PENDAHULUAN
Belajar merupakan suatu proses dimana manusia bereaksi dengan dirinya yang
biasanya berupa kecakapan, kebiasaan, kepandaian dan lain-lain. Witherington
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam diri kepribadian
yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian dan suatu pengertian. Dengan belajar
kita bisa mengetahui apa yang tidak diketahui sebelumnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BELAJAR
1. Teori-teori Belajar
a. Conditioning klasik (classical conditioning)
Conditioning adalah pembelajaran yang didasarkan pada pengasosian
stimulus yang biasanya tidak menimbulkan respon Papalia, 2008; 43. Percobaan
mengenai anjing yang mengeluarkan air liur oleh Pavlov, seringkali dikutip
karena dianggap sebagai bentuk percobaan conditioning formal yang pertama.
2
Conditioned stimulus (CS) yaitu stimulus yang netral dan tidak menimbulkan
respon wajar dan otomatis pada organisme. Stimulus ini dikondisikan.
Laku yang satu bisa dipindahkan ke laku yang lain. Demikian pula berlaku
pada pembentukan kebiasaan dan juga kemampuan-kemampuan lain.
Belajar erat hubungannya dengan prinsip penguatan kembali atau dengan
kata lain, ulangan-ulangan dalam hal belajar adalah penting.
3
b. Conditioning Operan (Operant Conditioning) / instrumental conditioning
Istilah conditioning operan diciptakan oleh Skinner dan memiliki arti
umum conditioning perilaku. Istilah “Operan” disini berarti operasi (Operation)
yang pengaruhnya mengakibatkan organisme melakukan perbuatan pada
lingkungannya. Contohnhya adalah perilaku motor yang biasanya merupakan
perbuatan yang dilakukan secara sadar (Hardy dan Heys, 1985; Reber, 1988).
4
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat
sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis
manusia dan hewan.
d. Teori Koneksionisme
Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Edward Thorndike, seorang
pendidik dan psikolog Amerika. Menurutnya, belajar merupakan peristiwa
terbentunya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
5
dengan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari linkungan eksternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat,
sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsangan.
Dari hasil penelitian Thorndike pada seekor kucing, Thorndike
merumuskan hukum-hukum sebagai berikut
Koneksi antara kondisi dan tindakan akan menjadi kuat karena latihan dan
akan menjadi lemah karena kurang latihan. Dalam belajar, pelajar perlu
mengulang-ulang bahan pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulangi
semakin dikuasai pelajaran tersebut. Hukum ini mengandung dua hal,
yaitu :
b. Faktor psikis
Ada banyak faktor psikis yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
dalam memperoleh pembelajaran. Diantaranya :
7
3) Faktor bakat. Pada dasarnya bakat mirip dengan intelegensi, itulah
sebabnya anak yang superior atau very superior disebut juga
talented child.
4) Faktor motivasi. Motivasi adalah keadaan internal organisme yang
mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Kekurangan atau
ketiadaan motivasi menyebabkan anak kurang bersemangat dalam
melakukan proses pembelajaran materi-materi baik dirumah
maupun disekolah.
5) Faktor kematangan. Kematangan adalah tingkat perkembangan
pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi
sebagaimana mestinya, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila
dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu.
Mengajarkan sesuatu juga berhasil apabila taraf pertumbuhan
pribadi telah memungkinkan.
6) Faktor kepribadian. Fase perkembangan seseorang tidak selalu
sama. Dalam proses pembentukan kepribadian, ada beberapa fase
yang harus dilalui. Seseorang yang belum mencapai fase tertentu
akan mengalami kesulitan jika dipaksa untuk melakukan hal-hal
yang terjadi pada fase berikutnya.
2. Faktor eksternal, secara garis besar bisa dibagi dalam 3 faktor, yaitu :
1) Faktor keluarga. Keluarga sebagai salah satu penentu yang
berpengaruh dalam belajar dapat dibagi menjadi tiga aspek. Aspek
pertama, kondisi ekonomi keluarga, kondisi ekonomi keluarga yang
rendah dapat memicu kekurangan gizi, dan kebutuhan-kebutuhan anak
yang tidak terpenuhi. Selain itu, kekurang dalam perekonomian juga
menyebabkan suasana rumah muram dan menjadikan anak kehilangan
gairah untuk belajar. Aspek kedua, hubungan emosional orang tua dan
anak. Dalam suasana rumah yang selalu ribut dengan pertengkaran
akan mengakibatkan anak terganggu dan tidak berkonsentrasi dalam
belajar. Hubumgam orang tua dan anak yang acuh tak acuh juga dapat
menimbulkan frustasi pada anak. Aspek ketiga, cara-cara orangtua
mendidik anak. Biasanya setiap keluarga memiliki pola asuh yang
8
berbeda. Ada keluarga yang menjalankan cara mendidik anak secara
diktaktor militer, demokratis, menerima pendapat anak, ada pula yang
acuh tak acuh dengan pendapat anak sehingga juga berpengaruh pada
proses belajar anak.
2) Faktor sekolah. Di sekolah, cara atau metode pengajaran, hubungan
antara guru dan murid serta disiplin sekolah akan mempengaruhi
proses pembelajaran anak.
3) Faktor lingkungan lain. Ini adalah faktor yang mempengaruhi
pembelajaran anak. Seperti jarak antara sekolah dan tempat tinggal
yang terlalu jauh, faktor teman bermain dan aktivitas dalam
masyarakat.
3. Tujuan Belajar
Menurut Dalyono (2007:49-50) tujuan belajar adalah sebagai berikut :
1) Belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam diri antara lain perubahan
tingkah laku.
2) Belajar bertujuan mengubah kebiasaan yang buruk menjadi baik.
3) Belajar bertujuan mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak
hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya.
4) Dengan belajar dapat memiliki keterampilan.
5) Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah
terjadinya perubahan dalam diri seseorang terhadap cara berfikir, mentalitas dan
perilakunya yang meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman) dan
psikomotorik (keterampilan).
4. Jenis-jenis Belajar
Dilihat hasil dan tujuan yang diperoleh dari kegiatan belajar, pada umumnya
para ahli mengemukakan delapan jenis belajar sebagai berikut :
1. Belajar abstrak (abstrack learning). Pada dasarnya adalah belajar dengan
cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah memperoleh pemerhatian dan
9
pemahaman tidak nyata. Contohnya belajar tauhid, astronomi, dan
matematika.
2. Belajar keterampilan (skill learning).. Merupakan belajara yang bertujuan
untuk memperoleh keterampilann tertentu dengan menggunakan gerakan-
gerakan motorik. Contohnya belajar cabang-cabang olahraga, melukis, dan
memperbaiki benda-benda elektronik.
3. Belajar social (social learning). Merupakan belajar yang bertujuan untuk
memperoleh kemampuan dan keterampilan terhadap permasalahan-
permasalahan social, penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial, dan
sebagainya. Contohnya belajar memahami masalah keluarga dan
penyelesaian konflik antar etnis.
4. Belajar pemecahan masalah (problem solving). Pada dasarnya adalah
belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan memecahkan
berbagai masalah secara logis dan rasional. Tujuannya adalah untuk
memperoleh kecakapan kognitif guna memecahkan maaslah secara tuntas.
Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk menguasai konsep, prinsip,
dan penggeneralisasian.
5. Belajar rasional (rational learning). Merupakan belajar dengan
menggunakan kemampuan logis atau sesuai dengan akal sehat. Tujuannya
adalah memperoleh beragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan
konsep-konsep.
6. Belajar kebiasaan (habitual learning). Merupkan proses pembentukan
kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan yang telah ada. Tujuan dari
pembelajaran ini adalah individu memperoleh sikap dan kebiasaan baru
yang lebih tepat dan lebih positif.
7. Belajar apresiasi (appreciation learning). Pada dasarnya adalah belajar
mempertimbangkan nilai atau arti penting suatu objek. Tujuannya adalah
individu memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa,
contohnya apresiasi sastra, music dan seni lukis.
8. Belajar pengetahuan (study). Belajar untuk memperoleh pengetahuan
dimaksud untuk memperoleh sejumlah pemahaman, pengertian, informasi,
10
dan sebagainya. Tujuannya adalah agar individu menambah atau
memperoleh informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu.
2.2 MEMORI
Schlessinger dan Groves 1976;325 dalam Rahmat 2000;62 mengatakan
bahwa memori adalah system yang berstruktur, yang menyebabkan organisme
mampu merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuan untuk
membimbig perilakunya.
Memori (daya ingat) adalah kemampuan individu untuk menyimpan
informasi dan informasi tersebut dapat dipanggil kembali untuk dapat
dipergunakan beberapa waktu kemudian.
Memori merupakan unsur inti dari perkembangan kognitif, sebab segala
bentuk belajar dari individu melibatkan memori. Dengan memori, individu
dimungkinkan untuk dapat menyimpan informasi yang ia terima sepanjang waktu.
Tanpa memori, individu mustahil dapat merefleksikan dirinya sendiri, karena
pemahaman diri sangat tergantung pada suatu kesadaran yang berkesinambungan,
yang hanya dapat terlaksana dengan adanya memori.
1. Pembagian Memori
a. Memori jangka pendek (short term memory)
Memori jangka pendek merupakan penyimpanan sementara peristiwa atau
item yang diterima dalam waktu sekejap, yakni kurang dari beberapa menit,
biasanya malah lebih pendek (beberapa detik). Memori jangka pendek tidak
permanen, penyimpanannya akan terhapus dalam waktu pendek, kecuali kalau
diupayakan secara khusus, seperti mengulang-ulangnya.
Fungsi penting dari memori jangka pendek ada dua yaitu menyimpan
material yang diperlukan untuk periode waktu yang pendek dan berperan untuk
ruang kerja untuk perhitungan mental. Akan tetapi ada kemungkinan lain dari
fungsi memori jangka pendek, yaitu merupakan stasiun pemberhentian menuju
memori jangka panjang. Artinya, informasi mungkin berada di memori jangka
pendek sementara ia sedang disandikan menjadi memori jangka panjang. Salah
satu teori yang membahas transfer dari memori jangka pendek menjadi memori
11
jangka panjang dinamakan dual memory model. Model ini berpendapat bahwa jika
informasi memasuki memori jangka pendek, ia dapat dipertahankan dengan
pengulangan atau hilang karena penggeseran atau peluruhan.
Dalam literatur lain dituliskan bahwa memori jangka pendek berfungsi
sebagai penyimpanan transitory yang dapat menyimpan informasi yang sangat
terbatas dan mentransformasikan serta menggunakan informasi tersebut dalam
menghasilkan respon atas suatu stimulus.
Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Peterson & Peterson (1959):
Recall vs recall interval, mereka mendemonstrasikan bahwa kemampuan kita
untuk menyimpan niformasi yang baru masuk dalam bank memori sementara
sangat terbatas dan rentan terhadap kelupaan jika tidak melakukan pengulangan.
Kelupaan, atau secara lebih spesifik merupakan kegagalan dalam mengingat
kembali (recall) informasi dari memori, lebih didasarkan pada interferensi
(interference) bukannya padadecay (kerusakan) ataupun pada kurangnya
kesempatan untuk meng‐konsolidasikan peristiwa‐peristiwa (events) yang telah
dialaminya.
Jumlah informasi yang mampu disimpan dalam memori jangka pendek
relative kecil dibandingkan dengan kapasitas memori jangka panjang. Bukti
paling awal terbatasnya kapasitas memori jangka pendek (Immediate memory)
dikemukakan oleh Sir William Hamilton pada tahun 1800 (dalam Miller, 1956),
yang menyatakan bahwa: ”Apabila anda melemparkan segenggam kelereng ke
lantai, maka anda akan menemui kesulitan untuk mengamati lebih dari enam (atau
paling banyak tujuh) kelereng tanpa kebingungan”. Pernyataan serupa juga telah
dikemukakan oleh Jacobs pada tahun 1887 (dalam Miller, 1956) bahwa apabila
pada seseorang dibacakan sederetan angka yang tidak berurutan maka ia hanya
akan mampu menyebutkan kembali sekitar tujuh angka.
15
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Memori
a. Umur
Dengan menggunakan tes memory span, terbukti bahwa rentang
memori meningkat bersamaan dengan tumbuhnya anak menjadi lebih
besar. Rentang memori anak meningkat dari sekitar 2 digit pada usia 2
hingga 3 tahun dan sampai sekitar 5 digit pada usia 7 tahun. Tetapi antara
usia 7 hingga 13 tahun, rentang memori hanya meningkat 1,5 digit.
Bila dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar atau dengan
orang dewasa, anak yang lebih kecil lebih mungkin untuk menyimpan
materi berupa visual dalam ingatan jangka pendeknya. Terjadi perbedaan-
perbedaan dalam rentang memori karena perbedaan usia salah satunya
disebabkan karena anak-anak yang lebih tua lebih banyak mengulang
angka-angka daripada anak-anak yang lebih muda. Kecepatan dan efisiensi
pemrosesan informasi juga berperan, terutama kecepatan dalam item-item
ingatan yang bisa diidentifikasi. Kecepatan pengulangan merupakan
peramal yang sangat akurat bagi rentang memori. Bahkan bila kecepatan
pengulangan dikendalikan, rentang memori anak usia 6 tahun sama dengan
rentang memori orang dewasa muda.
b. Genetic
Para peneliti dari NIH (National Institutes of Health, Amerika
Serikat) menemukan bahwa orang dengan gen “met” BDNF (brain derived
nurotrophic factor) mempunyai nilai yang lebih buruk pada tes memori
episodik. Selain itu orang dengan 18 gen tsb menunjukkan aktivasi
hippokampus yang berbeda dari orang yang normal dan mempunyai
kesehatan syaraf yang lebih buruk dari orang normal. Diberi nama “met”
karena terdapat sekuens asam amino metionin pada lokasi di mana
biasanya terdapat valine pada gen BDNF orang pada umumnya.
c. Nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat dialami saat prenatal maupun pasca natal.
Nutrisi yang inadekuat pada ibu hamil dapat menyebabkan hambatan
pertumbuhan otak dalam janin serta akan lahir bayi dengan berat lahir
rendah. Cacat fisik, pengulangan kelas dan gangguan belajar lebih sering
16
pada anak dengan berat lahir rendah begitu juga dengan tingkat intelegensi
serta nilai matematika dan bahasa.
Kekurangan gizi selama periode pasca natal dini menghasilkan
perlambatan bermakna dari laju pertumbuhan sistem saraf pusat, dengan
berat otak yang lebih rendah, korteks serebri yang lebih tipis, jumlah
neuron yang lebih sedikit, kurangnya mielinisasi, percabangan dendrit dan
lain sebagainya.
Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-
tanda apatis, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar dan lambat
bereaksi terhadap suatu rangsangan. Diperkirakan 10 % dari total seng
berada di otak dan berada pada neuron di hipokampus yaitu menempati
lumen vesikel sinaps yang beirisi glutamat. Seng ikut berperan dalam
neuromodulator pada glutaminergik sinaps. Telah diteliti bahwa bila
terjadi defisiensi seng maka akan terjadi gangguan terhadap penghantaran
stimulus yang diterima oleh akson dan badan neuron sehingga dapat
terjadi gangguan memori.
d. Hormon Tiroid
Defisit atau kelebihan hormon tiroid selama perkembangan dapat
berefek buruk pada fungsi neurologi saat beranjak dewasa nantinya.
Bahkan perubahan kecil kadar hormon tiroid yang bersirkulasi di dalam
ibu hamil dapat mempengaruhi keluaran neurologik anak.
Efek yang penting adalah meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama
kehidupan pascanatal. Bila janin tidak mendapat hormon tiroid dalam
jumlah cukup, maka pertumbuhan dan pematangan otak sebelum bayi itu
dilahirkan dan sesudahnya akan sangat terbelakang. Sebaliknya bila
hormon tiroid sangat berlebihan maka lebih cepat terjadi katabolisme
daripada timbulnya sintesis protein
e. Stimulasi
Menurut Soetjiningsih (1995) dalam periode perkembangan anak
yaitu periode kritis antara 0–3 tahun diperlukan rangsangan / stimulasi
yang berguna untuk meningkatkan potensi yang ada pada anak, termasuk
17
perkembangan memori. Telah diteliti bahwa semakin banyak stimulasi
yang diterima seorang anak di lingkungan rumah maupun formal akan
mempengaruhi fungsi kognitif anak
Otak dapat menumbuhkan koneksi yang baru dengan stimulasi
lingkungan. Bila seseorang memperkaya lingkungannya, maka otak akan
mempunyai korteks yang lebih tebal, percabangan dendrit dan
pertumbuhan spina yang lebih banyak serta tubuh sel yang lebih besar.
f. Infeksi
Infeksi tampaknya mempengaruhi perkembangan anak melalui
beberapa mekanisme yang berbeda. Masukan diet yang menurun terjadi
sekunder terhadap anoreksia atau malabsorbsi, kehilangan nutrien yang
sesungguhnya dapat terjadi sekunder terhadap protein-losing
enteropathydan peningkatan kebutuhan terjadi berhubung dengan panas
dan respon imun. Terdapat dugaan bahwa imun respon sendiri dapat
mempengaruhi secara langsung fungsi kognitif dan mood. Smith dalam
penelitian serial pada dewasa menemukan bahwa influenza mempengaruhi
fungsi kognitif dan bahkan infeksi subklinis dapat mengganggu performa
kognitif. Gangguan ini terjadi saat periode inkubasi dan beberapa saat
setelah penyembuhan ketika gejala tidak ada lagi. Infeksi juga
menyebabkan kelemahan umum di mana anak yang lemah dan apatis akan
menerima stimulasi yang lebih sedikit.
g. Brain injury
Brain injury pada anak dapat berasal dari trauma kepala atau terjadi
selama masa rawan saat periode pertumbuhan cepat otak janin dari trauma
prenatal, saat persalinan yang sulit, atau pada masa pasca natal dari
hipoksia, infeksi susunan saraf pusat (meningitis, ensefalitis), penyakit
serebrovaskular seperti stroke, gangguan metabolik (seperti
fenilketonuria), alkohol, berasal dari pengobatan (operasi atau radioterapi
otak) atau dari intoksikasi logam berat (merkuri, timbal, timah, kadmium).
Masalah yang mengikuti kerusakan otak berupa masalah yang
berhubungan dengan fungsi fisik, perilaku, emosi dan kognitif termasuk di
antaranya adalah fungsi belajar dan mengingat.
18
h. Epilepsi
Epilepsi dapat mengganggu fungsi memori melalui beberapa jalan
yaitu tumor atau lesi yang mendasari penyakit, bangkitan kejang atau
aktifitas elektrik otak yang tidak semestinya serta dapat berasal dari
pengobatan anti epilepsi.
i. Stress
Situasi stres akan menghasilkan reaksi emosional. Selain reaksi
emosional, orang seringkali menunjukkan gangguan kognitif yangcukup
berat jika berhadapan dengan stresor yang serius. Mereka akan sulit
berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran mereka secara logis dan
mungkin mudah terdistraksi.
19
tersebut mengandung struktur memori yang penting. Secara lebih spesifik,
nampaknya hippopocampus merupakan penyimpanan sementara untuk memori
jangka panjang, dimana informasi yang baru saja diperoleh diproses dan
kemudian ditransfer ke cerebral cortex untuk penyimpanan yang lebih permanen.
Milner kemudian membuat temuan yang mengejutkan yang mengubah pandangan
tentang konsep memori jangka pendek dan memori jangka panjang yang telah
dikenal saat itu. Pasien yang mengalami temporal lobe lesions seperti H.M.
Mampu mempelajari tugas implicit yang melibatkan perceptual and motor skills,
seperti tugas belajar menggambar suatu bayangan di cermin, dan mampu
menyimpan ketrampilan tersebut untuk jangka panjang. Memori Prosedural
berfungsi normal namun tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari informasi
yang baru.
2. Amnesia
Salah satu orang yang pernah mengidap amnesia adalah Krickitt Carpenter.
Krickitt mengalami kecalakaan mobil yang mengakibatkannya koma selama
empat bulan. Ketika ia sadar, ia kehilangan memorinya, termasuk memori tentang
suaminya. Memori selama 2 tahun terakhir ketika ia berkenalan dengan suaminya
dan memutuskan untuk menikah dengannya telah terhapus akibat dari cidera otak
yang dideritanya. ia bahkan lupa cara berpakaian, gosok gigi hingga berjalan.
Dan kepribadiannya pun berubah menjadi pemarah, agresif, tidak sabar dan
sangat berlawanan dengan sikapnya sebelum kecelakaan. Meskipun telah
ditunjukan foto dan video pernikahannya, Krickitt tetap saja tidak dapat
mengingat sama sekali peristiwa tersebut. Kim, suami dari Krickitt selalu sabar
meskipun Krickitt tidak memiliki perasiaan yang sama seperti dulu. Kim selalu
berusaha agar Krickitt kembali mencintainya meskipun kini Krickitt telah berubah
menjadi seorang yang pemarah, agresif dan tidak sabaran. Sikap sabar dan rasa
sayang dan cinta dari Kim membuat Krickitt akhirnya menjadi luluh. Tiga tahun
setelah kecelakaan, mereka kembali menikah dan memulai menjalin hubungan
dari nol lagi dan membangun kenangan-kenangan yang baru lagi. Kisah mereka
berdua telah menginspirasi seorang produser film. Lalu produser film tersebut
membuat garapan film berjudul The Vow yang kisahnya mirip sekali dengan
kisah Kim dan Krickitt.
20
DAFTAR PUSTAKA
Leksono, Puji Putranto. The Effect Of Brain Gym to The Short Term Memory
Function Of Children From Low Economic Status Family. 2009.
Universitas Diponegoro Semarang.
Ali, Mohamad Zahidin, Mulyaningsih, Indrya. Teori Koneksionisme dalam
Pembelajaran Bahasa Kedua Anak Usia Dini. Journal Indonesian
Language Education and Literature Vol.1, No. 2, 2016
http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/
Mukhlis, Dkk. 2014. Konsep dan Teori Perkembangan. Cet. III Pekanbaru; Al-
Mujtahidah Press.
Bhinnety, Magda. Struktur dan Proses Memori. Bulletin psikologi volume 16, no.
2, 74-88.
21