TINJAUAN PUSTAKA
6
7
bunga. Sedangkan cabang plagiotrop muncul pada buku dahan yang muncul
setelah tanaman lada berbuah untuk kedua kalinya. Saat pertama kali berbuah,
bunga dan buah hanya muncul pada tiap ruas buku dahan. Pada musim berbuah
selanjutnya, sebelum kemunculan malai 8 bunga akan didahului kemunculan
cabang plagiotrop. Jumlah cabang yang muncul hanya satu pada tiap kali musim
berbunga dan akan muncul pada musim berikutnya (Rismunandar, 2013)
Bunga lada masuk kategori hermafrodit, tiap tanaman terdapat satu bunga
jantan dan bunga betina. Kedua bagian bunga saling berdekatan dalam satu malai
bunga. Letak bunga lada disebut bunga duduk karena tidak terlihat secara tegas
tangkainya. Tiap tangkai bunga terdaat sekitar 30-50 bakal bunga. Susunan bunga
lada terdiri dari tajuk, mahkota, benang sari dan putik dalam satu kesatuan.
Terjadinya penyerbukan ditandai dengan adanya perubahan warna putik menjadi
kecoklatan. Selanjutnya putik akan membesar, membentuk kulit luar, kulit dalam,
daging atau biji dan berbentuk bakal buah (Rismunandar, 2013).
pada umur 4 hingga 7 tahun, lalu turun menjadi 2 kg per tanaman per tahun pada
umur 8 tahun hingga 12 atau 15 tahun (Heinrich dan Barnes, 2003).
Pada dasarnya, ada dua jenis hasil olahan lada yaitu lada hitam dan lada
putih. Menurut Ketaren (1985), perbedaan pengolahan lada hitam dan lada putih
terletak pada proses fermentasi. Lada putih dibuat merendam buah lada yang
matang (tua) dalam air selama 7–10 hari. Lada yang telah direndam dipisahkan
dari tangkai dan kulitnya kemudian dikeringkan. Lada hitam dibuat dengan cara
lada ditumpuk dulu selama 2–3 hari agar lada menjadi coklat kehitaman baru
kemudian dihilangkan tangkainya dan dikeringkan. Lada hitam dapat tumbuh
subur pada tanah yang memiliki pH 4,5 sampai 6,5 (Rajeev dan Devasahayam,
2005).
Selain ditimbun, pemeraman buah lada dapat dilakukan dengan cara
direndam dalam air panas selama sekitar sepuluh menit (blanching). Proses ini
dapat mempercepat pencoklatan dan proses pengeringan. Selanjutnya, buah
dijemur di bawah sinar matahari langsung hingga kering. Dari penjemuran akan
dihasilkan buah lada yang berwarna hitam kelam dengan kulit keriput. Setelah
kering, seluruh buah yang melekat pada tangkai mulai dilepaskan. Lalu lada
dibersihkan dari segala kotoran. Rendemen lada hitam kering sebanyak 33%-36%.
Lada yang telah kering akan mengandung air sekitar 11%-14% (Nasrullah, 2010).
Lada hitam memiliki nilai terutama pada aroma rempahnya dan rasa
pedasnya yang khas. Rasa pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperin,
piperanin, dan chavicin yang merupakan senyawa alkaloida. Chavicin banyak
terdapat dalam daging atau kulit biji lada dan tidak akan hilang walaupun biji
yang masih berdaging dijemur hingga menjadi lada hitam. Oleh karena itu, lada
10
hitam lebih pedas bila dibandingkan denga lada putih. Menurut Winiati, dkk
(2005), minyak lada merupakan campuran hidrokarbon yang terdiri dari 70%-80%
monoterpen, 20%-30% seskuiterpen, dan kurang dari 4% senyawa beroksigen.
Perbandingan komposisi kimia lada hitam dan lada putih dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
2. Amida Fenolat
Amida fenolat adalah senyawa yang terdiri dari cincin fenolik dan gugus
karbonil (C=O) yang berikatan dengan atom nitrogen (N). Amida fenolat
yang terkandung dalam buah lada hitam memiliki fungsi sebagai
antioksidan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Nakatani et al (1992) menunjukkan bahwa semua amida fenolat yang
terkandung dalam buah lada hitam memiliki aktivitas antioksidan yang
signifikan.
3. Flavonoid
Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan struktur
kimia C6-C3-C6. Aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu
kelompok antioksidan alami yang terdapat pada buah lada hitam telah
banyak dipublikasikan (Vermerris dan Nicholson, 2006).
12
4. Asam Fenolat
Asam fenolat adalah senyawa yang terdiri dari cincin fenolik dan gugus
asam karboksilat (COOH) dengan struktur kimia C 6-C1. Asam fenolat yang
terkandung dalam buah lada hitam memiliki fungsi sebagai antioksidan
(Vermerris dan Nicholson, 2006).
I.2 Oleoresin
Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan ekstraksi,
konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak atsiri dan komponen nonvolatile
dari rempah-rempah, biasanya dalam bentuk cair kental, pasta dan padat.
Oleoresin dari rempah banyak digunakan dalam skala industri, secara umum
digunakan untuk flavor pada indusri pengolahan makanan seperti pengalengan
daging, saos, pembuatan minuman ringan, bahan baku obat farmasi, industri
kosmetik dan parfum, industri kembang gula dan roti. Pengertian oleoresin sering
dikacaukan dengan minyak atsiri, yang sebenarnya keduanya sangat berbeda.
Minyak atsiri dapat dihasilkan dengan cara penyulingan dan hanya mengandung
13
senyawa-senyawa yang mudah menguap yang tersuling dari bahan olah yang
mempunyai aroma yang kuat, sedangkan oleoresin diperoleh dengan cara
ekstraksi menggunakan pelarut organik, sehingga selain mengandung minyak
atsiri juga mengandung resin yang tidak menguap dan menentukan rasa khas
rempah (Fitriyana, 2018).
Fitriyana (2018), menjelaskan keuntungan produk oleoresin sebagai berikut:
1. Seragam, terstandarisasi, flavor-nya lengkap atau sama dengan rempah-
rempah.
2. Bersih, bebas dari mikroba, serangga dan kontaminan lain.
3. Bebas enzim dan masih mengandung anti oksidan alami.
4. Kadar air sangat rendah, hampir tidak ada.
5. Mempunyai masa simpan yang lama dalam kondisi penyimpanan yang
normal atau agak keras.
6. Kehilangan minyak esensial dapat dikurangi karena adanya resin.
7. Memerlukan gudang tempat penyimpanan yang jauh lebih kecil dibanding
dengan menyimpan rempah-rempah segar.
Piperine (C7H19O3N) adalah unsur utama yang terdapat pada lada hitam
(Piper nigrum L.). Piperine bermanfaat dalam menyembuhkan beberapa penyakit
seperti sakit tenggorokan, sakit kepala, dan penyakit kulit. Konsentrasi piperine
sekitar 6%-9% di dalam Piper nigrum L. , 4% di dalam Piper longum dan 4,5% di
dalam Piper retrofractum. Menurut Sulhatun dan Tisara (2013), piperine
mempunyai titik didih 130℃ dan memberikan rasa yang pedas. Menurut
Raghavan (2007), minyak atsiri oleoresin lada hitam bertanggungjawab terhadap
aroma pungency, sekitar 80% mengandung monoterpen seperti sabinen, α-pinen,
β-pinen, limonen, dan 1,8-sineol sedangkan 20% lainnya ialah seskuiterpen
seperti β-kariofilen dan humulen. Berikut merupakan table standar mutu oleoresin
lada hitam (Piper nigrum L.)
Tabel 2.2 Standar Mutu Oleoresin Lada Hitam Berdasarkan SNI 01- 00025-1987
No Jenis Uji Persyaratan
1. Kenampakan
- Warna - Coklat muda, coklat kehijauan,
coklat.
- Bentuk - Pasta Cair, Pasta kental
- Bau - Khas Lada
2. Piperin 35,0%
3. Minyak Atsiri Minimal 10%
4. Indeks Bias (nD 250 ) 1,4820-14960
5. Sisa Pelarut, maks Maks, sesuai dengan peraturan di
negara importir. (ppm)
…………………..(2.4)
2. Indeks Bias
Indeks bias berhubungan erat dengan kandungan senyawa organik dalam
suatu bahan. pengukurannya menggunakan alat refraktometer. Indeks bias
akan semakin meningkat dengan bertambahnya rantai karbon senyawa
organik dan jumlah ikatan rangkap. Semakin banyak komoponen berantai
panjang atau komponen yang bergugus oksigen ikut tersuling, maka
16
5. Sisa Pelarut
Analisis kadar sisa pelarut dalam oleoresin berguna untuk pengaplikasian
lebih lanjut dalam industri pangan dan farmasi. Hasil analisis ini
diharapkan pelarut yang terkandung pada oleoresin dalam jumlah yang
kecil, karena dengan adanya sisa pelarut akan mempengaruhi kualitas
mutu dari oleoresin Adanya sisa pelarut juga akan menyebabkan turunnya
nilai indeks bias oleoresin. Pada umumnya standar atau batasan sisa
pelarut yang tertinggal pada bahan makanan menurut Food and Drug
Administration (FDA) maksimal sebesar 30 ppm.
6. pH
Derajat kesaman atau pH oleoresin dari beberapa sumber menyatakan pH-
nya cukup bervariasi dipengaruhi oleh sifat bahan asalnya. Salah satunya
penelitian yang dilakukan pada rendemen hasil ekstraksi oleoresin paprika
merah yang mana stabilitas pH yang didapat cenderung rendah berkisar
antara 4,5-5,5. Rendahnya pH yang dihasilkan dipengaruhi dari komponen
penyusun dalam oleoresin yang mengandung campuran kompleks minyak
atsiri dan juga mengandung asam resin, ester dan terpen sehingga pH yang
dihasilkan cenderung rendah. Selain itu, adanya senyawa ekstraksi
antosianin menyebutkan bahwa pH yang rendah disebabkan seiring dengan
bertambahnya waktu ekstraksi (Evania, 2019).
I.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Menurut Muhiedin (2008)
secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah
dasar, yaitu:
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
18
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan
berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan
terhadap pelarut yang digunakan. Oleoresin didapatkan dari rempah-rempah
dengan cara diekstraksi menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi
mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang
biasa digunakan adalah senyawa organik pelarut lemak dan minyak, seperti
alkohol dan aseton (Muhiedin, 2008).
Prinsip proses ekstraksi, yaitu pelarut ditransfer dari bulk menuju ke
permukaan. Pelarut menembus masuk atau terjadi difusi massa pelarut pada
permukaan padatan inert ke dalam pori padatan. Zat terlarut yang ada dalam
padatan larut kedalam pelarut lalu karena adanya perbedaan konsentrasi campuran
solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan inert. Selanjutnya, zat
terlarut keluar dari pori padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang ada
pada luar padatan (Harahap, 2019).
terlarutnya (Pardede, 2018). Peralatan leaching dibagi menjadi dua metode yaitu
perkolasi dan dispersed solid.
1. Perkolasi
Perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan pengekstrak melalui
serbuk sampel yang telah dibasahi. Alat yang digunakan disebut perkolator
dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Fatmawati,2019).
Perkolasi dapat dilaksanakan dalam perkolator batch dan continuous
a. Perkolator Batch
Prinsip kerja perkolator batch yaitu bahan ekstraksi dicampur dengan
pelarut segar (solvent) beberapa kali dalam tangki. Larutan ekstrak setiap kali
dipisahkan secara gravitasi atau disaring, untuk menyempurnakan
pencampuran dapat ditambahkan pengaduk atau mixer.
b. Perkolator continuous
Prinsip kerja perkolator continuous yaitu pengumpanan pelarut dan
pengeluaran hasil ekstrak, berlangsung secara otomatis dalam sebuah alat
yang sama.
2. Dispersed Solid
Pada metode ini padatan dihancurkan terlebih dulu menjadi pecahan kecil
sebelum dikontakkan dengan pelarut. Metode ini begitu populer karena tingkat
20
1. Ekstraktor Batch
Bahan ekstraksi dan solven dicampur berulang kali dalam sebuah tangki
berpengaduk dengan pelarut segar, tangki pada ekstraktor ini dilengkapi
saluran keluar dibagian bawah. Larutan hasil ekstrak dipisah secara
gravitasi
2. Ekstraktor Continuous
Pelarut dan bahan ekstraksi dialirkan dengan bantuan pompa, dengan
arah berlawanan secara terus menerus kedalam tower. Bahan ekstraksi
21
dicampur berulang kali dengan pelarut, setiap saat kedua fase dipisahkan.
Rafinat dan larutan ekstrak juga dikeluarkan secara kontiniu. Gambar
2.11 merupakan contoh alat ekstraksi cair-cair kontiniu.
I.4 Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
yang dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam
isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan
terjadi pemecahan dinding sel akibat pebedaan tekanan antara di dalam dan di luar
sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan ekstrak senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan. Pada umumnya perendaman dilakukan selama 24
jam, kemudian pelarut diganti dengan pelarut baru. Pemilihan pelarut untuk
proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan
23
kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. Secara umum, pelarut metanol
merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa
organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit
sekunder (Fauzana, 2010).
Rotary evaporator atau rotavapor merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk proses evaporasi. Rotary evaporator bekerja dengan menguapkan
komponen pelarut dalam bahan sehingga komponen dengan konsentrasi lebih
tinggi dapat diperoleh solvent yang ingin diuapkan biasanya ditempatkan dalam
suatu labu yang kemudian dipanaskan dengan bantuan penangas dan diputar. Uap
cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin (kondensor) dan
ditampung pada suatu tempat (receiver flask). Kecepatan alat ini dalam
melakukan evaporasi sangat cepat, terutama bila dibantu oleh vakum.
Terjadinya bumping dan pembentukan busa juga dapat dihindari. Kelebihan
lainnya dari alat ini adalah diperolehnya kembali pelarut yang diuapkan.
Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya
tekanan yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas, serta adanya
kondensor (suhu dingin) yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya
jatuh ke tabung penerima (receiver flask). Setelah pelarutnya diuapkan, akan
dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan (solid) atau cairan (liquid).
Biasanya ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi awal ini (ekstraksi dari bahan
tumbuhan) disebut sebagai ekstrak kasar (crude extract) (Nugroho dkk, 1999).
1. Ukuran Bahan
Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan bahan
sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak
dan mempercepat waktu ekstraksi. Penghancuran lada hitam dapat dilakukan
dengan alat penghancur biji. Hancuran biji lada ini kemudian dilewatkan pada
saringan 40 mesh untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin
26
kecil ukuran bahan semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin
banyak oleoresin yang dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil
juga menyebabkan banyak minyak volatile yang menguap selama
penghancuran.
2. Suhu Ekstraksi
Suhu pada waktu ekstraksi juga mempengaruhi hasil ekstraksi. Ekstraksi
akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada ekstraksi oleoresin
hal ini dapat meningkatkan beberapa komponen yang terdapat dalam rempah
akan mengalami kerusakan. Ekstraksi baik dilakukan pada kisaran suhu
30℃-50℃. Muhiedin (2008) menyebutkan bahwa minyak atsiri oleoresin
kayu manis yang diekstrak pada suhu 40℃ menghasilkan kadar 18%
dibandingkan dengan suhu ekstraksi 30℃, sedangkan pada suhu 50℃ tidak
terjadi kenaikan kadar minyak atsiri.
3. Pelarut
Pemilihan pelarut yang sesuai merupakan faktor penting dalan ekstraksi.
Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses
ekstraksi. Proses ektraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat
dalam pelarut pada saat ekstraksi. Senyawa polar hanya larut pada pelarut
polar, seperti etanol, methanol, butanol, dan air. Senyawa nonpolar juga
hanya akan larut pada senyawa nopolar seperti eter, klorofom, dan n-
Heksana. Jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya oleoresin yang
diekstrak sampai titik keseimbangan (Kasminah, 2016).
Menurut Muhiedin (2008) pemilihan pelarut pada umumnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Selektivitas
Selektivitas pelarut dapat mempengaruhi kemurnian ekstrak yang akan
diperoleh. Pelarut harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan,
bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam
prakteknya, terutama pada ektraksi bahan-bahan alami, sering juga
bahan lain (misalnya lemak dan resin) ikut dibebaskan Bersama-sama
27
I.8 Etanol
Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH adalah zat kimia yang
tidak berwarna, mempunyai titik didih 78,3℃, dapat larut dalam air, berbau
ringan, dan mudah menguap. Etanol adalah alkohol alifatik yang reaktivitasnya
28
ditentukan oleh gugus hidroksilnya. Karena bersifat netral, alcohol atau etanol
sulit bereaksi dengan basa, tapi bereaksi dengan logamnya.
Sifat fisika dari etil asetat dapat dilihat pada tabel 2.5 di bawah ini:
Tabel 2.5 Sifat Fisika Etil Asetat
Sifat Fisika Nilai
Berat molekul 88,105 gram/mol
Wujud Cairan bening
Titik leleh -83,6℃
Titik didih 77,1℃
Densitas 0,897 g/mol
Titik Nyala -4℃
Sumber : Kirk dan Othmer, 1998