Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BELAJAR PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Disusun Oleh :
Nama : Jenifer M. Gedoe (2020011044087)
Nama : Abis Tabuni (2020011044077)
Nama : Yonatan Tenouye (201801110444057)

PROGRAM STUDI DAN ILMU PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN 2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh


pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengokohkan pengetahuan. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh
pengetahuan, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman
(experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan
(knowledge) ataua body of knowledge.
Berbicara tentang belajar dan pembelajaran adalah berbicara tentangsesuatu yang
tidak akan pernah berakhir karena seiring dengan perkembangan zaman maka konsep
tentang belajar dan pembelajaran juga semakin berkembang. Sampai saat ini, dikenal
beberapa teori tentang belajar, amtara lain: teori belajarbehavioristik, teori belajar
kognitivistik, teori belajar konstruktivistik, maupun teori belajar sosial. Teori-teori
tersebut hingga saat ini masih dapat dirasakan pengaruhnya di dalam berbagai praktik
pembelajaran. Hal itu melatarbelakangi penulis dalam memaparkan salah satu
teori belajar, yaitu teori belajar behavioristik dengan maksud untuk dapat
mempelajari lebih dalam teori belajar behavioristik yang sampai sekarang ini masih
diaplikasikan dalam beberapapraktik pembelajaran.

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai


Hasil dari pengalaman (Gage dan Berliner dalam Harland, 2013). Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin dalam
Harland 2013). Seseorang dianggap telah mengalami proses belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini,hal
terpenting dalam belajar adalah input yang berupa stimulusdan output yang
berupa respon.
.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini adalah
1. Uraikan pandangan dan gagasan para ahli tentang teori belajar
behavioristik
2. Bagaimana aplikasi teori belajar behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran
3. Implikasi teori belajar behavioristik bagi guru dan peserta didik dan
stake holder lainnya
4. Identifikasi karakteristik dan kelebihan teori belajar behavioristik

1.3 Tujuan
1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajaran
Behavioristik

2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik

3. Mengetahui apa saja yang menjadi kelebihan teori belajar


Behavioristik

4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori


Behavioristik dalam sistem pembelajaran

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristic menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi
melalui ransangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus adalah lingkungan
belajar anak yang menjadi penyebab belajar sedangkan respon adalah akibat atau
dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-respon).

2.2 Uraikan pandangan dan Gagasan para Ahli tentang teori belajar
Behavioristik

Tokoh-tokoh aliran behaviotik diantaranya adalah Thorndike, Watson,


Chark Hull, Edwin Guthrie, Skinner, Robert Gagne dan Albet Bandura. Pada
dasarnya para penganut aliran behavioristic setuju dengan pengertian belajar
diatas,namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara mereka. Setiap dari
pelopor- pelopor ini memberikan konstribusi yang kuat bagi perkembangan teori
ini dari awal perkembangannya hingga sekarang. Secara singkat, berturut-turut
akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik, sebagai berikut:

1.Teori Belajar Menurut Thorndike


Menurut Thorndike, teori behavioristic adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran. Perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar. Yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan tindakan.

Jangan perubahan tingkah laku akibat belajar dapat berwujud konkrit,


yaitu dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Thorndike ini
disebut pula dengan “Teori Connectionism”

Dasar-dasar teori Connectionsm dari Edward L. Thorndike (1874-1949)


diperoleh juga dari sejumlah penelitian yang dilakukan terhadap perilaku
binatang. Penelitian-penelitian Thorndike pada dasarnya dirancanguntuk
mengetahui apakah binatang mampu memecahkan masalah dengan menggunakan
“reasoning” atau akal, dan atau dengan mengkombinasikan beberapa proses
berfikir dasar.

Dari hasil penelitiannya,Thorndike menyimpulkan bahwa respon untuk


keluar kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi yang
menampilkan stimulus dalam suatu proses coba-coba (trial and error). Respon
yang benar secara bertahap diperkuat melalui serangkain proses coba-coba,
sementara respon yang tidak benar melemah atau menghilang. Teori
Connectionsm Thorndike ini juga dikenal dengan nama “Instrumental
Conditioning”, karena respon tertentu akan dipilih sebagai instrument dalam
memperoleh “reward” atau hasil yang memuaskan

Dalam percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar


sebagai berikut:

a) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme


memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat.

b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku


diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah kondisi (yang merupakan perangsang)
dengan tindakan akan terjadi lebih kuat karena latihan-latihan tetapi, akan
melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.
Prinsip menunjukan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan.
Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.

c) Hukum Akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon


cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada
makin kuat atau pada makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan.
Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaiknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.

Kelebihan Teori Thorndike


 Kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan anak untuk berfikir linear.
Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shapping yaitu membawa anak menuju atau mencapai target tertentu.

Kekurangan Teori Thorndike


 Teori ini sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-
alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan
tidak dapatmenjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
antara stimulus yang diberikan dengan responya.

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat


menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah
dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis
gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia dihukum. Kecenderungan mengerjakan
PR akan membentuk sikapnya. Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses
belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia,
walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa
dipeantarai pengertian. Binatang melakukan respon-respon langnsung dari apa
yang diamati dan terjadi secara mekanis (Baharuddin, 2008:57). Selanjutnya
Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

a) Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)


Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan
error yang menunjukan adanya bermacam-macam respon sebelum
memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan ,asalah yang dihadapi.

b) Hukum sikap (Set/Attitude)


Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya
ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja. Tetapi juga
ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif,
emosi,social, maupun psikomotornya.

c) Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan
respon pada stimulus tertentu saja sesuai persepsinya terhadap keseluruhan
situasi (respon dan selektif)

d) Hukum Respon by Analog


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada
situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama
yang pernah di alami sehingga terjadinya transfer atau perpindahan unsur-
unsur yang telah dikenalke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama
maka transfer akan makin mudah.
e) Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang di kenal
ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi
sedikit unsur lama.

Selain menambah hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian


teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain:

1.Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak


cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulangannya hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.

2.Hukum akibat diresivi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berkibat


positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak
berakibat apa-apa.

3.Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,


tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.

4.Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun
pada individu lain.

2. Teori Belajar Menurut Watson


Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristic yang datang sesudah
Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksiantara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun iya
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar mengajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai factor
yang tak perlu diperhintungkan. Ia tetap mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan
apakah seseorang telah belajar atau belom atau belum karena tidak dapat diamati.

Watson adalah seoarang behavioris murni, karena kajiannya tentang


belajar dengan ilmu-ilmu lain seperti biologi dan fisika yang sangat berorientasi
pada pengalaman empirik semata,yaitu sejauh dapat diamati dan diukur.
Asumsinya bahwa hanya dengan cara demikianlah maka dapat diramalkan
perubahan-perubahan apa yang akan terjadisetelah seseorang melakukan belajar.
Paea tokoh aliran bevavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal
yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan
mentalyang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal
itu adalah penting.

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull


Clark hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti halnya teori evolusi, semua tingkah laku bermanfaat untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa
kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis sangat penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
dalam belajarpun hamper selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis . Walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam
kenyataanya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan
praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini
masih sering digunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

5.Ivan Petrovich Pevlov (1849-1936)


Ivan Petrovich Polvov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu
desa tempat ayahnya peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia di
didik di sekolah gerja dan melanjutkan ke seminar Teologi. Pavlov lulus sebagai
sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi
direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan melalui
penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel
pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai
pengkondisiansangat mempengaruhi psikology behavioristic di Amerika. Karya
tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned reflexes
(1927).

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasic) adalah proses


yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang di inginkan.

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya


sangat terpengaruh pandangan behaviorism, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya.Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, perana maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru
akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-


rangsangan tertentu. Perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunkan
binatang atau (anjing) karena ia menganggap bintang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.

6.Teori Belajar Menurut Skinner


Seperti halnya kelompok penganut spikoligi modern, Skinner mengadakan
pendekatan behavioristic untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938,
Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning.
Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi yang dimulai tahun 1946
dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi
dimuat dalam jurnal berjudul journal of the exsperimental behaviors yang
disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika.

B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris


dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku
dikontrol melalui proses operant conditioning. Dimana seorang dapat mengontrol
tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan relative besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaaanya jauh lebih
fleksibel daripada conditioning klasik.

Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru


secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Menejemen
kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat.
Operant conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif dan
negative) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali
atau menghilang sesuai dengan keinginan.
2.3 Aplikasi Dalam Pembelajaran Behavioristik

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terdapat arah


pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan dengan
stimulus responnya, mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi reori behavioristic dalam kegiatan pembelajaran,tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran,sifat materi pembelajaran, karakteristik
pelajar,media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristic memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tepat, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan atau (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau pelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan
dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan
oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pelajar dianggap sebagai objek


pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan pengetahuan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidikmengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar
diukur hanya dapa hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang
bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

2.4 Implikasi Teori Belajar Behavioristik


Ada beberapa implikasi teori behavioristic dalam pembelajaran, antara
lain:

1. Pembelajaran yang dirancang dan berpihak pada teori behavioristic


memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,tetap,tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah pemindahan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.
2. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan penguatan dari pendidik.

3. Teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang


memberikan ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.

4. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah


terstruktur rapid an teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar
harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih
dulu secara ketat.

5. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajaridalam bentuk laporan,kuis,atau tes.

6. Evaluasi penekanan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan


biasanya menggunakan paper and pencil test.

2.5 Kelebihan Teori Belajar Behavioristik


1. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan ysng membutuhksn praktek
dan pebiasan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Contohnya: percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, berenang, olaraga.

2. Cocok diterapkan untuk melatih anak-anakyang masih membutuhkan


dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi hadiah atau pujian.

3. Dapat dikendalikan dengan cara mengganti stimulus alami dengan


stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individutidak menyadari bahwa ia dikendalikan
oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika diandapat menunjukan perubahan
perilakunya. Menurut teori behavioristik dalam belajar yang penting adalah imput
yang berupa stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting unruk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan ole guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.

Factor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi\dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Karena kesempurnaan
hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga dalam penulisan dan
penyususnannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran akan senantiasa kami terima dalam upaya evaluasi diri.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu> Makalah_TEORI_BEHAVIORISTIK.

Anda mungkin juga menyukai