Anda di halaman 1dari 18

B.

PEMBELAJARAN

Chaplin menyatakan bahwa belajar memiliki dua definisi, yaitu ”...acquisition of any
relatively permanent change in behaviour as a result of a practice and experience.” (perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman) dan
”process of aquiring responses as a result of special practice.” (proses memperoleh respon-
respon sebagai akibat adanya latihan khusus). Adapun, Witherington mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan di dalam diri kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu
pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian dan suatu
pengertian.

Dalam teori pembelajaran, arti belajar sebagaimana dirumuskan oleh G. A Kimble adalah
perubahan yang relative menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari
latihan dengan penguatan, dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematagan,
kelelahan, dan atau kerusakan pada susunan saraf.

1. Teori-teori Belajar
a. Conditioning klasik (classical conditioning)

Conditioning adalah pembelajaran yang didasarkan pada pengasosian stimulus yang


biasanya tidak menimbulkan respon Papalia, 2008; 43. Percobaan mengenai anjing yang
mengeluarkan air liur oleh Pavlov, seringkali dikutip karena dianggap sebagai bentuk
percobaan conditioning formal yang pertama.

Prinsip dasar dari model kondisioning klasik adalah unconditioned stimulus(US) yaitu
respon yang secara wajar dan dan secara otomatis menimbulkan repons pada organism,
Stimulus ini tidak dikondisikan. Unconditioned response(UR) yaitu respon yang secara wajar
dan otomatis ditimbulkan oleh unconditioned respons, Respon ini tidak dikondisikan.
Conditioned stimulus(CS) yaitu stimulus yang netral dan tidak menimbulkan respon wajar
dan otomatis pada organisme. Stimulus ini dikondisikan.

Pavlov adalah seorang psikolog yang mengadakan pengamatan terhadap refleks


pengeluaran air liur pada anjing. Dari percobaan yang di lakukan, anjing bisa
memperlihatkan reaksi-reaksi melalui proses-proses persyaratan. Artinya, dari satu
rangsangan di pindahkan ke rangsangan lain. Dengan demikian juga terjadi pemindahan dari
satu refleks ke refleks yang lain. Berdasarkan hasil percobaan tersebut bisa di simpulkan
mengenai hal belajar sebagai berikut:

1. Laku yang satu bisa dipindahkan ke laku yang lain. Demikian pula berlaku pada
pembentukan kebiasaan dan juga kemampuan-kemampuan lain.
2. Belajar erat hubungannya dengan prinsip penguatan kembali atau dengan kata lain,
ulangan-ulangan dalam hal belajar adalah penting.

Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan respon. Syarat penting dalam
belajar menurut teori conditioning adalah adanya latihan-latihan yang continiu. Yang
diutamakan dalam teori ini adalah belajar yang terjadi secara otomatis.

Kelemahan teori classical conditioning :

1. Teori ini menganggap bahwa belajar hanya terjadi secara otomatis, keaktifan dan
penentuan pribadi dalam tidak hiraukannya.
2. Peranan latihan atau kebiasaan terlalau ditonjolkan; sedangkan kita tahu bahwa dalam
bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata bergantung pada pengaruh
diluar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan
perbuatan serta reaksi apa yang akan dilakukannya.
3. Teori conditioning memang tepat jika berhubungan dengan kehidupan binatang. Namun,
pada manusia, teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal tertentu saja; contohnya
dalam belajar mengenai skills tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak kecil.

b. Conditioning Operan (Operant Conditioning) atau instrumental conditioning

Istilah conditioning operan diciptakan oleh Skinner dan memiliki arti umum conditioning
perilaku. Istilah “Operan” disini berarti operasi (Operation) yang pengaruhnya
mengakibatkan organisme melakukan perbuatan pada lingkungannya. Contohnhya adalah
perilaku motor yang biasanya merupakan perbuatan yang dilakukan secara sadar (Hardy dan
Heys, 1985; Reber, 1988).
Respon dalam conditioning operan terjadi tanpa didahului stimulus, melaikan oleh efek
yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforce adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya respons tertentu, akan tetapi tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.

Dalam berbagai eksperimen Throndike, pembelajaran adalah konsekuensi langsung dari


ganjaran. Meskipun Throndike yang menjadi pelopor dalam pengkajian bagaimana rasa puas
mendorong pembelajaran, Skinner lah yang menyelidiki kerja terinci “hukum efek” (Sylva
dan Lunt, 1986). B.F. Skinner dianggap sebagai bapak conditioning operan. Walaupun hasil
karyanya didasarkan pada hukum efek yang dikemukakan oleh Throndike, Skinner telah
memasukkan unsur penguatan dalam hukum efek tersebut (Hardy dan Heyes, 1985:42).

Kelemahan-kelemahan teori operant conditioning:

1. Proses belajar dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan
mental yang tidak dapat disaksikan dari luar, kecuali sebagai gejalanya.
2. Proses belajar bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan
robot padahal setiap individu memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri) dan
self-control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, sehingga ia bisa menolak untuk
merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan
kehendak hati.
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit diterima,
mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis manusia dan hewan.

c. Teori psikologi Gestalt.

Teori ini sering disebut insight full learning atau field theory. Psikologi Gestalt
mempelajari gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas dan bahwa data-data dalam
psikologi Gestalt disebut segabai fenomena.

Belajar dalam psikologi Gestalt bukan sekedar asosialsi antara stimulus respon yang
semakin kuat apabila terus terjadi pengulangan. Aliran ini berpendapat bahwa belajar dapat
terjadi jika terdapat insight atau pengertian. Pengertian ini muncul jika setelah beberapa saat
memahami sebuah masalah dan menemukan kejelasan, dapat melihat hubungan dari setiap
unsur-unsur dan mampu memahami sangkut pautnya untuk kemudian dimengerti maknanya.

Berikut adalah prinsip-prinsip belajar yang merupakan rangkuman dari teori psikologi
Gestalt.

1. Belajar dimulai dari satu keseluruhan, selanjutnya menuju bagian-bagian. Dari hal-hal
kompleks menuju hal yang lebih sderhana.
2. Keseluruhan memberi makna pada bagian-bagian.
3. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Seseorang belajar apabila ia dapat
berbuat dan bertindak sesuai dengan yang ia pelajari.
4. Belajar akan tercapai bila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian. Pengertian
kemampuan menghubungkan antara beberapa faktor dalam situasi yang problematik.
5. Belajar akan tercapai jika ada tujuan yang berarti bagi individu.
6. Dalam proses belajar, individu merupakan organisme yang aktif.

d. Teori Koneksionisme

Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Edward Thorndike, seorang pendidik dan
psikolog Amerika. Menurutnya, belajar merupakan peristiwa terbentunya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dengan respon. Stimulus adalah suatu
perubahan dari linkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
bereaksi atau berbuat, sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsangan.

Dari hasil penelitian Thorndike pada seekor kucing, Thorndike merumuskan hukum-
hukum sebagai berikut

a. Law of readiness (hokum kesiapan)


Ketika seseorang dipersiapkan untuk bertindak, maka melakukan tindakan merupakan
imbalan (reward) dan tidak melakukannya merupakan hukuman (punishment) (Schunk:
2012). Kegiatan belajar dapat berlangsung secara efisien apabila si pelajar telah memiliki
kesiapan belajar. Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya kesiapan ini, yaitu;
1. Apabila suatu unit tingkah laku telah siap digunakan, maka penggunaannya
membawa kepuasan.
2. Apabila suatu unit tingkah laku telah siap digunakan namun tidak digunakan, maka
menimbulkan ketidakpuasan dan menimbulkan respon yang lain untuk mengurangi
atau meniadakan ketidakpuasan itu.
3. Apabila suatu unit tingkah laku belum siap tetapi dipaksakan untuk digunakan maka
akibatnya juga kerugian.
b. Law of exercise (hukum latihan)

Koneksi antara kondisi dan tindakan akan menjadi kuat karena latihan dan akan menjadi
lemah karena kurang latihan. Dalam belajar, pelajar perlu mengulang-ulang bahan
pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulangi semakin dikuasai pelajaran tersebut.
Hukum ini mengandung dua hal, yaitu

Law of use (hukum kegunaan), sebuah respon terhadap stimulus memperkuat koneksi
keduanya. Respon dalam hal ini adalah latihan.

Law of disuse (hukum ketidakgunaan), ketika respon tidak diberikan terhadap stimulus
kekuatan koneksinya menjadi menurun.

c. Law of effect (hukum akibat)

Kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang menyenangkan cenderung
akan diulangi, sedangkan kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang tidak
menyenangkan akan dihentikan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faltor internal. Merupakan semua factor yang berada dalam diri individu. Meliputi
a. Factor fisik. Factor fisik bisa dikelompokkan lagi menjadi beberapa bagian, yaitu
kesehatan. Contohnya adalah anak yang kurang sehat atau kurang gizi, maka daya
belajarnya akan kurang dibanding anak lain yang lebih sehat. Faktor selanjutnya
adalah cacat yang dibawa sejak lahir. Contohnya anak yang mengalami cacat sejak
lahir seperti tuli, epilepsy, atau geger otak karena terjatuh . Kondisi ini akan
mengakibatkan anak kesulitan untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.
b. Faktor psikis. Ada banyak faktor psikis yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
dalam memperoleh pembelajaran. Diantaranya
1. Faktor intelegensi atau kemampuan. Intelegensi merupakan salah satu pembeda
antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Tingkatan-tingkatan
intelegensi menjadikan adanya perbedaan dalam kecepatan dalam pembelajaran.
2. Faktor perhatian dan minat. Dalam mempelajari sesuatu, hal yang menarik akan
lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian.
Keinginan dan kemauan sangat mempengaruhi corak perbuatan yang akan
diperlihatakan seseorang. Keinginan erat hubungannya dengan perhatian yang
dimiliki karena perhatian mengharahkan timbulnya kehendak pada seseorang.
Sementara kemauan erat hubungannya dengan kondisi fisik dan psikis
3. Faktor bakat. Pada dasarnya bakat mirip dengan intelegensi, itulah sebabnya anak
yang superior atau very superior disebut juga talented child.
4. Faktor motivasi. Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorongnya
untuk melakukan sesuatu. Kekurangan atau ketiadaan motivasi menyebabkan
anak kurang bersemangat dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi
baik dirumah maupun disekolah.
5. Faktor kematangan. Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau
organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya, setiap usaha
belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan
individu. Mengajarkan sesuatu juga berhasil apabila taraf pertumbuhan pribadi
telah memungkinkan.
6. Faktor kepribadian. Fase perkembangan seseorang tidak selalu sama. Dalam
proses pembentukan kepribadian, ada beberapa fase yang harus dilalui. Seseorang
yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami kesulitan jika dipaksa untuk
melakukan hal-hal yang terjadi pada fase berikutnya.
2. Faktor eksternal. Merupakan faktor yang berasal dari luar diri. Secara garis besar bisa
dibagi dalam 3 faktor, yaitu
1. Faktor keluarga. Keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar
dapat dibagi menjadi tiga aspek. Aspek pertama, kondisi ekonomi keluarga, kondisi
ekonomi keluarga yang rendah dapat memicu kekurangan gizi, dan kebutuhan-
kebutuhan anak yang tidak terpenuhi. Selain itu, kekurang dalam perekonomian juga
menyebabkan suasana rumah muram dan menjadikan anak kehilangan gairah untuk
belajar. Aspek kedua, hubungan emosional orang tua dan anak. Dalam suasana rumah
yang selalu ribut dengan pertengkaran akan mengakibatkan anak terganggu dan tidak
berkonsentrasi dalam belajar. Hubumgam orang tua dan anak yang acuh tak acuh juga
dapat menimbulkan frustasi pada anak. Aspek ketiga, cara-cara orangtua mendidik
anak. Biasanya setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda. Ada keluarga yang
menjalankan cara mendidik anak secara diktaktor militer, demokratis, menerima
pendapat anak, ada pula yang acuh tak acuh dengan pendapat anak sehingga juga
berpengaruh pada proses belajar anak.
2. Faktor sekolah. Di sekolah, cara atau metode pengajaran, hubungan antara guru dan
murid serta disiplin sekolah akan mempengaruhi proses pembelajaran anak.
3. Faktor lingkungan lain. Ini adalah faktor yang mempengaruhi pembelajaran anak.
Seperti jarak antara sekolah dan tempat tinggal yang terlalu jauh, faktor teman
bermain dan aktivitas dalam masyarakat.
3. Tujuan Pembelajaran

Menurut Dalyono (2007:49-50) tujuan belajar adalah sebagai berikut:


1. Belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam diri antara lain perubahan tingkah laku.
2. Belajar bertujuan mengubah kebiasaan yang buruk menjadi baik.
3. Belajar bertujuan mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak hormat menjadi
hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya.
4. Dengan belajar dapat memiliki keterampilan.
5. Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah terjadinya
perubahan dalam diri seseorang terhadap cara berfikir, mentalitas dan perilakunya yang meliputi
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman) dan psikomotorik (keterampilan).
4. Jenis-jenis belajar.
Dilihat hasil dan tujuan yang diperoleh dari kegiatan belajar, pada umumnya para ahli
mengemukakan delapan jenis belajar sebagai berikut:
1. Belajar abstrak (abstrack learning). Pada dasaarnya adalah belajar dengan cara berpikir
abstrak. Tujuannya adalah memperoleh pemerhatian dan pemahaman tidak nyata.
Contohnya belajar tauhid, astronomi, dan matematika.
2. Belajar keterampilan (skill learning).. Merupakan belajara yang bertujuan untuk
memperoleh keterampilann tertentu dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik.
Contohnya belajar cabang-cabang olahraga, melukis, dan memperbaiki benda-benda
elektronik.
3. Belajar social (social learning). Merupakan belajar yang bertujuan untuk memperoleh
kemampuan dan keterampilan terhadap permasalahan-permasalahan social, penyesuaian
terhadap nilai-nilai sosial, dan sebagainya. Contohnya belajar memahami masalah
keluarga dan penyelesaian konflik antar etnis.
4. Belajar pemecahan masalah (problem solving). Pada dasarnya adalah belajar untuk
memperoleh keterampilan atau kemampuan memecahkan berbagai masalah secara logis
dan rasional. Tujuannya adalah untuk memperoleh kecakapan kognitif guna memecahkan
maaslah secara tuntas. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk menguasai konsep,
prinsip, dan penggeneralisasian.
5. Belajar rasional (rational learning). Merupakan belajar dengan menggunakan
kemampuan logis atau sesuai dengan akal sehat. Tujuannya adalah memperoleh beragam
kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
6. Belajar kebiasaan (habitual learning). Merupkan proses pembentukan kebiasaan baru
atau perbaikan kebiasaan yang telah ada. Tujuan dari pembelajaran ini adalah individu
memperoleh sikap dan kebiasaan baru yang lebih tepat dan lebih positif.
7. Belajar apresiasi (appreciation learning). Pada dasarnya adalah belajar
mempertimbangkan nilai atau arti penting suatu objek. Tujuannya adalah individu
memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa, contohnya apresiasi sastra,
music dan seni lukis.
8. Belajar pengetahuan (study). Belajar untuk memperoleh pengetahuan dimaksud untuk
memperoleh sejumlah pemahaman, pengertian, informasi, dan sebagainya. Tujuannya
adalah agar individu menambah atau memperoleh informasi dan pemahaman terhadap
pengetahuan tertentu.

MEMORI
Schlessinger dan Groves 1976;325 dalam Rahmat 2000;62 mengatakan bahwa memori adalah
system yang berstruktur, yang menyebabkan organisme mampu merekam fakta tentang dunia
dan menggunakan pengetahuan untuk membimbig perilakunya.
Memori (daya ingat) adalah kemampuan individu untuk menyimpan informasi dan informasi
tersebut dapat dipanggil kembali untuk dapat dipergunakan beberapa waktu kemudian.
Memori merupakan unsur inti dari perkembangan kognitif, sebab segala bentuk belajar dari
individu melibatkan memori. Dengan memori, individu dimungkinkan untuk dapat menyimpan
informasi yang ia terima sepanjang waktu. Tanpa memori, individu mustahil dapat merefleksikan
dirinya sendiri, karena pemahaman diri sangat tergantung pada suatu kesadaran yang
berkesinambungan, yang hanya dapat terlaksana dengan adanya memori.
1. Memori jangka pendek (short term memory)
Memori jangka pendek merupakan penyimpanan sementara peristiwa atau item yang diterima
dalam waktu sekejap, yakni kurang dari beberapa menit, biasanya malah lebih pendek (beberapa
detik). Memori jangka pendek tidak permanen, penyimpanannya akan terhapus dalam waktu
pendek, kecuali kalau diupayakan secara khusus, seperti mengulang-ulangnya.

Fungsi penting dari memori jangka pendek ada dua yaitu menyimpan material yang diperlukan
untuk periode waktu yang pendek dan berperan untuk ruang kerja untuk perhitungan mental.
Akan tetapi ada kemungkinan lain dari fungsi memori jangka pendek, yaitu merupakan stasiun
pemberhentian menuju memori jangka panjang. Artinya, informasi mungkin berada di memori
jangka pendek sementara ia sedang disandikan menjadi memori jangka panjang. Salah satu teori
yang membahas transfer dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang dinamakan
dual memory model. Model ini berpendapat bahwa jika informasi memasuki memori jangka
pendek, ia dapat dipertahankan dengan pengulangan atau hilang karena penggeseran atau
peluruhan.
Dalam literatur lain dituliskan bahwa memori jangka pendek berfungsi sebagai penyimpanan
transitory yang dapat menyimpan informasi yang sangat terbatas dan mentransformasikan serta
menggunakan informasi tersebut dalam menghasilkan respon atas suatu stimulus.

Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Peterson & Peterson (1959): Recall vs recall interval,
mereka mendemonstrasikan bahwa kemampuan kita untuk menyimpan niformasi yang baru
masuk dalam bank memori sementara sangat terbatas dan rentan terhadap kelupaan jika tidak
melakukan pengulangan. Kelupaan, atau secara lebih spesifik merupakan kegagalan dalam
mengingat kembali (recall) informasi dari memori, lebih didasarkan pada interferensi
(interference) bukannya padadecay (kerusakan) ataupun pada kurangnya kesempatan untuk
meng‐konsolidasikan peristiwa‐peristiwa (events) yang telah dialaminya.

Jumlah informasi yang mampu disimpan dalam memori jangka pendek relative kecil
dibandingkan dengan kapasitas memori jangka panjang. Bukti paling awal terbatasnya kapasitas
memori jangka pendek (Immediate memory) dikemukakan oleh Sir William Hamilton pada tahun
1800 (dalam Miller, 1956), yang menyatakan bahwa: ”Apabila anda melemparkan segenggam
kelereng ke lantai, maka anda akan menemui kesulitan untuk mengamati lebih dari enam (atau
paling banyak tujuh) kelereng tanpa kebingungan”. Pernyataan serupa juga telah dikemukakan
oleh Jacobs pada tahun 1887 (dalam Miller, 1956) bahwa apabila pada seseorang dibacakan
sederetan angka yang tidak berurutan maka ia hanya akan mampu menyebutkan kembali sekitar
tujuh angka.

2. Memori jangka panjang long term memory

Artkinson dan shiffrin dalam King 2010 mendefinisikan memeori jangka panjang sebagai suatu
proses penyimpanan yang relative permanen. Hal itu diperjelas oleh Hudmon 2006 yang
menyatakan bahwa penyimpanan memori jangka panjang sangat luas dalam artian dapat
berlangsung bermenit-menit, berjam-jam, hingga sepanjang hidup. Oleh karena itu dapat
diketahui bahwa memori jangka panjang merupakan penyimpanan informasi yang mencakup
pengalaman dan hasil belajar yang dipertahankan dalam waktu yang lama untuk digunakan
kembali jika informasi itu dibutuhkan.

Memori jangka panjang diasumsikan sebagai tempat penyimpanan pengetahuan secara


permanen, karena pengetahuan dapat ditahan di dalam memori ini dalam waktu lama. Memori
ini juga mempunyai kapasitas yang tidak terbatas (Pass et al., 2004; Sweller, 2004). Hal ini dapat
ditunjukkan dengan kemampuan kita untuk menyimpan informasi sejak lahir sampai akhir hayat.
Ketika kitamerasa sulit menyimpan atau mengingat informasi, yang menjadi masalah bukan
kapasitas memori jangka panjang kita terbatas. Namun, kapasitas memori pekerja yang terbatas
dalam proses kognitif meyimpan pengetahuan atau memanggil pengetahuan. Memori ini dapat
menyimpan pengetahuan deklaratif, prosedural dan kondisional (Bruning et al., 2004).
Artkinson dan Shiffrin dalam Artkinson, 1998 menjelaskan pemrosesan informasi kedalah
memori jangka panjang dapat digambarkan seperti pada bagan berikut.

Bagan1. Proses memori menurut Artkinson dan Shiffrin

1. Rangsangan atau informasi diterima memori sensoris dengan durasi penyimpanan sekitar
satu detik. Informasi yang diperhatikan ditransfer ke dalam memori jangka pendek,
sedangkan yang tidak diperhatikan akan terlupakan dan hilang dari penyimpanan.
Memori Penginderaan (Sensory Memory) adalah komponen paling pertama yang
menerima informasi. Untuk memberikan persepsi dan identifikasi awal informasi yang
diterima, memori ini mengubah informasi dalam bentuk signal-signal stimulus. Penelitian
menunjukkan bahwa memori ini menahan signal-signal tersebut untuk memberikan
persepsi dan identifikasi dalam waktu yang sangat pendek (kurang dari satu mikro detik)
dan signal tersebut akan segera hilang dari memori ini karena datangnya signal-signal
stimulus berikutnya (Bruning et al., 2004).
2. Informasi yang mendapat perhatian disimpan dalam memori jangka pendek dengan
durasi penyimpanan selama 15-30 detik. Durasi penyimpanan dapat ditingkatkan dengan
pengulangan (Sternberg, 2008). Informasi yang dapat dipertahankan lebih lama dan
diproses secara mendalam dengan makna akan ditransfer ke dalam tahap penyimpanan
selanjutnya yaitu memori jangka panjang, sedangkan yang tidak memiliki makna akan
terlupakan dari ingatan.
3. Tahap penyimpanan terakhir dari system memori adalah memori jangka panjang.
Informasi yang disimpan pada tahap tersebut adalah informasi yang diproses secara
mendalam dengan pemaknaan atau dengan pengorganisasian. Informasi tersebut
disimpan secara permanen di dalam ingatan. Informasi dapat diakses dengan mentransfer
kembali ke memori jangka pendek untuk dikeluarkan dalam kesadaran. Informasi yang
tidak dapat diakses kembali berarti terlupakan yang disebabkan karena proses penyandian
yang kurang baik maupun kegagalan dalam proses pengambilan kembali.

Suharnan (2005) mengungkapkan bahwa pengukuran memori jangka panjang dapat dilakukan
dengan menggunakan tes, diantaranya tes recall, tes rekognisi, tes pengetahuan konsepsual,
leksikal, perseptual, dan tes pengetahuan prosedural.

Memori terletak pada lokasi‐lokasi khusus di otak. Penelitian dengan PET (Possitron
Emmissions Topography) menunjukkan bahwa daerah frontal otak berperan dalam pemrosesan
informasi secara mendalam. Sebagaimana diketahui dari studi pasien yang menderita kerusakan
otak bagian frontal tersebut, bahwa hippocampus, cortex, dan thalamus merupakan bagian yang
esensial dari memori jangka panjang. Memori jangka panjang yang permanen nampaknya
tersimpan dan diproses dalam cerebral cortex. Informasi dari mata dan telinga dilewatkan ke
visual cortex dan auditory cortex, dan nampaknya memori jangka panjang yang bertipe visual
dan auditori juga disimpan di sekitar lokasi tersebut.
Bagaimana otak menyimpan informasi dalam memori jangka panjang, dapat dijelaskan melalui
hasil studi neurokognitif Donald Hebb Berikut ini. Informasi dalam memori jangka pendek akan
diubah ke dalam memori jangka panjang apabila informasi tersebut telah tersimpan dalam
memori jangka pendek cukup lama. Hal Ini terjadi karena dalam memori jangka pendek suatu
sirkuit bergema (Reverberating circuit) dari aktivitas neural akan terjadi di otak, dengan suatu
putaran bangkitan diri dari neuron. Apabila sirkuit tetap aktif dalam suatu periode maka
terjadilah perubahan kimiawi atau struktural sehingga memori secara permanen akan tersimpan.
Menurut Bower 1985, ada beberapa macam informasi yang dapat di simpan dalam memori
jangka panjang manusia, yaitu
1. Model spasial dari alam sekeliling kita, struktur simbolis yang berkaitan dengan
gambaran tentang suatu rumah, kota, Negara, atau pelanet dan informasi tentang dimana
objek-objek penting terletak dalam peta kognitif tesebut.
2. Pengetahuan hokum-hukum fisika, kosmologi, sifat objek, dan segala sesuatu yang
berkaitan dengannya.
3. Keyakinan kita terhadap orang, diri sendiri, dan bagaimana berperilaku dalam situasi
social yang berfariasi.
4. Nilai-nilai dan tujuan social yang kita cari.
5. Keteramoilan motorik dalam mengemudi, besepeda, dan sejenisnya. Kemampuan
menyelesaikan masalah dalam berbagai situasi, rencana-rencana kita untuk mencapai
sesuatu.
6. Kemampuan perceptual dalam memahami bahasa, atau menginterpretasikan bahasa dan
music.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Memori
1. Umur. Dengan menggunakan tes memory span, terbukti bahwa rentang memori
meningkat bersamaan dengan tumbuhnya anak menjadi lebih besar. Rentang memori
anak meningkat dari sekitar 2 digit pada usia 2 hingga 3 tahun dan sampai sekitar 5 digit
pada usia 7 tahun. Tetapi antara usia 7 hingga 13 tahun, rentang memori hanya meningkat
1,5 digit.

Bila dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar atau dengan orang dewasa, anak
yang lebih kecil lebih mungkin untuk menyimpan materi berupa visual dalam ingatan
jangka pendeknya. Terjadi perbedaan-perbedaan dalam rentang memori karena
perbedaan usia salah satunya disebabkan karena anak-anak yang lebih tua lebih banyak
mengulang angka-angka daripada anak-anak yang lebih muda. Kecepatan dan efisiensi
pemrosesan informasi juga berperan, terutama kecepatan dalam item-item ingatan yang
bisa diidentifikasi. Kecepatan pengulangan merupakan peramal yang sangat akurat bagi
rentang memori. Bahkan bila kecepatan pengulangan dikendalikan, rentang memori anak
usia 6 tahun sama dengan rentang memori orang dewasa muda.

2. Genetic. Para peneliti dari NIH (National Institutes of Health, Amerika Serikat)
menemukan bahwa orang dengan gen “met” BDNF (brain derived nurotrophic factor)
mempunyai nilai yang lebih buruk pada tes memori episodik. Selain itu orang dengan 18
gen tsb menunjukkan aktivasi hippokampus yang berbeda dari orang yang normal dan
mempunyai kesehatan syaraf yang lebih buruk dari orang normal. Diberi nama “met”
karena terdapat sekuens asam amino metionin pada lokasi di mana biasanya terdapat
valine pada gen BDNF orang pada umumnya.
3. Nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat dialami saat prenatal maupun pasca natal. Nutrisi yang
inadekuat pada ibu hamil dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan otak dalam janin
serta akan lahir bayi dengan berat lahir rendah. Cacat fisik, pengulangan kelas dan
gangguan belajar lebih sering pada anak dengan berat lahir rendah begitu juga dengan
tingkat intelegensi serta nilai matematika dan bahasa.

Kekurangan gizi selama periode pasca natal dini menghasilkan perlambatan bermakna
dari laju pertumbuhan sistem saraf pusat, dengan berat otak yang lebih rendah, korteks
serebri yang lebih tipis, jumlah neuron yang lebih sedikit, kurangnya mielinisasi,
percabangan dendrit dan lain sebagainya.

Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apatis, kurang
menunjukkan perhatian terhadap sekitar dan lambat bereaksi terhadap suatu rangsangan.
Diperkirakan 10 % dari total seng berada di otak dan berada pada neuron di hipokampus
yaitu menempati lumen vesikel sinaps yang beirisi glutamat. Seng ikut berperan dalam
neuromodulator pada glutaminergik sinaps. Telah diteliti bahwa bila terjadi defisiensi
seng maka akan terjadi gangguan terhadap penghantaran stimulus yang diterima oleh
akson dan badan neuron sehingga dapat terjadi gangguan memori.
4. Hormon Tiroid. Defisit atau kelebihan hormon tiroid selama perkembangan dapat berefek
buruk pada fungsi neurologi saat beranjak dewasa nantinya. Bahkan perubahan kecil
kadar hormon tiroid yang bersirkulasi di dalam ibu hamil dapat mempengaruhi keluaran
neurologik anak.

Efek yang penting adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama
kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pascanatal. Bila janin tidak
mendapat hormon tiroid dalam jumlah cukup, maka pertumbuhan dan pematangan otak
sebelum bayi itu dilahirkan dan sesudahnya akan sangat terbelakang. Efek meningkatkan
pertumbuhan dari hormon tiroid ini mungkin berdasarkan pada kemampuan hormon itu
meningkatkan sintesis protein. Sebaliknya bila hormon tiroid sangat berlebihan maka
lebih cepat terjadi katabolisme daripada timbulnya sintesis protein
5. Stimulasi. Menurut Soetjiningsih (1995) dalam periode perkembangan anak yaitu periode
kritis antara 0–3 tahun diperlukan rangsangan / stimulasi yang berguna untuk
meningkatkan potensi yang ada pada anak, termasuk perkembangan memori. Telah
diteliti bahwa semakin banyak stimulasi yang diterima seorang anak di lingkungan rumah
maupun formal akan mempengaruhi fungsi kognitif anak

Otak dapat menumbuhkan koneksi yang baru dengan stimulasi lingkungan. Bila
seseorang memperkaya lingkungannya, maka otak akan mempunyai korteks yang lebih
tebal, percabangan dendrit dan pertumbuhan spina yang lebih banyak serta tubuh sel yang
lebih besar.
6. Infeksi. Infeksi tampaknya mempengaruhi perkembangan anak melalui beberapa
mekanisme yang berbeda. Masukan diet yang menurun terjadi sekunder terhadap
anoreksia atau malabsorbsi, kehilangan nutrien yang sesungguhnya dapat terjadi sekunder
terhadap protein-losing enteropathydan peningkatan kebutuhan terjadi berhubung dengan
panas dan respon imun. Terdapat dugaan bahwa imun respon sendiri dapat
mempengaruhi secara langsung fungsi kognitif dan mood. Smith dalam penelitian serial
pada dewasa menemukan bahwa influenza mempengaruhi fungsi kognitif dan bahkan
infeksi subklinis dapat mengganggu performa kognitif. Gangguan ini terjadi saat periode
inkubasi dan beberapa saat setelah penyembuhan ketika gejala tidak ada lagi. Infeksi juga
menyebabkan kelemahan umum di mana anak yang lemah dan apatis akan menerima
stimulasi yang lebih sedikit.
7. Brain injury. Brain injurypada anak dapat berasal dari trauma kepala atau terjadi selama
masa rawan saat periode pertumbuhan cepat otak janin dari trauma prenatal, saat
persalinan yang sulit, atau pada masa pasca natal dari hipoksia, infeksi susunan saraf
pusat (meningitis, ensefalitis), penyakit serebrovaskular seperti stroke, gangguan
metabolik (seperti fenilketonuria), alkohol, berasal dari pengobatan (operasi atau
radioterapi otak) atau dari intoksikasi logam berat (merkuri, timbal, timah, kadmium).
Masalah yang mengikuti kerusakan otak berupa masalah yang berhubungan dengan
fungsi fisik, perilaku, emosi dan kognitif termasuk di antaranya adalah fungsi belajar dan
mengingat.
8. Epilepsi. Epilepsi dapat mengganggu fungsi memori melalui beberapa jalan yaitu tumor
atau lesi yang mendasari penyakit, bangkitan kejang atau aktifitas elektrik otak yang
tidak semestinya serta dapat berasal dari pengobatan anti epilepsi. Obat-obat anti epilepsi
memang diharapkan akan mengurangi bangkitan kejang tetapi di sisi lain dapat
mempengaruhi kecepatan otak dalam memproses informasi
9. Stress. Ketika kita dihadapkan dengan suatu ancaman, tubuh merespon dengan
mengeluarkan bahan-bahan kimia yang kuat yang menjadikan seluruh sistem tubuh kita
berada dalam kesiagaan tinggi untuk menghadapi ancaman tsb dan akan menimbulkan
respon lari atau lawan (fight or flight response).
Situasi stres akan menghasilkan reaksi emosional. Selain reaksi emosional, orang
seringkali menunjukkan gangguan kognitif yangcukup berat jika berhadapan dengan
stresor yang serius. Mereka akan sulit berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran
mereka secara logis dan mungkin mudah terdistraksi.
Studi Kasus
Kasus neurokognisi dan memori jangka pendek yang sangat terkenal adalah yang menyangkut
H.M., yang dipresentasikan oleh peneliti Kanada Brenda Milner (1966). Pasien tersebut
menderita epilepsy berat, dan menurut prosedur medis, suatu operasi bilateral pada bagian
medial temporal perlu dilakukan untuk membebaskan gejala‐gejalanya. Operasi telah dilakukan
untuk menghilangkan sebagian dari temporal lobe, termasuk hippocampus. Meskipun Epilepsy
pasien tersebut membaik, namun dia menjadi penderita amnesia yang berat dan tidak mampu
menyimpan informasi baru dalam memori jangka panjang meskipun memori jangka pendeknya
tidak mengalami gangguan. Memori jangka panjang yang telah terbentuk sebelum operasi
dilakukan didapati normal, dan bahkan dia mampu memperoleh skor yang baik pada tes IQ
standar, meskipun dia tidak mampu mengenali nama‐nama ataupun wajah‐wajah orang‐orang
yang ditemuinya secara teratur. Dia mampu berbicara normal dengan Milner Apabila sedang
menengoknya namun tidak mampu mengingat pertemuan sebelumnya. Memori jangka pendek
pasien tersebut tidak terganggu, namun tidak memiliki kemampuan untuk membentuk memori
jangka panjang yang baru. Karena Lesion terjadi pada temporal lobe dan hippocampus, maka
tentunya pada lokasi-lokasi tersebut mengandung struktur memori yang penting. Secara lebih
spesifik, nampaknya hippopocampus merupakan penyimpanan sementara untuk memori jangka
panjang, dimana informasi yang baru saja diperoleh diproses dan kemudian ditransfer ke
cerebral cortex untuk penyimpanan yang lebih permanen. Milner kemudian membuat temuan
yang mengejutkan yang mengubah pandangan tentang konsep memori jangka pendek dan
memori jangka panjang yang telah dikenal saat itu. Pasien yang mengalami temporal lobe lesions
seperti H.M. Mampu mempelajari tugas implicit yang melibatkan perceptual and motor skills,
seperti tugas belajar menggambar suatu bayangan di cermin, dan mampu menyimpan
ketrampilan tersebut untuk jangka panjang. Memori Prosedural berfungsi normal namun tidak
memiliki kemampuan untuk mempelajari informasi yang baru.
DAFTAR PUSTAKA

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum.Bandung. CV. Pustaka Setia.


Sarwono, W. Sarlito. 2000. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi.
Retnowati, Endah. Keterbatasan Memori dan Implikasinya dalam Mendesain Metode
Pembelajaran Matematika. Universitas Negeri Yogyakarta.
Abdul, Halim Muhammad. Dkk. Keefektifan Teknik Mnemonic untuk Meningkatkan Memori
Jangka Panjang dalam Pembelajaran Biologi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Islam 1
Surakarta. HALIM et. al. / Keefektifan Teknik Mnemonic Untuk Meningkatkan.

Leksono, Puji Putranto. The Effect Of Brain Gym to The Short Term Memory Function Of
Children From Low Economic Status Family. 2009. Universitas Diponegoro Semarang.
Ali, Mohamad Zahidin, Mulyaningsih, Indrya. Teori Koneksionisme dalam Pembelajaran
Bahasa Kedua Anak Usia Dini. Journal Indonesian Language Education and Literature
Vol.1, No. 2, 2016 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/

Syarifuddin, Ahmad. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Belajar dan Faktor-Faktor


yang Mempengaruhinya. Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang Jl. K.H. Zainal
Abidin Fikri No. 1, km. 3,5 Palembang.

Mukhlis, Dkk. 2014. Konsep dan Teori Perkembangan. Cet. III Pekanbaru; Al-Mujtahidah Press.

Mustikasari, Elita R. Funni. Memahami Memori.

Bhinnety, Magda. Struktur dan Proses Memori. Bulletin psikologi volume 16, no. 2, 74-88.

Anda mungkin juga menyukai