Anda di halaman 1dari 15

HALAMAN JUDUL

PSIKOLOGI KEJURUAN

PERBEDAAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

MENURUT PARA AHLI

DOSEN PENGAMPU

Dr. Hadromi, S.Pd., MT

Oleh :

Abdur Rachman Yusuf

0501519003

Program Studi Pendidikan Kejuruan

Program Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang

2019
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Pendekatan behavioristik merupakan pendekatan perubahan tingkah laku sebagi akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila
ia mampu menunjukan perubahan tingkah laku. Ciri-ciri teori behavioristik yaitu :

1. Bersifat mekanistis
2. Menekankan peranan lingkungan
3. Menekankan pentingnya latihan
4. Mementingkan mekanisme hasil belajar

PERBEDAAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

No. Ahli Behavioristik Perbedaan Teori


1. Edward Lee Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
Thorndike dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran, perasaan atau gerakan / tindakan. Jadi perubahan tingkah laku
akibat belajar dapat berwujud konkrit, yaitu dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan “Teori Connectionism”.
Dasar-dasar teori Connectionism dari Edward L. Thorndike (1874-
1949) diperoleh juga dari sejumlah penelitian yang dilakukan terhadap
perilaku binatang. Penelitian-penelitian Thorndike pada dasarnya
dirancang untuk mengetahui apakah binatang mampu memecahkan
masalah dengan menggunakan “reasoning” atau akal, dan atau dengan
mengkombinasikan beberapa proses berpikir dasar. Dari hasil
percobaan Thorndike, maka dikenal 3 hukum pokok yaitu Law of
Exercise, Law of Readiness, dan Law of Effect.

2
a. Law of Excercise
Hukum ini mengandung 2 hal yaitu :
i. The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan
bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan
respon akan menjadi kuat bila sering digunakan.
Dengan kata lain bahwa hubungan antara stimulus dan
respon itu akan menjadi kuat semata-mata karena
adanya latihan.
ii. The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang
menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara
stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada
latihan.
Prinsip ini menunjukkan bahwa ulangan merupakan hak yang
pertama dalam belajar. Makin sering suatu pelajaran yang
diulang makin mantaplah bahan pelajaran tersebut dalam diri
siswa. Pada prakteknya tentu diperlukan berbagai variasi,
bukan ulangan sembarang ulangan. Dan pengaturan waktu
distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan hasil belajar.
b. Law of Readiness
Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam
melakukan sesuatu. Yang dimaksud dengan kesiapan adalah
kecenderungan untuk bertindak. Agar proses belajar mencapai
hasil yang sebaik-baiknya, maka diperlukan adanya kesiapan
organisme yang bersangkutan untuk melakukan belajar
tersebut. Ada 3 keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum
ini. yaitu :
i. Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak
atau berprilaku, dan bila organisme itu dapat
melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan
mengalami kepuasan.
ii. Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk
bertindak atau berperilaku, dan organisme tersebut

3
tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut, maka
organisme akan mengalami kekecewaan.
iii. Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk
bertindak dan organisme itu dipaksa untuk
melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan
keadaan yang tidak memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah
dikemukakan di atas, konsep penting dari teori belajar
koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan Transfer of
Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah
dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal
lain di masa yang akan datang
c. Law of Effect
Hukum ini juga berisikan 2 hal, yaitu : suatu
tindakan/perbuatan yang menghasilkan rasa puas
(menyenangkan) akan cenderung diulang, sebaliknya suatu
tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas (tidak
menyenangkan) akan cenderung tidak diulang lagi. Hal ini
menunjukkan bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi
perbuatan itu sendiri.Dalam pendidikan, hukum ini
diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman.Hadiah
menyebabkan orang cenderung ingin melakukan lagi
perbuatan yang menghasilkan hadiah tadi, sebaliknya
hukuman cenderung menyebabkan seseorang menghentikan
perbuatan, atau tidak mengulangi perbuatan.
2. Clark Leonard Hull Teori belajar Hull berpusat pada perlunya memperkuat suatu
pengetahuan yang sudah ada. Dalam teori belajar behaviorisme Clark
Leonard Hull, diungkapkan bahwa dorongan biologis merupakan
kebutuhan utama seseorang, hal ini sesuai dengan teori evolusi yang
dikemukakan oleh Charles Darwin. Berpangkal dari teori tersebut,
kemudian dorongan di kembangkan lagi menjadi tidak hanya
pemenuhan kebutuhan biologis, namun juga pemenuhan kebutuhan
seperti uang, perhatian, afeksi, apresiasi sosial dan lain sebagainya.

4
Teori belajar yang dikembangkan oleh Hull sama dengan para ahli
fungsionalis lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan
Stimulus-Respon (S-R). Menurut pandangan ini, belajar tidak terjadi
secara tiba-tiba, tetapi karena adanya hubungan S-R. Namun menurut
Hull, selain hubungan antara S-R, perilaku juga dipengaruhi oleh
suatu proses yang terjadi dalam diri organisme, yang tidak dapat
diamati. Variabel ini kemudian dikenal dengan nama variabel
intervening (intervening variable).
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar Hull adalah adanya
motivasi intensif (incentive motivation) dan pengurangan stimulus
pendorong (drive stimulus reduction). Penggunaan secara praktis teori
belajar Hull untuk kegiatan di dalam kelas adalah sebagai berikut :
a. Teori belajar didasarkan pada drive-reduction atau drive
stimulus reduction.
b. Instruksional objektif harus dirumuskan secara spesifik dan
jelas.
c. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan terjadinya proses belajar.
d. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana atau mudah
menuju kepada yang kebih kompleks atau sulit.
e. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan
belajar. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya
tidak terjadi inhibisi (kelelahan tidak boleh mengganggu
belajar).
f. Urutan mapel harus diatur sedemikian rupa sehingga mapel
yang terdahulu tidak menghambat, tapi justru harus menjadi
perangsang yang mendorong belajar mapel berikutnya.
3. John Broadus Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
Watson respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur.
Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun
ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu

5
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan
mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat
menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak
dapat diamati.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini
memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku
manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya.
Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Behaviorisme
tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia.
Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional,
rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku
manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola
interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah
adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan
penguatan (reinforcement).
a. Dorongan (drive) adalah suatu keinginan dalam diri seseorang
untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya.
Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya
sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia
terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang
kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap
orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat
menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi
atau tidaknya.
b. Rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri
individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang
datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah
bau masakan yang lezat atau rayuan gombal. Dalam dunia
aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi,
bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak
sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak

6
pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang
komunikator instruksional atau pengajarnya bisa
merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan,
misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu
yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan
sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta
dalam belajar. Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka
timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi
ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi,
dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari
seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang
disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini.
c. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Respons
ini bisa diamati dari luar. Yang positif disebabkan oleh adanya
ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus
yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi
reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi
rangsangan.
d. Penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak
luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila
respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu
tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons
seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti
buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar
oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa
menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi.
Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat
yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi
trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan
yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak
mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu
penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya

7
yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku.
Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan
cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus
sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong
sebagai penggantinya. Misalnya, “Bagus!, coba kalau
menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”. Dengan cara
penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang
menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan
positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di
sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke
tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji
oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk
mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan
datang.
4. Edwin Ray Guthrie Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie yang utama adalah
hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai
suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama. Hukum kontiguiti adalah satu prinsip respon atas
suatu situasi cendrung diulang, bilamana individu menghadapi suatu
yang sama. Kunci teori guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa
kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran. Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak
ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena
itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sering diberi stimulus
agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap
dan karena itu pula diperlukan pemberian stimulus yang sering agar
hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan
lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon tersebut

8
berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Hukum tersebut
diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan
oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan.
Stimulus dan respon cendrung bersifat sementara, persetujuan umum
di kalangan psikolog, bahwa kontiguitas stimulus dan respon
merupakan kondisi yang penting bagi proses belajar, maka dari itu
diperlukan pemberian stimulus yang sering, agar hubungan itu
menjadi lebih langgeng, suatu respon akan lebih kuat dan menjadi
kebiasaan bila respon tersebut berhubungan dengan berbagaimacam
stimulus, situasi belajar merupakan gabungan stimulus dan respon,
akan tetapi asosiasi ini bisa benar dan bisa salah.
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum
kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika
kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi
antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di
lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval
waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai
kejadian yang bersamaan. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus
dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Hukuman yang
diberikan dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan
ideologi yang ada dalam diri siswa. Meskipun menurut sekolah
hukuman itu tidak edukatif dan tidak efektif, bisa saja menurut sekolah
yang lain sangat efektif. Hal ini disebabkan oleh asusmi ideologis
yang diyakini di kalangan siswa. Contoh jenis hukuman di pondok
pesantren tidak sesuai jika diterapkan di sekolah formal yang jauh dari
budaya pondok pesantren.
5. Burrhus Frederic Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
Skinner melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang

9
digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakan bahwa respon
yang diberikan oleh seseorang/ siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab,
pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang
akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus
tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan.
Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan
mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi
pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami
tingkah laku seorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami
hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami
respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsukuensi yang
mungkin akan timbul akibat dari respon tersebut. Skinner juga
menggemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan
perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
Skinner dalam teori behavioristik melahirkan buah pemikirannya
yang dikenal dengan istilah Teori Operant Condiitioning. Teori ini
mengungkapakan bahwa tingkah laku yang dilihatkan subyek tak
semata-mata merupakan respon terhadap stimulus tetapi juga tindakan
yang disengaja. Skinner menyatakan pendapatnya bahwa pribadi
seseorang merupakan hasil dari respon terhadap lingkungannya. Dua
macam respon tersebut adalah:
a. Respondent Response, yaitu respon akibat rangsangan
tertentu. Contoh: anjing yang mengeluarkan air liurnya ketika
majikannya membawakan makanan untuknya.
b. Operant Response yaitu respon yang muncul dan semakin
berkembang oleh rangsangan tertentu. Contoh: seorang anak
yang mendapatkan reward ketika ia menjadi juara kelas, maka
ia akan semakin giat belajar untuk mempertahankan bahkan
menaikkan prestasinya dengan harapan diberikan reward
kembali (dengan nilai yang sama atau lebih tinggi).

10
6. Ivan Pavlov Teori Behaviorisme paling masyhur diperkenalkan oleh Pavlov yang
dikenal dengan nama persyaratan clasis (Classical Conditioning).
Classical Conditioning adalah hubungan antara respon yang
ditunjukkan oleh suatu makhluk hidup setelah mendapatkan stimulus
baru. Respon yang dihasilkan adalah sebuah bentuk respon yang
ditampilkan setelah mendapatkan stimulus atau perlakuan yang baru
dan di luar dari kebiasaan yang dialami pada umumnya sehingga sifat
naluriah kembali berubah namun didapatkan secara berulang-ulang
sehingga perubahan tersebut bersifat konsisten dan stabil. Tingkah
laku yang dihasilkan akhirnya akan muncul secara spontan setiap kali
stimulus yang sama diberikan.
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti
sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam
hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara,
melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru
akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu. Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen
dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian,
dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan
binatang.

11
Maksud gambar tersebut adalah :
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan
(UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak
merespon atau mengeluarkan air liur. Gambar ketiga.Sehingga dalam
eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah
diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan. Gambar
keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang,
maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan
makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa
keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku
anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan
mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada
awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar
bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa
bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah
hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi
bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut
dengan extinction atau penghapusan. Pavlov mengemukakan empat
peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan
sebagai berikut:

12
a. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan
yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks
organismik. Contoh: makanan
b. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang
bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi
(UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di
pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
c. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang
ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh:
mengeluarkan air liur
d. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul
akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air
liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah
laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi,
yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses pengkondisian
(conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya
dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-
kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata
lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan
dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar
air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau
refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena
menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan
yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent

13
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
7. Albert Bandura Teori kogoitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh
Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta
faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor
kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih
keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap
perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu peracang
teori kognitif sosial. Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka
dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka
secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic
resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/
kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam
proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku,
perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/ kognitif
mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya
kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan
temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan,
strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif)
memainkan peranan penting. Faktor person (kognitif) yaog dimaksud
saat ini adalah self-efficasy atau efikasi diri. Reivich dan Shatté (2002)
mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri
sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan
sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam
memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika
menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.
Menurut Bandura (1994), individu yaog memiliki efikasi diri yang
tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu
tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan
kemampuan dirinya.

14
Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah
dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami. Menurut Bandura
proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai
model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan
perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola
belajar social jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan
dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk
memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu
adalah tidak baik.
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B),
lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang
mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan
yang saling berpengaruh (interlocking), Harapan dan nilai
mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas
dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan
personal. Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan.
Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut
sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan
sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.
Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas.
Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh pelajar
(ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan
disimpan oleh pembelajar). Pemrosesan kode-kode simbolik. Skema
hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal dan
tingkah laku

15

Anda mungkin juga menyukai