Anda di halaman 1dari 4

Biografi E.

L Thorndike
E. L Thorndike (Edward Lee Thorndike) lahir di Williamsburg, Massachusetts pada
tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal pada 9 Agustus 1949 pada umur ke 74 di Montrose,
New York. Ayah dari E. L Thorndike merupakan seorang pendeta Metodis di Lowell,
Massachusetts dan berkebangsaan American. Dulu E. L Thorndike menempuh Pendidikan
di Roxbury Latin lulus pada tahun 1891, Wesleyan lulus pada tahun 1895, Harvard,
Columbia. Pada saat menempuh Pendidikan di Harvard, Bersama William James ia tertarik
untuk bekerja sama meneliti bagaimana hewan belajar (etologi). Hingga saat ini tesis E. L
Thorndike dalam ranah ilmu psikologi komparatif modern masih dianggap sebagai dokumen
penting. Setelah ia lulus dari Universitas Hardvard mendapat gelar MA pada tahun 1897, ia
Kembali ke minat awal yaitu psikologi Pendidikan. Di bawah pengawasan James McKeen
Cattell, salah satu pendiri psikometri ia menyelesaikan PhD-nya di Universitas Columbia.
Pada 29 Agustus 1900 E. L Thorndike menikah dengan Elizabeth Moulton. E. L Thorndike
merupakan seorang psikolog yang telah menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers
Collage, Universitas Columbia. Ia banyak menghasilkan karya yaitu membantu meletakkan
dasar ilmiah untuk psikologi Pendidikan, membantu meletakkan dasar ilmiah untuk
psikologi Pendidikan modern, dan di bidang psikologi Pendidikan. Bekerja di
pengembangan sumber daya manusia di tempat industry, contohnyapengujian karyawan dan
ujian, ia juga merupakan anggota dewan dari Psychological Corporation dan pada tahun
1912 ia menjabat sebagai presiden dari American Psychological Association.

Teori Perkembangan E. L Thorndike

Menurut Thorndike,belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.Stimulus adalah apa
saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar. Agar supaya tercapai hubungan antara stimulus dan
respons perlu memiliki kemampuan respons yang tepat dengan melalui beberapa
usaha,percobaan,dan kegagalan sebelumnya, Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan
dalam sangkar (puzzle box) teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut
dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi (Suprihatiningrum, 2016:17-18). Karena
bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selecting and connecting
learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Percobaan Thorndike yang terkenal
dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup
dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut
tersentuh. menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar
itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini,
kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil.
Dari percobaan ini, Suprihatiningrum (2016:18-19) mengatakan bahwa Thorndike menemukan
hukum- hukum belajar sebagai berikut.
1.Hukum Kesiapan (law of readiness)

Semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi (connection) antara kesan pancaindera dengan kecenderungan bertindak.  Misalnya, jika
anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan menggambar, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menggambar akan
menghasilkan prestasi yang memuaskan.

2.Hukum Latihan (law of exercise)

Semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin
kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.  prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. 

3.Hukum Akibat (law of effect)

Hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin
lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. 

Selain daripada itu Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

1.Hukum reaksi bervariasi (Multiple responses)

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan
adanya bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.

2.Hukum sikap (Attitude)

Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan
stimulus dengan respons saja, tapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik
kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.

3.Hukum aktifitas berat sebelah (Pre- potency of element)

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus
tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (selective response).

4.Hukum Response by Analogy


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah
dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami
dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur- unsur
yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin
mudah.

5.Hukum perpindahan asosiasi (Assosiative Shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum
dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan
membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Thorndike juga mengemukakan revisi hukum belajar, sebagai berikut.

1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respons, sebaliknya tanpa pengulangan pun hubungan stimulus
respons belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa- apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respons bukan kedekatan, melainkan adanya
saling sesuai antara stimulus dan respons.
4. Akibat suatu perbuatan menular, baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
(Suprihatiningrum, 2016: 19).

Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah
diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain.

Penerapan Teori perkembangan

1) Seorang guru harus tahu tujuan Pendidikan harus dirumuskan dengan jelas, seperti materi
apa yang akan di sampaikan, apa yang akan diajarkan, kapan harus membenarkan respon
dan memberikan suatu hadiah, respon apa yang diharapkan.
2) Tujuan Pendidikan itu seorang guru dapat menerapkan bermacam-macam situasi dengan
membagi unit-unit sedemikian rupa, dan peserta didik harus dalam batas kemampuan
belajar.
3) Proses pembelajaran harus berjalan secara bertahap dari yang sederhana sampai yang
kompleks, supaya peserta didik dapat mengikuti pembelajaran.
4) Dalam belajar yang pentingmerupakan suatu respon terhadap stimulus, bukan adanya
motivasi belajar.
5) Peserta didik bila belajarnya belum baik maka harus segera diperbaiki, jika peserta didik
yang telah belajar dengan baik maka diberi hadiah.
6) Dalam pembelajaran harus bisa membuat situasi yang menyenangkan.
7) Materi pelajaran harus memiliki banyak manfaat yang digunakan untuk peserta didik
setelah keluar dari sekolah.
8) Jika pelajaran melebihi batas kemampuan peserta didik maka itu tidak akan membuatnya
pintar, dan kemampuan penalarannya tidak akan meningkat.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Perkembangan

Berikut beberapa kelebihan dari teori belajar E. L Thorndike

1) Sering melakukan pengulangan untuk memecahkan suatu permasalahan, sehingga memiliki


sebuah pengalaman yang berharga bagi peserta didik. Selain itu, sistem pemberian hadiah,
sehingga para peserta didik memiliki kemauan yang lebih dalam memecahkan suatu
permasalahan.
2) Teori ini biasanya disebut dengan teori error dan trial, karena orang akan terbiasa berpikir
dan terbiasa mengembangkan pikirannya jika mengusai hubungan respon dan stimulus
sebanyak-banyaknya.
3) Teori ini juga mengarahkan anak untuk berfikir konvergen dan linier. Yaitu belajar adalah
sebuah proses pembentukan sehingga membawa anak mencapai target tertentu.

Selain mempunyai kelebihan, teori belajar E. L Thorndike juga mempunyai kekurangan yaitu
sebagai berikut :

1) Teori ini sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, karena banyak
yang tidak dapat diubahnya suatu variabel menjadi sekedar hubungan antara respon dan
stimulus.
2) Teori ini tidak mampu menjelaskan banyaknya alasan yang mengacu terhadap hubungan
antara respon dan stimulus dan suatu hal yang dapat menyebabkan penyimpangan antara
respon yang diberikan dengan stimulus itu tidak dapat dijawab.
3) Teori ini terlalu memandang hewan disamakan dengan manusia sebagai mekanismus dan
otomatisme. Tidak selalu bahwa tingkah laku manusia tersebut bisa dipengaruhi oleh error
dan trial yang tidak mutlak bagi manusia, meskipun banyak tingkah laku manusia yang
otomatis.
4) Teori ini banyak memandang jika belajar itu hanya sebuah asosiasi belaka antara repon dan
stimulus. Sehingga memperkuat asosiasi dengan ulangan terus menerus atau Latihan yang
terus menerus yang dipentingkan dalam belajar.
5) Teori ini mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar, karena belajar
yang berlangsung secara mekanistis.

Anda mungkin juga menyukai