Anda di halaman 1dari 20

PEMIKIRAN THORNDIKE,

SKINNER DAN AUSUBEL


DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
Kelompok 1 :
Sekar Wulan Dari
2015010003

Assa’adatul Kamilah
2015010015

Ahamd Nur Auliyaqqqq


20150100xx

2
⬗ A. Pemikiran Thorndike
dalam Pembelajaran
Matematika

3
1. Biografi Thorndike
Lahir di Williamsburg, pada 31 Agustus
1874. Mendapat gelar sarjananya di
wesleyan university, dan gelar masternya
dari hardvard. Dan mendapat beasiswa PhD
di Colombia. Lalu ia menetap dan mengajar
di sana sampai pensiun pada tahun 1940.

Menerbitkan buku ”Animal Intelligence, An


experimental study of association process
in Animal”. Buku ini adalah hasil penelitian
terhadap beberapa jenis hewan yang
mencerminkan prinsip dasar dari proses
belajar yang dianut oleh Thorndike.

4
2. Teori Belajar Thorndike
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan
dikembangkan oleh Thorndike berdasarkan eksperimen yang
ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan
hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui
fenomena belajar. Thorndike belajar belajar pada hewan
(biasanya kucing).
Berdasarkan eksperiman mengenai perilaku belajar hewan
kemudian Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya
teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R
Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal
dengan “Trial and Error Learning” dalam rangka menilai
respon yang terdapat bagi stimulus tertentu.
Eksperimen
Ciri-Ciri belajar Trial and Error : Thorndike
a. Adanya motivasi
b. Ada berbagai respon terhadap situasi
c. Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah
5 d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari
3. Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike
a. Hukum kesiapan (law of readiness) Hukum utama pembelajaran pertama menurutnya adalah
hukum kesiapan yang artinya pembelajaran terjadi ketika kecenderungan tindakan timbul
melalui penyesuaian persiapan, pengaturan atau sikap. Kesiapan berarti persiapan untuk
bertindak. Jika seseorang tidak siap untuk belajar, belajar tidak dapat secara otomatis
ditanamkan dalam dirinya. Misalnya juru ketik, untuk belajar mengetik mempersiapkan dirinya
untuk memulai, ia tidak akan membuat banyak kemajuan dalam cara yang lesu dan tidak siap.
b. Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus-respon sering
terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-
respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi.

c. Hukum akibat (law of effect) yaitu tanggapan yang menghasilkan efek memuaskan dalam situasi
tertentu menjadi lebih mungkin terjadi lagi dalam situasi itu, dan tanggapan yang menghasilkan
efek yang tidak menyenangkan menjadi lebih kecil kemungkinannya terjadi lagi dalam situasi itu
(Gray, 2011, hal 108-109).

Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep penting dari
teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan Transfer of Training. Konsep ini
menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk
hal lain di masa yang akan datang.
6
Berdasarkan Konsep Transfer of Training, maka Thorndike mengemukakan adanya 5
hukum tambahan, yaitu :
1. Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response), Individu diawali dengan proses trial and
error yang menunjukkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Hukum sikap (law of attitude), Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3. Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element), Individu dalam proses belajar
memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan
situasi (respon selektif).
4. Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy), Individu dapat melakukan respons
pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan
situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Semakin banyak
unsur yang sama, maka transfer akan semakin mudah.
5. Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting), Proses peralihan dari situasi yang
dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan
sedikit demi sedikit unsur lama.
7
4. Aplikasi Teori Thorndike dalam
Pembelajaran Matematika
a) Guru harus tahu, bahwa siswa lebih minat belajar
ketika mereka merasa berkebutuhan dan
berkepentingan pada pelajaran tersebut.
b) Kesiapan merupakan prasyarat untuk belajar, karena
itu guru disarankan untuk mempertimbangkan
kemampuan mental atau kognitif peserta didik ketika
merencanakan kurikulum atau isi instruksional.
c) Guru harus menyadari fakta bahwa siswa ingin
mengulangi tindakan yang mereka terima sebagai hal
positif.
d) Guru harus selalu meghadirkan bahan secara logis
dan cara yang lebih koheren.
e) Guru harus mempertimbangkan penggunaan hukuman
sebagai pilihan terakhir dalam mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan di kelasnya.
8
Tips Penerapan Teori Thorndike Pada Pembelajaran Matematika :
a) Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikuti
pembelajaran tersebut, setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa untuk
mengikuti kegiatan belajar mengajar.
b) Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang kontinu, hal ini dimaksudkan
agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
c) Pendiidk menyampaikan pembelajaran dengan menyenangkan.
d) Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa mengingat
materi terkait lebih lama.
e) Agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses hareus bertahap.
f) Siswa yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum baik harus
segera diperbaiki, dalam belajar.
g) Motivasi tidak begitu penting, yang lebih penting adalah adanya respon yang benar terhadap
stimulus.
h) Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak
setelah dari sekolah.
i) cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tahu bahwa apa yang telah diajarkan,
9 tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan.
⬗ B. Pemikiran Skinner
dalam Pembelajaran
Matematika

10
1. Biografi B.F Skinner
 Lahir di Susquehana pada tahun 1904

 Mencapai gelar master dan Ph.D di Universitas


Harvard.

 Pada tahun 1938 Ia menulis buku “the Behavior of


Organism”.

 Skinner dalam mengembangkan teorinya


dipengaruhi oleh Pavlov dan Thorndike, lebih-lebih
hukum epek dari hukum Thorndike. Skinner
berpendapat bahwa ilmu yang benar tentang
perilaku manusia harus didasarkan pada fakta
empiris yang kuat

11
2. Teori B.F Skinner
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning
operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-
konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan
diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan
(Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a. Belajar itu adalah tingkah laku
b. Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional
berkaitan dengan adanya perubahan dalam
kejadiankejadian di lingkungan kondisi-kondisi
lingkungan.
c. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan
lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat
tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di
devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di
bawah kondisi-kondisi yang di control secara
seksama.
d. Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan
satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima
tentang penyebab terjadinya tingkah laku (Haryu
Islamuddin, 2012: 82)
3. Aplikasi Teori Skinner dalam Pendidikan
Skinner mengemukakan bahwa kontrol yang posifit f. Tes hendaknya lebih ditekankan untuk
(menyenangkan) mengandung sikap yang kepentingan diagnostik.
menguntungkan terhadap pendidikan, dan lebih g. Dalam proses belajar mengajar dipentingkan
efektif bila digun Pendidik perlu mengetahui dan aktivitas sendiri.
menentukan tugas-tugas mana yang akan h. Tidak menggunakan hukuman dalam pendidikan.
dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya
dan hasil-hasil apa yang diharapkan. i. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah
lingkungan untuk menghindari pelanggaran agar
a. Fokus nyata dalam pendidikan dan pengajaran tidak menghukum.
adalah pemberian penguatan yang konsisten,
segera dan positif bagi tingkah laku yang tepat j. Tingkah laku yang tidak diinginkan, bila
dan bagi pencapaian tujuan pendidikan dan dilakukan siswa, diberikan perhatian, tetapi
pengajaran yang diharapkan. tingkah laku yang diinginkan diberi reward.
b. Perlu adanya tujuan yang jelas dalam k. Hadiah diberikan bila diperlukan.
pengertian tingkah laku apa yang diharapkan l. Sangat mementingkan shaping, yaitu
dicapai oleh para siswa. pengajarahan agar mencapai tujuan.
c. Hasil belajar harus segera diberitahukan, m. Mementingkan kebutuhan yang menimbulkan
jangan ditunda. tingkah laku yang operan.
d. Proses belajar hendaknya mengikuti irama dari
13
si pelajar.
3. Aplikasi Teori Skinner dalam Pendidikan
n. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching
machine. o. Melaksanakan mastery learning. Yaitu Selanjutnya dikatakan bahwa pada umumnya
anak mempelajari bahan secara tuntas menurut stimulus yang demikian pada umumnya
waktunya masing-masing, karena tiap anak mendahului respon yang ditimbulkan. Belajar
berbeda irama belajarnya. dengan respondent conditioning ini hanya efektif
p. Program belajar remedial bagi siswa yang jika suatu respon timbul karena kehadiran
memerlukan, harus diberikan agar mencapai stimulus tertentu.
prinsip belajar tuntas.
Contoh lainnya dalam matematika seorang siswa
Contoh Penerapan Teori Skinner dalam Kasus yang terbiasa melakukan perhitungan matematika
Matematika; Seorang siswa diberi soal matematika berupa operasi penjumlahan, pengurangan,
sederhana dan siswa dapat menyelesaikannya perkalian dan pembagian akan lebih mudah
sendiri. Guru memuji siswa karena telah berhasil mengerjakan soal yang berhubungan dengan
menyelesaikan soal tersebut. Dengan peristiwa ini operasi-operasi tersebut dengan cepat dan tanpa
siswa merasa yakin atas kemampuannya, sehingga pemikiran yang lama.
timbul respon mempelajari pelajaran berikutnya
yang sesuai atau lanjutan apa yang dapat dia
selesaikan tadi.
14
⬗ B. Pemikiran Ausubel
dalam Pembelajaran
Matematika

15
1. Biografi David Paul Ausubel
 Lahir 25 Oktober 1918, dibesarkan di Brooklyn, New York Amerika Serikat.

 Ausubel mendapatkan gelar MA dan Ph.D. dalam


psikologi perkembangan dari Universitas Columbia
 pada tahun 1950.  Ia menjadi guru besar (profesor)
di beberapa sekolah pendidikan..
 Pada tahun 1973, Ausubel pensiun dari kehidupan
akademik dan mengabdikan dirinya berpraktik
sebagai psikiater
 Ausubel menerbitkan banyak buku serta artikel di
jurnal psikiatris dan psikologis. Pada tahun 1976, ia
menerima Penghargaan Thorndike dari American
Psychological Association untuk "Kontribusi
Psikologis Terhadap Pendidikan"

16
2. Teori David B. Ausubel dalam
Pembelajaran
 David Ausubel merupakan seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori belajar
bermakna. Ausubel memberikan penekanan pada pentingnya pembelajaran yang bermakna dan pentingnya
pengulangan sebelum dimulainya pembelajaran.
 Menurut Ausubel, belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan
dengan cara informasi atau materi yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan.
 Dimensi kedua menyangkut tentang bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi tersebut pada struktur
kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat
oleh siswa.
 Menurut Ausubel, pada tahap pertama belajar, informasi dapat dikomunikasikan kepada siswa dalam
bentuk belajar penerimaan dengan menyajikan informasi dalam bentuk final atau mengharuskan siswa
untuk menemukan sendiri materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi  tersebut pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi proses
belajar bermakna

17
⬗ Di dalam menerapkan teori Ausubel dalam belajar, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan,
sebagai berikut.
⬗ 1. Pengaturan awal (advance organizer)
⬗ Pengaturan awal mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi
sebelumnya yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam menanamkan konsep baru.
⬗ 2. Diferensiasi progresif
⬗ Pengembangan kosep berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang paling umum, paling inklusif dari
suatu konsep diperkenalkan terlebih dahul, baru kemudian diberikan hal-hal yang lebih spesifik dan
khusus dari konsep tersebut.
⬗ 3. Belajar superordinat
⬗ Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kogniif (subsumsi), maka
konsep tersebut tumbuh dan mengalami diferensiasi.
⬗ Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dpelajari sebelumnya dikenal
sebagai unsur-unsur dari sebuah konsep yang lebih luas dan lebih inklusif.
⬗ 4. Penyesuaian integratif (rekonsiliasi integratif)
⬗ Guru harus mampu memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan bagaimana konsep-konsep yang
tingkatannya lebih tinggi selanjutnya mengambil arti baru.

18
3. Aplikasi Teori Ausubel dalam Pendidikan
⬗ Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada
bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. 2.  Belajar Bermakna
Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu Tugas guru adalah membantu memfasilitasi siswa
belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna sehingga bilangan pertama tersebut dapat
(meaningful-learning). Apa pengertian belajar hafalan? dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah
Apa pengertian belajar bermakna (meaningful-learning)? dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat
mengaitkan antara pengetahuan yang baru
⬗ 1.     Belajar Hafalan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa,
⬗  Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana maka proses pembelajarannya disebut dengan
dikutip Bell (1978) mengenai belajar hafalan (rote- belajar yang tidak bermakna (rote learning).
learning): “… , if the learner’s intention is to memorise it Berdasar contoh di atas, dapatlah disimpulkan
verbatim, i.e., as a series of arbitrarily related word, both the bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih
learning process and the learning outcome must necessarily be mudah dipelajaridan dipahami para siswa jika
rote and meaningless” (p.132). Jika seorang siswa guru mampu untuk memberi kemudahan bagi
berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa siswanya sedemikian sehingga siswa dapat
mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses mengaitkan pengetahuan yang baru dengan
maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti
sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna dari belajar bermakna (meaningful learning) yang
(meaningless) sama sekali baginya. telah digagas David P Ausubel.
19 .
Terima Kasih

20

Anda mungkin juga menyukai