijumlah dan dirata-rata dan angka tersebut dimasukan dalam laporan
periode.

Data per Data rata- Data rata- Bagan Laporan


jam rata harian rata 15 hari perhitungan Periode

Setelah rata-rata 15 hari terhitung, kemudian dapat dihitung angka-


angka pengawasan yang ada untuk disesuaikan dengan standar operasional
yang sudah ditentukan sebelumnya, jika tidak sesuai maka giling periode
berikutnya dapat dilakukan perbaikan yang menyeluruh. Laporan periode
ini juga dapat dijadikan acuan perkembangan produksi pabrik gula.
3.7.3 Penentuan Rendemen Tebu
Rendemen tebu diartikan kadar kristal gula atau kandungan dalam
batang tebu. Bisa juga diartikan angka yang menunjukan prosentase antara
berat kristal gula (hablur) dalam seratus bagian berat.
Berat kristal
Rendemen tebu = x 100
Berat tebu
Berat tebu x rendemen
Berat kristal = 100

Penentuan rendemen tebu dapat dilakukan dengan dua cara dengan analisa
atau menghitung kadar kristal gula secara nyata.
1. Rendemen sementara
Untuk mengetahui rendemen tebu secara cepat yaitu
dengan metode analisa NPP, dimana perahan dari gilingan pertama
diambil sampelnya untuk dianalisa pol dan brixnya.
Setelah dianalisa pol dan brixnya maka rendemen sementara dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Rendemen = NPP x Faktor Rendemen (FR)
NPP = pol – 0,4 (pol – brix)

74
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

FR = 0,68 (mengacu pada SK MENTAN)


Sehingga rendemen yang dihasilkan dari analisa NPP adalah
rendemen tebu sementara artinya rendemen tersebut masih
dikoreksi lagi, sehingga rendemen tersebut dikalikan dengan berat
tebu, diperoleh kristal sementara.
2. Rendemen nyata
Untuk menghitung rendemen secara nyata maka harus
mengetahui kristal nyata yang didapat. Kristal nyata dapat dihitung
dari pendapatan gula atau SHS tiap hari dan memperkirakan kristal
yang masih ada didalam proses pabrikasi (taksasi pagi). Dari hasil
taksasi tersebut dihitung Ku brix dan Ku polnya, sehingga bisa
diketahui Ku kristal yang masih ada dalam proses. Hasil dari
jumlah Ku kristal SHS dan Ku kristal taksasi dibagi berat tebu
diperoleh rendemen nyata.
Berat kristal SHS + Berat kristal taksasi
Rendemen = Berat tebu

3. Rendemen efektif
Untuk menghitung rendemen efektif dilaksanakan setiap
hari, rendemen efektif didapat perbandingan antara rendemen
sementara dengan rendemen nyata. Semua hasil baik rendemen
sementara maupun nyata dihitung secara kumulatif, kuintal kristal
yang didapat dari analisa npp dihitung dan diketahui jumlahnya,
begitu juga kristal nyata yang dihitung setiap hari. Kristal nyata
dan kristal sementara beratnya berbeda sehingga diperlukan adanya
koreksi.
Perbedaan antara kristal nyata dan sementara disebut faktor koreksi
Jumlah kristal nyata
Faktor koreksi = Jumlah kristal sementara

Kristal sementara dikalikan faktor koreksi maka didapatkan kristal


efektif.
Kristal efektif = kristal sementara x faktor koreksi

75
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Dari kristal efektif maka didapat rendemen efektif atau rendemen


terkoreksi.
kristal efektif
Rendemen efektif = x 100
Jumlah tebu

Contoh perhitungan
Berat tebu = 7339,2 ku
%pol = 9,35
%brix = 13,48
NPP = pol – 0,4 (brix – pol)
= 9,35 – 0,4 (13,48 – 9,35)
= 9,35 – 1,652
= 7,698
FR = 0,68
Rendemen = NPP x FR
= 7,698 x 0,68
= 5,235 %
5,235
Kristal = x 7339,2 ku
100

= 384,21 ku
4. Faktor yang berpengaruh
Faktor yang berpengaruh pada nilai rendemen terdiri dari faktor
didalam dan diluar yang saling terkait.
a. Faktor dalam pabrik adalah kurang primanya kinerja
pemerahan dan proses pengolahan sehingga menurunkan
nilai faktor rendemen
b. Faktor luar pabrik seperti jenis tebu, mutu pekerjaan kebun
dan tebang angkut
3.7.4 Faktor rendemen
Faktor rendemen ditentukan oleh Hommes sebagai beikut :
𝐾𝑁𝑇 𝐻𝑃𝐵 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑆𝐻𝐾 𝑊𝑅
FR = x x x 100
100 100 100

76
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Faktor yang berpengaruh pada turunnya rendemen:


1. KNT (Kadar Nira Tebu)
𝑁𝑇
KNT = x 100
𝑇
b nm
Bnm = 100 x NM
b a
Ba = 100 xA

Bt = Bnm + Ba
Bt
NT = 𝑏𝑛𝑝𝑝 x 100

Angka ini masih ada hubungan dari kinerja bagian tanaman


termasuk tebang dan angkut.
Pertumbuhan tebu yang normal dan bersih akan memudahkan
dalam proses penebangan.
2. NNPP (Nilai Nira Perahan Pertama)
Dianalisa %brix dan %polnya, angka ini dipengaruhi dari
keberhasilan kinerja bagian tanaman termasuk tebang dan angkut
(kebersihan tebangan) pencapaian tebu MBS.
3. HPB Total (Hasil Pemerahan Brix)
Bnm
HPB total = x 100
Bt

Angka ini akan sangat didukung oleh kinerja alat preparasi dan
unit-unit gilingan, untuk hal tersebut perlu koreksi setiap periodik
yaitu preparation index, bukaan kerja gilingan, monitoring kurva
brix setiap hari.
4. PSHK (Perbandingan Setara Hasil Kemurnian)
(1,4 x HKnm)-40
PSHK = [(1,4 x Hknpp)-40] x 100

Angka ini berpengaruh pada proses sanitasi di stasiun gilingan,


penyetuman secara rutin (2 kali satu shift ) yang berfungsi
membunuh mikroorganisme yang merusak gula. Preliming yang
benar sehingga bisa mengendalikan pH nira gilingan pada pH 6
(mencegah inversi).

77
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

5. WR (Winter Rendemen)
Kristal diperoleh
WR = Kristal dalam nira mentah x 100

Yaitu efisiensi prosesing dengan kaidah teknologi yang tepat,


- Pengaturan pH, suhu, dan waktu tidak boleh extream
bersamaan.
- Kehilangan mekanis (bocoran pompa, tumpah).
- Kehilangan pada blotong dan tetes.
3.7.5 Kemasakan Tebu
Analisa kemasakan tebu di gunakan untuk mengetahui tingkat
kemasakan tebu,daya tahan tebu dan peningkatan rendemen tebu. Tujuan
dilakukan analisa kemasakan tebu adalah :
1. Menyelidiki jalannya proses kemasakan tebu dikebun.
2. Menentukan urutan saat tebang dan menebang pada saat yang tepat
masak.
3. Menetapkan hari awal giling.
4. Menekan kehilangan kristal di kebun sampai batas minimal.
Penentuan kemasakan tebu dilakukan dengan mengambil contoh
batas tebu sebanyak 10 batang tiap petak dan diadakan analisa sebagai
berikut :
1. Contoh tebu dibersihkan dari kotoran dan dipotong
pucuknya,diukur panjang diambil batang tebu.
2. Tebu 1 potong menjadi 3 bagian atas,tengah,bawah dan dibelah
jadi 2 bagian diamati penggerek,gabus dan hama lainnya,lalu
masing-masing bagian ditimbang.
3. Tebu masing-masing bagian di giling dan niranya 1 timbang
selanjutnya diperoleh faktor perah.
4. Dari hasil analis diperoleh HK,nilai nira,rendemen,masing-
masingbagian selanjutnya diadakan perhitungan FK,KDT (kosien
daya tahan),KP (kosien peningkatan).

78
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ −𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑠


FK = x 100
𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛
𝐻𝐾 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑖𝑛𝑖
KDT = 𝐻𝐾 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 2 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑙𝑖 (𝑛−2)

KP = 100,sudah tidak ada peningkatan rendemen


KP > 100,rendemen masih bisa meningkat
FK = 0,tebu telah masak,faktor kemasakan yang biasa dipakai bila tebu
telah masak = 25
KDT >100,Tebu masih bisa bertahan
KDT < 100,Tebu kelewat masak,telah ada penurunan sakarosa.
3.7.6 Penetapan Bagi Hasil
Bagi hasil yang diterapkan oleh PG. Jatitujuh bagi
petani/kelompok tani yang tebunya digilingkan kepada pabrik gula
dengan sistem bagi hasil memperoleh bagi hasil gula sesuai dengan
ketentuan dan kesepakatan yang berlaku. Milik petani sesuai dengan
peraturan bagi hasil :
1. Rendemen ≤ 6,untuk petani = 66% dan untuk PG = 34%
2. Rendemen ≥ 6 maka untuk rendemen 6 sesuai perhitunan diatas
sedangkan selebihnya untuk petani 70% dan untuk PG =30%
Contoh Perhitungan bagi hasil petani dengan pabrik gula tanggal juli 2016
Berat tebu total = 206436 kuintal
Rendemen = 5%
Kristal total = 9973,9 kuintal
SHS total = 9978,3 kuintal
Faktor kristal = 1.003
Dari data diatas di dapat rendemen 5% sehingga untuk perhitungan bagi
hasil antara PTR dan PG menggunakan kategori yang kedua yaitu 70%
untuk petani dan 30% untuk pabrik gula.
Perhitungan bagi hasil :
Rendemen ( 5% ) = 5% x70% x berat tebu total
= 5 % x70% x 206436 kuintal
= 7225,26 kuintal

79
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

Kristal milik petani = 7225,26 kuintal


Gula PTR = kristal milik petani x faktor kristal
= 7225,26 x 1,003
= 7246,94 kuintal
Gula PG = SHS total – Gula PTR
= 9978,3 kuintal – 7246,94 kuintal
= 2731,36 kuintal

3.8 LIMBAH
Hasil kebun, yaitu tebu sebagai bahan baku, ditambah dengan bahan
membantu, diolah di pabrik gula menjadi gula, tetes, dan limbah. Pada saat ini,
gula dan tetes dijual dengan syarat mutu tertentu. Demikian pula limbah yang
dibuang, baik padat, cair, gas, dan B3 harus mempunyai syarat mutu tertentu pula.
Limbah PG dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan jika tidak
ditangani secara tepat, karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein,
lemak, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan baik dalam pengolahan dan
pembersihan. Maka diperlukan pengelolaan limbah baik padat, cair, gas, dan B3
tidak mencemari lingkungan. Segala upaya perlu dilakukan, agar perusahaan kita
didalam PROPER mendapat peringkat emas.
Tujuan dari penanganan limbah adalah untuk menjaga keseimbangan rantai
kehidupan. Ekosistem yang tidak seimbang akan menyebabkan terputusnya rantai
makanan dan terjadinya pencemaran.
Dasar hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup adalah
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup (UULH). Adapun tujuan dari pengelolaan limbah lingkungan
hidup adalah :
a. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungannya
sebagian dari penciptaan manusia Indonesia seutuhnya.
b. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya yang bijaksana.

80
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

c. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan


generasi sekarang dan mendatang dan mempertahankan biodata
lingkungan hidup agar terhindar dari kerusakan lingkungan.
3.8.1 Stasiun Penghasil Limbah
Tabel 3. 36Stasiun Penghasil Limbah Pabrik Gula
Stasiun Limbah
Ketelan Abu ketel
Gas buang
Air penangkap abu
Air kurasan
Air pencuci air
Gilingan Minyak lincir
Air pendingin gilingan dan mesin
Nira bocoran
Pemurnian Nira bocoran
Air pendingin sublimator
Air kondensor
Blotong
SO2
Penguapan Nira bocoran
Air soda dan bahan kimia
Kerak/endapan hasil korok
Pendingin kondensor
Kristalisasi Nira bocoran
Pendingin kondensor
Gas SO2
Palung pendingin Nira bocoran
Air pendingin
Putaran Nira bocoran
Pembangkit listrik Minyak lincir
Laboratorium Nira
B3

81
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3.8.2 Pengelolaan Limbah


1. Limbah padat
a. Blotong
Blotong biasanya digunakan untuk landfill, atau dijual kepihak
ketiga untuk diolah menjadi pupuk kompos. Perlu diperhitungkan
harga kompos tersebut, sehingga dapat menjadi penghasilan
tambahan bagi pabrik gula.
b. Abu ketel
Abu hasil dari gorekan ketel juga dibuang bersama-sama blotong.
Abu hasil dari penangkapan gas cerobong, atau dari dust collector
juga dibuang bersama-sama abu ketel dan blotong.
c. Tanah
Tanah dan potongan tebu dan daun-daun atau klaras biasanya jatuh
dikrepyak gilingan atau didekat dibawah meja tebu. Tanah ini juga
dibuang sebagai landfill.
2. Limbah cair
Limbah cair dipabrik, dari seluruh stasiun dialirkan menjadi satu,
disini dibutuhkan pengawasan dan pemisahan dengan air-air yang
bersih, tujuannya untuk menurunkan jumlah limbah cair yang diolah.
Pengelolaan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan
dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologis, atau gabungan
dari ketiga-tiganya. Pengeloahan biologis dapat dengan aerob atau
anaerob. Bila dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan dapat
dibidakan menjadi pretreatment, primary treatment system, secondary
treatment system, dan tertiary treatment system.
a. Primary treatment
Pengolahan permulaan, pada limbah yang banyak bahan-
bahan terapung seperti plastik, kayu, minyak, atau pasir yang ikut
mengalir. Maka pengolahannya dengan cara fisik yaitu
pengendapan.

82
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

b. Secondary treatment
Metode pengolahan limbah dengan bahan-bahan kimia agar
senyawa-senyawa pencemar dalam limbah diikat melalui reaksi
kimia. Karena itu sistemnya operasinya disebut dengan cara
kimia.
Bahan-bahan pencemar yang dapat dihilangkan atau
dikurangi dengan penambahan bahan kimia, adalah:
1) Padatan tersuspensi dalam limbah ccair baik dari bahan
organik maupun anorganik.
2) Phospat terlarut dapat direduksi bila kadar kurang dari 1
mg/l, dengan bahan pengendap alum, ferry, sulfat.
3) Ca, Mg, Si, dapat dihilangkan dengan kapur Ca(OH)2
khusus untuk Calsium dan Magnesium efisiensi lebih tinggi
tercapai bila kapur dalam air buangan terdiri dari carbonat
yang tinggi.
4) Beberapa logam berat dapat dihilangkan dapat dihilingkan
dengan penambahan kapur (lime) seperti dalam
pengendapan cadium, chromium, cooper nikel, plumbum.
5) Pengurangan bakteri dan virus dapat dicapai dengan kapur
pada kondisi pH 10,5-11,5 dengan cara penggumpalan dan
sedimentasi.
c. Tertiary treatment
Metode ini digunakan bagi pengolahan limbah dengan
konsentrasi bahan pencemaran tinggi. Salah satu bentuk
perlakukan terhadap limbah metode ini adalah menggunakan
organisme perombak limbah. Pengolahan limbah dengan cara
biologi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aerob dan anaerob.
Proses aerob membutuhkan oksigen, sedang anaerob
meminimumkan oksigen sesedikit mungkin agar perombakan
limbah dapat sempurna.

83
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3. Limbah gas
Ketel uap dipabrik gula menggunakan bahan bakar ampas dan
kayu, sehingga gas asap mengandung arang atau ampas yang setengah
terbakar, bermacam-macam alat untuk menangkap abu tersebut:
a. Spray tower
Mampu mengurangi jumlah partikel debu sampai 90%.
Kecepatan spray air harus lebih cepat dari kecepatan gas (2-5
ft/detik) untuk mencegah terjadinya carry over atau percikan air.
Umunya efektif untuk ukuran partikel 10m atau lebih. Kebutuhan
air 5-10 gallon/1000ft3gas/menit.
b. Electrostatic precipitator
Alat ini menggunakan gaya elektrostatic untuk memisahkan
partikel atau aerosol terhadap gas. Dasar operasinya adalah
partikel diberi muatan listrik, partikel bermuatan tersebut
dimasukkan kedalam medan listrik dan dipisahkan dari gas
dengan dikumpulkan pada salah satu elektrodanya, pembuangan
partikel yang telah terkumpul ketempat penampungan.
c. Cyclone
Memisahkan partikel dari gas/udara dengan cara
memasukkan aliran tersebut menurut gerakan rotari, dan
membentuk vortex sehingga menimbulkan gaya sentrifugal yang
akan melempar partikel secara radial kearah dinding.
3.8.3 Pengelompokan Limbah
1. Limbah yang tercemar berat
Di dalam PG. Jatitujuh limbah yang dikategorikan dalam limbah
yang tercemar berat adalah limbah yang termasuk dalam B3 (Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun).
Limbah B3 terdiri dari :
a. Kertas saring terkontaminasi limbah.
b. Oli bekas
c. Lampu penerangan (neon) yang sudah mati

84
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari Praktek Kerja Lapangan III
di Pabrik Gula Jatitujuh antara lain :
1. Kapasitas giling pabrik periode 2017 sebesar 4000 TCD
2. Sistem pemurnian yang digunakan yaitu sulfitasi
3. Produktivitas giling PG.Jatitujuh sering berhenti giling disebabkan
penyediaan tebu yang tidak sesuai kapasitas dan kondisi peralatan yang
terganggu.
4. Analisa bahan baku, bahan pembantu proses, dan hasil samping sudah
berjalan baik namun masih ada beberapa data yang diperoleh tidak sesuai
kenyataan dilapangan.
5. Pabrik Gula Jatitujuh belum menjalankan sistem K3 dengan baik.

4.2 Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan selama menimba ilmu
dan pengalaman di Pabrik Gula Jaitujuhyaitu :
1. Untuk menjaga kelangsungan proses pabrik gula maka beberapa hal harus
menjadi perhatian antara lain:
a. Ketersediaan tebu diusahakan sesuai kapasitas, sehingga pabrik
mencapai kondisi steady state
b. Kebutuhan uap bekas harus terpenuhi sehingga kecepatan penguapan
air dibadan evaporator tinggi mencegah kerusakan warna pada nira
kental
2. Kondisi mutu tebu diharapkan ada peningkatan rendemen, sehingga kristal
yang diperoleh tinggi, HK masakan tinggi dan warna gula dapat lebih
putih.

85
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

3. Untuk analisa laboratorium, lebih diperketat lagi hasil analisa dengan


kenyataan dilapangan karena menyangkut tindakan yang harus diambil
agar hasil gula yang diperoleh susuai target dengan kualitas yang baik.

86
Laporan Kerja Lapangan PG Jatitujuh

DAFTAR PUSTAKA

Hugot, E. 1986.Handbook of Cane Sugar Engineering.3rd. Amsterdam: Elsevier


Publishing Company.
Landheer, A. 1979.Pesawat Industri Gula (Terjemahan Madukoro dan Soejardi).
Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Santosa, Untung.1995.PROSES PENGOLAHAN GULA DI PG. MADUKISMO.
Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan Kampus Yogyakarta.
Soejardi. 1979. Alat Industri Gula 1-9. Yogyakarta: LPP Yogyakarta.
Soemohandojo, Toat.2009. Pengantar Injinering Pabrik Gula.Surabaya : Bintang
Surabaya
-----------. 1982.Pesawat Industri Gula Seri 1-9. Yogyakarta: Lembaga
Pendidikan Perkebunan.
-----------. 2004.PROSES PENGOLAHAN di PABRIK GULA. Yogyakarta:
Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Ferdy.2015.Laporan Praktek Kerja Lapang I Pengenalan Alat dan Proses
Pengolahan Gula di PTPN X Pabrik Gula Djombang Baru.
Yogyakarta : Politeknik LPP
Ferdy.2016.Laporan Praktek Kerja Lapang II Proses Pengolahan Gula di PTPN
VII Pabrik Gula Cinta Manis. Yogyakarta : Politeknik LPP

87

Anda mungkin juga menyukai