Anda di halaman 1dari 118

Makalah 1 (Behaviorisme dan Kognitivisme)

2.1 Teori Behaviorisme


Behavior atau perilaku dari peserta didik dan pendidik dalam menguasai atau memahami
sesuatu.Teori behaviorisme menekankan “hasil” dari proses belajar, dimana peserta didik
dianggap telah belajar jika mereka mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dapat berupa
sikap, ucapan, dan tindakan (Djaali. 2014 : 78).
Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dapat diubah
dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Di mana proses konseling
merupakan suatu proses atau pengalaman belajar untuk membentuk konseli mengubah
perilakunya sehingga dapat memecahkan masalahnya (Sanyata. 2012 : 3).
Teori behaviorisme menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Teori ini menggunakan model hubungan stimulus-
respons dan menempatkan peserta didik sebagai individu yang pasif. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) berdasarkan
hukum-hukum mekanistis. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan respons yang tepat
seperti yang diinginkan. Hubungan stimulus dan respons ini jika diulang akan menjadi sebuah
kebiasaan. Jika peserta didik menemukan kesulitan atau masalah, guru dapat menyuruhnya
untuk mencoba dan mencoba lagi (trial and error) sampai memperoleh hasil. Penguatan
(reinforcement) dilakukan untuk memperkuat timbulnya respons, penguatan akan memunculkan
perilaku yang semakin kuat dan akan hilang jika dikenakan hukuman. Deskripsi proses belajar
mengajar menurut teori behaviorisme diilustrasikan sebagai berikut.

Penguatan +

Stimulus Proses Respons

Skema 1.1
Proses Belajar Menurut Teori Behaviorisme
Penguatan -
Penguatan positif : frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang
mendukung (ada sesuatu yang ditambah). Penguat negetif : frekuensi respons meningkat karena
diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan / tidak menyenangkan (ada sesuatu yang
dikurangi).
Pandangan teori behaviorisme yang dikembangkan oleh beberapa ahli telah lama dianut
oleh para pendidik. Namun, dari semua teori behaviorisme yang dikembangkan, teori skinner
memberikan pengaruh yang paling besar. Skinner mempopulerkan konsep penguatan
(reinforcement) sebagai pengganti hukuman. Contoh penerapan teori skinner adalah
pembelajaran terprogram, pembelajaran modul, dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(Sani, R.Abdullah. 2015: 4 - 6).

Teori Belajar Behaviorisme

Konsep Belajar Proses Belajar

Tingkah laku teramati Belajar melalui


stimulus-respons

Belajar jika ada


stimulus dan siap
Latihan berulang
mental

Hasil belajar : Motivasi eksternali


pengetahuan
terstruktur
keterampilan dasar Contoh PBM:
Teacher centered
learning, ceramah.
latihan

Skema 1.2
Aspek-aspek Teori Behaviorisme

Beberapa pendapat pakar mengenai teori behaviorisme, yaitu:


1. John B. Watson
Menurut watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (S) dan respons (R),
namun,S –R harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (obrvable) dan dapat diukur.
Tingkah laku adalah tindakan yang dapat dilihat dan diamati dengan cara yang objektif (Sani,
R.Abdullah. 2015: 6).
Jadi, walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun dia menganggap factor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Untuk membuktikan pendapatnya,Watson menerapkan conditioning reflect pada respon
emosional bayi bayi.subjek penelitiannya ialah bayi - bayi yang tinggal di rumah sakit sampai
usianya 2 tahun dalam eksperime eksperimen Watson dengan albert,reaksi takut anak 11 bulan
itu dikondisikan dengan objek yang berbulu lembut.
Reaksi itu mula mula dikondisikan melalui seekor tikus putih.selama beberapa kali
percobaan ,pemunculan tikus putih itu dibuat berpasangan dengan bunyi pukulan palu pada
batang besi .Pada percobaan peratam (membuat pasangan stimulus) bayi tersebut melompat
keras.pada kali yang kedua,bayi mulai menangis.Pada kali ke-8,tikus putih saja sudah cukup
membuat bayi menangis.dan merangkak lari. Lima hari kemudian,reaksi takut itupun muncul
sebagai respon atas seekor kelimci yang berwarna putih . Objek objek yang tidak berbulu,seperti
balok balok mainan anak,tidak menimbulkan respons takut,juga pada anjing dan baju bulu anjing
laut. Respons emosional anak telah dipindahkan ke bintqang binatang dan benda benda berbulu
yang semuanya itu bertahan dalam 1 bulan, Watson juga melakukan eksperiman dengan melatih
balik atau “lawan conditioning” respons takut.ketika bertemu dengan bayi,Watson tidak
menggunakan benda benda yang menimbulkan rasa takut (peniadaan stimulus dalam waktu yang
lama) ternyata tidak cukup untuk menghilangkan rasa takut.Alih-alih,yang membawa hasil
adalah peneriman stimulus oleh anak anak lain dan program akomodasi yang direncanakan.
Penyajian stimulus itu,secara sedikit demi sedikit pada waktu anak melakukan kegiatan
kesenangannya atau yang menggembirakannya seperti makan.
2. Edward Lee Thorndike
Thorndike melakukan eksperimen pada binatang dan menyimpulkan bahwa belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi–asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus (S) dengan respons (R) . Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal
yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respon
dari organism adalah sembarang tingkah laku yang muncul akibat rangsangan. Berdasarkan
eksperimen thorndike menganggap bahwabelajar adalah proses interaksi antara stimulus( berupa
rangsanagn yang dapat ditangkap indra) dengan respons. Hasil belajar dapat berupa perilaku
konkret yang dapat diamati dan perilaku tidak konkret. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku yang tidak dapat diamati. Teori ini disebut juga aliran koneksionisme dimana hubungan
stimulus dan respons (S-R) diperkuat oleh penguatan (reinforcement) berupa pujian atau
ganjaran (Sani, R.Abdullah. 2015: 6).
Teori ini disebut Trian And Error dalam rangka memilih respon yang tepat. Ciri-ciri
belajar dengan Tial and Error adalah motif pendorong aktivitas, ada berbagai respon terhadap
situasi, ada eliminasi respon yang gagal/salah, dan ada kemajuan reaksi mencapai tujuan.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Thorndike menekankan hukum-hukum sebagi berikut.
1. Law of readiness : Jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak
atau bereaksi, maka reaksi menjadi memuaskan,
2. Law of Exercise : semakin banyak praktikkan atau digunakannya hubungan stimulus-
respons, makin kuat hubungan itu. Praktik perlu disertai reward,
3. Law of Effect : apabila terjadi hubungan antara stimulus dan respons dan diikuti dengan
state of affairs yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Jika sebaliknya,
kekuatan hubungan menjadi berkurang,
(Djaali. 2014: 92).
Eksperimennya yang khas iyalah dengan dipilih yang masih muda yang kebiasaan-
kebiasannya masih belum kaku ,dibiarkan lapar;lalu dimasukkan kedalam kurungan yang
disebut”problem box”. Konstruksi pintu kurungan itu dibuat sedemikian rupa,sehingga kalau
kucing menyentuh tombol,pintu kurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai
makanan (Daging) yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah atau daya penarik,bagi
sikucing yang lapar itu.pada usia (trial) yang pertama kucing itu melakukan.
Pada usaha (trial) yang pertama kucing itu melakukan bermacam macam gerakan yang
kurang relevan bagi pemecahan problemnya, seperti misalnya mencakar, menubruk, dan
sebagainya, sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka.Waktu yang dibutuhkan
untuk usaha yang pertama ini adalah lama. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara
berulang ulang;pada usaha usaha (trial) berikutnya ternyata waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkanproblem itu semakin singkat. Hal iniditafsirkan oleh thorndike demikian : “kucing
itu sebenarnya tidak mengerti caramembebaskan diri tetapi dia belajar mencamkan
(mempertahankan) respons-respons yang benardan menghilangkan atau meninggalkan respons-
respons yang salah (Suryabrata. 2004: 248).
3. Clark Leonard Hull
Kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia.Stimulus dalam belajar hampir semuanya dapat dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun responnyan bervariasi (Sani, R.Abdullah. 2015: 6).
Hull berpendiriaan bahwa tingkah laku itu berfungsi agar organisasi tetap bertahan
hidup.Konsep sentral dalam teori nya berkisar pada kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan, hal yang penting bagi kelangsunganhidup. Oleh Hull, kebutuhan dikonsepkan
sebagai dorongan (drive)seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus
yang disebut stimulus dorongan (SD) dikaitkan dengan dorongan primer dan karena itu
mendorong timbulnya tingkah laku.Sebagai contoh, stimulius yang dikaitkan dengan rasa nyeri,
seperti bunyi alat pengebor gigi, dapat menimbulkan rasa takut dan takut itu mendorong
timbulnya tingkah laku. (Sukardjo dan Komarudin, 2009:42).
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari hull, yaitu adanya motiv atau
motivation( motivasi insentif ), dan drive stimulus reduction ( pengurangan stimulus
pendorongan ). Kecepatan merespon berubah bila besarnya hadiah ( reward ) berubah.
Penggunaan teori belajar secara praktis dari hull unutk kegiatan dalam kelas adalah sebagai
berikut :
1. Teori belajar didasarkan drive reduction atau drive stimulus reduction.
2. Instructional objectif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa, sehingga memudahkan terjadinya proses belajar.
4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/mudah menuju ke yang lebih kompleks/sulit.
5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
6. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan kata lain,
kelelahan tidak boleh mengganggu belajar.
7. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa.
(Djaali. 2014: 91).
4. Edwin Ray Guthrie
Stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis. Hubungan
stimulus dan respons cenderung bersifat sementara sehingga perlu diberikan stimulus secara
berkala agar hubungannya bersifat lebih tetap. Agar respons muncul lebih kuat dan menetap,
diperlukan berbagai stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar (Sani, R.Abdullah. 2015: 6).
Guthrie membedakan gerakan dengan tindakan .gerakan adalah pengurutan urat,
sedangkan tindakan adalah gabungan dari gerakan gerakan . contoh tindakan adalah
menggambar, membaca buku, dan sebagainya. Tindakan juga merupakan komponen dari
keterampilan seperti bermain golf atau mengetik. Meskipun orang bisa memperoleh waktu dan
latihan untuk belajar semua asosiasi yang ada dalam suatu keterampilan.
Guthrie mendapati pentingnya hukuman dalam mengubah tingkah laku.jika diberikan
secara tepat bersama dengan stimulus yang menimbulkan tingkah laku yang tidak patut, maka
hukuman dapat menyebabkan subjek berbentuk sesuatu yang lain.guthrie menjelaskan dengan
contoh ; seorang anak perempuan yang setiap kali tiba dirumah dari sekolah selalu
mencampakkan topi baju jaketnya ke lantai. Ibu anak itu menyuruhnya mengenakan kembali topi
dan jaket, kembali keluar, lalu masuk rumah lagi , dan menggantungkan baju dan topi itu di
tempatnya. Setelah beberapa kali melakukan itu, respons menggantungkan jaket dan topi itu
menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah (Sukardjo dan Komarudin. 2009: 42).
5. Burrhus Frederick Skinner
Teori operant conditioning dari Skinner lebih komprehensif, di mana tingkah laku tidak
hanya merupakan respons dari stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja. Hubungan
stimulus dan respons terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya sehingga menimbulkan
perubahan tingkah laku. Respons yang diberikan peserta didik tidak sederhana sebab stimulus
akan saling berinteraksi (Sani, R.Abdullah. 2015: 6).
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar sejumlah mahasiswa mempunyai kebiasaan
membaca jurnal profesional yang terdapat dipepustakaan fakultas pada waktu sore hari. Untuk
membacajurnal professional seperti yang dimaksud maka para siswa tersebut harus:
1. Sore hari datang ke fakultas
2. Masuk ruang perpustakaan
3. Pergi ketempat penyimpanan buku dan jurnal
4. Berhenti di tempat penyimpanan jurnal
5. Memilih jurnal professional yang dimaksud
6. Membawa jurnal itu keruang baca, dan
7. Membaca jurnal tersebut
( Suryabrata. 2004: 273).
6. Ernest kretschmer
Meneliti hubungan antara jasmani dengan gangguan jiwa. Melalui praktik praktiknya ia
menjadi yakin bahwa ada hubungan antara jasmani dan tingkah lahiriah, khususnya jenis tingkah
laku yang biasa tampak dalam dua bentuk utama gangguan jiwa, yaitu maniak depresif dan
skizoprenia.
1. Psikologi maniak depresif
Ditandai oleh perubahan suasana hati, pada aat tertentu begitu aktif (maniak), sehingga
mereka harus saling dijaga secara paksa agar jangan sampai melukai diri sendiri dan orang
lain. Mereka mungkin begitu aktif, lesu, dan tertekan maka perlu dirawat seperti bayi.
2. Skizoprenia
Skizoprenia adalah jenis gangguan psiotik yang paling lazim dengan ciri ciri hilangnya
perasaan efektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi yang
normal, serta sering diikuti dengan delusi dan halusinasi. Kretscher membagi tiga tipe
fundamental jasmani sebagai berikut:
a) Tipe astenik = jasmani yang ringkih dan linear.
b) Tipe atletik = jasmani yang berotot dan perkasa
c) Tipe piknik = ciri tubuh yang montok bulat
Dari penemuannya, kretschmer menarik kesimpulan bahwa ada hubungan biologis yang jelas
antara psikologis maniak defresif dengan tubuh piknik.Adapun skizoprenia berhubungan
dengan bentuk tubuh astenik dan atletik (Djaali. 2014: 79).
7. Teori William Sheldon
Sheldon beranggapan bahwa dalam jasmani ini psikologi dapat menemukan satuan
konstan sub-substruktur kokoh yang sangan dibutuhkan untuk memasukan konsep tentang
regularitas dan konsistensi kedalam studi tingkah laku manusia.
1. Struktur jasmani
Sheldon beranggapan bahwa ada kemungkinan memperoleh sekedar gambaran tentang factor
factor ini melalui serangkaian pengukuran yang didasari pa jasmani.Dalam pandangannya ada
sejenis struktur biologis hipotesis (morfogenotife) yang mendasari jasmani luar yang bisa
diamati (fenotife) dan yang memainkan peranan penting tidak hanya dalam menentukan
perkembangan jasmani tetapi juga dalam membentuk tingkah laku.Somatotype merupakan
suatu usaha untuk mengukur morfogenotife.
2. Diensi jasmani
Untuk membuat cara praktis dan efisien, ia menggunakan teknik fotografi untuk mengambil
gambar foto individu dari depan, samping, dan belakang yang berpose deangan cara tertentu
di depan latar belakangg yang baku. Cara ini disebut somatotype performance test dan
dijelaskan secara rinci dalam atlas of men, karangan Sheldon, dalam penelitian pentingnya
yang pertama tentanng jasmani, yaitu primer jasmani, endormofi, mesomorfi, dan ektomorfi.
3. Komponen Sheldon
Salah satu komponen sekunder yang terpenting adalah dysplasia.Istilah yang dipinjam dari
kretscher ini digunakan Sheldon untuk menyebut suatu campuran ketiga komponen primer
yang tidak konsisten dan tidak seimbang di berbagai daerah tubuh.Jadi, dysplasia merupakan
ukuran ketidak harmonisan antara berbagai daerah jasmani.Misalnya antara kepala dan leher
dari salah satu somanotife atau antara lengan lengan kaki dari somatotype lainnya.
4. Menetapkan somatototype wanita
Bagian terbesar dari penelitian awal tentang dimensi fisik sheldon dilakukan pada subjek
pria.Jelas bahwa dalam masyarakat kita sanksi terhadap penelitian tubuh telanjang manusia
lebih keras ditunjukan pada wanita daripada pria. Oleh karena itu , sangat wajar bahawa karya
awal dibidang ini telah dilakukan dengan subjek laki laki. Dalam bukunya yang pertama
tentang jasmani, Sheldon menegaskan bahwa buku yang tersedia pada waktu itu menunjukan
bahwa 76 somatotype yang berhasil diamati dikalangan laki laki rupanya terjadi juga
dikalangan wanita, walaupun mngkin frekuensinya berbeda.
5. Analisis tingkah laku
Psikolog konstitusi masih harus mengembangkan atau meminjamkan suatu metode penilaian
tingkah laku untuk menyelidiki hubungan antara jasmani dan kepribadian.Dalam hal ini
Sheldon mulai dengan asumsi bahwa walaupun terdapat banyak dimensi atau variable lahiriah
yang dapat dipakai untuk menggambarkan tingkah laku, dibalik semua itu terdapat sejumlah
kecil komponen besar yang diharapkan dapat menjelaskan secara komplekksitas dan varietas
lahiriah tersebut. Mulailh ia mengembangkan suatu teknik untuk mengukur komponen dasar
inni dengan mengambil hikmah penelitian kepribadian di masa lalu dan mengagungkan
pengetahuan induktifnya sendiri.
6. Komponen primer temperamen
Komponen pertaman dinamakan viskerotonia.Individu yang tinggi dalam komonen ini
memiliki ciri ciri cinta atau suka pada kenyamanan, pergaulan, makanan, orang orang, dan
kasih sayang. Sikap tubuh santai, bereaksi pelan, berwatak tenang, bersikap terbukadalam
pergaulan dengan orang lain dan umumnya mudah diajak bergaul dengan orang orang lain.
Sheldon mengemukakan bahwa kepribadian jenis ini tampaknya banyak di sekitar viscera
atau organ organ didalam perut.
Komponen kedua dinamakan somtotonia. Sector yang tinggi dalam komponen ini biasanya
disertai dengan siap suka petualangan fisik,suka mengambil resiko sangat membutuhkan
kegiatan otot daan fisik yang berat. Orang ini bersifat agresif tidak peka terhadap perasaan
orang lain, berenampilan lebih matang dari ebenarnya, sukanya rebut, pemberani, dan udah
takut berada dalam ruangan sempit dan tertutup. Tindakan ketakutan dan kekerasan sangat
penting bagi orang semacam ini.
Komponen ketiga dinamakan serebrotania.Skor yang tinggi pada komponen ini menunjukan
sifat mengendalikan diri dan suka menyembunyikan diri.Orang ini bersifat tertutu, pemalu,
kelihatan muda, takut pada orang lain, dan paling suka berada pada tempat yang tertutup dan
sempit. Ia beraksi luar biasa cepat, suka tidur dan senang menyendiri,kushusnya kalau
menghadapi kesukaran. Orang yang demikian selalu berusaha untuk tidak menarik perhatian
(Djaali. 2014: 80 - 84).
8. Ivan Pavlov
Ivan Pavlov adalah seorang ahli psikologi refleksologi dari Rusia yang mengadakan
percobaan dengan anjing. Moncong anjing di bedah sehingga kelenjar ludahnya berada di luar
pipinya dan di masukan di kamar gelap serta adalah sebuah lubang di depan moncong tempat
menyodorkan makanan atau menyemprotkan cahaya. Pada moncong yang di bedah di pasang
selang yang di hubungkan dengan tabung di luar kamar sehingga dapat di ketahui keluar atau
tidaknya air liur pada waktu percobaan. Hasil percobaan mengatakan bahwa gerakan reflex itu
dapat di pelajari dan dapat berubah karena mendapat latihan, sehingga dapat di bedakan menjadi
dua macam refleks, yaitu refleks bersyarat/refleks yang di pelajari, yaitu keluarnya air liur karena
menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suatu bunyi tertentu.
Teori di atas juga di sebut dengan teori classical, yang merupakam sebuah prosedur
penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Disebut classical karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai karya Ivan Pavlov
yang palig pertama di bidang conditioning (upaya pebiasaan), serta untuk membedakan dari teori
lainnya. Teori ini di sebut juga responde conditioning (pembiasaan yang di tuntut). Tteori ini
sering di sebut juga contemporary behavioristsatau juga di sebut S-R psychologists yang
berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu di kendalikan oleh ganjaran (reward) atau
penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat
antara reaksi behavioral dengan stimulasinya.Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa
lalu dan pada masa sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap lingkungan
mereka merupakan hasil belajar. Teori ini menganalisis kejadian tingkah laku dengan
mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut (Djaali.
2014: 85-86).
Pengaruh Pavlov kepada para ahli psiologi malah tidak begitu besar.Pengaruhnya yang
besar malah justru dalam lapangan psikologi. Pada dewasa ini psikologi di uni soviet boleh di
kata selueruhnya adalah Pavlovian. Pendapat-pendapat Pavlov di jadikan landasan bagi
psikologi di Uni Soviet, karena hal tersebut serasi dengan filsafat serta doktrin historis
materialisme.
Salah seorang ahli yang berjasa dalam menyebarkan pengaruh Pavlov itu dalam lapangan
psikologi adalah Von Bechterev.Kecuali di Uni Soviet sendiri, di amerika serikat pun pengeruh
aliran psikologi ini besar sekali.Ketika J.B.Watson membaca karya Pavlov itu, dia merasa
mendapatkan model yang cocok dengan pendiriannya, untuk menjelaskan massalah tingkah laku
manusia.Jadi Pavlovianisme ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Behaviorisme
di Amerka Serikat (Sumadi Suryabrata. 2015: 266).
Ciri-ciri implementasi teori behaviorisme adalah:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan
2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respons
5. Mementingkan peran kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
8. Mementingkan sebab-sebab pada waktu yang lalu
9. Mementingkan pembentukan kebiasaaan melalui latihan dan pengulangan
10. Menggunakan teknik coba-coba (trial dan error) dalam penyelesaian masalah
Implementasi proses belajar mengajar menggunakan teori behaviorisme adalah:
1. menentukan tujuan instruksional
2. menganalisi lingkungan kelas, termasuk “entry behavior” peserta didik
3. menentukan materi pelajaran
4. memecah materi pelajaran
5. menyajikan materi pelajaran
6. memberikan stimulus berupa: pertanyaan, tes, latihan, tugas-tugas
7. mengamati dan mengkaji respons yang diberikan
8. memberikan penguatan (positif ataupun negative)
9. memberikan stimulus baru
10. mengevaluasi hasil belajar
11. memberikan panguatan
Peranan guru dalam menerapkan teori behavioristik, yaitu :
1. Guru menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap untuk digunakan, misalnya;
modul, instruksi kerja, dan sebagainya.
2. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi memberikan instruksi singkat diikuti
pemberian contoh-contoh yang dilakukan sendiri atau melakukan simulasi
3. Bahan pelajaran disusun secara terstruktur, dari sederhana menuju kompleks
4. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu keterampilan tertentu.
5. Guru segera memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik
6. Guru menggunakan pengulangan dan latihan untuk membuat perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan
7. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif, sedangkan perilaku yang kurang sesuai
mendapatkan penghargaan negative.
8. Pembelajaran diorientasikan pada hasil yang dapat diukur dan diamati
9. Guru melakukan evaluasi atau penilaian berdasarkan perilaku yang tampak.
Teori behaviorisme banyak dikritik dan tidak mampu menjelaskan penyimpangan-
penyimpangan yang terjadidalam hubungan stimulus dan respons.Teori ini tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks.Pandangan behavioristik juga kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi peserta didik.Behaviorisme hanya memperhatikan
hasil belajar yang dapat diukur dan tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan.Teori behaviorisme juga cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini menyatakan bahwa belajar
merupakan proses pembentukan, yaitu membawa peserta didik mencapai target tertentu sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Kritik terhadap penilaian hasil
belajar terkait dengan kenyataan bahwa tidak semua hasil belajar dapat diamati dan diukur (Sani,
R.Abdullah. 2015: 6 - 9).

2.2 Teori Kognitivisme


Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui.Dalam arti luas, cognition ialah perolehan, penataan dan penggunaan. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah kognitivisme menjadi populer sebagai salah satu domain atau
wilayah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan
keyakinan (Ustad MJ. 2012 : 44).
Pembelajaran berdasarkan teori kognitivisme lebih menekankan pada “proses” belajar
yang dilakukan peserta didik berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman. Menurut teori ini,
pembelajaran terjadi dengan mengaktifkan indra peserta didik agar memperoleh pemahaman.
Dan dilakukan dengan menggunakan media atau alat bantu melalui berbagai metode (Sani,
R.Abdullah. 2015:10).
Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Prinsip-
prinsip dasar psikologi yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lawat pengalaman sendiri
(Ustad MJ. 2012 : 51)
Teori Belajar Kognitivisme

Konsep Belajar Proses Belajar

Perubahan kognitif
Belajar melalui
interaksi/adaptasi
Belajar : asimilasi- dengan lingkungan
akomodasi-
kesetimbangan.
Contoh PBM:
Inquiry,
Hasil belajar
discovery,problem
:perkembangan
based learning,
struktur kognitif,
project base learning
keterampilan hidup,
perilaku orang
dewasa, belajar
mengatur diri.

Skema 1.3
Aspek-aspek Teori Kognitivisme

Menurut pendapat Frost dan Piaget yang diterjemahkan oleh Diana Mutiah mengatakan
bahwa peserta didik dapat mengekspresikan diri melalui gerakan dan berpikir (Nana
Widhianawati. 2012: 226).
Beberapa pendapat pakar mengenai teori kognitivisme, yaitu:
1. J. Piaget
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitian mengenai tahap-tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Jean Piaget melakukan penelitian dan menemukan bahwa anak-anak membangun dunia
kognitivisme mereka secara aktif. Ada empat factor yang mempengaruhi perkembangan
kognitivisme, yaitu : a) lingkungan fisik, b) kematangan, c) pengaruh social dan d) proses
pengendalian diri.
Kemampuan belajar anak banyak ditentukan oleh kemauan, keaktifan dan kemandirian
individu.Keaktifan peserta didik factor dominan keberhasilan belajar.Dan kemandirian
merupakan jaminan ketercapaian hasil belajar (Sani, R.Abdullah. 2015: 11).
Menurut Jean Piaget (1975), bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,
yakni 1). Asimilasi, 2).Akomodasi, 3).Equilbrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah
proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru kestruktur kognitivisme yang sudah ada
dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyasuaian struktur kognitivisme kedalam situasi yang
baru.Ekuilbrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitivisme yang
dilalui siswa, yang dalam hal ini piaget membaginya menjadi 4 tahap, yaitu tahap sensori-motor,
tahap pra-opersional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
a. Tahap Sensori Motor ( 0- 2 Tahun)
Perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang pesat dalam kemampuan bayi dalam
mengorganisasikan dan mengoordinasikan sensasi melalui gerakan dan tindakan fisik (Sani,
R.Abdullah. 2015: 13).
Bayanngkan saja kita menununjukkan boneka badut yang berwarna-warni kepada Karen,
yang berusia 6 bulan. Karen meraih boneka tersebut dengan cara seperti saat ia meraih boneka
beruang dan balok-balok mainan nya. Dengan kata lain, Karen memiliki skema meraih dan
memegang yang diasimilasi ke objek yang baru. Keren kemudian menjatuhkan boneka badut itu
dan mengamatinya jatuh ke lantai; dalam proses itu ia menerapkan skema “melepaskan”.
Sekarang kita bayangkan jika boneka badut diletakkan ke dalam sebuah kotak sehingga Karen
tidak dapat melihat lagi. Karen tampaknya melupakan boneka tersebut dan beralih bermain
menggunakan mainan lain, berlagak seolah-olah ia tidak dapat memikirkan atau membayangkan
sebuah boneka yang tidak dapat dilihatnya. Daricontoh ini, Piaget mengemukakan bahwa pada
tahap sensori-motor, anak-anak berfokus pada apa yang mereka lakukan dan lihat (Ormord.
2008: 43-44).
Menurut Piaget pada tahap ini, selama perkembangan dalam periode sensori motor yang
berlangsung sejak anak lahir sampai usia dua tahun intelegensi yang dimiliki anak masih
berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada prilaku terbuka. Pada tahap ini
perkembanag mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui
gerakan-gerakan dan tindakan fisik (Ustad MJ. 2012 : 54).
Karakteristik pada tahap sensor-motoris ditandai dengan :
1 Segala sesuatunya bersifat naluri,
2 Aktivitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra,
3 Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapai belum mampu untuk
mengategorikan pengalaman.
4 Individu mulai belajar menangani objek-objek konkret melalui skema sensori-motorisnya,
(Ali dan Asrosi. 2016: 31).
b. Tahap Pra-operasional (2-7 tahun)
Pada masa awal tahap ini, keterampilan bahasa anak berkembang pesat dan penguasaan
kosakata yang meningkat memungkinkan mereka mengekspresikan dan memikirkan beragam
objek dan peristiwa. Sebagai contoh: Kami menunjukkan tiga gelas kepada Nathan, yang berusia
5 tahun. Kami menanyai Nathan, apakah gelas A dan gelas B berisi air dengan jumlah yang
sama. Nathan menjawab dengan yakin bahwa kedua gelas berisi air dengan jmlah yang sama.
Selanjutnya kami menuangkan air dari Gelas B ke Gelas C dan menanyai Nathan, apakah gelas
A dan C berisi air yang berjumlah sama. Nathan menjawab,”Tidak, gelas itu(menunjuk ke
gelas A) berisi air lebih banyak, karena lebih tinggi”. Respon Nathan mencerminkan
kurangnya konservasi : ia tidak menyadari bahwa karena tidak ada air yang ditambahkan atau
dikurangi, jumlah(volume) dalam kedua gelas tersebut pastilah sama (Ormord. 2008: 45).
Pada tahap pra-operasional, anak memiliki berbagai ciri khas, diantaranya melakukan
permainan simbolis, dapat menggambarkan realistis, tetapi tidak proposional/ tidak
logis(berdasarkan pemikiran orang dewasa), mengetahui bentuk-bentuk dasar geometris (bulat,
bundar, persegi), mulai menggunakan suara sebagai representasi benda atau kejadian.
Perkembangan bahasa sangat mempelancar perkembangan konseptual anak dan juga
perkembangan kognitivisme anak, pemikiran anak berkembang pesat secara bertahap kearah
tahap konseptualisasi, namun bisa berpikir multidimensi. Anak masih egosentris(belum bisa
melihat dari perspektif orang lain), adaptasi dilakukan tanpa gambaran yang akurat, dan belum
mampu meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang
sebaliknya (Sani, R.Abdullah. 2015: 13).
Karakteristik pada tahap praoperasional ditandai dengan :
1. Berpikir imajinatif,
2. Berbahasa egosentris,
3. Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi,
4. Perkembangan bahasa mulai pekat, dan
5. Individu sudah mengetahui hubungan sebab akibat belum dalam suatu peristiwa konkret,
meskipun logika sebab akibat belum tepat,
(Ali dan Asrosi. 2016: 32).
c. Tahap Konkrit Operasional (7-11 tahun)
Menurut Piaget, proses berpikir mereka menjadi terorganisasi, berpikir lebih logis,
melakukan klasifikasi, tidak lagi bersifat egosentris, namun pikiran masih terbatas pada hal-hal
konkret, belum dapat memecahkan persoalan yang abstrak.Contoh :Seorang dewasa
menunjukkan dua bola tanah kepada seorang anak kecil. Kedua bola tersebut memiliki berat
yang sama. Sebuah bola diambil dari timbangan dan digepengkan hingga bentuknya menyerupai
pancake. Apakah bola gepeng tersebut memiliki berat yang sama dengan bola yang masih
bundar, ataukah berat keduanya sudah berbeda?.
Mereka mengalami kesulitan dalam memahami gagasan-gagasan abstrak, serta
mengalami kesulitan menhadapi soal-soal yang banyak sekali hipotesisnya.Anak-anak umumnya
belum mencapai konservasi berat. Berdasarkan contoh mereka belum menyadari bahwa bola
gepeng dan bola bundar tersebut memiliki berat yang sama(Ormord. 2008: 47).

d. Tahap Formal Operasional (11 tahun sampai dewasa)


Anak atau remaja pada tahap ini sudah dapat membanyangkan dan memikirkan konsep-
konsep yang tidak berhubungan dengan realitas konkret.Selain itu, juga mengenali kesimpulan
yang logis, sekalipun kesimpulan itu berada dalam kenyataan di dunia sehari-hari. Sebagai
contoh :
Jika seluruh anak adalah bola basket
Dan jika seluruh bola basket adalah agar-agar
Maka apakah seluruh anak pasti agar-agar?
Maka pemikir-pemikir formal operasional dapat menyimpulkan secara logis bahwa seluruh anak
pastilah agar-agar, sekalipun dalam dunia nyata anak-anak bukanlah agar-agar. Sejumlah
kemampuan yang sangat diperlukan dalam penalaran ilmiah ataupun matematika yang
rumit(Ormord. 2008: 47).
Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
1. Memberikan peluang kepada anak agar anak bisa belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya,
2. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa oleh karena itu dalam
mengajar, guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan cara
berfikir anak,
3. Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, dan
4. Anak-anak akan lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, artinya guru
harus membantu agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya
(Sani, R.Abdullah. 2015: 13 - 14).

2. Gagne
Robert Gagne memperkenalkan teori pemprosesan informasi yang merupakan teori
kgnitif tentang belajar yang menjelaskan bagaimana informasi diterima, disimpan, dan diambil
kembali dari otak. Menurut teori ini, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi
yang kemudian diolah sehingga menghasilkan luaran dalam bentuk hasil belajar. Pemprosesan
informasi mengacu pada cara-cara orang menangani rangsangan dari lingkungan,
mengorganisasi data, melihat masalah dengan menggunakan lambing/symbol-simbol baik verbal
maupun nonverbal. Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi untuk kemdian diolah sehingga menghasilkan luaran dalam bentuk hasil pembelajaran.
Hasil pembelajaran merupakan luaran dari pemprosesan informasi yang berupa kecakapan
intelektual, strategi kognitivisme, sikap(afektif), dan kecakapan motoric.
Sesaat setelah stimulus diterima oleh indra, otak segera memproses stimulus tersebut.
Gambaran dalam otak(persepsi) tidak persis sama dengan yang diterima oleh indra karena
persepsi merupakan interpretasi seseorang terhadap stimulus yang telah dipengaruhi oleh status
mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan yang telah dimiliki, motivasi, dan sebagainya.
Persepsi masuk dan berada dalam register pengindraan dalam waktu yang relative singkat(tidak
lebih dari 2 detik). Jika tidak ada pemprosesan lebih lanjut atau terdesak informasi baru,
informasi akan hilang/lupa, tetapi jika ada pemprosesan lebih lanjut informasi akan masuk dan
tersimpan dalam memori jangka pendek. Persepsi yang telah diproses ditransfer ke memori
jangka pendek, yang memiliki kapasitas yang terbatas (5 sampai 9 bit hal yang berbeda dalam
waktu 10 sampai 20 menit). Informasi yang masuk ke memori jangka pendek dapat berasal dari
register pengindraan atau dari memori jangka panjang dan sering terjadi secara bersamaan.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori untuk menyimpan informasi
dalam kurun waktu yang panjang dengan kapasitas yang besar. Informasi yang telah tersimpan
dalam memori jangka panjang tidak akan terlupakan. Namun, kemungkinan yang terjadi adalah
kehilangan kemampuan untuk menemukan kembali(recall). Proses pengelolahan
informasi(encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi(storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali(retricval) informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan.
Ingatan terdiri dari struktur informasi yang paling umum dan rinci, sampai diperoleh informasi
yang diinginkan.
Penerapan teori ini dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
a. Jangan terlalu cepat dalam menyampaikan informasi yang berbeda, dibutuhkan waktu agar
informasi yang pertama tidak terdesak oleh informasi berikutnya
b. Jangan terlalu banyak ide yang diberikan dalam satu kali penyampaian, kecuali jka telah ada
informasi pengait dalam memori jangka panjang
c. Dibutuhkan memberikan waktu/kesempatan berpikir pada peserta didik ketika harus
menjawab pertanyaan.
(Sani, R.Abdullah. 2015: 18).
3. Vygotsky
Teori Vygotsky menunjukkan beragam cara kebudayaan mempengaruhi perkembangan
kognitivisme. Kebudayaan suatu masyarakat memastikan bahwa setiap generasi baru meraih
manfaat dari kearifan yang telah dikumpulkan oleh generasi-generasi sebelumnya dan
mendorong anak memusatkan perhatian pada stimuli tertentu(dan mengabaikan stimuli yang
lain) dan terlibat dalam aktifitas-aktifitas tertentu (dan mengabaikan aktifitas- aktifitas yang
lain). Kebudayaan juga memberikan suatu “lensa” untuk memandang dan menafsirkan
pengalaman-pengalaman mereka dalam cara-cara yang sesuai dengan budaya mereka.
Konstruksi Makna secara Sosial, Vygotsky mengemukakan bahwa orang dewasa
membantu anak melekatkan makna ke berbagai objek dan peristiwa di sekeliling mereka,
sehingga anak ikut mengonstruksi makna bersama-sama dengan orang dewasa, anak-anak juga
sering bercakap-cakap dengan rekan sebayanya untuk memahami pengalaman-pengalaman
mereka.
Banyak ilmuan kontemporer meyakinipentingnya pembahasan tentangpembentukan
makna secara bersama-sama dalam rangka membantu anak-anak memperoleh pemahaman yang
semakin kompleks mengenai dunia fisik, sosial, dan akademik mereka, yang secara umum
gagasan ini dikenal sebagai konstruktivisme sosial(social constuktifism).
Para ilmuwan telah banyak memikirkan jenis-jenis bantuan yang dapat membantu anak
menyelesaikan berbagai tugas dan aktifitas yang menantang.Istilah scaffolding (“perancahan”)
sering kali digunakan saat orang dewasa atau individu yang lebih kompeten memberikan
sejumlah bimbingan atau arahan yang membantu anak melakukan tugas-tugasdalam zona
perkembangan proksimal mereka.
Pemagangan sebuah bentuk partisipasi terbimbing yang sangat intensif adalah
pemagangan (aprenticeship), yakni saat pemula atau anak bawang bekerja bersama seorang
pakar dalam jangka waktu yang cukup lama, dalam rangka mempelajari cara-cara melakukan
berbagai tugas yang kompleks dalam suatu ranah tertentu. Melalui pemagangan, siswa seringkali
mempelajari tidak hanya cara melakukan suatu tugas melainkan juga cara memikirkan tugas
tersebut yang disebut dengan pemagangan kognitivisme.
Bentuk pemagangan bisa saja berbeda-beda dari satu konteks ke konteks yang lain, tetapi
umumnya memiliki beberapa (atau bahkan seluruh) ciri-ciri berikut ini:
1. Modeling. Guru mendemonstrasikan tugas sembari secara bersamaan menjelaskan proses
kerjanya, dan para siswa mati serta mendengarkan.
2. Bimbingan terarah(coaching). Saat siswa melakukan tugas, guru acap kali memberikan
saran, petunjuk, dan umpan balik.
3. Scaffolding. Guru memberikan beragdengantuk dukungan kepada siswa, mungkin dengan
menyederhanakan tugas, memecah tugas menjadi komponen-komponen yang lebih
kecil(yang lebih dapat diatur), atau memberikan peralatan yang tidak terlalu rumit.
4. Artikulasi. Siswa menjelaskan apa yang dilakukannya dan alasan melakukan hal tersebut,
sehingga guru dapat mengevaluasi pengetahuan, penalaran, dan strategi-strategi pemecahan
masalah siswa nyang bersangkutan.
5. Refleksi. Guru meminta siswa membandingkan performanya dengan performa para pakar,
atau dengan performa seorang model yang ideal-yang mampu mengerjakan tugas tersebut
dengan sempurna.
6. Meningkatkan kompleksitas dan keberagaman tugas. Seiring bertambahnya kecakapan
siswa, guru memberikan tugas-tugas yang semakin kompleks, semakin menantang, dan
semakin beragam.
7. Eksplorasi. Guru mendorong siswa menyusun berbagai pertanyaan dan soal secara mandiri
dan dengan begitu mengembangkan dan mempertajam keterampilan-keterampilan yang baru
diperoleh
(Ormord. 2008: 54).
4. Bruner
Jarome Bruner mengembangkan teori perkembangan mental, yang mendeskripsikan
bahwa terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara mengatur materi pelajaran.
Menurut Bruner (Aisyah, 2007: 6) menyatakan untuk menjamin keberhasilan belajar,
guru hendaknya jangan menggunakan penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitivisme
siswa. Bruner menjelaskan bahwa pengetahuan itu dapat diinternalisasikan dalam pikiran, maka
pengetahuan itu dapat dipelajari dalam tiga tahap yaitu: 1) tahap enaktif; pada tahap ini
pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau dengan
menggunakan situasi nyata, 2) tahap ikonik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasekan dalam
bentuk bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada
tahap enaktif, dan 3) tahap simbolik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasekan dalam bentuk
simbol-simbol (Dewi Lestari. 2017: 23).
Contoh aplikasi teori Bruner dalam proses belajar mengajar adalah :
a. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
b. Memilih materi pelajaran
c. Menentukan topic yang dapat dipelajari secara induktif oleh peserta didik
d. Mencari contoh, tugas, ilustrasi, dan sebagainya
e. Mengatur topic-topik pembelajaran mulai dari yang konkret ke abstrak, dari yang sederhana
ke kompleks, dan dari tahap enaktif,ikonik ke simbolik.
f. Mengevaluasi proses dan hasil belajar(Sani, R.Abdullah. 2015: 15).
5. Benyamin S. Bloom
Benyamin S. Bloom telah mengembangakan “taksonomi” untuk domain
kognitivisme.Taksonomi adalah metode untuk membuat urutan pemikiran dari tahap dasar
kearah yang lebih tinggi dari kegiatan mental, dengan enam tahap sebagai berikut.
1. Pengetahuan (knowledge) ialah kemampuan untuk menghafal, mengingat, atau mengulangi
informasi yang pernah diberikan. Contoh : sebutkan lima bagian utama kamera 35 mm.
2. Pemahaman (comprehension) ialah kemampiuan untuk menginterpretasi atau mengulang
informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Contoh : uraikan 6 tahapan dalam mengisi
film untuk kamera 35 mm.
3. Aplikasi (Application) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada
situasi baru. Contoh: piilih ekpose tiga kamera untuk mengambil gambar yang berbeda.
4. Analisis (analysis) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai
bagian bagian serta hubungannya. Contoh: bandingkan cara kerja dua kamera 35 mm yang
memiliki model yang berbeda.
5. Sintesis (synthesis) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk
satu pola pemkiran yang baru. Contoh : susunlah urutan fotografi untuk enam objek.
6. Evaluasi (evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Contoh: buatlah penilaian terhadap kualitas slide yang dihasilkan dalam lomba,
dengan empat urutan penilaian.
(Djaali. 2014: 77)
6. Kurt Lewin
Teori belajar kognitivisme field menitik beratkan perhatian pada kepribadian dan
psikologi social, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan
kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan
lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang
dimiliki dan objek material yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam
diri individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar diri
individu, seperti tantangan dan permasalahan yang dihadapi.Menurut teori ini, belajar itu
berlangsung sebagai akibat dari perubahan struktur kognitivisme.
Perubahan struktur kognitivisme itu adalah hasil pertemuan dari dua kekuatan, yaitu yang
berasal dari struktur medankognitivisme itu sendiri dan yang lainnya berasal dari kebutuhan dan
motivasi individu. Dengan demikian, peranan motivasi jauh lebih penting daripada reward atau
hadiah (Djaali. 2014: 75).
7. Ausubel
David Ausubel mengembangkan teori belajar bermakna dengan menjelaskan bahwa
pelajaran akan lebih mdah dipahami jika bahan ajar dirasakan bermakna bagi peserta didik.
Proses belajar terjadi jika peserta didk mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki
dengan pengetahuan baru yang dipelajari. Bahan ajar untuk belajar bermakna harus sesuai
dengan struktur kognitivisme dan struktur keilmuan, serta memuat keterkaitan seluruh
bahan.Oleh sebab itu, dibutuhkan “peta konsep”, yaitu bagan atau struktur tentang keterkaitan
seluruh konsep secara terpadu dan terorganisasi baik secara hierarki dan distributive. Proses
belajar terjadi melalui tahap-tahap antara lain :
a. Memperhatikan stimulus yang diberikan
b. Memahami stimulus
c. Menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami
Salah satu aplikasi teori belajar bermakna, yakni menggunakan “advance organizer”,
yakni gambaran singkat tentang isi dan keterkaitan bahan ajar yang akan dipelajari. Fungsinya :
a. Kerangka konseptual sebagai titik tolak proses belajar
b. Penghubung antara ilmu yang akan dipelajari dengan apa yang sudah dimiliki peserta didik
c. Alat bantu untuk mempermudah guru memfasilitasi peserta didik dalam belajar
Ciri-ciri teori kognitivisme, yaitu :
1. Mementingkan apa yang ada pada diri individu
2. Mementingkan keseluruhan
3. Mementingkan peranan fungsi kognitivisme
4. Mementingkan keseimbangan dalam diri individu
5. Mementingkan pembentukan struktur kognitivisme.
Pendidikan menurut teori belajar kognitivisme adalah :
1. Pendidik menghasilkan individu atau peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
3. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya.
5. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi
kondusif.
(Sani, R.Abdullah. 2015: 10).
Aplikasi teori Ausubel dalam proses belajar mengajar adalah :
a. Menentukan tujuan instruksional
b. Mengukur kesiapan peserta didik
c. Memilih mata pelajaran
d. Mengindentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik
e. Menyajikan pandangan menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
f. Menggunakan advance organizer dengan cara membuat rangkuman
g. Memfasilitasi peserta didik untuk memahami konsep dan prinsip dengan focus pada
hubungan antara konsep yang ada
h. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
(Sani, R.Abdullah. 2015: 15).
Makalah 2 (Kontruktivistik dan Humanistik)

A. PENGERTIAN BELAJAR

Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya
dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa
belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Dengan
demikian, seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari
bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Misalnya, ia menyadari bahwa
pengetahuannya bertambah, keterampilannya meningkat, sikapnya semakin positif, dan
sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku tanpa usaha dan tanpa
disadari bukanlah belajar. Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk
mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku
itu sendiri merupakan hasil belajar.

Hal ini berarti bahwa belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar
dan hasil belajar dalam tulisan ini yang dimaksud adalah pengetahuan (Hudojo, 1990:2).
Perolehan hasil belajar dapat dilihat, diukur, atau dirasakan oleh seseorang yang belajar atau
orang lain, tetapi tidak demikian halnya dengan proses belajar bagi seseorang yang sedang
belajar. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah terjadinya proses belajar sehingga
seseorang memperoleh pengetahuan?

Terjadinya proses belajar sebagai upaya untuk memperoleh hasil belajar sesungguhnya
sulit untuk diamati karena ia berlangsung di dalam mental. Namun demikian, kita dapat
mengidentifikasi dari kegiatan yang dilakukannya selama belajar. Sehubungan dengan hal ini,
para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola tingkah laku manusia sebagai suatu
model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Misalnya Piaget (sebagai “bapak” psikologi
kognitif), memandang bahwa pengetahuan terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Maksudnya, apabila pada seseorang diberikan suatu informasi (persepsi, konsep, dsb), dan
informasi itu sesuai dengan struktur kognitif yang telah dimiliki orang tersebut, maka informasi
itu langsung berintegrasi (berasimilasi) dengan struktur kognitif yang sudah ada dan diperoleh
pengetahuan baru. Sebaliknya, apabila informasi itu belum cocok dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki orang tersebut, maka struktur kognitif yang sudah ada direstrukturisasi sehingga
terjadi penyesuaian (akomodasi) dan baru kemudian diperoleh pengetahuan baru.

Aliran Konstruktivisme

a. Pengertian Belajar Menurut Aliran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan


bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan). Pengetahuan selalu merupakan
akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui aktivitas seseorang.
Teori belajar konstruktivistik biasanya dimulai dari karakteristik manusia masa depan yang
diharapkan, konstruksi pengetahuan, proses belajar menurut teori konstruktivistik.
Teori belajar dikembangkan berdasarkan ilmu psikologi, yakni ilmu yang membahas
tentang perilaku dan proses mental. Perilaku adalah aktivitas aksi dan reaksi yang dapat
diamati, sedangkan proses mental adalah aktivitas yang tidak dapat diamati secara langsung
seperti berpikir, mengingat, merasa. Tujuan psikologi adalah mendeskripsikan, memahami,
memprediksi, dan mengontrol perilaku dan proses mental. Psikologi pendidikan adalah salah
satu cabang psikologi yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental terkait dengan
belajar dan pembelajaran manusia. Dua aliran psikologi yang berpengaruh dalam teori belajar
dan pembelajaran adalah behaviorisme dan konstruktivisme.
Pembelajaran berbasis konstruktivisme sosial merupakan pembelajaran yang
menekankan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan di dalam benaknya dengan
memperhatikan interaksi social.

b. Tokoh- Tokoh Konstruktivisme


1. Piaget
konstruktivisme psikologi/radikal dalam belajar dipelopori oleh Piaget (Suparno,
1997:21). Piaget mempunyai perbedaan pandangan yang sangat mendasar dengan
pandangan kaum behavior dalam pemerolehan pengetahuan. Bagi kaum behavior
pengetahuan itu dibentuk oleh lingkungan melalui ikatan stimulus-respon. Piaget
berpandangan bahwa pemerolehan pengetahuan seperti itu ibarat menuangkan air dalam
bejana. Artinya, pelajar dalam keadaan pasif menerima pengetahuan yang diberikan oleh
guru/pengajar. Bagi Piaget pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan
interaksi aktif dari seseorang/pembelajar terhadap lingkungan (Orton, 1991:5).
Menurut Piaget apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada
seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (struktur kognitif) yang
telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan
terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan, apabila pengetahuan baru yang dikenalkan
itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium,
kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan
dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat
diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru. Dengan
demikian, asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek penting dari proses yang sama
yaitu pembentukan pengetahuan. Kedua proses itu merupakan aktivitas secara mental
yang hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita. Seseorang menstruktur
hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun bergantung pada realita yang dihadapinya.
Jadi, adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya
rekonstruksi pengetahuan yang lama yang disebut proses asimilasi-akomodasi sehingga
terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran seseorang.
Piaget juga mengungkapkan (dalam Syaiful Sagala, 2003:26) bahwa
“pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu melakukan interaksi terus-menerus
dengan lingkungan”. Tugas guru tidak lagi sekedar mentransfer pengetahuan
pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa tetapi guru harus melibatkan siswa secara
aktif dan kritis untuk memperoleh pengetahuan.

Pembelajaran yang didasarkan pada teori konstruktivisme Piaget merupakan


pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa.

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui


pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila diuji oleh
berbagai macam pengalaman baru. Piaget (dalam Trianto, 2009:29) yakin bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan memanipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan.
Selanjutnya Piaget (dalam Hergenhahn dan Olson, 2008: 325) menyatakan bahwa
“melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognif akan berubah dan
memperkembangkan pengalaman terus-menerus”.

Suatu komponen terpenting dalam teori perkembangan intektual Piaget adalah


melibatkan partisipasi siswa. Artinya bagaimana siswa mempelajari sesuatu sekaligus
mengalami sesuatu yang dipelajari tersebut melalui lingkungan. Pengetahuan bukan
semata-mata berarti memindahkan secara verbal, melainkan harus dikonstruksi dan
bahkan direkonstruksi oleh murid. Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin
mengetahui dan mengkonstruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka mengalami
dan melakukan tindakan tentang objek yang diketahuinya dan mengkonstruksi objek itu
berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian mereka terhadap objek itu dapat
mengatur realitas dan tindakan mereka. Dalam arti kata, bahwa dalam pengetahuan ini
bukan sifat-sifat objeknya yang diambil, malainkan sifat-sifat objeknya terhadap tindakan
terhadap objek tersebut.

Piaget menekankan bahwa dalam proses belajar penekanan terbesar adalah lebih
kepada siswa. Siswa harus aktif, dalam pengertian bahwa murid bukanlah suatu bejana
yang harus diisi penuh dengan fakta. Dalam proses pembetukan pengetahuan ini tidak
muncul secara tiba-tiba, ada proses yang terjadi dalam proses pembetukan pengetahuan
dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak.

Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih


menekankan keaktifan pribadi seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya.
Teori konstruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan
(konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan seseorang tentang suatu benda, bukanlah
tiruan benda, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut. Tanpa
keaktifan seseorang keaktifan seseorang dalam mencerna dan membentuknya, seseorang
tidak akan mempunyai pengetahuan. Oleh karena itu Piaget menyatakan secara ekstrim
bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari otak guru yang dianggap tahu bila murid
tidak mengolah dan membentukya sendiri.
2. Vygotsky
Teori Vygotsky menjadikan seorang anak tertantang untuk melakukan aktivitas di
atas tingkat perkembangan yang dimiliki. Jasa Vygotsky adalah membuka wawasan baru
tentang perkembangan kognitif manusia dan proses kultural, pendidikan bagi anak
berbakat, dan peningkatan kadar mental (eskalasi) atau higher order thinking (Kwartolo,
2007).
3. J. Bruner
Pengikut aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner. Meskipun
Bruner mengklaim bahwa ia bukan pengikut Piaget, tetapi teori-teori belajarnya sangat
relevan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir seperti yang dikemukakan Piaget.
Salah satu teori belajar Bruner yang mendukung paham konstruktivisme adalah teori
konstruksi.

Aliran Humanistik

A. Pengertian Teori Belajar Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar,
dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita
amati dalam dunia keseharian. Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia pun mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam
pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna
atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa
belajar merupakan asimilasi bermakna.Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional
sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar,
maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah
dimilikinya.Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisai diri, pemahama diri, serta
realisasi diri orang yang belajar secara optimal.

Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadi teori humanistik dapat


memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan
teori humanistik bersifat sangat eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau
pendekatan belajar tertentu akan ada kebaikan dan ada pula klemahannya. Dalam arti ini
elektisisme suatu sistim dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana
adanya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun asal tujuanya
tercapai yaitu memanusiakan manusia.

Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli didalam menyusun teorinya
hanya terpukau pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Dengan
pertimbangan – pertimbangan tertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari sudut
pandangnya masing – masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana
manusia itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai. Maka akan terdapat
berbagai teori tentang belajar sesuai pandangan masing –masing.

Bagi penganut teori ini proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia
itusendiri. Dari keempat teori belajar, teori humanistic inilah yang paling abstrak dan paling
mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini
lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa
adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian. Wajar jika teori ini sangat
bersifat eklektik. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal bertujuan untuk memanusiakan manusia
mencapai aktualisasi diri dapat tercapai. Dalam praktek teori ini antara lain terwujud dalam
pendekatan yang diusulkan oleh Ausubel yang disebut “belajar bermakna” atau meaningful
learning. Sebagai catatan teori Ausubel ini juga dimasukkan kedalam aliran kognitif. Teori ini
juga terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohi dalam bentuk Taksonomi Bloom. Selain itu
empat pakar lain yang juga termasuk kedalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey, Mumford,
Habermas,athur combs, Abraham maslow, serta carl R. Rogers.

b. Tokoh – Tokoh Teori Humanistik

1. Bloom dan Krathwohi

Bloom dan Krathwohi menunjukkan apa yang mungkin dipelajari oleh mahasiswa yang
tercakup dalam tiga domain yaitu:

1. Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan :

- Pengetahuan (mengingat, menghafal)

- Pemahaman (menginterpretasikan)

- Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)

- Analisis (menjabarkan suatu konsep)

- Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)

- Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode dan sebagainya)

2. Psikomotor, yang terdiri dari lima tingkatan :

- Peniruan (menirukan gerak)

- Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)

- Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)

- Perangkaian (melakukan beberapa gerak sekaligus secara benar)


- Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

3. Afektif, yang terdiri dari lima tingkatan :

- Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)

- Merespon (aktif berpartisipasi)

- Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu)

- Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)

- Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup)

Taksonomi Bloom, seperti yang telah kita ketahui berhasil memberi inspirasi kepada
banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pada tingkatan
yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk
memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta
dapat diukur. Dari beberapa taksonomi belajar, mungkin taksonomi Bloom inilah yang paling
popular. Selain itu teori Bloom ini juga banyak dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir
soal ujian, bahkan oleh orang-orang yang sering mengkritik taksonomi tersebut.

2. Kolb

Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi
empat yaitu :

1. Pengalaman konkrit

2. Pengalaman aktif dan reflektif

3. Konseptualisasi

4. Eksperimentasi aktif

Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang mahasiswa hanya sekedar mampu
ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakekat kejadian
tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian terjadi seperti itu.
Inilah yang terjadi pada tahap pertama proses belajar. Pada tahap kedua, mahasiswa tersebut
lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha
memikirkan dan memahaminya. Inilah yang kurang lebih terjadi pada tahap pengamatan aktif
dan reflektif. Pada tahap ketiga, mahasiswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau teori
tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, mahasiswa diharapkan sudah
mampu untuk membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang
meskipun nampak berbeda-beda tetapi mempunyai landasan aturan yang sama. Pada tahap
terakhir (eksperimentasi aktif), mahasiswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke
situasi yang baru. Dalam dunia matematika misalnya mahasiswa tidak banyak memahami asal-
usul sebuah rumus, tetapi ia mampu memakai rumus untuk memecahkan sutau masalah yang
belum pernah ia temukan sebelumnya. Menurut Kolb, siklus belajar semacam itu terjadi
berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran si pelajar. Dengan kata lain, meskipun
dalam teorinya kita mampu membuat garis tegas antara tahap satu dengan tahap lainnya, namun
dalam praktik peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya itu seringkali terjadi begitu saja, sulit
kita tentukan kapan beralihnya.

3. Honey dan Mumford

Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan mahasiswa.
Menurut mereka, ada empat macam mahasiswa atau tipe mahasiswa, yakni aktivis, reflektor,
teoris dan pragmatis. Mahasiswa tipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada
pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak
berdialog. Namun mahasiswa semacam ini biasanya kurang skeptik terhadap sesuatu. Ini
kadangkala identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode
yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal baru, seperti brainstorming atau problem
solving. Tetapi mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam
implementasi. Mahasiswa tipe reflektor cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah.
Dalam proses pengambilan keputusan, mahasiswa tipe ini cenderung konservatif, dalam arti
mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat baik buruk suatu keputusan. Mahasiswa
tipe teoris biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau
penilaian yang sifatnya subyektif. Bagi mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang
sangat penting. Mereka biasanya juga sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat
spekulatif. Mahasiswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari
segala hal. Bagi pragmatis sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktekkan.

4. Habermas

Habermas percaya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi baik dengan
lingkungan maupun dengan sesama manusia. Berdasarkan asumsi ini, dia membagi tipe belajar
menjadi tiga macam yaitu:

1. Belajar teknis (technical learning)

2. Belajar praktis (practical learning)

3. Belajar emansipatoris (emansipatori learning)

Dalam “belajar teknis” mahasiswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam


sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu. Dalam “belajar praktis”, mahasiswa
juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara
mahasiswa dengan orang-orang di sekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman mahasiswa
terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya
dengan manusia. Tetapi pemahaman terhadap alam justru relevan jika berkaitan dengan
kepentingan manusia. Sedangkan dalam belajar emansipatoris, mahasiswa berusaha mencapai
pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari
suatu lingkungan. Bagi Habermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural
dengan tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural dianggap sebagai tujuan
pendidikan yang paling tinggi.

5. Arthur Combs
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah yang
menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang lain, seseorang
harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah
sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya.
Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu diperoleh
informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut:
1) Pemerolehan informasi baru
Peserta didik akan tertarik dan bersemangat untuk belajar jika apa yang dipelajari akan
menjadi suatu informasi baru yang bermakna dan bermanfaat bagi dirinya.
2) Personalisasi informasi baru
Informasi baru yang dipahami peserta didik itu bukan hasil transfer langsung dari guru ke
peserta didik. Peserta didik sendirilah yang mecerna dan mengolah apa yang disampaikan oleh
guru menjadi sesuaidan bermakna. Atrinya informasi itu diperolehnya sendiri dan peserta didik
menjadi pemilik informasi tersebut. Peran guru disini adalah sebagai pembimbing yang
mengarahkan.
Keliru jika guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran
disusun dengan rapid an disampaikan dengan baik, tetapi arti dan maknanya tidak melekat pada
bahan ajar itu, murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan pelajaran
tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana pelajaran
itu disampaikan,tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di
dalam bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati
bahwa misinya telah berhasil.
Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran
lingkaran (persepsi diri),semakin kurang pengaruhnya terhadap seseoarang. Sebaliknya, semakin
dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya terhadap
seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah maka semakin banyak hal yang dipelajari oleh murid
segera dilupakan, karena tidak ada kaitanya sama sekali dengan dirinya.

6. Abraham Maslow
Abraham H. Maslow adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya
di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi
manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasrkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia
terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi
pertumbuhan.

Maslow, berpendapat, bahwa manusia memiliki hirarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi. Kebutuhan tersebut
terbagi dalam lima tingkatan yaitu:
1. Kebutuhan jasmaniah atau dasar (basic needs), seperti makan, minum, tidur, dan sex
menuntut sekali untuk dipuaskan.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan kesehatan, keamanan lingkungan,
lapangan kerja, sumber daya, dan terhindar dari bencana.
3. Kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingnees needs), butuh cinta, persahabatan, dan
keluarga,kebutuhan menjadi anggota kelompok, dan sebagainya.
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), butuh kepercayaan diri, harga diri, prestasi, dan
penghargaan dari orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), moralitas, kreativitas, dan ekspresi diri.

Maslow membedakan antara empat kebutuhan pertama dengan satu kebutuhan yang
berikutnya (kebutuhan teratas). Keempat kebutuhan yang pertama disebut deficiency needs
(kebutuhan yang timbul karena kekurangan) pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya
bergantung pada orng lain. Sedangkan satu kebutuhan yang lain dinamakan growth needs
(kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri.

Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih
rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinyankebutuhan aktualisasi diri, yaitu
kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana
cara aktualisasi diri ini tampil,tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul
kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan
pemahaman.

Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinnya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan
kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah,
mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki
motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bias menyalahkan anak atas kejadian ini
secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak
yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti.bisa jadi anak-anak tersebut belum
atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, smalaman tidak tidur dengan nyenyak, atau ada
masalah pribadi/keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
7. Carl R. Rogers
Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non directive atau
terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioneer dalam risetnya pada proses
terapi. Pendekatan terapi yang berpuast pada klien dari Rogers sebagi metode untuk memahami
orang lain, menangani masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa
pandangan humanistik dan holism terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien diajak
untuk memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh dan
lebih dapat menjadi dirinya sendiri. Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully
human being):
1. Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman
dengan fleksibel sehingga timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan banyak mengalami
emosi (emosional) baik yang positif maupun yang negative.
2. Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan ekstansial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya
sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung
menyesuaikan diri sebagai respon atas pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seorang membuka diri terhadap pengalaman itu
sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasakannya benar (timbul
seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan
sangat baik.
4. Perasaan bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan-
paksaan atau rintangan-rintangan antara alternative pikiran dan tindakan. Orang yang bebas
memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya masa depan
tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa pada masa lampau sehingga ia dapat
melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupanya dan merasa mampu melakukan apa yang saja
yang ingin dilakukanya.

5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka
sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku
spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respon atas stimulus
kehidupan yang beraneka ragam disekitarnya.
Carl R. Rogers merupakan ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasnnya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis, pedidikan, dan
lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan , Rogers mengutarakan pendapat tentang
prinsis-prinsip belajar humanistik.Dalam buku Freedom to Learn, Rogers mengemukakan
prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting adalah sebagia berikut :
1) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila
ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5) Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6) Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya.
7) Belajar diperlancar jika peserta didiknya dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggung jawab terhadap proses belajar.
8) Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya, baik perasaan
maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9) Keprcayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika peserta didiknya dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10) Belajar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuan kedalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Berdasarkan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rogers diatas, secara
singkat inti prinsip belajar humanism adalah sebagai berikut :

1. Hasrat untuk Belajar


Menurut Rogers,manusia mempunyai hasrat alamiah untuk belajar. Hal ini terbukti
dengan tingginya rasa ingin tau anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan
humanistik. Di dalam kelas yang humanism anak-anak diberi kesempatan dan bebas untuk
memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa
yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.
2. Belajar yang berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar adengan cepat apabila yang dipelajari
mempunyai arti baginya.
3. Belajar tanpa ancaman atau hukuman
Belajar mudah dilakukan dan hasilanya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung
dalam lingkungan yang bebas ancaman atau hukuman. Proses belajar akan berjalan lancar
manakala murid dapat menguji kemampuanya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru
atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang biasanya menyinggung
perasaan.
4. Belajar atas inisiatif sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah arah belajarnya sendiri
sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar
bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn). Tidak perlu diragukan bahwa menguasai
bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak ebih penting daripada memperoleh kecakapan
untuk mencari sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil.
Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar.
Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan
percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan
untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan dan melekukan
penilaian. Dia juga lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kuran bersandar pada penilaian
pihak lain.
Disamping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi,
kognitif, maupun afektif. Rogers dan para ahli humanistik yang lain menanamkan jenis belajar
ini sebagai whole – person learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang
utuh. Para ahli humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan
memiliki (feeling of belonging) pada diri murid. Dengan demikian, murid akan merasa terlibat
dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa
bergairah untuk terus belajar.
5. Belajar dan perubahan
Prinsip terakhir yang dikamukakan oleh Rogers ialah bahwa yang paling bermanfaat
ialah belajar tentang proses belajar. Menurut Rogers, diwaktu-waktu yang lampau murid belajar
mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat berubah, dan apa
yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini
perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan teknologi selalu maju dan
melaju.apa yang dipalajari di masa lalu tidak membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di
masa kini dan masa yang akan datang. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang
yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.

C. Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran

a. Guru Sebagai Fasilitator Agar proses belajar mengajar berjalan efektif sesuai yang
ditetapkan dalam rambu-rambu kurikulum maka guru harus bertindak sebagai fasilitator,
yakni : 1) Memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal, situasi kelompok, atau
pengalaman kelas. 2) Membantu siswa untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum. 3)
Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-
tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi di
dalam belajar. 4) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimamfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan
mereka. 5) Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimamfaatkan oleh kelompok. 6) Menanggapi baik ungkapan-ungkapan di dalam kelompok
kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual atau kelompok. 7)
Bilamana cuaca penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur- berangsur dapat
berperanan sebagai siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain. 8)
Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak siswa. 9) Harus tetap waspada terhadap ungkapan-
ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar. 10)
Berperan sebagai fasilitator, guru harus mencoba untuk mengenali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Dari pandangan-pandangan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dalam proses


belajar mengajar menurut teori belajar humanistik guru/dosen harus memposisikan
dirinya sebagai orang tua bijaksana yang dapat memahami apa yang menjadi
keinginan siswa dari guru/dosen dalam pembelajaran, baik dari aspek metodologis
maupun dari aspek materi pelajaran itu sendiri. b. Guru-Guru yang Baik dan Tidak Baik
Menurut Teori Belajar Humanistik Guru-guru yang baik dan efektif menurut
Hamacheek sebagaimana dikutif Wasty Soemanto, adalah guru-guru yang manusiawi,
mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada autokratik, dan mereka
harus mampu dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan
ataupun secara kelompok. Ruang kelas tampak seperti suatu perusahaan kecil dengan
pengertian bahwa mereka lebih terbuka, spontanitas, dan mampu menyesuaikan diri
kepada perubahan. Guru yang tidak baik dan tidak efektif adalah guru yang kurang
memiliki rasa humor, mudah menjadi tidak sabar, menggunakan komentar-komentar yang
melukai dan mengurangi rasa ego, kurang terintegrasi, cenderung bertindak agak otoriter
dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka. Combs dan
kawan-kawan percaya bahwa guru-guru merasa tenteram terhadap diri mereka sendiri dan
terhadap kemampuan mereka, mereka akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang
lain dan apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal yang
cukup, mereka mungkin akan memberikan respon pada siswa-siswa mereka dengan cara
mengembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat otoriter dan peraturan-peraturan itu
digunakan untuk melindungi konsep diri masing- masing. Menurut Combs dan kawan-
kawan, bahwa ciri-ciri guru yang baik adalah;

a. mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah mereka sendiri dengan baik,

b. melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin
berkembang,

c. cenderung melihat orang lain sebagai orang sepatutnya dihargai,

d. melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam;
jadi, bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang
digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreativitas dan dinamika, jadi bukan
orang yang fasif atau lamban,

e. menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercaya dan dapat diandalkan
dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada, dan

f. melihat orang lain dapat memenuhui dan meningkatkan dirinya, bukan menghalangi,
apalagi mengancam. Pernyataan-pernyataan Combs dan kawan-kawan tersebut, dapat
dipahami bahwa seorang guru/dosen yang ingin berhasil dalam mengajar, maka mereka
harus memahami jati diri siswa setiap siswa, karena pada dasarnya setiap orang butuh
penghargaan, bukan ancaman apalagi menghalangi.

Guru Sejati Menurut Teori Belajar Humanistik Dalam mitos-mitos pendidikan


bahwa guru yang baik bukan hanya guru yang menguasai materi pelajaran dan aspek-
aspek metodologis semata, tetapi juga mereka mampu memahami kecenderungan hati
setiap siswa. Oleh karena itu setiap guru harus:

1) Bersikap tenang. Ia tak berlebih-lebihan dan dingin dalam menghadapi setiap situasi.
Tidak boleh kehilangan akal, marah sekali atau menunjukkan kegembiraan yang
berlebih-lebihan. Dia harus netral terhadap segala masalah, dan tidak menunjukkan
pendapat pribadinya.
2) Dapat menyukai siswa-siswanya secara adil. Ia tidak boleh membenci dan memarahi
siswa, siswanya.

3) Memperlakukan siswa-siswanya secara sama, tanpa membedakan watak- watak individu


siswa.

4) Mampu menyembunyikan perasaannya, meskipun terluka hatinya, ia harus tidak


menunjukkannya, terutama dihadapan siswa-siswanya yang masih muda.

5) Selalu merasakan diperlukan oleh siswa-siswanya, karena siswa- siswanya belum dapat
bekerja sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar mereka sendiri di kelas.

6) Menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswa-siswanya.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut, juga menunjukkan bahwa seorang guru harus


bersikap adil, memiliki sikap pengendalian diri yang stabil dan tidak cepat tersinggung,
dan menjawab semua pertanyaan- pertanyaan siswanya dengan penuh kearifan. Aplikasi
teori belajar humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta menumbuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi,
membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya
masing- masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya apabila
kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap penomena sosial. indikator dari keberhasilan aplikasi teori ini adalah
siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Dari pemaparan teori belajar humanistik
tersebut menunjukkan, bahwa guru harus memposisikan diri sebagai fasilitator yang arif
dalam menyikapi kecenderungan siswa-siswanya dan harus senantiasa bersifat ceriah dan
tidak boleh menunjukkan sifat kasar yang dapat melukai hati siswa-siswanya.

D. Kekurangan dan kelebihan teori belajar humanistik


1. Kekurangan
Peserta didik kesulitandalam mengenali diri dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
2. Kelebihan
Dalam pembelajaran pada teori ini siswa dituntutuntuk berusaha agar lambat laun mampu
mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya.
Selain itu Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan
budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang menerima gagasan ini ketika teori tersebut
membahas tentang kepribadian, pengalaman subjektif manusia mempunyai bobot yang lebih
tinggi daripada relitas

E. Kritik Terhadap Teori Humanistik

Teori humanistik sering dikritik karena sifatnya yang terlalu deskriptif lain dengan teori
pembelajaran atau disebut juga instruksional yang lebih bersifat preskriptif. Kelemahan lain
adalah sukarnya menterjemahkan teori ini ke langkah-langkah yang lebih praktis dan konkrit.
Tetapi karena sifatnya yang deskriptif itulah maka teori ini seolah memberi arah proses belajar.
Semua tujuan pendidikan bersifat ideal dan teori humanistik inilah yang menjelaskan bagaimana
tujuan ideal itu seharusnya. Seperti teori-teori belajar yang lain, teori humanistik akan sangat
membantu kita memahami proses belajar serta melakukan proses belajar dalam dimensi yang
lebih luas jika kita mampu menempatkannya pada konteks yang tepat. Kalaupun teori ini sukar
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah praktis proses belajar, namun ide-ide, konsep-konsep
dan taksonomi-taksonomi yang dibahas dalam teori ini telah membantu kita untuk lebih
memahami hakekat jiwa manusia. Dan pada gilirannya akan membantu kita menentukan strategi
belajar yang tepat secara lebih sadar dan terarah, dan tidak semata-mata tergantung pada intuisi
kita.
Makalah 3 (Taksonomi Tujuan Belajar)

2.1 Taksonomi Tujuan Belajar

Istilah bernalar berasal dari kata dasar “nalar”, kamus besar bahasa Indonesia (2010:681),
yaitu pertimbangan tentang baik buruk, aktifitas yang memungkinkan seseorang berfikir logis,
jangkauan pikir dan kekuatan pikir. Adapun “bernalar”berarti menggunakan nalar (berpikir
logis), serta “penalaran” mengandung arti proses mental dalam mengembangkan pikiran dan
beberapa fakta atau prinsip.

Bernalar merupakan kegiatan berpikir untuk menarik simpulan dari premis-premis yang
sebelumnya telah diketahui dan ditetapkan. Definisi-definisi yang terkait dengan sifat-sifat dan
proses bernalar dapat merujuk pada pendapat dibawah ini:

a. Menurut woodworth (1945), bernalar merupakan alasan melalui analisi fakta dan prinsip-
prinsip yang dilengkapi oleh daya ingat, disajikan berdasarkan pengamatan yang
dikombinasikan dan diuji untuk melihat kesimpulan apa yang dapat digambarkan atau
ditarik menjadi generalisasi.
b. Menurut Gates (1947), bernalar merupakan berpikir selektif yang mengandung makna
terkontrol.
c. Menurut Munn (1967), bernalar merupakan prose mengombinasikan pengalaman masa lalu
untuk memecahkan masalah, dan bukan semata-mata reproduksi pemecahan masalah, juga
merupakan analisis yang memberikan alasan, secara hati-hati setiap fungsi diorganisasi
secara sistimatis.
d. Menurut Schmect (1968), bernalar merupakan kata yang digunakan untuk pengenalan
mental dan hubungan-hubungan, efek sebab akibat yang mungkin dari suatu peristiwa dan
hasil dari pengamatan penyebab yang ditarik menjadi kesimpulan.
e. Menurut Garten (1968), bernalar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan dalam
pemikiran.

Kata “taksonomi” diambi dari bahasa Yunani tassein yang mengandung arti “untuk
mengelompokkan” dan nomos yang berarti “aturan”.Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hasil berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu.Posisi taksonomi yang lebih
tinggi bersifat lebih umum dan yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Taksonomi terdiri dari kelompok (taksa) dan materi pelajaran yang diurutkan menurut
persamaan dan perbedaan, prinsip atau dasar klasifikasi (hukum), misalnya, persamaan dan
perbedaan dalam struktur, perilaku, dan fungsi (bowler, 1992:52).

Sebagai cntoh dalam membangun sebuah taksonomi, makhluk menjadi suatu hierarki untuk
menunjukkan hubungan. Tingkatan merupakan peringkat dalam taksonomi, mencakup domain
(daerah), kingdom (kerajaan), phylum atau filum (hewan)/ division (tumbuhan), classic (kelas),
ordo (bangsa), family (suku), genus (marga), dan spesies (jenis).

Taksonomi memberikan kemudahan dalam mendukung cara berpikir, seperti yang


dilustrasikan, melalui pengelompokkan unsure-unsurnya. Taksonomi berguna untuk
memfasilitasi proses mental, terutama untuk memperoleh dan mencapai tujuan, atau dengan kata
lain sebagai alat belajar berpikir. Taksonomi memecahkan bagian menjadi unit-unit yang
berhubungan dengan unit lainnya secara komrehensif, tetapi ringkas dan jelas sebagai kata kunci
(Bailey, 1994:12)

(Kuswana, 2013:6-11).

2.1.1 Ranah Kognitif

Benjamin S. Bloom, pada tahun 1949, mengajukan idenya mengenai pembagian atau
Taksonomi kognitif untuk mempermudah proses penyusunan bank soal sehingga memiliki tujuan
pembelajaran yang sama (Krathwohl, 2002). Bloom bersama timnya mempublikasikan
Taksonomi tersebut pada tahun 1956. David R. Krathwohl, seorang dari anggota tim Bloom,
mengusulkan Revisi Taksonomi tersebut empat puluh lima tahun kemudian. Krathwohl bekerja
sama dengan tujuh ahli psiko edukasi dan pendidikan (Anderson et al., 2001).

Taksonomi tujuan pendidikan menjadi pedoman bagi guru untuk mengembangkan indicator
pencapaian kompetensi dan mengidentifikasi serta mengklasifikasi seluruh hasil belajar siswa di
sekolah.Tujuan pendidikan bisa diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keterampilan
berpikir, tingkah laku (perilaku) dan keterampilan fisik yang mewakili tiga ranah (domain)
pendidikan yaitu ranah kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotorik
(psychomotor).Di dalam kurikulum 2013, tujuan pendidikan diwujudkan dengan penguasaan
kompetensi siswa pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Taksonomi tujuan pendidikan menjadi dasar mengomunikasikan berbagai hasil belajar siswa
yang ingin dicapai dan membantu guru menetapkan tujuan pembelajaran, hubungan antartujuan
pembelajaran, dan menjadi prosedur melakukan kegiatan penilaian belajar siswa dari berbagai
tujuan pembelajaran.

Bloom (1956) mengklasifikasi aspek pengetahuan (kognitif) menurut kemampuan intelektual


berjenjang yang meliputi enam jenjang yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi
(evaluation).

Dalam kegiatan pembelajaran siswa guru menggunakan berbagai jenjang pada aspek
pengetahuan untuk mendeskripsikan dan menyatakan tujuan kognitif dari hasil belajar
siswa.Keenam jenjang kognitif bersifat berkesinambungan.Maksudnya kategori yang paling
tinggi mencakup pula kategori yang ada dibawahnya.Misalnya pemahaman (comprehension)
meliputi pengetahuan (knowledge), aspek penerapan meliputi pengetahuan (knowledge) dan
pemahaman, begitu seterusnya.
Dalam dimensi proses kognitif mencakup kemampuan mengingat (remember), mengerti
(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan
menciptakan (create). Penjelasan setiap kategori pada proses kognitif tersebut sebagai berikut:

Mengingat, kemampuan mengingat menunjukkan kemampuan siswa memperoleh


kembali pengetahuan yang relevan berdasarkan memori jangka panjang. Kategori aspek
mengingat mencakup proses berpikir yakni mengenal kembali (recognizing) dan menghafal
(recalling).

Mengerti, kategori mengertiyaitu kemampuan merumuskan isi atau makna dari


bahan/materi pembelajaran dan mengomunikasikan secara lisan, tulisan maupun grafik atau
diagram.Siswa dapat memahami ketika mampu menentukan hubungan antara pengetahuan yang
baru diperoleh dengan pengetahuan yang diterima di masa lalu. Katagori mengerti mencakup
proses kognitif seperti menginterpretasikan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),
mengklasifikasikan (classifying), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

Menerapkan, menerapkan adalah kemampuan mengguakan prosedur tertentu untuk


menyelesaikan masalah atau situasi tertentu. Sebuah masalah yang termasuk pada kategori
menerapkan biasanya memiliki satu jawaban yang terbaik atau paling benar.katagori pada aspek
menerapkan terdiri dari proses kognitif, yang terdiri dari kemampuan melakukan sesuatu
(excuting) dan mengimplementasikan (implementing).

Menganalisis, menganalisis menekankan kemampuan memilah atau memecah suatu


bahan/materi menjadi bagian-bagian atau unsur-unsur serta menentukan bagaimana bagian-
bagian atau unsure-unsur tersebut saling terhubung dalam keseluruhan.Pada kategori mengalisis,
siswa mampu menganalisis informasi yang diperoleh dan memilah-milah atau membuat struktur
informasi ke dalam bagian atau komponen yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari suatu
peristiwa, fakta, dan lain-lain.Kategori pada aspek menganalisis mencakup kemampuan
membedakan (differenting), mengorganisasi (organizing), dan memberikan simbol/nama
(attributing).

Mengevaluasi, menilai berarti kemampuan siswa melakukan judgement berdasarkan


kriteria atau standar tertentu.Kriteria sering digunakan untuk menentukan kualitas, efektivitas,
efisiensi, dan konsistensi.Standar digunakan untuk menentukan kualitas dan
kuantitas.Kompetensi mengevaluasi mencakup kemampuan untuk menyusun pendapat atau
argumen mengenai sesuatu atau beberapa hal dan mempertanggungjawabkan pendapat atau
argumentasi berdasarkan kriteria atau standar tertentu.Kemampuan siswa melakukan evaluasi
dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu.Kategori pada aspek mengevaluasi
mencakup memeriksa atau mengecek (checking) dan mengkritik (criticizing).

Menciptakan, menciptakan diartikan sebagai meletakkan beberapa unsur (elemen)


dalam satu kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuk dalam satu kesatuan yang koheren atau
fungsional. Menciptakan merupakan generalisasi ide baru, hasil (produk) atau cara pandang baru
dari suatu kejadian atau fenomena. Pada aspek ini, siswa dikatakan mampu menciptakan jika
dapat menghasilkan produk baru dengan merombak beberapa unsur atau bagian ke dalam bentuk
atau struktur yang belum pernah dijelaskan oleh guru.Secara umum, proses menciptakan
berkaitan dengan pengalaman belajar yang pernah dilakukan siswa.

Di dalam revisi taksonomi Bloom, dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual
(factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan procedural
(procedural knowledge), dan pengetahuan meta-kognitif (meta-cognitif knowledge).

Pengetahuan faktual adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, istilah, dan dari suatu
bahan/materi pembelajaran atau disipling ilmu tertentu, atau saat menyelesaikan masalah dalam
disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan factual mencakup: (1) pengetahuan terminology, dan (2)
pengetahuan yang detail dan unsure-unsur yang spesifik. Pengetahuan tentang terminologi
meliputi pengetahuan tentang label/atribut dan simbol (verbal dan nonverbal) seperti kata, istilah,
angka, tanda, dan gambar. Pengetahuan yang detail dan unsure yang spesifik merupakan
pengetahuan tentang peristiwa, lokasi, nama orang, tanggal, sumber informasi, dan sebagainya.

Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang cara bahwa ide/gagasan dapat


diklasifikasikan/dikelompokkan, diketegorikan, atau dikembangan menjadi prinsip, model, atau
teori. Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, prinsip dan
generalisasi, teori, model, atau rumus yang tersusun dan terstruktur dengan baik.

Pengetahuan procedural merupakan pengetahuan tentang proses atau prosedur dalam


melakukan suatu kegiatan. Prosedur berarti tahap demi tahap suatu proses mencapai hasil yang
diharapkan. Pengetahuan procedural meliputi pengetahuan dari umum ke khusus dan algoritma,
pengetahun metode dan teknik khusus, serta pengetahuan kriteria untuk menentukan penggunaan
prosedur yang tepat berdasarkan ranah dan disiplin ilmu tertentu.

Pengetahuan meta-kognitif yaitu pengetahuan tentang proses kognitif dan kesadaran


diri untuk berpikir secara mandiri. Meta-kognitif menunjuk pada proses menguasai ilmu
pengetahuan dan proses berpikir. Dalam hal ini, pengetahuan meta-kognitif merupakan
“pengetahuan tentang kognitif secara umum dan pengetahuan tentang pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan meta-kognitif mempunyai kesamaan makna dengan berpikir tentang cara berpikir,
belajar tentang bagaimana cara belajar. Pengetahuan meta-kognitif mencakup pengetahuan
strategi, pengetahuan tentang tugas kognitif termasuk menentukan pengetahuan kontekstual dan
pengetahuan diri sendiri

(Endrayanto. 2014 : 33-39).

Anderson dan Krathwohl (2001), mempertahankan kategori enam proses kognitif :ingat,
memahami, menerapkan menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Revisi menekankan
penggunaan taksonomi dalam perencanaan program, pembelajaran dan penilaian, dan dalam
menyelaraskan dari ketiga kegiatan. Pergeseran besa dari buku asli, di mana fokusnya adalah
untuk menyediakan contoh, mengenai item evaluasi disetiap kategori, hal lainnya antara lain:

1. Buku asli yang dikembangkan oleh penguji perguruan tinggi, sedangkan hasil revisi dapat
digunakan oleh guru disekolah dasar dan menengah.

2. Contoh penilaian yang terdapat dalam revisi buku, dirancang untuk menggambarkan dan
memperjelas makna dari berbagai sub-kategori. Semua tidak dimasukkan sebagai model item tes
seperti pada buku aslinya.

3. Buku asli penggunaan item tes, berguna untuk mengklarifikasi arti definisi; dalam perubahan
makna dijelaskan melalui deskripsi luas sub-kategori dan sketsa dari ilustrasi kasus.

4. Tujuan pendidikan menunjukkan bahwa seorang siswa harus mampu melakukan sesuatu (kata
kerja) atau dengan sesuatu (kata benda). Dalam buku asli kerangka kerja, kata benda digunakan
untuk menggambarkan kategori pengetahuan; (misalnyaaplikasi), dalam revisi ini, kategori
utama pada dimensi proses kognitif telah dilabelulang dengan bentuk kata kerja (mis.
Berperilaku). Pengetahuansebagai proses kognitifadalahnamaingat. Sub kategoridalamdimensi
proses kognitifjugatelahdiberi label dengan kata benda, sepertimemeriksadanmengkritisi (sub
kategorievaluasi).

5. Dalam revisi buku, telah diganti dan reorganisasi sub-pengetahuan kategori menjadi empat
jenis pengetahuan: factual, konseptual, procedural, danmetakognitif.

6. Dua kategori utama dalam rangka asli :pemahaman telah menjadi memahami dan sintesis telah
menjadi menciptakan.

Taksonomi Anderson dan Krathwohl’s (2001), melibatkan dua dimensi, dengan enam proses
kognitif dan empat jenis pengetahuan.

Kesinambungan yang mendasaridimensi proses kognitif diasumsikan sebagai


kompleksitas dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya lebih kompleks lagi dari pada
mengingat, penerapan, dipercaya lebih kompleks lagi dari pada pemahaman dan seterusnya. Hal
itu yang membedakan dengan taksonomi sebelumnya, yang memberikan gambaran bertingkat
pada setiap pernyataan kognitif. Dimensi pengetahuan yang terdapat pada baris tabel ,berisi
empatkategori, yaitu factual, konseptual, procedural, dan metakognitif. Kategori-kategori inilah
yang diasumsikan berada dalam kesinambungan dari konkret (factual) keabstrak
(metakognitif).Kategori konseptual dan procedural saling melengkapi dalam hubungan
keabstrakan, dalam beberapa kasus pengetahuan procedural lebih konkret daripada pengetahuan
konseptual. Table taksonomi dapat dipandang sebagai alat bantu dalam memahami dan
mempertimbangkan tujuan dan sasaran belajar, berkenaan dengan system urutan yang sistematis
dan tidak berupa tingkatan. Melalui kata kerja untuk “membedakan” dan memberikan petunjuk
dalam proses kognitif. Mengingat begitu banyaknya penandaan dalam tipe-tipe pengetahuan,
khususnya pengembangan psikologi kognitif yang digunakan dalam kerangka kerja, terdapat
empat tipe pengetahuan umum :Faktual, konseptual, procedural, dan meta-kognitif

(Sudjana. 2014 : 22-23).

2.1.2 Ranah Afektf

Hasil belajar afektif tidak Dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dalam bidang
kognitif. Guru tak dapat langsung mengetahui apa yang bergejolak dalam hati anak, apa yang
dirasakannya atau dipercayainya.

Yang dapat diketahui hanya ucapan verbal serta kelakuan non verbal seperti ekspresi
pada wajah, gerak gerik tubuh sebagai indicator apa yang terkandung dalam hati siswa. Namun,
kelakuan yang tampak, baik verbal maupun non-verbal dapat menyesatkan.Tafsiran guru berbeda
sekali dengan kenyataan. Didalam kelas murid dengan patuh menerima nasihat guru (karena
takut kepada guru), akan tetapidi luar kelas murid itu berbuat lain sekali dengan apa yang
dijanjikannya (karena takut dicemoohkan temannya).

Itu sebabnya maka mencapai tujuan afektif jauh lebih pelik dari pada mencapai tujuan kognitif.
Dalam merumuskan tujuan afektif, dapat digunakan antara lain kata-kata yang berikut :

- Bekerja sama - Menyetujui - Membantah

- Memperhatikan - Menyukai - Mempedulikan

- Memuji - Memilih - Turut serta

- Akrab dengan - Mempertahankan - Suka rela

- Mempertimbangkan - Mengutamakan - Membantu

- Menawarkan - Membicarakan
Ranah afektif seperti yang dikembangkan loleh Krathwohl, Bloom, dan Masia, dalam garis
besarnya sebagai berikut:

1. Menerima (memperhatikan) menaruh perhatian, ada kepekaan terhadap adanya kondisi,


gejala, keadaan, atau masalah tertentu.
a. Kesadaran. Sadar adanya kondisi, gejala, keadaan atau masalah tertentu. Misalnya,
adanya faktor estetis dalam arsitektur.
b. Kerelaan untuk menerimanya. Bersedia untuk memperhatikan gejala, dan sebagainya itu
dan tidak mengelakkannya, misalnya bersedia mendengarkan orang tentang arsitektur.
c. Mengarahkan perhatian. Menunjukkan perhatian keapad berbagai aspek suatu gejala,
dan sebagainya serta implikasinya, misalnya hubungan arsitektur dengan aliran dalam
sejarah.
2. Merespons. Memberi reaksi terhadap suatu gejala (dan sebagainya) secara terbuka ,
melakukan sesuatu sebagai respons terhadap gejala itu.
a. Merespons secara diam-diam, misalnya mematuhi peraturan tanpa komentar.
b. Bersedia merespons. Melakukan sesuatu atas kerelaan sendiri berkenaan dengan gejala
(dan sebagainya) itu, misalnya menghadiri ceramah tentang arsitektur lalu
memdiskusikannya dengan orang lain.
c. Merasa kepuasan dalam merespons. Mengalami kegembiraan dalam reaksinya terhadap
gejala itu, misalnya mengumpulkan gambar-gambar mengenai arsitektr

3. Mengahargai. Memberi penilaian atau kepercayaan kepada suatu gejala yang cukup
konsisten.
a. Menerima suatu nilai. Percaya akan suatu usul, keadaan, ajaran (dan sebagainya) dengan
suatu keyakinan tertentu, misalnya menyetujui agar pekerja wanita diberi upah yang sama
seperti pekerja pria.
b. Mengutamakan suatu niai. Percaya bahwa kondisi, ajaran (dan sebagainya) tertentu lebih
baik daripada yang lain, misalnya meminta pendapat orang lain tentang masalah
kontroversial dalam usaha untuk membentuk pendirian sendiri.
c. Komitmen terhadap suatu nilai. Mempunyai keyakinan dan keterlibatan penuh dalm
suatu perkara, prinsip tau doktrin, misalnya menulis surat kepada editor yang memprotes
pensensoran dalam bentuk apa pun.
4. Oganisai. Mengembangkan nilai-nilai sebagai suatu system, termasuk hubungan antar nilai
dan tingkat prioritas nilai-nilai itu.
a. Mengkonseptualisasi nilai. Memahami hubungan unsur-unsur abstrak dari sesuatu nilai
yang telah dimiliki dengan nilai-nilai yang baru diterima, misalnya memahami ciri-ciri
musik klasik yang disukainya berhubungan dengan rock and roll yang tak disukainya.
a. Mengorganisasi suatu system nilai. Mengembangkan suatu system nilai yang saling
berhubungan yang konsisten dan bulat termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
5. Karakteristik suatu nilai atau perangkat nilai-nilai. Mengadakan sintesis dan internalisasi
system nilai-nilai dengan cara yang cukup selaras dan mendalam sehingga individu bertindak
konsisten dengan nilai-nilai, keyakinan atau cita-cita yang merupakan inti falsafah dan
pandangan hidupnya.
a. Pedoman umum. Memiliki orientasi yang memungkinkan seseorang menyederhanakan
dan mengatur dunia yang kompleks ini dan bertindak konsisten dan efektif di situ
misalnya kesediaannya meninjau kembali keputusan dan mengubah kelakuan menurut
bukti yang nyata.
b. Karakterisasi. Internalisasi system nilai-nilai yang ditujukan kepada segala sesuatu yang
diketahui dan dapat diketahui dalam hubungan yang konsisten dan selaras, misalnya
mengatur kehidupan pribadi dan sebagai anggota masyarakat menurut suatu norma
kelakuan yang didasarkan atas prinsip-prinsip etis yang selaras dengan cita-cita
demokrasi.

2.1.3 Ranah Psikomotor

Ranah ini kurang mendapat perhatian para pendidik dibandingkan dengan kedua ranah
lainnya.Akhir-akhir ini gerakan kesehatan dan kesegaran (fisik dan mental) kembali memusatkan
perhatian kepada ranah psikomotor ini.Kenam tingkatan berkisar antara gerak refleks sebagai
tingkatan yang paling rendah sampai gerakan ekspresif dan interpretative pada tingkat yang
paling tinggi.

Garis besar ranah psikomotor ini adalah sebagai berikut :


1. Gerak reflex

2. Gerak dasar yang fundamental

a. Gerak lokomotor

b. Gerak non-lokomotor

c. Gerak manipulative

3. Keterampilan perseptual

a. Dikriminasi kinestetik

b. Diskriminasi visual

c. Diskriminasi auditoris

d. Diksriminasi taktil

e. Keterampilan perseptual yang terkoordinasi.

4. Keterampilan fisik.

a. Ketahanan

b. Kekuatan

c. Keluwesan

d. Kelincahan

5. Gerakan trampil

a. Keterampilan adaptif yang sederhana

b. Keterampilan adaptif gabungan

c. Keterampilan adaptif yang kompleks

6. Komunikasi non-diskursif (hubungan tanpa bahasa, melainkan melalui gerakan).


a. Gerakan ekspresif

b. Gerakan interpretative

2.1.4 Perbandingan atas Ketiga Ranah

Bila kita analisis ketiga ranah belajar itu dan kita tinjau secara horizontal, maka kita lihat
adanya kesamaan pada tiap tingkatan, khususnya pada tingkatan paling rendah dan paling tinggi.
Misalnya pada tingkat paling rendah kita lihat:

Kognitif Pengetahuan dasar Mengingat informasi (S-R)


Afektif Nilai dasar Pembentukan kebiasaan (S-R)
Psikomotor Reaksi dasar Repons terhadap stimulus (S-R)

Pada tingkat tingkat paling rendah ini belajar pada pokoknya berlangsung berdasarkan
(S-R).Pada tingkat tertinggi dalam ketiga ranah belajar didasarkan atas norma-norma internal
menurut penilaian individual.Pada tingkat tinggi ini pengetahuan baru (kognitif), norma-norma
baru yang matang (afektif) dan gerak interpretative (psikomotor) merupakan perolehan kreatif
yang mirip sekali dengan aktualisasi diri pada Maslow.

Perbandingan ketiga ranah pada berbagai tingkatan

Tingkatan Kognitif Afektif Psikomotor


1 2 3 4
Tingkat terendah Pengetahuan Menerima Refleks
Tingkat menghafal Pemahaman Merespons Asasi
Megulangi Fundamental
Memahami
Tingkat Aplikasi Menghargai Perceptual
diskriminasi atau
transfer
Tingkat pemrosesan Analisis Mengorganisasi Kemampuan fisik
yang lebih tinggi Sisntesis Gerakan trampil
Tingkat integrative
Tingkat penilaian Evaluasi Karakterisasi Komunikasi non-
yang diinternalisasi diskursif

(Nasution, 2006 : 69- 72).

2.2 Cara Pencapaian Tujuan Pembelajaran Kimia

Menurut PERMENDIKNAS no.41 tahun 2007 tentang Standar Proses, disebutkan bahwa
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai
pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar adalah
sejumlah kemampuan minimum yang harus dikuasai peserta didik untuk standar kompetensi
tertentu dan digunakan sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu
pelajaran.Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata
pelajaran, dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur,
mencakup pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.Adapun Tujuan pembelajaran
menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai
dengan kompetensi dasar.

Pelaksanaan penilaian dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk mendapatkan


informasi tentang keberhasilan pendidik mengajarkan materi pembelajaran serta kemampuan
peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan.Kecermatan dan ketepatan dalam
pengukuran sangat ditentukan oleh alat ukur yang dipakai.Untuk mengetahui ketepatan dan
kecermatan soal ujian tersebut, diperlukan telaah soal ujian.Adapun tujuan utama telaah soal
ujian diantaranya adalah untuk memperoleh informasi tentang ketepatan indikator dalam kisi-
kisi soal, keterwakilan setiap kompetensi dasar, kesesuaian antara kisi-kisi soal dan butir soal,
serta tingkat penguasaan peserta didik pada setiap kompetensi dasar yang diujikan.Sudijono
(2006:132) menyatakan bahwa tidaklah mungkin bagi tester untuk membuat butir-butir soal
tes obyektif dengan secara mendadak atau terburu-buru.
Kisi-kisi sangat dibutuhkan dalam penyusunan alat tes yang baik.Nurgiyantoro (2012:79)
menjelaskan bahwa kisi-kisi adalah sebuah cetak biru (blue print), perencanaan, yang dijadikan
pedoman untuk pembuatan dan perakitan soal-soal ujian.Fungsi kisi-kisi ada pedoman untuk
pembuatan dan perakitan soal-soal ujian.

Fungsi kisi-kisi adalah mengontrol butir-butir soal.Tiap butir soal secara jelas harus mengukur
suatu indikator, dan tiap-tiap indikator harus ada butir soalnya.Artinya, telaah terhadap kisi-kisi
soal sangat terkait dengan perumusan indikator serta keter-wakilan setiap indikator dan
kompetensi dasar yang dikembangkan.Setiap kompetensi dasar dapat diwakili oleh satu indikator
atau lebih.Hal ini disesuaikan dengan keluasan cakupan materi yang dikandung setiap
kompetensi dasar (KD).Jumlah soal juga disesuaikan dengan indikator-indikator yang
dikembangkan dari kompetensi dasarnya.Penggunaan kisi-kisi soal dapat membantu guru dalam
pengambilan keputusan yang terkait dengan penyusunan tes.Kisi-kisi soal juga dapat
meningkatkan validitas evaluasi yang dilakukan guru dalam penyusunan tes kelas.

Kisi-kisi soal dibuat dalam beberapa langkah. Mardapi (2008:90) menyatakan bahwa ada
empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu menentukan tujuan umum
pembelajaran, membuat daftar pokok bahasan dan subpokok bahasan yang akan diujikan,
menentukan indikator, dan menentukan jumlah soal tiap pokok bahasan dan subpokok bahasan.
Tes digunakan untuk mengukur keberhasilan guru dalam membelajarkan kompetensi dasar dan
kemampuan siswa dalam menyerap materi pembelajaran dari kompetensi dasar.Depdiknas
(2007:7) memberikan ketentuan bahwa kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang
harus dikuasai siswa setelah mempelajari materi pelajaran tertentu. Telaah terhadap daya serap
diperlukan untuk mengetahui kompetensi dasar apa saja yang masih menjadi kesulitan bagi
peserta didik.

2.2.1 Syarat-Syarat Membuat Kalimat Indikator Yang Baik

Terkiat dengan indikator, Uno (2012:42) menyatakan bahwa indikator merupakan ukuran,
karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi/menunjukkan ketercapaian
suatu kompetensi dasar.Ketepatan indikator tersebut didasarkan pada lima aspek :

a. Ketepatan Indikator dari Aspek Tingkat Kompetensi


Ketepatan ini didasarkan padatuntutan kata kerja kompetensi yang disesuaikan dengan
perilaku-perilaku kognitif untuk jenis soal pilihan ganda.
b. Ketepatan Indikator dari Aspek Materi
Indikator mencakup materi yang san-gat spesifik dan lebih sempit.
c. Ketepatan Indikator dari Aspek Kalimat
Ketepatan kalimat didasarkan pada susunan gramatikal dan kejelasan maksud. Rahardi
(2009, p.129) mengungkapkan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki
kemampuan menimbulkan gagasan kembali atau pikiran pada diri pendengar atau pembaca,
seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulisnya. Melalui kalimat yang efektif,
gagasan penulis atau pembicara itu akan dapat diterima secara utuh. Perbaikan beberapa
kalimat indikator tersebut terkait dengan empat hal:
1. Kelengkapan Unsur Kalimat
Kelengkapan unsur-unsur yang mem-bangun sebuah kalimat sangat penting.Ke-
tidakhadiran sebuah kata dalam suatu kalimat dapat menyebabkan ketidakutuhan maksud
yang dikandungnya.

2. Kehematan Kalimat
Kalimat yang efektif biasanya berupa kalimat yang singkat dan jelas.Kalimat tidak
menggunakan kata-kata yang mubazir atau dipandang tidak perlu.Akhadiah, Arsjad &
Ridwan (2004:125) menyatakan bahwa unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pem-
bentukan kalimat efektif ialah kehematan.Ada beberapa kalimat indikator yang kurang
hemat.Maksud penulis dalam kalimat sudah dapat di-terima oleh pembaca, tetapi unsur
bahasa yang digunakan sebenarnya bisa disederhanakan.
3. Kejelasan Maksud
Kejelasan maksud merupakan hal pen-ting dari suatu kalimat.Kalimat tidak menim-bulkan
interpretasi yang berbeda.Interpretasi terhadap maksud kalimat yang berbeda ini se-ring
disebut kalimat ambigu. Setyawati (2010:66) menyatakan bahwa ambiguitas adalah keg-
andaan arti kalimat, sehingga meragukan atau sama sekali tidak dipahami orang lain.
4. Kejelasan Materi
Materi merupakan bagian dari indikator.Materi harus jelas dan terbatas (spesifik),
penyusun kisi-kisi soal menentukan materi yang masih sangat luas tersebut menjadi materi
yang sangat spesifik dan terbatas.
d. Ketepatan Indikator dari Aspek Logika
Keraf (2004:54) menyatakan bahwa Segi penalaran atau logika turut menentukan baik-
tidaknya kalimat seseorang dan mudah tidaknya pikirannya dapat dipahami.Bahasa tidak
bisa lepas dari penalaran.Ketepatan logika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kesesuaian secara logis antara kompetensi, materi, dan unsur penyusun kalimat dalam
indikator kisi-kisi soal-nya.

e. Ketepatan Indikator dari Aspek Kata Kerja Operasional

Indikator dipergunakan sebagai dasar untuk membuat soal ujian. Oleh karena itu,
indikator harus dirumuskan dengan memper-gunakan kata kerja operasional, yaitu kata kerja
yang kadar capaiannya dapat diukur atau diamati. BSNP (2010:3) memberikan ketentuan
bahwa indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran,
sat-uan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukur dan/ atau dapat diobservasi

(Mushoffa dan Burhan, 2013:154-160).

Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) bahwa indikator pencapaian


kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.Indikator
pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Safari (2005:21-24) menyatakan bahwa ada tiga kelompok indikator pencapaian KD


yaitu:indikator sangat penting (indikator kunci), (2) indikator cukup penting (indikator
pendukung), dan (3) indikator kompleks.

Penjelasan Ketiga indikator pencapian KD yaitu:

1. Indikator Kunci
indikator kunci adalah indikator yang memenuhi syarat UKRK atau Urgensi,Kontinuitas,
Relevansi dan Keterpakaian. Syarat urgensi dimaknai bahwa secara teoritis indikator itu
harus dikuasai siswa.Syarat kontinuitas dimaknai bahwa indikator ini merupakan
indikator lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih indikator yang sudah
pernah dipelajari pada KD sebelumnya atau pada KD itu sendiri. Syarat relevansi
dimaknai bahwa indikator itu diperlukan untuk mempelajari atau memahami mata
pelajaran lain. Syarat keterpakaian dimaknai bahwa indikator itu memiliki nilai terapan
tinggi dalam kehidupan sehari-hari.Ditinjau dari tuntutan kemampuan yang harus
ditampilkan atau dikuasai siswa berkait dengan KD yang bersangkutan, indikator kunci
menuntut kemampuan setara dengan kemampuan yang dirumuskan pada kompetensi
dasar (KD), sehingga tuntutan kemampuan pada indikator kunci mewakili tuntutan
kemampuan KDnya. Kemampuan yang dituntut pada indikator kunci adalah kemampuan
minimal dari KDnya, atau dengan kata lain target kemampuan minimal pada penguasaan
suatu KD tercermin dalam indikator kunci.
2. Indikator Pendukung

Indikator pendukung merupakan indikator yang mendukung indikator kunci.Ditinjau dari


tuntutan kemampuan yang harus ditampilkan atau dikuasai siswa berkait dengan KD yang
bersangkutan, indikator pendukung mencerminkan kemampuan jembatan yang diperlukan
dalam rangka menguasai kemampuan yang dirumuskan oleh indikator kunci.Oleh karena
itu indikator pendukung boleh juga dinamai indikator jembatan.

3. Indikator Kompleks

Indikator kompleks merupakan indikator yang memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan
yang tinggi. Dalam pelaksanaannya menuntut: (a) kreativitas yang tinggi, (b) waktu yang
cukup lama karena perlu pengulangan, (c) penalaran dan kecermatan siswa yang tinggi,
(d) sarana dan prasarana sesuai tuntutan kompetensi yang harus dicapai. Ditinjau dari
tuntutan kemampuan yang harus ditampilkan atau dikuasai siswa berkait dengan KD yang
bersangkutan, indikator kompleks mencerminkan tuntutan kemampuan tambahan atau
kemampuan yang sifatnya pengayaan dari target kemampuan minimal pada KDnya.Oleh
karena itu indikator kompleks boleh juga dinamai indikator pengayaan. Perlu diingat
bahwa target kemampuan minimal tercermin pada indikator kunci

(Sri Wardani, 2010:5-7).


2.2.2 Kata Kerja Operasional

Domain Kategori Jenis Perilaku Kemampuan Internal Kata Kerja Operasional

Kognitif Pengetahuan Mengetahui menyusun/menata


………………………….. mendefinisakan
misalnya: menunjuk (nama benda)
Istilah mendaftar
Fakta mengahafalkan
Aturan Menyebutkan
Urutan Mengurutkan
Metode Mengenal
Menghubungkan
mengingat kembali
Mereproduksi

Pemahaman Menerjemahkan Mengklasifikasikan


Menafsirkan Menggambarkan
Memperkirakan Mendiskusikan
Menentukan Menjelaskan
………………………. Mengungkapkan
misalnya: Mendefinisikan
metode Menunjukkan
Prosedur Mengalokasikan
Memahami Melaporkan
………………………. Mengakui
misalnya: Menjatuhkan
konsep mengkaji ulang
Kaidah memilih
Prinsip Menyatakan
kaitan antarfakta Menerjemahkan
isi pokok
mengartikan/
Menginterpretasikan
………………………..
misalnya:
Table
Grafik
Bagan
Penerapan memecahkan masal Menerapkan
membuat bagan dan grafik memilih
Menggunakan Mendemonstrasikan
…………………………. Mendramatisir
misalnya: Mengerjakan
metode/prosedur membuat ilusi
konsep Menginterpretasikan
Kaidah Mengoperasikan
Prinsip Melatih
menyusun jadwal
membuat sketsa
Memecahkan
Mengakui
Analisis mengenali kesalahan Mengenali
Membedakan Memperkirakan
………………………. Meenghitung
misalnya: Mengkategorikan
fakta dari interpretasi Membandingkan
data dari kesimpulan Melawankan
Mengkritik
membuat diagram
Membedakan
memperlakukan lain
Menguji
Mencoba
Menginventaris
Menanyakan
Mengetes
membuat lain (dari yang
lain)
Sintesis Menghasilkan mengatur (sesuai dengan)
……………………….. merangkum
misalnya: Mengumpulkan
Klasifikasi mengatur komposisi
Karangan Membangun
kerangka teoritis Menciptakan
Menyusun Merancang
……………………… Merumuskan
misalnya: Mengatur
rencana Mengorganisasi
Skema Merencanakan
program kerja Menyiapkan
mengusulkan
menyusun
Menulis
Evaluasi menilai berdasarkan menduga-duga
norma internal membuat argumentasi
………………………. Mengreksi
misalnya: Melampirkan
hasil karya seni memilih
mutu karangan Membandingkan
mutu ceramah Mempertahankan
program penataran Mengestimasi
menilai berdasarkan Memutuskan
norma eksternal Memperkirakan
……………………… Menganggap
misalnya: memberi nilai (score)
hasil karya seni memilih
mutu karangan Mendukung
mutu pekerjaan Menilai
mutu ceramah Mengevaluasi
program penataran
mempertimbangkan
…………………….
misalnya:
baik buruknya
pro-kontranya
untung-ruginya
Afektif Penerimaan Menunjukkan Menerima
…………………… menantang/tantangan
mkisalnya: Mendengar
Kesadaran Menanyakan
Kemauan Mamilih
Perhatian Mengikuti
Mengakui Menjawab
……………………. Melanjutkan
misalnya: memberi
Kepentingan Menyatakan
Perbedaan Menempatkan
Partisipasi Mematuhi Mempertahankan
…………………… Memperdebatkan
misalnya: Bergabung
Peraturan Melaksanakan
Tuntutan Membantu
Perintah menawarkan diri
ikut serta secara aktif Menyambut
………………….. Meniolong
misalnya: Mendatangi
di labolatorium Melaporkan
dalam diskusi Menyumbangkan
dalam kelompok menyesuaikan diri
Tentir Berlatih
Menampilkan
Membawakan
Mendiskusikan
Menyelesaikan
menyatakan persetujuan
Mepraktikan
penilaian/penetuan
sikap menerima suatu hal Memutuskan
…………………. Menawarkan
menyukai Memuji
menyepakati Berpendapat
menghargai Menunjukkan
………………. Melaksanakan
misalnya: menyatakan pendapat
karya seni Mengikuti
sumbangan ilmu mengambil prakasa
pendapat memilih
bersikap (positif/negatif) ikut serta
mengakui menggabungkan diri
Mengundang
mengusulkan
Membela
Membenarkan
Menolak
Mengajak
Organisasi membentuk sistim nilai Merumuskan
menangkap relasi antara nilai Membagi
bertanggung jawsab Mendukung
mengintegrasi nilai Mengintegrasikan
Menghubungkan
Mengaitkan
menyusun
Megubah
Melangkapi
Menyempurnakan
Meyesuiakan
Menyamakan
Mengatur
Memperbandingkan
Mepertahankan
Memodifikasikan
pembentukan pola menunjukkan Mengunjungi
misalnya: berbuat sukarela
kepercayaan diri bersikap konstan
disiplin pribadi Bertindak
kesadaran Menyatakan
mempertimbangkan Memperlihatkan
melibatkan diri Mempraktikan
Melayani
mengundurkan diri
Membuktikan
Menunjukkan
Mengidentifikasikan
Menghubungkan
Psiko-
Motor Persepsi menafsirkan rangsangan memilih
peka terhadap rangsangan Membedakan
mendiskriminasikan Mempersiapkan
Menyisihkan
Menunjukkan
Mengidentifikasikan
Menghubungkan
berkonsentrasi menyiapkan
Kesiapan diri Memulai
(fisik dan mental) Mengawali
Bereaksi
Mempersiapkan
Memprakarsai
Menanggapi
gerakan terbimbing meniru contoh Mepraktikkan
Memainkan
Mengikuti
Mengerjakan
membuat
Mencoba
Meperlihatkan
Memasang
Membongkar
gerakan mekanisme berketerampilan Mengoperasikan
berpegang pada pola Membangun
Memasang
Memperbaiki
Melaksanakan
Mengerjakan
Menggunakan
Mengatur
Mendemonstrasikan
Memainkan
Menangani
penyesuaian dan
keaslian menyesuaikan diri bervariasi Mengubah
Mengadaptasikan
mengatur kembali
membuat variasi

(Uno. 2015 : 62-68).

2.3 Permusan Tujuan Pembelajaran

Kata kunci dalam tujuan pembelajaran (objective) adalah very specific, outcomebased,
measurable, describe student behavior. Tujuan adalah alat untukmenggambarkan hasil siswa,
tujuan mengarahkan pembelajaran agar efektif. Selain itu, tujuan pembelajaran berfungsi sebagai
panduan siswa untuk mengetahui apa yang diharapkan dari belajar siswa. Juga digunakan untuk
dasar pemilihan media pembelajaran dan dasar bagaimana
caramembelajarkan.Tujuandapatdiklasifikasikan menurut hasil pembelajarannya dimana hasil
pembelajaran biasanya digolongkan menjadi kognitif,psikomotor, dan afektif.

Dengan membandingkan pendapat bahwa tujuan pembelajaran (objective) adalah sesuatu


untuk menggambarkan hasil belajar siswa, dengan memperhatikan aspek pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap, kita dapat melihat persamaannya dengan indikator kompetensi pada
standar proses. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran dan indikator kompetensi adalah
dua hal yang sama. Keduanya berfungsi sebagai dasar atau pedoman untuk melihat ketercapaian
pembelajaran.

Menurut (Suwono,2007) tujuan pembelajaran dapat dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu
bentuk apa yang akan dilakukan guru dan apa yang akan dikuasai siswa. Misalnya: menjelaskan
konsep komposisi fungsi melalui menelaah syarat-syarat terjadinya fungsi komposisi (sisi guru)
dan menentukan komposisi fungsi dari dua fungsi (sisi siswa). Dengan memperhatikan hal
tersebut, kita dapat memandang bahwa tujuan pembelajaran menggambarkan proses belajar yang
direncanakan guru untuk membelajarkan siswa dan hasil belajar siswa yang diharapkan

(Hapsari, 2003:5).

Untuk menulis tujuan pembelajaran, tata bahasa merupakan unsur yang perlu diperhatikan.
Sebab dari tujuan pembelajaran tersebut dapat dilihat dari konsep atau proses berfikir seseorang
dalam menuangkan ide-idenya. Dalam menulis tujuan pembelajaran sebaiknya dinyatakan
dengan jelas, artinya tanpa diberi penjelasan tambahan apapun, pembaca (guru atau siswa) sudah
dapat menangkap maksudnya.

Selanjutnya menurut Mager tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga elemen utama
yaitu:

1. Menyatakan apa seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa
sebaiknya dikuasai pada akhir pelajaran
2. Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemostrasikan perilaku
tersebut
3. Perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima
(Uno, 2011:39-40).
Aspek perumusan tujuan pembelajaran akan bernilai tinggi apabia terdapat indikator esensial dan
descriptor sebagai berikut.
NO Indikator esensial Descriptor

1 Kejelasan tujuan Rumusan tujuan pembelajaran tidak


menimbulkan penafsiran ganda
2 Kelengkapan cakupan Rumusan tujuan pembelajaran minimal
rumusan mengandung komponen peserta didik (boleh
implisit) dan perilaku yang merupakan hasil
belajar. Perilaku tersebut dirumuskan dalam
bentuk kata kerja operasional dan
mengandung substansi materi.
3 Kesesuaian dengan Tujuan pembelajaran dijabarkan dari
kompetensi dasar kompetensi dasar yang terdapat dalam
kurikulum.

(Muslich, 2007:68).
Makalah 4 (Prinsip-Prinsip Belajar dalam Pembelajaran Kimia)

2.3 Teori Motivasi


2.1.1 Definisi Motifasi
Motivasi berawal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai “daya penggerak yang
telah menjadi aktif”. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak (Sardiman, 2005: 73). Motivasi memiliki banyak
persamaan makna atau beberapa istilah memiliki makna seperti Motivasi dalam literature, seperti
needs, drives, wants, interest, desires. Motivasi merupakan perilaku yang akan menentukan
kebutuhan (needs) atau wujud perilaku mencapai tujuan (Kompri, 2016 : 2).

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya
penggerak”. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan,
agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya
untuk mewujudkan tujuan perusahaan (Malayu, Hasibuan. 2014 : 6).

Mc Donald dalam Wasty Soemanto (1990: 191), memberikan pengertian motivasi yakni,
suatu perbuatan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan. Purwanto(1998: 60) mengemukakan bahwa motif
ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Selain itu,
Ahmad Thonthowi (1993: 68), juga mengemukakan bahwa tindakan belajar yang bermotif dapat
dikatakan sebagai tindakan belajar yang dilakukan oleh anak didik yang didorong oleh
kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan itu tertuju pada suatu tujuan yang diidamkan.

Menurut Mc Donald dikutip Sardiman, A.M (2005: 73-74), motivasi adalah perubahan
energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan dilalui dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc Donald ini
mengandung 3 elemen penting :

1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan 69ember pada diri setiap individu
manusia. Perkembangan motivasi akan membawa perubahan energy didalam system
“neuropsikological” yang ada pada organism manusia karena menyangkut perubahan energy
manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia).
2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi
relevan dengan persoalan-persoalan, afeksi, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku
manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya
merupakan respon suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri
manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong adanya unsure lain, dalam hal
ini adalah tujuan.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energy) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber
dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsic) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas
perilaku yang ditampikannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin

Makmun(dalam Sudrajat,2008) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi


individu dapat dilihat dari beberapa 70ember70c70, diantaranya :

1. Durasi kegiatan;
2. Frekuensi kegiatan;
3. Persistensi pada kegiatan;
4. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan;
5. Pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7. Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (output) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang
individu untuk mencapai tujuannya (Mitchell,1997: 60-62). Tiga elemen utama dalam definisi ini
adalah intensitas, arah dan ketekunan (Robbins, 2008). Berdasarkan teori hierarki kebutuhan
Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas Mc Gregor maupun teori motivasi kontemporer, arti
motivasi adalah alas an yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.
Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alas an
yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkan dengan mengerjakan pekerjaannya yang
sekarang.

Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat
seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak mrnghasilkan prestasi kerja yang memuaskan
kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya
elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat
mempertahankan usahanya (Robbins, 2008).

2.1.2 Fungsi dan Indikator Motivasi

Motivasi adalah energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Di dalam perumusan ini kita dapat lihat, bahwa ada
tiga unsure yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut :

1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energy dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam
motivasi timbul dari perubahan-perubahan tertentu di dalam system neuropsiologis dalam
organism manusia, misalnya karena terjadi perubahan dalam system perencanaan maka
timbul motif lapar. Tapi ada juga energy yang tidak diketahui.
2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal. Mula-mula merupakan
ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi.
3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujua. Pribadi yang bermotivasi
mengadakan respon-respon itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh
perubahan energy dalam dirinya.

Fungsi motivasi menurut Hamalik dikutip Yamin (2006: 158-159) meliputi sebagai
berikut :

1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan
timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan pencapaian tujuan
yang diinginkan.
3. Motivasi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan.

Newstrom, dikutip Wibowo (2013 : 110), mengemukakan bahwa sebagai indicator


motivasi adalah :

1. Engagement. Engagement merupakan janji pekerjaan untuk menunjukkan tingkat


antusiasme, inisiatif, dan usaha meneruskan.
2. Commitment. Komitmen adalah suatu tingkatan di mana pekerjaan mengikat dengan
organisasi dan menunjukkan tindakan organizational citizenship.
3. Satisfaction. Keputusan merupakan refleksi pemenuhan kontrol psikologis dan memenuhi
harapan tempat kerja.
4. Turnover. Turnover merupakan kehilangan pekerjaan yang dihaegai.

2.1.3 Jenis Motivasi

Woodworth dalam Purwanto (1998 : 64), menggolongkan/membagi motif-motif menjadi


tiga golongan yaitu :

1. Kebutuhan-kebutuhan organis, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan-


kebutuhan bagian dalam diri tubuh.
2. Motif-motif darurat yakni motif-motif yang timbul jiks situasi menurut timbulnya tindakan
kegiatan yang cepat dan kuat dari kita. Dalam hal ini timbul akibat adanya rangsangan dari
luar.
3. Motif objrktif, yakni motif yang diarahkan/dutujukan kepada suatu objek atau tujuan tertentu
disekitar kita. Motif ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri.
Sumadi Suryabrata (2011 : 72-73) juga membedakan motif menjadi dua, yakni motif-
motif ekstrinsik dan motif-motif intrinsic :
1. Motif ekstrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar,
misalnya orang belajar giat karena diberi tahu bahwa sebentar lagi ujian
2. Motif intrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar.
Misalnya orang yang gemar membaca tidak ada usah ada yang mendorongnya telah mencari
sendiri buku-buku untuk dibacanya.

2.1.4 Landasan Motivasi

Apabila berbicara tentang motivasi atau lebih tepat tentang perilaku yang dimotivasi
(motivated behavior) maka mempersoalkan perilaku sebagai sesuatu hal yang memiliki tiga
macam cirri khusus. Pertama ; perilaku yang dimotivasi berkelanjutan, maksudnya ia tetap ada
untuk waktu jangka yang relative lama. Kedua ; perilaku yang dimotivasi diarahkan kea rah
pencapaian sesuatu tujuan, dan ketiga ; ia merupakan perilaku yang muncul karena sesuatu
kebutuhan yang dirasakan mengintroduksi sebuah konsep yang memerlukan keterangan lanjut.
Orang telah menggunakan mecam-macam istilah untuk melukiskan kekuatan yang memotivasi
dari perilaku manusia. Beberapa istilah tersebut adalah :

a. Kebutuhan (Need)
b. Aspirasi (Aspiration)
c. Keinginan (Desire)

2.1.5 Pola Motivasi

Empat pola motivasi yang sangat penting adalah prestasi, afiliasi, kompetisi, dan
kekuasaan, yaitu dijabarkan berikut :

1. Prestasi : Dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk maju dan berkembang.


2. Afiliasi : Dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang secara efektif.
3. Kompetensi : Dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi.
4. Kekuasaan : Dorongan untuk memengaruhi orang-orang dan situasi.

2.1.6 Teori Motivasi

Terdapat beberapa teori motivasi menurut para ahli yang dikemukakan oleh Purwanto
(1998) di dalam bukunya Psikologi Pendidikan yaitu :

1. Teori Hedonisme : Hendone adalah bahasa yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau
kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan
hidup yang utama pada manusia dalah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi.
Menurut pandangan 72ember72c, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang
mementingksn kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan.
2. Teori Naluri. Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok yang dalam hal
ini disebut juga naluri, yaitu : a) dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri, b) dorongan
nafsu (naluri) mengembangkan diri, c) dorongan nafsu (naluri) mengembangkan dan
mempertahankan jenis. Kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya
sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Menurut teori
ini, untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu
dikembangkan.
3. Teori Reaksi yang Dipelajari. Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia
tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari
dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Teori ini disebut juga teori lingkungan
kebudayaan. Menurut teori ini apabila seorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan
memotivasi anak buahnya atau anak didiknya, pemimpin ataupun pendidik itu hendaknya
mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang
dipimpinnya.
4. Teori Kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada
hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan
psikis. Oleh karena itu, menurut teori ini apabila seorang pemimpin bermaksud memberikan
motivasi kepada seseorang ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-
kebutuhan orang yang akan dimotivasinya. Abraham Maslow, mengemukakan adanya lima
tingkatan kebutuhan pokok manusia yaitu : a) kebutuhan fisiologi, b) kebutuhan rasa aman
dan perlindungan, c) kebutuhan sosial, d) kebutuhan penghargaan, e) kebutuhan teori yang
ada hingga saat ini yang digunakaaktualisasi diri.

Tahun 1950-an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi


(Robbins,2008). Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan,
teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar
berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di
organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.

1. Teori Hierarki Kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham
Maslow (1954). Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari
lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa
aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih 73ember,
kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan
eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri
sendiri).

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkatan atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan hierarki kebutuhan manusia yang
paling mendasar yang merupakan kebutuhan utnyuk dapat hidup seperti makan, minum,
perumahan, oksigen, tidur, dan sebagainya,
b. Kebutuhan Rasa Aman. Apabila kebutuhan fisiologis relative sudah terpuaskan, maka
muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman
ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan
kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi
bekerja.
c. Kebutuhan Sosial. Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secar minimal,
maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana
interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan
kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervise yang baik, rekreasi
bersama, dan sebagainya.
d. Kebutuhan Penghargaan. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati,
dihargai, atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta
efektivitas kerja seseorang.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri. Aktualisasi diri merupakan hierarki kebutuhsn dari Maslow
yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang
sessungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian, dan
potensi yang dimiliki seseorang.

Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih
pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
(perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi seperti perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang.
Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi member
motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia menerima uang yang cukup untuk pekerjaan
dari organisasi tempat ia bekerja, mak uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila
suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari
perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah
terpuaskan, kebutuhan itu masih memengaruhi perilaku, hanya intensitasnya yang lebih kecil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa :

1. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan dating.
2. Pemuasan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dan pemuasannya.
3. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi seseorang yang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
2. Teori X dan Teori Y

Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Ysetelah mengkaji cara para manajer
berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer
mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka
cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.

a. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk
mengindarinya.
b. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai , dikendalikan atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal , dimana ini
adalah asumsi ketiga
d. Sebagai karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain terkai pekerjaan dan
menunjukkan sedikit ambisi.

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negative mengenai sifat manusia dalam teori


X, ada empat pula asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y

a. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau
bermain.
b. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
c. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggung jawab.
d. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi
dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan
teori yang menggambrakan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan
(Robbins,2008). Teori motivasi kontemporer mencangkup.

3. Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland (1961), dikembangkan oleh David McClelland danteman-


temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai
berikut :

a. Kebutuhan berprestasi : dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras


untuk berhasil.
b. Kebutuhan berkuasa : kebutuhan untuk membuat individu lain berprilaku sedemikian rupa
sehingga mereka tidak akan berprilaku sebaliknya.
c. Kebutuhan beraafiliasi : keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah
dan akrab.
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memilih
tiga cirri umum yaitu : 1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat
kesulitan moderat; 2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-
upaya mereka sendiri dan bukan karena faktor-faktor lain seperti kemujuran misalnya; 3)
menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka dibandingkan dengan
mereka yang berprestasi rendah.

McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk
berhasil. Dorongan ini mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh
pencapaian pribati ketimbang memperoleh penghargaan. Hal ini kemudian menyebabkan ia
melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Dorongan pertama ini dapat
disebut sebagai nAnh yaitu kebutuhan akan pencapaian. Kebutuhan kekuatan (nPow) merupakan
keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang berpengaruh, dan mengendalikan individu
lain. Dalam bahasa sederhana, ini adalah kebutuhan atas kekuasaan dan otonomi. Individu
dengan nPow tinggi, lebih suka bertanggung jawab, berjuang untuk memengaruhi individu lain,
senang ditempatkan dalam situasi kompetitif dan berorientasi pada status, dan lebih cenderung
lebih khawatir dengan wibawa dan pengaruh yang didapatkan ketimbang kinerja yang efektif.

Kebutuhan ketiga yaitu nAff adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang
baik dalam lingkungan kerja. Kebutuhan ini ditandai dengan memiliki motif yang tinggi untuk
persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan menginginkan
hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi

Motivasi pencapaian (n-Acc). Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
pencapaian tidak selalu membuat seseorang menjadi manajer yang baik, terutama pada
organisasi-organisasi besar. Orang yang memiliki n-Acc yang tinggi cenderung tertarik dengan
bagaimana mereka bekerja secara pribadi, dan tidak akan memengaruhi pekerjaan lain untuk
bekerja dengan baik. Dengan kata lain,n-Acc yang tinggi lebih baik cocok bekerja sebagai
wirausaha, atau mengatur unit bebas dalam sebuah organisasi besar.

Motivasi kekuasaan (n-Pow). Individu-individu yang termotivasi oleh kekuasaan


memiliki keinginan kuat untuk menjadi berpengaruh dan mengendalikan. Meka ingin pandangan
dan ide-ide mereka harus mendominasi dan dengan demikian, mereka ingin memimpin.

Hubungan/affiliasi (n-Aff). Individu-individu yang termotivasi oleh affilasi memiliki


dorongan untuk lingkungan yang ramah dan mendukung. Individu yang memiliki kebutuhan
afiliasi yang tinggi lebih memilih bekerja di lingkungan yang menyediakan interaksi pribadi
yang lebih besar. Orang-orang semacam memiliki kebutuhan untuk berada di buku-buku yang
baik dari semua. Mereka umumnya tidak bisa menjadi pemimpin yang baik.

Orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan (n-Pow) dan kebutuhan afiliasi (n-Aff)
memiliki keterkaitan dengan keberhasilan manajerial yang baik. Individu dengan n-Pow tinggi
lebih dengan peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak fleksibel pada
kebutuhan bawahan. Dan terakhir, orang n-Ach yang tinggi yaitu motivasi pada pencapaian lebih
berfokus pada prestasi atau hasil.

4. Teori Kaitan Imbalan dalam Prestasi

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman
motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari
motivasi yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya 78ember78c78 yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan
yang dimaksud faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik
yang berarti bersumber dari luar diri yang turut mmenentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.

Menurut Herzberg yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan
seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan
pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencangkup antara
lain status seseorang dalam organisasi, hubungan sseseorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelian, kebijakan organisasi, system administrasi dala organisasi, kondidi kerja dan
system imbalan yang berlaku.

Harzberg mengembangkan teori motivasi yang mempengaruhi kondisi pekerjaan


seseorang yang dikelompokkan kedalam 2 faktor, yaitu faktor pendorong (motivation factors)
atau disebut juga intrinsic motivation dan faktor penyehat (hygiene factors) atau disebut juga
78ember78c78 motivation.

a. Faktor Pendorong (Motivation Factors)

Harzberg menyebutkan faktor-faktor pendorong sebagai penyebab kepuasan (satisfiers).


Adapun yang termasuk dalam faktor pendorong adalah :

1. Prestasi (achievement). Prestasi adalah keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas,


mengatasi tantangan, mengatasi permasalahan, menghilangkan perasaan gagal dan rasa tidak
mampu memecahkan masalah,
2. Pengakuan (recognitif). Pengakuan adalah perilaku atau perbuatan yang ditunjukkan kepada
seseorang sebagai perwujudan dari pengakuan, perhatian atau penghargaan dari orang lain
atau masyarakat umum.
3. Peningkatan (advancement). Peningkatan adalah kesempatan bagi seseorang untuk
meningkat, menduduki pangkat atau jabatan-jabatan yang lebih tinggi dalam organisasi,
kesempatan untuk memperoleh promosi,
4. Tanggung jawab (responsibility). Tanggung jawab adalahnpemberian wewengan kepada
seseorang untuk melaksanakan suatu tugas atau memikul tanggung jawab dan keikutsertkan
dalam usaha perbaikan-perbaikan atau pembaharuan 79ember79 positif.
5. Pekerjaan itu sendiri (work self). Pekerjaan itu sendiri adalah sifat-sifat dari suatu pekerjaan
yang menimbukan reaksi dari sikap seseorang selama melaksanakan tugas atau pekerjaan
tersebut.

b. Faktor Penyebut (Hygiene Factors)

Harzberg menyebut faktor-faktor penyehat sebagai penyebab ketidakpuasan


(dissatisfiers). Adapun kerja termasuk dalam faktor :

1. Hubungan antar-pribadi-rekan sekerja (interpersonal relation peers), yaitu hubungan antar


rekan sekerja yang sederajat dalam rangka melaksanakan tugas pekerjaan.
2. Hubungan antar-pribadi-bawahan (interpersonal relation subordinates), yaitu hubungan
dengan bawahan dalam rangka melaksanakan tugas pekerjaan.
3. Hubungan antar-pribadi-atasan (interpersonal relation superior), yaitu hubungan antara guru
dan kepala sekolah dalam konteks kedinasan atau pekerjaan.
4. Keamanan kerja (Job Security), yaitu jaminan yang menimbulkan rasa aman dan tentram
dalam bekerja, seperti jaminan keamanan kerja, jaminan hari tua dll.
5. Kehidupan pribadi (personal life) yaitu perasaan yang timbul dalam keluarga guru sebagai
akibat dari jabatan guru yang dimilikinya, perasaan bangga dan bahagia sebagai guru.
6. Kebijaksanaan dan administrasi (policy and administration), yaitu cara-cara kebijakan yng
digunakan dalam organisasi untuk mengatur kerja (jadwal keja).
7. Kesempatan untuk bertumbuh (possibility of growth) yaitu kemungkinan dalam organisasi
(sekolah) memberikan kesempatan kepada seseorang untuk meningkatkan atau memperbaiki
pengetahuan dan keterampilan kerja,misalnya meningkatkan kualifikasi pendidikan dan
pelatihan.
8. Gaji atau penghasilan (salary) yaitu segala penghasilan yang diperoleh seseorang berupa
uang, termasuk gaji, tunjangan, honor dll.
9. Kedudukan (status) yaitu hal-hal atau fasilitas yang merupakan tanda kelengkapan suatu
pangkat atau jabatan misalnya personel tata usaha membantu pekerjaan guru, penyediaan
ruang guru yang memadai dan lain sebagainya.
10. Kondisi Kerja (Working conditions), yaitu kondisi kerja yang mencangkup keadaan-keadaan
lingkuungan fisik kerja serta fasilitas-fasilitas lain.

5. Teori Evaluasi Kognitif

Teori Evaluasi Kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-
penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsic cenderung
mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.
6. Teori Penentuan Tujuan

Teori Penentuan Tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai
tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama (Locke,1968). Artinya tujuan member tahu
seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan
(Early,1987). Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat
macam mekanisme motivasional yakni : a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; b) tujuan-
tujuan mengatur upaya; c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan d) tujuan-tujuan
menunjang strategi-strategi serta rencana-rencana kegiatan.

7. Teori Penguatan

Teori penguatan adalah teori dimana perrilaku merupakan sebuah fungsi dari
konsekuensi-konsekuensi, jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya
terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan (Robbin,2008).

Contoh sangat sederhana ialah seseorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapatkan pujian dari atasannya. Pujian
tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi
konsekuensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti,
akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar
menggunkan 80ember80c sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekuensi positif lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang 80ember terlambat berulang-ulang


mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanki indisipliner.
Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagai konsekuensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu 80ember tepat pada waktunya ditempat
tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi
perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalui diakui dan
dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.

8. Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil
pekerjaaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain dan kemudian
merespon untuk menghilangkan ketidakadilan.

Apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yaitu :

a. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau


b. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seseorang pegawai biasanya menggunakan empat
hal sebagai pembanding yaitu :

a. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan


kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan, dan pengalamannya;
b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri;
c. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain diorganisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai.

9. Teori Harapan

Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu barapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil
yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.

Voctor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu
teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini motivasi merupakan akibat
suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah pada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat
menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan
akan berupaya mendapatkannya.

10. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain) dan G = Growth
(kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang
dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan
hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow : “Relatedness” senada dengan hierarki
kebutuhan ketiga dan keempat menurut Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan
“self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Aldefer menekankan bahwa berbagai jenis
kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Aldefer disimak
lebih lanjut akan tampak bahwa :

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah teelah dipuskan;
c. Sebaliknya semakin sulit semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,
semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan pada sifat 82ember82c82n oleh manusia. Artinya
karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi objektif
yang dihadapinya dengan antara laian memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin
dicapainya.

2.2 Pengelolaan Kelas


2.2.1 Pengertian Pengelolaan
Pengelolaan kelas menunjuk kepada kegiatan kegiatan yang menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan “raport”,
penghentian tingkah laku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian
ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh penetapan norma kelompok yang
produktif, dan sebagainya).

Masalah pengelolaan yang harus ditanggulangi dengan tindakan korektif pengelolaan.


Sebagian pemberian dasar serta penyiapan kondisi bagi terjadinya proses belajar yang efektif,
pengelilaan kelas menunjuk kepada pengaturan orang (dalam hal ini terutama peserta didik)
maupun pengaturan fasilitas. Fasilitas di sini mencakup pengertian yang luas mulai dari ventilasi,
penerangan, tempat duduk, sampai dengan perencanaan program belajar mengajar yang tepat.

Menurut John I. Bolla (1985), pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan yang
harus dimiliki oleh guru, sedangkan yang dimaksud dengan pengelolaan kelas adalah
keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
keterampilan untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal, apabila terdapat gangguan
dalam proses belajar baik yang bersifat gangguan kecil dan sementara maupun yang bersifat
gangguan yang berkelanjutan. Apabila terdapat gangguan-gangguan dalam proses belajar dan
guru bertindak untuk mengembalikannya ke situasi belajar yang optimal maka tindakan tersebut
termasuk tindakan mendisiplinkan kelas (Supriadie, D. dan Darmawan D. 2012: 162).

Manajemen kelas yang efektif memiliki dua tujuan, yaitu: membantu murid
menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak
diorientasikan pada tujuan dan mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional.

2.2.2 Prinsip Dasar Pengelolaan Kelas


Terdapat enam prinsip dasar dalam melaksanakan pengelolaan kelas, yaitu sebagai
berikut:

a. Kehangatan dan keantusiasan


Kehanganatan dan keantusiasan guru dapat memudahkan terciptanya iklim kelas yang
menyenangkan, yang merupakan salah satu syarat kegiatan belajar yang optimal.
b. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan
gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang.
c. Bervariasi
Penggunaan variasi dalam media, gaya, dan interaksi mengajar belajar merupakan kunci
pengelolaan kelas untuk menghindari kejenuhan serta pengulangan-pengulangan aktivitas
yang menyebabkan menurunnya kegiatan belajar dan tingkah laku positif siswa.
d. Keluwesan
Mewaspadai jalannya proses belajar mengajar dan mengamati munculnya gangguan
terhadap siswa, diperlukan keluwesan tingkah laku untuk mengubah strategi mengajar
dengan memanipulasi berbagai keterampilan mengajar lainnya.
e. Penekanan pada hal-hal yang positif
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru harus memberikan tekanan pada hal-hal
yang positif dan menghindari hal-hal yang negatif.
f. Penanaman disiplin diri
Mengembangkan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir pengelolaan kelas
untuk mencapai tujuan ini, guru harus selalu mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin
diri sendiri. Hal ini akan berhasil apabila guru sendiri menjadi contoh atau teladan tentang
pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.

2.2.2 Masalah pengelolaan kelas

Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah
individual dan masalah kelompok. Tindakan pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila
ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada
gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.

Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassel membedakan empat kelompok masalah pengelolaan
kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya
pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk
mencapai harga diri. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang asocial inilah
oleh pasangan penulis di atas digolongkan sebagai berikut:

1) Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behaviors).
Misalnya membadut di kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu
mendapat pertolongan ekstra (pasif).
2) Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors). Misalnya selalu
mendebat atu kehilangan kendali emosional-marah, menangis (aktif), atau selalu “lupa” pada
aturan-aturan penting di kelas.
3) Tingkah laku yangbertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), misalnya
menyakiti orang lain seperti mengatai, memukul, menggigit, dan sebagainya. (Tampaknya
kebanyakan dalam bentuk aktif/pasif).
4) Peragam ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba
melakukan apa pun karena yakin bahwa hanya kegagalan yang menjadi bagiannya.

Lols V. Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam
pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan tingkatan sosio-
ekonomi, dan sebagainya.
2. Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya. Misalnya mengejek anggota
kelas yang dalam pengajaran seni suara menyayi dengan suara sumbang.
3. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
4. Semangat kerja rendah. Misalnya semacam aksi protes kepada guru karena menganggap
tugas yang diberikan kurang adil.
5. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Misalnya gangguan jadwal
atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain, dan sebagainya.

2.2.3 Usaha Preventif Masalah Pengelolaan Kelas

Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka
penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan
guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik
berupa fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa
kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan lain dapat berupa tindakan korektif terhadap
tingkah laku peserta didik yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar
mengajar yang sedang berlangsung.

Dimensi koretif dapat terbagi dua yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru
pada saat terjadi gangguan (dimensi tindakan) dan tindakan penyembuhan terhadap tingkah laku
yang menyimpang yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tidak berlarut-larut.

1. Kondisi dan Situasi Belajar Mengajar

a. Kondisi fisik
 Ruangan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak berdesak-
desakan dan saling mengganggu antara peserta didik yang satu dengan lainnya pada saat
melakukan aktivitas belajar.
 Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka,
dimana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik.
 Ventilasi dan pengaturan cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga
memungkinkan panas cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik,
sehingga semua peserta didik dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup
mengandung O2.
 Pengaturan penyimpana barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau
segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar.

b. Kondisi sosio-emosional
 Tipe kepemimpinan
Tipe kepemimpinan guru yang lebih meneknkan kepada sikap demokratis lebih
memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling
memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang
menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses belajar mengajar yang optimal, peserta didik
akan belajar secara produktif baik pada saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru.
 Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya
tetap sabar, dan sikap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik
dapat diperbaiki.
 Suara guru
Suara yang relative rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang
penuhkedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk lebih berani mengajukan
pertanyaan, mencoba sendiri, melakukan percobaan terarah dan sebagainya.
 Pembinaan raport
Dengan hubungan baik guru peserta didik diharapkan senantiasa gembira, penuh gairah dan
semangat, bersikap optimistic, serta realistic dalam kegiatan belajar yang sedang
dilakukannya.

c. Kondisi Organisasional
 Penggantian pelajaran
Untuk beberapa pelajaran mungkin ada baiknya peserta didik tetap berada dalam satu
ruangan dan guru yang dating. Akan tetapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu. Seperti di
laboratorium, olahraga, kesenian, menggambar dan sebagainya, peserta didik diharuskan
pindah ruangan.
 Guru yang berhalangan hadir
Jika suatu saat seorang guru berhalangan hadir karena satu atau lain hal maka peserta didik
sudah tahu cara mengatasinya. Misalnya para peserta didik harus tetap berada dalam kelas
dengan tenang untuk menunggu guru yang bersangkutan selama 10 menit. Bila setelah 10
menit guru yang mendapat giliran juga belum satang, ketua diwajibkan lapor pada guru piket
dan guru piketlah yang akan mengambil inisiatif untuk mengatasi kekosongan guru tersebut.
 Masalah Antarpeserta Didik
Jika terjadi masalah antarpeserta didik yang tidak dapat diselesaikan antarmereka, ketua
dapat melapor kepada walikelas untuk sama-sama memecahkan dan mengatasi masalah.
 Upacara bendera
Dalam upacara bendera harus sudah ditetapkan giliran yang memimpin upacara, baik dari
pihak guru maupun dari pihak peserta.
 Kegiatan lainnya
Demikian pula dengan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan rutin seperti prosedur
penyampaian informasi dari sekolah kepada guru, dan peserta didik menyampaikan
peraturan sekolah yang baru.

2.2.4 Disiplin dan Tata Tertib

Disiplin timbul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang ingin
dilakukan individu dan apa yang diinginkan individu dari orang lain sampai batas-batas tertentu
dan memenuhi tuntutan orang lain dari dirinya sesuai kemampuan yang dimilikinya dan dari
perkembangan yang lebih luas.

Dengan disiplin para peserta didik bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan
tertentu dan menjauhi larangan tertentu. Kesediaan semacam ini harus dipelajari dan harus secara
sabar diterima dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran
tugas-tugas sekolah. Satu keuntungan lain dari adanya disiplin adalah peserta didik belajar hidup
dengan kebiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Di sekolah
disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku peserta didik yang dikehendaki agar
tugas-tugas di sekolah dapat berjlan dengan optimal.

2.2.5 Administrasi Teknik

Adminitrasi teknik akan turut mempengaruhi pengelolaan proses belajar mengajar.


Administrasi teknik ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Absensi
2) Ruang bimbingan
3) Tempat baca
4) Tempat sampah
5) Catatan pribadi

Untuk menjadikan agar kelas pengajaran itu tetap tertib, terjaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan maka diperlukan tata tertib kelas yang tertulis. Di bawah ini penulis berikan sebuah
contoh mengenai tata tertib kelas.
Contoh :
Tata Tertib Kelas

I. Sebelum pelajaran Dimulai


1) Setelah bel berbunyi tanda pelajaran dimulai, peserta didik berbaris di depan kelasnya,
kemudian guru mempersilahkan mereka masuk kelas secara tertib.
2) Pelajaran pertama didahului dengan doa pembukaan menurut agama atau kepercayaan
masing-masing.
3) Peserta didik yang dating terlambat harus melaporkan diri terlebih dahulu kepada pimpinan
sekolah sebelum mengikuti pelajaran.
4) Guru hendaklah mengadakan pencatatan terhadap peserta didik yang hadir (persen), tidak
hadir (absen), dan yang dating terlambat pada papan persentasi kelas dan daftar peserta kelas.

II. Selama pelajaran berlangsung


1) Sebelum pelajaran dimulai diadakan doa
2) Peserta didik harus mengikuti pelajaran dengan seksama.
3) Peserta didik diperkenankan mengemukakan pendapat atau bertanya tentang pelajaran yang
diterangkan, bila tidak mengerti.
4) Peserta didik tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan lain, selain pelajaran yang
bersangkutan.
5) Peserta didik tidak boleh meninggalkan kelas tanpa 87ember87 guru.
6) Bila ada sesuatu kepentingan, peserta didik diperbolehkan meninggalkan pelajaran (pulang)
dengan seizing guru yang bersangkutan dan sepengetahuan pimpinan sekolah.
7) Peserta didik dilarang makan-makan atau merokok selama pelajaran berlangsung.
8) Peserta didik wajib ikut serta memelihara kebersihan dan ketertiban kelas.
9) Peserta didik harus bersikap sopan/hormat terhadap guru.

III. Selama waktu istirahat


1) Pada waktu istirahat, peserta duduk tidak diperbolehkan tinggal di dalam kelas.
2) Pada waktu istirahat peserta didik hendaklah memanfaatkannya untuk beristirahat.
3) Peserta didik tidak boleh meninggalkan lingkungan sekolah waktu istirahat, tanpa izin
pimpinan sekolah.

IV. Sesudah pelajaran berakhir


1) Sesudah pelajaran berakhir, hendaklah segera diadakan pergantian pelajaran berikutnya.
2) Peserta didik hendaklah memberikan hormat kepada guru yang akan meninggalkan kelas.
3) Sebelum guru meninggalkan kelas, perlu ditanda-tangani daftar persensi kelas.
4) Sesudah pelajaran terakhir diadakan doa penutup dan kemudian baru diperbolehkan pulang.
5) Sebelum pulang peserta didik harus meneliti tempatnya, agar tidak ada barang yang
ketinggalan.
2.2.6 Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas

Ada sejumlah konsep tentang pengelolaan kelas, sebagian diantaranya tidak lagi dianggap
memadai, misalnya pandangan otoritas yang melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai
upaya untuk menegakkan tata tertib, atau pandangan permisif yang memusatkan perhatian pada
usaha untuk memaksimalkan kebebasan peserta didik. Di dalam uraian ini akan dikemukakan
pandangan yang tampaknya member harapan, baik dari penalarannya maupun berdasarkan
informasi yang diperoleh melalui penelitian-penelitian.

1) Behavior-Mpdification Approach

Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi bahwa
(1)semua tingkah laku, yang “baik” maupun “yang kurang baik” merupakan hasil proses belajar,
dan (2) ada sejumlah kecil proses psikologi yang fundamental yang dapat digunakan untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud. Adapun proses psikologi yang dimaksud
adalah penguatan positif (positive reinforvement), hukuman, penghapusan (extinction), dan
penguatan negative (negative reinforcement). Untuk membina tingkah laku yang dikehendaki
guru harus member penguatan positif (member stimulus positif sebagai ganjaran) atau penguatan
negative (menghilangkan hukuman, suatu stimulus negative), penghapusan (pembatalan
pemberian ganjaran yang sebenarnya diharapkan peserta didik) atau time out (membatalkan
kesempatan peserta didik untuk memperoleh ganjaran baik yang berupa “barang” maupun yang
berupa kegiatan yang disenanginya).

2) Socio-Emotional Climate Approach

Dengan berlandaskan psikologi klinis dan konseling, pendekatan pengelolaan kelas ini
mengasumsikan bahwa (proses belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-
emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru-peserta
didik dan antara peserta didik, dan (2) guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim
sosio-emosional yang baik itu.

3) Group-Processes Approach

Pendekatan ini didasarkan pada psikologi sosial dan dinamika kelompok. Oleh karena itu
maka asumsi pokoknya adalah (1) pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks
kelompok sosial, dan (2) tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan
memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.

4) Eclectical Approach
Apabila disimak secara seksama maka ketiga pendekatan yangtelah diuraikan di muka
adalah ibarat sudut pandangan yang berbeda-beda terhadap objek yang sama. Oleh karena itu,
maka seorang guru seyogiayanya menggunakan pendekatan eklektik. Untuk maksud itu maka
seorang guru seyogianya (1) menguasai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang
potensial, dalam hal ini pendekatan perubahan tingkah laku. Penciptaan iklim sosio-emosional
dan proses kelompok; dan (2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur
yang sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas. Pada gilirannya kemampuan guru
memilih strategi pengelolaan kelas yang tepat sangat tergantung pada kemampuannya
menganalisis masalah pengelolaan kelas yang dihadapinya.

2.2.7 Hambatan Dalam Pengelolaan Kelas.

Keweangan penanganan masalah pengelolaan dapat kita klasifikasika ke dalam tiga


kategori yaitu:
 Masalah yang ada dalan wewenang guru bidang studi
 Masalah yang ada dalam wewenang seskolah sebagai satu lembaga pendidikan.
 Masalah yang ada diluar wewenang guru bidang studi dan sekolah.

2.3 Media Pembelajaran


2.3.1 Pengertian Media

Kata “media” berasal dari bahasa Latin “medium” yang berarti “perantara” atau
“pengantar”. Lebih lanjut, media merupakan sarana penyalur pesan atau informasi belajar yang
hendak disampaikan oleh sumber pesan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut.
Penggunaan media pengajaran dapat membantu pencapaian keberhasilan belajar. Ditegaskan
oleh Danim bahwa hasil penelitian telah banyak membuktikan efektivitas penggunaan alat bantu
atau media dalam proses belajar – mengajar di kelas, terutama dalam hal peningkatan prestasi
siswa. Terbatasnya media yang dipergunakan dalam kelas diduga merupakan salah satu
penyebab lemahnya mutu belajar siswa.
Dengan demikian penggunaan media dalam pengajaran di kelas merupakan sebuah
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat dipahami mengingat proses belajar yang
dialami siswa tertumpu pada berbagai kegiatan menambah ilmu dan wawasan untuk bekal hidup
di masa sekarang dan masa akan datang. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah
bagaimana menciptakan situasi belajar yang memungkinkan terjadinya proses pengalaman
belajar pada diri siswa dengan menggerakkan segala sumber belajar dan cara belajar yang efektif
dan efisien.
Dalam hal ini, media pengajaran merupakan salah satu pendukung yang efektif dalam
membantu terjadinya proses belajar. Pada proses pembelajaran, media pengajaran merupakan
wadah dan penyalur pesan dari sumber pesan, dalam hal ini guru, kepada penerima pesan, dalam
hal ini siswa. Dalam batasan yang lebih luas, Yusufhadi Miarso memberikan batasan media
pengajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan siswa sehingga mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Apabila dilihat dari manfaatnya Ely dalam Danim menyebutkan manfaat media dalam
pengajaran adalah sebagai berikut: (a) Meningkatkan mutu pendidikan dengan cara
meningkatkan kecepatan belajar (rate of learn-ing), (b) Memberi kemungkinan pendidikan yang
sifatnya lebih individual, (c) Memberi dasar pengajaran yang lebih ilmiah, (d) Pengajaran dapat
dilakukan secara mantap, (e) Meningkatkan terwujudnya kedek\atan belajar (immediacy
learning), dan (f) Memberikan penyajian pendidikan lebih luas.

2.3.2 Contoh Aplikasi

Contoh penggunaan media pembelajaran yang dapat kita ambil seperti menggunakan
media cerpen yang merupakan salah satu hasil dari penelitian Mahasiswa pendidikan kimia
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh. Penggunaan cerpen ini sebagai media dalam
proses pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pengetahuan serta
wawasan siswa dalam memahami materi ilmu kimia. Cerpen merupakan suatu cerita fiksi
berbentuk prosa yang singkat dan pendek yang unsur ceritanya terpusat kepada suatu peristiwa
pokok. Cerpen itu sendiri memiliki peran penting dalam pembelajaran kimia yakni (1) media
cerpen berperan dalam mendidiik melalui ceritanya, guru dapat memberikan pencerahan,
mencerdaskan dan memperluas wawasan pembaca, (2) cerpen dapat menghibur, hal ini dapat
mengatasi kebosanan pada siswa saat proses pembelajaran berlangsung, (3) cerpen juga dapat
mempengaruhi pola piker siswa, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan yang selama ini
disepelekan ternyata sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari.

2.4 Teori Komunikasi


2.4.1 Pengertian
Komunikasi pada dasarnya dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan. Peristiwa
komunikasi dapat berlangsung tidak hanya dalam kehidupan manusia, tetapi juga dalam
kehidupan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk hidup lainnya. Namun demikian
objek pengamatan dalam ilmu komunikasi difokuskan pada peristiwa-peristiwa komunikasi
dalam konteks hubungan antarmanusia atau komunikasi anratmanusia (human communication).

Komunikasi merupakan prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tamapak


hampa atau tidak kehidupan sama sekali apabila baik secara perorangan, kelompak, ataupun
organisasi tidak mungkin dapat terjadi. Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila
masing-masing mmelakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan manusia ini, baik
secara perorangan, kelompok ataupun organisasi, dalam ilmu komuikasi disebut sebagai tindakan
komunikasi.

Tindakan komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai macam cara, baik secara verbal
(dalam bentuk kata-kata bail lisan dan/atau tulisan) ataupun nonverbal (tidak dalam bentuk kata-
kata, misalnya gestura, sikap, tingkah laku, gambar-gambar, dan bentuk lainnya yang
mengandung arti). Tindakan komunikasi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Berbicara secara tatap muka, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang,
sekelompok orang atau organisasi, adalah contoh-contoh dari tindakan komunikasi langsung
adalah tindakan komunikasi yang dilakukan tidak secara perorangan, tetapi melalui medium
surat kabar, majalah, radio, tv, film, pertunjukkan kesenian dan lain-lain.

Pada dasarnya manusia telah melakukan tindakan komunikasi sejak lahir kedunia.
Tindakan komunikasi ini terus-menerus terjadi selama proses kehidupannya. Dengan demikian,
komunikasi dapat diibaratkan sebagai urat nadi kehidupan manusia. Kita tidak dapat
membayangkan bagaimana bentuk dan corak kehidupan manusia di dunia ini seandainya saja
jarang atau 91ember tidak ada tindakan komunikasi antara orang/sekelompok orang dengan
orang/kelompok dengan orang lainnya.

Komunikasi juga merupakan salah satu fungsi dari kehidupan manusia. Fungsi
komunikasi dalam kehidupan menyangkut banyak aspek. Melalui komunikasi seseorang
menyampaikan apa yang ada dalam brntuk pikirannya dan/ atau perasaan hati nuraninya kepada
orang lain baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Melalui komunikasi seseorang dapat membuat dirinya untuk tidak terasing atau terisolasi
dari lingkungan disekitarnya. Melalui komunikasi seseorang dapat mengajarkan atau
memberitahukan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Melalui komunikasi seseorang dapat
mengetahui dan mempelajari mengenai diri orang-orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi
di lingkungannya, baik yang dekat ataupun jauh. Melalui komunikasi seseorang dapat mengenali
mengenai dirinya sendiri. Melalui komunikasi seseorang dapat memperoleh hiburan atau
menghibur orang lain. Melalui komunikasi seseorang dapat mengurangi atau menghilangkan
perasaan tegang karena berbagai permasalahan yang dihhadapinya. Melalui komunikasi
seseorang dapat mengisi waktu luang. Melalui komunikasi seseorang dapat menambah
pengetahuan dan mengubah sikap serta perilaku kebiasaannya. Melalui komunikasi seseorang
juga dapat berusaha untuk membujuk dan/atau memaksa orang lain untuk berpendapat, bersikap
atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan.

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin “communicates” yang artinya “berbagi” atau
“menjadi milik 91ember”. Dengan demikian komunikasi berarti suatu upaya yang bertujuan
berbagi untuk mencapai kebersamaan. Pengertian lain, komunikasi adalah “suatu proses
pertukaran informasi do antara individu melalui sitem lambing-lambang, tanda-tanda, atau
tingkah laku”.

Bila kita melihat apa yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi, kita
menemukan bahwa terjadi dua bentuk umum tindakan yang terjadi :

a. Penciptaan pesan atau lebih tepatnya penciptaan pertunjukkan (display)


b. Penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukkan.
Menunjukkan (to display) berarti bahwa anda membawa sesuatu untuk diperhatikan
seseorang atau orang lain. Secara harfiah “to display” berarti “menyebarkan sesuatu sehingga
sesuatu tersebut dapat telihat secara lengkap dan menyenangkan”.

Jadi, “menunjukkan berarti menempatkan sesuatu sehingga terpandang secara jelas dan
berada dalam suatu posisi yang menyenangkan bagi pengamatan tertentu. Menancapkan paku
atau menyimpan sepucuk surat atau menulis suatu memo, tidak dengan sendirinya merupakan
bentuk-bentuk komunikasi. Namun perilaku-perilaku tersebut akan dianggap perilaku-perilaku
komunikasi, bila perilaku-perilaku tersebut membuat sesuatu lainnya terlihat tau menempatkan
sesuatu sehingga terpandang jelas atau menjadi perhatian seorang lainnya. Agar pertunjukkan
menjadi suatu bentuk komunikasi, ia harus mereprentasikan atau mewakili atau melambangkan
sesuatu lainnya.

Ada suatu aksioma komunikasi yang berbunyi “seseorang tidak dapat tidak
berkomunikasi (A person cannot not communicate). Secara teknis, itu berarti bahwa seseorang
tidak dapat menghindari untuk menunjukkan pesan. Apa yang anda tunjukkan atau tempatkan
sehingga terlihat jelas memang mempresentasikan anda. Anda adalah “suatu pertunjukkan-pesan
yang berjalan”.

Adapun dari berbagai definisi komunikasi masing-masing memberikan penekanan arti


yang berbeda. Definisi dari Hovland, Janis dan Kelley menunjukkan bahwa komunikasi adalah
suatu proses yang terjadi antara satu orang dengan orang-orang lainnya.

Menurut Berelson dan Steiner, omunikasi adalah proses penyampaian. Hal yang
disampaikan adalah informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain. Sedangkan cara
penyampaiannya melalui penggunaan simbil-simbol.

Menurut Ruesch, komunikasi adalah proses menjalin hubungan. Yakni menghubungkan


antara satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. Sementara itu definisi komunikasi
dari Weaver memberikan penekanan pada upaya atau kegiatan seseorang dalam memengaruhi
pikiran orang lain.

Definisi-definisi tersebut diatas menunjukkan bahwa komunikasi mempunyai pengertian


yang luas dan beragam. Masing-masing definisi mempunyai penekanan arti dan konteks yang
berbeda satu sama lainnya. Namun demikian, ada beberapa pengertian pokok yang tampak di
dalamnya, yakni :

Pertama, komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian,


penerimaan dan pengelolaan pesan. Setiap pelaku komunikasi dengan demikian akan melakukan
empat tindakan : membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan. Keempat tindakan
tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal
dan/atau nonverbal.
Kedua, pesan merupakan produk utama komunikasi. Pesan ini berupa lambing-lambang
yang menjelaskan ide/gagasan, sikap, perasaan, praktik atau tindakan. Bentuknya dapat
bermacam-macam. Bisa berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda,
gerak-gerik, atau tingkah laku dan berbagai bentuk tanda-tanda lainnya. Cara menyampaikan
pesan-pesan juga dapat dilakukan dengan berbagai macam saluran tergantung dari pilihan para
pelaku komunikasi.

Ketiga, komunikasi dapat terjadi dalam diri seseorang antara dua orang, diantara
beberapa orang, atau banyak orang. Pengertian banyak disini menunjukkan bahwa jumlahnya
besar dan mungkin tidak dapat dihitung.

Keempat, komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Artinya komunikasi yang dilakukan


sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya.

Satu hal yang perlu ditambahkan disini adalah, bahwa komunikasi tidak selalu harus
terjadi dalam arah, sifat, atau konteks yang bervalensi “positif”. Misalnya pengetahuan menjadi
bertambah, merasa senang, timbul saling pengertian, timbul saling mendukung dan lain-lain.

Komunikasi dapat juga terjadi dalam arah, sifat dan konteks yang bervalensi “negatif”
dan “netral”. Konflik, percekcokan, marah-marah, berkelahi, saling mengancam, dan lain-lain,
adalah contoh-contoh peristiwa komunikasi yang bervalensi negatif. Disebut peristiwa
komunikasi karena masing-masing pelaku dalam contoh-contoh tersebut terlibat dalam interaksi.

Disebut juga dengan komunikasi pendidikan sebab terjadinya komunikasi memang di


dunia pendidikan. Pengertian lengkapnya memang tidak bisa dijelaskan hanya menggunakan
batasan-batasan ringkas saja, karena seperti pengertian komunikasi umumnya, tidak mungkin
dibuatkan definisinya secara ringkas, tunggal dan tegas. Komunikasi pendidikanpun demikian,
meskipun dalam hal ini sudah disentuhkan ke dalam bidang pendidikan.

Pada pelaksanaan pendidikan formal atau pendidikan melalui lembaga-lembaga


pendidikan sekolah, tampak jelas bahwa proses komunikasi sangat dominan kedudukannya. Hal
ini setidaknya tampak dalam proses instruksional, yang dalam dunia pendidikan sampai saat ini
masih menduduki posisi dominan.

Komunikasi pendidikan mempunyai tujuan yang jelas, yakni untuk mengubah perilaku
sasaran (anak didik) kea rah yang lebih berkualitas, 93ember93 positif. Komunikasi pendidikan
mempunyai tanggung jawab untuk itu karena memang harus bisa dipertanggungjawabkan pada
akhir dari suatu proses yang dilaksanakannya, yakni melalui suatu evaluasi hasil pendidikan
(Pawit,Yusup M. 2014 : 19-20).

2.5 Keterampilan Dasar Mengajar


2.5.1 Pengertian
Keterampilan dasar mengajar (Basic Teaching Skill) merupakan kemampuan yang
kompleks yang terdiri atas sejumlah jenis keterampilan yang secara terintegrasi, 94ember94c,
dan secara stimultan dilakukan manakala guru/ pendidik/ instruktur/ widyaiswara melaksanakan
perbuatan mengajar (tindak mengajar) dari awal hingga akhir pembelajaran. Kemampuan
mengembangkan keterampilan dasar mengajar dilakukan mulai kegiatan awal (membuka),
kegiatan inti, hingga kegiatan menutup pembelajaran. Artinya, guru/
pendidik/instruktur/widyaiswara memiliki pemahaman mengenai “Syntax Presentation” dan/atau
pemahaman “instructional Events” (istilah R.M. Gagne).

A.S. Glickman 1991 (dalam Dadang Sukirman, 2009), mengemukakan bahwa


keterampilan dasar mengajar (basic teaching skill) adalah kemampuan yang bersifat khusus
(most specific instructuinal behaviours) yang harus dimiliki guru, dosen, instruktur atau
widyaiswara agar dapat melaksanakan tugas mengajar secara aktif, efisien, dan profesional.

2.5.2 Jenis-Jenis Keterampilan Dasar Mengajar

Sejumlah pakarseperti Turney dan tim Sydney Micro Skills (1973), Allen dan Ryan
(1987), Dr. I.G.K. Wardani, Dr. Anah Suhaenah Suparno, dan beberapa pakar lainnya,
mengemukakan bahwa jenis keterampilan dasar mengajar esensial yang harus dikuasai dan
diimplementasikan oleh calon guru/guru/pendidik /instruktur/widyaiswara adalah sebagai
berikut:

a. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Membuka pelajaran (set induction) adalah usaha yang dilakukan oleh


guru/instruktur/widyaiswara pada saat mengawali pembelajaran dalam rangka menciptakan
kondisi bagi peserta didik agar fisik, mental, perhatian, motivasi terpusat dan bamgkit untuk
melakuakn aktivitas pembelajaran. Sedangkan menutup pembelajaran (closure) merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh guru/ instruktur/ widyaiswara untuk mengakhiri kegiatan
pembelajaran.

b. Keterampilan Memberi penguatan


Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu tingkah laku dan penampilan siswa.
Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu tingkah laku siswa yang dapat menimbulkan
kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.

c. Keterampilan mengadakan variasi

Variasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksud debagai upaya


guru/instruktur/widyaiswara dalam menciptakan kondisi belajar bervariasi melalui pola yang
bervariasi sehingga pembelajaran selalu menarik dan efektif.
d. Keterampilan menjelaskan
Menjelaskan merupakan penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara
sistematik.

e. Keterampilan bertanya
Bertanya merupakan stimulus efektif untuk mendorong kemampuan berpikir dan
kemampuan mengemukakan pendapat/gagasan/jawaban.

f. Keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil


Diskusi kelompok (kecil) merupakan salah satu metode yang 95ember ruang dan peluang
kepada peserta didik untuk menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui
suatu proses yang Memberi kesempatan berpikir, berinteraksi, serta berlatih untuk bersikap
Memberi dan menerima pendapat orang lain secara positif.

g. Keterampilan mengelola kelas


Keterampilan mengelola kelas adalah kemampuan guru/instruktur/ widyaiswara untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan keterampilan untuk
mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

h. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan


Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah kemampuan
guru/instruktur/widyaiswara dalam mengembangkan terjadinya hubungan inter personal yang
sehat dan akrab anatara guru-siswa, maupun antara siswa dan siswa, baik dalam kelompok kecil
maupun perorangan.

2.5.3 Keterampilan Interpersonal (Sebagai Keterampilan Dasar Mengajar)

Keterampilan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami orang lain (peserta


didik), serta keterampilan untuk mengenali dan merespons secara layak dan bijak perasaan orang
lain (peserta didik). Selain itu, keterampilan interpersonal adalah kemamouan untuk
mendengarkan dan mengerti secara akurat mengenai pikiran, perasaan dan masalah orang lain
(peserta didik). Kemampuan ini mengukur kompleksitas dan kedalaman pemahaman terhadap
orang lain (peserta didik).
Aspek keterampilan interpersonal (sebagai keterampilan dasar mengajar) diantaranya:
 Kemampuan berkomunikasi (mengomunikasikan)
 Kemampuan berempati
 Kemampuan memotivasi secara positif
 Kemampuan Memberi saran
 Kemampuan menggunakan bahasa tubuh secara efektif
 Kemampuan menciptakan suasana hening (Memberi)
 Memiliki rasa humor (sense of humor)
 Kemampuan reflektif
 Kemampuan bertanya
 Kemampuan memahami dan dipahami
 Kemampuan mendorong untuk pengungkapan diri
 Kemampuan dalam “teaching Memberi” (kontemporer)
Aspek-aspek keterampilan interpersonal sebagai keterampilan dasar mengajar:

a. Mengkomunikasikan
Mengatur suara/tutur (nada volume, ritme), mengendalikan suasana hati dan membuat
kenyamanan.
b. Empati
Menyampaikan pesan empati (posisikan diri untuk melihat masalah dari perspektif) peserta
didik.
c. Motivasi
Jelaskan mengapa 96embe atau 96ember96c itu penting untuk dipelajari.
d. Memberi saran (Advise)
Memahami perasaan, pikiran, dan tingkat pemahaman pserta didik.
e. Bahasa tubuh
Menggunakan bahasa tubuh (verbal/nonverbal) untuk memberikan penguatan serta
mempertahankan keterlibatan belajar peserta didik.
f. Keheningan (Silence)
Menciptakan keheningan untuk Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir dan
Memberi respons.
g. Rasa Humor (sense of humor)
Mengembangkan humor untuk membangun kegembiraan dan kehangatan.
h. Reflektif
Tugasi peserta didik untuk membahasakan pikirannya.
i. Memahami dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memahami dan
dipahami.
j. Pengungkapan diri
Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengaktualisasikan diri.
k. Bertanya
Memberikan stimulus untuk menggali dan mendorong proses berpikir, mengemukakan
pendapat dan atau menjawab pertanyaan.
l. Keterampilan teknis (teaching Memberi)
Menggunakan multimetode, multimedia.
2.5.4 Keterampilan Bertanya

1. Hakikat Keterampilan Bertanya

Pada hakikatnya melalui bertanya kita akan mengetahui dan mendapatkan informasi
tentang apa saja yang ingin kita ketahui. Dikaitkan dengan proses pembelajaran maka kegiatan
bertanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa ini menunjukkan adanjawab antara guru dan
siswa, antara siswa ini menunjukkan adanya interaksi di kelas yang di dinamis dan multi arah.
Kegiatan bertanya akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot,
mudah dimengerti atau relevan dengan topic yang dibicarakan. Tujuan guru mengajukan
pertanyaan (1) mengembangkan pendekatan CBSA (2) menimbulkan rasa keingintahuan (3)
merangsang fungsi berpikir (4) mengembangkan keterampilan berpikir (5) memfokuskan
perhatian siswa (6) menstruktur tugas yang akan diberikan (7) mendiagnosis kesulitan belajar
siswa (8)mengkomunikasikan harapan yang diinginkan oleh guru dari siswanya (9) merangsang
terjadinya diskusi dan memperlihatkan perhatian terhadap gagasan dan terapan siswa sebagai
subjek didik.

2. Bertanya Dasar dan Bertanya Lanjut

Kegiatan bertanya akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot,
mudah dimengerti atau relevan dengan topic yang dibicarakan. Tujuan guru mengajukan
pertanyaan (1) mengembangkan pendekatan CBSA (2) menimbulkan rasa keingintahuan (3)
merangsang fungsi berpikir (4) mengembangkan keterampilan berpikir (5) memfokuskan
perhatian siswa (6) menstruktur tugas yang akan diberikan (7) mendiagnosis kesulitan belajar
siswa (8) mengkomunikasikan harapan yang diinginkan oleh guru dari siswanya (9) merangsang
terjadinya diskusi dan memperlihatkan perhatian terhadap gagsan dan terapan siswa sebagai
subjek didik.
Keterampilan bertanya ini mutlak harus dikuasai oleh guru baik itu guru pemula maupun
yang sudah professional karena dengan mengajukan pertanyaan baik guru maupun siswa akan
mendapatkan umpan balik dari materi serta juga dapat menggugah siswa atau peserta didik.

3. Teknik Bertanya

1) Hakikat Teknik Bertanya


Yang dimaksud dengan teknik bertanya adalah sejumlah cara yang dapat digunakan oleh
kita sebagai guru untuk mengajukan pertanyaan kepada peserta didiknya dengan memperlihatkan
karakteristik dan latar belakang peserta didik.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, peserta didik akan
terangsang untuk berimajinasi sehingga dapat mengembangkan gagasan-gagasan barunya.
Pertanyaan yang baik memiliki criteria-kriteria khusus seperti: jelas, informasi yang
lengkap, terfokus pada satu masalah, berikan waktu yang cukup, menyenangkan sesegera
mungkin dan yang terakhir tuntunlah jawaban siswa sampai ia menemukan jawaban sendiri.

2) Pertanyaan
Ada 4 jenis pertanyaan yang dapat kita gunakan dalam melaksanakan tugas pembelajaran
(1) pertanyaan permintaan (2) pertanyaan mengarahkan atau menuntun dan (3) pertanyaan yang
bersifat menggali serta (4) pertanyaan retoris. Selain itu ada juga pertanyaan inventori yang
terdiri dari 3 jenis yaitu (1)pertanyaan yang mengungkap perasaan dan pikiran (2) pertanyaan
yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi pola-pola perasaan pikiran dan perbuatan dan (3)
pertanyaan yang menggiring peserta didik untuk mengidentifikasi akibat-akibat dari perasaan,
pikiran dan perbuatan. Pertanyaan-pertanyaan berguna untuk memacu gagasan peserta didik
misalnya dalam hal memancing gagasan/ide peserta didik dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan Memberi Penguatan

a. Hakiakatnya dan Manfaat Penguatan


Penguatan adalah respons terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali perilaku itu. Teknik pemberiab penguatan dalam kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Penguatan verbal merupakan
penghargaan yang dinyatakan dengan lisan, sedangkan penguatan nonverbal dinyatakan dengan
mimic, gerakan tubuh, pemberian sesuatu, dan lain-lainnya. Dalam pengelolaan kelas, dikenal
penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan
dan memelihara perilaku positif, sedangkan penguatan negative merupakan penguatan perilaku
dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan.

Manfaat penguatan bagi siswa untuk meningkatnya perhatuan dalam belajar,


membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dan memelihara
iklim belajar yang kondusif.
b. Komponen dan Prinsi-prinsip Keterampilan Membri Penguatan
Penggunaan penguatan dalam kaitannya dengan kegiatan pengelolaan kelas dimaksudkan
untuk menciptakan iklim kelas yang kondusif sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Agar
member pengaruh yang efektif, semua bentuk penguatan harus diberikan dengan memperhatikan
siapa sasarannya dan bagaimana teknik pelaksanaannya. Di samping itu juga perlu diingat bahwa
penguatan harus diberikan dengan hangat dan penuh semangat, harus bermakna bagi siswa, dan
jangan menggunakan kata-kata yang tidak pada tempatnya,

5. Keterampilan mengadakan variasi

a) Hakikat Dan Manfaat Variasi Dalam Kegiatan Pembelajaranr langsung.


Variasi mengandung makna perbedaan. Dalam kegiatan pembelajaran, pengertian variasi
merujuk pada tindakan dan perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara spontan, yang
dimaksudkan untuk memacu dan mengikat perhatian siswa selama pelajaran berlangsung.
Tujuan utama guru mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran untuk mengurangi
kebosanan siswa sehingga perhatian mereka terpusat pada pelajaran.

b) Komponen dan Prinsip-prinsip Keterampilab Mengadaka Variasi


Keterampilan mengadakan variasi terdiri dari tiga kelompok pokok, yaitu variasi gaya
megajar, variasi pengalihan penggunaan indra, dan variasi pola interaksi. Variasi gaya mengajar
meliputi suara jeda, pemusatan, gerak dan kontak pandang. Variasi pengalihan penggunaan indra
dapat dilakukan dengan pemanipulasian indra pendengar, pengelihatan, pencium, peraba dan
perasa.
Penerapan keterampilan mengadakan variasi harus dilandasi dengan maksud tertentu,
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai, sesuai dengan materi dan latar belakang sosial budaya
serta kemampuan siswa, berlangsung secara berkesinambungan, serta dilakukan secara wajar dan
terencana.

6. Keterampilan Menjelaskan

1) Pengertian Menjelaskan
Pengertian menjelaskan dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran mengacu kepada
perbuatan mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan yang terencana dan sistematis
sehingga dalam penyajiannya siswa dengan mudah dapat memahaminya.
Pentingnya penguasaan ini memugkinkan guru dapat meningkatkan efektivitas
penggunaan waktu dan penyajian penjelasannya, mengestimasi tingkat pemahaman
siswa,membantu siswa memperluas cakrawala pengetahuannya , serta mengatasi kelangkaan
buku sebagai sarana dan sumber belajar.
Kegiatan menjelaskan dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa
memahami berbagai konsep, 99embe, prosedur, dan sebagiannya objektif, membimbing siswa
memahami pertanyaan, meingkatkan keterlibatan siswa, 100ember kesempatan siswa untuk
menghayati proses penalaran serta memperoleh balikan tentan pemahaman siswa.

2) Komponen-komponen dan Prinsip-prinsip Keterampilan Menjelaskan


Keterampilan merencanakan penjelasan mencakup (a) isi pesan yang dipilih dan disusun
secara sistematis disertai dengan contoh-contoh dan (b) hal-hal yang berkaitan dengan siswa.

Keterampilan menyajikan pejelasan mencakup (a) kejelasan, (b) penggunaan contoh dan
ilustrasi yang megikuti pola induktif dan deduktif (c) pemberian tekanan pada bagian-bagian
yang penting, serta (d) balikan.

Penyajian penjelasan harus didasari prinsip-prinsip (a) adanya relevansi antara penjelasan
dengan tujuan pembelajaran, (b) sesuai dengan keperluan, (c) mengingat latar belakang dan
kemampuan siswa, (d) diberikan secara spontan atau sesuai dengan rencana yang telah disiapkan,
dan (e) isi penjelasan bermakna bagi siswa.

7. Keterampilan Membuka Dan Menutup Pelajaran

1) Hakikat Serta Tujuan Membuka Dan Menutup Pelajaran


Membuka pelajaran merupakan kegiatan dan pernyataan guru untuk mengaitkan
pengalaman siswa dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan ini memaksudkan
untuk menciptakan perkondisi agar mental dan perhatian siswa tertuju pada materi pelajaran
yang akan dipelajari mereka. Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal
pelajaran mereka kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal pelajaran saja,
melainkan juga pada awal setiap penggal kegiatan, misalnya pada saat memulai kegiatan Tanya
jawab, mengenalkan konsep baru, memulai kegiatan diskusi, mengawali pengerjaan tugas, dan
lain-lain.

2) Komponen dan Prinsip-Prinsip Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran


Komponen-komponen menutup pelajaran terdiri dari (1) meninjau kembali, (2)
mengadakan evaluasi penguasaan siswa dan (3) memberikan tindak lanjut. Penerapan
keterampilan membuka dan menutup pelajaran harus berdasarkan prinsip kebermaknaan dan
kebersinambungan.

8. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

1) Hakikat dan Manfat Diskusi Kelompok Kecil


Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu format pembelajaran yang mempunyai
cirri-ciri:
 Melibatkan 3-9 orang siswa setiap kelompoknya
 Mempunyai tujuan yang mengikat
 Berlangsung dalam interaksi tatap muka yang informal
 Berlangsung menurut proses yang sistematis.

Diskusi kelompok kecil bermanfaat bagi siswa untuk:

 Mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi


 Meningkatkan disiplin
 Meningkatkan motivasi belajar
 Mengembangkan sikap saling membantu
 Meingkatkan pemahaman

2) Komponen dan Prinsip-prinsip Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok


Kecil
Komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil mencakup:
 Memusatkan perhatian siswa
 Memperjelas pendapat siswa
 Menganalisis pandangan siswa
 Meningkatkan kontribusi siswa
 Mendistribusikan pandangan siswa
 Menutup diskusi.
Dalam penerapannya, guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
 Harus ada kesamaan latar belakang pengetahuan di antara para anggota kelompok,
 Semua anggota diskusi kelompok harus mampu mengemukakan pendapatnya secara lisan,
 Topic yang dibahas harus bersifat terbuka untuk menampung banyak pendapat,
 Diskusi harus berlangsung dalam suasana keterbukaan.
 Pelaksanaan diskusi harus mengingat keunggulan dan kelemahan-kelemahannya
 Diskusi memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang.
 Guru harus mampu mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menghambat jalannya diskusi.

9. Keterampilan Mengelola Kelas

1) Hakikat pengelolaan kelas


a. Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa
yang diinginkan, mengulang atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, dengan
hubungan-hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta
mengembangkan dan mempermudah organisasi kelas yang efektif.
b. Tujuan gutu mengelola kelas adalah agar semua siswa yang ada di dalam kelas dapat belajar
dengan optimal dan mengatur sarana pembelajaran serta mengendalikan suasana belajar yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan belajar.
c. Secara garis besar terdapat 2 komponen utama dalam pengelolaan kelas yaitu:
1) Keterampilan yang berhubungan dengan tindakan preventif berupa penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar dan,
2) Keterampilan yang berkembang dengan tindakan kreatif berupa pengembalian kondisi
belajar yang optimal.
d. Ada 6 prinsip yang perlu di pelajari dan dikuasai oleh guru dalan mengelola kelas. Prinsip-
prinsip ini tidak bisa digunakan satu persatu tetapi harus bervariasi artinya lebih dari satu
prinsip. Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam memilih prinsip-prinsip pengelilaan kelas
ini adalah :
1) Situasi dan kondisi di mana pembelajaran tersebut berlangsung,
2) Pada siapa proses pembelajaran tersebut ditujukan.

2) Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas


a. Peranan guru dalam pengelolaan kelas adalah:
 Memelihara lingkungan fisik kelas
 Mengarahkan/membimbing proses intelektual dan sosial siswa di dalam kelas
 Mampu memimpin kegiatan pembelajaran yang efisien dan efektif.
Sedangkan tugas guru dalam mengelola kelas adalah:
 Sebagai manager
 Sebagai pendidik
 Sebagai pengajar.
b. Dalam mengelola kelas sering ditemui kendala-kendala yang dapat menghambat terjadinya
proses pembelajaran yang efisien dan efektif. Kendala ini bisa dating dari guru, dan juga dari
siswa serta faktor lingkungan.
c. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif selain menerapkan prinsip-prinsip
pengelola juga kiat-kiat untuk mengatasi kendala tersebut yaitu :
 Guru tidak boleh campur tangan yang berlebihan terhadap siswa.
 Guru jangan sampai kehilangan konsentrasi yang dapat menimbulkan kesenyapan atau
pembicaraan terhenti dengan tiba-tiba.
 Hindari ketidaktepatan menandai dan mengakhiri suatu kegiatan artinya guru harus dapat
tepat waktu.
 Guru harus dapat mengelola waktu, baru hal ini dapat menimbulkan penyimpanan yang
berkaitan dengan disiplin diri siswa.
 Berilah penjelasan yang jelas, sederhana, sistematis dan tidak bertele-tele karena dapat
menimbulkan kebosanan.

10. Interaksi Edukatif

1) Hakikat Interaksi Edukatif


a. Interaksi dalam proses pembelajaran merupakan kata kunci menuju keberhasilan suatu proses
pembelajaran.
b. Ada dua bentuk komunikasi agar tercipta interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pembelajaran yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
c. Timbulnya interaksi dalam proses pembelajaran ditentukan oleh faktor-faktor yaitu guru,
siswa, tujuan pembelajaran, materi/isi pelajaran, metode penyajian, media yang digunakan,
situasi dan kondisi kelas, system evaluasi.

2) Pola Interaksi
a. Ada tiga bentuk utama pola interaksi yaitu terjadi dalam proses pembelajaran yaitu klasikal,
kelompok, dan individu.
b. Pola interaksi yang diterapkan oleh guru di kelas sangat menentukan/dapat meningkatkan
keterlibatan siswa dalm proses pembelajaran. Selain itu, keaktifan siswa menurut Ausebel
ditentukan oleh kebermaknaan isi/materi serta proses pembelajaran dan modus kegiatan
pembelajaran tersebut.
c. Ada tiga kiat bagi guru untuk menimbulkan interaksi edukatif dalam proses pembelajaran
yaitu mengadakan kontak pandang mata, melakukan gerakan baan dan mimic, pergantian
posisi dan gerak.

11. Penataan Kelas

1) Hakikat Penataan Kelas


 Pengaturan dan penataan kelas mencakup:
 Pengaturan siswa
 Lingkungan fisik
 Penggunaan ruangan
 Memanfaatkan sumber belajar yang berasal dari lingkungan karena itu setiap guru dituntut
untuk tampil dan kreatif serta peka terhadap suasana kelasnya.
 Penataan lingkungan fisik yang efektif sangat mempengaruhi basis belajar siswa, dan
pencapaian tujuan pembelajaran kefektifan lingkungan kelas dipengaruhi oleh ketersediaan
fasilitas minimal dalam pengelolaan kelas seperti jumlah siswa dan besarnya ruangan kelas.

2) Ruang Kelas
1. Ruang kelas adalah kondisi fisik kelas yang akan digunakan oleh guru bersama dengan
siswanya dalam aktifitas pembelajaran.
2. Cirri-ciri produktif:
 Memungkinkan terjadinya interaksi yang dinamis antara guru dan siswa serta antara siswa
sendiri.
 Tugas-tugas siswa dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
 Sportifitas, kreatifitas dan antusias siswa yang tinggi dapat terjaga dengan baik.
 Memungkinkan terjadinya kerjasama yang solid antara siswa maupun dengan gurunya.
 Kesadaran yang tinggi untuk berdisiplin.
 Dapat meminimalisir semua hambatan dalam pengelolaan kelas.
 Dapat mencapai hasil yang optimal.
12. Permasalahan Kelompok: Disiplin, Hukuman dan Motivasi

1) Disiplin
Ada permasalahan utama yang harus diperhatikan guru dalam system pembelajaran
kelompok yaitu disiplin, hukuman dan motivasi. Setiap guru harus menguasai benar masalah
disiplin ini mulai dari bentuknya, taraf perkembangannya, komponen utamanya, jenis-jenis
masalah disiplin di kelas serta pembinaan disiplin terhadap siswanya di kelas.

2) Hukuman dan Motivasi


a. Makna sesungguhnya dari hukuman adalah dihukum karena telah melakukan kesalahan.
Pemberian hukuman ini dapat dipandang sebagai menghentikan perilaku anak yang tidak baik
dan pemberian hukuman ini menimbulkan dampak yang tidak baik antara guru dan siswa.
b. Agar pemberian hukuman efektif maka harus dikaitkan dengan pemberian kegiatan baik
penguatan positif maupun negative.
c. Motivasi merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan siswa dalam belajar dan secara
otomatis juga menunjang keberhasilan guru dalam mengelola proses pembelajaran, karena itu
setia guru perlu mengenal setiap siswanya dengan baik agar dapat dengan tepat memberikan
perlakuan kepada setiap siswa.
d. Memotivasi anak dalam belajar berbda-beda dan perlu diingat bahwa motivasi berprestasi
sangat berkaitan dengan keberhasilan anak didik dalam belajar.

13. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

1) Hakikat Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan


Format mengajar ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan
sehat antara guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan
kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa
dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan
berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap guru dapat menciptakan format pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran
kelompok kecil dan perorangan sesuai dengan tujuan, topic (materi), kebutuhan siswa, serta
waktu dan fasilitas yang tersedia. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan perlu
dikuasai guru karena penerapannya dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda.

2) Komponen Keterampilan Mengejar Kelompok Kecil dan Perorangan


Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan terdiri dari:
a. Keterampilan mengadakan dan pendekatan pribadi, yang ditampilkan dengan cara:
 Menunjukkan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan dan perilaku siswa.
 Mendengarkan dengan penuh rasa simpati gagasan yang dikemukakan siswa.
 Merespon secara positif pendapat siswa.
 Membangun hubungan berdasarkan rasa saling mempercayai.
 Menunjukkan kesiapan untuk membantu.
 Menunjukkan kesediaan untuk menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian.
 Berusaha mengendalikan situasi agar siswa merasa aman, terbantu, dan mampu menemukan
pemecahan masalah yang dihadapinya.
b. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, yang ditampilkan dengan cara:
 Memberikan orientasi umum tentang tujuan, tugas, dan cara mengerjakannya.
 Memvariasikan kegiatan untuk mencegah timbulnya kebosanan siswa dalam belajar.
 Membentuk kelompok yang tepat,
 Mengkoordinasikan kegiatan.
 Membagi perhatian pada berbagai tugas dan kebutuhan siswa.
 Mengakhiri kegiatan dengan kulminasi.
c. Keterampilan membimbing dan member kemudahan belajar, yang ditampilkan dengan cara:
 Member penguatan secara tepat
 Melaksanakan supervise proses awal
 Melaksanakan supervise proses lanjut,
 Melaksanakan supervise pemanduan.
d. Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang ditampilkan
dengan cara:
 Membantu siswa menetapkan tujuan belajar.
 Merancang kegiatan belajar
 Bertindak sbagai penasihat siswa
 Membantu siswa menilai kemajuan belajarnya sendiri.
Makalah 5

2.1. Sistem Memperoleh Informasi

2.1.1 Teori Pemrosesan

Menurut sudut pandang dunia kepustakaan dan perpustakaan, informasi adalah suatu
rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupaputusan putusan yang dibuat seseorang
(Estabrook, 1977: 245). Teori belajar oleh Gagne (1988) disebut dengan “Information Processing
Learning Theory”. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiaatan di dalam otak
manusia di saat memroses informasi. Karenanya teori belajar tadi disebut juga Information-
Processing Model oleh Lefrancois atau Model Pemrosesan Informasi. Menurut Gagne bahwa
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.

Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interasi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga
menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari
pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities) yang terdiri dari:
informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan kecakapan motorik.

Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara mengumpulkan/menerima stimulus dari


lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep, dan
pemecah masalah, serta menggunakan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini
berkenaan dengan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir produktif, serta
berkenaan dengan kemampuan intelektual (general intellectual ability).

A. Prinsip dan Karakteristik Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi

Menurut Suharman (2005) persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang
telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan
menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indra seperti, mata, telingga, dan
hidung. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa persepsi adalah proses
penginterpretasian informasi yang diterima mengunakan alat indra. Ada tiga aspek yang relevan
dalam persepsi yang berhubungan dengan kognisi manusia yaitu:

1. Pencatatan indera
Pencatatan indera adalah sebuah sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah
rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor.

2. Pengenalan pola

Pengenalan pola adalah proses transformasi dan pengorganisasian informasi yang masih
kasar agar mempunyai makna atau arti tertentu.

3. Perhatian

Perhatian adalah aspek yang ketiga, yang artinya sebagai proses konsentrasi pikiran
dengan mengabaikan rangsangan lain yang tidak berkaitan (Ellis dan hunt, 1993; Matlin, 1989).

Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information
processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural sistem informasi, yaitu:

a. Sensory atau intake register : informasi masuk kesistem melalalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi masuk
working memory yang digabungkan dengan informasi di log-term memory.
b. Working memory : pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, di
sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas kapasitas
isinya dan memperlihatkan sejumlah kecil informasi secara serempak’
c. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga mampu
menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki siswa. Kelemahannya adalah betapa sulit
mengakses informasi yang tersimpan didalamnya.

B. Teori Pembelajaran Pemrosesan Informasi


1. Teori Kognitif

Model pemrosesan informasi ini didasari oleh teori belajar kognitif (piaget) dan
berorientasi pada kemampuan peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki
kemampuannya. Pemrosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari
lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan menggunakan
simbol verbal ( Simon dan Kaplan ).

2. Teori Template

Mengusulkan bahwa pola-pola tidak “ diuraikan” semua. Template adalah suatu kesatuan
yang holistic atau tidak dapat dianalisis yang kita bandingkan dengn pola lainnya dengan
mengukur seberapa banyak kedua pola dapat dicocokkan atau saling melengkapi. Kelemahan
dari teori template membuat teori tersebut kurang menjanjikan untuk dijadikan teori umum
pengenalan pola biasanya akan cepat hilang.

3. Teori ciri
Memungkinkan untuk menggambarkan sebuah pola dengan membuat bagian-bagiannya.
Teori ciri tepat sekali untuk menggambarkan perceptual lerning ( pembelajaran perceptual ) dan
slah satu diskusi terbaik mengenai teori ciri terdapan princeple of perceptual learning and
developmen dari gibson (1969). Teori ini yang menyebutkan bahwa pembelajaran perceptual
terjadi melalui penemuan ciri-ciri yang membedakan satu pola dengan pola lainnya.

4. Teori stuktural

Suatu teori menentukan bagaimana dari sebuah pola bergabung dengan ciri dari pola
tersebut dan menekankan pada hubungan antar ciri menurut Clowes (1969). Sutherland (1968)
adalah salah seorang yang pertama-tama ber-pendapat bahwa jika kita ingin memiliki
kemampuan dalam pengenalan pola yang sangat mengesankan, maka kita membutuhkan jenis
bahasa deskriptif yang lebih kuat yang terkadang dalam teori struktural.

5. Teori teknik penyebutan sebagian


a. Model sperling

Pada tahun 1963 sperling mengajukkan model pemrosesan informasi atas performa tugas
penyebutan visual dalam penelitiannya. Model sperling adalah orang yang pertama-tama
mengkonstruksikan model awal pemrosesan informasi pada pengenalan objek visual.

b. Model rumelhart

Tahun 1970, rumelhart mengajukkan model matematis yang detail mengenai performa
pada tugas pemrosesan informasi yang memiliki jangkauan yang luas, meliputi prosedur
penyebutan-keseluruhan dan prosedur penyebutan-sebagian yang diteliti oleh sperling. Seperti
pentingnya penyimpanan informasi visual dan penggunaan scan parallel untuk mengenai pola.

C. Aplikasi Model Pengajaran Pemrosesan Informasi Dalam Kegiatan Pembelajaran

Menurut Robert M. Gagne mengemukakan ada delapan fase proses pembelajaran.


Kedelapan fase sebagai berikut.

1. Motivasi yaitu fase awal melalui pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan
suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu (motivasi intrinsik dan ekstrinsik).
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami informasi yang diperoleh dari
pembelajaran. Pemahaman didapatkan dari perhatian.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala informasi yang sampai
pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori peserta didik.
4. Penahanan, yaitu menehan informasi/hasil belajar agar agar dapat digunakan untuk jangka
panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila ada
rangsangan.
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
7. Perlakuan, yaitu perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedbeck dari perilaku yang telah dilakukan.

Selain itu ada sembilan lamgkah yang harus diperhatikan guru dikelas dalam kaitannya
dengan pembelajaran pemrosesan informasi.

a. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.


b. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang dibahas.
c. Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran.
d. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah dirancang.
e. Memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.
f. Memberikan penguatan pada perilaku pembeajaran.
g. Memberikan feedbeck terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
h. Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
i. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab berdasarkan
pengalamannya

Tidak seorang pun sanggup mengikuti seluruh perkembangan danpertumbuhan informasi


secara tuntas, bahkan seorang ahli di bidangnyasekalipun, apalagi jika informasi dimaksud tidak
ada yang mengelolanyasecara khusus. Atas dasar alasanalasan seperti itulah, studi ilmu
informasidan perpustakaan lahir. Dengan menggunakan metode dan tekniktertentu yang
didukung oleh teori yang terus dikembangkan, parapustakawan dan para peminat informasi
mencoba mengelolanya dengancara menghimpun, mengolah, mengklasifikasikan,
mendistribusikan, mengelayani, dan memanfaatkan informasi yang dikelola kepada orang
yangmembutuhkan, baik dari generasi sekarang maupun untuk generasi yangakan datang.

2.1.2. Jenis-jenis Informasi

Informasi terekam yang dimaksud dalam buku ini sebenarnya masihdibedakan antara
yang tidak ilmiah dan yang ilmiah. Yang pertama hanyaberupa informasi biasa yang banyak
tersedia di mana-mana, sepertiinformasi tentang meninggalnya seseorang yang dimuat di surat
kabainformasi dalam bentuk berita keluarga dan iklan komersial yangdipasang di berbagai media
massa lainnya. Sebenarnya, jenis informasibiasa ini pun bisa berubah menjadi luar biasa atau
bahkan menjadi pentingkedudukannya jika hal tersebut berkaitan dengan peristiwa besar
dimasyarakat. Misalnya, informasi atau berita tentang meninggalnya seorangpresiden atau
pejabat tinggi negara lainnya. Hari dan tanggal meninggalnyabisa menjadi bernilai informasi
yang penting karena hal ini akan dicatatdalam sejarah. Informasi yang mengandung makna
sejarah ini sangatpenting dalam wakru yang akan datang karena merupakan data dan
faktasejarah.

Yang jelas bahwa jenis informasi bisa digunakan untuk memudahkan arah dan
pengelompokan informasi tersebut sesuai dengan sifat dankarakteristik yang dimilikinya. Di
samping itu, nantinya bisa digunakanuntuk memudahkan pengelolaan dan pemanfaatannya di
duniaperpustakaan dan pusat-pusat sumber informasi, bahkan di lingkungankeluarga kita sendiri.
Bukankah di rumah kita juga ada buku, surat kabar,majalah, televisi, radio, komputer, bahkan
internet? Itu semua jugatermasuk ke dalam jenis sumber-sumber informasi.Dengan mengetahui
jenisjenis informasi secara lebih jelas, maka halini sangat berarti bagi para pencari informasi
pada umumnya dalammemilah-milah atau mengklasifikasikan informasi sesuai
dengankelompoknya. Dengan demikian, hal ini dapat memperlancarpemanfaatannya. Di
perpustakaan dan kelembagaan informasi lainnya,organisasi informasi sangat menentukan
keberhasilan pemanfaatannya.Misalnya, melalui indeks kita bisa dengan cepat menemukan
informasiyang kita cari di suatu tempat di perpustakaan atau di situs-situs internet.

2.1.3. Fungsi Informasi

Di awal sudah dikemukakan bahwa informasi itu sangat beragam, baikdalam jenis,
tingkatan, maupun bentuknya. Dengan demikian, makainya pun beragam pula karena akan
bergantung pada manfaatnyabagi setiap orang yang keburuhannya berbeda-beda. Demikian
fungsinyabagi suatu organisasi, iaakan disesuaikan dengan jenis organisasi yang bersangkutan.
Dalam organisasi sekolah atau pada lembaga lembaga pendidikanpada umumnya, informasi yang
bermanfaat adalah yang banyakmendukung tugas tugas lembaga tersebut, yaitu yang kira kira
semua jenisinformasi yang mempunyai aspek edukatif, riset, dan rekreatif. Informasijenis lain
juga diperlukan, tetapi tidak menonjol, Demikian pula untuksuatu lembaga yang berorientasi
perdagangan (profit oriented), di sini sangatdiperlukan segala jenis informasi yang berkaitan
dengan aspekpeningkatan produktivitas organisasi, misalnya informasi yang tepat untuksuatu
pengambilan keputusan para manajer, informasi dengan aspekpeningkatan pemasaran produk-
produknya, dan juga informasi tentang peramalan harga pasar. Di dalam lingkungan keluarga,
informasi dan sumber-sumberinformasi sangat berguna. Buku, majalah, surat kabar,radio,
televisi, bahkan internet, semuanya bermanfaat bagi pengembangan wawasan anggota keluarga.
Terlebih lagi keluarga keluarga yang mempunyai kedudukan sosial relatif tinggi di masyarakat
antara lain Anda yang sedang membaca buku iniBagi kita yang penting informasi itu bermacam
macam jenis, fungsi,juga manfaatnya, karena hampir tidak seorang pun yang tidakmembutuhkan
informasi walau sekecil apa pun kebutuhan tersebut. Kitaingat bahwa seorang bayi yang baru
lahir pun sebenarnya membutuhkan"informasi" dari ibunya sehingga selagi ia menangis lantas
ibunya datangsambil mengusap-usap dan meninabobokannya, sang bayi pun diam,tentu saja
merasakan adanya sentuhan lembut ibunyamendengarkandan

2.1.4. Sumber sumber Informasi

Seperti sudah disebutkan di muka bahwa informasi itu ada di mana mana di pasar,
sekolah, rumah, lembaga lembaga suatu organisasi komersial,baku buku, majalah, surat kabar,
perpustakaan, dan tempat tempat lainnya Intinya di mana suatu benda atau peristiwa berada,
disini tercipta informasi Semua jenis informasi tersebut, terutama yang sudah disimpan dalam
rekaman seperti tersebut di muka, sebagian besar disimpan di lembagalembaga informasi seperti
perpustakaan, baik perpustakaan yang beradapada lembaga-lembaga formal maupun
perpustakaan yang ada di rumah kita Sebagaimana diketahui, konsep perpustakaan adalah
lembaga pengelolaan informasi yang tampak dalam kegiatan penghimpunan pengolahan, dan
penyebarluasan informasi untuk kepentingan penggunaan bagi masyarakat banyak. Karena unsur
pemanfaatannya dilakukan secara berulang dan terus-menerus maka segi segi keawetan dan
pemerataannya sangat diperhatikan oleh perpustakaan. Oleh karena itu, di sini berlaku fungsi
pelestari informasi dari perpustakaan. Fungsi tersebut kemudian berkembang menjadi fungsi
untuk melestarikan hasil budaya bangsa. Melalui perpustakaan, segala jenis informasi mengenai
hasil karya manusia dari suatu daerah terekam, wajib disimpan kopinyadi perpustakaan nasional.

Berkaitan dengan fungsi pelestarian informasi dan sumber-sumberinformasi ini, negara


telah mengeluarkan Undang-Undang No. 4/1990tentang serah simpan karya cetak dan karya
rekam yang berlaku efekrif sejak bulan Agustus 1990. Isinya antara lain bahwa semua penerbit
danpengusaha rekaman berkewajiban untuk menyerahkan karya cetak dankarya rekamnya ke
perpustakaan nasional, dengan perincian sebanyak 2(dua) buah cetakan dari setiap judul karya
cetak yang dihasilkan kepadaperpustakaan nasional, dan 1 (satu) buah kepada perpustakaan
nasionalyang berada di provinsi (sekarang namanya perpustakaan daerah provinsiyang
bersangkutan, paling lambat tiga bulan sejak diterbirkan. Sedangkan bagi para pengusaha
rekaman yang berada di wilayah RI wajib menyerahkan l (satu) rekaman dari setiap judul karya
rekam yang dihasilkan kepadaperpustakaannasional, dan I satu) kepada perpustakaan daerah
provinsi(Lembaran Negara RI No. 48/1990).

Perpustakaan sebagai pusat sumber informasi bisa dikelompokkan ke dalam beberapa


jenis yang masing masing mempunyai ciri danpenekanan fungsi yang berbeda. Ada yang
berfungsi untuk melayani kebutuhan informasi bagi segenap anggota masyarakat luas secara
menyeluruh, ada yang berfungsi melayani kebutuhan informasi bagikelompok masyarakat
khusus, seperti masyarakat peneliti atau ilmuwansaja dan masyarakat sekolah saja; ada juga yang
bertugas khusus melayani kebutuhan masyarakat dalam lingkungan organisasi khusus. Tidak
ketinggalan juga adalah perpustakaan keluarga atau perpustakaan pribadi,yakni perpustakaan
yang ada di rumah kita sendiri. Hanya karena sifatdan tujuan pengelolaannya yang bukan untuk
pemanfaatan oleh umum,maka sering disebut sebagai koleksi pribadi, bukan perpustakaan
pribadi.

Dalam beberapa tahun terakhir, tampak adanya kemunculan perpustakaan komunitas


yang bentuknya bisa terintegrasi dengan tokobuku, cafe, atau dengan kegiatan komersial lainnya.
Para pengelola modelperpustakaan seperti ini berusaha menggabungkan fungsi-
fungsipendidikan, pencerahan, sosial, dan bisnis secara terpadu.

2.2. Cara memperoleh Pengetahuan


2.2.1 Pengetahuan deklaratif
Dalam psikologi kognitif pengetahuan deklaratif didefinisikan dalam bentuk istilah
“knowing that”,(Anderson & Krathwohl, 2001), yaitu “tahu bahwa”, misalnya pengetahuan
bahwa asam iru rasanya masam. Di sisi lain konsep pengetahuan yang dikemukakan ole Piaget
(dalam Good & Brophy, 1990) mengatakan adanya pengetahuan yang bersifat figuratif biasa
juga disebut pengetahuan deklaratif, pengetahuan proposisional, pengetahuan teoretikal.
Pengetahuan deklaratif dapat dikaitkan dengan taksonomi Bloom (lama) dengan kategori
pengetahuan, sementara menurut Gagne masuk dalam kategori informasi atau informasi verbal
(Dick & Carey, 1990). Informasi verbal dimaksudkan adalah informasi yang dapat diverbalisasi
(Gagne. Terjemahan Munandir, 1985) Belajar pengetahuan deklaratif yang meliputi: 1) nama
atau label, 2) proposisi tunggal atau fakta, dan 3) Penguasaan Pengetahuan Deklaratif dan
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa.

Proposisi yang terorganisasi secara bermakna dapat dilakukan dalam berbagai cara
namun harus memperhatikan karakteristik dari pengetahuan dekalrarif yang dimaksud. Berpikir
tidak sama dengan belajar meskipun kedua proses ini berkaitan erat dan saling menunjang.
Berpikir (Good & Brophy, 1990) lebih mengarah ke latihan atau penerapan keterampilan
kognitif, seperti posing, pemusatan perhatian untuk menjawab pertanyaan, seaching memory,
processing information and evaluation potensial solution to problems. Bila latihan tersebut
diterapkan ke situasi dan keadaan yang sama/serupa maka berpikir hanyalah merupakan latihan
keterampilan kognitif yang sudah dipelajari. Pada umumnya berpikir diartikan, sebagai proses
kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Walaupun kognisi dapat diartikan
sebagai cara memperoleh sesuatu seperti persepsi, penalaran, dan intuisi, namun penekanan
terkini tentang keterampilan berpikir adalah penalaran sebagai fokus kognitif yang utama
(Presseisen, dalam Costa,1988).

Berpikir pemecahan masalah melibatkan activitas berpikir dasar untuk memecahkan


kesulitan tertentu, merakit fakta tentang informasi tambahan yang diperlukan, memprediksi dan
menyarankan alternatif pemecahan dan menguji ketepatannya, mereduksi ke tingkat penjelasan
yang lebih sederhana, mengeliminasi kesenjangan memberi uji solusi ke arah nilai yang dapat
digeneralisasi. Ini berarti bahwa perpikir dalam pemecahan masalah membutuhkan pengetahuan
pendukung (deklaratif) serta kombinasi ketrampilan berpikir dan proses dasar.

Penelitian ini bersifat deskriptif, mendeskripsikan keadaan variabel yang diteliti, yaitu
penguasaan pengetahuan dekalratif dan kemampuan berpikir konseptual tingkat tinggi
mahasiswa prodi pendidikan kimia. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive
sampling, yaitu mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Review Kurikulum Kimia SMA. Tahun
akademik 2011, dengan jumlah subyek 37 orang Data dikumpulkan dengan menggunakan tes
pengetahuan Dekalaratif dan tes kemampuan berpikir konseptual tingkat tinggi. Analisis data
dilakukan dengan statistik deskriptif (rata-rata, persentase, SD, Me, Mo, Max, Min, dan
koefisien korelasi), khusus untuk koefisien regresi dan korelasi dilakukan analisis inferensial
tentang keberartian koefisien korelasi dan koefisien regresi. Kesemuanya dilakukan dengan
bantuan pengolah data SPSS.
2.2.2 Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural adalah “the knowledge of how to do samething” atau


menyangkut pprosedur melakukan sesuatu, misalnya bagaiman melaksanakan praktikum, atau
bagaimana memecahkan masalah baru (novel). Untuk mengetahui adanya dan jenis kesulitan
atau hambatan mahasiswa dalam menguasai materi unsur dan senyawa perlu dilakukan analisis
terhadap penguasaan pengetahuan deklaratif seperti nama dan lambang unsur atau rumus
senyawa.

2.3. Skema Konsep-Konsep Kimia

2.3.1 Konsep-Konsep Kimia

Kimia merupakan salah satu ilmu sains yang memuat rumus-rumus dan materi yang
sifatnya abstrak dimana siswa dituntut untuk memahami, mengaitkan, dan mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Keabstrakan yang termuat dalam materi kimia ini membuat siswa
cenderung untuk menghafal guna mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Cara yang digunakan
membuat siswa tidak memahami konsep-konsep kimia dan keterkaitannya dalam kehidupan
sehari-hari. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta
yang sangat luas, aturan, hukum, prinsip, teori dan disamping itu mengkaji pula hitungan kimia.
Konsep-konsep kimia yang telah dipelajari dapat dikaitkan satu sama lain, sehingga
masalah dapat dipecahkan, oleh karena itu siswa harus menguasai dua jenis pemahaman yaitu
konseptual dan algoritmik yang disertakan dengan keterampilan proses matematis (Bella,
2013:33).
Mustofa (2010:151) menjelaskan bahwa dalam ilmu kima terdapat dua jenis pemahaman
yang harus dikuasai oleh siswa yaitu pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik.
Pemahaman konseptual merupakan pemahaman tentang hal-hal yang berhubungan dengan
konsep yaitu arti, sifat dan uraian suatu konsep dan juga kemampuan dalam menjelaskan teks,
diagram dan fenomena yang melibatkan konsep-konsep pokok yang bersifat abstrak dan teori-
teori dasar sains. Pemahaman algoritmik merupakan pemahaman tentang prosedur atau
serangkaian peraturan yang melibatkan keterampilan proses matematis untuk memecahkan
masalah dan keterampilan proses matematis adalah keterampilan atau kemampuan yang meliputi
pemecahan masalah, penularan dan pembuktian, koneksi, komunikasi serta representasi.
Perlu diketahui bahwa pemahaman siswa berasal dari konsep-konsep yang sederhana
menuju konsep yang kompleks. Konsep-konsep yang dibangun siswa harus mampu diterapkan
untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait, karena dalam pembelajaran kimia siswa
tidak hanya dituntut paham mengenai konsep-konsep kimia, akan tetapi siswa juga harus bisa
menerapkan konsep yang dipahaminya untuk memecahkan masalah (Zidny, 2013:28).

2.3.2 Pengertian Peta Konsep


Peta konsep merupakan cara yang digunakan untuk mengorganisasikan konsep belajar
yang telah dipelajarinya berdasarkan arti dan hubungan antara komponen yang terdapat di dalam
nya. Konsep dapat didefinisikan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan
sebagai suatu kelompok objek atau kejadian. Peta konsep ialah istilah yang digunakan oleh
Novak dan Gowin (1984) dalam Panen, tentang cara yang digunakan untuk membantu
mengorganisasikan materi yang telah dipelajari berdasarkan arti dalam hubungan antar
komponen nya.

Menurut Dahar (1988) dalam Pasaribu peta konsep adalah alat peraga untuk
memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep yang telah tersusun.Membuat peta konsep
yang lengkap, maka pengajaran dapat memutuskan bagaimana peta konsep telah dibuat akan
diajarkan dan bagaimana yang dipaksa atau sementara diabaikan.

Menurut Pandley (1994) dalam Manihar, peta konsep ialah media yang dapat
menunjukkan konsep ilmu yang sistematis yaitu dari initi permasalahan konsep hingga bagian
pendudukung yang mempunyai hubungan yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat
membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topic pelajaran.

Menurut Erick peta konsep ialah suatu teknik secara visual mewakili struktur informasi
bagaimana konsep di dalam suatu daerah saling berhubungan. Peta konsep bukan hanya
menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan antara konsep-
konsep itu. Dalam menghubungkan konsep-konsep itu dapat digunakan dua prinsip yaitu prinsip
diferensial progresif dan prinsip penyesuaian integratif.

Menurut Norizan, peta konsep merupakan salah satu strategi dimana pelajar perlu
menerka perkaiatan diantara konsep=konsep individu yang saling berkaitan. Konsep tersebut
boleh diatur oleh pelajar diatas sehelai kertas dan kemudian konsep-konsep ini dihubungkan
dengan ide-ide yang menjelaskan sebab perikatan yang telah dibina.

Menurut Slovenia, peta konsep adalah gambaran structural dinyatakan dalam bentuk
istilah dan table konsep. Konsep-konsep yang dijalankan dengan kata-kata penghubung yang
dapat membentuk proporsi. Proporsi adalah untuk dasar peta konsep dan satu proporsi
mengandung dua konsep dan kata penghubung.

Menurut Bobby de Porter, mengatakan bahwa peta konsep adalah metode pencatatan
yang baik harus membantu peserta didik mengingat perkataan atau bacaan, meningkatkan
pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi, dan memberikan wawasan
baru.

Menurut Tony Bujan sama dengan mind map, peta konsep ialah semuanya menggunakan
warna. Semuanya memiliki struktur alami yang memancar dari pusat. Semuanya menggunakan
garis lengkung, symbol, kata, dan gambar yang sesuai aturan yang sederhana, mendasar, alami,
dan sesuai dengan cara kerja otak .
Menurut Khadir, peta konsep ialah suatu gambar atau visual, tersusun atas konsep-konsep
yang paling berkaitan sebagai hasil pemetaan konsep. Pemetaan konsep merupakan suatu proses
yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi pengajaran dan pengaturan konsep
tersebut dalam hierarki, mulai dari yang paling umum dan konsep-konsep yang lebih spesifik.

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan, peta konsep merupakan
alat sekaligus strategi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, hubungan antara suatu
konsep dengan konsep yang lain sehingga apa yang dipelajari oleh siswa akan menjadi lebih
bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mudah dipahami untuk mengungkapkan kembali apa
yang telah diperoleh oleh siswa melalui proses pembelajaran, dan peta konsep juga sangat
membantu untuk mengorganisasikan konsep pelajaran berdasarkan arti dan hubungan antara
komponen nya.

Jadi, peta konsep membantu dan mempermudah dalam belajar bermakna dimana konsep
baru yang lebih berarti disatukan dengan konsep yang lebih spesifik. Peta konsep bersifat
hierarkial dan konsep yang lebih atas bersifat lebih inklusif atau umum daripada yang
dibawahnya dan merupakan visulisasi dari tujuan instruksional khusus, karena peta konsep
merupakan suatu gambar dua dimensiyaitu bentuk bagan yang menunjukkan adanya proporsi
antar konsep dari suatu materi suatu pokok bahasan dalam suatu bidang tertentu.

2.3.3 Menyusun Peta Konsep

Peta konsep tidak hanya digunakan membuat keputusan, akan tetapi sebagai desain,
gambaran, perencanaaan curahan ide dan gagasan, kemudian peta konsep juga dapat
menghubungkan konsep yang sudah ada dan ditambah dengan menghubungkan konsep yang
baru didapat. Peta konsep juga digunakan sebagai alat pemecahan masalah di dalam proses
pendidikan. Langkah-langkah pembuatan peta konsep menurut Zaini yaitu :

1. Pilihlah satu masalah atau topic sebagai bahan evaluasi atau assemen.
2. Mintalah siswa untuk melakukan brainstorming tentang masalah itu sebanyak mungkin.
Kemudian mintalah kepada isiswa untuk menuliskan 8-10 konsep utama dan menuliskan
konsep-konsep tersebut di kartu-kartu secara terpisah.
3. Kemudian kartu-kartu tesebut yang berisi konsep-konsep utama, siswa mencoba untuk
menghubungkan antara konsep-konsep, peta konsep dapat berbentuk vertical atau
horizontal, membuat garis penghubung antara konsep=konsep utama dan menulis satu
kata diatas setiap garis penghubung dari peta konsep tersebut.

Pembuatan peta konsep dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau diagram
tentang ide-ide penting suatu topic tertentu dihubungkan satu sama lain. Untuk membuat suatu
peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu
topic dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola yang logis. Peta konsep menggambarkan
jalinan antar konsep yang dibahas dalam bab yang bersangkutan
2.3.4. Jenis-Jenis Peta Konsep

Menurut Nur peta konsep ada empat macam yaitu “phon jaringan, rantai kejadian, peta
konsep siklus dan peta konsep laba-laba.

1. Pohon Jaringan (network tree)


Ide-ide pokok dibahas dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan,
kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat
mengkonstruksikan suatu pohon jaringan, tulislah topic itu dan daftar konsep-konsep
utama yang berkaitan dengan konsep itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-
ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Pohon jaringan cocok
untuk menvisualisasikan hal-hal seperti menunjukan informasi sebab akibat, suatu
hierarki , prosedur yang bercabang.
2. Rantai Kejadian (event chain)
Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian,
langkah-langkah suatu prosedur atau tahap suatu proses.
3. Peta Konsep Siklus (cycle concept map)
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir.
Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali kejadian awal dan seterusnya.
4. Peta Konsep Laba-Laba (spider concept map)
Peta konsep laba0laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah
pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga banyaknya ide-ide tersebut
belum tentu berkaitan dengan ide sentral.

2.3.5 Manfaat Peta konsep

Dalam proses pembelajaran, penggunan peta konsep dapat memberikan beberapa manfaat
:

1. Bagi guru
a. Membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk yang lebih
sederhana, merencanakan dan memulai topik.
b. Suatu pelajaran, serta mengolah d=kata kunci yang akan digunakan dalam
pembelajaran.
c. Membantu untuk memperbaiki kesalahan konsep yang diterima siswa swbagai dasar
untuk pembelajaran selanjutnya sehingga akhirnya efektif untuk merubah kesalahan
konsep yang diterima siswa.
d. Membantu untuk mendiagnosa apa yang telah diketahui oleh para siswa dalam bentuk
struktur yang mereka bangun dalam bentuk kata-kata.
e. Membantu untuk mengetahui adanya miskonsepsi dari pemahaman para siswa.
f. Membantu untuk mengingat kembali dan merevisi konsep pembelajaran, membuat
pola catatan kerja dan belajar yang sangat baik untuk keperluan prestasi.
g. Membantu untuk merencanakan instruksional pembelajaran dan evaluasi, ataupun
untuk mengukur keberhasilan tujuan instruksional pembelajaran.
h. Membantu mengetahui pemahaman siswa tentang apa yang dipelajari
2. Bagi Siswa
a. Memahami untuk mengidentifikasi kunci konsep, memperkirakan hubungan
pemahaman dan membantu pembelajaran lebih lanjut.
b. Membantu berfikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan siswa mengerti
benar tentang apa yang dipelajari.
c. Membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih mudah sehingga dapat
mempermudah dalam ujian.
d. Mengidentifikasi tentang ide-ide siswa yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu
dalam bentuk kata-kata.
e. Belajar bagaimana mengorganisasikan sesuatu mulai dari informasi, fakta dan konsep
ke dalam suatu pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.

2.3.6. Peta konsep Dalam Konteks Kimia

Salah satu contoh peta konsep dalam konteks pembelajaran kimia yaitu peta konsep
tentang materi stoikiometri di bawah ini

Anda mungkin juga menyukai